Rumusan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-

3 Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer yang disusun oleh Peter Salim dan Yenny Salim. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Rumusan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Perumusan tindak pidana korupsi dalam Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 ada 2 dua sumber yaitu pertama, bersumber dari perumusan pembuat Undang- undang itu sendiri dan kedua, yang ditarik dari Pasal-pasal KUHP yaitu sebanyak 13 tiga belas Pasal, sehingga dengan demikian sebagian besar perumusan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-undang tersebut adalah bersumber dari KUHP. Pasal tindak pidana korupsi yang bersumber dari KUHP tersebut yaitu : Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387, Pasal 388, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425 dan Pasal 435 KUHP. Pasal-pasal KUHP ini sama dengan Pasal-pasal yang 10 diatur dalam Pasal 1 ayat 1 sub c Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menyebutkan korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Hal ini sejalan dengan maksud Pasal 14 Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melanggar Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang dirumuskan dalam Undang- undang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah tindak pidana formil, dengan demikian apabila perbuatan pelaku tindak pidana korupsi tersebut sudah memenuhi rumusan unsur-unsur pasal tindak pidana korupsi maka sudah dapat disangka sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan 11 dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.Demikian juga walaupun hasil uang korupsi telah dikembalikan kepada negara maka terhadap pelaku tindak pidana korupsi tersebut tetap dapat diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana. Pasal 4 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, suatu perbuatan dapat diklasifikasikan dan dirumuskan sebagai tindak pidana korupsi apabila perbuatan-perbuatan yang dilakukan memenuhi semua unsur-unsur dari pasal peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi yaitu Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan Pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-undang tersebut maka secara terperinci ada 31 tiga puluh satu Pasal yang merupakan bentuk perbuatan tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan pidana penjara sampai kepada hukuman mati. Dari tiga puluh satu Pasal yang merupakan bentuk tindak pidana korupsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 7 tujuh kelompok, yaitu: 12 1Kelompok tindak pidana merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3. 2Kelompok tindak pidana penyuapan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, d dan Pasal 13. 3Kelompok tindak pidana perbuatan curang, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7, Pasal 12 huruf h dan i 4Kelompok tindak pidana penggelapan dalam jabatan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 10. 5Kelompok tindak pidana pemalsuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9. 6Kelompok tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e, f dan g 7Kelompok tindak pidana gratifikasi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12B Sedangkan tindak pidana lainnya namun masih berkaitan dengan tindak pidana korupsi tersebut di atas, terbagi dalam 5 lima kelompok, yaitu : 1 Melakukan percobaan, perbantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 13 2 Memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan terjadinya tindak pidana korupsi diluar wilayah negara Republik Indonesia, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16. 3 Menghalangi pemeriksaan perkara korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 21. 4 Memberikan keterangan yang tidak benar, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 jo Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 dan Pasal 36. 5 Saksi yang membuka identitas pelapor, sebagaimana diatur dalam Pasal 24 jo Pasal 31. Ketetentuan ini menurut penulis merupakan perluasan dari pertanggungjawaban pidana. Dimana bagi mereka yang melakukan percobaan, perbantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan terjadinya tindak pidana korupsi diluar wilayah negara Republik Indonesia, menghalangi pemeriksaan perkara korupsi, memberikan keterangan yang tidak benar dan saksi yang membuka identitas pelapor dapat dipidana menurut Undang- undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

1.2 Pengaturan Pasal Korupsi Untuk Pihak Swasta