Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler

(1)

MODAL SOSIAL DALAM USAHA PENGELOLAAN LIMBAH

INDUSTRI DI CIGONDEWAH KALER

MUHAMMAD AJRON ABDULLAH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Muhammad Ajron Abdullah


(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD AJRON ABDULLAH. Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler. IVANOVICH AGUSTA

Masyarakat merespons industri dengan melakukan kegiatan pengelolaan limbah industri. Perkembangan kegiatan pengelolaan limbah industri yang menjadi kegiatan usaha telah mengubah sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Cigondewah Kaler. Karakteristik dari usaha pengelolaan limbah industri dapat dilihat dari sangat berperannya hubungan kekerabatan dalam melaksanakan kegiatan usaha. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana modal sosial berperan dalam usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui metode survei dan dilengkapi oleh pendekatan kualitatif melalui metode wawancara mendalam kepada responden terpilih yang telah diacak secara random. Analisis kuantitatif dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara tingkat pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha dan tingkat kesejahteraan pengusaha. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha dan tingkat kesejahteraan pengusaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.

Kata kunci : skala usaha, tingkat kesejahteraan ABSTRACT

MUHAMMAD AJRON ABDULLAH. Social Capital in a Waste Management Business Industry in Cigondewah Kaler. Supervised byIVANOVICH AGUSTA Community responds to industry by industrial waste management activities. The development of industrial waste management activities into business activities have changed most of the people's livelihood in Cigondewah Kaler. Characteristics of industrial waste management efforts can be seen from the very strong involvement of relatives in conducting business. This study will analyze how social capital plays a role in industrial waste management businesses in the Cigondewah Kaler. This study uses a quantitative approach through survey methods and complemented by a qualitative approach through in-depth interviews to selected respondents who had been randomized at random. Quantitative analysis was done to see the relationship between the level of utilization of social capital to scale the business and the welfare of entrepreneurs. The results showed that there is a relationship between the use of social capital to scale the business and the welfare of industrial waste management businesses in Cigondewah Kaler. Key words : economic of scale, status of welfare


(4)

MODAL SOSIAL DALAM USAHA PENGELOLAAN LIMBAH

INDUSTRI DI CIGONDEWAH KALER

MUHAMMAD AJRON ABDULLAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(5)

Judul Skripsi : Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler

Nama : Muhammad Ajron Abdullah

NIM : I34100152

Disetujui oleh

Dr Ivanovich Agusta, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah modal sosial dalam kegiatan usaha, dengan judul Modal Sosial dalam Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, M.Si selaku pembimbing yang telah mecurahkan perhatian dan memberikan masukan terhadap penyusunan skripsi ini. Terimakasih dan do’a saya haturkan kepada kedua Orang Tua, terutama Almarhum Ayahanda tercinta H. Dudun Abdulah dan Ibunda tercinta Hj.Yanti Setiawati yang telah menyayangi dan memberikan doa serta membiayai pendidikan penulis sampai jejang perguruan tinggi. Terimakasih kepada rekan-rekan seperjuangan di Departeman SKPM IPB angkatan 47, Deslaknyo, Mona, Azizah, Annisa, Randy, Saefihim, Ipa Sada Hanami, Adi Chandra Berampu, dan Ritma yang selama ini menjadi teman diskusi dalam penelitian. Semua mahasiswa-mahasiswi SKPM angkatan 45, 46, 47, 48, dan 49 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semua Dosen yang telah mencurahkan ilmu dan pengelamannya kepada saya selama berkuliah di Institut Pertanian Bogor. Kepada Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung, Kelurahan Cigondewah Kaler, dan seluruh masyarakat di Cigondewah Kaler, saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya karena telah membantu dalam proses pencarian data dan informasi mengenai topik penelitian skripsi yang saya kaji.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2014


