Permintaan Kredit Mikro dan Kecil Beserta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Studi Kasus pada Suatu Unit Layanan Modal Mikro PT PNM (Persero)

PERMINTAAN KREDIT MIKRO DAN KECIL BESERTA FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA: STUDI KASUS PADA
SUATU UNIT LAYANAN MODAL MIKRO PT PNM (Persero)

JAN PRINCE PERMATA P D

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Permintaan Kredit
Mikro dan Kecil Beserta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Studi Kasus
pada Suatu Unit Layanan Modal Mikro PT Permodalan Nasional Madani
(Persero) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Jan Prince Permata P D
NIM H151100134

RINGKASAN
JAN PRINCE PERMATA P D. Permintaan Kredit Mikro dan Kecil Beserta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Studi Kasus pada Suatu Unit Layanan
Modal Mikro PT PNM (Persero). Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan
M PARULIAN HUTAGAOL.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 ditargetkan sebesar enam persen.
Target ini menurun jika dibandingkan tahun 2013 yang diprediksi 6,3 persen dan
realisasinya hanya 5,78 persen. Pada waktu yang sama usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) mengalami pertumbuhan yang positif.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2013, tercatat
57.843.617 unit Usaha Mikro dan Kecil (UMK) atau 99 persen lebih dari total
pelaku usaha yaitu UMK dan Usaha Besar (UB) di Indonesia. Besarnya potensi
usaha mikro dan kecil, ditunjukkan oleh terus meningkatnya jumlah unit usaha

mikro selama kurun waktu tahun 2010–2013 rata-rata sebesar 7,48 persen per
tahun, sedangkan jumlah unit usaha kecil meningkat rata-rata 14,05 persen per
tahun. Perkembangan penyerapan tenaga kerja periode tahun 2010–2013 oleh
usaha mikro dan kecil terus menunjukkan peningkatan, penyerapan tenaga kerja
usaha mikro meningkat rata-rata 12,48 persen per tahun, sedangkan penyerapan
tenaga kerja usaha kecil meningkat rata-rata 14,05 persen per tahun
Dalam kontribusinya terhadap perekonomian domestik pengembangan usaha
mikro masih menghadapi permasalahan berupa terbatasnya akses terhadap
permodalan. Pemerintah melalui PT. PNM (Persero) dan Unit Layanan Modal
Mikro (ULaMM) memiliki peran penting dalam mengatasi persoalan akses kredit
bagi usaha mikro. ULaMM sebagai model lembaga keuangan alternatif
memberikan pendekatan berbeda dengan perbankan. Syaratnya yang jelas dan
mudah, angsuran ringan karena disesuaikan dengan kemampuan bayar dan hasil
usahanya, mulai dari harian, mingguan, sampai bulanan, serta tingkat bunga yang
kompetitif.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan kredit mikro dan kecil di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Untuk
mengkaji faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap permintaan kredit
mikro dan kecil terhadap permintaan kredit mikro tersebut, digunakan data cross
section yang mengacu pada data primer 80 responden debitur ULaMM dengan

rincian 40 responden di Kota Bekasi dan 40 responden di Kabupaten Bekasi.
Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif, analisis crosstab dan
analisis data cross section. Analisis deskriptif untuk melihat penyaluran kredit
ULaMM ke usaha mikro dan kecil. Analisis crosstab untuk memetakan struktur
demografi usaha mikro dan kecil terhadap permintaan kredit. Analisis data cross
section untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan
kredit.
Hasil studi menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, terdapat 51 orang
(64 persen) responden laki-laki dan 29 orang (36 persen) responden perempuan.
Mayoritas responden baik laki-laki maupun perempuan berada pada kelompok
pinjaman dibawah Rp50 juta. Berdasarkan usia, terdapat sebanyak 59 orang
(73,5 persen) responden berusia 30 sampai dengan 50 tahun dan 12 orang (15
persen) responden berusia diatas 50 tahun serta 9 orang (11 persen) responden

berusia dibawah 30 tahun. Berdasarkan pendidikan, terdapat sebanyak 59 orang
(73,5 persen) responden berpendidikan SMP dan SMA. Sebanyak 14 orang (17,5
persen) responden berpendidikan D3 dan S1, serta sebanyak 7 orang (8,75
persen) responden berpendidikan sampai SD. Mayoritas responden berpendidikan
sampai SD, SMP dan SMA berada pada kelompok pinjaman dibawah Rp50 juta.
Mayoritas responden berpendidikan D3 dan S1 berada pada kelompok pinjaman

diatas Rp100 juta.
Berdasarkan bidang usaha, terdapat sebanyak 51 orang (63,8 persen)
responden berada di sektor usaha dagang dan jasa. Sebanyak 16 orang (20 persen)
responden berada di sektor usaha pengolahan dan 13 orang (16,2 persen)
responden berada di sektor usaha lainnya. Mayoritas responden sektor usaha
dagang dan jasa berada pada kelompok pinjaman di bawah Rp50 juta. Mayoritas
responden di sektor usaha pengolahan berada pada kelompok pinjaman Rp50
sampai Rp100 juta dan mayoritas responden di sektor usaha lainnya berada pada
kelompok pinjaman di atas Rp100 juta.
Berdasarkan kelompok tenor, terdapat sebanyak 39 orang (48,8 persen)
responden meminjam kredit sampai jangka waktu 24 bulan. Sebanyak 36 orang
(45 persen) responden meminjam kredit antara 24 sampai 36 bulan dan 5 orang
(6,2 persen) responden meminjam kredit di atas 36 bulan. Mayoritas responden
yang meminjam sampai dengan 24 bulan berada pada kelompok pinjaman di
bawah Rp50 juta. Mayoritas responden meminjam kredit antara 24 sampai 36
bulan berada pada kelompok pinjaman Rp50 sampai Rp100 juta dan seluruh
responden meminjam kredit diatas 36 bulan berada pada kelompok pinjaman
diatas Rp100 juta
Hasil estimasi model mengindikasikan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap permintaan kredit mikro adalah: aset debitur,

