Konservasi Tanah dan Air Pada Gambut Den
Makalah
KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA HUTAN RAWA GAMBUT
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENABATAN
DISUSUN OLEH :
WAHYUDI NATA ADISASTRA
CCA 110 006
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN KEHUTANAN
2013
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahan gambut tropis di dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan hampir
separuhnya berada di Indonesia, yaitu sekitar 16 – 20 juta ha yang terhampar di
dataran rendah pantai (Driessen, 1978; Euroconsult, 1984; Subagjo et al , 1990;
Radjagukguk, 1993; Nugroho et al, 1992 dalam Waspodo, 2004; Immirzi &
Maltby, 1992 ). Papua memiliki luasan hutan gambut sekitar 4,6 juta hektar,
Kalimantan 4,5 juta hektar, dan Sumatra 7,2 juta hektar. Sedangkan di Jawa,
Halmahera, dan Sulawesi, luas totalnya sekitar 300 ribu hektar.
Ekosistem hutan rawa gambut sangat unik, ditandai dengan adanya kubah
gambut di bagian tengah dan mendatar/rata di bagian pinggir serta digenangi air
berwarna coklat kehitaman. Kawasan kubah gambut berfungsi sebagai kubah air
yang menyimpan air dan melepasnya kembali secara perlahan‐lahan ke sungai.
Pada musim kemarau kandunganair yang berada di bawah permukaan gambut
akan terlepas secara perlahan namun dengandebit air yang keluar atau terlepas
masih dalam batasan normal sehingga bila musim hujan tiba kawasan hutan rawa
gambut akan terendam/banjir kembali.
Pembangunan dan penggunaan ratusan parit – parit untuk mengangkut kayu
dari kawasan hutan rawa gambut dengan sistem pembukaan kanal, telah
mengakibatkan pengurasan air secara berlebihan (over-drainage) pada kawasan
hutan rawa gambut yang ada di sekitarnya. Kawasan tersebut menjadi sangat
rentan terhadap kebakaran yang dapat menyebabkan musnahnya keanekaragaman
hayati serta permasalahan kesehatan yang cukup serius akibat kabut asap.
Beberapa pihak telah menggagas dan memulai aksi yang dianggap sangat
penting untukperbaikan tata air lahan gambut yaitu melalui penutupan/penabatan
kanal‐kanal guna menghindari degradasi lingkungan lebih lanjut dan gangguan
terhadap populasikeanekaragaman hayati yang ada.Untuk merehabilitasi hutan
dan lahan gambut yang sudah rusak akibat kekeringan dan kebakaran, kegiatan
penutupan
parit/kanalmerupakan
strategi
kunci
untuk
mengembalikan
fungsi‐fungsi ekologi dan hidrologi hutan rawa gambut tersebut.
Kegiatan penyekatan parit/kanal membutuhkan sensitifitas dan kerjasama
denganmasyarakat lokal. Kegiatan penyekatan parit/kanal mungkin saja
menghambattransportasi, akan tetapi peningkatan tinggi muka air sebagai akibat
kegiatanpenyekatan akan memperpanjang waktu akses masyarakat, tetapi
ekosistem
rawa
gambut
diharapkan
dapat
pulih
kembali,
sehingga
keuntungan‐keuntungandan kerugian‐kerugian perlu dipertimbangkan bersama
dengan pemangku adat danmasyarakat setempat yang berkepentingan. Akan tetapi
penyekatan pada parit dan kanal besar kemungkinan dapat dimanfaatan sebagai
media budidaya perikanan dengan melalui pengujian sistem uji coba layak
terlebih dahulu sehingga dapat dipertimbangkan sebagai tempat berbudidaya
perikanan. Kesuksesan konservasi tanah dan air serta sosial ekonomi masyarakat
sekitat kawasan hutan gambut akan sangat tergantung padakomitmen dan
kerjasama dengan masyarakat setempat.
1.2. Tujuan Karya Tulis Ilmiah
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memulihkan hutan rawa gambut sesuai dengan dengan fungsinya.
2.
Mencegah terjadinya kebakaran pada kawasan hutan rawa gambut.
1.3. Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.
Terciptanya ekosistem rawa gambut yang lestari.
2.
Menjaga daya simpan air dan stok karbon pada lahan gambut tetap lestari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat‐Sifat Tanah Gambut
Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya
akumulasi bahan organik yang berlangsung dalam kurun waktu lama. Akumulasi
ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju
penimbunan bahan organik yang terdapat di lantai hutan lahan basah.
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang
mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi
lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya)
berupa tanah mineral.Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih
tengahdari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut
sehinggadanau tersebut menjadi penuh (Gambar 1a, 1b dan 1c).
A
B
C
Gambar 1. Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah: a.
Pengisian danau dangkal oleh vegetasi lahan basah, b. Pembentukan gambut
topogen, dan c. pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen (Noor,
2001 mengutip van de Meene, 1982)
Secara umum, pembentukan dan pematangan gambut berjalan melalui
tigaproses yaitu pematangan fisik, pematangan kimia dan pematangan biologi.
Kecepatan proses tersebut dipengaruhi oleh iklim (suhu dan curah hujan),
susunan bahan organik, aktivitas organisme, dan waktu (Andriesse, 1998,dalam
Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005).
Gambaran proses pematangan gambut dapat dijelaskan sebagi berikut :
1. Pematangan fisik terjadi dengan adanya pelepasan air (dehidrasi) karena
drainase, evaporasi (penguapan), dan dihisap oleh akar. Proses ini ditandai
dengan penurunan dan perubahan warna tanah.
2. Pematangan kimia terjadi melalui peruraian bahan‐bahan organik menjadi
senyawa‐senyawa yang lebih sederhana. Proses pematangan ini akan
melepaskan senyawa‐senyawa asam‐asam organik yang beracun bagi
tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang telah
mengalami pematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk
bahan organik baru yang disebut sebagai humus.
3. Pematangan biologi merupakan proses yang disebabkan oleh aktivitia
mikroorganime tanah. Proses ini biasanya akan lebih cepat terjadi
setelahpembuatan drainase karena tersedianya oksigen yang cukup
menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme.
2.2. Sifat Fisik Gambut
Sifat fisik gambut yang penting untuk diketahui antara lain tingkat
kematangan, berat jenis, kapasitas menahan air, daya dukung (bearing capacity),
penurunantanah, daya hantar hidrolik, dan warna.
Tingkat kematangan gambut : Berdasarkan tingkat kematanganatau
dekomposisi bahan organik, gambut dibedakan menjadi tiga, yaitu gambut dengan
tingkat pelapukan awal (masih muda, bertekstur kasar disebut fibrik), gambut
yang memiliki tingkat pelapukan sedang (setengah matang,bertekstur agak kasar
disebut hemik), dan gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang,
bertekstur halus disebut saprik).
Warna gambut : Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu, coklat atau
kemerahan tetapi setelah dekomposisi muncul senyawa‐senyawa yang berwarna
gelap sehingga gambut umumnya berwarna coklat sampai kehitaman. Warna
gambut menjadi salah satu indikator kematangan gambut.Semakin matang,
gambut semakin berwarna gelap. Fibrik berwarna coklat,hemik berwarna coklat
tua, dan saprik berwarna hitam (Darmawijaya, 1990dalamSri Najiyati., Lili
Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Dalam keadaan basah, warna
gambut biasanya semakin gelap.
Bobot Jenis (Bulk Density/BD) :Gambut memiliki berat jenis yang jauh
lebih rendah dari pada tanah aluvial. Makin matang gambut, semakin besar berat
jenisnya. Wahyunto et al., 2003 membuat klasifiksi nilai berat jenis atau bobot isi
(bulk density) tanah gambut di Sumatera sebagai berikut: gambut saprik nilai
bobot isinya sekitar 0,28 gr/cc, hemik 0,17 gr/cc dan fibrik 0,10 gr/cc. Akibat
berat jenisnya yang ringan, gambut kering mudah tererosi/terapung terbawa aliran
air.
Kapasitas menahan air : gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga
mempunyai daya menyerap air yang sangat besar. Apabila jenuh, kandungan air
pada gambut saprik, hemik dan fibrik berturut‐turut adalah < 450%, 450 –850 %,
dan > 850% dari bobot keringnya atau 90% volumenya (Suhardjo danDreissen,
1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra.2005). Oleh
karena itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat air(reservoir) yang
dapat menahan banjir saat musim hujan dan melepaskan airsaat musim kemarau
sehingga intrusi air laut saat kemarau dapat dicegahnya.
Kering tak balik (Hydrophobia Irreversible) : Lahan gambut yang sudah
dibukadan telah didrainase dengan membuat parit atau kanal, kandungan airnya
akan menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan menyebabkan
lahan gambut menjadi kekeringan. Gambut mempunyai sifat kering tak
balik.Artinya, gambut yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim, akan
sulitmenyerap air kembali. Gambut yang telah mengalami kekeringan ekstrim
inimemiliki bobot isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa airhujan
dan mudah terbakar, strukturnya lepas‐lepas seperti lembaran serasah, dansulit
ditanami kembali.
Daya hantar hidrolik : Gambut memiliki daya hantar hidrolik (penyaluran
air) secara horisontal (mendatar) yang cepat sehingga memacu percepatan
pencucian unsur‐unsur hara ke saluran drainase. Sebaliknya, gambut memiliki
daya hidrolik vertikal (ke atas) yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atasgambut
sering mengalami kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah. Hal ini juga
menyulitkan pasokan air ke lapisan perakaran.Daya hidrolik air ke atashanya
sekitar 40 – 50 cm. Untuk mengatasi perilaku ini, perlu dilakukan upayauntuk
menjaga ketinggian air tanah pada kedalaman tertentu.Untuk tanaman semusim,
kedalaman muka air tanah yang ideal adalah kurang dari 100 cm.Sedangkan untuk
tanaman tahunan disarankan untuk mempertahankan mukaair tanah pada
kedalaman 150 cm.
