Pengukuran Retensi Air Tanah Gambut Menggunakan Kombinasi Three Phase Meter dan Ceramic Plate

PENGUKURAN RETENSI AIR TANAH GAMBUT
MENGGUNAKAN KOMBINASI THREE PHASE METER
DAN CERAMIC PLATE

SRI INDAHYANI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAYAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran Retensi
Air Tanah Gambut Menggunakan Kombinasi Three Phase Meter dan Ceramic
Plate adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Sri Indahyani
NIM A14090061

ABSTRAK
SRI INDAHYANI. Pengukuran Retensi Air Tanah Gambut Menggunakan
Kombinasi Three Phase Meter dan Ceramic Plate. Dibimbing oleh BASUKI
SUMAWINATA dan DARMAWAN.
Selama ini karakterisasi sifat fisik tanah gambut tropika dilakukan dengan
mengacu pada karakterisasi gambut subtropika, tanpa memperhatikan perbedaan
di antara keduanya. Di antara sifat fisik tanah gambut, retensi air dan partikel
density (PD) termasuk parameter yang sangat jarang dilakukan pengukuran.
Metode pengukuran yang sesuai untuk kedua parameter tanah gambut tropika
tersebut sangat diperlukan karena kedua parameter tersebut sangat penting dalam
pengelolaan lahan gambut. Penelitian ini bertujuan mengukur retensi air tanah
gambut, mempelajari pola retensinya dan menggambarkan kurva pF-nya serta
mempelajari pengaruh perubahan kadar air tanah terhadap perubahan volume
gambut. Contoh tanah gambut diambil dari 3 lokasi dengan umur reklamasi yang

berbeda. Pengukuran retensi air menggunakan Ceramic Plate, pengukuran volume
tanah gambut menggunakan Three Phase Meter. Kurva pF dibuat dengan
persamaan model optimasi Genucthen (1980). Hasil analisis menunjukkan bahwa
pola retensi air tanah gambut pada beberapa lokasi dan berbagai penggunaan
lahan adalah sama. Air tanah gambut mudah hilang pada tekanan rendah (pF 0-2)
dan diikat kuat oleh bahan tanah gambut pada tekanan yang lebih tinggi (pF 24.2). Ruang pori gambut didominasi oleh pori sangat halus (± 40 % v/v) dan pori
drainase sangat cepat (± 30 % v/v). Selang air tersedia sangat kecil (25 tahun

6

5

5

3

0-20 cm
(setiap 10 cm)

0-100 cm

(setiap 20 cm)

0-100 cm
(setiap 20 cm)

0-30 cm
(setiap 10 cm)

Pengambilan contoh tanah dilakukan oleh Basuki Sumawinata, Suwardi dan
Gunawan Djajakirana.
Pengukuran Retensi Air Tanah Gambut. Pengukuran ini menggunakan
contoh utuh dalam ring sampler. Contoh yang diperoleh dari lapang ditimbang
dan diukur volumenya menggunakan Three Phase Meter OSK 10014R Serial No.
1855 Ogawa seiki. Pengukuran volume berdasarkan prinsip Boyle bahwa untuk
jumlah gas ideal yang tetap pada suhu yang sama, maka P (tekanan)
dan V (volume) merupakan perbandingan yang konstan. Berdasarkan prinsip ini,
maka volume suatu benda padat yang porous pada ruang tertentu dapat ditentukan
dan dengan demikian dapat diperoleh volume padatan dan volume air pada setiap
tekanan (pF) yang diberikan. Selain itu dapat diperoleh partikel density yang tepat
pada setiap contoh tanah karena diukur secara langsung.