pendidikan debitur, suku bunga pinjaman, dan jangka waktu pinjaman atau tenor.
Hasil estimasi juga memperlihatkan bahwa seluruh tanda koefisien estimasi
variabel-variabel tersebut sesuai dengan harapan teoritis: aset, pendidikan dan
jangka waktu pengembalian kredit/tenor berpengaruh positif terhadap permintaan
kredit mikro dan kecil, sedangkan suku bunga berpengaruh negatif terhadap
permintaan kredit mikro dan kecil. Hasil estimasi model mengindikasikan bahwa
variabel usia, umur, jarak, jenis kelamin, dan jumlah anggota keluarga/karyawan
tidak signifikan berpengaruh terhadap permintaan kredit mikro dan kecil.
Kata Kunci: kredit mikro kecil, usaha mikro kecil, unit layanan modal mikro, PT
PNM (Persero).

SUMMARY
JAN PRINCE PERMATA P D. Demand for Micro and Small Credit and Its
Determinants: Study Case on A Micro Capital Service Unit PT PNM (Persero).
Under supervision of HERMANTO SIREGAR dan M PARULIAN HUTAGAOL.
Indonesia economy is targeted to grow 6 percent in 2014. This target is
lower than 2013 which was predicted to grow 6,3 percent and was setlled at 5,78
percent. Yet, at the same time, micro and small enterprises experienced positive
growth.
Based on data from SME and Credit Union Minister in 2013, it is noted that

there is 57.843.617 unit of SME or equals to 99 percent of the total of both SME
and large scale business in Indonesia. This potential of SME is continually shown
by the increasing number of micro-enterprise in the period 2010-2013 by 7,48
percent per year, while small enterprises increased by 14,05 percent per year. In
that period, the absorption of employment by micro and small enterprise has
increased continually. Employment provided by micro enterprise increased 12,48
percent per year, while employment provided by small enterprises increased 14,05
percent per year.
Yet, despite its continuous positive contribution the domestic economy,
micro enterprises still face limited access to capital. The government through PT.
PNM (Persero) and Micro Capital Service Unit (ULaMM) hold a significant role
to overcome this problem. ULaMM, playing its role as an alternative financial
institution, gives different approach from bank. ULaMM provides clear and easy
credit requirement, smaller repayment amount, and competitive interest rate.
This study aims to analyze determinants of micro-credit in the City of Bekasi
and the District of Bekasi. This research used cross section data on primary data
of 80 borrowers ULaMM, consists of 40 respondents in the City of Bekasi and 40
respondents in the Districit of Bekasi.
Type of analysis consists of descriptive analysis, crosstab analysis and crosssection econometric model. Descriptive analysis is to study credit dynamic from
ULaMM to micro and small enterprises. Crosstab analysis is to map micro and

small enterprises demographic structure to credit demand. Cross section analysis
is to analyze credit demand determinants.
This study shows based on gender, there is 64 percent male respondents (51
males) and 36 percent female respondents (29 female). The majority of
respondents borrow less than 50 million Rupiah. From the perspective of age,
there is 73,5 percent (59 people) falls in to range 30-50 years old, 15 percent (15
people) is above 50 years old, and 11 percent (9 people) is below 30 years old.
73,5 percent (59 people) is educated through junior and senior highschool, 8,75
percent (7 people) has elementary school education. The majority of borrowers
below 50 million Rupiah has education level from elemetary, junior and senior
highschool. While borrowers with credit over 100 million Rupiah has diploma and
university education level.
Based on business type, 63,8 percent (51 people) is in goods and service
business. As much as 20 percent (16 people) is in manufacturing business and
16,2 percent (13 people) in other type of business. The majority of goods and
service business is within the group with less than 50 million Rupiah amount of

credit. Based on tenor group, there is a 48,8 percent (39 people) who has
repayment time of 24 months, 45 percent (36 people) borrows credit between 2436 months, and 6,2 percent (5 people) borrows credit for more than 36 months.
The majority of respondents with 24 months repayment time, borrows less than 50

million Rupiah, while repayment time between 24-36 months is settled with
amount between 50-100 million Rupiah. Borrowers with repayments time above
36 months borrows fund more than 100 million Rupiah.
The model estimation result shows determinant factors of micro and small
credit demand. The significant factors are: borrowers asset, level of education,
interest rate, and repayment length of time. This model also shows that these
findings is in pararell with teoritical matters: assets, education and repayment
time length level has positive correlation with micro credit demand, while interest
rate has negative correlation with micro-credit demand. And last, factors such as
age, distance, gender and the number of family member, have no significant
correlation to micro-credit demand.

Keywords: demand for micro credit, micro capital service unit, micro and small
enterprises, PT PNM (Persero).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERMINTAAN KREDIT MIKRO DAN KECIL BESERTA FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA: STUDI KASUS PADA
SUATU UNIT LAYANAN MODAL MIKRO PT PNM (Persero)

JAN PRINCE PERMATA P D

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Alla Asmara, SP MSi

Judul Penelitian : Permintaan Kredit Mikro dan Kecil Beserta Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya: Studi Kasus pada Suatu Unit
Layanan Modal Mikro PT PNM (Persero)
Nama
: Jan Prince Permata P D
NIM
: H151100134

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hermanto Siregar, MEc
Ketua

Dr Ir M Parulian Hutagaol, MS
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Permintaan Kredit Mikro dan Kecil Beserta Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya: Studi Kasus pada Suatu Unit Layanan Modal Mikro PT
PNM (Persero). Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hermanto Siregar,
MEc dan Bapak Dr Ir M Parulian Hutagaol, MS selaku pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan, kritikan dan saran sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada isteri Christine
Setyadi, serta anak-anak terkasih Gita Permata Kristi P D dan Erlangga Guevara
Permata P D. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada teman-teman
seperjuangan di Program Studi Ilmu Ekonomi dan rekan-rekan lain yang tidak
bisa saya sebutkan namanya satu-persatu.
Semoga tesis ini bermanfaat
Bogor, September 2014
Jan Prince Permata P D