Daya tumpu : Gambut memiliki daya dukung atau daya tumpu yang rendah
karena mempunyai ruang pori yang besar sehingga kerapatan tanahnya rendahdan
bobotnya ringan. Ruang pori total untuk bahan fibrik/hemik adalah 86 – 91%
(volume) dan untuk bahan hemik/saprik 88 – 92%, atau rata‐rata sekitar
90%volume (Suhardjo dan Dreissen, 1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan
INyoman N Suryadiputra. 2005). Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh
diatasnya menjadi mudah rebah. Rendahnya daya tumpu akan menjadi
masalahdalam pembuatan saluran irigasi, jalan, pemukiman, dan pencetakan
sawah(kecuali gambut dengan kedalaman kurang dari 75 cm).
Penurunan permukaan tanah (Subsidence) : Setelah dilakukan drainase atau
parit, gambut berangsur‐angsur akan kempes dan mengalamisubsidence/amblas
yaitu penurunan permukaan tanah, kondisi ini disebabkanoleh proses pematangan
gambut dan berkurangnya kandungan air. Kecepatan penurunan tersebut
tergantung pada kedalaman gambut. Semakintebal gambut, penurunan tersebut
semakin cepat dan berlangsungnya semakinlama.
Mudah terbakar : Lahan gambut cenderung mudah terbakar karena
kandunganbahan organik yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik, porositas
tinggi,dan daya hantar hidrolik vertikal rendah. Kebakaran di lahan gambut
sangatsulit dipadamkan karena dapat menembus di bawah permukaan tanah.Bara
dilahan gambut hanya dapat dipadamkan oleh air hujan yang lebat.
2.3. Sifat Kimia Gambut
Sifat kimia gambut yang penting diketahui adalah tingkat kesuburan dan
factor - faktoryang mempengaruhi kesuburan tersebut.
Kesuburan gambut: Freisher dalam Dreissen dan Soepraptohardjo,
1974(dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005)
membagi gambut dalam tiga tingkatan kesuburan yaitu Eutropik (subur),
mesotropik (sedang), dan oligotropik (tidak subur). Secara umum gambut topogen
yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut
mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alamiyang
lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya terpengaruholeh air
hujan) yang sebagian besar oligotropik.
Kadar abu merupakan petunjuk yang tepat untuk mengetahui keadaan
tingkat kesuburan alami gambut.Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan
yang rendah, ditandai dengan pHrendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur
hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) yang rendah,
mengandung asam‐asam organik yang beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar
Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah.
KTK yang tinggi dan KB yang rendah menyebabkan pH rendah dan
sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah relatif sulit diambil oleh tanaman.
Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3 – 4,5. Gambut
dangkalmempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0 – 5,1) dari pada gambut dalam (pH
3,1 –3,9). Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai
sedang,berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk
tinggi,namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman, oleh karena rasio C/N
yangtinggi.
Tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
ketebalan gambut, bahan asal, kualitas air, kematangan gambut, dan kondisi tanah
dibawah gambut.Secara umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang
lunak lebih subur dari pada gambut yang berasal dari tumbuhan berkayu.
2.4. Pengaruh Pembukaan Parit/Kanal di Lahan Gambut
Salah satu aktivitas yang paling berpotensi meningkatkan laju degradasi dan
berkurangnya luas hutan dan lahan gambut di Indonesia adalah berasal dari
kegiatan pembuatan saluran/parit, baik yang dibangun secara legal maupun illegal
di dalam maupun di sekitar hutan dan lahan gambut.
Pembukaan kanal atau parit sebagai sarana akses masuk ke dalam areal yang
lebih jauh dan juga sebagai sarana untuk pengangkutan kayu hasil tebangan,
sudah mulai dilakukan sejak beroperasinya HPH pada tahun 1979. Keberadaan
kanal sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologi areal gambut,karena sesuai
dengan sifat fisik gambut, yaitu Kering tak balik (HydrophobiaIrreversible)
dimana Lahan gambut yang sudah dibuka dan telah didrainase denganmembuat
parit atau kanal, kandungan airnya menurun secara berlebihan.
Parit/Kanal yang tersebar seluruhnya dimiliki oleh peroranganbaik
masyarakat yang tinggal di sekitar areal maupun “para pengusaha kayu”
danpemilik sawmill yang tinggal jauh dari areal. Kepemilikan kanal/parit di atas,
bukanlahkepemilikan yang syah secara hukum karena tidak dilengkapi dengan
dokumen resmi atau sesuai dengan perundang-undangan.Kepemilikan parit/kanal
ini diartikan oleh mereka sebagai kepemilikan atau hak ataskayu yang berada di
sekitar parit/kanal tersebut.
Pembangunan parit/kanal di kawasan hutan rawa gambut telah mempercepat
proses pengeringan karena sesuai dengan sifat fisik gambut, dimana Lahan
gambut yang sudah dibuka dan telah didrainase dengan membuat parit atau kanal,
kandungan airnya menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan
menyebabkan lahan gambut menjadi kekeringan.
Selain itu, subsidensi atau penurunan permukaan lahan gambut dapat terjadi
akibatadanya drainase atau pengeringan yang menyebabkan oksidasi. Oksidasi
tersebut meningkatkan emisi gas rumah kaca ke dalam atmosfir.Selain itu
pengeringan lahangambut menyebabkan fungsi gambut sebagai penyimpan air
menjadi terganggu.Dengan sifat kering tak balik, maka gambut yang sudah
mengalami kekeringan yangekstrim, akan sulit menyerap air kembali. Gambut
yang telah mengalami kekeringanekstrim ini memiliki bobot isi yang sangat
ringan sehingga mudah hanyut terbawa airhujan dan terbakar, strukturnya
lepas‐lepas seperti lembaran serasah, mudah terbakar, dan sulitditanami kembali.
Secara umum, keberadaan parit/kanal sangat berpengaruh sekali terhadap
kelestariandan keberadaan kawasan hutan rawa gambut, diakibatkan beberapa hal
sebagai berikut:
Sebagain besar parit/kanal terhubung dengan sungai dan anak sungai yang
ada,karena digunakan sebagai sarana pengangkutan terutama kayu hasil
tebangan. Halini menyebabkan air gambut akan terkuras mengalir ke
sungai menyebabkangambut sangat kering pada musim kemarau dan
menyebabkan penuruanpermukaan gambut.
Pengeringan gambut yang terjadi terutama pada musim kemarau,
menjadikan gambut sebagai bahan bakar potensial untuk terjadinya
kebakaran karena gambutyang kering rentan terhadap kebakaran
Seluruh Parit dan Kanal di dalam areal MRPP (Merang REDD Pilot
Project) yang diperkirakan sekitar 2% dari luas areal yang berarti setiap
100 ha ada sekitar 2 parit/kanal (Sumber : hasil analisis dataLaporan
Survey Kanal di Sungai Kepahiang, Tembesu Daro, Beruhun dan
SungaiBuring. LSM Satu Hijau, Maret 2009), dimiliki secara individu baik
oleh anggotamasyarakat maupun “para pengusaha kayu”, yang dijadikan
sebagai saranapengangkutan kayu hasil penebangan yang menyebabkan
semakin rusaknya arealdan berkurang bahkan hilangnya keanekaragaman
hayati
Keberadaan parit/kanal dan aktivitas penebangan liar menimbulkan
dampak semakin banyaknya pekerja kayu yang masuk kawasan dan
semakin banyaknyaaktivitas di dalam hutan, yang berpotensi menjadi
pemicu terjadinya kebakaranhutan terutama pada musim kemarau
Dengan kondisi gambut yang semakin kering dan rusak, maka upaya
rehabilitasi hutan rawa gambut yang telah terdegradasi akan menjadi
semakin sulit.
III. METODE KARYA TULIS ILMIAH
3.1. Prosedur Kerja Dalam Pembuatan Tabat Di Parit/Kanal
Rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dan dilaksanakan dalam melakukan
penabatan di parit/kanal menurut (Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N
Suryadiputra. 2005) meliputi:
A. Kegiatan sosialisasi
Kegiatan
sosialisasi
bertujuan
agar
masyarakat
di
sekitar
lokasi
parit/saluran, termasuk para penguasa parit/saluran, memahami tujuan dan
manfaat kegiatan penyekatan parit/saluran. Dalam kegiatan sosialisasi juga
dijelaskan tipe konstruksi, tahapan kegiatan dan mekanisme penyekatan
parit/saluran, dampak yang ditimbulkan serta rencana kegiatan pemeliharaan dan
pemantauan.baik pemerintah maupun swasta.
B. Penetapan lokasi parit/saluran yang akan disekat
Penetapan lokasi parit/saluran perlu diketahui sebelum melakukan kegiatan
fisik penyekatan yaitu sebagai berikut:
1.
Mencatat lokasi parit/saluran yang akan disekat (berupa gambar atau denah
lokasi parit/saluran)
2.
Mengetahui fungsi dari parit/saluran (apakah digunakan untuk drainasi lahan
pertanian/sawah/perkebunan, media tranportasi dan lain sebagainya)
3.