Setelah ditimbang dan diukur volumenya, selanjutnya contoh tanah gambut
dijenuhi dengan aquadest kemudian ditetapkan retensi airnya pada pF 1, pF 2, pF
2.54 dan pF 4.2 menggunakan Ceramic Plate. Penimbangan bobot tanah dan
pengukuran volume tanah dilakukan pada setiap pF. Selanjutnya ditetapkan kadar
air dengan metode gravimetrik sehingga diperoleh Bobot Kering Mutlak (BKM).
Data BKM (g), bobot tanah (g), dan volume tanah (cm3) pada setiap pF digunakan
untuk menghitung kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2.54, dan pF 4.2, dan selanjutnya
dapat dihitung porositas total dan partikel density.
Pembuatan Kurva pF dengan model Genucthen (1980).
Persamaan Genucthen (1980) ialah:
Genucthen = wr + (ws-wr) / x
Di mana x = (1 + | h/α| n)m
Keterangan : wr = kadar air sisa (% v/v)

5
ws = kadar air saat jenuh (%v/v)
h = besarnya tekanan yang diberikan (cm tinggi kolom air)
n = suatu ukuran yang menyatakan distribusi ukuran pori
m = 1-1/n
α = konstanta (menyatakan invers dari hisapan udara yang masuk)

Gambar 2 menunjukkan kurva pF yang dibuat menggunakan persamaan
Genucthen (1980). Absis menyatakan kadar air dalam % volume (% v/v) dan
ordinat menunjukkan besarnya pF yang diberikan. Nilai n, m, dan α merupakan
parameter independent. Perhitungan dilakukan dengan mengoptimasikan nilai R
square maksimum dan error minimun. Untuk menghasilkan nilai tersebut
dilakukan dengan memberikan nilai dugaan pada 3 parameter independent n, m,
dan α sampai diperoleh nilai kadar air optimasi yang mendekati nilai kadar air
pada titik-titik pengukuran. Menurut Genucthen (1980) estimasi perhitungan
kurva ini akan sulit ketika titik-titik pengukuran yang dilakukan hanya sedikit.

4,5
40,94

4

R074.4A
(0-20)

3,5


Series2

PF

3

R² = 0.999
Error = 0.0002
n = 4.392
m = 0.224
 = 0.18

43,14

2,5
2

43,89
46,65


1,5
1

70,21

0,5
0

94,00
-

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00


KADAR AIR (%V)

Gambar 2 Contoh kurva pF model optimasi Genucthen
Penyusutan Volume Tanah Gambut. Nilai penyusutan volume tanah
gambut dihitung dengan membandingkan volume tanah gambut pada masingmasing pF. Nilai volume tanah merupakan volume hasil pengukuran
menggunakan Three Phase Meter. Contoh perhitungan sebagai berikut:
Penyusutan volume tanah dari pF 1 ke pF 4.2, jika diketahui:
Volume tanah pF 1 = 62,63 cm3
Volume tanah pF 4.2 = 46,20 cm3
Nilai penyusutan = ((62,63 - 46,20) / 62,63) x 100 %
= 26.33 %

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva Retensi Air (Kurva pF) Tanah Gambut
Kurva pF yang mencerminkan retensi air pada tanah gambut dari ketiga
lokasi disajikan pada Gambar 3. Secara umum terlihat bahwa porositas total tanah
gambut ialah sekitar 90 % volume (% v/v). Gambar 3 juga menunjukkan bahwa

pada titik layu permanen (pF 4.2) kandungan air masih sangat tinggi yaitu sekitar
40-60 % v/v, suatu nilai yang sangat berbeda dengan tanah mineral. Sebagai
contoh, tanah latosol, podsolik, andosol dan regosol memiliki porositas total
sekitar 60 % v/v sampai kurang dari 80 % v/v dan titik layu permanen sekitar 20
% v/v sampai kurang dari 40 % v/v (Lampiran 7). Pada tanah gambut sebagian
besar air hilang pada tekanan rendah (pF 0-2), sedangkan air yang berada antara
pF 2 sampai 4.2 jumlahnya sedikit yaitu tidak lebih dari 10 %v/v. Artinya
persentase air tanah gambut didominasi oleh air bebas dan air higroskopis
sedangkan air kapiler jumlahnya sedikit.
Jika dilihat menurut kedalaman (0-20 cm sampai 80-100 cm), pola retensi
air pada tanah gambut HTI BBHA ternyata tidak terdapat perbedaan yang jelas,

4,5

4,5

4

4


0-20 cm

3,5

0-20 cm

3,5
3

20-40 cm

2,5

40-60 cm

2,5

40-60 cm

2


pF

20-40 cm

pF

3

60-80 cm

1,5

80-100 cm

1

2

60-80 cm

1,5
80-100 cm

1

0,5

0,5

0

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0

10

20

KADAR AIR (%v/v)