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORETIS 4

Tinjauan Pustaka 4

Pengelolaan Limbah Industri 4

Usaha Mikro Kecil dan Menengah 6

Modal Sosial 7

Tingkat Kesejahteraan 8

Kerangka Pemikiran 10

Hipotesis Penelitian 12

Definisi Operasional 13

PENDEKATAN LAPANGAN 16

Metode Penelitian 16

Lokasi dan Waktu 16

Teknik Pengumpulan Data 16

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 17

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 19

Kondisi Geografis 19

Kondisi Demografi 19

Kondisi Pendidikan 20

Kondisi Ekonomi 21

Kondisi Sarana dan Prasarana 22

Kondisi Usaha Pengelolaan Limbah Industri 22

RESPONS MASYARAKAT TERHADAP LIMBAH INDUSTRI 25

Pengelolaan Limbah Industri yang Berkembang Menjadi Kegiatan Usaha

25 Jenis Limbah Industri yang Dikelola oleh Masyarakat

Cigondewah Kaler

27 Karakteristik Usaha Pengelolaan Limbah Industri di Cigondewah Kaler


(8)

Ikhtisar 33 MODAL SOSIAL DALAM USAHA PENGELOLAAN LIMBAH

INDUSTRI

34 Modal Sosial dalam Aktivitas Jual-Beli Limbah Industri 34

Kepercayaan 34

Jaringan 36

Norma 38

Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Usaha Pengelolaan Limbah Industri

39 Hubungan antara Pemanfaatan Modal Sosial dengan Skala

Usaha

42

Ikhtisar 43

TINGKAT KESEJAHTERAAN PELAKU USAHA

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI DI CIGONDEWAH KALER

44 Kesejahteraan Ekonomi Pengusaha Limbah Industri 44 Hubungan Skala Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan

Pengusaha Limbah Industri di Cigondewah Kaler

46

Ikhtisar 48

PENUTUP 49

Simpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 53


(9)

DAFTAR TABEL

1 Beberapa sumber dan jenis limbah padat 5

2 Pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah 7

3 Definisi operasional 13

4 Kelompok usia penduduk Cigondewah Kaler 20

5 Tingkat pendidikan formal penduduk Cigondewah Kaler 21 6 Mata pencaharian masyarakat Cigondewah Kaler 21 7 Sebaran Pelaku Usaha pengelola limbah industri di

Cigondewah Kaler

23 8 Pemasok bagi kegiatan usaha pengelolaan limbah industri 26 9 Bentuk pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler 28 10 Hasil kegiatan pengelolaan limbah industri 29 11 Usia pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah

Kaler pada tahun 2014

29 12 Tingkat pendidikan pelaku usaha pengelolaan limbah industri

di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

30 13 Omzet usaha pengelolaan limbah industri dalam satu tahun di

Cigondewah Kaler pada tahun 2014

31 14 Upah buruh setiap bulan pada usaha pengelolaan limbah

industri di Cigondeewah Kaler pada tahun 2014

31 15 Kepemilikan gudang pelaku usaha pengelolaan limbah

industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

32 16 Tenaga kerja dalam usaha pengelolaan limbah industri di

Cigondewah Kaler pada tahun 2014

32 17 Jangkauan pemasaran hasil pengelolaan limbah industri di

Cigondewah Kaler pada tahun 2014

32 18 Bentuk transaksi dalam jual beli limbah industri di

Cigondewah Kaler pada tahun 2014

34 19 Kegiatan meminjam uang pelaku usaha pengelolaan limbah

industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

35 20 Pengetahuan pelaku usaha terhadap harga beli dan harga jual

limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

37 21 Aktivitas di luar bisnis dari pelaku usaha pengelolaan limbah

industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

38 22 Akses pelaku usaha terhadap limbah industri setiap bulan di

Cigondewah Kaler pada tahun 2014

38 23 Aktivitas retur pelaku usaha pengelolaan limbah industri di

Cigondewah Kaler pada tahun 2014

39 24 Uji Korelasi Rank Spearmen modal sosial dengan skala usaha

pengelola limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014


(10)

25 Jumlah dan persentase pemanfaatan modal sosial dan skala usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

42

26 Pendapatan rumah tangga pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

44 27 Kepemilikan aset rumah tangga pelaku usaha di Cigondewah

Kaler pada tahun 2014

45 28 Ukuran keluarga pengelola limbah industri di Cigondewah

Kaler pada tahun 2014

46 29 Keikutsertaan pengusaha dalam kegiatan masyarakat di

Cigondewah Kaler pada tahun 2014

46 30 Uji Korelasi Rank Spearmen skala usaha dengan tingkat

kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

47

31 Jumlah dan persentase skala usaha dan tingkat kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014


(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Skema sistem output-input dalam proses industri (Kristanto 2002)