Mengindentifikasi jarak antara parit/saluran yang akan disekat dengan lokasi
desa (mempertimbangkan keikutsertaan masyarakat sekitar)
4.
Mengantisipasi akan adanya penolakan kegiatan penyekatan parit/ saluran
oleh masyarakat sekitarnya.
5.
Mengidentifikasi dampak yang mungkin dapat ditimbulkan sebagai akibat
dari adanya penyekatan parit/saluran (aspek sosial ekonomi, ekolosis dan
sebagainya)
6. Memastikan lokasi parit/saluran mudah dijangkau.
C. Status kepenguasaan parit/saluran
Parit dan saluran yang terdapat di lahan/hutan rawa gambut bisa dikuasai
atau dimiliki oleh individu perorangan, beberapa individu yang membentuk
kelompok, perusahaan (seperti HPH/HTI atau perkebunan kelapa sawit) atau
negara. Untuk tidak menimbulkan konflik di kemudian hari, sebaiknya
parit/saluran yang akan ditabat/sekat ini telah mendapatkan ijin/ persetujuan
tertulisdari berbagai pihak (misalnya dari pemilik/pengelola parit atau
saluran).
D. Jumlah dan dimensi fisik parit/saluran
1.
Jumlah dan sebaran parit/saluran
Kegiatan penyekatan tidak hanya dimaksudkan untuk sekedar menahan air
di dalam parit dan saluran, tapi memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu
memperbaiki kondisi ekologis lokasi di sekitarnya bahkan ke lokasi yang lebih
jauh. Untuk mencapai tujuan demikian, maka jumlah dan sebaran/ lokasi parit dan
saluran sebelum dilakukan penyekatan perlu diketahui (bisa menggunakan citra
landsat lalu diperkuat dengan pembuktian/ground truthing di lapangan).
2.
Dimensi ukuran parit/saluran
Dimensi ukuran fisik parit/saluran (meliputi: panjang, lebar, kedalaman,
jarak antar parit) penting diketahui untuk menetapkan jenis dan banyaknya
materi/bahan penyekat yang akan digunakan.
E. Jumlah dan jenis sekat di dalam parit/saluran
1.
Jumlah sekat di dalam parit/saluran
Jumlah penyekat untuk satu ruas parit/saluran disesuaikan dengan
kemiringan (slopes)/tofografi lahan gambut, tinggi muka air tanah yang
diharapkan untuk naik dan kecepatan aliran air di dalam parit/saluran..
2.
Tipe Atau Jenis Sekat
Tipe atau jenis sekat yang dipakai dalam penyekatan parit/kanal, sangat
tergantungpada kondisi biofisik lapangan yang ada. Namun paling tidak terdapat 4
jenis sekat yangdapat digunakan yaitu sekat papan, sekat dengan bahan
pengisi,sekat plastik dan sekat geser.
Gambar 2. Posisi beberapa sekat untuk menaikan tinggi muka air tanah dan
Pandangan melintang terhadap posisi beberapa sekat isi (composite dam) di dalam
parit/saluran yang dibangun secara bertingkat (Stoneman & Brooks, 1997)
a) Sekat Papan (Plank dam)
Sekat papan dapat terbuat dari bahan papan kayu keras yang telah banyak
berhasildipakai di beberapa lokasi di masa lalu di Kalimantan.Penempatan sekat
yang tepatdan pemasangan yang cermat dapat digunakan untuk memblok aliran
air parit/saluranyang cukup besar (untuk saluran dengan ukuran kedalaman lebih
dari 1 meter danlebar diatas 2 meter).Pemasangan sekat jenis ini dapat
dilaksanakan oleh tenagakerja biasa dan tidak memerlukan keahlian khusus
(Stoneman dan Brooks, 1997).Beberapa pertimbangan dalam menggunakan
tipesekat papan antara lain:
Konstruksinya melibatkan banyak orang(labour intensive) sehingga disisi
lain dapatmenciptakan lapangan kerja bagi masyarakatsekitarnya
Perlu menggunakan jenis bahan kayu yangtahan terhadap air dan
pelapukan
Material kayu yang dibutuhkan relatif besar,sehingga metode transportasi
bahan harusdipertimbangkan dari sisi biaya
Hindari penumpukan orang yang terlalu banyakdi sekitar lokasi konstruksi
karena tanahgambut sangat rentan mengalamiamblasan/subsiden sehingga
dapatmenggagalkan konstruksi sekat.Papan disusun tumpang tindih agar
rapat dan cara pemasangannya dilakukan secarasilih berganti (lihat urutan
nomor)
Gambar 3. Potongan melintang saluranyang disekat, dengan tiang pancang
menembus lapisan tanah mineral (Sumber: Panduan Penyekatan Parit danSaluran
di Lahan Gambut BersamaMasyarakat, WI‐IP. 2005)
Gambar 4. Gambar kasar sekat papan (Stoneman& Brooks, 1997)
b) Sekat Isi (composite dam)
Sekat isi terbuat dari dua buah atau lebih penyekat (dari papan kayu atau
kayu balok/gelondongan), yang diantara sisinya setelah dilapisi lembaran plastik
atau geotekstil, diisi dengan bahan material gambut atau tanah mineral yang
dibungkusdengan karung‐karung bekas (disarankan yang tidak mudah rapuh jika
terkena hujan dan panas, bahan geotextile sangatdianjurkan).Bahan isian gambut
atau tanah mineral ini berfungsi sebagai pendukung struktur sekat agar sekat
menjadi lebih kuatdan tahan terhadap tekanan air.Lapisanbagian atas dari sekat ini
dapat juga dipergunakan sebagai jembatan penyeberangan atau jalur lalu lintas
pejalan kaki atau ditanami tumbuhan penguatsekat.
Gambar 5. Sekat isi yang dibangun olehYayasan BOSF‐MAWAS disalah satu
saluran eks‐PLG Daerah Tuanan, Kalimantan Tengah (Stoneman& Brooks, 1997)
Gambar 6. Sekat isi dari bahan papan kayu (Stoneman& Brooks, 1997)
c) Sekat plastik (plastic dam)
Sekat plastik merupakan salah satu jenis sekat yang dapat mengatur jumlah
debit airyang mengalir pada suatu parit/saluran, sehingga tinggi muka air sebelum
sekat akannaik dan akan mengakibatkan kenaikan air tanah. Kelebihan debit air
pada saluranakan dialirkan/dibuang melalui saluran pembuangan (spillway) yang
ada di bagiantengah atas dari sekat tersebut. Pengaturan letak saluran pembuangan
disesuaikandengan tinggi muka air dalam parit/saluran yang diinginkan, terutama
di musimkemarau dimana debit di dalam saluran relatif kecil.
Sekat plastik umumnya terbuat dari lembaran papan plastik yang kedap
air(impermeable). Secara ekonomis biaya sekat plastik ini lebih mahal daripada
sekatkayu karena bahan ini susah didapat disekitar lokasi dan jika ada mahal
harganya,akan tetapi sekat plastik mempunyai umur yang lebih lama.Bahan‐bahan
yang diperlukan dalam konstruksi sekat plastik terdiri dari:
Papan plastik dengan ketebalan 5 – 20 mm,
Balok kayu berukuran 4 x 6 cm
Paku dan tambang plastik
Gambar 7. Sekat dari bahan papan plastik (Stoneman & Brooks, 1997)
d) Sekat geser (slices)
Sekat geser merupakan suatu pintu air yang dapat dikendalikan guna
mengatur debitaliran air sungai atau muka air tanah dan dapat juga digunakan
untuk mengatur aliranyang keluar dari suatu parit/saluran. Sekat geser terdiri dari
dua lembar papandengan ketebalan masing‐masing 2‐5 cm (atau plat besi) yang
dapat digerakkansecara naik‐turun melalui tali yang dilengkapi dengan kerekan
dan pipa PVC untukmembuang kelebihan air dari bagian atas. Lembaran papan
kayu yang digunakanuntuk membuat sekat geser harus dipilih dari bahan yang
keras, kuat dan tahan air(atau bisa juga menggunakan lembaran plat besi) dan
ditempatkan/dijepit di tengah-tengahantara dua tiang balok.
Pergerakan naik‐turunnya papan‐papan ini disesuaikan dengan tinggi air
yangdikehendaki.Apabila tinggi air di dalam parit/saluran dan di dalam tanah
ingindinaikkan, maka kedua papan diatur posisinya sedemikian rupa sehingga
tutupanbidang muka air vertikal (luas penampang parit/ saluran) menjadi luas
(besar), hal inidiharapkan terjadi pada musim kemarau. Sedangkan pada musim
hujan dimana debitair yang ada pada saluran relatif besar, maka kedua papan
diposisikan di tengah-tengahdan saling berhimpitan, sehingga air dari dalam
parit/saluran tetap dapatmengalir keluar melalui celah bagian atas dan bawah
papan geser tersebut.Ataukeduanya dihimpitkan pada posisi menyentuh lantai
parit/saluran sehingga hanyaseparuh dari tinggi air dalam parit/saluran yang
terlepaskan.Bahan‐bahan yang diperlukan untuk konstruksi sekat geser terdiri
dari:
Papan dengan ketebalan 2 ‐ 5 cm atau plat besi dengan ketebalan 0,3 – 0,5
cm
Balok 4 x 6 cm
Pipa PVC dengan garis tengah 4 inci, Paku.
Gambar 8. Sekat geser (Stoneman & Brooks, 1997)
F. Identifikasi bahan/materi untuk penyekatan parit/saluran
Bahan/materi sekat yang akan digunakan sangat dipengaruhi oleh ukuran
parit/saluran yang akan ditutup sehinggabahan dan materi yang digunakan harus
sesuai dengan ukuran parit/salurannya.