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

1

2

3

4

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Pengertian Usaha Mikro dan Kecil

5

Pengertian dan Jenis Kredit

7

Kredit dan Lembaga Keuangan Mikro

15

Klasifikasi Kredit Mikro dan Kecil

17

Jaminan Kredit

17

Ketidaksempurnaan Informasi Pasar Kredit

19

Penelitian Terdahulu

22

Kerangka Pemikiran Penelitian

25

METODE PENELITIAN

26

Lokasi dan Waktu Penelitian

26

Variabel-Variabel Penelitian

26

Pengolahan dan Analisis Data

27

Uji Asumsi Model Regresi Linier

28

Multikolinieritas

28

Heteroskedastisitas

29

Autokorelasi

30

Uji Normalitas

31

GAMBARAN UMUM

32

PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan Unit Layanan Modal
Mikro (ULaMM)

32

Perkembangan ULaMM di Kota dan Kabupaten Bekasi

33

ii

Karakteristik Responden

5

34

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

34

Responden Berdasarkan Usia

35

Responden Berdasarkan Pendidikan

36

Responden Berdasarkan Kelompok Bidang Usaha

37

Responden Berdasarkan Tenor atau Jangka Waktu Pinjaman

38

HASIL DAN PEMBAHASAN

38

Hasil Estimasi Model

38

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit

39

Pendidikan

40

Aset

40

Suku Bunga

41

Tenor

41

Jenis Kelamin

42

Usia

42

Jumlah Anggota Keluarga

42

Jarak atau Lokasi Usaha

43

Faktor Lainnya yang Diduga Berpengaruh terhadap Permintaan Kredit 43

6

Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan

43

SIMPULAN DAN SARAN

45

Simpulan

45

Saran

46

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

50

RIWAYAT HIDUP

55

iii

DAFTAR TABEL
Tabel 1

Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar di
Indonesia Tahun 2010-2013

2

Tabel 2

Penelitian Terkait Kredit Mikro

22

Tabel 3

Jenis dan Sumber Data

26

Tabel 4

Jumlah Debitur ULaMM di Kota dan Kabupaten Bekasi

33

Tabel 5

Persentase Responden Berdasarkan Kelompok Pinjaman dan
Jenis Kelamin

35

Persentase Responden Berdasarkan Kelompok Pinjaman dan
Umur

35

Tabel 6
Tabel 7

Persentase Responden Berdasarkan Kelompok Pinjaman
dan Pendidikan

Tabel 8

Tabel 9

36

Persentase Responden Berdasarkan Kelompok Pinjaman dan
Bidang Usaha

37

Persentase Responden Berdasarkan Kelompok Pinjaman dan
Tenor

38

Tabel 10 Rangkuman Hasil Estimasi Model

39

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

25

Gambar 2 Perkembangan Jumlah Kredit Mikro dan Kecil ULaMM di
Kota/Kabupaten Bekasi, 2010-2013

34

Gambar 3 Gambaran Pinjaman Berdasarkan Jenis Kelamin

34

Gambar 4 Gambaran Pinjaman Berdasarkan Usia Responden

35

Gambar 5 Gambaran Pinjaman Berdasarkan Pendidikan Responden

36

Gambar 6 Gambaran Pinjaman Berdasarkan Bidang Usaha Responden

37

Gambar 7 Gambaran Pinjaman Berdasarkan Tenor Pinjaman

38

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 ditargetkan sebesar enam
persen. Target ini menurun jika dibandingkan tahun 2013 yang diprediksi 6,3
persen dan realisasinya hanya 5,78 persen. Pada sisi lain, perkembangan ekonomi
dunia dalam beberapa tahun terakhir ditandai dengan berbagai gejolak seperti
lonjakan utang beberapa negara di Eropa yang berdampak pada pengetatan
likuiditas yang menurunkan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kondisi di
Eropa merembet ke negara-negara lain sebagai konsekuensi semakin tingginya
keterbukaan dan ketergantungan perekonomian dunia termasuk Indonesia. Salah
satu pelaku ekonomi yang perlu diwaspadai terkena dampak perlambatan
ekonomi ini di Indonesia adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Fakta menunjukkan usaha mikro dalam perekonomian nasional terbukti
mampu mewujudkan peran dan kontribusi dalam meningkatkan pembangunan
karena posisinya yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja, pemulihan
ekonomi masyarakat dan mewujudkan pemerataan kesempatan kerja. Adapun
peranan strategis usaha mikro dan kecil dapat dilihat dari berbagai aspek (Bank
Indonesia, 2005), yaitu: (i) jumlah unit usahanya banyak dan terdapat hampir di
setiap sektor ekonomi; (ii) potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja;
dan (iii) kontribusi usaha mikro dan kecil dalam Produk Domestik Bruto
(PDB) nasional yang cukup besar, serta potensinya dalam perkembangan nilai
ekspor non migas.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2013, tercatat
57.843.617 unit Usaha Mikro dan Kecil (UMK) atau 99 persen lebih dari total
pelaku usaha yaitu UMK dan Usaha Besar (UB) di Indonesia. Besarnya potensi
usaha mikro dan kecil, ditunjukkan oleh terus meningkatnya jumlah unit usaha
mikro selama kurun waktu tahun 2010–2013 rata-rata sebesar 7,48 persen per
tahun, sedangkan jumlah unit usaha kecil meningkat rata-rata 14,05 persen per
tahun. Pada tahun 2013 tercatat jumlah usaha mikro sebanyak 57.189.395 unit
atau mencapai 98.77 persen dari total jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan
besar, sedangkan jumlah usaha kecil tercatat sebanyak 654.222 unit atau sekitar
1,13 persen. Perkembangan penyerapan tenaga kerja periode tahun 2010–2013
oleh usaha mikro dan kecil terus menunjukkan peningkatan, penyerapan tenaga
kerja usaha mikro meningkat rata-rata 12,48 persen per tahun, sedangkan
penyerapan tenaga kerja usaha kecil meningkat rata-rata 14,05 persen per tahun.
Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMK pada tahun 2013 sebesar
110.194.687 orang atau 93,64 persen dari total penyerapan tenaga kerja UMKM
dan UB. Usaha mikro menyerap tenaga kerja 88,90 persen dan usaha kecil
menyerap tenaga kerja 4,74 persen.
Sementara itu, pada tahun 2013, nilai PDB nasional menurut harga
konstan tahun 2000 sebesar Rp9.469.951,8 miliar, dengan kontribusi usaha
mikro sebesar 36,9 persen dari total PDB nasional, kontribusi usaha kecil sebesar
9,72 persen, dan sementara kontribusi usaha menengah sebesar 13,72 persen,
sedangkan usaha besar berkontribusi 39,66 persen (Kementerian Koperasi dan
UKM, 2013). Fenomena ini bisa menggambarkan bahwa kapitalisasi usaha per
unit masih rendah di usaha mikro dan kecil.

