Analisis Dayasaing Telkomsel Dalam Industri Telekomunikasi Indonesia Pascaliberalisasi Industri Telekomunikasi

ANALISIS DAYASAING P.T. TELEKOMUNIKASI SELULER
DALAM INDUSTRI TELEKOMUNIKASI SELULER INDONESIA
PASCALIBERALISASI INDUSTRI TELEKOMUNIKASI
(PERIODE TAHUN 2001-2013)

KEMAL AKBAR

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dayasaing P.T.
Telekomunikasi
Seluler
dalam
Industri
Telekomunikasi

Indonesia
Pascaliberalisasi Industri Telekomunikasi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Kemal Akbar
NIM H14110068

ABSTRAK
KEMAL AKBAR. Analisis Dayasaing Telkomsel dalam Industri Telekomunikasi
Indonesia Pascaliberalisasi Industri Telekomunikasi. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FINDI A.
Telekomunikasi merupakan sebuah kebutuhan pada era teknologi di seluruh
dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Jasa telekomunikasi seluler menjadi pilihan
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk berhubungan dengan orang lain.

Pada tahun 1999 pemerintah meliberalisasi sektor telekomunikasi Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Hal ini
berpengaruh besar bagi industri telekomunikasi Indonesia dan perusahaanperusahaan di dalamnya termasuk Tekomsel. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis dayasaing Telkomsel pascaliberalisasi industri telekomunikasi,
struktur, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri tersebut. Metode
yang digunakan adalah Structure Conduct Performance (SCP) dan Panel Data.
Hasil analisis SCP menunjukkan bahwa struktur industri telekomunikasi
Indonesia pascaliberalisasi adalah oligopoli ketat dan Telkomsel sebagai penguasa
pasar dengan pangsa pasar terbesar. Sedangkan hasil analisis panel data
menunjukkan bahwa jumlah BTS, total aset, nilai ARPU, dan jumlah pelanggan
berpengaruh positif terhadap kinerja industri telekomunikasi dengan koefisien
masing-masing sebesar 0.22, 0.27, 0.51, dan 0.45.
Kata kunci : liberalisasi, panel data, SCP, telekomunikasi, telkomsel.

ABSTRACT
KEMAL AKBAR. Analysis of The Competitiveness of P.T. Telekomunikasi
Seluler in The Post-Liberalization of Indonesian Telecommunications Industry.
Supervised by MUHAMMAD FINDI A.
Telecommunications has become a necessityon this technology era
throughout the world including Indonesia. The phone celular service has been

chosen by almost Indonesian people to communicate with others. On 1999, the
telecommunications sector had been liberalized by the government through
theLawNo.36 of 1999 concerning telecommunications.It has a great impact on the
industry and the firms involved, including Telkomsel. This study aims to analyze
the competitiveness of Telkomsel in the post-liberalization telecommunications
industry, the structure, and the factors affecting peformance of the industry. The
method used are Structure Conduct Performance (SPC) dan Panel Data. The SCP
analysis result shows that the industry in post-liberalization has a tight oligopoly
structure whichTelkomsel becomes the ruler of the marketwith the largest share.
Whereas, panel data result shows that the performance on telecommunications
industry is positively affected by total BTS, total assets, ARPU value, and the
number of customer with the coefficient of each 0.22, 0.27, 0.51, and 0.45.
Keywords : Liberalization, panel data, SCP, telecommunication, telkomsel.

ANALISIS DAYASAING P.T. TELEKOMUNIKASI SELULER
DALAM INDUSTRI TELEKOMUNIKASI SELULER INDONESIA
PASCALIBERALISASI INDUSTRI TELEKOMUNIKASI
(PERIODE TAHUN 2001-2013)

KEMAL AKBAR


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Anal isis Dayasaing P.T. Telekomunikasi Seluler dalam Industri
Telekomunikasi Indonesia Pascaliberalisasi Jndustri
Telekomunikasi
Kemal Akbar
Nama
: H 14 I I PVセ@
NIM


Disetujui oleh

Dr Muhammad Findi A. ME
Pembimbing

',,,.
' :;, D

G セ@

セ G d@ eu1
セ M B u d.1man H ahlm,
J,:
MAE c
\ · セ@ .. ·. r j r--·
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


1 1 AUJ 2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Dayasaing Telkomsel dalam
Industri Telekomunikasi Indonesia Pascaliberalisasi Industri Telekomunikasi ini
dapat diselesaikan. Penyusunan tulisan ini sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan program Strata-1 pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih disampaikan
kepada:
1. Dr Muhammad Findi A, M E selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan baik secara teknis, moril, maupun spiritual sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr Ir Wiwiek Rindayati, M Si dan Khalifah Muhammad Ali, M Si selaku
dosen penguji.
3. Orang tua dan keluarga penulis M.S. Wahjuntoro (Ayah), Sri Harini K. (Ibu)
dan Renadia (Adik) atas doa dan dukungan baik secara moril maupun materil
yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi.

4. Teman-teman satu bimbingan Widya Paramawidhita, Rosy Noviza, dan
Zulva Azizah yang senantiasa saling membantu dalam penyusunan skripsi.
Sahabat-sahabat terbaik yaitu Cintia Risma, Riana Santoso, Selamet Widodo,
Faisal Amir, Faris Ady N, Feriansyah, Oktavina Widya K, Asia Miscolayati
H, Randi W, dan Doni Jaelani.
5. Teman-teman UKM MAX IPB yang telah menjadi partner dalam
mengembangkan kemampuan di bidang musik, event organizer, dan bidang
nonakademis lainnya selama kuliah.
6. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Purworejo IPB yang telah menjadi
keluarga selama tinggal di Bogor.
7. Teman-teman Ilmu Ekonomi FEM IPB 48 yang telah menjadi teman
menuntut ilmu selama hampir empat tahun.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Kemal Akbar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix


DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Kerangka Pemikiran

11


METODE PENELITIAN

12

Jenis dan Sumber Data

12

Metode Analisis

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Analisis Struktur Industri Telekomunikasi Seluler

16


Analisis Perilaku Industri Telekomunikasi Seluler

20

Analisis Kinerja Industri Telekomunikasi Indonesia

22

Analisis Dayasaing Telkomsel Pascaliberalisasi Industri Telekomunikasi

26

Analisis Panel Data

26

SIMPULAN DAN SARAN

29

Simpulan

29

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1. Tipe pasar
2. Hasil Uji Chow dan Hausman
3. Hasil estimasi model FEM

4
26
27

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran
2. Pangsa pasar
3. Konsentrasi rasio
4. Net Income Margin
5. Average Revenue per User
6. Return on Asset
7. Return on equity