G. Analisa biaya penyekatan parit/saluran
Kegiatan penyekatan parit/saluran biasanya dibatasi oleh kendala biaya.
Biaya-biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan ini meliputi biaya untuk
menggaji pekerja, sewa/beli alat (seperti cangkul, gergaji, parang, paku, palu dan
sebagainya), biaya transportasi peralatan dan tenaga kerja (kapal/perahu, rakit,
mobil dan sebagainya), biaya asuransi kecelakaan pekerja, serta biaya pembelian
bahan-bahan materi sekat (tiang pancang, kayu, papan, paku, plastik/geotekstil,
karung goni dan sebagainya).
IV. ANALISIS DAN SINTESIS PERMASALAHAN
Pembukaan kanal atau parit sebagai sarana akses masuk ke dalam areal yang
lebih jauh dan juga sebagai sarana untuk pengangkutan kayu hasil tebangan,
sudah mulaidilakukan sejak beroperasinya HPH pada tahun 1979.Keberadaan
kanal sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologi areal gambut,karena sesuai
dengan sifat fisik gambut, yaitu Kering tak balik (HydrophobiaIrreversible)
dimana Lahan gambut yang sudah dibuka dan telah didrainase denganmembuat
parit atau kanal, kandungan airnya menurun secara berlebihan.
Sifat kering tak balik pada lahan gambut ini yang dapat menimbulkan
beberapa .permasalahan seperti sulit lahan gambut menyerap air kembali, bobot
isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa airhujan dan mudah
terbakar, strukturnya lepas‐lepas seperti lembaran serasah, sulit ditanami kembali
dan terjadi penurunan permukaan tanah.
Keberadaan tabat pada parit/kanal diharapkan dapat meningkatkan muka air
pada parit/kanal, sehingga terjadi infiltrasi kedalam permukaan lahan gambut
yang dapat mengakibatkan peningkatan permukaan lahan gambut akibat pori-pori
pada lahan gambut terisi kembali oleh air. Pada kondisi ini selanjutnya dilakukan
pengelolahan vegetasi dengan menggunakan tanaman kehutanan yang yang
merupakan endemik dari hutan rawa gambut.
4.1. Pengelolahan Vegetasi Pada Lahan Gambut
Basahnya lahan gambut di sekitar saluran mengindikasikan bahwa
penggunaan teknik penabatan pada parit/kanal ini telah meningkatkan muka air
pada lahan gambut. Kondisi demikian selain dapat mencegah terbakarnya gambut,
kondisi ini juga dapat mendukung keberhasilan program rehabilitasi di lahan
gambut (disarankan dengan jenis tanaman lokal) karena bibit tanaman yang
nantinya ditanam akan mendapatkan air yang cukup meskipun pada musim
kemarau. Selain itu, tumbuhan yang nantinya tumbuh selain diharapkan dapat
mengembalikan fungsi ekologis lahan gambut juga diharapkan dikemudian hari
dapat menjadi ”tabungan pohon/kayu” bagi masyarakt di sekitarnya. Berikut ini
adalah jenis-jenis tanaman asli yang dapat ditanam di sekitar saluran yang telah di
tabat (Wibisono et al, 2005):
Jelutung rawa (Dyera loowi)
Pulai (Alstonia pneumatophora)
Meranti rawa (Shorea sp.)
Terentang (Campnosperma macrophylum)
Tumih (Combretodatus rotundatus)
Keranji (Dialium hydnocarpoides)
Punak (Tetramesitra glabra)
Resak (Vatica sp.)
Rengas (Melanoorhoea walichii)
Belangeran (Shorea belangeran)
Ramin (Gonystylus bancanus)
Durian hutan (Durio carinatus)
Kempas (Koompassia lalaccensis)
Kegiatan rehabilitasi pada lahan di sekitar saluran yang telah ditabat dalam
penerapannya disesuaikan kondisi spesifik lokasi yang bersangkutan. Untuk lahan
gambut yang terdegradasi berat (misal: bekas terbakar atau land cleared), maka
kegiatan rehabilitasi (reforestasi atau menghutankan kembali) merupakan
alternatif yang tepat. Sedangkan usaha pengayaan tanaman dapat diterapkan pada
lokasi berhutan yang terdegradasi tetapi masih memiliki tegakan sisa. Pada
kondisi lokasi berhutan dengan tegakan yang masih relatif utuh, mungkin tidak
dilakukan pengayaan, melainkan dapat digunakan sebagai sumber anakan alam
(wildling) maupun benih (Seed) yang nantinya dapat dipindahkan ke lokasi bekas
terbakar maupun lokasi terdegradasi lainnya.
4.2. Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan
Penyekatan saluran di lahan gambut merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi resiko terjadinya kebakaran dengan menjaga keseimbangan air tanah,
tetapi bukan berarti kebakaran hutan dan lahan tidak akan terjadi. Usaha
penutupan saluran akan menjadi sia-sia, jika kebakaran hutan dan lahan di
sekitarnya tidak dikendalikan dari awal. Faktor penyebab kebakaran hutan dan
lahan juga perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan lahan setelah dilakukan
penyekatan saluran. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan
lahan. Dalam hal strategi pengendalian kebakaran, usaha pencegahan merupakan
faktor utama yang harus menjadi perhatian. Penyebab terjadinya kebakaran hutan
dan lahan gambut adalah adanya sumber api yang didukung oleh kondisi
lingkungan (cuaca, angin dan akumulasi bahan bakar). Proses pembakaran terjadi
karena adanya sumber panas (api) sebagai penyulut bahan bakar (misal reruntuhan
daun dan gambut kering) yang tersediadan adanya oksigen.
Sebuah konsep sederhana untuk mencegah terjadinya proses pembakaran
adalah menghilangkan salah satu dari komponen segitiga api. Hal yang dapat
dilakukan adalah menghilangkan atau mengurangi sumber panas (api) dan
menghilangkan atau mengurangi akumulasi bahan bakar. Cara terbaik untuk
mencegah terjadinya kebakaran di lahan gambut yaitu dengan mengkonservasi
lahan gambut seperti keadaan alaminya, memberikan perhatian terhadapa aspek
pengelolahan air yang baik, pemanfaatan lahan yang sesuai dan pengelolahan
hutan secara lestari. Artinya, drainase atau pengeringan dan konversi kawasan
rawa gambut harus dicegah sepenuhnya.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Berikut merupakan kesimpulan yang dapat diambil dari kajian diatas adalah
sebagai berikut:
1.
Penyekatan parit/kanal sebagai salah satu bagian dari rangkaian kegiatan
konservasi tanah dan air pada hutanrawa gambut yang berfungsi untuk
membentuk areal yang dapat mendukung keberhasilan program rehabilitasi
hutan rawa gambut. Sehingga peranannya dalam rangkaian kegiatan upaya
untuk rehabilitasi hutan rawa gambut menjadi sangat penting untuk
menciptakan ekosistem hutan rawa gambut yang lestari.
2.
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya kebakaran di lahan gambut yaitu
dengan mengkonservasi lahan gambut seperti keadaan alaminya, memberikan
perhatian terhadap aspek pengelolaan air yang baik, pemanfaatan lahan yang
sesuai dan pengelolaan hutan secara lestari. Artinya, drainase atau
pengeringan dan konversi kawasan rawa gambut harus dicegah sepenuhnya
sehingga gambut dapat berfungsi kembali sebagai media penyimpanan air dan
cadangan stok karbon yang baik.
5.2. Rekomendasi
Kesesuain penggunaan material pada jenis sekat dan dimensi parit/saluran
sangat diperlukan sehingga fungsi dari tabat itu dapat berberfungsi secara
maksimum dan efesiensi dan melakukan perawatan serta pengontrolan pada tabat
yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Alue
Dohong .2006 .Bahan Presentasi DesignTeknis Tabat.CKPP
Project‐WetlandsInternational‐Indonesia Programme. Bogor. Indonesia.
Alue Dohong. 2006. Bahan Presentasi Water Management (WIIP’s Activities).
CKPPProject‐Wetlands International‐Indonesia Programme. Bogor.
Indonesia.
Dipa Satriadi Rais. 2006. Bahan Presentasi Hidrologic Simulation for Carbon
EmsissionCalculation Test Case Channel Blocking Block A/B ex MRP
Central
Kalimantan
Indonesia.CKPP
Project‐Wetlands
International‐Indonesia Programme.Bogor. Indonesia.
LSM Satu Hijau.Maret 2009. Laporan Survey Kanal di Sungai Kepahiang,
TembesuDaro, Beruhun dan Sungai Buring. Merang Redd Pilot Project.
Palembang‐Indonesia.
Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan
pengelolaanlahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate
Change, Forestsand Peatlands in Indonesia. Wetlands International –
Indonesia Programmedan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius.
Jakarta.
Stoneman, S. dan S. Brooks. 1997. Conservating Bogs, The Management
Handbook. The Stationary Office Limited. Edinburgh. 16 - 17, 35 – 37
Suryadiputra, I N.N., Alue Dohong, Roh, S.B. Waspodo, Lili Muslihat, Irwansyah
R.Lubis, Ferry Hasudungan, dan Iwan T.C. Wibisono. 2005. Panduan
PenyekatanParit dan Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat.
