Skrining Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Pgpr) Sebagai Agens Pengendali Hayati Antraknosa (Colletotrichum Dematium Var. Truncatum) Pada Kedelai

SKRINING PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA
SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI ANTRAKNOSA
(Colletotrichum dematium var. truncatum) PADA KEDELAI

MIRANTI SASMITA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Skrining Plant Growth
Promoting Rhizobacteria sebagai Agens Pengendali Hayati Antraknosa
(Colletotrichum dematium var. truncatum) pada Kedelai adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Miranti Sasmita
NIM A34090055

ABSTRAK

MIRANTI SASMITA. Skrining Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
sebagai Agens Pengendali Hayati Antraknosa (Colletotrichum dematium var.
truncatum) pada Kedelai. Dibimbing oleh SURYO WIYONO.
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman penting di Indonesia.
Penyakit antraknosa (Colletotrichum dematium var. truncatum) adalah penyakit
penting pada kedelai yang dapat menurunkan kehilangan hasil hingga 100%.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah eksplorasi dan seleksi PGPR dalam
menekan penyakit antraknosa serta tingkat pertumbuhan tanaman kedelai.
Pengujian yang dilakukan berupa uji hipersensitif, uji pemacu pertumbuhan pada
perkecambahan kedelai dan uji Gram. Isolat yang dipilih untuk uji lanjutan adalah

isolat bakteri yang mampu memacu pertumbuhan kecambah kedelai, yaitu isolat
KV, KE, KN, dan J15. Perlakuan yang diujikan pada percobaan lanjutan adalah
perendaman benih dan penyiraman tanaman dengan suspensi PGPR terpilih,
PGPR komersial yang mengandung Pseudomonas fluorescens dan Bacillus
polymixa dan kontrol. Percobaan pertama diamati aspek agronomis pada
kecambah dan tanaman kedelai sampai 6 minggu setelah tanam (MST). Percobaan
kedua adalah pengamatan masa inkubasi, kejadian penyakit, dan intensitas
penyakit antraknosa secara in vivo pada daun dan batang kedelai umur 5 MST
yang diinokulasi C. dematium umur 20 hari dengan kerapatan 104 konidia/ml.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dan semua data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam menggunakan
program Microsoft Office 2007 dan Statistical Analysis System (SAS) for
windows versi 9.1.3. Uji lanjut menggunakan uji selang ganda Duncan pada taraf
nyata α=0.05. PGPR terpilih diharapkan mampu menekan kejadian dan intensitas
penyakit antraknosa dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai
dibandingkan control atau PGPR komersial yang sudah tersedia sebelumnya.
Aplikasi perlakuan PGPR tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman uji.
Isolat J15 menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap kontrol pada uji in vivo di
daun dan memiliki masa inkubasi satu hari lebih lama daripada perlakuan lain
kecuali KE.

Kata kunci: antraknosa, Colletotrichum dematium var. truncatum, Glycine max,
.PGPR.

ABSTRACT

MIRANTI SASMITA. [Screening of Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(PGPR) as Biological Control Agents of Anthracnose (Colletotrichum dematium
var. truncatum) on Soybean]. Supervised by SURYO WIYONO.
Soybean (Glycine max (L.) Merr.) is an important crop in Indonesia.
Soybean anthracnose (Colletotrichum dematium var. truncatum) is important
disease of soybean that may cause 100% yield loss. This research aimed to
explore and select plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) to suppress
disease incidence and disease severity of soybean anthracnose and to increase
soybean productivity. Hypersensitive test, soybean germination, and Gram test
were carried out in this experiment. Selected isolates were KV, KE, KN, and J15.
Experiment for further treatment were conducted by seed soaking and plant
treatment by PGPR suspension and commercial PGPR containing Pseudomonas
fluorescens and Bacillus polymixa, and control. The first experiment observed the
agronomic aspects and soybean plants until 6 weeks after planting. The second
experiment observed the incubation period, disease incidence, and disease severity

on the leaves and stems of soybean aged 5 days after inoculated with C. dematium
age of 20 days with a density of 104 conidia/ml. The experimental design used was
a randomized block design (RBD) and all observed data analized by analysis of
variance using Microsoft Office 2007 and the Statistical Analysis System (SAS)
for Windows version 9.1.3. Further testing using Duncan's multiple hose test at
significance level α=0:05. PGPR applications did not significantly increase
soybean growth. J15 isolate was able to suppress anthracnose in detached leaves
assay.
Keywords: anthracnose, Colletotrichum dematium var. truncatum, Glycine max,
PGPR.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar di IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


SKRINING PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA
SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI ANTRAKNOSA
(Colletotrichum dematium var. truncatum) PADA KEDELAI

MIRANTI SASMITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA


Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha
berkehendak atas berkah dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat tugas akhir pada Departemen
Proteksi Tanaman.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
sebanyak – banyaknya kepada Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr. sebagai
pembimbing utama atas dukungan, bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan
tugas akhir ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Nina
Maryana, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, dosen penguji tamu dan
Komisi Pendidikan Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan
dukungan, bimbingan serta arahannya untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Otin
Sasmita, S.Pd dan Lilis Siti Fatimah, Nenek Hj. Suparsih, Derianti Sasmita
beserta seluruh keluarga yang telah berkorban segalanya baik moral maupun
materil. Kepada teman – teman Proteksi Tanaman 47, teman – teman laboratorium
Mikologi Tumbuhan yang telah membantu dan mendampingi serta kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan,
maka dari itu masukan, saran, dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis

harapkan. Sehingga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Bogor, Februari 2015

Miranti Sasmita

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3

Manfaat Penelitian
3
BAHAN DAN METODE
4
Tempat dan Waktu
4
Alat dan Bahan
4
Metode
4
Isolasi Bakteri
4
Uji Pendahuluan
4
Uji Hipersensitif
4
Penghitungan Kerapatan bakteri
4
Uji Pemacu Pertumbuhan pada Kecambah Kedelai
5

Uji Gram Bakteri Potensial
5
Pengujian PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Pot
tanpa Inokulasi Patogen
5
Persiapan Media Tanam
5
Perlakuan Perendaman Benih Kedelai
5
Penanaman Benih Kedelai
5
Pemupukan dan Pemeliharaan Tanaman Kedelai
6
Penyiraman Suspensi Bakteri PGPR
6
Pengukuran tajuk dan akar tanaman kedelai pada masa akhir
vegetatif
6
Pengaruh PGPR terhadap Penyakit Antraknosa pada Tanaman
Kedelai

6
Pengujian Antagonis In Vivo pada Potongan Daun dan Batang
Kedelai
6
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Isolasi dan Identifikasi Morfologi (Colletotrichum dematium
var. truncatum)
8
Uji Hipersensitif
8
Uji Pemacuan Pertumbuhan Perkecambahan Kedelai
10
Uji Gram PGPR Terpilih
11
Pengujian PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai Tanpa
Inokulasi Patogen
11

Pengaruh beberapa Isolat PGPR pada Potongan Daun dan Batang
Kedelai
12
SIMPULAN DAN SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20