11
17
18
22
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1. Jumlah Pelanggan (unit)
2. Pangsa Pasar (%)
3. Konsentrasi Rasio (CR3) (%)
4. Net Income Margin (%)
5. Average Revenue per User (rupiah)
6. Return on Asset (%)
7. Return on Equity (%)
8. Total Revenue (rupiah)
9. Jumlah BTS
10. Jumlah Aset
11. Hasil Uji Chow
12. Hasil Uji Hausman
13. Hasil Uji Normalitas
14. Hasil Estimasi FEM

32
32
33
33
33
34
34
34
35
35
36
36
36
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telekomunikasi menjadi sebuah kebutuhan bagi semua orang saat ini.
Dahulu jika seseorang ingin berkomunikasi dengan orang lain yang berada di
tempat lain, harus bertemu langsung atau menggunakan media surat yang
membutuhkan waktu lama untuk proses pengirimannya. Namun setelah diciptakan
media telekomunikasi, semua orang dapat berkomunikasi dengan orang lain yang
berada di tempat berbeda kapanpun tanpa harus bertemu langsung atau
menggunakan media surat. Media telekomunikasi digunakan oleh masyarakat
untuk berbagai kepentingan, mulai dari berbisnis hingga sekadar berbagi kabar
dengan kerabat.
Telekomunikasi mempunyai andil besar dalam pembangunan di Indonesia.
Salah satu sektor yang mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya
telekomunikasi adalah sektor bisnis dan perbankan. Dengan adanya media
telekomunikasi, pergerakan uang di sektor riil dan investasi menjadi semakin
cepat sehingga pembangunan yang dilakukan juga menjadi semakin cepat. Selain
itu media telekomunikasi juga mempermudah berbagai kegiatan yang dilakukan
masyarakat di berbagai bidang, sehingga dapat meningkatkan efisiensi di semua
sektor.
Media telekomunikasi pertama kali dioperasikan di Indonesia oleh P.T.
Telkom berupa telepon tetap (fixed line). Pada awal tahun 1990-an telepon seluler
mulai diperkenalkan di Indonesia. Pada masa awal media telekomunikasi masuk
ke Indonesia, pemerintah menunjuk P.T. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM)
sebagai satu-satunya penyedia layanan telekomunikasi domestik, dan P.T.
Indonesian Satellite Corporation (INDOSAT) sebagai satu-satunya penyedia
layanan telekomunikasi internasional. Saat itu terbentuklah pasar monopoli
industri telekomunikasi di Indonesia. Pada tahun 1995 P.T. Telekomunikasi
Seluler (TELKOMSEL) didirikan. Telkomsel merupakan anak perusahaan dari
P.T. Telkom yang menjadi satu-satunya penyedia layanan telekomunikasi seluler
di Indonesia pada saat itu.
Berada pada pasar monopoli dan tidak memiliki pesaing membuat efisiensi
Telkomsel kurang terpacu, hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan UndangUndang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi sebagai pedoman industri
telekomunikasi Indonesia untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 3 tahun
1989 yang dinilai sudah tidak sesuai.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang mulai
berlaku bulan September tahun 2000, menghapuskan hak eksklusif Telkom dan
Indosat sebagai satu-satunya penyedia layanan telekomunikasi domestik dan
internasional, sehingga Telkom dan Indosat harus bersaing secara bebas sebagai
penyedia layanan telekomunikasi. Undang-undang tersebut menjadi awal
dimulainya liberalisasi industri telekomunikasi Indonesia.
Seiring dengan perkembangan zaman, media telekomunikasi seluler lebih
diminati karena berbagai fasilitas yang ditawarkan dan kemudahan dalam
penggunaannya. Pasar telekomunikasi Indonesia dinilai sangat potensial, maka
banyak perusahaan milik swasta maupun asing yang masuk kedalam industri

2
telekomunikasi Indonesia, sebagai penyedia layanan telekomunikasi terutama
telekomunikasi seluler. Dengan banyaknya pesaing dalam industri telekomunikasi
seluler di Indonesia, Telkomsel yang merupakan anak perusahaan dari Telkom,
dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga harus terus melakukan
inovasi serta meningkatkan efisiensi agar dapat bersaing dengan operator atau
penyedia layanan telekomunikasi seluler lainnya.
Perumusan Masalah
Liberalisasi industri telekomunikasi Indonesia dimulai pada tahun 2000,
dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi. Sejak saat itu industri telekomunikasi Indonesia menjadi terbuka
untuk swasta dan asing. Telkomsel yang sebelumnya merupakan satu-satunya
penyedia layanan telekomunikasi seluler milik pemerintah harus bersaing secara
bebas dengan operator-operator telekomunikasi seluler baru yang masuk ke dalam
industri telekomunikasi seluler Indonesia. Dari penjelasan di atas diperoleh
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur industri telekomunikasi seluler di Indonesia
pascaliberalisasi industri telekomunikasi?
2. Bagaimana dayasaing Telkomsel dalam industri telekomunikasi seluler di
Indonesia pascaliberalisasi industri telekomunikasi?
3. Bagaimana pengaruh jumlah BTS (Base Transceiver Station), total aset, nilai
ARPU (Average Revenue Per User), dan jumlah pelanggan terhadap kinerja
industri telekomunikasi seluler di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri telekomunikasi
seluler di Indonesia pascaliberalisasi industri telekomunikasi.
2. Untuk menganalisis dayasaing Telkomsel dalam industri telekomunikasi
seluler di Indonesia pascaliberalisasi industri telekomunikasi.
3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri
telekomunikasi seluler di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan tolokukur keberhasilan Telkomsel dalam
bersaing di industri telekomunikasi seluler Indonesia.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi industri
telekomunikasi seluler di Indonesia pascaliberalisasi industri.
3. Bagi pemerintah hasil penelitian ini memberikan informasi yang dapat
dijadikan referensi dalam mengambil kebijakan dalam rangka mendorong
potensi industri telekomunikasi Indonesia.

3
4. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat memperdalam ilmu pengetahuan
dan wawasan penulis mengenai ekonomi industri terutama industri
telekomunikasi Indonesia
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup industri telekomunikasi seluler
Indonesia pascaliberalisasi industri telekomunikasi yaitu tahun 2001 sampai
dengan tahun 2013. Penelitian ini membahas mengenai dayasaing Telkomsel dan
struktur industri telekomunikasi seluler Indonesia pasca diberlakukannya
liberalisasi, serta faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pada industri tersebut.
Individu yang diteliti adalah perusahaan operator seluler dan fix wireless access
yang ada di Indonesia. Metode yang digunakan adalah Structure Conduct
Performance dan Panel Data.

TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Definisi Telekomunikasi
Telekomunikasi mengandung pengertian setiap pemancaran, pengiriman,
dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya. Kegiatan telekomunikasi terdiri atas penyediaan
pemancar suara, data, naskah, bunyi dan video menggunakan fasilitas transmisi
berdasarkan teknologi tunggal atau kombinasi dari berbagai teknologi (BPS 2013).
Perangkat telekomunikasi memiliki beberapa jenis diantaranya telepon tetap
kabel, telepon tetap nirkabel / fixed wireless access (FWA) dan telepon bergerak
seluler. Telepon tetap kabel adalah jaringan telekomunikasi yang menggunakan
kabel sebagai media transfer informasi. Fixed wireless access adalah jaringan
transmisi nirkabel lokal yang menggunakan teknologi seluler. Sedangkan telepon
bergerak seluler adalah perangkat telekomunikasi yang tidak memerlukan jaringan
kabel dan bersifat portable.
Saat ini Indonesia memiliki dua sistem jaringan telepon bergerak seluler
yaitu GSM (Global System for Mobile Telecommunications) dan CDMA (Code
Division Multiple Access). Penelitian ini menggunakan industri perangkat
telekomunikasi jenis FWA dan telepon bergerak seluler sebagai objek penelitian
dan selanjutnya disebut sebagai industri telekomunikasi seluler.
Konsep Ekonomi Industri
Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi.
Ilmu ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana
pengorganisasiannya memengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri
menelaah struktur pasar dan perusahaan yang lebih menekankan pada studi

4
empiris dari faktor-faktor yang memengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja
pasar (Jaya 2001).
Analisis Structure-Conduct-Performance
Dalam teori organisasi industri, terdapat sebuah konsep SCP (structure,
conduct and performance). Teori tersebut menjelaskan bahwa kinerja suatu
industri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh struktur pasar. Struktur pasar
(structure) dianggap akan memengaruhi perilaku dan strategi perusahaan dalam
suatu industri, yang pada akhirnya akan memengaruhi kinerja (performance).
1. Struktur Pasar
Struktur pasar menunjukkan lingkungan persaingan antara penjual dan
pembeli melalui proses terbentuknya harga dan jumlah produk yang ditawarkan
dalam pasar (Jaya 2001). Struktur pasar memiliki beberapa elemen-elemen
penting yaitu pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan masuk pasar. Elemenelemen tersebut akan menggambarkan ukuran perusahaan-perusahaan yang
bersaing di dalam suatu pasar.
Pangsa Pasar
Pangsa pasar adalah persentase pendapatan perusahaan dari total
pendapatan industri yang dapat diukur dari 0% hingga 100% (Jaya 2001).
Semakin tinggi pangsa pasar, semakin tinggi pula kekuatan yang dimiliki
perusahaan di dalam pasar. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang
tinggi akan menciptakan monopoli dan mengejar keuntungan semaksimal
mungkin. Apabila setiap perusahaan memiliki pangsa pasar yang relatif
rendah maka akan tercipta persaingan yang efektif. Tabel 1 menunjukkan
beberapa tipe pasar yang tercipta mulai dari monopoli murni sampai dengan
persaingan murni.
Tabel 1Tipe pasar
TIPE PASAR
Monopoli Murni
Oligopoli Ketat

Perusahaan Dominan
Oligopoli Longgar
Persaingan
Monopolistik
Persaingan Murni
Sumber : Jaya (2001)

KONDISI
Suatu perusahaan menguasai 100% dari pangsa
pasar.
Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang
memiliki pangsa pasar sebesar 60% sampai dengan
100%.
Suatu perusahaan yang menguasai minimal 50%
sampai dengan 100% dari pangsa pasar dan tanpa
pesaing yang kuat.
Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang
memiliki pangsa pasar sebesar 40% atau kurang.
Banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satu pun
yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10%.
Terdapat lebih dari 50 pesaing dan tidak ada satu pun
yang memiliki pangsa pasar yang berarti.

5
Konsentrasi Pasar
Menurut Jaya (2001), konsentrasi (Concentration ratio atau biasa
disingkat dengan CR) adalah kombinasi pangsa pasar dari perusahaanperusahaan oligopolis dan mereka menyadari adanya saling ketergantungan.
Kelompok perusahaan ini terdiri dari dua sampai delapan perusahaan.
Perhitungan konsentrasi yang dipakai yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rasio konsentrasi tiga perusahaan operator seluler terbesar di
Indonesia (CR3).
Hambatan Masuk Pasar
Hambatan masuk (barrier to entry) adalah perilaku ekonomi di dalam
perusahaan yang merefleksikan jumlah saingan yang ada dalam pasar.
Seorang monopolis dapat saja menaikkan harga diatas harga rata-rata untuk
meningkatkan keuntungan, tetapi hal ini tidak dilakukan karena hal tersebut
akan menarik perusahaan lain untuk masuk ke pasar. Untuk mencegah
masuknya perusahaan lain maka monopolis akan menetapkan harga
kompetisi sehingga tidak menghasilkan keuntungan yang berlebihan (excees
profit).
Ada dua jenis hambatan masuk pasar, yaitu rintangan struktural dan
rintangan strategis. Rintangan struktural timbul dari karakteristik dasar
industri seperti teknologi, biaya dan permintaan. Rintangan strategis muncul
dari sikap perusahaan yang telah ada. Perusahaan yang telah ada akan
bersikap meningkatkan rintangan dengan cara mengancam untuk membalas
pada perusahaan pendatang baru jika perusahaan tersebut memasuki pasar
yang sama dengan perusahaan lama.
2. Perilaku Pasar
Menurut Hasibuan (1993) perilaku pasar adalah pola tanggapan dan
penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai
tujuannya. Biasanya perilaku tersebut dilakukan dengan melihat kondisi pasar
yang akan dimasuki atau kondisi pasar ketika mereka berproduksi. Pada pasar
monopoli dimana terdapat kekuatan pasar yang besar pada perusahaan tertentu,
perilaku perusahaan bertujuan untuk menggapai kondisi perekonomian secara
umum bukan untuk menghadapi pesaing. Perilaku perusahaan monopoli dalam
menetapkan harga dan jumlah produk bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
yang maksimal. Perusahaan monopoli menetapkan tingkat harga secara
administratif bukan melalui mekanisme pasar.
Pada struktur pasar oligopoli perilaku perusahaan sulit diperkirakan.
Berbeda halnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna, perusahaan hanya
bersifat sebagai penerima harga. Pada kondisi pasar oligopoli yang dipimpin oleh
suatu perusahaan dominan, pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar
akan berlaku seperti halnya perusahaan monopoli. Perusahaan monopoli akan
menaikan harga untuk memperoleh keuntungan lebih. Pada pasar oligopoli,
tindakan perusahaan yang dilakukan adalah respon dari kebijakan yang diambil
oleh pesaing terdekat (Jaya 2001). Beberapa jenis perilaku pasar yang paling
sering dilakukan adalah kerjasama dengan pesaing dan strategi melawan pesaing.

6
3. Kinerja Pasar
Kinerja pasar adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku
pasar (Hasibuan 1993). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki
banyak aspek, namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi,
kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam industri (Jaya 2001). Secara
sederhana pengertian efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang
maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara kuantitas
(fisik) maupun nilai ekonomis dan tidak ada sumber daya yang terbuang. Efisiensi
terdiri dari efisiensi internal (efisiensi-X) dan efisiensi alokasi.
Tingkat efisiensi internal menggambarkan bagaimana pengelolaan
sumberdaya dalam sebuah perusahaan. Efisiensi alokasi menggambarkan
bagaimana sumber daya ekonomi dialokasikan supaya tidak ada lagi perbaikan
dalam berproduksi sehingga dapat menaikkan nilai output. Tindakan inovasi dan
kemajuan teknologi merupakan upaya terus-menerus untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan melakukan tindakan yang memberi dorongan demi kemajuan
perusahaan. Keseimbangan dalam distribusi dilihat dari segi pemenuhan
kebutuhan dan keinginan setiap elemen perusahaan serta penghargaan yang nyata
dan bernilai (Solehah 2008).
Pengukuran kinerja dapat juga dilakukan dengan metode rasio dari
kelebihan keuntungan terhadap penjualan, tingkat pengembalian dari aset atau
modal, dan nilai pasar dari surat-surat berharga perusahaan.
Dalam penelitian ini Net Income Margin (NIM) merupakan salah satu
indikator baik buruknya kinerja suatu perusahaan. Net Income Margin digunakan
untuk mengukur laba bersih setelah pajak terhadap pendapatan usaha perusahaan.
Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
memanfaatkan aset yang ada untuk menciptakan laba. Return On Equity (ROE)
digunakan untuk mengetahui efektifitas perusahaan mengelola modal yang
dimilikinya. ROE juga menjadi indikator kemampuan manajemen perusahaan
untuk memaksimalkan keuntungan.
Sama halnya dengan ROE, Average Revenue Per User (ARPU) yang
merupakan penerimaan rata-rata dari tiap pelanggan dapat menjadi indikator
kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Semakin tinggi nilai
ARPU, diharapkan keuntungan yang didapat oleh perusahaan juga semakin besar.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Solehah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Struktur,
Perilaku dan Kinerja Industri Telekomunkasi Seluler Indonesia” mengatakan
bahwa struktur industri telekomuikasi seluler Indonesia adalah oligopoli ketat
dengan tiga perusahaan penguasa yaitu Telkomsel, Indosat dan XL. Selain itu
hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa variabel jumlah aset, nilai
ARPU, dan CR3 berpengaruh secara signifikan terhadap variabel NIM yang
merupakan proksi dari kinerja industri telekomunikasi.
Ferariani (2007) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Kinerja P.T.
Telekomunikasi Indonesia TBK dibandingkan dengan P.T. Indosat TBK dengan
Menggunakan Analisis Laporan Keuangan dan Penilaian Harga Wajar Saham”
mengatakan bahwa kondisi makroekonomi Indonesia mulai membaik pada tahun
2006, sehingga prospek investasi diharapkan meningkat pada tahun mendatang.

7
Dilihat dari rasio keuangan yang menggunakan rasio likuiditas, solvabilitas,
aktifitas dan profitabilitas, P.T. Telkom secara umum terus tumbuh walaupun
pertumbuhannya menurun. Penelitian ini mengukur kinerja perusahaan
menggunakan NIM, ROA dan ROE.
Winsih (2007) dalam penelitiannya berjudul “Analisis Struktur, Perilaku
dan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia” menyimpulkan bahwa struktur
industri manufaktur di Indonesia adalah oligopoli dengan berbagai tingkat (ketat,
sedang dan longgar). Untuk pengukuran tingkat kinerja dapat menggunakan
ukuran PCM dan X-Efisiensi. Perilaku pasar dilihat dari strategi harga, produk
dan promosi, distribusi dan perilaku kolusi. Analisis panel data menggunakan
model efek tetap digunakan untuk mengestimasi PCM, maka diperoleh bahwa
yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap PCM adalah produktifitas dan XEfisiensi.
Gambaran Umum dalam Industri Telekomunikasi Seluler Indonesia
Telekomunikasi seluler di Indonesia mulai dikenalkan pada tahun 1984 dan
hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang pertama
mengadopsi teknologi seluler komersial. Pemerintah mengeluarkan UndangUndang Nomor 36 tahun 1989 tentang Telekomunikasi untuk mengatur
berjalannya industri telekomunikasi seluler di Indonesia.
Sebelum tahun 2000, industri telekomunikasi seluler Indonesia masih di
monopoli oleh beberapa perusahaan yang mendapatkan izin dari pemerintah. Hal
ini membuat perusahaan telekomunikasi seluler yang ada tidak terpacu untuk
meningkatkan efisiensi. Karena itu pemerintah memutuskan untuk membuka
kompetisi pasar bebas dan melarang praktik monopoli di industri telekomunikasi
seluler indonesia, yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor
36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Pasca diberlakukannya undang-undang tersebut pada tahun 2000, industri
telekomunikasi seluler Indonesia mulai diramaikan oleh munculnya berbagai
perusahaan telekomunikasi baru yang membuat industri telekomunikasi Indonesia
menjadi semakin dinamis dan efisien. Berikut ini berbagai operator seluler yang
ada di dalam industri telekomunikasi seluler Indonesia :
1. Telkomsel
Telkomsel didirikan pada tanggal 26 Mei 1995 sebagai anak perusahaan dari
P.T. Telkom Indonesia yang berperan sebagai penyedia layanan telekomunikasi
seluler domestik. Berdirinya Telkomsel ditandai dengan diluncurkannya layanan
pascabayar KartuHalo. Pada saat didirikan, kepemilikan saham Telkomsel adalah
51% milik P.T. Telkom dan 41% milik Indosat. Saat ini saham Tekomsel dimiliki
oleh P.T. Telkom sebesar 65%, dan sisanya sebesar 35% dimiliki oleh perusahaan
telekomunikasi Singapura Singtel. Pada tahun 1997 Telkomsel menjadi operator
seluler pertama di Asia yang menawarkan layanan GSM prabayar dengan
meluncurkan produk terbarunya Simpati.
Sejak berlakunya Undang-Undang
Nomor 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, pemerintah mencabut hak eksklusif Telkomsel sebagai penyedia
layanan telekomunikasi seluler di Indonesia. Telkomsel harus bersaing secara
terbuka dengan perusahaan lain yang masuk ke dalam industri telekomunikasi
seluler Indonesia. Sejak saat itu kinerja Telkomsel terus ditingkatkan hingga dapat

8
memimpin industri telekomunikasi seluler Indonesia dengan jumlah pelanggan
terbesar. Selain itu Telkomsel juga menjadi operator dengan jangkauan terluas
yaitu 98% wilayah Indonesia.
Dengan visi “Menjadi penyedia layanan dan solusi mobile digital lifestyle
kelas dunia yang terpercaya”, Telkomsel terus berinovasi dan menghasilkan
berbagai produk layanan jasa yang berkualitas. Oleh karena itu, Telkomsel dapat
bersaing dengan perusahaan baru yang masuk ke dalam industri telekomunikasi
Indonesia dan tetap menjadi operator seluler tebesar di Indonesia.
2. Indosat
Indosat didirikan dengan nama P.T. Indonesian Satellite Corporation pada
tahun 1967. Saat didirikan Indosat berstatus perusahaan modal asing hingga pada
tahun 1980 resmi menjadi badan usaha milik negara. Indosat menjadi satu-satunya
perusahaan yang menyediakan layanan telekomunikasi antarnegara di Indonesia
pada saat itu. Pada tahun 1994 Indosat menjadi perusahaan publik yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia dan New York Stock Exchange. Pemerintah dan publik
masing-masing memiliki saham indosat sebesar 65% dan 35%.
Pada tahun 2002 pemerintah menjual 41.94% saham Indosat kepada
Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT) dan 8.10% kepada publik.
Dengan demikian saham pemerintah di Indosat hanya tersisa 14.96%. Hal ini
dipermasalahkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha karena STT dan
Temasek (pemilik 35% saham Telkomsel) merupakan anak dari perusahaan yang
sama yaitu Asia Mobile Holdings. Kepemilikan silang terhadap dua perusahaan
telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia ini dianggap melanggar pasal 27
undang-undang anti monopoli dan membawanya ke pengadilan negeri.
Menindaklanjuti dari putusan pengadilan, pada tahun 2008 STT menjual
40.8% saham Indosat miliknya kepada Qatar Telecom (Qtel). Kemudian pada
tahun 2009 QTel meningkatkan jumlah sahamnya atas Indosat menjadi 65%
dengan membeli saham milik publik sebesar 24.19%, sehingga kini pemerintah
dan publik memiliki sisa saham masing-masing 14.29% dan 20.71%.
Pada 20 November 2003 P.T. Indosat melakukan merger terhadap 3
perusahaan sekaligus yaitu P.T. Satelindo, P.T. IM3 dan P.T. Bimagraha dimana
P.T. Indosat sebagai perusahaan yang menerima merger (absorbing company).
Merger ini bertujuan untuk menyatukan strategi dan mengkonsolidasikan sumber
daya grup Indosat dengan fokus pada bisnis seluler agar tumbuh lebih cepat dan
memberikan margin yang lebih tinggi.
Dengan lebih dari 50 juta pengguna, saat ini Indosat menjadi salah satu
perusahaan operator seluler terbesar di Indonesia bersaing dengan Telkomsel dan
XL Axiata. Indosat menawarkan beberapa produk layanan telekomunikasi seluler
diantaranya Mentari, IM3, dan Matriks pascabayar.
3. XL Axiata
P.T. XL Axiata Tbk atau biasa disingkat XL mulai beroperasi secara
komersil pada tanggal 6 Oktober 1989 dan merupakan perusahaan swasta pertama
yang menyediakan layanan telepon seluler di Indonesia. Namun XL baru
memasuki sektor telekomunikasi pada tahun 1996 setelah mendapatkan izin
operasi GSM 900. Saham XL Axiata dimiliki secara mayoritas oleh Axiata Group
Berhad sebesar 66.55% dan selebihnya menjadi milik publik sebesar 33.45%.

9
Saat ini XL memiliki dua lini produk GSM yaitu XL Prabayar dan XL
Pascabayar. Kartu XL Prabayar merupakan peleburan dari beberapa produk
prabayar XL yaitu ProXL, Bebas, Jempol, dan Jimat. Peleburan ini dilakukan
untuk memangkas biaya operasional dan meningkatkan efisiensi produk.
Tahun 2013 XL Axiata menandatangani perjanjian untuk mengakuisisi Axis
Telekom Indonesia. XL membayar nilai nominal saham yang disepakati dan akan
membayar sebagian dari utang dan kewajiban Axis. Hingga saat ini XL masih
menjadi salah satu operator seluler tebesar di Indonesia.
4. Hutchison CP Telecommunications
Tri (3) adalah nama merek yang digunakan untuk sembilan jaringan
telekomunikasi seluler yang tersebar di Eropa, Asia, dan Australia. Seluruh
jaringan tersebut dimiliki oleh Hutchison Whampoa Group. Jaringan Tri di
Indonesia dioperasikan oleh P.T. Hutchison 3 Indonesia yang 60% sahamnya
dimiliki oleh Hutchison Whampoa dan sisanya dimiliki oleh Charoen Pokphand.
Tri mulai beroperasi di Indonesia mulai tahun 2007. Tri membuat kejutan di
industri telekomunikasi seluler Indonesia dengan memikat 1.6 juta pelanggan di
tahun pertama beroperasi. Dengan inovasi dan strategi pemasaran yang dilakukan,
Tri terus mendapatkan perhatian dari pengguna layanan seluler di Indonesia
hingga saat ini menjadi perusahaan telekomunikasi seluler yang diperhitungkan di
Indonesia.
5. Smartfren
P.T. Smartfren Telecom (smartfren) awalnya bernama P.T. Mobile-8
Telecom (Mobile-8). Mobile-8 awalnya dimiliki oleh PT Global Mediacom,
namun akibat krisis finansial dan penurunan penjualan produk, maka Perusahaan
ini diakuisisi oleh Sinar Mas Group pada bulan November 2011.
Smartfren kemudian dijadikan induk usaha dari PT Smart Telecom.
Smartfren sendiri merupakan hasil merger dari P.T. Telekomindo Selular Raya
(Telesera), P.T. Metro Selular Nusantara (Metrosel), P.T. Komunikasi Selular
Indonesia (Komselindo), dan P.T. Menara Jakarta
Smartfren merupakan operator telekomunikasi pertama di dunia yang
menyediakan layanan CDMA EV-DO Rev. B (setara dengan 3.5G di GSM
dengan kecepatan unduh sampai dengan 14.7 Mbps) bersama Qualcomm sebagai
penyedia infrastruktur, dan operator CDMA pertama yang menyediakan layanan
untuk Blackberry.

6. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia
P.T. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) merupakan penyedia jasa
telekomunikasi selular mobilitas penuh di Indonesia. STI adalah bagian
dari Sampoerna Strategic Group. STI merupakan satu-satunya operator
telekomunikasi di Indonesia yang beroperasi pada frekuensi 450Mhz dengan
menggunakan teknologi CDMA2000 1x, dan memiliki lisensi mobilitas penuh
dengan jangkauan nasional. Dengan memanfaatkan jangkauan dan kapasitas
superior CDMA450, STI mampu menyediakan layanan telekomunikasi berbiaya
rendah di seluruh Indonesia dengan nama produk Ceria.

10
Saat ini jangkauan layanan STI meliputi pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan
Lombok. Produknya beragam mulai dari layanan telepon hingga layanan
broadband nirkabel. Pelanggan Ceria didukung penuh oleh kantor-kantor cabang
STI dan jaringan distribusi di seluruh wilayah layanan.
Pada tahun 2012 P.T. Bakrie Telecom dan P.T. Sampoerna Telekomunikasi
Indonesia mengumumkan penandatanganan penjualan bersyarat atas perjanjian
jual beli STI. Perjanjian tersebut melibatkan Bakrie Telecom serta Sampoerna
Strategic dan Polaris yang bertindak sebagai pemegang saham Sampoerna
Telekomunikasi Indonesia. Dari perjanjian tersebut, Bakrie Telecom memperoleh
35% saham STI dan dalam tiga tahun setelah perjanjian dilakukan akan menjadi
pemegang saham mayoritas. Sebagai imbalannya, Sampoerna Strategic akan
menjadi pemegang saham Bakrie Telecom.
7. Axis Telekom Indonesia
Axis Telekom Indonesia (Axis) awalnya bernama Natrindo Telepon Seluler,
hingga pada tahun 2011 berdasarkan persetujuan dari Kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia diubah menjadi Axis Telekom Indonesia. Axis adalah
perusahaan operator telekomunikasi seluler GSM 1800 MHz pertama di Indonesia
yang didirikan pada tahun 2001. Anak perusahaan Lippo Group yang 51%
sahamnya dimiliki oleh Saudi Telecom Company dan sisanya dimiliki oleh Maxis
Communications Berhad Malaysia ini merupakan salah satu di antara lima
operator pemilik lisensi 3G di Indonesia. Namun pada tanggal 26 September 2013
XL Axiata telah menandatangani perjanjian untuk mengakuisisi Axis Telekom
Indonesia.
8. Telkom Flexi
Telkom Flexi atau yang dikenal sebagai Flexi adalah salah satu produk
perangkat telekomunikasi berbasis FWA yang dikeluarkan oleh P.T.
Telekomunikasi Indonesia. Flexi didirikan pada bulan Juni tahun 2003 dan
berhenti beroperasi pada 4 Oktober 2014. Setelah berhenti beroperasi seluruh
kartu Flexi akan berpindah menjadi kartu As Flexi dibawah naungan Telkomsel.
9. Bakrie Telecom
P.T. Bakrie Telecom Tbk adalah perusahaan operator telekomunikasi
berbasis CDMA di Indonesia. Bakrie Telecom memiliki produk layanan dengan
nama produk Esia serta Wifone. Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama
PT Ratelindo, yang didirikan pada bulan Agustus 1993, sebagai anak perusahaan
PT Bakrie & Brothers Tbk yang bergerak dalam bidang telekomunikasi di DKI
Jakarta, Banten dan Jawa Barat berbasis Extended Time Division Multiple Access
(ETDMA). Pada bulan September 2003, PT Ratelindo berubah nama menjadi PT
Bakrie Telecom, yang kemudian bermigrasi ke CDMA2000-1x dan mulai
meluncurkan produk Esia.
Pada tahun 2006, Bakrie Telecom telah go-public dengan mendaftarkan
sahamnya dalam Bursa Efek Jakarta. Pada tahun 2012 P.T. Bakrie Telecom
menandatangani perjanjian jual beli bersyarat atas P.T. Sampoerna
Telekomunikasi Indonesia.

11
Kerangka Pemikiran
Indonesia adalah
h negara
n
yang memiliki jumlah penduduk yang banyak
b
dan
wilayah yang luas. Kar
arena itu Indonesia menjadi pasar yang poten
ensial untuk
berbagai macam indus
ustri. Pemerintah sebagai penyelenggara negar
ara menjadi
regulator untuk semuaa industri yang ada di Indonesia. Pemerintah menetapkan
me
kebijakan yang berbeda
da untuk masing-masing industri. Ada industrii yang
y
harus
dimonopoli oleh peru
rusahaan milik pemerintah ,untuk menginda
dari praktik
monopoli oleh pihak yyang tidak bertanggung jawab, karena indust
stri tersebut
menyangkut kepentinga
gan masyarakat luas. Namun ada juga indu
dustri yang
dibebaskan menjadi pas
asar persaingan sempurna untuk meningkatkan efisiensi
e
di
dalam industri itu sendir
iri.
Perusahaan yang bbersaing dalam industri persaingan sempurna bu
bukan hanya
perusahaan milik swast
asta, perusahaan milik pemerintah yang berada
da di dalam
industri tersebut juga ha
harus bersaing secara bebas dengan perusahaan-pperusahaan
lainnya tanpa ada hak eksklusif
e
dari pemerintah, seperti Telkomsel.. A
Agar dapat
bersaing maka Telkoms
msel harus terus meningkatkan kinerjanya. Ki
Kinerja dari
Telkomsel dapat ditunju
jukkan dengan nilai NIM, ARPU, ROA, dan ROE
E.

INDUSTRI DI
INDONESIA

PASAR MONOPOLI

PASAR PERSAINGAN
SEMPURNA

INDUSTRI
TELEKOMUNIKASI
SELULER

SWASTA

BUMN

TELKOMSEL

KINERJA

NIM

ARPU

ROA

Gambar 1 Kerangka pemikiran

ROE

12
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah Telkomsel dapat bersaing dengan
perusahaan-perusahaan operator telekomunikasi seluler lainnya serta menjadi
salah satu perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar di dalam industri
tersebut. Meskipun telah dilakukan liberalisasi, namun industri telekomunikasi
seluler di Indonesia tidak serta merta berubah menjadi pasar persaingan sempurna,
karena jumlah operator seluler yang ada tidak begitu banyak dan pasar masih
dikuasai oleh beberapa perusahaan dominan, sehingga membentuk pasar oligopoli
ketat. Selain itu jumlah BTS (Base Transceiver Station), total aset, nilai ARPU
(Average Revenue per User), dan jumlah pelanggan merupakan faktor-faktor yang
memengaruhi pendapatan perusahaan secara positif dan signifikan.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didapatkan dari berbagai sumber seperti laporan tahunan berbagai perusahaan
terkait, Badan Pusat Statistik, dan instansi-instansi yang berperan sebagai
regulator industri telekomunikasi seluler di Indonesia.
Data berbentuk time series dan cross section (panel data) dengan periode
waktu tahunan yaitu dari tahun 2001 hingga tahun 2013. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jumlah pelanggan, pangsa pasar, rasio konsentrasi
(CR3), nilai ROA, nilai ROE, nilai NIM, jumlah aset, nilai ARPU, jumlah BTS
dan Pendapatan usaha.
Metode Analisis
Analisis Struktur Industri Seluler
a. Pangsa Pasar (Market Share / MS)
Setiap perusahaan mempunyai pangsa pasar yang berbeda-beda berkisar
antara 0 hingga 100% dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar
menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualannya.
Pada industri seluler dapat diwakilkan oleh pangsa pasar jumlah pelanggan,
dengan asumsi semakin meningkat jumlah pelanggan maka semakin meningkat
pula keuntungan yang diperoleh dari pelanggan dari hasil penjualannya.

MS = S / S
i

i

total

x 100%

13
dimana:
MS

: pangsa pasar perusahaan i (%)

S

: jumlah pelanggan perusahaan i (juta)

i

S

i
total

: jumlah pelanggan total seluruh perusahaan (juta).

b. Konsentrasi Rasio (Concentration Ratio / CR)
Pada penelitian ini digunakan konsentrasi rasio jumlah pelanggan, dimana
pelanggan merupakan cerminan dari hasil penjualan produk kartu perdana.
Pelanggan dalam hal ini merupakan pelanggan yang memiliki kartu perdana aktif
pada operator seluler, walaupun pelanggan mempunyai beberapa kartu perdana
lainnya.
=

MS

dimana:
CR

x

i
MS

i

: rasio konsentrasi X perusahaan terbesar
: 1, 2, 3, …., n
: persentase pangsa pasar dari perusahaan ke-i.

Nilai rasio konsentrasi yang mendekati nol mengindikasikan
supply-X perusahaan terbesar mempunyai pangsa pasar yang kecil
pasar persaingan sempurna). Sedangkan nilai rasio konsentrasi
mendekati 100 mengindikasikan terjadinya monopoli dari suatu
terbesar atau oligopoli dari X perusahaan terbesar.

bahwa dari
(mendekati
(CR) yang
perusahaan

c. Hambatan Masuk
Hambatan masuk merupakan segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya
penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru kedalam suatu
industri (Jaya 2001). Masuknya perusahaan baru akan menimbulkan implikasi
bagi perusahaan yang sudah ada, seperti persaingan dalam mendapatkan pangsa
pasar menjadi semakin ketat serta persaingan untuk mendapatkan sumberdaya
yang dibutuhkan juga semakin sulit.
Hambatan masuk dapat berupa kondisi dasar pasar seperti pergerakan pasar
yang dinamis, maupun hambatan yang diciptakan oleh perusahaan yang sudah ada
seperti paten dan integrasi vertikal. Pada penelitian ini hambatan masuk industri
telekomunikasi seluler Indonesia dianalisis secara deskriptif dengan menganalisis
kondisi yang ada dalam pasar.
Analisis Perilaku Industri Seluler
Perilaku industri seluler ini dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk
memperoleh informasi mengenai perilaku perusahaan dalam industri seluler di
Indonesia. Analisis dilakukan untuk mengetahui tingkah laku serta penerapan
strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri, untuk merebut

14
pangsa pasar dan mengalahkan pesaing. Dalam penelitian ini analisis perilaku
industri dilakukan dengan menganalisis strategi produk, strategi harga, dan merger
atau akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan telekomunikasi di
Indonesia selama tahun 2001 hingga 2013.
Analisis Kinerja Industri Seluler
Analisis kinerja industri dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis NetIncome Margin (NIM), Average Revenue per User
(ARPU), Return on Asset (ROA), dan Return on Equity (ROE). NIM merupakan
proksi dari keuntungan perusahaan operator seluler yang dapat mencerminkan
baik atau buruk kinerja perusahaan secara keseluruhan. Penggunaan variabel NIM
dan ARPU sebagai indikator kinerja industri telekomunikasi seluler telah
dilakukan oleh Ferariani (2007).
NIM =

x 100%

Metode analisis ARPU sudah dipakai sejak pertama kali muncul layanan
telekomunikasi seluler di Indonesia. ARPU hanya mencerminkan satu variabel
saja, yaitu tingkat pendapatan. Dalam hal ini, walaupun ARPU-nya rendah tidak
berarti layanan telekomunikasi tidak menarik. Sepanjang total cost dapat
dipertahankan selalu lebih rendah dari total revenue-nya maka suatu layanan
masih dapat menyumbangkan profit.
ARPU =
Dalam penelitian ini kinerja industri juga akan dianalisis dari sisi ROA dan
ROE. Return On Asset digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
memanfaatkan aset yang dimiliki untuk menciptakan laba.
ROA =

x 100%

Return On Equity digunakan untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam
mengelola modal yang dimilikinya. ROE juga menjadi indikator untuk mengukur
kemampuan manajemen perusahaan untuk memaksimalkan modal yang dimiliki
dan mengukur tingkat pengembalian setiap investasi telah ditanamkan oleh
investor kepada perusahaan.
ROE =

!

"

x 100%

Analisis Dayasaing Telkomsel
Analisis dayasaing Telkomsel dijelaskan secara deskriptif dengan
menganalisis indikator-indikator yang menunjukkan tingkat kinerja Telkomsel
yaitu pangsa pasar, NIM, ARPU, ROA, dan ROE, lalu dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan telekomunikasi seluler lainnya yang tergabung dalam
CR3.

15
Analisis Panel Data
Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri
digunakan analisis panel datadengan persamaan umum sebagai berikut :
# = $ + β' + ε

it

dimana :
#
: Variabel dependen pada individu i dan waktu t
$
: Intersep
β
: Slope dari variabel dependen
'
: Variabel independen pada individu i dan waktu t
ε
: error/simpangan pada individu i waktu t.
it

Analisis panel data pada penelitian ini menggunakan enam individu
(Telkomsel, Indosat, XL, Smartfren, Felxi, Bakrie) dan periode waktu delapan
tahun (2006-2013). Model panel data yang akan digunakan adalah sebagai berikut
:
Ln_REV = α + β Ln_BTS + β Ln_ASET + β Ln_ARPU +β Ln_PLG + ε
it

it

dimana:
Ln_REV

1

it

2

it

3

it

4

it

it

: total pendapatan perusahaan ke i dan tahun ke-t (rupiah)

it

Ln_BTS

: jumlah BTS yang dimiliki oleh perusahaan ke-i dan tahun ke-t

Ln_ASET

(unit)
: total aset yang dimiliki oleh perusahaan ke-i dan tahun ke-t

it

it

Ln_ARPU

it

(rupiah)
: nilai Average Revenue Per User perusahaan ke-i dan tahun ke-t

Ln_PLG

(rupiah)
: jumlah pelanggan yang dimiliki oleh perusahaan operator ke-i dan

α

tahun ke-t berdasarkan jumlah pelanggan (unit)
: intersep pada perusahaan ke-i dan tahun ke-t

β

: slope masing-masing peubah bebas (independent)

it

it

ε

n

: error/simpangan pada unit industri ke-i dan tahun ke-t.

Penelitian ini menggunakan variabel total revenue atau total pendapatan
sebagai variabel dependen. Variabel independen yang digunakan adalah jumlah
BTS, jumlah aset, nilai ARPU dan jumlah pelanggan. Total revenue merupakan
total pendapatan sebuah perusahaan selama satu tahun yang merupakan hasil dari
kinerja perusahaan tersebut, sehingga variabel tersebut menjadi proksi kinerja
perusahaan dan industri.
Jumlah BTS yang dimiliki suatu perusahaan telekomunikasi menjadi proksi
dari luas wilayah yang dijangkau oleh signal dari produk telekomunikasi yang
ditawarkan oleh perusahaan telekomunikasi tersebut. Hal tersebut menunjukkan
bahwa jumlah BTS berbanding lurus dengan kualitas pelayanan telekomunikasi
yang diberikan dan memengaruhi penggunaan jasa layanan telekomunikasi oleh
konsumen.

16
Variabel ASET dan ARPU sebelumnya telah digunakan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Fitriyani Solehah pada tahun 2008 untuk menganalisis
kinerja pasar telekomunikasi. Selain variabel-variabel diatas jumlah pelanggan
juga merupakan faktor yang sangat menentukan pendapatan usaha dari sebuah
perusahaan telekomunikasi.
REV, ASET dan ARPU memiliki satuan yang berbeda dengan BTS dan
PLG.REV, ASET, dan ARPU ditentukan dalam rupiah, sedangkan BTS dan PLG
ditentukan dalam unit. Sehingga variabel-variabel tersebut diubah menjadi Ln.
Hal ini dilakukan untuk mengatasi interval satuan yang terlalu jauh dari tiap
variabel.
Penelitian ini menggunakan software Eviews 8 untuk mengestimasi faktorfaktor yang memengaruhi kinerja industri telekomunikasi. Langkah-langkah yang
dilakukan untuk melakukan estimasi tersebut adalah melakukan Uji Hausman dan
Uji Chow untuk menentukan model estimasi terbaik. Selanjutnya dilakukan uji
asumsi klasik yaitu uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan
multikolinearitas. Setelah model dipastikan bebas uji asumsi klasik maka model
asumsi terbaik dapat digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Struktur Industri Telekomunikasi Seluler
Struktur pasar dapat dianalisis berdasarkan beberapa elemen yang
mendasarinya yaitu pangsa pasar, rasio konsentrasi, dan hambatan masuk.
a. Pangsa Pasar
Dalam industri telekomunikasi seluler besarnya pangsa pasar dapat
ditentukan dari jumlah pelanggan pada suatu perusahaan operator seluler.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, pasar telekomunikasi seluler Indonesia dikuasai oleh tiga
perusahaan yang memiliki izin operasi dari pemerintah yaitu Telkomsel, Indosat
dan XL, sehingga ketiga perusahaan tersebut memiliki pangsa pasar yang besar.
Setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi pada bulan September tahun 2000, mulai muncul perusahaanperusahaan operator seluler baru yang masuk ke dalam industri telekomunikasi
seluler Indonesia. Hal ini menyebabkan berkurangnya pangsa pasar dari ketiga
perusahaan sebelumnya karena perusahaan-perusahaan baru tersebut memiliki
produk dan strategi pemasaran yang cukup jitu untuk menarik pelanggan. Berikut
grafik pangsa pasar perusahaan-perusahaan yang ada di dalam industri
telekomunikasi seluler Indonesia pada tahun 2001 sampai dengan 2013.

Pangsa Pasar

17
60%
55%
50%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun
TELKOMSEL
TRI
SAMPOERNA
BAKRIE

INDOSAT
SMART
AXIS

XL
SMARTFREN
FLEXI

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)

Gambar 2 Pangsa pasar
Dari Gambar 2 terlihat bahwa hingga tahun 2003 industri telekomunikasi
seluler Indonesia masih dikuasai oleh tiga perusahaan utama yaitu Telkomsel,
Indosat, dan XL. Pada tahun 2004 Mobile-8 menjadi perusahaan operator pertama
yang memasuki industri telekomunikasi seluler Indonesia pasca diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Kemudian
industri telekomunikasi seluler Indoneisa kembali diramaikan oleh beberapa
perusahaan operator baru yang masuk diantaranya Sampoerna Telekomunikasi
Indonesia dan Axis Telekom Indonesia pada tahun 2006 serta Hutchison CP
Telecommunications dan Smart Telecom pada tahun berikutnya.
Secara umum dominasi ketiga perusahaan utama yaitu Telkomsel, Indosat,
dan XL mulai berkurang sejak diterapkannya liberalisasi industri telekomunikasi
oleh pemerintah. Hal ini terlihat besarnya pangsa pasar ketiga perusahaan tersebut
yang memiliki tren menurun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2013.
Pada tahun 2001 Telkomsel memiliki pangsa pasar sebesar 50.86% dan
perlahan menurun hingga pada tahun 2013 pangsa pasar Telkomsel tersisa 42%.
Meskipun pangsa pasarnya menurun Telkomsel tetap menjadi perusahaan
operator seluler dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia. Indosat juga
mengalami hal serupa dengan Telkomsel, pada tahun 2001 Indosat memiliki
pangsa pasar sebesar 30.01%, dan pada tahun 2013 hanya 19%. XL memiliki
pangsa pasar yang lebih stabil dan lebih berfluktuatif dibandingkan dengan
Telkomsel dan Indosat.
Pada tahun 2001 pangsa pasar XL sebesar 19.13% dan pada tahun 2013
sebesar 19.3%. Meskipun pangsa pasar tahun 2013 lebih tinggi daripada tahun
2001, namun XL pernah mengalami titik terendah dalam perolehan pangsa pasar
yaitu hanya sebesar 12.5% pada tahun 2004. Kestabilan perolehan pangsa pasar

18
XL dikarenakan XL memiliki lebih sedikit masalah dalam pemindahan
kepemilikan saham dibandingkan Tel