Proyek ClimateChange, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands
International –Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
Wibisono, I.T.C, Labueni Siboro Dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan
Rehabilitasi Dan Teknik Silvikultur Di Lahan Gambut. Perpustakaan
Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Wetlands International. Bogor
KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA HUTAN RAWA GAMBUT
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENABATAN
DISUSUN OLEH :
WAHYUDI NATA ADISASTRA
CCA 110 006
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN KEHUTANAN
2013
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahan gambut tropis di dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan hampir
separuhnya berada di Indonesia, yaitu sekitar 16 – 20 juta ha yang terhampar di
dataran rendah pantai (Driessen, 1978; Euroconsult, 1984; Subagjo et al , 1990;
Radjagukguk, 1993; Nugroho et al, 1992 dalam Waspodo, 2004; Immirzi &
Maltby, 1992 ). Papua memiliki luasan hutan gambut sekitar 4,6 juta hektar,
Kalimantan 4,5 juta hektar, dan Sumatra 7,2 juta hektar. Sedangkan di Jawa,
Halmahera, dan Sulawesi, luas totalnya sekitar 300 ribu hektar.
Ekosistem hutan rawa gambut sangat unik, ditandai dengan adanya kubah
gambut di bagian tengah dan mendatar/rata di bagian pinggir serta digenangi air
berwarna coklat kehitaman. Kawasan kubah gambut berfungsi sebagai kubah air
yang menyimpan air dan melepasnya kembali secara perlahan‐lahan ke sungai.
Pada musim kemarau kandunganair yang berada di bawah permukaan gambut
akan terlepas secara perlahan namun dengandebit air yang keluar atau terlepas
masih dalam batasan normal sehingga bila musim hujan tiba kawasan hutan rawa
gambut akan terendam/banjir kembali.
Pembangunan dan penggunaan ratusan parit – parit untuk mengangkut kayu
dari kawasan hutan rawa gambut dengan sistem pembukaan kanal, telah
mengakibatkan pengurasan air secara berlebihan (over-drainage) pada kawasan
hutan rawa gambut yang ada di sekitarnya. Kawasan tersebut menjadi sangat
rentan terhadap kebakaran yang dapat menyebabkan musnahnya keanekaragaman
hayati serta permasalahan kesehatan yang cukup serius akibat kabut asap.
Beberapa pihak telah menggagas dan memulai aksi yang dianggap sangat
penting untukperbaikan tata air lahan gambut yaitu melalui penutupan/penabatan
kanal‐kanal guna menghindari degradasi lingkungan lebih lanjut dan gangguan
terhadap populasikeanekaragaman hayati yang ada.Untuk merehabilitasi hutan
dan lahan gambut yang sudah rusak akibat kekeringan dan kebakaran, kegiatan
penutupan
parit/kanalmerupakan
strategi
kunci
untuk
mengembalikan
fungsi‐fungsi ekologi dan hidrologi hutan rawa gambut tersebut.
Kegiatan penyekatan parit/kanal membutuhkan sensitifitas dan kerjasama
denganmasyarakat lokal. Kegiatan penyekatan parit/kanal mungkin saja
menghambattransportasi, akan tetapi peningkatan tinggi muka air sebagai akibat
kegiatanpenyekatan akan memperpanjang waktu akses masyarakat, tetapi
ekosistem
rawa
gambut
diharapkan
dapat
pulih
kembali,
sehingga
keuntungan‐keuntungandan kerugian‐kerugian perlu dipertimbangkan bersama
dengan pemangku adat danmasyarakat setempat yang berkepentingan. Akan tetapi
penyekatan pada parit dan kanal besar kemungkinan dapat dimanfaatan sebagai
media budidaya perikanan dengan melalui pengujian sistem uji coba layak
terlebih dahulu sehingga dapat dipertimbangkan sebagai tempat berbudidaya
perikanan. Kesuksesan konservasi tanah dan air serta sosial ekonomi masyarakat
sekitat kawasan hutan gambut akan sangat tergantung padakomitmen dan
kerjasama dengan masyarakat setempat.
1.2. Tujuan Karya Tulis Ilmiah
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memulihkan hutan rawa gambut sesuai dengan dengan fungsinya.
2.
Mencegah terjadinya kebakaran pada kawasan hutan rawa gambut.
1.3. Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.
Terciptanya ekosistem rawa gambut yang lestari.
2.
Menjaga daya simpan air dan stok karbon pada lahan gambut tetap lestari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat‐Sifat Tanah Gambut
Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya
akumulasi bahan organik yang berlangsung dalam kurun waktu lama. Akumulasi
ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju
penimbunan bahan organik yang terdapat di lantai hutan lahan basah.
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang
mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi
lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya)
berupa tanah mineral.Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih
tengahdari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut
sehinggadanau tersebut menjadi penuh (Gambar 1a, 1b dan 1c).
A
B
C
Gambar 1. Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah: a.
Pengisian danau dangkal oleh vegetasi lahan basah, b. Pembentukan gambut
topogen, dan c. pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen (Noor,
2001 mengutip van de Meene, 1982)
Secara umum, pembentukan dan pematangan gambut berjalan melalui
tigaproses yaitu pematangan fisik, pematangan kimia dan pematangan biologi.
Kecepatan proses tersebut dipengaruhi oleh iklim (suhu dan curah hujan),
susunan bahan organik, aktivitas organisme, dan waktu (Andriesse, 1998,dalam
Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005).
Gambaran proses pematangan gambut dapat dijelaskan sebagi berikut :
1. Pematangan fisik terjadi dengan adanya pelepasan air (dehidrasi) karena
drainase, evaporasi (penguapan), dan dihisap oleh akar. Proses ini ditandai
dengan penurunan dan perubahan warna tanah.
2. Pematangan kimia terjadi melalui peruraian bahan‐bahan organik menjadi
senyawa‐senyawa yang lebih sederhana. Proses pematangan ini akan
melepaskan senyawa‐senyawa asam‐asam organik yang beracun bagi
tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang telah
mengalami pematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk
bahan organik baru yang disebut sebagai humus.
3. Pematangan biologi merupakan proses yang disebabkan oleh aktivitia
mikroorganime tanah. Proses ini biasanya akan lebih cepat terjadi
setelahpembuatan drainase karena tersedianya oksigen yang cukup
menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme.
2.2. Sifat Fisik Gambut
Sifat fisik gambut yang penting untuk diketahui antara lain tingkat
kematangan, berat jenis, kapasitas menahan air, daya dukung (bearing capacity),
penurunantanah, daya hantar hidrolik, dan warna.
Tingkat kematangan gambut : Berdasarkan tingkat kematanganatau
dekomposisi bahan organik, gambut dibedakan menjadi tiga, yaitu gambut dengan
tingkat pelapukan awal (masih muda, bertekstur kasar disebut fibrik), gambut
yang memiliki tingkat pelapukan sedang (setengah matang,bertekstur agak kasar
disebut hemik), dan gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang,
bertekstur halus disebut saprik).
Warna gambut : Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu, coklat atau
kemerahan tetapi setelah dekomposisi muncul senyawa‐senyawa yang berwarna
gelap sehingga gambut umumnya berwarna coklat sampai kehitaman. Warna
gambut menjadi salah satu indikator kematangan gambut.Semakin matang,
gambut semakin berwarna gelap. Fibrik berwarna coklat,hemik berwarna coklat
tua, dan saprik berwarna hitam (Darmawijaya, 1990dalamSri Najiyati., Lili
Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Dalam keadaan basah, warna
gambut biasanya semakin gelap.
Bobot Jenis (Bulk Density/BD) :Gambut memiliki berat jenis yang jauh
lebih rendah dari pada tanah aluvial. Makin matang gambut, semakin besar berat
jenisnya. Wahyunto et al., 2003 membuat klasifiksi nilai berat jenis atau bobot isi
(bulk density) tanah gambut di Sumatera sebagai berikut: gambut saprik nilai
bobot isinya sekitar 0,28 gr/cc, hemik 0,17 gr/cc dan fibrik 0,10 gr/cc. Akibat
berat jenisnya yang ringan, gambut kering mudah tererosi/terapung terbawa aliran
air.
Kapasitas menahan air : gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga
mempunyai daya menyerap air yang sangat besar. Apabila jenuh, kandungan air
pada gambut saprik, hemik dan fibrik berturut‐turut adalah < 450%, 450 –850 %,
dan > 850% dari bobot keringnya atau 90% volumenya (Suhardjo danDreissen,
1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra.2005). Oleh
karena itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat air(reservoir) yang
dapat menahan banjir saat musim hujan dan melepaskan airsaat musim kemarau
sehingga intrusi air laut saat kemarau dapat dicegahnya.
Kering tak balik (Hydrophobia Irreversible) : Lahan gambut yang sudah
dibukadan telah didrainase dengan membuat parit atau kanal, kandungan airnya
akan menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan menyebabkan
lahan gambut menjadi kekeringan. Gambut mempunyai sifat kering tak
balik.Artinya, gambut yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim, akan
sulitmenyerap air kembali. Gambut yang telah mengalami kekeringan ekstrim
inimemiliki bobot isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa airhujan
dan mudah terbakar, strukturnya lepas‐lepas seperti lembaran serasah, dansulit
ditanami kembali.
Daya hantar hidrolik : Gambut memiliki daya hantar hidrolik (penyaluran
air) secara horisontal (mendatar) yang cepat sehingga memacu percepatan
pencucian unsur‐unsur hara ke saluran drainase. Sebaliknya, gambut memiliki
daya hidrolik vertikal (ke atas) yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atasgambut
sering mengalami kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah. Hal ini juga
menyulitkan pasokan air ke lapisan perakaran.Daya hidrolik air ke atashanya
sekitar 40 – 50 cm. Untuk mengatasi perilaku ini, perlu dilakukan upayauntuk
menjaga ketinggian air tanah pada kedalaman tertentu.Untuk tanaman semusim,
kedalaman muka air tanah yang ideal adalah kurang dari 100 cm.Sedangkan untuk
tanaman tahunan disarankan untuk mempertahankan mukaair tanah pada
kedalaman 150 cm.
