yang diinginkan atau menyimpang. Bila sesuai perawatan diteruskan sampai selesai tapi bila menyimpang maka dilakukan perbaikan-perbaikan
sesuai dengan tujuan perawatan. e.
Evaluasi pertumbuhan-perkembangan Dari analisa sefalometri dapat dilihat arah pertumbuhan-perkembangan
kraniodentofasial, bila terlihat arah pertumbuhan-perkembangan yang tidak normal maka dalam perwatan pertumbuhan-perkembangan dituntun
ke arah yang normal.
2.2 Protrusi Bimaksila
Protrusi bimaksila atau bimaxilarry dentoalveolar protrusion adalah suatu keadaan dimana gigi-gigi pada kedua rahang dalam keadaan protrusi, yang
menyebabkan bibir jadi cembung, serta dalam keadaan istirahat terdapat celah antara bibir atas dan bawah lebih dari 4 mm atau lebih dikenal dengan istilah lip
incompetence. Etiologi protrusi bimaksila adalah multifaktor, termasuk genetik, pernapasan mulut, lidah yang besar. Divergensi atau kecembungan wajah serta
bibir yang lebih maju ke depan merupakan bentuk profil wajah yang dipengaruhi oleh faktor ras dan genetik, bibir serta gigi-gigi insisivus yang protrusi merupakan
karakteristik profil wajah kelompok ras berkulit hitam dan Asia pada umumnya
9,13
. Keating 2005 melaporkan gambaran morfologi dari protrusi bimaksila
pada populasi Kaukasia ditandai dengan basis kranial posterior yang lebih pendek, maksila yang prognasi, Klas II skeletal ringan, dengan profil jaringan lunak
Universitas Sumatera Utara
prokumbensi dengan bibir yang pendek
14
. Moyers 1988 mengatakan bahwa
protrusi bimaksila atau bimaxillary dental protrusion adalah suatu maloklusi yang cenderung terjadi dalam satu keluarga dimana gigi-gigi insisivus atas dan bawah
protrusif, keadaan ini timbul akibat gigi - gigi pada kedua rahang bergerak ke mesial, hal ini terjadi akibat ukuran materi gigi yang lebih besar dari normal
sementara ukuran lengkung basal normal atau lebih kecil. Beberapa ahli menyatakan bahwa pada kasus protrusi bimaksila ditandai
dengan dentoalveolar anterior atas dan bawah flaring yang menyebabkan bibir maju dan incompeten serta konveksitas wajah menjadi cembung
9-14
. Secara sefalometri terlihat sudut interinsisal 124
dan sudut insisivus atas terhadap garis S-N 116
serta sudut insisivus bawah terhadap mandibula plane M-P 106
0 17
2.3 Konveksitas wajah. Gambar 1
Konveksitas wajah dibagi menjadi sebagai berikut :
8,21,22
• Konveksitas profil jaringan keras, diukur dari N-A-Pog, dimana besar
sudut NAPog akan mengecil seiring bertambahnya usia. •
Konveksitas profil jaringan lunak dari glabella – subnasale – pogonion kulit G-Sn-Pog’.
• Konveksitas profil jaringan lunak penuh
diukur dari glabela - pronasal pogonion kulit G-Pr-Pog’. Sudut ini akan berubah seiring bertambahnya
usia dan pertumbuhan hidung ke arah anterior.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Konveksitas wajah: a.Konveksitas jaringan keras b. Konveksitas
jaringan lunak c. Konveksitas jaringan lunak penuh.
8
2.3.1 Konveksitas Wajah Menurut Down
17
Downs mengatakan bahwa posisi mandibula berperan dalam menentukan profile ideal wajah seseorang. Bentuk wajah yang paling harmonis atau bentuk
yang dikatakan cantik kebanyakan orang, posisi mandibula tersebut adalah posisi ortognatik dan bukan dalam posisi retrusi ataupun protrusi. Dari hasil
observasi kemudian Downs membagi profile wajah manusia atas empat tipe yaitu: 1.