40

50

60

70

80

90

100

KADAR AIR (%v/v)

a) HTI PT BBHA blok R074.4A,
Prov. Riau

b) HTI PT BBHA blok R370.A,
Prov. Riau
4,5

4,5

hutan (0-10 cm)

4

4

3,5

3,5

3

3

2

10-20 cm

1,5

20-30 cm

t er bakar (0-10 cm)
t er bakar (10-20 cm)
t idak ter bakar (0-10 cm)

2

t idak ter bakar (10-20 cm)

1,5

1

1

0,5

0,5

0

hutan (10-20 cm)

2,5

pF

0-10 cm

2,5

pF

30

0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

KADAR AIR (%v/v)

c) Kebun sawit PTPN IV Ajamu 2,
Rantau Prapat, Prov. Sumatra Utara

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

KADAR AIR (%v/v)

d) Kebun sawit PT Dua Perkasa
Lestari, Nagan Raya, Prov. NAD

Gambar 3 Kurva pF tanah gambut dari berbagai lokasi, penggunaan lahan
dan kedalaman

7
sehingga dapat dikatakan kedalaman gambut tidak berpengaruh pada kemampuan
bahan gambut mengikat air. Perbandingan kurva pF pada Gambar 3 menunjukkan
bahwa pada blok R074.4A yang telah direklamasi sekitar 9 tahun menghasilkan
kurva yang lebih landai dengan kadar air pada titik layu permanen yang lebih
rendah, yaitu sekitar 30-40 % v/v sedangkan pada blok R370.A yang telah
direklamasi selama 7 tahun sekitar 50-60 % v/v. Hasil pengamatan secara fisik,
terlihat bahan gambut blok R370.A lebih kasar/mentah daripada blok R074.4A.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kekasaran bahan
dengan kemampuan bahan gambut menahan air. Bahan kasar tersebut mampu
menahan air lebih kuat karena air berada pada ruang pori sangat halus dari bahan
gambut. Pada tekanan rendah pola penurunan air blok R370.A tidak terlalu drastis
dibanding gambut blok R074.4A, artinya pori makro gambut blok R370.A lebih
kecil. Kurva pF yang ditunjukkan oleh tanah gambut dari blok R370.A lebih tegak
dibandingkan gambut dari blok R074.4A. Hal ini menunjukkan bahwa selang
ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan pada tanah gambut dari blok ini
sebenarnya lebih sedikit daripada blok R074.4A.
Pola retensi air tanah gambut dari PTPN IV Ajamu II, Rantau Prapat,
Provinsi Sumatra Utara tidak jauh berbeda dengan kurva pF gambut dari lokasi
HTI BBHA. Perbedaannya ialah kadar air titik layu permanen pada tanah gambut
lapisan atas (0-10 cm) lebih rendah yaitu kurang dari 30 % v/v dan kurva yang
terbentuk lebih landai. Hal ini menandakan bahwa sebaran ukuran pori gambut ini
lebih merata dibandingkan gambut dari lokasi HTI BBHA. Penyebab perbedaan
ini ialah derajat dekomposisi gambut yang dapat dilihat dari umur reklamasi.
Semakin bertambahnya tingkat kematangan gambut akan menurunkan jumlah air
drainase bebas dan air higroskopis. Sedangkan untuk air kapiler akan meningkat.
Pendapat ini selaras dengan hasil penelitian Gnatowski et al. (2010) yang
menyatakan bahwa karakteristik retensi air dan konduktivitas hidrolik gambut
bergantung pada asal botanis bahan gambut dan derajat dekomposisinya.
Penggunaan lahan yang berbeda pada tanah gambut PT Dua Perkasa
Lestari di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh yaitu tanah gambut hutan
sekunder (H), tanah gambut terbakar (TR) dan tidak terbakar (TB) juga
menghasilkan pola retensi yang tidak jauh berbeda. Jika dibandingkan dengan 2
lokasi lainnya yaitu HTI BBHA dan PTPN IV Ajamu 2 juga tidak jelas
pengaruhnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perbedaan penggunaan
lahan tidak mempengengaruhi kemampuan retensi air pada tanah gambut. Tanah
gambut dari lokasi ini baru dibuka untuk perkebunan sawit sekitar 2 tahun. Jika
dilihat dari umur reklamasi, lokasi ini adalah yang paling muda tetapi kurva pF
tanah ini lebih landai dari tanah gambut dari lokasi HTI BBHA blok R370.A.
Diduga perbedaan terjadi karena pengaruh perbedaan bahan asal (sisa-sisa
tanaman) pembentuk tanah gambut di kedua lokasi tersebut. Perbedaan asal
botanis bahan gambut ini dapat dilihat dari nilai partikel density yang dihasilkan.