DAFTAR TABEL

1 Produksi, impor dan kebutuhan dalam negeri kedelai di Indonesia tahun
2010-2013 (ton)
2 Perlakuan PGPR yang diujikan
3 Pengujian reaksi hipersensitif bakteri eksplorasi
4 Seleksi awal bakteri eksplorasi terhadap perkecambahan kedelai
5 Uji Gram bakteri PGPR terpilih
6 Tinggi tanaman kedelai di pot pada berbagai perlakuan PGPR (cm)
7 Diameter batang, berat basah tajuk, tinggi tajuk, dan jumlah daun tanaman
kedelai pada akhir masa vegetatif (6 MST) dengan perlakuan PGPR
8 Berat basah akar, panjang akar, jumlah binti akar, dan volume akar
tanaman kedelai pada akhir masa vegetatif (6 MST)
9 Panjang nekrotik potongan batang kedelai pada berbagai perlakuan PGPR
10 Luas bercak, lama inkubasi dan frekuensi daun nekrotik pada uji in vivo
daun tanaman kedelai

1
6
9
10
11
12
12
13
14
15

DAFTAR GAMBAR

1 Gejala antraknosa dan morfologi C. dematium: (a) gejala pada polong kedelai,
(b) aservulus dan setae C.truncatum, (c) konidia C. dematium,(d) koloni C.
dematium pada media PDA terbalik
8
2 Hasil uji hipersensitif pada daun tembakau: (a) bakteri patogenik, (b) kontrol
negatif, (c).bakteri non patogenik
10
3 Hasil uji Gram bakteri terpilih: (a) bakteri Gram negatif, (b) bakteri Gram
positif
11
4 Perbandingan akar tanaman kedelai pada semua perlakuan: (a) KE, (b) KN,
(c).Kontrol, (d) J15, (e) KV, (e) PF+BP
13
5 Bintil akar pada kedelai
13
6 Perlakuan in vivo potongan batang kedelai: (a) KE, (b) KV, (c) PF+BP,
(d) J15, (e) KN, (f) Kontrol +, (g) Kontrol –
14
7 Perlakuan in vivo daun: (a) KV, (b) KN, (c) KE, (d) PF+BP, (e) .Kontrol + ,
(f) J15, (g) Kontrol –
16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas kedelai Wilis
2 Deskripsi morfologi bakteri PGPR terpilih

22
23

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merril) adalah salah satu tanaman pertanian yang
memiliki banyak manfaat dalam penggunaannya, baik ditinjau dari segi
kandungan gizi ataupun bentuk nilai ekonomi olahannya. Kedelai tergolong
tanaman polong-polongan yang kaya akan sumber protein nabati sebagai bahan
pangan, pakan ternak, bahan baku industri, dan bahan penyegar (Rukmana &
Yuniarsih 1996).
Permintaan kedelai akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan
jumlah penduduk, membaiknya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran
masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri pakan
ternak (Rukmana dan Yuniarsih 1996). Pada Tabel 1, berdasarkan data BPS
(2015) produksi kedelai dalam negeri dari tahun 2010-2013 mengalami penurunan
sedangkan jumlah permintaan kedelai impor pada tahun yang sama tetap besar.
Padahal bila ditinjau dari segi potensi produktivitas, kedelai dalam negeri
berpotensi menghasilkan jumlah kedelai yang dapat mencukupi kebutuhan dalam
negeri. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dalam meningkatkan
produktivitas kedelai adalah perluasan lahan tanam. Namun program ini tidak
akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh jaminan harga untuk para
petani dan terdapatnya banyak kendala pada saat budidaya.
Tabel 1 Produksi, impor, dan kebutuhan dalam negeri kedelai di Indonesia tahun
2010-2013 (ton)
Tahun
Produksia
Impora
Kebutuhan dalam negerib
2010
2011
2012
2013
a

907 031
851 286
843 153
779 992

1 772 663
2 125 511
2 128 763
1 810 083

2 407 000
2 466 000
2 525 000
2 585 000

Sumber: BPS (2015); bBalitbangtan (2005)

Kendala-kendala teknis di lapangan yang berhubungan dengan proses
budidaya tanaman seperti faktor biotik dan abiotik dinilai berpengaruh terhadap
produktivitas. Salah satu faktor biotik yang menjadi kendala adalah serangan
hama dan infeksi patogen penyebab penyakit.
Antraknosa merupakan salah satu penyakit pada kedelai yang diakibatkan
oleh cendawan patogen Colletotrichum dematium var. truncatum. Menurut Levin
et al. (2007), penyakit antraknosa pada kedelai dapat mengurangi mutu benih dan
hasil panen sebanyak 16-26% atau lebih di AS, dan 100% di daerah tertentu
Brazil dan India. Besarnya kerugian hasil yang diakibatkan, menjadikan
kehadirannya pada tanaman kedelai ditakuti petani.
C. dematium var. truncatum termasuk ke dalam anggota divisi Eumycota,
subdivisi Deuteromycotina, kelas Coelomycetes, ordo Melanconiales, dan famili
Melanconiaceae (Sharma 2002). Menurut Sutakaria (1985), patogen ini dapat
menimbulkan gejala antraknosa pada berbagai bagian tanaman dan pada berbagai
stadium pertumbuhan. Gejala biasanya muncul saat awal masa generatif pada