Daya tumpu : Gambut memiliki daya dukung atau daya tumpu yang rendah
karena mempunyai ruang pori yang besar sehingga kerapatan tanahnya rendahdan
bobotnya ringan. Ruang pori total untuk bahan fibrik/hemik adalah 86 – 91%
(volume) dan untuk bahan hemik/saprik 88 – 92%, atau rata‐rata sekitar
90%volume (Suhardjo dan Dreissen, 1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan
INyoman N Suryadiputra. 2005). Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh
diatasnya menjadi mudah rebah. Rendahnya daya tumpu akan menjadi
masalahdalam pembuatan saluran irigasi, jalan, pemukiman, dan pencetakan
sawah(kecuali gambut dengan kedalaman kurang dari 75 cm).
Penurunan permukaan tanah (Subsidence) : Setelah dilakukan drainase atau
parit, gambut berangsur‐angsur akan kempes dan mengalamisubsidence/amblas
yaitu penurunan permukaan tanah, kondisi ini disebabkanoleh proses pematangan
gambut dan berkurangnya kandungan air. Kecepatan penurunan tersebut
tergantung pada kedalaman gambut. Semakintebal gambut, penurunan tersebut
semakin cepat dan berlangsungnya semakinlama.
Mudah terbakar : Lahan gambut cenderung mudah terbakar karena
kandunganbahan organik yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik, porositas
tinggi,dan daya hantar hidrolik vertikal rendah. Kebakaran di lahan gambut
sangatsulit dipadamkan karena dapat menembus di bawah permukaan tanah.Bara
dilahan gambut hanya dapat dipadamkan oleh air hujan yang lebat.
2.3. Sifat Kimia Gambut
Sifat kimia gambut yang penting diketahui adalah tingkat kesuburan dan
factor - faktoryang mempengaruhi kesuburan tersebut.
Kesuburan gambut: Freisher dalam Dreissen dan Soepraptohardjo,
1974(dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005)
membagi gambut dalam tiga tingkatan kesuburan yaitu Eutropik (subur),
mesotropik (sedang), dan oligotropik (tidak subur). Secara umum gambut topogen
yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut
mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alamiyang
lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya terpengaruholeh air
hujan) yang sebagian besar oligotropik.
Kadar abu merupakan petunjuk yang tepat untuk mengetahui keadaan
tingkat kesuburan alami gambut.Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan
yang rendah, ditandai dengan pHrendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur
hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) yang rendah,
mengandung asam‐asam organik yang beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar
Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah.
KTK yang tinggi dan KB yang rendah menyebabkan pH rendah dan
sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah relatif sulit diambil oleh tanaman.
Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3 – 4,5. Gambut
dangkalmempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0 – 5,1) dari pada gambut dalam (pH
3,1 –3,9). Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai
sedang,berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk
tinggi,namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman, oleh karena rasio C/N
yangtinggi.
Tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
ketebalan gambut, bahan asal, kualitas air, kematangan gambut, dan kondisi tanah
dibawah gambut.Secara umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang
lunak lebih subur dari pada gambut yang berasal dari tumbuhan berkayu.
2.4. Pengaruh Pembukaan Parit/Kanal di Lahan Gambut
Salah satu aktivitas yang paling berpotensi meningkatkan laju degradasi dan
berkurangnya luas hutan dan lahan gambut di Indonesia adalah berasal dari
kegiatan pembuatan saluran/parit, baik yang dibangun secara legal maupun illegal
di dalam maupun di sekitar hutan dan lahan gambut.
Pembukaan kanal atau parit sebagai sarana akses masuk ke dalam areal yang
lebih jauh dan juga sebagai sarana untuk pengangkutan kayu hasil tebangan,
sudah mulai dilakukan sejak beroperasinya HPH pada tahun 1979. Keberadaan
kanal sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologi areal gambut,karena sesuai
dengan sifat fisik gambut, yaitu Kering tak balik (HydrophobiaIrreversible)
dimana Lahan gambut yang sudah dibuka dan telah didrainase denganmembuat
parit atau kanal, kandungan airnya menurun secara berlebihan.
Parit/Kanal yang tersebar seluruhnya dimiliki oleh peroranganbaik
masyarakat yang tinggal di sekitar areal maupun “para pengusaha kayu”
danpemilik sawmill yang tinggal jauh dari areal. Kepemilikan kanal/parit di atas,
bukanlahkepemilikan yang syah secara hukum karena tidak dilengkapi dengan
dokumen resmi atau sesuai dengan perundang-undangan.Kepemilikan parit/kanal
ini diartikan oleh mereka sebagai kepemilikan atau hak ataskayu yang berada di
sekitar parit/kanal tersebut.
Pembangunan parit/kanal di kawasan hutan rawa gambut telah mempercepat
proses pengeringan karena sesuai dengan sifat fisik gambut, dimana Lahan
gambut yang sudah dibuka dan telah didrainase dengan membuat parit atau kanal,
kandungan airnya menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan
menyebabkan lahan gambut menjadi kekeringan.
Selain itu, subsidensi atau penurunan permukaan lahan gambut dapat terjadi
akibatadanya drainase atau pengeringan yang menyebabkan oksidasi. Oksidasi
tersebut meningkatkan emisi gas rumah kaca ke dalam atmosfir.Selain itu
pengeringan lahangambut menyebabkan fungsi gambut sebagai penyimpan air
menjadi terganggu.Dengan sifat kering tak balik, maka gambut yang sudah
mengalami kekeringan yangekstrim, akan sulit menyerap air kembali. Gambut
yang telah mengalami kekeringanekstrim ini memiliki bobot isi yang sangat
ringan sehingga mudah hanyut terbawa airhujan dan terbakar, strukturnya
lepas‐lepas seperti lembaran serasah, mudah terbakar, dan sulitditanami kembali.
Secara umum, keberadaan parit/kanal sangat berpengaruh sekali terhadap
kelestariandan keberadaan kawasan hutan rawa gambut, diakibatkan beberapa hal
sebagai berikut:
Sebagain besar parit/kanal terhubung dengan sungai dan anak sungai yang
ada,karena digunakan sebagai sarana pengangkutan terutama kayu hasil
tebangan. Halini menyebabkan air gambut akan terkuras mengalir ke
sungai menyebabkangambut sangat kering pada musim kemarau dan
menyebabkan penuruanpermukaan gambut.
Pengeringan gambut yang terjadi terutama pada musim kemarau,
menjadikan gambut sebagai bahan bakar potensial untuk terjadinya
kebakaran karena gambutyang kering rentan terhadap kebakaran
Seluruh Parit dan Kanal di dalam areal MRPP (Merang REDD Pilot
Project) yang diperkirakan sekitar 2% dari luas areal yang berarti setiap
100 ha ada sekitar 2 parit/kanal (Sumber : hasil analisis dataLaporan
Survey Kanal di Sungai Kepahiang, Tembesu Daro, Beruhun dan
SungaiBuring. LSM Satu Hijau, Maret 2009), dimiliki secara individu baik
oleh anggotamasyarakat maupun “para pengusaha kayu”, yang dijadikan
sebagai saranapengangkutan kayu hasil penebangan yang menyebabkan
semakin rusaknya arealdan berkurang bahkan hilangnya keanekaragaman
hayati
Keberadaan parit/kanal dan aktivitas penebangan liar menimbulkan
dampak semakin banyaknya pekerja kayu yang masuk kawasan dan
semakin banyaknyaaktivitas di dalam hutan, yang berpotensi menjadi
pemicu terjadinya kebakaranhutan terutama pada musim kemarau
Dengan kondisi gambut yang semakin kering dan rusak, maka upaya
rehabilitasi hutan rawa gambut yang telah terdegradasi akan menjadi
semakin sulit.
III. METODE KARYA TULIS ILMIAH
3.1. Prosedur Kerja Dalam Pembuatan Tabat Di Parit/Kanal
Rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dan dilaksanakan dalam melakukan
penabatan di parit/kanal menurut (Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N
Suryadiputra. 2005) meliputi:
A. Kegiatan sosialisasi
Kegiatan
sosialisasi
bertujuan
agar
masyarakat
di
sekitar
lokasi
parit/saluran, termasuk para penguasa parit/saluran, memahami tujuan dan
manfaat kegiatan penyekatan parit/saluran. Dalam kegiatan sosialisasi juga
dijelaskan tipe konstruksi, tahapan kegiatan dan mekanisme penyekatan
parit/saluran, dampak yang ditimbulkan serta rencana kegiatan pemeliharaan dan
pemantauan.baik pemerintah maupun swasta.
B. Penetapan lokasi parit/saluran yang akan disekat
Penetapan lokasi parit/saluran perlu diketahui sebelum melakukan kegiatan
fisik penyekatan yaitu sebagai berikut:
1.
Mencatat lokasi parit/saluran yang akan disekat (berupa gambar atau denah
lokasi parit/saluran)
2.
Mengetahui fungsi dari parit/saluran (apakah digunakan untuk drainasi lahan
pertanian/sawah/perkebunan, media tranportasi dan lain sebagainya)
3.
Mengindentifikasi jarak antara parit/saluran yang akan disekat dengan lokasi
desa (mempertimbangkan keikutsertaan masyarakat sekitar)
4.