4 2 Mekanisme pengolahan limbah (Kristanto 2002) 5

3 Kerangka pemikiran 12

4 Penggunaan lahan di Cigondewah Kaler 19

5 Sketsa lokasi penelitian di Cigondewah Kaler 24 6 Alur distribusi komoditas limbah industri di Cigondewah Kaler 26 7 Jumlah limbah industri yang dikelola dalam satu bulan 27 8 Jaringan dalam proses mendapatkan limbah industri 41


(12)

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar industri. Undang-Undang No.3 Tahun 2014 menyatakan dalam pasal 3 bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan perindustrian adalah meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Akan tetapi fakta di lapangan memperlihatkan bahwa kehadiran industri tidak selamannya memberikan dampak positif bagi masyarakat. Industri-industri yang sangat tergantung pada sumber daya lingkungan dan banyak menimbulkan pencemaran tumbuh dengan pesat di negara-negara sedang berkembang dimana pertumbuhan di negara tersebut memang sangat dibutuhkan (Kristanto 2002). Di Indonesia pada tahun 2007 tercatat ada sekitar 13 ribu industri besar dan menengah yang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah (KLH 2010).

Pengelolaan dilakukan sebagai upaya mengurangi dampak negatif dari limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Pengelolaan dapat dilakukan langsung oleh perusahaan maupun oleh masyarakat. Masyarakat sekitar industri merespons kehadiran industri dengan melakukan pengelolaan limbah. Limbah yang bernilai ekonomis akan dikelola sebagai komoditas usaha yang menjadi sumber pendapatan. Kegiatan pengelolaan yang berorientasi keuntungan berkembang dan akhirnya membentuk kelompok-kelompok usaha pengelolaan limbah industri.

Kasus yang terjadi di Cigondewah Kaler, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung menunjukan usaha pengelolaan limbah industri yang dilakukan oleh masyarakat sekitar industri. Usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler termasuk kegiatan usaha skala mikro kecil dan menengah (UMKM). Potensi UMKM mengacu pada jumlah populasi UMKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99 persen terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapati 91, 8 juta orang atau 97,3 persen terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia (BPS 2008).

Ciri khas kegiatan dari usaha mikro seperti usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler adalah pemanfaatan modal sosial dalam aktivitas usaha. Fukuyama (1992) dalam Supriono dan Haris (2009) mengemukakan bahwa tatanan ekonomi dunia baru tidak boleh meninggalkan kontrak sosial yang tidak lain adalah karakteristik jaringan sosial, pola-pola timbal balik, dan kewajiban-kewajiban bersama, dimana unsur-unsur penting ini disebut dengan modal sosial.

Penelitian mengenai modal sosial dalam kegiatan usaha telah dilakukan oleh Nurami (2013) yang meneliti peran modal sosial dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pada usaha daur ulang di Desa Kedungwonokerto, Kecamatan Prambon, Sidoarjo. Pemanfaatan modal sosial secara optimal dalam usaha daur ulang mampu memberdayakan masyarakat Desa Kedungwonokerto yang dapat dilihat dari munculnya peluang-peluang usaha baru seperti jasa pengangkutan, penyerapan tenaga kerja, dan meningkatnya potensi ekonomi masyarakat (Nurami 2013).


(14)

Kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler masih berlangsung sampai hari ini. Pertambahan jumlah pengusaha menunjukan terdapat pola-pola hubungan khas di antara masyarakat Cigondewah Kaler dalam usaha pengelolaan limbah industri. Melalui proses tersebut terbuka peluang bagi setiap masyarakat di Cigondewah Kaler untuk berbisnis usaha pengelolaan limbah industri. Proses pemanfaatan modal sosial memiliki peran penting menciptakan peluang-peluang tersebut.

Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan semakin banyaknya pelaku usaha ternyata belum memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Cigondewah Kaler. Limbah industri pada dasarnya adalah sisa dan merupakan buangan dari proses produksi karena itu pengelolaannya pun beresiko memunculkan permasalahan lingkungan jika tidak dilakukan dengan baik. Hal tersebut terbukti dengan rendahnya kualitas lingkungan di Cigondewah Kaler sebagai akibat langsung limbah industri yang menjadi komoditas usaha. Modal sosial dan peningkatan kesejahteraan merupakan dua hal yang menarik untuk dikaji dari usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.

Masalah Penelitian

Usaha pengolahan limbah industri menjadi salah satu mata pencaharian alternatif di tengah kondisi sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Nilai ekonomi yang didapatkan oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri dapat menjadi salah satu faktor pemercepat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan status kesejahteraan. Oleh karena itu akan dikaji sejauhmana skala usaha pengelolaan limbah industri berhubungan dengan tingkat kesejahteraan pengusaha.

Hubungan yang dijalin oleh industri dengan masyarakat sekitar industri berpengaruh terhadap akses limbah-limbah yang dihasilkan oleh industri. Tidak semua masyarakat memiliki akses terhadap limbah-limbah yang dihasilkan oleh perusahaan. Disamping modal fisik dan modal finansial terdapat modal sosial yang harus dimiliki. Oleh karena itu perlu dianalisis bagaimana pemanfaatan modal sosial oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri.

Dinamika persaingan usaha mendorong pelaku usaha pengelolaan limbah industri untuk bersaing dengan para pelaku usaha yang sama dari wilayah lain. Tidak sedikit para pelaku usaha yang mengalami pailit. Keadaan tersebut tidak menguntungkan bagi kegiatan usaha tersebut. Karena itu menarik untuk dikaji sejauhmana pemanfaatan modal sosial berhubungan dengan skala usaha pengelolaan limbah industri.

Kegiatan pengelolaan limbah industri diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Nilai jual limbah industri yang bertambah setelah dilakukan pengolahan akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Pendapatan tesebut diperoleh dari proses produksi, penjualan, sampai pendistribusian limbah industri yang telah diolah. Oleh karena itu perlu dianailisis bagaimana bentuk-bentuk pengelolaan limbah industri yang dilakukan oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri.


(15)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan umum pada penelitian ini adalah mengukur hubungan modal sosial dalam usaha pengelolaan limbah industri dengan tingkat kesejahteraan pengusaha. Adapun tujuan-tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis hubungan skala usaha dengan tingkat kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri

2. Menganalisis pemanfaatan modal sosial oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri

3. Menganalisis hubungan pemanfaatan modal sosial dengan skala usaha pengelolaan limbah industri

4. Menganalisis bentuk-bentuk pengelolaan yang dilakukan oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan kepada berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi kalangan akademisi penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau literatur untuk meneliti lebih jauh modal sosial dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri dan hubungannya dengan tingkat kesejahteraan pengusaha.

2. Bagi pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, melalui kementrian dan dinas terkait, berusaha memberikan gambaran utuh kepada mereka mengenai kondisi real masyarakat di sekitar industri serta peluang pengembangan kegiatan usaha kecil menengah yang berbasis pengelolaan limbah industri.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai modal sosial dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri dan hubungannya dengan tingkat kesejahteraan.


(16)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka Pengelolaan Limbah Industri

Karakteristik komunitas yang tinggal di sekitar industri sangat dipengaruhi oleh jenis industri yang didirikan. Sampai tingkat tertentu industri pasti mencerminkan karakter komunitas di mana industri itu bertempat: sarana transportasinya, lokasinya di tepi sungai atau jalan kereta api atau danau, sikapnya terhadap kerja, terhadap manajemen, terhadap buruh (Schneider 1986). Limbah adalah salah satu produk sampingan yang dihasilkan oleh industri. Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses langsung maupun proses secara tidak langsung (Ginting 2007).

Komunitas sekitar industri dihadapkan pada permasalahan lingkungan yang timbul akibat penimbunan limbah industri, terutama yang bersifat merugikan. Padahal di dalam pasal 7 Undang-Undang No 44 Tahun 1982 menyatakan bahwa setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Limbah baik dalam jumlah besar maupun kecil, dalam jangka panjang ataupun pendek akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada lingkungan (Kristanto 2002).