2

batang, polong dan petiol berupa daerah berwarna coklat yang tidak teratur mirip
hawar polong dan hawar batang. Batang, polong dan daun dapat terinfeksi tanpa
menunjukkan gejala. Bercak yang berwarna coklat gelap atau coklat kemerahan
tadi meluas kemudian menutupi permukaan polong dan batang. Setelah itu
muncul bintik – bintik hitam yang merupakan tubuh buah (aservuli) dengan
membentuk duri hitam (setae). Daun, cabang dan polong muda dapat mati dan
berguguran sebelum waktunya. Benih yang terinfeksi mengeriput, berwarna
coklat gelap, berjamur atau gagal terbentuk. Perkecambahan benih yang terinfeksi
dapat menyebabkan pre- dan post- emergence damping off. C. dematium var.
truncatum dapat menyebabkan kanker, cekung dan berwarna coklat tua pada
kotiledon yang terinfeksi. Kanker yang semakin parah menyebabkan kematian
pada tanaman muda.
Usaha pengendalian yang dapat dilakukan dalam pengelolaan penyakit ini
antara lain dengan penanaman benih bebas patogen, varietas tahan, sanitasi kebun,
rotasi tanam, dan pengaplikasian fungisida (Adisarwanto & Wudianto 1999).
Namun dalam kenyataannya, petani menggunakan aplikasi fungisida sintetik.
Penggunaan fungisida sintetik yang terus - menerus dalam waktu yang lama dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan, resistensi, dan resurgensi. Jenis usaha
pengendalian lain yang saat ini sedang banyak diteliti terkait isu pencemaran
lingkungan akibat penggunaan pestisida sintetik adalah pemanfaatan agens
antagonis. Salah satu pilihan pengendalian ramah lingkungan yang efektif adalah
penggunaan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR).
PGPR terdiri dari bakteri perakaran yang memiliki banyak manfaat. Efek
menguntungkan dari rhizobakteri ini terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara
langsung dan tidak langsung. Contoh manfaat positif terhadap tanaman secara
langsung adalah sebagai pupuk hayati, stimulus pertumbuhan akar,
rhizoremediasi, dan pengendalian stress tanaman. Mekanisme yang terjadi dalam
memacu pertumbuhan secara langsung adalah PGPR mampu memproduksi
hormon pertumbuhan (fitohormon); meningkatkan fiksasi nitrogen pada tanaman
kacang – kacangan; meningkatkan persediaan nutrisi lainnya seperti fosfor, sulfur,
besi, dan tembaga, serta kolonisasi akar. Manfaat rhizobakteri yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman secara tidak langsung yaitu dengan
mengurangi keparahan penyakit melalui senyawa antibiosis, induksi resistensi
sistemik dan kompetisi nutrisi dan ruang. Mekanisme yang terjadi adalah dengan
memproduksi siderofor, antibiotik, sianida dan ammonia, enzim litik, kompetisi,
induksi resistensi sistemik, dan peningkatan simbiosis bakteri nodulasi
(Lugtenberg & Kamilova 2009; Tilak et al. 2010; Reddy 2014). Beberapa strain
PGPR yang terkenal adalah Pseudomonas, Bacillus, Azospirillum, Rhizobium, dan
Serratia (Fernando et al. 2005).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, aplikasi PGPR dapat menekan
insidensi penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kedelai sebesar 18.9%
(Anisa 2011). Selain itu, penggunaan PGPR terbukti efektif dalam mengendalikan
penyakit karat putih (Puccinia horiana) pada tanaman krisan (Munawaroh
2010).Selain itu, penggunaan strain PGPR terpilih terbukti efektif mengendalikan
penyakit Colletotrichum orbiculare pada tanaman mentimun (Wei et al. 1991).
Keberhasilan pengaplikasian PGPR terhadap pengendalian beberapa penyakit
mendorong keinginan untuk menguji keefektifannya pada kedelai dalam
mengendalikan penyakit antraknosa.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan menentukan keefektifan bakteri PGPR dalam
menekan intensitas dan keparahan penyakit antraknosa serta tingkat pertumbuhan
tanaman kedelai.
Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah memperikan informasi terkait keefektifan
penggunaan bakteri PGPR sebagai alternatif pengendalian dalam menekan
intensitas dan keparahan penyakit antraknosa. Mengetahui pengaruhnya terhadap
pertumbuhan hasil tanam kedelai.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan dan halaman
Laboratorium Pendidikan Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian
Bogor, pada bulan Februari sampai Desember 2014.
Alat dan Bahan
Bahan – bahan yang digunakan adalah sampel tanah rizosfer kedelai,
kecipir, dan kratok, media triptone soya agar (TSA), media potato dextrose agar
(PDA), media Luria Bertani broth (LBB), KOH 3%, NaOCl 1%, alkohol 70%,
aquades, benih kedelai varietas Wilis (Lampiran 1), formulasi komersial PGPR
yang mengandung bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa 107
cfu/g, pupuk urea, TSP, pupuk kompos, insektisida dan nematisida berbahan aktif
karbofuran. Alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, jarum
inokulasi, laminar air flow, autoklaf, polybag, pipet mikro, shaker,
haemacytometer, dan vortex mixer.
Metode
Isolasi Bakteri
Tanah yang digunakan untuk mengeksplorasi bakteri berasal dari tanah yang
masih menempel pada perakaran tanaman kedelai (Glycine max), kratok
(Phaseolus lunatus), dan kecipir (Psophocarpus tetragonolobus). Sampel tanah
tersebut kemudian dimasukkan sebanyak 10 g ke dalam labu Erlenmeyer yang
berisi 90 ml air steril dan dihomogenkan dengan shaker selama 30 menit pada
kecepatan 100 rpm. Suspensi tanah kemudian diamkan selama 2 menit, lalu
diambil sebanyak 1 ml untuk dilakukan pengenceran berseri hingga 10-7. Suspensi
hasil pengenceran 10-5, 10-6, dan 10-7 kemudian dicawankan pada media TSA
sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan metode cawan sebar (Black 2004). Media
diinkubasi selama 72 jam pada suhu ruang. Koloni bakteri yang tumbuh kemudian
dimurnikan berdasarkan bentuk, tepian, elevasi, dan warna koloni.
Uji Pendahuluan
Uji Hipersensitif. Pengujian hipersensitif dilakukan menggunakan bakteri
hasil pemurnian yang berumur tiga hari pada daun tembakau. Bakteri sebanyak 1
lup dibiakkan pada media LBB dan dihomogenkan selama 24 jam pada kecepatan
100 rpm. Biakkan bakteri disuntikkan tanpa menggunakan jarum pada bagian
bawah daun tembakau sebanyak 1 ml. Pengamatan dilakukan 48 jam setelah
penyuntikan dilakukan. Bakteri yang memiliki sifat patogen setelah disuntikan
akan menimbulkan gejala nekrosis pada daun (Kusumadewi 2011).
Penghitungan Kerapatan Bakteri. Bakteri yang terpilih tidak
menimbulkan gejala nekrosis pada saat uji hipersensitif selanjutnya dilakukan uji
kerapatan bakteri. Suspensi bakteri sebanyak 6 lup yang berumur 3 hari pada 10
ml air steril kemudian dilakukan pengenceran hingga 10-7. Pengujian ini dilakukan
untuk mendapatkan bakteri dengan kerapatan 107 cfu/ml. Pada pengenceran 10-5,

5

10-6, dan 10-7 suspensi bakteri diteteskan pada media TSA sebanyak 0.l ml.
Koloni yang tumbuh setelah 48 jam inkubasi kemudian dihitung menggunakan
metode Viable Count yaitu menghitung jumlah koloni yang tumbuh di media
dalam cawan pada suatu pengenceran tertentu (Singh & Dwivedi 2004).
Uji Pemacu Pertumbuhan pada Kecambah Kedelai. Benih kedelai yang
telah diseleksi berdasarkan kualitas fisik kemudian disterilisasi permukaan dengan
NaOCl 1% selama 1 menit dan dibilas tiga kali dengan air steril. Benih
dikeringanginkan dan direndam dalam suspensi bakteri. Kerapatan suspensi yang
digunakan sebesar ±107 cfu/ml selama 60 menit, lalu di-blotter pada cawan petri
yang beralaskan kertas hisap lembap secara aseptik. Benih diinkubasi selama
tujuh hari pada kondisi suhu ruang. Masing – masing perlakuan diulang tiga kali
dan satu cawan berisi 10 benih kedelai. Parameter pengamatan berupa
penghitungan daya berkecambah dan pengukuran panjang batang dan akar
kecambah kedelai. Uji ini diharapkan dapat terpilih empat bakteri non patogenik
terbaik yang mampu memacu pertumbuhan perkecambahan untuk uji lanjut.
Uji Gram Bakteri Berpotensi. KOH 3% diteteskan sebanyak satu tetes
pada kaca preparat steril kemudian tambahkan satu lup isolat bakteri dan aduk
perlahan – lahan. Apabila bakteri menunjukkan sifat seperti gel ketika diangkat
menggunakan lup, maka bakteri tersebut termasuk kelompok Gram negatif,
begitupun sebaliknya.
Pengujian PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Pot Tanpa
Inokulasi Patogen
Persiapan Media Tanam. Media tanam yang digunakan untuk pengujian
ini adalah tanah dan kompos dengan masing – masing perbandingan 2:1.
Campuran media dimasukkan ke dalam polybag berdiameter 20 cm x 25 cm
sebanyak ¾ volumenya dan disiram terlebih dahulu supaya lembap.
Perlakuan Perendaman Benih Kedelai. Benih kedelai yang telah diseleksi
berdasarkan kualitas fisik kemudian disterilisasi permukaan menggunakan NaOCl
1% selama 1 menit dan dibilas sebanyak tiga kali. Benih direndam di dalam
suspensi bakteri KV, KE, KN, dan J15 selama 60 menit dengan kerapatan ±107
cfu/ml sebagai pembandingnya adalah kontrol tanpa perlakuan dan PGPR
komersial yang mengandung bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus
polymixa 107 cfu/g dengan dosis 5 g/l. Setiap perlakuan ditampilkan pada Tabel 2.
Penanaman Benih Kedelai. Benih yang telah direndam pada setiap
suspensi bakteri berbeda kemudian ditanam di dalam polybag yang berisi media
tanam dengan kedalaman ±5 cm dari permukaan tanah sebanyak 2 benih per
lubang tanam. Insektisida dan nematisida berbahan aktif karbofuran sebanyak ±5
butir per lubang tanam dan tutup dengan tanah.