Mengantisipasi akan adanya penolakan kegiatan penyekatan parit/ saluran
oleh masyarakat sekitarnya.
5.
Mengidentifikasi dampak yang mungkin dapat ditimbulkan sebagai akibat
dari adanya penyekatan parit/saluran (aspek sosial ekonomi, ekolosis dan
sebagainya)
6. Memastikan lokasi parit/saluran mudah dijangkau.
C. Status kepenguasaan parit/saluran
Parit dan saluran yang terdapat di lahan/hutan rawa gambut bisa dikuasai
atau dimiliki oleh individu perorangan, beberapa individu yang membentuk
kelompok, perusahaan (seperti HPH/HTI atau perkebunan kelapa sawit) atau
negara. Untuk tidak menimbulkan konflik di kemudian hari, sebaiknya
parit/saluran yang akan ditabat/sekat ini telah mendapatkan ijin/ persetujuan
tertulisdari berbagai pihak (misalnya dari pemilik/pengelola parit atau
saluran).
D. Jumlah dan dimensi fisik parit/saluran
1.
Jumlah dan sebaran parit/saluran
Kegiatan penyekatan tidak hanya dimaksudkan untuk sekedar menahan air
di dalam parit dan saluran, tapi memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu
memperbaiki kondisi ekologis lokasi di sekitarnya bahkan ke lokasi yang lebih
jauh. Untuk mencapai tujuan demikian, maka jumlah dan sebaran/ lokasi parit dan
saluran sebelum dilakukan penyekatan perlu diketahui (bisa menggunakan citra
landsat lalu diperkuat dengan pembuktian/ground truthing di lapangan).
2.
Dimensi ukuran parit/saluran
Dimensi ukuran fisik parit/saluran (meliputi: panjang, lebar, kedalaman,
jarak antar parit) penting diketahui untuk menetapkan jenis dan banyaknya
materi/bahan penyekat yang akan digunakan.
E. Jumlah dan jenis sekat di dalam parit/saluran
1.
Jumlah sekat di dalam parit/saluran
Jumlah penyekat untuk satu ruas parit/saluran disesuaikan dengan
kemiringan (slopes)/tofografi lahan gambut, tinggi muka air tanah yang
diharapkan untuk naik dan kecepatan aliran air di dalam parit/saluran..
2.
Tipe Atau Jenis Sekat
Tipe atau jenis sekat yang dipakai dalam penyekatan parit/kanal, sangat
tergantungpada kondisi biofisik lapangan yang ada. Namun paling tidak terdapat 4
jenis sekat yangdapat digunakan yaitu sekat papan, sekat dengan bahan
pengisi,sekat plastik dan sekat geser.
Gambar 2. Posisi beberapa sekat untuk menaikan tinggi muka air tanah dan
Pandangan melintang terhadap posisi beberapa sekat isi (composite dam) di dalam
parit/saluran yang dibangun secara bertingkat (Stoneman & Brooks, 1997)
a) Sekat Papan (Plank dam)
Sekat papan dapat terbuat dari bahan papan kayu keras yang telah banyak
berhasildipakai di beberapa lokasi di masa lalu di Kalimantan.Penempatan sekat
yang tepatdan pemasangan yang cermat dapat digunakan untuk memblok aliran
air parit/saluranyang cukup besar (untuk saluran dengan ukuran kedalaman lebih
dari 1 meter danlebar diatas 2 meter).Pemasangan sekat jenis ini dapat
dilaksanakan oleh tenagakerja biasa dan tidak memerlukan keahlian khusus
(Stoneman dan Brooks, 1997).Beberapa pertimbangan dalam menggunakan
tipesekat papan antara lain:
Konstruksinya melibatkan banyak orang(labour intensive) sehingga disisi
lain dapatmenciptakan lapangan kerja bagi masyarakatsekitarnya
Perlu menggunakan jenis bahan kayu yangtahan terhadap air dan
pelapukan
Material kayu yang dibutuhkan relatif besar,sehingga metode transportasi
bahan harusdipertimbangkan dari sisi biaya
Hindari penumpukan orang yang terlalu banyakdi sekitar lokasi konstruksi
karena tanahgambut sangat rentan mengalamiamblasan/subsiden sehingga
dapatmenggagalkan konstruksi sekat.Papan disusun tumpang tindih agar
rapat dan cara pemasangannya dilakukan secarasilih berganti (lihat urutan
nomor)
Gambar 3. Potongan melintang saluranyang disekat, dengan tiang pancang
menembus lapisan tanah mineral (Sumber: Panduan Penyekatan Parit danSaluran
di Lahan Gambut BersamaMasyarakat, WI‐IP. 2005)
Gambar 4. Gambar kasar sekat papan (Stoneman& Brooks, 1997)
b) Sekat Isi (composite dam)
Sekat isi terbuat dari dua buah atau lebih penyekat (dari papan kayu atau
kayu balok/gelondongan), yang diantara sisinya setelah dilapisi lembaran plastik
atau geotekstil, diisi dengan bahan material gambut atau tanah mineral yang
dibungkusdengan karung‐karung bekas (disarankan yang tidak mudah rapuh jika
terkena hujan dan panas, bahan geotextile sangatdianjurkan).Bahan isian gambut
atau tanah mineral ini berfungsi sebagai pendukung struktur sekat agar sekat
menjadi lebih kuatdan tahan terhadap tekanan air.Lapisanbagian atas dari sekat ini
dapat juga dipergunakan sebagai jembatan penyeberangan atau jalur lalu lintas
pejalan kaki atau ditanami tumbuhan penguatsekat.
Gambar 5. Sekat isi yang dibangun olehYayasan BOSF‐MAWAS disalah satu
saluran eks‐PLG Daerah Tuanan, Kalimantan Tengah (Stoneman& Brooks, 1997)
Gambar 6. Sekat isi dari bahan papan kayu (Stoneman& Brooks, 1997)
c) Sekat plastik (plastic dam)
Sekat plastik merupakan salah satu jenis sekat yang dapat mengatur jumlah
debit airyang mengalir pada suatu parit/saluran, sehingga tinggi muka air sebelum
sekat akannaik dan akan mengakibatkan kenaikan air tanah. Kelebihan debit air
pada saluranakan dialirkan/dibuang melalui saluran pembuangan (spillway) yang
ada di bagiantengah atas dari sekat tersebut. Pengaturan letak saluran pembuangan
disesuaikandengan tinggi muka air dalam parit/saluran yang diinginkan, terutama
di musimkemarau dimana debit di dalam saluran relatif kecil.
Sekat plastik umumnya terbuat dari lembaran papan plastik yang kedap
air(impermeable). Secara ekonomis biaya sekat plastik ini lebih mahal daripada
sekatkayu karena bahan ini susah didapat disekitar lokasi dan jika ada mahal
harganya,akan tetapi sekat plastik mempunyai umur yang lebih lama.Bahan‐bahan
yang diperlukan dalam konstruksi sekat plastik terdiri dari:
Papan plastik dengan ketebalan 5 – 20 mm,
Balok kayu berukuran 4 x 6 cm
Paku dan tambang plastik
Gambar 7. Sekat dari bahan papan plastik (Stoneman & Brooks, 1997)
d) Sekat geser (slices)
Sekat geser merupakan suatu pintu air yang dapat dikendalikan guna
mengatur debitaliran air sungai atau muka air tanah dan dapat juga digunakan
untuk mengatur aliranyang keluar dari suatu parit/saluran. Sekat geser terdiri dari
dua lembar papandengan ketebalan masing‐masing 2‐5 cm (atau plat besi) yang
dapat digerakkansecara naik‐turun melalui tali yang dilengkapi dengan kerekan
dan pipa PVC untukmembuang kelebihan air dari bagian atas. Lembaran papan
kayu yang digunakanuntuk membuat sekat geser harus dipilih dari bahan yang
keras, kuat dan tahan air(atau bisa juga menggunakan lembaran plat besi) dan
ditempatkan/dijepit di tengah-tengahantara dua tiang balok.
Pergerakan naik‐turunnya papan‐papan ini disesuaikan dengan tinggi air
yangdikehendaki.Apabila tinggi air di dalam parit/saluran dan di dalam tanah
ingindinaikkan, maka kedua papan diatur posisinya sedemikian rupa sehingga
tutupanbidang muka air vertikal (luas penampang parit/ saluran) menjadi luas
(besar), hal inidiharapkan terjadi pada musim kemarau. Sedangkan pada musim
hujan dimana debitair yang ada pada saluran relatif besar, maka kedua papan
diposisikan di tengah-tengahdan saling berhimpitan, sehingga air dari dalam
parit/saluran tetap dapatmengalir keluar melalui celah bagian atas dan bawah
papan geser tersebut.Ataukeduanya dihimpitkan pada posisi menyentuh lantai
parit/saluran sehingga hanyaseparuh dari tinggi air dalam parit/saluran yang
terlepaskan.Bahan‐bahan yang diperlukan untuk konstruksi sekat geser terdiri
dari:
Papan dengan ketebalan 2 ‐ 5 cm atau plat besi dengan ketebalan 0,3 – 0,5
cm
Balok 4 x 6 cm
Pipa PVC dengan garis tengah 4 inci, Paku.
Gambar 8. Sekat geser (Stoneman & Brooks, 1997)
F. Identifikasi bahan/materi untuk penyekatan parit/saluran
Bahan/materi sekat yang akan digunakan sangat dipengaruhi oleh ukuran
parit/saluran yang akan ditutup sehinggabahan dan materi yang digunakan harus
sesuai dengan ukuran parit/salurannya.