8
Bobot Isi, Partikel Density, Distribusi Ruang Pori dan Kadar Air Tanah
Gambut dari Berbagai Lokasi, Penggunaan Lahan dan Kedalaman
Hasil pengukuran sifat-sifat fisik tanah gambut dari berbagai lokasi,
penggunaan lahan, dan kedalaman disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel
tersebut dapat terlihat bahwa Bobot isi (BI) tanah gambut sangat rendah yaitu
antara 0.05-0.2 g/cm3. Bobot isi umumnya menurun menurut kedalaman gambut
Tabel 3 Bobot isi, partikel density, distribusi ruang pori dan kadar air tanah
gambut dari berbagai lokasi, penggunaan lahan, dan kedalaman
PD
VP
Kedalaman BI
(g/cm³ ) (g/cm³) (g/cm³)
(cm)
HTI BBHA Blok R074.4A Riau
0-20
0.13
2.16
20-40
0.11
2.41
40-60
0.10
_
60-80
0.10
2.18
80-100
0.14
1.83
Rata-rata
0.11
2.34
HTI BBHA Blok R370.A Riau
0-20
0.20
1.3
20-40
0.14
1.22
40-60
0.12
1.34
60-80
0.11
1.34
80-100
0.10
1.31
Rata-rata
0.14
1.30

Disrribusi Ruang Pori
PT
(%v/v)

PDSC PDC
(%v/v) (%v/v)

PDL
(%v/v)

Air
tersedia
(%v/v)

Kadar Air layu
Permanen

Kadar Air
Lapang

(%v/v) (%b/b) (%v/v) (%b/b)

6.00
4.59
3.18
4.53
7.52
5.16

94.00
95.41
96.83
95.47
92.48
94.84

23.79
42.07
43.33
32.75
26.53
33.69

26.32
14.93
15.16
18.80
17.63
18.57

0.75
1.45
TR
1.91
2.42
1.25

2.20
3.07
4.85
1.55
1.41
2.62

40.94
33.89
33.75
40.46
44.49
38.71

317.86
308.09
342.64
411.60
324.98
341.03

45.28
40.97
46.15
48.77
55.07
47.25

351.55
372.45
468.53
496.13
402.26
418.19

15.66
11.72
9.21
8.16
7.72
10.49

84.35
88.29
90.79
91.85
92.28
89.51

11.67
9.93
19.16
16.02
19.46
15.25

10.19
9.73
12.70
14.49
14.46
12.31

TR
2.01
1.76
4.85
1.53
1.80

5.89
3.15
2.55
5.45
TR
3.11

57.77
63.47
54.62
51.04
58.30
57.04

284.72
444.47
444.07
467.40
576.09
443.35

59.92
68.05
61.87
69.60
67.27
65.34

295.32
476.54
503.01
637.36
664.72
515.39

PTPN VIII Ajamu 2 Rantau Prapat Sumatra Utara
0-10
0.20
1.88 11.11 88.89 35.78
10-20
0.19
1.67 12.19 87.81 18.63
20-30
0.13
1.88
6.85 93.16 29.87
Rata-rata
0.17
1.81 10.05 89.95 28.09

TR
8.79
8.02
5.60

22.37
0.85
TR
7.74

6.56
7.70
11.34
8.53

24.18
51.84
43.93
39.98

120.90
268.18
348.65
245.91

35.54
62.22
61.04
52.93

247.45
349.51
410.96
335.97

6.00
6.74
3.24
15.97
6.35
10.52
8.14

2.26
TR
TR
TR
1.54
TR
0

8.55
6.00
6.23
0.15
4.37
2.25
4.59

40.57
37.59
43.15
45.82
32.68
52.77
42.10

419.11
474.35
448.00
861.57
242.87
603.13
508.17

82.08
88.36
59.82
57.57
51.58
77.59
69.50

847.94
1114.93
621.07
1082.50
383.35
886.81
822.77

Sumayam Tripa Nagan Raya NAD
H 0 -10
0.10
1.81
5.26
3.55
H 10-20
0.08
2.17
TR 0 -10
0.10
1.33
7.35
TR 10-20
0.05
1.19
4.51
9.16
TB 0 -10
0.13
1.49
6.58
TB 10-20
0.09
1.31
Rata-rata
0.09
1.55
6.07

Keterangan :
BI
PD
VP
PT
PDSC
PDC
PDL

94.62
96.33
92.73
95.50
90.96
93.32
93.91

37.24
46.78
41.23
35.89
46.02
31.99
39.86

: bobot isi
: partikel density
: volume padatan
: porositas total
: pori drainase sangat cepat (kadar air pF 1 - pF 0)
: pori drainase cepat (kadar air pF 2 - pF 1)
: pori drainase lambat (kadar air pF 2.5 - pF 2)

9
karena semakin ke bawah biasanya bahan kasar gambut semakin banyak. Nilai
bobot isi juga dipengaruhi oleh bahan asal gambut dan tingkat dekomposisi
gambut. Semakin tinggi derajat dekomposisi maka akan semakin tinggi pula nilai
BI. Bobot isi rata-rata tanah gambut dari PTPN IV Ajamu 2, Rantau Prapat
sebesar 0.17 g/cm3, gambut dari HTI BBHA blok R074.4A sebesar 0.11 g/cm3,
dari blok R370.A sebesar 0.14 g/cm3, dan gambut dari Kabupaten Nagan Raya
sebesar 0.09 g/cm3. BI tanah gambut dari HTI BBHA blok R370.A lebih tinggi
daripada blok R074.4A padahal umur reklamasi blok R074.4A 2 tahun lebih tua.
Hal ini diduga karena pengaruh perbedaan bahan gambut dan pengaruh
pengolahan lahan yang membuatnya cenderung menjadi lebih padat dari
sebelumnya.
Partikel density (PD) tanah gambut ternyata sangat beragam dengan rentang
nilai antara 1.13-2.41 g/cm3. Dengan demikian, penggunaan nilai default
sebaiknya dihindari. Nilai PD yang sangat beragam menunjukkan bahwa asal
bahan gambut dari ketiga lokasi tersebut juga beragam, bahkan untuk lokasi HTI
BBHA dengan dua blok berbeda juga sangat mungkin terdappat perbedaan bahan.
Hal ini mengingat keanekaragaman hayati Indonesia yang sangat tinggi. Nilai PD
ini berhubungan dengan porositas gambut. Pengukuran PD secara langsung
setidaknya mengurangi angka bias dari penggunaan nilai default, meskipun
pengukuran hanya menggunakan contoh gambut utuh ukuran 100 cm3. Artinya
nilai ini sebenarnya juga belum mampu merepresentasikan PD gambut tropika
yang bahannya banyak berupa kayu-kayuan yang ukurannya lebih besar. Menurut
Driessen dan Rochimah (1976) penentuan PD menggunakan gelas piknometer
100 ml membutuhkan waktu yang lama dan ketelitian tinggi dalam analisisnya,
sedangkan hasilnya terlihat kurang tepat.
Porositas total gambut sangat besar yaitu sekitar 85-95 % v/v. Besarnya
porositas akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman karena bertambahnya
kekasaran bahan. Bahan-bahan kasar sisa-sisa tanaman memiliki pori sangat halus
(yaitu ruang pori yang masih menahan air pada kondisi pF 4.2 atau lebih tinggi)
banyak dan tumpukan bahan kasar akan menciptakan pori makro yang besar pula.
Distribusi ruang pori pada tanah gambut didominasi oleh pori drainase dan pori
sangat halus. Rata-rata jumlah seluruh pori drainase (PDSC dan PDC) ialah antara
28 % v/v sampai lebih dari 50 % v/v, sedangkan untuk pori pemegang air ialah
sekitar 38-57 % v/v. Pori drainase lambat dan air tersedia jumlahnya sangat
sedikit yaitu tidak lebih dari 10 % v/v kecuali pada tanah gambut PTPN IV Ajamu
II Rantau Prapat. Pada beberapa contoh tanah gambut, jumlah pori drainase
lambat banyak yang tidak terukur. Tidak terukurnya pori drainase lambat bukan
berarti pori tersebut tidak ada tetapi jumlahnya sangat kecil dan kemungkinan
yang lain adalah kesulitan dalam mengukur antara pF 2 dan 2.5 karena selangnya
sangat kecil. Nilai pF 2 berada pada tekanan 0.1 bar dan pF 2.5 berada pada
tekanan 0.33 bar. Barometer yang dipakai memiliki skala 0 sampai 5 bar sehingga
pengukuran pada tekanan 0.1 dan 0.33 bar sulit untuk memperoleh tekanan yang
stabil karena berada pada skala sangat bawah. Jumlah dan sebaran ruang pori
tanah gambut dipengaruhi oleh asal bahan dan derajat dekomposisinya. Boelter
(1973) menyatakan bahwa gambut fibrik memiliki porositas total lebih dari 90 %
v/v sedangkan bahan saprik biasanya kurang dari 85 % v/v.

10
Pada penelitian ini diperoleh kisaran kandungan air tanah gambut pada pF
1 adalah sebesar 44-78 % v/v, pada pF 2 sebesar 38-68 % v/v, pF 2.54 sebesar 3166 %v/v dan pF 4.2 sebesar 24-63 % v/v. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Driessen dan Rochimah (1976) pada tanah gambut dataran
rendah Kalimantan yaitu di daerah Sebangau dan Durian-Rasau yang
menunjukkan bahwa kandungan air pada pF 1 sebesar 79-91 % v/v, pF 2 sebesar
75-89 % v/v dan pada pF 2.54 sebesar 71-85 % v/v. Perbedaan ini sangat
mungkin terjadi karena perbedaan lokasi akan menyebabkan perbedaan bahan asal
pembentuk tanah gambut. Selain itu, perbedaan waktu penelitian (penelitian
Driessen dan Rochimah dilakukan 27 tahun yang lalu) dan kondisi lokasi
penelitian berupa hutan alami yang belum terdapat drainase yaitu hutan rawa
campuran, hutan “padang” dan transisi antara keduanya, diduga menyebabkan
perbedaan tingkat kematangan tanah gambut.
Secara teori, ukuran ruang pori berhubungan dengan kekuatan tanah dalam
menahan air. Semakin kecil ukuran pori akan menahan air semakin kuat karena
adanya kapilaritas. Kapilaritas dipengaruhi oleh adanya gaya kohesi dan adhesi
antara zat cair dengan dinding kapiler. Gaya kohesi dan adhesi antara air tanah
dan padatan tanah akan menimbulkan adanya kapilaritas. Kenaikan atau
penurunah zat cair pada pipa kapiler disebabkan oleh adanya tegangan permukaan
yang bekerja pada keliling persentuhan zat cair dengan dinding pipa. Hillel (1971)
menyatakan bahwa pada keadaan seimbang dalam pipa kapiler, maka gaya yang
menarik ke bawah (π r2 h ρ g) akan sama dengan gaya yang menarik ke atas (2 π r
γ cos θ). Hubungan ini telah dipakai secara luas dalam pekerjaan air tanah.
Keseimbangan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
πr ²h ρg = 2 πr γ cos θ atau ( h) =



(Hillel, 1971)

Di mana :
h
ρ
g
r
θ

: kenaikan dan penurunan permukaan zat cair dalam pipa kapiler
(cm)
: massa jenis zat cair (g/cm3)
: percepatan gravitasi bumi (cm/s2)
: jari-jari pipa kapiler (cm)
: sudut kontak zat cair dan dinding pipa kapiler (derajat)

Berdasarkan prinsip tersebut, untuk mempermudah dalam menggambarkan
hubungan antara ukuran pori tanah dengan kemampuannya dalam menahan air,
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) telah membuat nilai
kesetaran ukuran ruang pori tanah dan besarnya hisapan atau tekanan (cm tinggi
kolom air), seperti yang disajikan pada Tabel 5. Pendekatan kemampuan tanah
dalam menahan air yang didasarkan pada gaya kohesi dan adhesi berlaku umum
bagi tanah mineral, sedangkan untuk konsep tanah-tanah organik seperti tanah
gambut prinsip ini sama sekali tidak berlaku. Hal ini karena tanah gambut tidak

11
memiliki tekstur, struktur dan agregat seperti yang dimiliki tanah mineral,
keduanya sangat berbeda. Tanah gambut memiliki volume padatan sangat kecil
jika dibandingkan dengan volume padatan tanah mineral. Volume padatan tanah
gambut yang hanya sekitar 6 % v/v sampai 10 % v/v, mampu mengikat air sampai
lebih dari 8 kali volume padatannya. Bahan gambut akan membesar dengan
adanya pertambahan jumlah air. Sifat tanah gambut yang demikian lebih mirip
dengan karakteristik hidrogel, di mana air yang terikat tidak berada dalam ronggarongga ruang pori melainkan masuk dalam struktur bahan. Air tersebut terabsorbsi
oleh bahan gambut sehingga bahan gambut ikut mengembang dan bahan tersebut
seperti memiliki selaput yang menahan air sehingga tidak mudah dilepaskan oleh
bahan gambut.
Tabel 4 Hubungan antara pori tanah dan tekanan yang disetarakan dengan tinggi
kolom air serta nilai pF dari masing-masing tinggi kolom air (BBSDLP,
2006)
No
1
2
3
4
5
6
7

Penampang
pori (µ)
296.0
28.8
8.6
5.8
2.8
1.4
0.2

Tekanan
(atm)
0.01
0.10
0.33
0.5
1.00
2.00
15.00

Tinggi kolom
air (cm)
10
100
344
516
1 033
2 066
15 495

pF (log. tinggi
kolom air)
1.00
2.00
2.54
2.73
3.01
3.33
4.20

Sejauh ini pemahaman tentang karakteristik tanah gambut dalam
memegang air masih sangat sulit untuk dijelaskan. Ada beberapa perbedaan
perilaku yang ditunjukkan oleh bahan gambut dalam menahan air. Ketika bahan
gambut yang berupa kayu-kayuan tersebut sedikit melapuk dan masih berupa
bahan kasar yang mentah, gambut mampu menahan air dengan sangat kuat dan
diduga air tersebut berada dalam ruang pori sangat halus yang dimiliki oleh bahan
kayu lapuk tersebut. Selanjutnya, ketika bahan tersebut melapuk lebih lanjut
menjadi bahan yang lebih matang dengan ukuran yang lebih halus, diduga air
yang ditahan dalam jumlah besar tersebut terabsorbsi oleh bahan gambut. Pada
kondisi ini, sebagian ruang pori sangat halus dari bahan kayu telah hancur
sehingga air tersebut tidak lagi berada dalam rongga-rongga ruang pori antar
bahan kayu lapuk, melainkan seperti menyatu dengan bahan gambut. Hal ini
terjadi karena struktur kimia bahan gambut lapuk lanjut mudah berubah, misalnya
karena pH. Pada kemasaman tertentu bahan gambut dapat larut dalam air dan pada
pada kondisi kemasaman yang lain juga dalam mengendap. Kejadian ini
menunjukkan bahwa air tersebut tidak berada dalam ruang pori melainkan
terabsorbsi oleh bahan gambut.
Melihat sifat tanah gambut yang mudah kehilangan air pada tekanan
rendah (pF 1 sampai pF 2) kemudian menahan secara kuat pada tekanan pF yang
lebih tinggi (lebih dari pF 2), maka menjadi hal yang wajar jika pengelolaan air
pada lahan gambut merupakan hal yang sangat rumit. Sistem pengelolaan air
harus dirancang dengan baik untuk menjaga tinggi muka air sesuai kebutuhan
tanaman, mempertahankan keberlanjutan pasokan air dan agar tidak terjadi