6

Jenis Percobaana
KV
KE
KN
J15
K
PF+BP

Tabel 2 Perlakuan PGPR yang diujikan
Asal isolat
Perlakuan yang diujikana
Kedelai
Bakteri KV
Kedelai
Bakteri KE
Kedelai
Bakteri KN
Kecipir
Bakteri J15
Benih tanpa pemberian bakteri (kontrol)
Pseudomonas fluorescens + Bacillus
polymixa

a

KV, KE, KN = bateri yang berasal dari perakaran kedelai, J15 = bakteri yang berasal dari
perakaran kecipir, K = kontrol.

Pengujian dilakukan dengan 6 perlakuan berbeda, masing – masing
perlakuan terdiri dari 3 blok sebagai ulangan dan setiap ulangan terdapat 5
tanaman. Penanaman di lapangan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan PGPR terhadap aspek agronomis tanaman di lapangan. Pengamatan
tanaman dilakukan setiap minggu hingga 4 MST (minggu setelah tanam).
Pemupukan dan Pemeliharaan Tanaman Kedelai. Pemupukan dilakukan
bersamaan waktunya pada saat penanaman benih kedelai. Jenis pupuk yang
diberikan adalah pupuk urea dan TSP masing – masing dengan dosis 5 g/polybag
(100 kg/ha) dan 2.5 g/polybag (50 kg/ha). Pemberian pupuk dilakukan dengan
mencampurkan kedua jenis pupuk tersebut kemudian diberikan dengan cara
membenamkan ke dalam polybag sedalam ±4 cm, dengan jarak 5 cm dari lubang
tanam (Adisarwanto & Wudianto 1999). Pemeliharaan lainnya seperti penyiraman
dan penyiangan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore secara teratur.
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST.
Penyiraman Suspensi Bakteri PGPR. Perlakuan PGPR diberikan pada
saat perendaman benih dan penyiraman pada tanaman berumur 10 HST (hari
setelah tanam). Suspensi bakteri masing – masing PGPR yang diberikan memiliki
kerapatan ±107 cfu/ml. Pelarut bakteri PGPR adalah air mineral ber-pH sekitar 7.
Setiap tanaman disiram dengan suspensi sebanyak 50 ml. Kontrol disiram dengan
air mineral tanpa suspensi bakteri, sedangkan perlakuan PGPR komersial
dilakukan penyiraman dengan dosis 5 g/l sebanyak 50 ml setiap tanaman.
Pengukuran Tajuk dan Akar Tanaman Kedelai pada Masa Akhir
Vegetatif. Tanaman kedelai yang telah berumur 6 MST dipanen tajuk dan
akarnya. Akar yang masih menempel pada tanah dibersihkan terlebih dahulu.
Parameter yang diukur adalah bobot basah tajuk, panjang tajuk, jumlah daun, dan
diameter pangkal batang tanaman. Pengamatan pada akar adalah bobot basah
akar, panjang akar, jumlah bintil akar, dan volume akar.
Pengaruh PGPR terhadap Penyakit Antraknosa pada Tanaman Kedelai
Pengujian Antagonis In Vivo pada Potongan Daun dan Batang Kedelai.
Tanaman kedelai yang berumur 5 MST dipanen daun dan batangnya untuk uji in
vivo. Daun dan batang yang dipilih adalah daun pada buku ke-3 dari atas dan

7

batang dari buku ke-3 sampai bawah permukaan tanah. Pengujian pada daun
dilakukan masing – masing sebanyak enam tanaman per perlakuan dan satu
tanamannya diambil dua daun trifoliolat. Daun tanpa sterilisasi permukaan diblotter pada cawan petri di atas kertas hisap lembap steril yang diberi sedotan di
atasnya untuk menghindari kontak antara daun dan kertas blotter. Daun kemudian
diletakkan dengan pinset pada posisi terbalik dan diinokulasi suspensi patogen C.
dematium dengan kerapatan 104 konidia/ml sebanyak 0.l ml. Pada batang kedelai,
batang dipotong dengan cutter steril masing – masing 5 cm, setiap perlakuan
diambil lima tanaman dan setiap tanaman dipotong menjadi 2 bagian. Potongan
batang kemudian dilukai menggunakan jarum steril pada bagian yang akan
diinokulasi patogen. Isolat patogen dari media agar sebesar 0.3 cm x 0.3 cm
ditempelkan pada permukaan batang yang dilukai. Daun dan batang yang telah
diinokulasi patogen kemudian diinkubasi selama 5 hari dengan 28 jam awal
disimpan pada cahaya gelap.
Penghitungan dalam mengukur intensitas penyakit antraknosa pada daun
menggunakan plastik transparan berpetak 1 cm x 1 cm yang digambar sesuai pola
bercak antraknosa yang ditimbulkan. Sedangkan pada batang diukur panjang
nekrotiknya. Penghitungan luas nekrotik pada daun menggunakan rumus:
Luas bercak = (jumlah petak bercak x luas 1 petak)
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Semua data hasil pengamatan
diolah dengan analisis ragam menggunakan program Microsoft Office 2007 dan
Statistical Analysis System (SAS) for windows versi 9.1.3. Uji lanjut
menggunakan uji selang ganda Duncan pada taraf nyata α=0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Identifikasi Colletotrichum dematium var. truncatum
Isolasi C. dematium var. truncatum diperoleh dari polong kedelai yang
bergejala antraknosa. Gambar 1 memperlihatkan gejala antraknosa pada polong
kedelai dan morfologi C. dematium. Polong kedelai yang terinfeksi menunjukkan
gejala berupa adanya bercak coklat kehitaman yang dipenuhi aservulus seperti
titik – titik hitam yang tidak beraturan atau konsentris (Gambar 1a). Pengamatan
mikroskopis memperlihatkan aservulus yang ditumbuhi setae berwarna hitam
kecoklatan dengan konidia seperti bulan sabit berwarna hialin (Gambar 1b dan
1c). Hal ini sesuai dengan pernyataan Sharma (2002), C. dematium var. truncatum
memiliki aservulus berwarna hitam berbentuk oval memanjang, setengah bulat
kerucut terpotong dengan rambut (setae) berukuran 60-300 x 3-8 µm. Pada
konidiofor tumbuh konidia yang berbentuk panjang meruncing, melengkung,
unisel, dan hialin berukuran 17-31 x 3.5 µm. Pada tahap awal reproduksi, gejala
terbentuk tidak teratur, daerah berbercak coklat dapat muncul pada batang,
polong, dan tangkai. Jaringan yang terinfeksi ditutupi dengan tubuh buah hitam
(aservulus) yang menghasilkan duri berwarna hitam (setae) yang dapat dilihat
dengan mata telanjang (Manandhar & Hartman 1999). Miselium cendawan C.
dematium awalnya berwarna putih lalu berubah menjadi abu – abu kehitaman dan
ditumbuhi bintik – bintik berwarna hitam yang merupakan aservulus (Gambar
1d).

a

b

c

d

Gambar 1 Gejala antraknosa dan morfologi C. dematium: (a) gejala pada polong
kedelai, (b) aservulus dan setae C.truncatum, (c) konidia C.
dematium,(d) koloni C. dematium pada media PDA terbalik

9

Uji Hipersensitif
Uji hipersensitif digunakan untuk mengetahui potensi bakteri sebagai
patogen. Tanaman tembakau biasanya digunakan untuk uji ini karena kemudahan
infiltrasi daun, kenyamanan tumbuh dan pemeliharaan di bawah kondisi
laboratorium (Sigee 1993). Tahapan uji hipersensitif ini dilakukan sebagai seleksi
awal dalam memilih bakteri – bakteri hasil eksplorasi non patogenik. Tabel 3
menunjukkan hasil pengujian reaksi hipersensitif bakteri eksplorasi. Sebanyak
lima bakteri dari eksplorasi kratok, delapan dari eksplorasi kecipir, dan sepuluh
dari esplorasi kedelai bersifat non patogenik. Gejala nekrotik pada uji hipersensitif
dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 3 Pengujian reaksi hipersensitif bakteri eksplorasi
Eksplorasi Kratoka
Kode
Hasil ujib
R1
+
R2
+
R3
+
R4
+
R5
+
R6
+
R7
+
R8
+
R9
+
R10
+
R11
+
R12
+
R13
+
R14
R15
+
R16
R17
+
R18
+
R19
+
R20
+
R21
R22
+
R23
+
R24
R25
+
R26
+
R27
+
R28
+
R29
R30
+

aR=

Eksplorasi Kecipira
Kode
Hasil ujib
J1
J2
+
J3
J4
+
J5
J6
J7
+
J8
J9
+
J10
+
J11
J12
+
J13
J14
+
J15
-

Eksplorasi Kedelaia
Kode
Hasil ujib
KA
+
KB
+
KC
KD
KE
KF
+
KG
+
KH
+
KI
KJ
+
KK
KL
+
KM
KN
KO
KP
KQ
+
KR
+
KS
+
KT
+
KU
+
KV
KW
+
KX
+
KY
+
KZ
+
K1
+
K2
+
K3
+
K4
+
K5
+
K6
+
K7
+
K8
+
K9
+

bakteri dari perakaran kratok, J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai; b(-) =
tidak terdapat bercak nekrotik setelah 48 JSI, (+)= terdapat bercak nekrotik setelah 48 JSI.

10

a

b

c

Gambar 2 Hasil uji hipersensitif pada daun tembakau: (a) bakteri patogenik, (b)
.kontrol negatif, (c).bakteri non patogenik
Uji Pemacuan Perkecambahan Kedelai
Seleksi awal pada perkecambahan kedelai dilakukan dengan menggunakan
23 isolat bakteri hasil eksplorasi yang lolos uji hipersensitif (Tabel 3). Sebanyak
empat isolat bakteri kemudian dipilih yang mampu memacu pertumbuhan panjang
batang dan akar perkecambahan serta memiliki daya perkecambahan minimal
80% dibanding kontrol (Tabel 4). Maka terpilih isolat bakteri J15, KV, KE, dan
KN untuk kemudian diuji pada tanaman di pot (Lampiran 2).
Tabel 4 Seleksi awal bakteri eksplorasi terhadap perkecambahan kedelai

a

No

Bakteria

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Kontrol
R14
R16
R21
R24
R29
J3
J5
J6
J8
J11
J12
J13
J15
KC
KD
KE
KI
KK
KM
KN
KO
KP
KV

Panjang batang dan akar
kecambah (cm)b
7.13bc
6.34c
6.74bc
6.53c
7.10bc
6.32c
6.37c
6.45c
6.36c
6.76bc
6.73bc
7.00bc
6.71bc
7.95abc
7.04bc
6.53c
8.52ab
6.95bc
6.39c
7.12bc
8.15abc
7.04bc
7.08bc
8.86a

Daya berkecambah (%)
84.1
91.7
88.3
81.7
71.7
95
78.3
78.3
98.3
98.3
91.7
96.7
96.7
98.3
75
88.3
80
88.3
81.7
78.3
98.3
88.3
88.3
95

J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai; bAngka yang diikuti huruf
yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

11

Uji Gram PGPR Terpilih
Uji Gram merupakan salah satu metode sederhana yang digunakan untuk
mengetahui taksonomi suatu bakteri. Pengujian ini membagi bakteri ke dalam dua
kelompok berbeda yaitu Gram positif dan negatif berdasarkan hasil korelasi antara
larutan KOH 3% dan aktivitas aminopeptida (Sigee 1993). Sebanyak empat
bakteri yang terpilih, J15 dan KN termasuk bakteri Gram negatif sedangkan KV
dan KE merupakan bakteri Gram positif (Tabel 5). Gambar 3 memperlihatkan
reaksi yang terjadi dalam uji Gram menggunakan KOH 3%.
Tabel 5Pengujian Gram bakteri PGPR terpilih
Bakteria
Gramb
J15
KV
+
KE
+
KN
a

J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai; b(-) = bakteri Gram negatif,
(+) = bakteri Gram positif.

a

b

Gambar 3 Hasil uji Gram bakteri terpilih: (a) bakteri Gram negatif, (b) bakteri
.Gram positif
Pengujian PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai tanpa Inokulasi
Patogen
Pengukuran tinggi tajuk merupakan salah satu parameter untuk mengetahui
pengaruh PGPR terhadap pertumbuhan tanaman yang diberikan pada saat
perendaman benih dan penyiraman ketika 10 HST. Pada pengamatan minggu
pertama tampak tinggi tanaman dengan perlakuan KN berbeda nyata terhadap
kontrol dan perlakuan lainnya. Pemberian bakteri KN dengan metode perendaman
benih dinilai cukup efekif dalam memacu pertumbuhan tinggi tajuk tanaman
kedelai dibandingkan perlakuan lainnya. Pada penelitian sebelumnya, bakteri
Pseudomonas aeruginosa Pal (PGPR) mampu memacu pertumbuhan tanaman
kedelai dalam meningkatkan tinggi tanaman maksimum, jumlah cabang
maksimum, jumlah daun maksimum, bobot basah dan kering akar, dan bobot
kering biji. Perlakuan benih dengan PGPR dilakukan untuk pengkolonian PGPR
seawal mungkin pada akar, sehingga akan mencegah pengkolonian akar oleh
mikroba patogen (Khalim &Wirya 2009). Namun tinggi tajuk tanaman pada
minggu selanjutnya dengan berbagai perlakuan PGPR tidak berbeda nyata
terhadap kontrol (Tabel 6).

12

Tabel 6 Tinggi tajuk tanaman kedelai di pot pada berbagai perlakuan PGPR (cm)
Perlakuana
KV
KN
KE
J15
PF+BP
K

1
10.65ab
12.79a
12.13ab
12.49ab
12.20ab
10.43b

2
24.11a
25.09a
24.77a
25.90a
24.47a
22.91a

Minggu ke-b
3
39.85a
41.44a
40.57a
43.32a
41.41a
38.79a

4
63.37a
63.27a
63.57a
62.35a
62.49a
61.00a

a

J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai, PF+BP = Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus polymixa; bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Pada akhir pengamatan aspek agronomis (Tabel 7 dan 8) menunjukkan
bahwa penggunaan berbagai perlakuan PGPR tidak berbeda nyata dengan kontrol
dalam memacu perkembangan tanaman berdasarkan hasil sidik ragam (anova)
dengan uji Duncan. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian PGPR tidak dapat
memacu pertumbuhan tanaman hingga 6 MST. Meskipun demikian, perlakuan
J15 memiliki besar diameter pangkal batang, berat basah dan jumlah daun yang
lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut Thakuria et al. (2004),
rhizobakteri memiliki kemampuan dalam menyediakan dan memobilisasi
penyerapan unsur hara dari dalam tanah, melarutkan fosfor dan menghasilkan
hormon pertumbuhan (IAA, sitokinin, giberelin, etilen) sehingga dapat memacu
pertumbuhan tanaman.
Tabel 7

Diameter batang, berat basah tajuk, tinggi tajuk, dan jumlah daun
.tanaman kedelai pada akhir masa vegetatif (6 MST) dengan perlakuan
.PGPR

Perlakuana
KV
KN
KE
J15
PF+BP
Kontrol

Diameter
batang (mm)b
4.88a
4.92a
4.95a
5.00a
4.95a
4.60a

Berat basah
tajuk (g)b
26.05ab
21.95ab
17.00b
30.10a
21.48ab
20.54ab

Tinggi tajuk
(cm)b
106.58a
108.57a
97.02a
98.74a
96.14a
96.67a

Jumlah daun
(helai)b
37.75a
34.65a
28.25a
40.67a
28.73a
31.53a

a

J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai, PF+BP = Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus polymixa; bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Pengamatan terhadap berat basah akar, panjang akar, jumlah bintil akar, dan
volume akar pada berbagai perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel
8). Gambar 4 memperlihatkan perakaran kedelai pada berbagai perlakuan.
Beberapa PGPR diazotrof dapat memfiksasi nitrogen yang dibutuhkan oleh
tanaman sehingga bermanfaat dalam menyediakan nutrisi dan efisiensi nitrogen,
contoh rhizobia diazotrof adalah Rhizobium (Choudhary et al. 2007). Simbiosis
antara rhizobia dengan akar tanaman legum akan menghasilkan organ penambat
nitrogen yaitu bintil akar (Dierolf et al. 2001). Jumlah bintil akar pada percobaan
kali ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pemacuan pertumbuhan. Hal
ini terlihat pada perlakuan KE, besar kuantitas bintil akar tidak berbanding lurus

13

dengan besar aspek agronomis tajuk dan bobot basah akar (Tabel 8). Menurut
penelitian Purwaningsih et al. (2012) mengenai pengaruh inokulasi rhizobium
berdasarkan kriteria kultivar memperlihatkan bahwa kultivar yang termasuk
kriteria inokulasi rhizobium tidak meningkatkan fiksasi nitrogen salah satunya
adalah kedelai varietas Wilis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan rhizobium, antara lain pH tanah, suhu, sinar matahari, dan unsur
hara tanah (Suprapto 1999). Gambar 5 memperlihatkan bintil akar pada perakaran
kedelai.
Tabel 8 Berat basah akar, panjang akar, jumlah binti akar, dan volume akar
tanaman kedelai pada akhir masa vegetatif (6 MST)
Perlakuana
Berat basah
Panjang akar Jumlah bintil
Volume akar
b
b
b
akar (g)
(cm)
akar
(ml)b
KV
7.74a
29.59a
35.60a
7.10a
KN
5.95b
31.87a
27.55a
5.43b
KE
5.38b
30.82a
43.22a
5.57b
J15
7.67a
31.79a
34.00a
7.08a
PF+BP
6.38ab
27.57a
36.60a
6.13ab
Kontrol
6.13ab
29.79a
36.67a
6.00ab
a

J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai, PF+BP = Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus polymixa; bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

a

b

c

d

e

f

Gambar 4 Perbandingan akar tanaman kedelai pada semua perlakuan: (a)KE, (b)
KN, (c).Kontrol, (d) J15, (e) KV, (e) PF+BP

Gambar 5 Bintil akar pada perakaran kedelai
Pengaruh Beberapa Isolat PGPRpada Potongan Daun dan Batang Kedelai
Berbagai perlakuan PGPR diharapkan dapat menginduksi resistensi sistemik
pada tanaman. Patogen diinokulasikan pada potongan batang dan daun kedelai
umur 5 MST dengan ukuran daun dan besar batang yang seragam.

14

Perlakuan in vivo pada potongan batang yang diinokulasi patogen secara
penempelan menunjukkan gejala berupa nekrotik berwarna hitam kecoklatan dan
daerah tersebut menjadi lunak. Semua potongan batang 100% menunjukkan gejala
tersebut. Gambar 6 memperlihatkan gejala nekrotik pada potongan batang yang
terinfeksi C. dematium. Panjang nekrotik yang timbul pada batang dengan
berbagai perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 9).
Tabel 9

Panjang nekrotik potongan batang kedelai pada berbagai perlakuan
.PGPR
Perlakuana
KV
KN
KE
J15
PF+BP
K

Panjang nekrotik (mm)b
6.30ab
5.60b
6.40a
6.40a
6.00ab
6.20ab

a

J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai, PF+BP = Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus polymixa; bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

a

b

c

d

e

f

g
Gambar 6 Perlakuan in vivo potongan batang kedelai: (a) KE, (b) KV,(c) PF+BP,
.(d) J15, (e) KN, (f) Kontrol +, (g) Kontrol –

15

Induksi resistensi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kapasitas
ketahanan yang ditimbulkan oleh tanaman pada saat ada rangsangan. Systemic
acquired resistance (SAR) dan induced systemic resistance (ISR) adalah dua jenis
resistensi induksi yang terimbas oleh infeksi sebelumnya atau rangsangan yang
kemudian dihasilkan untuk melawan patogen atau parasit (Choudharyet al. 2007).
Bahan penginduksi eksternal yang menstimulus pembentukan ketahanan dapat
berupa agens biologi, kimia dan fisika (Agrios 2005). PGPR bisa menjadi agens
antagonis dengan mengaktifkan sintesis beberapa metabolit antipatogen dalam
tanaman secara tidak langsung (Tilak et al. 2010). Pemberian PGPR berperan
sebagai bahan penginduksi eksternal dalam menstimulus pembentukan ketahanan
tanaman. Efektifitas induksi ketahanan tergantung pada jenis senyawa yang
digunakan, kondisi tanaman dan lingkungan tumbuh, dan rendahnya tingkat
kolonisasi (Walters et al. 2005; Lugtenberg et al. 2001).
Tabel 10 Luas bercak, lama inkubasi dan frekuensi daun nekrotik pada uji in vivo
daun tanaman kedelai
Perlakuana

Luas bercak (cm2)b

Lama inkubasi (hari ke-)b

KV
KN
KE
J15
PF+BP
Kontrol +

2.83ab
2.17ab
2.25ab
1.42b
2.50ab
4.17a

2
2
3
3
2
2

Frekuensi daun
berbercak (n =10)b
5
4
9
4
7
10

a

J= bakteri dari perakaran kecipir, K= bakteri dari perakaran kedelai, PF+BP = Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus polymixa; bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Gambar 7 memperlihatkan bercak nekrotik pada daun dengan berbagai
perlakuan. Gejala penyakit yang timbul pada daun setelah inokulasi patogen
berupa bercak nekrotik meluas yang dikelilingi oleh halo. Gejala ini sesuai dengan
pernyataan Adisarwanto & Wudianto (1999) bahwa bagian daun menggulung dan
terjadi nekrosis pada tangkai atau tulang daun. Akhirnya daun berguguran
sebelum waktunya. Pada percobaan ini, perlakuan J15 berbeda nyata dengan
kontrol dan memiliki lama inkubasi sehari lebih lambat dibandingkan percobaan
lain kecuali KE. Daun yang diinokulasi PGPR J15 memperlihatkan luas bercak
yang lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya dan daun yang menunjukkan
gejala hanya pada 4 daun dari 12 helai yang diuji. Pada perlakuan lainnya ada
yang menunjukkan luas gejala yang besar pada beberapa daun dan luas gejala
kecil tapi pada banyak daun uji. Perbandingan terlihat pada daun KV, KN dan KE.
Hal ini mengindikasikan terekspresikannya induksi ketahanan pada tanaman
sehingga terdapatnya daya hambat terhadap infeksi C. dematium.

16

a

b

c

d

e

f

g
Gambar 7

Perlakuan in vivo daun: (a) KV, (b) KN, (c) KE, (d) PF+BP,
(e).Kontrol + , (f) J15, (g) Kontrol –

Menurut penelitian Arman et al. (2013), tingginya populasi mikroba
antagonis yang mengkolonisasi pada perakaran tanaman sawi diduga akan
berhubungan dengan kemampuannya dalam menginduksi ketahanan tanaman
dengan cara penebalan dinding sel dan secara kimiawi dengan meningkatkan
senyawa fenol dan fitoaleksin. Penebalan dinding sel pada tanaman menyebabkan
patogen terhambat dalam proses penetrasinya ke dalam jaringan tanaman sehingga
munculnya gejala awal serangan patogen menjadi lebih lama.
Percobaan dengan metode penetesan inokulum ini dipengaruhi oleh faktor
fisiologi tanaman di antaranya rambut - rambut pada daun yang mempengaruhi
proses penetrasi inokulum pada permukaan tanaman. Menurut Manandhar et al.
(1985), tumbuhnya hifa dari apresorium dipengaruhi oleh pembukaan stomata.
Infeksi oleh cendawan C. dematium terjadi umumnya melalui sel epidermis,
sedangkan yang melalui stomata maupun sel penjaga jarang sekali.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan lima perlakuan bakteri PGPR yang diujikan terhadap benih
kedelai, secara umum menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda nyata terhadap
aspek agronomis tanaman yang diamati. Semua perlakuan pada uji in vivo batang
belum mampu menghambat pertumbuhan infeksi penyakit antraknosa. Sedangkan
perlakuan J15 memperlihatkan perbedaan yang nyata dalam menghambat
intensitas penyakit antraknosa pada uji in vivo. Masa inkubasi J15 satu hari lebih
lama dibandingkan perlakuan lainnya kecuali KE.
Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi jenis PGPR yang
digunakan dan membandingkan metode penyiraman suspensi pada tanaman
berdasarkan selang waktu penyiraman paling tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T, Wudianto R. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan
Sawah, Kering, dan Pasang Surut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Agrios NG. 2005. Plant Pathology. 5th ed. San Diego (US): Elsevier Academic Pr.
Anisa Y. 2011. Pengaruh mulsa dan PGPR terhadap insidensi penyakit busuk
pangkal batang (Sclerotium rolfsii Sacc.) pada tanaman kedelai (Glycine
max(L) Merill) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Arman, Puspita F, Ali M. 2013. Uji beberapa konsentrasi Bacillus sp. untuk
mengendalikan penyakit busuk basah oleh bakteri Erwinia caratovora pada
tanaman sawi (Brassica juncea L.) [paper]. Riau (ID): Universitas Riau.
[Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Jakarta (ID): Badan Litbang
Pertanian.
[Balitkabi] Badan Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2012. Deskripsi
varietas unggul kedelai 1918-2012. [Internet]. [diunduh 4 Januari 2015].
Tersedia pada: http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/publikasi/deskripsivarietas.html.
Black JG. 2004. Microbiology: Principles and Explorations. Ed ke-6. New York
(US) : John Wiley & Sons.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Luas panen, produktivitas dan produksi
kedelai 2010 - 2014. [Internet]. [diunduh 4 Januari 2015]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id.
Choudhary DK, Prakash A, Johri BN. 2007. Induced systemic resistence (ISR)
in plants: mechanism of action [review]. Indian J Microbiol 47:289- 297.
Dierolf T, Fairhurst T, Mutert E. 2001. Soil Fertility Kit: A Toolkit for Acid,
Upland Soil Fertility Management in Southeast Asia. Singapore (SG):
Singapore Potash & Phosphate Institute (PPI).
Fernando WGD, Nakkeeran S, Zhang Y. 2005. Biosynthesis of antibiotics by
PGPR and its relation in biocontrol of plant diseases. Di dalam: Siddiqui
ZA, editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. London (GB): Springer.
Khalim K, Wirya GNAS. 2009. Pemanfaatan plant growth promoting
rhizobacteria untuk biostimulans dan bioprotectans. Ecotropic. 4(2):131135.
Kusumadewi EA. 2011. Seleksi plant growth promoting rhizobacteria untuk
pengendalian hayati penyakit embun bulu (Pseudoperonospora cubensis)
pada tanaman mentimun [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Levin L, Ramos AM, Parisi M, Gally M. 2007. Screening of Colletotrichum
(Ascomycota) isolates, causal agents of soybean anthracnose, for Laccase
production. Bol Soc Argent Bot. 42(1-2):71-77.
Lugtenberg B, Dekkers LC, Bloemberg GV. 2001. Molecular determinants of
rhizosphere colonization by Pseudomonas. Annu. Rev. Phytopathol. 39:461490.doi: 10.1146/annurev.phyto.39.1.461.
Lugtenberg B, Kamilova F. 2009. Plant growth promoting rhizobacteria. Annu.
Rev. Microbiol.63:541-556. doi:10.1146/annurev.micro.62.081307.162918.

19

Manandhar JB, Hartman GL. 1999. Anthracnose. Di dalam: Hartman GL,
Sinclair JB, Rupe JC, editor. Compedium of Soybean Diseases. Ed ke-4. St.
Paul (USA): APS Pr. 13-14.
Manandhar JB, Kunwar IK, Singh T, Hartman GL, Sinclair JB. 1985. Penetration
and infection of soybean leaf tissues byColletotrichum truncatumand
Glomerella glycines. Phytophatol. 75: 704-708.
Munawaroh R. 2010. Pengendalian penyakit karat putih (Puccinia horiana Henn.)
pada krisan dengan menggunakan filtrat guano, bakteri perakaran pemacu
pertumbuhan tanaman (PGPR), dan khamir antagonis di lapangan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Purwaningsih O, Indradewa D, Kabirun S, Shiddiq D. 2012. Tanggapan tanaman
kedelai terhadap inokulasi Rhizobium. Agrotrop. 2(1):26-32.
Reddy PP. 2014. Plant Growth Promoting Rhizobacteria for Horticultural Crop
Protection. New Delhi (IN): Springer.
Rukmana R, Yuniarsih Y. 1996. Kedelai, Budidaya dan Pascapanen.Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Sharma RC. 2002. Fungal Diseases of Soybean. Di dalam: Gupta VK, Paul YS,
editor.Diseases of Field Crops. New Delhi (ID): Indus Publishing
Company. hlm 279-287.
Sigee DC. 1993.Bacterial Plant Pathology: Cell and Molecular Aspects.
Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr.
Singh DP, Dwivedi SK. 2004. Enviromental Microbiology and Biotechnology.
New Delhi (IN): New Age International Publishers.
Suprapto. 1999. Bertanam Kedelai. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sutakaria J. 1985. Daya tahan hidup Colletotrichum dematium f. truncata (Schw.)
v. Arx (comb. nov.) penyebab penyakit antraknosa pada kedelai dalam
berbagai keadaan lingkungan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Thakuria D, Talukdar NC, Goswarni C, Hazarika S, Boro RC. 2004.
Characterization and screening of bacteria from rhizosphere of rice in acidic
soils of Assam. Current Sci. 86:978-985.
Tilak KVBR, Pal KK, Dey R. 2010. Microbiology Series: Microbes for
Sustainable Agriculture. New Delhi (IN): I. K. International Publishing
House.
Walters D, Walsh D, Newton A, Lyon G. 2005.Induced resistance for plant
disease control: Maximizing the efficacy of resistance elicitors.
Phytopathology. 95:1368-1373.
Wei G, Klopper JW, Tuzun S. 1991. Induction of systemic resistence of cucumber
to Colletotrichum orbiculare by select strains of plant growth promoting
rhizobacteria. Phytophatol. 81:1508-1512.

LAMPIRAN

22

Lampiran 1 Deskripsi varietas kedelai Wilisa
Nama Varietas
Dilepas tahun
SK Mentan
Tahun
Asal
Potensi hasil
Pemulia
Nomor induk
Warna hipokotil
Warna batang
Warna daun
Warna bulu
Warna bunga
Warna polong tua
Warna kulit biji
Warna hilum
Tipe tumbuh
Umur berbunga
Umur matang
Tinggi tanaman
Bentuk biji
Bobot 100 biji
Kadar protein
Kadar lemak
Sifat-sifat lain
Ketahanan terhadap
penyakit
a

Sumber: Balitkabi (2012)

: Wilis
21 Juli 1983
: TP 240/519/Kpts/7/1983
: 1983
: Seleksi keturunan persilangan Orba x No. 1682
: 1,6 ton/ha biji kering
: Sumarno, Darman M. Arsyad, Rodiah, Ono
Sutrisno
: B 3034
: Ungu
: Hijau
: Hijau-hijau tua
: Coklat tua
: Ungu
: Coklat tua
: Kuning
: Coklat tua
: Determinit
: ±39 hari
: ±88 hari
: ±50 cm
: Oval, agak pipih
: ±10 gram
: 37%
: 18%
: Tahan rebah
: Agak tahan penyakit karat dan virus

23

Lampiran 2 Deskripsi morfologi bakteri PGPR terpilih
Bakteri
Gambar
Deskripsi

KV

Bulat, licin, berwarna putih
kekuningan

KN

Keriput, tak beraturan, berwarna putih

KE

Bulat, licin, cembung, berwarna
kekuningan

J15

Bulat, licin, berwarna kekuningan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 13 September
2015. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Otin
Sasmita dan Lilis Siti Fatimah.
Penulis menyelesaikan bangku pendidikan sekolah dasar di SDN
Cimuncang, sekolah menengah pertama di SMPN 1 Tanjungkerta, dan sekolah
menengah atas di SMAN 1 Cimalaka. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dengan mayor Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Penulis cukup aktif dalam mengikuti berbagai kepanitiaan di kampus dan
luar kampus. Penulis juga pernah dipercaya untuk menjadi asisten praktikum mata
kuliah Biologi Cendawan, Dasar – dasar Proteksi Tanaman, Hama dan Penyakit
Benih dan Pascapanen, Hama dan Penyakit Benih (D3), dan Perlindungan
Tanaman.

Dokumen yang terkait

Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk Pengendalian Hayati Penyakit Embun Bulu (Pseudoperonospora cubensis) pada Tanaman Mentimun

1 4 86

Keefektifan Kombinasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria dan Unsur Mikro dalam Pengendalian Penyakit Antraknosa pada Cabai Merah

1 11 45

KANDUNGAN MAKRONUTRIEN PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN PENAMBAHAN BIANG PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Kandungan Makronutrien Pupuk Organik Cair Dengan Penambahan Biang Pgpr (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)Akar Bambu Sebagai Pengganti EM4.

2 6 13

PENDAHULUAN Kandungan Makronutrien Pupuk Organik Cair Dengan Penambahan Biang Pgpr (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)Akar Bambu Sebagai Pengganti EM4.

1 5 6

KANDUNGAN KIMIA PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI MENGGUNAKAN BIANG PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Kandungan Kimia Pupuk Organik Cair Dari Urine Sapi Menggunakan Biang PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Batang Pisang Sebagai Pengga

0 1 14

KANDUNGAN KIMIA PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI MENGGUNAKAN BIANG PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Kandungan Kimia Pupuk Organik Cair Dari Urine Sapi Menggunakan Biang PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Batang Pisang Sebagai Pengga

0 0 13

PENGARUH APLIKASI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR) PADA PERTUMBUHAN TANAMAN KACANG HIJAU DENGAN MEDIA TANAM YANG BERBEDA Effect of Application of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) on Growth of Green Bean on an Ultisol

0 2 10

PENGARUH PGPR ( Plant Growth Promoting Rhizobacteria), KAPUR, DAN KOMPOS PADA TANAMAN KEDELAI DI ULTISOL CIBINONG, BOGOR Effects of PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), Lime, and Compost on Soybean Plant on an Ultisol of Cibinong, Bogor

0 0 8

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN PGPR (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA) PADA BUDIDAYA TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

0 0 11

B. PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) - LUTFI RACHMANDA BAB II

0 0 9