Retrognatik yaitu profil dengan posisi rahang bawah yang lebih mundur atau retrusif .
2. Mesognatik, posisi rahang bawah yang ideal atau rata-rata.
3. Prognatik, posisi rahang bawah yang protrusi dan
4. True prognathism protrusi wajah bagian bawah. gambar 2
a. b.
c.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Empat tipe wajah menurut Downs
Jacobson : A Radiographic cephalometry, From basics toVidioimaging,1995
17
Untuk mengukur keadaan retrusi ataupun protrusi rahang bawah, hubungan kedua rahang serta bentuk konveksitas skeletal wajah, Down
memperkenalkan sudut konveksitas atau Angle of Confexity. Sudut konveksitas dibentuk oleh titik potong garis N ke titik A dan titik A-Pogonion Gambar 3.
Sudut ini mengukur kedudukan tepi anterior basis lengkung maksila titik A dengan total profil wajah nasion-pogonion.
Sudut ini dibaca dalam derajat positif atau negatif, jika garis pogonion ke titik A diperpanjang dan terletak anterior pada garis N – A, sudut tersebut dibaca
sebagai positif, sudut yang positif menyatakan maksila yang lebih maju dibanding mandibula. Sudut negatif menunjukkan mandibula yang protusi.
Rentang nilai sudut ini adalah - 8,5 ke +10 derajat, dengan nilai rata-rata 0º.
Universitas Sumatera Utara
A B
Gambar 3: Angle of convexity
17
A. Nilai positif B. Nilai negatif
2.3.2 Konveksitas Wajah Menurut Ricketts
17
Menurut Ricketts konveksitas wajah dapat diukur dengan menggunakan parameter Convexity of poin A yaitu diukur dari bagian tengah wajah dari titik A
ke dataran wajah N-Pog milimeter Gambar 4. Normal klinis pada usia 9 tahun adalah 2 mm ± 2 mm dan berkurang 1 mm setiap bertambahnya usia 5 tahun.
Konveksitas yang positif menunjukkan pola Klas II skeletal, konveksitas yang negatif menunjukkan Klas III skeletal.
N
Gambar 4. Convexity of point A
17
.
Pog Gambar 4. Convexity of poin A
Universitas Sumatera Utara
2.4. Perubahan Konveksitas Setelah Retraksi Anterior
Profil jaringan lunak wajah seseorang berhubungan erat dengan bentuk konfigurasi jaringan skletal yang ada di bawahnya. Subtelny dan Burstone
berpendapat bahwa ada hubungan antara jaringan lunak dengan jaringan skeletal yang ada di bawahnya, Farrow dkk, berpendapat bahwa perawatan pada kasus
protrusi bimaksila cenderung dilakukan dengan pencabutan empat gigi premolar pertama, kemudian dilakukan retraksi gigi-gigi anterior dengan harapan
kecembungan wajah akan berkurang
9-14
. Menurut Harris 1999 perubahan konveksitas NAPog setelah retraksi anterior rata-rata 0,99
± 1,88 p 0,001 bermakna.
Menurut Muslim 2003 perubahan konveksitas NAPog setelah retraksi anterior rata-rata 0,34
± 1,91 p0,05 tidak bermakna, perubahan jarak
titik A-NPog rata-rata – 2,34mm ± 7,15 p0,05 tidak bermakna. Kasai 1998 melaporkan bahwa terjadi perubahan sudut konveksitas setelah perawatan rata-
rata 0,2 ± 1,2 tetapi tidak bermakna. Menurut Basciftci 2004 melaporkan bahwa
konveksitas skeletal yang dilihat dari jarak titik A-NPog berubah dari sebelum perawatan sebesar 3,13 mm ± 2,42 menjadi 2,71 mm ± 2,47 p 0.001
bermakna.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep