Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk Pengendalian Hayati Penyakit Embun Bulu (Pseudoperonospora cubensis) pada Tanaman Mentimun

SELEKSI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA
UNTUK PENGENDALIAN HAYATI
PENYAKIT EMBUN BULU (Pseudoperonospora cubensis)
PADA TANAMAN MENTIMUN

ETIKA AYU KUSUMADEWI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
ETIKA AYU KUSUMADEWI. Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria
untuk Pengendalian Hayati Penyakit Embun Bulu (Pseudoperonospora cubensis)
pada Tanaman Mentimun. Dibimbing oleh SURYO WIYONO.
Embun bulu merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman buah dan
sayur di Indonesia. Penyakit embun bulu pada Cucurbitaceae disebabkan oleh
pseudofungi Pseudoperonospora cubensis. Pada penelitian ini digunakan tanaman
mentimun sebagai model tanaman penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk

eksplorasi dan seleksi plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) untuk
pengendalian hayati penyakit embun bulu (P. cubensis) pada tanaman mentimun.
Isolasi PGPR dari akar tanaman mentimun, paria, dan jagung dilakukan teknik
pengenceran berseri dilanjutkan pencawanan pada media TSA. Pra seleksi
dilakukan dengan perendaman benih mentimun dan ditanam pada media WA.
Isolat yang dipilih adalah isolat yang meningkatkan pertumbuhan kecambah
mentimun. Isolat terpilih yaitu T5, T6, T8, J8, dan P14 digunakan pada uji
selanjutnya, yaitu perendaman benih ke dalam isolat terpilih lalu ditanam pada
polybag. Percobaan pertama diamati aspek agronomis, percobaan kedua dilakukan
inokulasi patogen P. cubensis lalu diamati masa inkubasi, kejadian penyakit, dan
keparahan penyakit. Sebagai pembanding adalah formulasi komersial
Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa yang diperoleh dari Klinik
Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, serta kontrol
air steril. Perlakuan yang diberikan terdiri atas 7 perlakuan yaitu aplikasi PGPR
dan kontrol. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) dan data yang diperoleh ditabulasi dengan program
Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Analysis System (SAS) for windows
versi 9.1.3, lalu dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata
5%. Secara umum, bakteri isolat P14 meningkatkan pertumbuhan tanaman,
meliputi diameter batang, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering akar.

Bakteri isolat J8 meningkatkan diameter batang tanaman. Seluruh perlakuan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan J8, P14, dan PB
memperlambat munculnya gejala penyakit embun bulu. Perlakuan T6, J8, P14,
dan PB dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit dengan tingkat penekanan
berturut-turut yaitu 47.56%, 36.48%, 33.86%, dan 49.82%

Kata kunci: embun bulu,
Pseudoperonospora cubensis

plant

growth

promoting

rhizobacteria,

SELEKSI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA
UNTUK PENGENDALIAN HAYATI
PENYAKIT EMBUN BULU (Pseudoperonospora cubensis)

PADA TANAMAN MENTIMUN

ETIKA AYU KUSUMADEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul

: Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk
Pengendalian


Hayati

Penyakit

Embun

Bulu

(Pseudoperonospora cubensis) pada Tanaman Mentimun
Nama Mahasiswa

: Etika Ayu Kusumadewi

NRP

: A34070011

Disetujui,
Dosen Pembimbing


Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. Agr.
NIP 19690212199203 1 003

Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc.
NIP 19640204 19902 1 002

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tanggal 1 Mei
1989. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, dari pasangan Adi
Joko Purnomo dan Sumirah.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1
Pucungbedug, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Mandiraja, dan
sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Bawang. Tahun 2007 penulis diterima

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada kurikulum berbasis mayor-minor. Setelah masa Tingkat Persiapan
Bersama di IPB, penulis masuk mayor Departemen Proteksi Tanaman (Fakultas
Pertanian) dan minor Ekonomi Pertanian (Fakultas Ekonomi dan Manajemen).
Penulis berperan aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Pertanian (BEM-A) periode 2008/2009 dan Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman periode 2009/2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam
beberapa kepanitiaan, yaitu sebagai Bendahara 1 olahraga dan seni Faperta (SERIA) tahun 2009, divisi acara pada Green Competition HPT, PJK pada Masa
Perkenalan Fakultas Pertanian (MPF) tahun 2009, dan PJK pada Masa Perkenalan
Departemen Proteksi Tanaman tahun 2009. Penulis juga pernah dipercaya untuk
menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Biologi Patogen, Pengendalian
Hayati dan Pengelolaan Habitat, Dasar-dasar Proteksi Tanaman, dan Ilmu
Penyakit Tumbuhan Dasar.

PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang
berjudul “Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk Pengendalian
Hayati Penyakit Embun Bulu (Pseudoperonospora cubensis) pada Tanaman
Mentimun.” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah berjasa dalam memberi
bimbingan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada:
1. Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.
2. Dr. Endang Sri Ratna selaku dosen penguji tamu yang telah memberi
masukan dan bimbingan kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
4. Ayahanda Adi Joko Purnomo dan Ibunda Sumirah yang selalu memberi
perhatian yang tak terputus, bimbingan, dukungan moral dan spiritual,
doa, serta masukan kepada penulis, Kakak penulis Hendrawan Setyo
Purwanto dan Fransisca Fitri Kusumawardhani, serta seluruh keluarga
besar.
5. Teman-teman PTN 44 khususnya Alchemi Putri JK, Nur’asiah, Nur’ Izza
FH, kakak kelas, adik kelas, dan seluruh dosen PTN.
6. Anggota laboratorium Mikologi Tumbuhan (bapak Dadang Surachman,
bapak Fajar Rianto, Mba Dian Safitri, Ka Alfian, Mba Arni, M. Julyanda,

Veronica) yang telah membantu selama bekerja di laboratorium.
7. Suryana Sanjaya, Amd. dan keluarga besar Sanjaya yang telah membantu
dari awal penelitian hingga akhir, serta memberikan semangat terusmenerus kepada penulis, serta seluruh pihak yang telah berjasa yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Akhir kata, skripsi ini penulis serahkan dengan penuh rasa bangga dan
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai penambah ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang Proteksi Tanaman. Amiin..

Bogor, Oktober 2011

Etika Ayu Kusumadewi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................


ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

x

PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
Manfaat Penelitian .........................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Penyakit Embun Bulu pada Cucurbitaceae ...................................
Gejala Penyakit Embun Bulu ........................................................

Epidemiologi dan Penyebaran Patogen Embun Bulu ...................
Pengendalian Penyakit Embun Bulu .............................................
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) ..........................

3
3
3
4
4
6

BAHAN DAN METODE .........................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................
Bahan dan Alat ..............................................................................
Metode Penelitian ..........................................................................
Isolasi Bakteri ....................................................................
Uji Pendahuluan ................................................................
Penghitungan Kerapatan Bakteri ...........................
Seleksi Awal Bakteri Rizosfer terhadap
Kecambah Mentimun .............................................

Uji Reaksi Hipersensitif .........................................
Uji Gram dan Penyimpanan PGPR .......................
Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman
Mentimun tanpa Inokulasi Patogen ...................................
Penyiapan Media Tanam .......................................
Perendaman Benih Mentimun ...............................
Penanaman Benih Mentimun .................................
Pengaruh PGPR terhadap Penyakit Embun Bulu
Pada Tanaman Mentimun ..................................................
Analisis Data .................................................................................

8
8
8
8
8
9
9

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
Hasil
Seleksi Awal Bakteri Rizosfer terhadap
Kecambah Mentimun ........................................................
Uji Reaksi Hipersensitif .........................................
Uji Gram PGPR .....................................................
Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman
tanpa Inokulasi Patogen .....................................................

14

9
9
10
10
10
10
11
11
13

14
15
16
16

vii

Pengaruh PGPR terhadap Penyakit Embun Bulu ..............
Masa Inkubasi ........................................................
Kejadian Penyakit dan Keparahan Penyakit ..........
Bobot Tanaman, Tinggi Tanaman, Jumlah Daun,
Dan Diameter Batang pada Tanaman yang
Diinokulasi Patogen ...............................................
Pembahasan ...................................................................................

21
22
23

25
28

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
Kesimpulan ....................................................................................
Saran ..............................................................................................

32
32
32

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

33

LAMPIRAN ..............................................................................................

35

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Perlakuan PGPR yang diujikan .....................................................

11

2

Hasil Seleksi Awal Bakteri Rhizosfer
Terhadap Kecambah Mentimun ....................................................

14

3

Hasil Pengujian Reaksi Hipersensitif PGPR .................................

15

4

Tinggi Tanaman Mentimun pada
Berbagai Perlakuan PGPR ............................................................

18

Diameter Batang Tanaman Mentimun
pada Berbagai Perlakuan PGPR ....................................................

18

Pengaruh PGPR terhadap Rata-rata Jumlah Daun,
Panjang Daun, dan Volume Akar Tanaman Mentimun ................

19

Pengaruh PGPR terhadap Rata-rata Bobot Basah Tajuk
dan Akar Tanaman Mentimun .......................................................

20

Pengaruh PGPR terhadap Rata-rata Bobot Kering Tajuk
dan Akar Tanaman Mentimun .......................................................

21

Masa Inkubasi Penyakit Embun Bulu
pada Berbagai Perlakuan PGPR ....................................................

22

Pengaruh PGPR terhadap Kejadian Penyakit Embun Bulu
pada Tanaman Mentimun ..............................................................

24

Pengaruh PGPR terhadap Keparahan Penyakit Embun Bulu
pada Tanaman Mentimun ..............................................................

25

Pengaruh PGPR terhadap Rata-rata Bobot Basah Tajuk dan
Akar Tanaman setelah Inokulasi Patogen .....................................

26

Pengaruh PGPR terhadap Rata-rata Bobot Kering Tajuk dan
Akar Tanaman setelah Inokulasi Patogen .....................................

26

Pengaruh PGPR terhadap Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan
Diameter Batang Tanaman Mentimun
Setelah Inokulasi Patogen .............................................................

26

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

DAFTAR GAMBAR

1
2

3
4

Halaman
Hasil Pengujian Seleksi Awal terhadap Kecambah Mentimun .......
15
Hasil Pengujian Reaksi Hipersensitif Bakteri
T5, T6, T8, J8, P14 dan Kontrol terhadap
Daun Tembakau setelah Inkubasi Selama 24 Jam ...........................

16

Perbandingan Akar Tanaman Mentimun
pada Berbagai Perlakuan .................................................................

21

Gejala Penyakit Embun Bulu 4 HSI pada Berbagai Perlakuan .......

23

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit embun bulu merupakan salah satu penyakit penting pada
tanaman buah dan sayur di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh patogen dari
kingdom Chromista, kelas Oomycetes (Tjahjadi 1989).
Mentimun, melon, dan paria merupakan jenis buah dan sayur yang
termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae. Seperti halnya tanaman lain, tanaman
dari famili Cucurbitaceae juga rentan terhadap serangan hama dan penyakit
tanaman. Serangan penyakit embun bulu sangat perlu diwaspadai karena selain
mengganggu pertumbuhan juga dapat menurunkan hasil produksi panen.
Penyakit embun bulu pada Cucurbitaceae disebabkan oleh patogen
Pseudoperonospora cubensis Rostow. Penyakit ini dapat menurunkan kualitas
dan hasil panen 80% hingga 90% (Lebeda 1991). Gejala yang muncul adalah
daun terlihat kering, membusuk, lalu mati dengan cepat (Wang et al. 2008).
Selain itu, terdapat bercak kuning agak bersudut karena terbatas oleh tulang daun,
jika diamati dengan seksama pada bagian bawah daun terdapat kumpulan spora
dan tangkai spora menyerupai bulu (Prabowo 2009).
Beberapa cara pengendalian penyakit embun bulu telah dilakukan,
diantaranya yaitu penggunaan fungisida, pencabutan bagian sakit, sanitasi, serta
pengendalian menggunakan agens hayati yaitu dengan perendaman benih (seed
treatment) ke dalam formulasi bakteri antagonis. Akan tetapi, belum ditemukan
pengendalian yang secara efektif dapat mengendalikan penyakit embun bulu
akibat P. cubensis. Teknologi yang memungkinkan untuk dikembangkan dan
relatif aman adalah

pengendalian hayati dengan pemanfaatan plant growth

promoting rhizobacteria (PGPR).
PGPR

adalah

bakteri

pengoloni

akar

yang

memberikan

efek

menguntungkan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada beberapa penelitian, PGPR
telah diteliti mampu memacu pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan
tanaman sehingga dapat mencegah serangan patogen.
Salah satu upaya menginduksi ketahanan tanaman adalah melalui
pemanfaatan aktivitas bakteri pemacu pertumbuhan tanaman atau plant growth

2
promoting rhizobacteria (PGPR) (Marwoso 2005). Hingga saat ini penggunaan
PGPR di Indonesia sebagai biostimulan dan bioprotektan untuk meningkatkan
produksi pertanian masih sangat sedikit, walaupun PGPR berpotensi sangat besar
dalam meningkatkan produksi pertanian (Khalimi & Wirya 2009). Penelitian
mengenai pemanfaatan PGPR sebagai biostimulan dan bioprotektan sangat
penting dilakukan dalam usaha untuk meningkatkan produksi pertanian yang
ramah lingkungan.

Penelitian ini menggunakan tanaman mentimun sebagai

model tanaman penelitian.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk eksplorasi dan seleksi plant growth
promoting rhizobacteria (PGPR) untuk pengendalian hayati penyakit embun bulu
(P. cubensis) pada tanaman mentimun.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat diketahui jenis
PGPR yang dapat digunakan untuk pengendalian hayati penyakit embun bulu
(P. cubensis) pada tanaman mentimun secara efektif.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Embun Bulu pada Cucurbitaceae
Penyakit embun bulu pada Cucurbitaceae disebabkan oleh patogen
Pseudoperonospora cubensis (Rostow). P. cubensis termasuk ke dalam kingdom
Chromista, filum Oomycota, kelas Oomycetes, ordo Peronosporales, famili
Peronosporaceae (Volgmayr 2008). Patogen tersebut merupakan parasit obigat
yang hanya mampu bertahan pada inang yang masih hidup. Umur spora dari
P. cubensis sangat pendek, tidak melebihi 48 jam dan dalam banyak kasus tidak
lebih dari beberapa jam setelah terlepas dari sporangiofor (Lebeda & Cohen
2010).
Gejala Penyakit Embun Bulu
Menurut Semangun (1989), gejala yang ditimbulkan oleh penyakit embun
bulu adalah pada permukaan atas daun terdapat bercak-bercak kuning agak
bersudut karena dibatasi tulang daun. Pada cuaca lembab pada permukaan bawah
daun terdapat kumpulan spora dan tangkai spora menyerupai bulu berwarna
keunguan. Gejala lanjut dari penyakit ini dapat mengakibatkan daun menjadi
busuk, mengering, dan mati.
Pada beberapa Cucurbitaceae, gejala yang tampak akibat P. cubensis
berbentuk tidak teratur, bercak lesio berwarna kuning dan dibatasi tulang daun.
sedangkan di melon dan semangka, bercak tidak dibatasi oleh urat daun dan lebih
melingkar dan tidak teratur (Lebeda & Cohen 2010). Ukuran bercak primer
bervariasi antara 3 mm-10 mm. Selama berkembang, bercak menyatu dan
membentuk bercak yang lebih besar, dan mungkin akhirnya menutupi seluruh
permukaan daun. Ketika konsentrasi inokulum tinggi dan inang dalam keadaan
rentan, gejala dapat berupa bercak yang tidak teratur, khlorosis, bahkan lesio
nekrosis (Lebeda & Cohen 2010). Gejala pertama muncul 3-4 hari setelah
inokulasi pada kerapatan spora 103 spora/cm2 daun (Cohen & Eyal 1977 dalam
Lebeda & Cohen 2010).

4
Epidemiologi dan Penyebaran Patogen Embun Bulu
Patogen P. cubensis merupakan parasit obligat yang dapat hidup hanya
dengan adanya tanaman inang. Daerah yang ditanami tanaman mentimun
sepanjang tahun dapat menjadi sumber inokulum utama penyakit embun bulu.
Patogen dipancarkan oleh angin, hujan, dan adanya kontak dengan pekerja
maupun alat-alat yang digunakan (CABI 2005 dalam Prabowo 2009).
Lamanya masa inkubasi dari penetrasi sampai gejala eksternal terlihat
yaitu 4-12 hari. Masa inkubasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, banyaknya
inokulum virulen, dan resistensi/kerentanan tanaman inang (Lebeda &
Widrlechner 2003). Pada tahap awal proses infeksi, suhu yang paling sesuai
adalah 25°C-30°C di siang hari dan 10°C-15°C pada malam hari (Palti & Cohen
1980 dalam Lebeda 2010).
Kelembaban yang rendah dan kondisi permukaan daun yang kering
optimal untuk penyebaran spora dari patogen embun bulu. Sementara suhu dan
cahaya kurang mempengaruhi proses penyebaran spora (Cohen 1981 dalam
Lebeda 2010). Menurut Lebeda (2010), media penyebaran spora P. cubensis yang
paling utama adalah melalui angin, dimana spora dapat menyebar dalam jarak
yang jauh. Faktor penyebaran yang lain adalah melalui percikan air.
Pengendalian Penyakit Embun Bulu
Pengendalian penyakit embun bulu sering dilakukan untuk mencegah
patogen P. cubensis muncul dan berkembang sehingga tidak menimbulkan
kerugian ekonomi. Shtienberg et al. (2010) dalam Lebeda (2010) menyatakan
bahwa Phytophthora infestans pada tomat dan P. cubensis pada mentimun dapat
dikendalikan dengan menggunakan mulsa plastik. Hal tersebut kemungkinan
dipengaruhi oleh keadaan suhu siang dan malam yang tidak sesuai untuk sporulasi
dan perkembangan P. cubensis setelah penggunaan mulsa.
Secara kimia, pengendalian patogen embun bulu pernah dilakukan
dengan aplikasi formulasi tembaga (Cu) dan fungisida berbahan aktif
dithiocarbamat (Lebeda 2010). Fungisida tersebut mencegah perkecambahan dan
produksi spora patogen. Akan tetapi, cara tersebut efektif jika aplikasi dilakukan
sebelum terjadinya infeksi. Selain itu, resiko terjadinya resistensi patogen
terhadap fungisida sangat besar. Menurut Lebeda (2010), resistensi pertama

5
terhadap phenilamides terjadi di Israel pada tahun 1979, hanya dua tahun setelah
pengenalan metalaxyl untuk pengendalian P. cubensis.
Beberapa pengendalian penyakit embun bulu secara botani pernah
dilakukan oleh para peneliti. Sebagai contoh penggunaan ekstrak daun kering
Inula viscosa yang terbukti efektif terhadap beberapa cendawan patogen,
termasuk cendawan penyabab penyakit embun bulu P. cubensis (Wang et al. 2004
dalam Lebeda 2010). Ekstrak ini bersifat anticendawan dan menghambat
perkecambahan spora. Selain itu, menurut Portz et al. (2008) dalam Lebeda
(2010), zat allicin volatil antimikroba (diallylthiosulphinate) dari bawang putih
(Allium sativum), pada konsentrasi 50-1000 gml-1, mengurangi keparahan dari
P. cubensis pada mentimun sekitar 50%-100%. Pengendalian secara botani
sebagai salah satu bagian dari pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan salah
satu upaya dalam mengurangi penggunaan pestisida, sehingga dapat digunakan
secara berkelanjutan dan ramah lingkungan (Lebeda & Cohen 2010).
Pengendalian hayati adalah semua kondisi atau praktik yang berpengaruh
terhadap penurunan daya tahan atau kegiatan patogen tanaman melalui interaksi
dengan agensia organisme hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan
penurunan keberadaan penyakit yang disebabkan oleh patogen (Soesanto 2008).
Menurut Umesha et al. (1998), bakteri rhizosfer Pseudomonas fluorescens
teruji mampu menekan penyakit embun bulu pada Pennisetum glaucum (pearl
millet) dengan perlakuan benih. Perlakuan benih juga mampu meningkatkan
kemampuan berkecambah dan dapat mencegah terjadinya sporulasi patogen
penyebab penyakit embun bulu pada Pennisetum glaucum yang disebabkan oleh
Sclerospora graminicola Sacc.
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang pengendalian penyakit embun
bulu menggunakan PGPR. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan
Niranjan et al. (2003) yang menunjukkan bahwa perlakuan bakteri Bacillus
pumilus INR7 dapat melindungi tanaman Pennisetum glaucum dari penyakit
embun bulu hingga 57%, diikuti perlakuan bakteri B. pumilus SE34 dan B. subtilis
GBO3, dengan tingkat penekanan masing-masing 50% dan 43%. Dalam bentuk
formulasi tepung, PGPR Bacillus pumilus INR7 mampu menekan hingga 67%,

6
Bacillus pumilus SE34 menekan hingga 58%, diikuti bakteri B. subtilis GB03
sebesar 56%.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
Menurut Fernando et al. (2005) dalam Khalimi & Wirya (2009), adanya
dampak negatif dari pestisida maka dibutuhkan teknologi baru untuk
meningkatkan

produksi

pertanian

yang

lebih

aman.

Teknologi

yang

memungkinkan untuk dikembangkan dan relatif aman adalah pemanfaatan plant
growth promoting rhizobacteria (PGPR). PGPR adalah bakteri pengoloni akar
yang memberikan efek menguntungkan terhadap pertumbuhan tanaman. PGPR
merupakan rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut mampu
mengkoloni perakaran tanaman dengan baik, sehingga akar dapat menyerap
sekresi mikroba yang bermanfaat bagi pertumbuhan akar dan mempengaruhi
invasi patogen (Soesanto 2008).
Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman adalah (1) biostimulan, PGPR mampu menghasilkan atau mengubah
konsentrasi hormon tanaman seperti asam indolasetat, asam giberelin, sitokinin,
dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) di
dalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan fosfat mineral,
memengaruhi pembintilan atau menguasai bintil akar; (2) bioprotektan, PGPR
memberi efek antagonis terhadap patogen tanaman melalui beberapa cara yaitu
produksi antibiotik, siderofore, enzim kitinase, parasitisme, kompetisi sumber
nutrisi dan relung ekologi, menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik
(Khalimi & Wirya 2009).
Menurut Kloepper (1991) pengaruh PGPR terhadap tanaman secara umum
yaitu sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Kelompok Pseudomonas sp.
menghasilkan pengkelat Ca2+ yang berguna sebagai pengendalian biologi dan bagi
pertumbuhan tanaman. Beberapa strain PGPR memacu pertumbuhan tanaman
secara langsung dengan memproduksi metabolit yang merangsang pertumbuhan
tanaman sendiri dari mikroflora tanah.
Beberapa PGPR dapat digunakan sebagai agens biokontrol untuk menekan
atau mencegah serangan patogen. PGPR dapat memproduksi berbagai macam zat
kimia yang mampu membatasi serangan patogen ke tanaman secara tidak

7
langsung. Zat kimia tersebut adalah siderofor, IAA (Indole acetic acid), antibiotik,
molekul-molekul kecil, dan berbagai macam enzim (Glick & Pasternak 2003).
Bacillus dan Pseudomonas sebagai kelompok PGPR merupakan genus yang
paling banyak diteliti dan berpotensi tinggi sebagai agens pengendali penyakit
tanaman. Keduanya dilaporkan mampu menekan patogen secara langsung dengan
mengeluarkan senyawa antibiotik dan induksi ketahanan sistemik pada tanaman
(Wardanah

2007).

Selain

itu,

bakteri

Pseudomonas

fluorescens

dapat

memproduksi IAA (indole acetic acid) yang merupakan senyawa pemacu
pertumbuhan tanaman (Dey et al. 2004).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

dilaksanakan

di

Laboratorium

Mikologi

Tumbuhan,

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari
bulan Februari sampai bulan Juli 2011.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah
rizosfer yaitu sekitar perakaran tanaman sehat di antara tanaman yang terserang
embun bulu, media triptone soya agar (TSA), water agar (WA), media luria
bertani (LB), gliserol 40%, KOH 3%, aquades, formulasi komersial PGPR yang
mengandung bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa dengan
merek dagang “Actigrow” produksi PT. Agrotech Sinarindo.
Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, labu
erlenmeyer, jarum inokulasi, tabung eppendorf, laminar air flow, autoklaf, vortex,
mikroskop compound, pipet mikro, spektrofotometer, shaker, haemacytometer,
polybag, dan penggaris.

Metode Penelitian
Isolasi Bakteri
Tanah diambil dari perakaran tanaman sehat di sekitar pertanaman yang
terserang penyakit embun bulu. Sampel tanah diambil dari sekitar perakaran
tanaman mentimun, paria, dan jagung. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada
tanah yang menempel pada perakaran tanaman. Sampel tanah tersebut lalu
dimasukkan sebanyak 10 g ke dalam labu erlenmeyer yang telah diisi 90 ml air
steril dan dikocok selama 15 menit. Suspensi yang dihasilkan diambil 1 ml
dengan pipet mikro dan diencerkan berseri hingga pengenceran 10-7. Masingmasing seri pengenceran tersebut diambil sebanyak 0,1 ml dan dicawankan pada
media TSA. Koloni bakteri yang tumbuh dimurnikan berdasarkan bentuk dan
warna koloni pada media TSA.

9
Uji Pendahuluan
Penghitungan Kerapatan Bakteri
Bakteri diambil sebanyak 1 lup lalu dibiakkan ke dalam media LB 5 ml.
Kemudian suspensi tersebut dikocok selama 24 jam. Setelah itu suspensi
diencerkan berseri hingga 10-8, masing-masing pengenceran diukur nilai OD
(optical density) menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 610
nm dan dicawankan sebanyak 0,1 ml ke media TSA. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui nilai OD saat kerapatan bakteri 107 cfu/ml, sehingga mempermudah
metode percobaan selanjutnya
Seleksi Awal Bakteri Rizosfer terhadap Kecambah Mentimun
Seleksi awal dilakukan dengan merendam benih mentimun ke dalam
suspensi bakteri. Bakteri diambil sebanyak 1 lup dari media TSA, lalu dibiakkan
pada media LB dan dikocok selama 24 jam. Suspensi bakteri diukur tingkat
kekeruhannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 610 nm hingga
diperoleh OD 0,25 atau kerapatan bakteri ±107 cfu/ml. Benih mentimun direndam
selama 1 jam di dalam suspensi bakteri, lalu ditanam pada media WA di dalam
cawan petri lalu diinkubasi selama lima hari. Masing-masing perlakuan diulang
tiga kali, satu cawan berisi 10 benih mentimun. Selanjutnya dilakukan pengukuran
panjang batang dan panjang akar. Dari uji tersebut, diambil lima bakteri terbaik
yang bersifat nonpatogen dan memacu pertumbuhan batang dan akar. Bakteri
yang menekan daya kecambah dan pertumbuhan kecambah berpotensi menjadi
patogen sehingga tidak digunakan pada uji selanjutnya.
Uji Reaksi Hipersensitif PGPR Terpilih
Pengujian reaksi hipersensitif bakteri dilakukan pada daun tembakau
(Suwanto 1996). Bakteri dibiakkan pada LB dan dikocok 24 jam, lalu disuntikkan
ke daun tembakau sebanyak 1 ml. Bakteri yang mempunyai sifat patogen akan
menimbulkan gejala nekrosis pada daun tembakau. Pengamatan dilakukan 24 jam
setelah inokulasi.

10
Uji Gram dan Penyimpanan PGPR Terpilih
Uji gram pada bakteri digunakan untuk mengetahui jenis gram positif atau
negatif suatu bakteri. Pengujian gram menggunakan KOH 3% yang diletakkan
pada gelas preparat, lalu dicampurkan bakteri sebanyak satu lup. Gram ditentukan
dengan melihat ada atau tidaknya lendir dari campuran bakteri dan KOH 3%. Jika
terdapat lendir maka bakteri tergolong ke dalam gram negatif. Jika tidak terbentuk
lendir maka bakteri tergolong ke dalam gram positif.
Bakteri yang bersifat nonpatogen yaitu T5, T6, T8, J8, P14 (Tabel 2)
dibiakkan ke dalam media LB dan dikocok selama 24 jam. Selanjutnya diambil
sebanyak 0,5 ml ke dalam tabung eppendorf lalu ditambah gliserol 40%.
Selanjutnya biakan disimpan pada suhu -4°C.

Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman Mentimun
tanpa Inokulasi Patogen
Penyiapan Media Tanam
Media untuk perlakuan adalah tanah dan kompos (masing-masing dengan
perbandingan 2:1). Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam polybag dan disiram
terlebih dahulu supaya lembab sebelum digunakan sebagai media tanam.
Perendaman Benih Mentimun
Perlakuan yang diujikan adalah perendaman benih ke dalam suspensi
bakteri T5, T6, T8, J8, dan P14 yaitu bakteri yang diperoleh dari seleksi awal,
sebagai pembanding adalah kontrol tanpa perlakuan bakteri dan PB yaitu PGPR
yang telah diformulasi komersial oleh PT. Agrotech Sinarindo yang merupakan
formulasi kombinasi bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa.
Bakteri diambil sebanyak 1 lup dari media TSA, lalu dibiakkan pada
media LB dan dikocok selama 24 jam. Suspensi bakteri diukur tingkat
kekeruhannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 610 nm hingga
diperoleh OD 0,25 atau kerapatan bakteri ±107 cfu/ml. Benih mentimun direndam
selama 1 jam di dalam suspensi bakteri. Perlakuan benih dengan PGPR dilakukan
untuk pengolonian PGPR seawal mungkin pada akar, sehingga akan mencegah
pengolonian akar oleh mikroba patogen (Khalimi & Wirya 2009).

11
Penanaman Benih Mentimun
Penanaman dilakukan di dua lokasi, percobaan pertama penanaman
bertujuan untuk mengukur pengaruh perlakuan PGPR terhadap aspek agronomis,
sedangkan percobaan kedua penanaman bertujuan untuk mengetahui pengaruh
perlakuan PGPR terhadap masa inkubasi, kejadian penyakit, keparahan penyakit
embun bulu, dan aspek agronomis.
Benih yang telah direndam di dalam suspensi bakteri dengan kerapatan
7

±10 cfu/ml selama 1 jam lalu ditanam di dalam polybag yang berisi tanah steril.
Pengujian dilakukan dengan 7 perlakuan (Tabel 1). Masing-masing perlakuan
dilakukan dalam 3 blok sebagai ulangan, dan masing-masing ulangan terdiri dari 5
unit tanaman. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setelah tanaman
berumur 12 HST (hari setelah tanam) hingga 32 HST.
Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari untuk
menjaga tanah tetap lembab. Ajir dipasang setelah tanaman berumur satu minggu.
Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun,
panjang daun, volume akar, serta bobot basah dan bobot kering tanaman.
Tabel 1 Perlakuan PGPR yang diujikan
Perlakuan yang diujikan

Percobaan
K

benih tanpa perlakuan bakteri (kontrol)

T5

bakteri T5

T6

bakteri T6

T8

bakteri T8

J8

bakteri J8

P14

bakteri P14

PB

Pseudomonas fluorescens + Bacillus polymixa

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman
jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, K= kontrol

Pengaruh PGPR terhadap Penyakit Embun Bulu pada Tanaman Mentimun
Inokulum P. cubensis diperoleh dari pertanaman mentimun di Kelurahan
Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor. Inokulasi patogen dilakukan setelah
tanaman berumur 20 HST, dimana daun pertama hingga daun ketiga telah terbuka
sempurna. Daun mentimun yang bergejala dikerok untuk mendapatkan spora dari

12
P. cubensis, lalu dicampur dengan air steril untuk mendapat suspensi spora.
Suspensi diencerkan hingga mendapatkan kerapatan spora 9,25 x 104 spora/ml.
Kerapatan spora dihitung menggunakan haemacytometer.
Suspensi spora dengan kerapatan 9,25 x 104 spora/ml lalu disemprotkan ke
permukaan atas dan permukaan bawah daun mentimun sebanyak 25 ml/10
tanaman. Tanaman diinkubasi dalam suatu ruang yang setelah diukur memiliki
suhu minimum 24,5ºC dan suhu maksimum 35ºC, dengan kelembaban minimun
33% dan kelembaban maksimum 90%. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan
parameter yang diamati yaitu masa inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan
penyakit. Sedangkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan bobot
tanaman diukur setelah 32 HST atau hari terakhir pengamatan. Rumus-rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut (Sinaga 2006):

x 100%

Kejadian penyakit =

Keparahan penyakit =



nivi

x 100%

NV
keterangan: ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i
vi = nilai skor penyakit dari i = 0, 1, 2, 3, 4, 5
N = jumlah tanaman yang diamati
V = skor tertinggi
Skor yang digunakan adalah sebagai berikut:
Skor
0
1
2
3
4
5

Luasan bercak (%)
0
0 50

13
Analisis Data
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL).
Data penelitian ditabulasi dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan
Statistical Analysis System (SAS) for windows versi 9.1.3, lalu dilanjutkan dengan
uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Seleksi Awal Bakteri Rizosfer terhadap Kecambah Mentimun
Tabel 2 Hasil seleksi awal bakteri rizosfer terhadap kecambah mentimun
Perlakuan
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T10
T12
T9
J1
J5
J6
J7
J8
P2.2
P5
P6
P2.1
P2.3.1
P7
P10
P12
P13
P14
K

Rata-rata panjang batang (cm)
2.30 ± 0.77
2.54 ± 1.31
3.03 ± 1.20
4.19 ± 0.98
4.26 ± 1.18
3.70 ± 1.10
3.98 ± 1.35
3.97 ± 1.81
3.44 ± 1.71
2.99 ± 1.22
2.81 ± 1.04
3.19 ± 1.75
3.40 ± 1.04
3.28 ± 1.37
4.44 ± 1.07
3.63 ± 1.29
3.93 ± 1.82
3.91 ± 0.90
2.11 ± 0.81
3.53 ± 1.44
2.09 ± 0.37
2.21 ± 0.56
2.73 ± 1.28
3.80 ± 1.54
4.54 ± 1.12
3.15 ± 1.00

Rata-rata panjang akar (cm)
3.56 ± 0.98
3.70 ± 1.77
3.98 ± 1.48
5.43 ± 1.64
5.45 ± 1.50
4.38 ± 2.06
4.49 ± 1.74
4.41 ± 2.36
4.28 ± 1.07
3.69 ± 1.58
3.76 ± 1.57
3.51 ± 2.01
4.62 ± 1.56
4.65 ± 1.61
4.44 ± 1.57
4.86 ± 1.94
4.22 ± 1.94
4.91 ± 1.26
3.36 ± 1.07
4.48 ± 1.71
3.34 ± 0.92
3.05 ± 0.95
3.42 ± 1.68
5.48 ± 2.38
6.58 ± 2.18
4.86 ± 2.13

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman
jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, K= kontrol

Isolat yang digunakan adalah 25 isolat yang diperoleh dari tanah rizosfer.
Hasil dari seleksi awal bakteri terhadap kecambah mentimun adalah diperoleh
lima jenis bakteri yang tidak bersifat patogen dan dapat memacu pertumbuhan
kecambah mentimun dibandingkan dengan kontrol. Kelima bakteri tersebut yaitu
bakteri T5, T6, T8, J8, dan P14 (Tabel 2). Pada awal pengujian, parameter daya
berkecambah juga diamati. Akan tetapi, seluruh benih yang ditanam dapat
berkecambah dengan baik (100%). Oleh karena itu, parameter yang digunakan

15
untuk memilih bakteri yang baik adalah dengan mengukur panjang batang dan
panjang akar kecambah. Dengan cara mengukur panjang batang dan panjang akar,
maka dapat diketahui bakteri yang dapat memacu pertumbuhan atau menghambat
pertumbuhan jika dibandingkan dengan pertumbuhan benih kontrol.

a

b

c

d

e

f

Gambar 1 Hasil Pengujian seleksi awal terhadap kecambah mentimun: a. kontrol,
b. T5, c. T6, d. T8, e. J8, f. P14
Uji Reaksi Hipersensitif
Setelah dilakukan uji hipersensitif, kelima bakteri (T5, T6, T8, J8, P14)
tidak menimbulkan bercak nekrosis pada daun tembakau (Tabel 3 & gambar 2).
Hal ini menunjukkan bahwa kelima bakteri yang diperoleh dari pengujian
sebelumnya tidak bersifat patogen terhadap tanaman. Kelima bakteri tersebut
digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Tabel 3 Hasil pengujian reaksi hipersensitif PGPR
Perlakuan
T5
T6
T8
J8
P14
K

Patogenisitas
-

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman
jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, K= kontrol, (-)= tidak timbul bercak nekrosis

16

Gambar 2 Hasil pengujian reaksi hipersensitif bakteri T5, T6, T8, J8, P14 dan
kontrol terhadap daun tembakau setelah inkubasi selama 24 jam
Uji Gram PGPR Terpilih
Berdasarkan hasil pengujian menggunakan KOH 3%, dapat digolongkan
bakteri hasil eksplorasi ke dalam dua golongan, yaitu bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif. Pada bakteri T5, T6, dan T8 terdapat lendir yang lengket dan
kental saat dicampurkan dengan KOH 3%. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri
tersebut merupakan bakteri gram negatif. Sedangkan bakteri J8 dan P14
merupakan bakteri gram positif karena tidak menghasilkan lendir saat dicampur
dengan KOH 3%.
Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman tanpa Inokulasi Patogen
Pada percobaan pertama benih mentimun ditanam lalu diukur aspek
agronomisnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi bakteri
PGPR terhadap pertumbuhan tanaman. Dari hasil pengamatan terhadap tinggi
tanaman, diperoleh bahwa perlakuan bakteri PGPR yang diberikan tidak berbeda
nyata berdasarkan hasil analisis ragam (anova) dengan uji Duncan (Tabel 4). Hal
ini menunjukkan bahwa perlakuan bakteri yang diaplikasikan terhadap benih
mentimun tidak dapat memacu tinggi tanaman.
Hasil pengamatan terhadap diameter tanaman menunjukkan adanya
perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman mentimun
(Tabel 5). Bakteri P14 memiliki pengaruh yang paling nyata dalam memacu
perkembangan diameter batang dari umur tanaman 19 HST hingga 31 HST.

17
Bakteri J8 memberi pengaruh nyata terhadap pertambahan diameter tanaman dari
umur 24 HST hingga 31 HST. Bakteri T8 hanya menunjukkan perbedaan nyata
saat tanaman berumur 24 HST. Sedangkan perlakuan bakteri yang lain tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dalam memacu perkembangan diameter
berdasarkan hasil sidik ragam (anova) dengan uji Duncan.

Tabel 4 Tinggi tanaman mentimun pada berbagai perlakuan PGPR
Perlakuan
T5
T6
T8
J8
P14
PB
K

Tinggi tanaman (cm)
12 HST
15 HST
20.27 ± 2.39a
24.82 ± 2.99a
19.43 ± 2.11a
23.84 ± 3.31a
19.30 ± 2.04a
24.39 ± 3.12a
18.69 ± 1.88a
24.36 ± 3.21a
19.55 ± 2.36a
24.72 ± 3.48a
19.11 ± 1.97a
24.46 ± 3.47a
19.42 ± 1.98a
24.54 ± 2.75a

18 HST
31.49 ± 3.84a
30.85 ± 5.04a
31.92 ± 3.85a
30.45 ± 4.28a
31.32 ± 4.81a
32.22 ± 4.56a
31.38 ± 5.63a

Perlakuan
T5
T6
T8
J8
P14
PB
K

21 HST
39.74 ± 7.16a
38.59 ± 8.59a
39.53 ± 7.05a
36.69 ± 6.21a
38.87 ± 7.42a
39.70 ± 7.25a
39.93 ± 7.56a

Tinggi tanaman (cm)
24 HST
27 HST
49.76 ± 11.85a
62.69 ± 17.56a
47.54 ± 12.93a
58.61 ± 17.41a
50.07 ± 12.66a
61.15 ± 17.73a
45.65 ± 8.27a
56.71 ± 11.82a
49.66 ± 10.86a
63.14 ± 15.35a
50.27 ± 11.03a
61.80 ± 12.86a
49.82 ± 10.82a
60.97 ± 14.31a

30 HST
77.02 ± 19.55a
72.31 ± 19.65ab
74.35 ± 18.20ab
66.21 ± 11.18b
73.25 ± 15.32ab
73.01 ± 16.24ab
71.97 ± 14.35ab

Sumber bakteri: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, PB= formulasi
komersial Pseudomonas fluorescens & Bacillus polymixa, K= kontrol.
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 5 Diameter batang tanaman mentimun pada berbagai perlakuan PGPR
Perlakuan
T5
T6
T8
J8
P14
PB
K

19 HST
5.48 ± 0.49ab
5.36 ± 0.46b
5.53 ± 0.37ab
5.51 ± 0.34ab
5.76 ± 0.49a
5.34 ± 0.38b
5.35 ± 0.36b

21 HST
5.83 ± 0.46b
5.79 ± 0.44b
5.84 ± 0.39b
5.80 ± 0.42b
6.25 ± 0.41a
5.79 ± 0.41b
5.62 ± 0.33b

Diameter batang (mm)
24 HST
26 HST
5.97 ± 0.53bc
6.04 ± 0.52bc
5.98 ± 0.54bc
5.96 ± 0.66bc
6.17 ± 0.45b
6.09 ± 0.52bc
6.15 ± 0.47b
6.23 ± 0.57b
6.61 ± 0.51a
6.62 ± 0.59a
5.93 ± 0.43bc
5.99 ± 0.56bc
5.79 ± 0.44c
5.77 ± 0.46c

29 HST
6.11 ± 0.49bc
6.08 ± 0.58bc
6.10 ± 0.49bc
6.29 ± 0.60b
6.66 ± 0.60a
5.96 ± 0.55bc
5.85 ± 0.47c

31 HST
6.23 ± 0.51bc
6.18 ± 0.57bc
6.26 ± 0.53bc
6.41 ± 0.51ab
6.71 ± 0.58a
6.10 ± 0.48bc
5.97 ± 0.43c

18

Sumber bakteri: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, PB= formulasi
komersial Pseudomonas fluorescens & Bacillus polymixa, K= kontrol.
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

19
Pengamatan terhadap jumlah daun pada akhir pengamatan (32 HST),
menunjukkan bahwa pada perlakuan bakteri P14 rata-rata jumlah daun berbeda
nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan
perendaman benih dengan bakteri P14 dapat memacu pertumbuhan daun. Pada
perlakuan lain yaitu T5, T6, T8, J8, dan PB tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata terhadap jumlah daun (Tabel 6).
Pada pengamatan terhadap panjang daun, seluruh perlakuan menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan yang diberikan tidak memberi pengaruh terhadap panjang daun (Tabel
6). Sedangkan pada pengamatan volume akar, hanya perlakuan P14 yang berbeda
nyata dengan perlakuan yang lain, sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan
bakteri P14 dapat mempengaruhi volume akar (Tabel 6). Perakaran pada tanaman
mentimun dengan perlakuan P14 memiliki pertumbuhan yang lebih baik
dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan bakteri yang lain (Gambar 3).
Tabel 6 Pengaruh PGPR terhadap rata-rata jumlah daun, panjang daun, dan
volume akar tanaman mentimun
Perlakuan

Jumlah daun

Panjang daun (cm)

Volume akar (ml)

T5

10.47 ± 1.73ab

10.79 ± 0.83a

12.00 ± 3.46b

T6

10.13 ± 1.68ab

10.39 ± 0.99a

13.17 ± 6.93b

T8

10.20 ± 1.37ab

10.85 ± 1.09a

13.33 ± 1.53b

J8

10.27 ± 1.28ab

10.38 ± 0.76a

21.00 ± 2.64ab

P14

10.93 ± 1.22a

10.86 ± 0.65a

28.50 ± 10.5a

PB

10.60 ± 1.24ab

10.57 ± 0.74a

18.00 ± 7.55ab

K

9.87 ± 0.74b

10.47 ± 0.94a

13.83 ± 3.88b

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

20
Pengamatan juga dilakukan terhadap bobot basah dan bobot kering tajuk
dan akar. Berdasarkan pengukuran bobot basah tajuk, terlihat penambahan bobot
pada perlakuan P14, J8, dan PB, meskipun tidak berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan (α= 5%) (Tabel 7). Sedangkan pada beberapa perlakuan terdapat
penurunan bobot basah, tetapi tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan tidak memberikan efek negatif terhadap tanaman.
Pada pengukuran bobot basah akar, terlihat bahwa perlakuan P14
memberikan pengaruh yang nyata dapat menambah bobot akar dibandingkan
dengan perlakuan yang lain (Tabel 7). Pada perlakuan J8 dan PB terlihat bobot
akar bertambah meskipun tidak begitu berbeda dengan kontrol. Pada beberapa
perlakuan bobot basah akar lebih kecil daripada kontrol, tetapi tidak beda nyata
berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf nyata 5%.
Tabel 7 Pengaruh PGPR terhadap rata-rata bobot basah tajuk dan akar tanaman
mentimun
Perlakuan

Bobot basah (g)
Tajuk

Akar

T5

92.46 ± 3.76a

8.04 ± 3.32b

T6

93.38 ± 21.41a

9.71 ± 6.54b

T8

93.33 ± 17.98a

9.88 ± 0.52b

J8

101.21 ± 5.51a

16.33 ± 3.26ab

P14

112.33 ± 1.25a

23.35 ± 13.00a

PB

100.87 ± 11.02a

13.03 ± 8.00b

K

99.44 ± 11.69a

10.92 ± 3.32b

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

Selain pengukuran terhadap bobot basah tajuk dan akar, pengamatan juga
dilakukan terhadap bobot kering tajuk dan akar. Dari hasil pengamatan, bobot
tajuk tertinggi pada perlakuan P14 meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol
(Tabel 8). Pada beberapa perlakuan yaitu T5, T6, T8, menunjukkan bobot yang
lebih rendah daripada kontrol. Akan tetapi, hasil tersebut tidak berbeda nyata
berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (α= 5%).

21
Pada pengam
matan terhadap bobot kering akar, terlihat bahwa
ba
perlakuan
P14 menyebabkann pertumbuhan akar meningkat sehingga bobot keringnya
berbeda nyata dengan
gan kontrol (Tabel 8). Sedangkan perlakuann PGPR
P
yang lain
menunjukkan hasil ya
yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Tabel 8 Pengaruh PGPR
PG
terhadap rata-rata bobot kering tajuk dan
da akar tanaman
mentimun
Bobot kering (g)

Perlakuan

Tajuk

Akar

T5

5.65 ± 1.47b

0.91 ± 0.81b

T6

5.59 ± 2.19b

0.88 ± 0.74b

T8

5.86 ± 1.61b

0.78 ± 0.37b

J8

6.89 ± 0.93ab

1.60 ± 0.86ab
0.86a

P14

8.44 ± 1.83a

2.42 ± 1.77a

PB

7.43 ± 0.58ab

1.25 ± 0.59b

K

6.62 ± 1.41ab

0.97 ± 0.81b

Angka yang diikuti huruf
uf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda ny
nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

a

b

c

d

e

f

g

Gambar 3 Perbanding
ndingan akar tanaman mentimun pada berbagai perlakuan:
pe
a. P14,
14, b. P
PB, c. Kontrol, d. T6 , e. J8, f. T5 , g. T8
Pen
Pengaruh
PGPR terhadap Penyakit Embun
n Bulu
B
Pada percoba
obaan kedua, benih mentimun ditanam dengan
de
berbagai
perlakuan PGPR lalu
lu dilakukan inokulasi patogen P.cubensis pada saat tiga daun
terbawah telah membuka
buka sempurna (20 HST). Spora patogen P.. cubensis
c
dipanen
dari daun yang berg
rgejala yang diambil dari lapang. Kerapatan
an spora dihitung

22
menggunakan haemacytometer hingga kerapatan spora yang diperoleh yaitu
9,25 x 104 spora/ml. Lalu dilakukan pengamatan terhadap masa inkubasi, kejadian
penyakit, keparahan penyakit, dan aspek agronomis pada akhir pengamatan.
Masa Inkubasi
Pengamatan masa inkubasi dilakukan setiap hari, dan dicatat waktu gejala
pertama muncul pada tanaman. Pada perlakuan T5, T6, T8, dan kontrol, gejala
penyakit embun bulu muncul pada 4 hari setelah inokulasi (HSI). Sedangkan pada
perlakuan J8, P14, dan PB, gejala muncul pada 6 HSI (Tabel 9). Hal ini
menunjukkan bahwa masa inkubasi pada perlakuan J8, P14, dan PB lebih lama
daripada perlakuan yang lain. Gejala penyakit embun bulu yang muncul setelah
inokulasi yaitu terdapat bercak berwarna kuning kecoklatan agak bersudut karena
dibatasi tulang daun (Gambar 4).
Tabel 9 Masa inkubasi penyakit embun bulu pada berbagai perlakuan PGPR
Perlakuan

Masa inkubasi
(hari setelah inokulasi)

T5

4

T6

4

T8

4

J8

6

P14

6

PB

6

K

4

Keterangan: T= bakteri dari perakaran tanaman mentimun, J= bakteri dari perakaran tanaman
jagung, P= bakteri dari perakaran tanaman paria, PB= formulasi komersial P. fluorescens &
B. polymixa, K= kontrol

23

a

b

c

d

e

f

g

Gambar 4 Gejala penyakit embun bulu 4 HSI pada berbagai perlakuan: a.Kontrol,
b. T5, c. T6, d. T8, e. J8, f. P14, g. PB
Kejadian dan Keparahan Penyakit
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kejadian penyakit, pada perlakuan
T5, T6, T8, dan kontrol, gejala muncul pada 4 HSI (Tabel 10). Sedangkan pada
perlakuan J8, P14, dan PB gejala belum muncul pada 4 HSI. Pada pengamatan 6
HSI dan 9 HSI, kejadian penyakit yang muncul tidak berbeda nyata pada semua
perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diujikan tidak dapat
menghambat terjadinya penyakit pada tanaman secara nyata, tetapi tetapi mampu
menunda munculnya gejala penyakit (Tabel 10).

24
Tabel 10 Pengaruh PGPR terhadap kejadian penyakit embun bulu pada tanaman
mentimun
Perlakuan

Kejadian penyakit (%)
4 HSI

6 HSI

9 HSI

T5

56.67 ± 20.81ab

100.00 ± 0.00a

100.00 ± 0.00a

T6

40.00 ± 20.00b

86.67 ± 11.55a

86.67 ± 11.55a

T8

73.33 ± 23.09a

100.00 ± 0.00a

100.00 ± 0.00a

J8

0 ± 0.00c

85.00 ± 13.23a

85.00 ± 13.23a

P14

0 ± 0.00c

73.33 ± 30.55a

86.67± 23.09a

PB

0 ± 0.00c

73.33 ± 23.09a

80.00 ± 20.00a

100.00± 0.00 a

100.00 ± 0.00a

K

76.67 ± 25.17a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

Selain pengamatan terhadap persen kejadian penyakit, pengamatan juga
dilakukan terhadap persen keparahan penyakit. Pengamatan dilakukan dengan
mengamati tingkat keparahan penyakit menurut skor yang telah ditentukan
sebelumnya. Berdasarkan penghitungan, pada 4 HSI tingkat keparahan penyakit
terendah adalah pada perlakuan J8, P14, dan PB yaitu sebesar 0%. Selain itu,
pada perlakuan T6 juga menunjukkan bahwa keparahan penyakit lebih rendah dan
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 11). Pada
pengamatan 6 HSI, keparahan penyakit lebih rendah daripada kontrol hampir di
semua perlakuan kecuali perlakuan T5. Sedangkan pada pengamatan 9 HSI,
menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit pada perlakuan T6, J8, P14, dan
PB berbeda nyata dengan kontrol. Nilai rata-rata persen keparahan penyakit pada
perlakuan-perlakuan tersebut secara umum lebih rendah daripada kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan T6, J8, P14, dan PB dapat menekan keparahan
penyakit.

25
Tabel 11

Perlakuan

Pengaruh PGPR terhadap keparahan penyakit embun bulu pada
tanaman mentimun
Keparahan penyakit (%)
4 HSI

6 HSI

9 HSI

14.76 ± 2.84ab

14.76 ± 2.84abc

T5

4.76 ± 4.01ab

T6

2.67 ± 2.20b

8.45 ± 6.40cd

10.22 ± 7.50bc

T8

5.72 ± 4.41a

12.86 ± 7.14cd

15.71 ± 6.72ab

J8

0 ± 0.00c

9.52 ± 5.67cd

12.38 ± 6.84bc

P14

0 ± 0.00c

8.44 ± 6.00cd

12.89 ± 6.88bc

PB

0 ± 0.00c

6.67 ± 5.63d

9.78 ± 7.06c

6.16 ± 4.27a

17.95 ± 9.18a

19.49 ± 8.80a

K

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

Bobot Tanaman, Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Diameter Batang pada
Tanaman yang Diinokulasi Patogen
Pengamatan aspek agronomis pada perco