G. Analisa biaya penyekatan parit/saluran
Kegiatan penyekatan parit/saluran biasanya dibatasi oleh kendala biaya.
Biaya-biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan ini meliputi biaya untuk
menggaji pekerja, sewa/beli alat (seperti cangkul, gergaji, parang, paku, palu dan
sebagainya), biaya transportasi peralatan dan tenaga kerja (kapal/perahu, rakit,
mobil dan sebagainya), biaya asuransi kecelakaan pekerja, serta biaya pembelian
bahan-bahan materi sekat (tiang pancang, kayu, papan, paku, plastik/geotekstil,
karung goni dan sebagainya).
IV. ANALISIS DAN SINTESIS PERMASALAHAN
Pembukaan kanal atau parit sebagai sarana akses masuk ke dalam areal yang
lebih jauh dan juga sebagai sarana untuk pengangkutan kayu hasil tebangan,
sudah mulaidilakukan sejak beroperasinya HPH pada tahun 1979.Keberadaan
kanal sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologi areal gambut,karena sesuai
dengan sifat fisik gambut, yaitu Kering tak balik (HydrophobiaIrreversible)
dimana Lahan gambut yang sudah dibuka dan telah didrainase denganmembuat
parit atau kanal, kandungan airnya menurun secara berlebihan.
Sifat kering tak balik pada lahan gambut ini yang dapat menimbulkan
beberapa .permasalahan seperti sulit lahan gambut menyerap air kembali, bobot
isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa airhujan dan mudah
terbakar, strukturnya lepas‐lepas seperti lembaran serasah, sulit ditanami kembali
dan terjadi penurunan permukaan tanah.
Keberadaan tabat pada parit/kanal diharapkan dapat meningkatkan muka air
pada parit/kanal, sehingga terjadi infiltrasi kedalam permukaan lahan gambut
yang dapat mengakibatkan peningkatan permukaan lahan gambut akibat pori-pori
pada lahan gambut terisi kembali oleh air. Pada kondisi ini selanjutnya dilakukan
pengelolahan vegetasi dengan menggunakan tanaman kehutanan yang yang
merupakan endemik dari hutan rawa gambut.
4.1. Pengelolahan Vegetasi Pada Lahan Gambut
Basahnya lahan gambut di sekitar saluran mengindikasikan bahwa
penggunaan teknik penabatan pada parit/kanal ini telah meningkatkan muka air
pada lahan gambut. Kondisi demikian selain dapat mencegah terbakarnya gambut,
kondisi ini juga dapat mendukung keberhasilan program rehabilitasi di lahan
gambut (disarankan dengan jenis tanaman lokal) karena bibit tanaman yang
nantinya ditanam akan mendapatkan air yang cukup meskipun pada musim
kemarau. Selain itu, tumbuhan yang nantinya tumbuh selain diharapkan dapat
mengembalikan fungsi ekologis lahan gambut juga diharapkan dikemudian hari
dapat menjadi ”tabungan pohon/kayu” bagi masyarakt di sekitarnya. Berikut ini
adalah jenis-jenis tanaman asli yang dapat ditanam di sekitar saluran yang telah di
tabat (Wibisono et al, 2005):
Jelutung rawa (Dyera loowi)
Pulai (Alstonia pneumatophora)
Meranti rawa (Shorea sp.)
Terentang (Campnosperma macrophylum)
Tumih (Combretodatus rotundatus)
Keranji (Dialium hydnocarpoides)
Punak (Tetramesitra glabra)
Resak (Vatica sp.)
Rengas (Melanoorhoea walichii)
Belangeran (Shorea belangeran)
Ramin (Gonystylus bancanus)
Durian hutan (Durio carinatus)
Kempas (Koompassia lalaccensis)
Kegiatan rehabilitasi pada lahan di sekitar saluran yang telah ditabat dalam
penerapannya disesuaikan kondisi spesifik lokasi yang bersangkutan. Untuk lahan
gambut yang terdegradasi berat (misal: bekas terbakar atau land cleared), maka
kegiatan rehabilitasi (reforestasi atau menghutankan kembali) merupakan
alternatif yang tepat. Sedangkan usaha pengayaan tanaman dapat diterapkan pada
lokasi berhutan yang terdegradasi tetapi masih memiliki tegakan sisa. Pada
kondisi lokasi berhutan dengan tegakan yang masih relatif utuh, mungkin tidak
dilakukan pengayaan, melainkan dapat digunakan sebagai sumber anakan alam
(wildling) maupun benih (Seed) yang nantinya dapat dipindahkan ke lokasi bekas
terbakar maupun lokasi terdegradasi lainnya.
4.2. Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan
Penyekatan saluran di lahan gambut merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi resiko terjadinya kebakaran dengan menjaga keseimbangan air tanah,
tetapi bukan berarti kebakaran hutan dan lahan tidak akan terjadi. Usaha
penutupan saluran akan menjadi sia-sia, jika kebakaran hutan dan lahan di
sekitarnya tidak dikendalikan dari awal. Faktor penyebab kebakaran hutan dan
lahan juga perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan lahan setelah dilakukan
penyekatan saluran. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan
lahan. Dalam hal strategi pengendalian kebakaran, usaha pencegahan merupakan
faktor utama yang harus menjadi perhatian. Penyebab terjadinya kebakaran hutan
dan lahan gambut adalah adanya sumber api yang didukung oleh kondisi
lingkungan (cuaca, angin dan akumulasi bahan bakar). Proses pembakaran terjadi
karena adanya sumber panas (api) sebagai penyulut bahan bakar (misal reruntuhan
daun dan gambut kering) yang tersediadan adanya oksigen.
Sebuah konsep sederhana untuk mencegah terjadinya proses pembakaran
adalah menghilangkan salah satu dari komponen segitiga api. Hal yang dapat
dilakukan adalah menghilangkan atau mengurangi sumber panas (api) dan
menghilangkan atau mengurangi akumulasi bahan bakar. Cara terbaik untuk
mencegah terjadinya kebakaran di lahan gambut yaitu dengan mengkonservasi
lahan gambut seperti keadaan alaminya, memberikan perhatian terhadapa aspek
pengelolahan air yang baik, pemanfaatan lahan yang sesuai dan pengelolahan
hutan secara lestari. Artinya, drainase atau pengeringan dan konversi kawasan
rawa gambut harus dicegah sepenuhnya.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Berikut merupakan kesimpulan yang dapat diambil dari kajian diatas adalah
sebagai berikut:
1.
Penyekatan parit/kanal sebagai salah satu bagian dari rangkaian kegiatan
konservasi tanah dan air pada hutanrawa gambut yang berfungsi untuk
membentuk areal yang dapat mendukung keberhasilan program rehabilitasi
hutan rawa gambut. Sehingga peranannya dalam rangkaian kegiatan upaya
untuk rehabilitasi hutan rawa gambut menjadi sangat penting untuk
menciptakan ekosistem hutan rawa gambut yang lestari.
2.
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya kebakaran di lahan gambut yaitu
dengan mengkonservasi lahan gambut seperti keadaan alaminya, memberikan
perhatian terhadap aspek pengelolaan air yang baik, pemanfaatan lahan yang
sesuai dan pengelolaan hutan secara lestari. Artinya, drainase atau
pengeringan dan konversi kawasan rawa gambut harus dicegah sepenuhnya
sehingga gambut dapat berfungsi kembali sebagai media penyimpanan air dan
cadangan stok karbon yang baik.
5.2. Rekomendasi
Kesesuain penggunaan material pada jenis sekat dan dimensi parit/saluran
sangat diperlukan sehingga fungsi dari tabat itu dapat berberfungsi secara
maksimum dan efesiensi dan melakukan perawatan serta pengontrolan pada tabat
yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Alue
Dohong .2006 .Bahan Presentasi DesignTeknis Tabat.CKPP
Project‐WetlandsInternational‐Indonesia Programme. Bogor. Indonesia.
Alue Dohong. 2006. Bahan Presentasi Water Management (WIIP’s Activities).
CKPPProject‐Wetlands International‐Indonesia Programme. Bogor.
Indonesia.
Dipa Satriadi Rais. 2006. Bahan Presentasi Hidrologic Simulation for Carbon
EmsissionCalculation Test Case Channel Blocking Block A/B ex MRP
Central
Kalimantan
Indonesia.CKPP
Project‐Wetlands
International‐Indonesia Programme.Bogor. Indonesia.
LSM Satu Hijau.Maret 2009. Laporan Survey Kanal di Sungai Kepahiang,
TembesuDaro, Beruhun dan Sungai Buring. Merang Redd Pilot Project.
Palembang‐Indonesia.
Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan
pengelolaanlahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate
Change, Forestsand Peatlands in Indonesia. Wetlands International –
Indonesia Programmedan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius.
Jakarta.
Stoneman, S. dan S. Brooks. 1997. Conservating Bogs, The Management
Handbook. The Stationary Office Limited. Edinburgh. 16 - 17, 35 – 37
Suryadiputra, I N.N., Alue Dohong, Roh, S.B. Waspodo, Lili Muslihat, Irwansyah
R.Lubis, Ferry Hasudungan, dan Iwan T.C. Wibisono. 2005. Panduan
PenyekatanParit dan Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat.
Proyek ClimateChange, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands
International –Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
Wibisono, I.T.C, Labueni Siboro Dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan
Rehabilitasi Dan Teknik Silvikultur Di Lahan Gambut. Perpustakaan
Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Wetlands International. Bogor