12
degradasi lahan gambut. Kadar air gravimetrik ketiga lokasi tersebut berbeda.
Kadar air titik layu permanen terkecil berasal dari gambut Ajamu II Rantau Prapat
dan terbesar gambut Nagan Raya. Menurut Andriesse (2003) kandungan air bahan
fibrik selalu nampak lebih tinggi dari bahan saprik, derajat dekomposisi dan asal
botanis bahan organik juga jelas berpengaruh.

Pengembangan dan Pengerutan pada Tanah Gambut
Sebagian besar tanah-tanah organik mengerut ketika dikeringkan dan
mengembang bila dibasahi kembali, kecuali apabila tanah-tanah tersebut
dikeringkan melewati nilai ambang tertentu sehingga terjadi pengeringan tak balik
(irreversible drying) (Andriesse 2003). Tanah gambut mengalami perubahan
volume yang sangat signifikan dengan adanya perubahan pF. Tabel 5
menunjukkan penyusutan volume akibat kenaikan pF. Berdasarkan tabel tersebut
dapat dilihat bahwa ketika gambut dikeringkan dari batas pF 4.2 sampai BKM
akan terjadi penyusutan hingga lebih dari 80 % volume kecuali untuk tanah
gambut PTPN IV Ajamu 2 mengalami penyusutan sebesar 78 %. Besarnya
penyusutan dari pF 1 sampai 4.2 sangat beragam antara 18-35 % dan penyusutan
dari pF 2.54 sampai 4.2 juga bervariasi antara 5-18 %.
Tabel 5 Penyusutan volume tanah gambut pada beberapa kondisi pF
Penyusutan Volume (%)
Lokasi
pF 1-4.2
pF 2.54-4.2
pF 4.2-BKM
Riau R074A
34.93
6.89
88.33
Riau R370A
21.85
5.10
84.46
Medan
33.00
18.47
78.33
Aceh (Hutan)
25.34
13.57
89.70
Aceh (Lahan Terbakar)
19.07
5.80
88.26
Aceh (Lahan Tidak Terbakar)
18.31
7.86
83.40
Penyusutan volume terjadi karena air di dalam tanah gambut keluar.
Volume gambut menyusut dengan berkurangnya kadar air dan akan mengembang
kembali ketika kadar air bertambah. Turunnya permukaan lahan gambut karena
drainase hanya terjadi sementara. Ketika air ditinggikan maka permukaan lahan
gambut akan naik kembali. Kenaikan dan penurunan tersebut merupakan fungsi
dari perubahan kadar air terhadap volume tanah gambut. Besarnya kemampuan
pengembangan dan pengerutan volume tanah gambut diduga dipengaruhi oleh
asal bahan tanah gambut dan tingkat dekomposisinya. Pada lokasi PTPN IV
Ajamu 2, penyusutan volume dari selang pF 4.2-BKM adalah yang paling kecil.
Penyusutan tanah ini pada pF 1-pF 4.2 dan pF 2.54-pF 4.2 cenderung lebih besar
dari lokasi lainnya. Gambut saprik terlihat memiliki sebaran penyusutan yang
lebih merata daripada gambut fibrik. Sebaliknya nilai penyusutan gambut fibrik
adalah terbesar pada kondisi titik layu permanen sampai BKM, sedangkan
penyusutan antara pF 1-pF 4.2 dan pF 2.54-pF 4.2 nilainya lebih kecil dari gambut
saprik.

13

KESIMPULAN
(1) Pola retensi air tanah gambut pada beberapa lokasi dan berbagai
penggunaan lahan adalah sama. Air tanah gambut mudah hilang pada tekanan
rendah (pF 0-2) dan diikat kuat oleh bahan tanah gambut pada tekanan yang lebih
tinggi (pF 2-4.2). (2) Ruang pori gambut didominasi oleh pori sangat halus (±
40 % v/v) dan pori drainase sangat cepat (± 30 % v/v). Selang air tersedia tanah
gambut sangat kecil (