2

Tabel 1 Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah dan besar di Indonesia
tahun 2010-2013
No
Indikator
Satuan
2010
I
Total Unit Usaha
Unit
53.828.570
1
Usaha Mikro
Unit
53.207.500
2
Usaha Kecil
Unit
573.601
3
Usaha Menengah
Unit
42.631
4
Usaha Besar
Unit
4.838
II
Total Tenaga Kerja
Orang
102.241.480
1
Usaha Mikro
Orang
93.014.759
2
Usaha Kecil
Orang
3.627.164
3
Usaha Menengah
Orang
2.759.852
4
Usaha Besar
Orang
2.839.711
III Total PDB 1
Rp. Miliar
6.068.789
1
Usaha Mikro
Rp. Miliar
2.051.878
2
Usaha Kecil
Rp. Miliar
597.770
3
Usaha Menangah
Rp. Miliar
816.745
4
Usaha Besar
Rp. Miliar
2.602.369
Keterangan: 1) Total PDB Harga Konstan 2000
Sumber: Kemenkop dan UKM, 2013 (diolah)

Tahun
2011
2012
55.211.396
56.539.559
54.559.969
55.856.176
602.195
629.418
44.280
48.997
4.952
4.968
104.613.680 110.806.150
94.957.797
99.859.517
3.919.992
4.533.970
2.844.669
3.262.023
2.891.224
3.150.645
7.427,087,3
8.241.892
2.579.388,40
2.951.120
722.013,80
798.122
1.002.170,30
1.120.353
3.123.515,60
3.372.296

2013
57.900.789
57.189.395
654.222
52.106
5.066
117.681.24
104.624.460
5.570.231
3.949.385
3.537.162
9.469.951
3.494.462
920.618
1.299.494
3.755.377

Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia telah
mendapat pelajaran berharga dengan sektor usaha mikro. Munculnya krisis
moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi tahun 1997, salah satunya adalah
karena dilupakannya peran golongan pengusaha mikro. Walaupun skala
aktivitasnya relatif kecil tetapi sebenarnya kegiatan ekonomi yang dilakukan
merupakan bagian integral dari perekonomian nasional. Pengusaha mikro juga
sangat fleksibel menghadapi goncangan yang selama ini berdampak negatif
kegiatan ekonomi skala besar.
Pengalaman di negara sedang berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin, usaha mikro dan kecil di Indonesia juga berperan sangat penting khususnya
dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok
miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan
ekonomi perdesaan. Karena itu menurut Priyarsono (2011), pengembangan
industri kecil akan memberikan dampak positif yang besar terhadap pertumbuhan
ekonomi, serta akan mendorong terwujudnya distribusi pendapatan yang lebih
merata antara kelompok masyarakat. Secara sektoral sub-sektor industri
pengolahan yang berbasis pertanian (agroindustri), menunjukkan kinerja yang
lebih baik dari sub- sektor industri pengolahan lainnya karena mampu
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus distribusi secara
merata.
Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia seperti juga negara-negara
sedang berkembang lainnya, secara spesifik memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Tambunan, 2009):
1. Jumlah perusahaan, terutama dari kelompok usaha mikro dan kecil
sangat besar dan tersebar di seluruh pelosok perdesaan.
2. Umumnya bersifat padat karya, sehingga berpotensi menumbuhkan
kesempatan kerja yang sangat besar.
3. Usaha mikro dan kecil menggunakan teknologi yang lebih sesuai
terhadap proporsi faktor produksi dan kondisi lokal setempat, yaitu

3

sumberdaya alam dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang
jumlahnya berlebih.
4. Karena banyak tersebar di perdesaan, usaha mikro dan kecil
mempunyai kegiatan produksi yang umumnya berbasis pertanian.
5. Pemilik usaha mikro dan kecil pada umumnya membiayai sebagian
besar kegiatan produksinya dengan tabungan pribadi, ditambah
pinjaman atau bantuan dari kerabat, atau dari pemberi kredit informal,
pedagang pengumpul, pemasok bahan baku, dan pembayaran di muka
dari konsumen.
Besarnya penyerapan tenaga kerja oleh usaha mikro dan kecil ini juga
diikuti dengan intensifnya dalam penggunaan sumberdaya lokal di perdesaan,
sehinggga pertumbuhan usaha mikro dan kecil ini akan menimbulkan dampak
positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pemerataan dalam distribusi
pendapatan dan pembangunan ekonomi di perdesaan (Kuncoro, 2003). Namun
demikian potensi besar yang dimiliki oleh usaha mikro dan kecil terutama dalam
upaya penyediaan lapangan kerja, pembentukan unit usaha dan pemerataan
pendapatan ternyata belum banyak dimanfaatkan oleh pemerintah. Oleh karena itu
perlu diagendakan upaya untuk meningkatkan peran usaha mikro, kecil, dan
menengah, terutama dalam mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan
memperbaiki pola pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2005).
Pengembangan sektor UMK di Indonesia masih menghadapi beberapa
permasalahan klasik di tengah kontribusinya bagi perekonomian domestik. Dari
sisi modal, kebanyakan usaha mikro dan kecil memulai usahanya dengan modal
sendiri dan sebagian kecil yang telah melakukan pendekatan terhadap lembaga
keuangan dalam rangka memperoleh pinjaman usahanya. Menurut Bank
Indonesia (2005), rendahnya tingkat pinjaman usaha mikro dan kecil kepada
lembaga keuangan formal disebabkan beberapa faktor: (i) kurangnya aksesibilitas
usaha mikro dan kecil kepada lembaga keuangan formal terutama informasi dan
persyaratan kredit; (ii) tidak adanya agunan kredit; (iii) kurangnya kemampuan
manajemen keuangan, (iv) rendahnya kualitas sumberdaya manusia, dan (v)
terbatasnya kompetensi kewirausahaan dan permodalan. Dari sini dapat dikatakan
bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh sektor UMK adalah akses
terhadap pemodalan.
Sejak awal pemerintahan orde baru di akhir tahun 1960-an, pemerintah
sebenarnya sudah memfasilitasi kredit mikro dan kecil yang diperuntukkan
khusus untuk usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah berupa subsidi.
Pemberian kredit bersubsidi oleh pemerintah diawali dengan pola kredit bimas
(bimbingan massal) dan pada awal tahun 1970-an Bank Indonesia (BI)
meluncurkan antara lain dua skema kredit program yang sangat populer yaitu:
Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Namun
kredit program ini setelah diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, kemudian dialihkan ke lembaga khusus yaitu PT. Permodalan Nasional
Mandani (PNM) Persero (Tambunan, 2009).
Keberadaan PNM (Persero) sebagai lembaga penyalur kredit mikro yang
salah satunya melalui Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) memiliki peran
penting dalam mengatasi berbagai persoalan akses kredit bagi usaha mikro.
ULaMM merupakan layanan pinjaman modal untuk usaha mikro dan kecil yang
disertai bimbingan untuk pengembangan usaha. PNM meluncurkan ULaMM

4

pada Agustus 2008, dan saat ini telah melayani 14 propinsi yang tersebar di
hampir 300 kecamatan di seluruh Indonesia. Tahun 2015 ditargetkan terdapat
2000 ULaMM di seluruh Indonesia. ULaMM sebagai model lembaga keuangan
alternatif memberikan pendekatan berbeda dengan perbankan. Syaratnya yang
jelas dan mudah, angsuran yang ringan, karena disesuaikan dengan kemampuan
bayar dan hasil usahanya, mulai dari harian, mingguan, sampai bulanan, serta
tingkat bunga yang kompetitif.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dikatakan bahwa sektor UMK yang
memiliki peran strategis terhadap perekonomian masih menghadapi kendala akses
permodalan. Dalam konteks ini, menjamin keberlangsungan UMK melalui
dukungan akses menjadi salah satu hal krusial yang perlu diperhatikan
pemerintah. Sebagaimana diulas sebelumnya, salah satu bentuk dukungan
pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut adalah mendirikan lembaga PNM
sebagai institusi penyalur kredit mikro. Berangkat dari gagasan ini, studi ini
menganalisis Permintaan kredit mikro dan kecil beserta faktor-Faktor yang
mempengaruhinya pada ULaMM PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
Literatur mengenai dinamika permintaan kredit mikro di Indonesia masih
jarang ditemui, khususnya yang mengkaji pada lingkup kota dan kabupaten. Atas
dasar ini, studi ini mencoba menganalisis permasalahan di atas pada lingkup
kota/kabupaten, agar analisis dapat dilakukan secara lebih mendalam. Lokasi
penelitian dalam studi ini dilakukan di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Alasan
pemilihan lokasi ini adalah karena Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi
merupakan dua wilayah di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk tinggi
dan pertumbuhan usaha mikro yang dinamis.
Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Kota Bekasi tercatat 2.523.032.
PDRB Kota Bekasi tahun 2012 atas dasar harga berlaku meningkat 13,14 persen
dari tahun sebelumnya, yaitu dari Rp40.528,8 miliar di tahun 2011 menjadi
Rp45.857,4 miliar di tahun 2012. Sedangkan PDRB atas harga konstan tahun
2000 mengalami peningkatan dari Rp16.571,5 miliar di tahun 2011 menjadi
Rp17.706,4 miliar di tahun 2012 (BPS Kota Bekasi, 2013). Pada tahun 2012
jumlah penduduk di Kabupaten Bekasi tercatat 2.786.637 jiwa. PDRB Kabupaten
Bekasi tahun 2012 atas dasar harga berlaku meningkat 9,08 persen dari tahun
sebelumnya, yaitu dari Rp106.773,29 miliar di tahun 2011 menjadi Rp116.469,96
miliar di tahun 2012. Sedangkan PDRB atas harga konstan tahun 2000
mengalami peningkatan dari Rp58.433,01 miliar di tahun 2011 menjadi
Rp62.067,79 miliar di tahun 2012 (BPS Kabupaten Bekasi, 2013).

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor

5

yang berpengaruh terhadap
Kabupaten Bekasi.

permintaan kredit mikro dan kecil di Kota dan

Manfaat Penelitian
Studi mengenai permintaan kredit mikro dan kecil beserta faktor-faktor
yang
mempengaruhinya di Kota dan Kabupaten Bekasi ini diharapkan
memberikan manfaat antara lain:
1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di Indonesia, terutama
terkait dengan studi kredit usaha mikro.
2. Memberikan masukan bagi pemerintah dan para stake holder dalam
merumuskan dan mengambil kebijakan terkait pemberian kredit
mikro dan pengembangan usaha mikro.
3. Studi ini bisa dijadikan stimulan bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi dengan
difokuskan pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit
mikro dan kecil. Analisis dilakukan berdasarkan data primer yang digali dari
pelaku usaha mikro dan kecil yang menjadi debitur ULaMM di Kota dan
Kabupaten Bekasi.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Usaha Mikro dan Kecil
Usaha kecil didefinisikan sebagai usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha, dan tidak terkait dengan
secara kepemilikan dengan usaha menengah atau usaha besar (UU No.20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Dalam analisis teori
mikroekonomi, usaha kecil sebagai suatu badan yang melakukan kegiatan usaha
melalui proses produksi dengan mengubah masukan (input) yang disebut juga
faktor produksi termasuk segala sesuatu yang harus digunakannya, menjadi
keluaran yang sering disebut produk (output) (Pindyck dan Rubinfeld, 2001).
Sebagai contoh sebuah usaha makanan olahan menggunakan masukan yang
mencakup tenaga kerja, bahan baku (tepung, gula, bumbu-bumbu lainnya), dan
modal yang digunakan (pemanggang, mixer, peralatan lainnya) untuk
memproduksi keluaran, berupa keripik, getuk, kerupuk, dan makanan kecil
lainnya.
Ada beberapa fungsi pengelolaan usaha yang saling terkait, meliputi
kegiatan pada: (1) proses produksi, (2) tenaga kerja, (3) pengadaan bahan baku,
(4) pemasaran produk, (5) finansial, dan (6) koordinasi dan kepemimpinan
(Krause, 1969). Pada usaha kecil, peran kewirausahaan dan fungsi pengelolaan
usaha ini seringkali dilakukan oleh satu individu sekaligus sebagai pemilik usaha,
karena itu perlu pemahaman terhadap jenis-jenis usaha.

6

Batasan dan kriteria umum tentang usaha kecil biasanya digunakan untuk
mengelompokan usaha untuk tujuan pembangunan sesuai dengan program
pemerintah untuk menggerakkan sektor riil. Batasan dan kriteria dari pemerintah
ini belum tentu sesuai dengan kebutuhan, namun masih dapat digunakan sebagai
salah satu pedoman dalam menyiapkan produk dan jasa layanan lembaga pemberi
kredit kepada masing-masing kelompok usaha tersebut (Nuridin, 2007).
Berkaitan dengan pemberlakukan UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, maka batasan usaha di definisikan sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagai
mana diatur dalam Undang-Undang. Usaha yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
300 juta.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri
yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahan yang dimiliki, dikuasai
atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar. Yang memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2.5 miliar.
Berdasarkan pendekatan umum yang banyak digunakan secara
internasional, pengertian tentang usaha mikro dan kecil adalah sebagai berikut
(Nuridin, 2007) :
1. Usaha Mikro umumnya adalah usaha informal dan tidak memiliki
status legal yang formal, dilakukan oleh orang dari kelompok miskin,
khusunya wanita, tidak memiliki perencanaan usaha yang formal, tidak
ada atau minim entry- barrier, lini usahanya tetap, pertumbuhan tidak
cepat, catatan keuangan jarang dilakukan, bahkan biasanya dilakukan
oleh orang yang buta huruf.
2. Usaha Kecil umumnya terdaftar dan dijalankan oleh keluarga atau
kelompok, pemilik dan pengelola dilakukan oleh orang yang
sama, biasanya belum memiliki catatan keuangan dan catatan usaha
yang akurat, dan belum memiliki auditor, dalam beberapa hal telah
memiliki legalitas hukum.
Sedangkan batasan dan kriteria usaha kecil dari aspek penggunaan tenaga
kerja, dapat dibedakan berdasarkan kriteria (Tambunan, 2009) dari:
1. Bank Dunia: usaha mikro adalah usaha yang mempekerjakan tenaga
kerja kurang dari 10 orang, usaha kecil adalah usaha yang
memperkerjakan tenaga kerja antara 10 sampai dengan 49 orang.
2. Badan Pusat Statistik: usaha mikro adalah usaha dengan jumlah tenaga
kerja kurang dari 5 orang, sedangkan usaha kecil adalah usaha
dengan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai dengan 19 orang.
Sementara itu yang termasuk usaha menengah adalah bila memiliki
jumlah tenaga kerja antara 20 sampai dengan 99 orang.
Dari kriteria tersebut, penggunaan tenaga kerja tetap dalam jenis usaha
tidak sama jumlahnya, di Indonesia usaha kecil adalah usaha dengan jumlah

7

tenaga kerja kurang dari 20 orang, sedangkan di China kurang dari 300 orang
masih dianggap usaha kecil. Namun demikian sebagai indikator kinerja usaha
umumnya digunakan penggunaan kriteria hasil penjualan (omset usaha).
Pengertian dan Jenis Kredit
Kredit mempunyai dimensi pengertian yang beraneka ragam, dimulai dari
arti “kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “credere” yang berarti
“kepercayaan”. Kredit dalam bahasa latin adalah “creditum” yang berarti
kepercayaan akan kebenaran.
Oleh karena itu, dasar kredit adalah
kepercayaan. Maksud dari kepercayaan tersebut dari sisi pemberi kredit
adalah bahwa pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit
yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan
dari sisi penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga
mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu. Dengan
demikian seseorang yang member atau memperoleh kredit pada dasarnya adalah
member atau memperoleh kepercayaan (Rahmadana dan Lumbanraja, 2002).
Beberapa pengertian tentang kredit secara luas, antara lain:
1. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya
akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati (Kohler,
1964).
2. Kredit adalah pertukaran sesuatu yang berharga dengan barang lainnya
baik itu berupa uang, barang maupun jasa dengan keyakinan bahwa
yang bersangkutan akan bersedia dan mampu untuk membayar dengan
harga yang sama dimasa yang akan datang (Firdaus, 2004).
3. Kredit adalah kemampuan pinjaman dan merupakan sebagian dari
sumber penting bagi likuiditas, serta merupakan suatu asset yang dapat
dikelola bagi usaha produksi suatu perusahaan (Baker, 1968 dalam
Kuntjoro,1983).
4. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan).
Dari penjelasan di atas nyata bahwa pemberian kredit adalah pemberian
kepercayaan. Oleh karena itu pinjaman kredit memegang prinsip bahwa
nasabah atau debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterima sesuai
dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang akan disetujui oleh kedua belah
pihak. Tanpa prinsip tersebut suatu lembaga kredit tidak akan dapat memberikan
kredit.
Adapun unsur-unsur yang terkandung didalam pemberian suatu kredit
adalah sebagai berikut (Rahmadana dan Lumbanraja, 2002):
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang
diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar
diterima kembali dimasa tertentu dimasa yang akan datang.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah

8

2.

3.

4.

5.

dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara
intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang
kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
Kesepakatan. Disamping unsur percaya didalam kredit juga
mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si
penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian
dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
Jangka waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka
waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit
yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka
pendek, jangka menengah atau jangka panjang.
Resiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian
akan
menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya / macet pemberian kredit.
Semakin panjang suatu kredit semakin besar resikonya demikian pula
sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang
disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh resiko yang tidak
disengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha
nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.
Balas jasa, merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau
jasa tersebut yang dikenal dengana nama bunga.

Dalam menetapkan kebijaksanaan perkreditan terdapat 3 (tiga) asas
pokok yang harus diperhatikan, yaitu (Mulyono, 1993):
1. Asas likuiditas, yaitu suatu asas yang mengharuskan bank untuk tetap
dapat menjaga tingkat likuiditasnya, karena suatu bank yang tidak
likuid akibatnya akan sangat parah yaitu hilangnya kepercayaan dari
nasabahnya atau dari masyarakat luas.
2. Asas solvabilitas, terkait dengan usaha pokok perbankan yaitu
menerima simpanan dana dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk
kredit.
3. Asas rentabilitas, mengandung pengertian bahwa sebagaimana
halnya pada setiap kegiatan usaha akan selalu mengharapkan akan
memperoleh laba, baik untuk
mempertahankan eksistensinya
maupun untuk keperluan untuk mengembangkan dirinya.
Dalam memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit
oleh pelanggan, perusahaan perlu mempertimbangkan kemauan dan kemampuan
para pelanggannya untuk membayar (willing to pay). Oleh karena itu perusahaan
harus merencanakan standar pemilihan pelanggan.
Menurut Weston dan Brigham (1998) dalam pemilihan pelanggan dapat
dilakukan dengan 5 C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan
condition:
1. Character (kepribadian, watak), yang menunjukkan adanya pelanggan
untuk secara jujur berusaha untuk memenuhi kewajiban untuk
membayar kembali.
2. Capital (modal, kekayaan), yaitu bahwa modal yang ada pada
peminjam hakekatnya akan mengurangi resiko modal tersebut meliputi
barang bergerak serta barang tidak bergerak yang ada dalam
perusahaan.

9

3. Condition (keadaan), mengandung arti bahwa bank harus menilai
sampai dimana dan berapa jauh pengaruh dari adanya suatu
kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi terhadap prospek
industri dimana perusahaan pemohon kredit termasuk di dalamnya,
disini apakah pelaksanaan usaha dilakukan dalam keadaan baik
sehingga dapat berjalan lancar serta menguntungkan .
4. Capacity (kemampuan, kesanggupan), yaitu kemampuan calon
nasabah dalam mengembangkan dan kesanggupannya dalam
menggunakan fasilitas kredit yang diberikan serta mengendalikan
usahanya dan mengembalikan pinjamannya.
5. Collateral (jaminan), yang menunjukkan jaminan untuk mendapatkan
kredit yang diberikan oleh pihak bank.
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan
pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan.
Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain (Rahmadana dan
Lumbanraja, 2002):
1. Mencari keuntungan, yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil
dari pemberian kredit tersebut. Hal tersebut terutama dalam bentuk
bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya
administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini
penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika hidup bank yang terus
menerus kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan
dilikuidir atau dibubarkan.
2. Membantu usaha nasabah. Tujuan lainnya adalah untuk membantu
usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun
dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur
akan dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya.
3. Membantu pemerintah. Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang
disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat
semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan
diberbagai sektor.
Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarnya pemberian
kredit adalah:
1. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan
bank.
2. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit
pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan
tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang
masih menganggur.
3. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian
besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah
barang dan jasa yang beredar dimasyarakat.
4. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang
sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam
negeri dengan fasilitas kredit yang ada jelas akan dapat menghemat
devisa negara.
5. Meningkatkan devisa negara, apabila produk dari kredit yang
dibiayai untuk keperluan ekspor.

10

Dari tujuan tersebut di atas adanya kepentingan yang seimbang antara: (a)
kepentingan pemerintah; (b) kepentingan masyarakat (rakyat); dan (c)
kepentingan pemilik modal (pengusaha). Kemudian di samping tujuan di atas
suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan daya guna uang: Dengan adanya kredit dapat
meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan
saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan
diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk
menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2. Untuk meningkatkan peredaran lalu lintas uang: Dalam hal ini uang
yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke
wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan
uang dari daerah lainnya.
3. Untuk meningkatkan daya guna barang: Kredit yang diberikan oleh
uang bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah
barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
4. Meningkatkan peredaran barang: Kredit dapat pula menambah atau
memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya,
sehingga jumlah barang yang beredar dari suatu wilayah ke
wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan
jumlah yang beredar.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi: Dengan memberikan kredit
dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya
kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang
diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu
dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri
sehingga meningkatkan devisa negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha: Bagi si penerima kredit
tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi
si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan: Semakin banyak kredit
yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal
meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk
membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan
tenaga kerja sehingga, dapat pula mengurangi pengangguran.
Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan mendapat
meningkatkan
pendapatannya
seperti
membuka warung atau
menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional: Dalam hal pinjaman
internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antar si
penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh
negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.
Dengan adanya kredit, maka terlaksana pula program pemerintah
yang sesuai dengan rencana pembangunan nasional dewasa ini dan bukan saja
dilaksanakan oleh pemerintah akan tetapi juga dilaksanakan oleh pihak swasta
nasional sesuai dengan keputusan pemerintah. Tentu saja dalam hal ini, dalam
melaksanakan pembangunan tersebut akan lebih banyak memerlukan modal, oleh

11

karena itu pengusaha ekonomi lemah yang kekurangan modal dapat mengajukan
permohonan kredit, dengan demikian sangat membantu dalam pembangunan
nasional.
Jenis kredit cukup beraneka ragam. Menurut sifat penggunaannya, kredit
terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Revolving. Pada kredit revolving, pinjaman yang telah dilunasi masih
dapat ditarik kembali, sehingga sifat pemakaian dana jenis kredit ini
adalah “naik-turun” sesuai dengan kebutuhan debitur. Ciri dari kredit
revolving adalah:
 Debitur diberi suatu plafond/limit kredit tertentu dan plafon tersebut
merupakan jumlah dana maksimum yang dapat ditarik;
 Kebutuhan dana tegantung dari cash flow (arus kas);
 Umumnyan termasuk kredit jangka pendek (minimun 1 tahun) dan
dapat diperpanjang; dan
 Penarikan dapat juga bertahap atau sekaligus demikian juga
pelunasannya.
b. Non Revolving. Sifat dari jenis kredit ini adalah bahwa kredit tidak dapat
ditarik secara berulang-ulang. Ciri-ciri kredit non revolving adalah:
• Penarikan dana dapat dilakukan secara langsung dan sekaligus.atau
secara bertahap sesuai perjanjian(umumnya penarikan dilakukan
secara sekaligus)
• Pelunasan pinjaman dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus
sesuai perjanjian.
• Debitur tidak dapat menarik dana yang telah dilunasi dengan
demikina outstanding pinjaman akan terus menurun
• Dari sudut jangka waktunya kredit ini merupakan kredit jangka
pendek atau jan gka panjang.
Menurut jenis kredit yang dibiayai atau tujuan penggunaan dana, kredit
terbagi dalam 3 (tiga) jenis kredit, antara lain:
a. Kredit modal kerja (working capital loan): yaitu kredit yang diberikan
oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi modal kerjanya. Pengertian
lainnya adalah bahwa kredit modal kerja merupakan kredit yang
diberikan untuk membiayai kegiatan usahanya atau perputaran modal
misalnnya pemberian barang dagangan dan lainnya. Kriteria dari
modal kerja yaitu kebutuhan modal yang habis dalam satu cycle usaha,
hal ini kalau dilihat dalam neraca suatu perusahaan akan berupa uang
kas/ bank
ditambah dengan piutang dagang ditambah dengan
persediaan baik persediaan barang jadi, persediaan bahan dalam proses,
persediaan bahan baku. Apabila dibicarakan modal kerja bersih maka
perlu dikurangi lagi dengan current liabilities-nya. Sifat penggunaan
dananya dapat berupa revolving atau non revolving.
b. Kredit investasi (investment loan), yaitu kredit yang dikeluarkan
oleh perbankan untuk pembelian barang-barang modal yaitu tidak habis
dalam satu cycle usaha, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas
dan kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang
cukup panjang setelah melalui beberapa kali perputaran. (Mulyono, 1993).
Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan pabrik,
atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk membeli

12

barang-barang modal tersebut akan baru dapat terhimpun kembali setelah
melalui proses depresiasi/ deplesi/ amortisasinya sesuai jangka waktu
ekonomisnya (economical useful life) yamg mana dana depresiasi
yang berupa out of pocket cost tersebut dikumpulkan. Jadi terdapat
dua ciri pokok dari kredit investasi yaitu: barang yang akan dibeli
merupakan barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama.
Dengan kata lain kredit investasi adalah kredit yang diberikan untuk
pembiayai pembelian aktiva tetap (misalnya tanah, banguan, mesin, dan
kendaraan) untuk memproduksi barang dan jasa utama yang
diperlukan guna relokasi, ekspansi, modernisasi, usaha ataupun pendirian
usaha baru. Sifat penggunaan dana umumnya adalah non revolving.
c. Kredit konsumsi (personal loan). Bentuk kredit yang diberikan
kepada perorangan ini bukan dalam rangka untuk mendapatkan laba tetapi
untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi. Dengan kata lain, kredit konsumsi
adalah kredit yang diberkan bank untuk membiaya pembeluan barang,
yang tujuannya tidak untuk usaha tetapi untuk penmakain pribadi. Sifat
menggunaan dananya umumnya berupa non revolving.
Berdasarkan resiko pembiayaannya, jenis kredit terbagi menjadi jenis, yaitu:
a) Kredit dari dana bank yang bersangkutan. Dasar dari kredit ini diberikan
atas dasar kemampuan dari bank yang bersangkutan didalam
mengumpulkan dana dari masyarakat yang menjadi nasabahnya baik
berupa giro, deposito maupun modal sendiri dan pinjaman- pinjaman
lainnya.
b) Kredit dengan dana likuiditas Bank Indonesia. Sesuai dengan fungsinya
bank sebagai agent of development khususnya pada bank-bank
pemerintah, maka dalam pengembangan sektor-sektor perekonomian
tertentu bank sentral telah memberikan berbagai fasilitas penyediaan
“Dana Likuiditas”.
c) Kredit Kelolaan. Kredit ini diperoleh Pemerintah Indonesia dari Luar
Negri untuk membantu berbagai pembiayaan pembangunan proyekproyek swasta/ pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk bantuan kredit
yang disalurkan melalui sistem perbankan.
Untuk kepentingan perencanaan pengembangan kegiatan perekonomian
maka pembagian sektor-sektor ekonomi mempunyai arti yang sa