Skema input-output dan kemungkinan limbah pada proses industri :

Gambar 1 Skema output-input dalam proses industri (Kristanto 2002) Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi (Kristanto 2002). Limbah dalam berbagai bentuk (padat, cair,dan gas) jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan. Kristanto (2002) mengklasifikasikan limbah menjadi limbah yang bernilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah yang dapat memberikan nilai tambah jika dikelola dengan baik. Limbah non-ekonomis adalah suatu limbah walaupun telah

Input Proses Proses Limbah

-Bahan Baku -Tenaga

Kerja -Mesin dan

Peralatan -Limbah

-Industri Primer -Industri

Sekunder -Industri

tersier

-Produk utama -Produk

Sampingan -Limbah

-Bernilai ekonomis

-Tak

bernilai ekonomis


(17)

dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan .

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan (Kristanto 2002). Mulia (2005) mendefinisikan limbah padat sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai dan berbentuk padatan atau semi padatan. Lebih lanjut lagi Mulia (2005) menegaskan bahwa limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang berbahaya seperti limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berasal dari industri.

Tabel 1 Beberapa sumber dan jenis limbah padat

Sumber Fasilitas Jenis

Domestik Rumah tangga, apartemen Sisa makanan, pembungkus makanan, dan lain-lain

Komersial Pertokoan, restoran, hotel, institusi,

dan lain-lain

Kertas, kardus, abu, dan lain-lain

Industri Kilang minyak, pabrik, pertambangan, dan lain-lain

Limbah industri, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan lain-lain

Konstruksi Tanah, Semen, baja, dan

lain-lain Sumber: Wageningen University (1999) dalam (Mulia 2005)

Mekanisme pengolahan limbah dikemukakan oleh Kristanto (2002) sebagai berikut :

Gambar 2 Mekanisme pengolahan limbah (Kristanto 2002) Bahan Baku

Sumber Daya Lingkungan

Industri Produk

Limbah

Beracun dan Berbahaya

Pengolahan

Pembuangan Produk

Daur Ulang

Konsumen Limbah

Pengolahan Pembangunan

memenuhi syarat Limbah Konsumen


(18)

Industri berkewajiban dan bertanggungjawab untuk mengendalikan dan menanggulangi pencemaran yang diakibatkan industrinya (Ginting 2007). Perusahaan mengembangkan berbagai teknologi dalam melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh proses produksi mereka. Ginting (2007) menjelaskan tujuh prinsip dasar dalam penggunaan teknologi bersih (clean technology) yang menjadi rujukan perusahaan untuk memenuhi kriteria baku mutu limbah. Tujuh prinsip dasar tersebut adalah :

1. Penghematan bahan baku dan energi 2. Minimalisasi Limbah

3. Pencegahan 4. Daur ulang 5. Reuse

6. Recovery

7. Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Pengelolaan limbah industri banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar industri khususnya limbah yang masih bernilai ekonomis seperti potongan kain, limbah plastik, dan limbah kertas. Kegiatan tersebut mendatangkan banyak manfaat secara ekonomis. Sampai pada tingkat jual beli dengan konsumen dalam jumlah besar, akhirnya kegiatan pengolahan limbah berubah menjadi kegiatan usaha meskipun cakupannya masih dalam skala mikro.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjelaskan beberapa hal pokok mengenai UMKM :

1. Pengertian Usaha ikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (aset maksimal 50 juta dan omzet maksimal 300 juta)

2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. (aset >50 juta – 500 uta dan omzet >300 juta - 2,5 M)

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil dan usaha besar dengan jumlah kekauaan bersih atau hasil penjualan diatur dalam Undang-Undang ini. (Aset > 500 juta - 10 M dan omzet > 2,5 M – 50 M.

Pengelompokan kegiatan usaha dapat didasarkan kepada jumlah pekerja. Pengelompokan berdasarkan tenaga kerja tersebut dikategorikan ke dalam usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar. Jumlah tenaga kerja memperlihatkan kemampuan untuk membiayai operasional usaha yang salah satunya ditopang oleh tenaga kerja. tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang tidak bisa


(19)

dipisahkan dalam kegiatan usaha. Tabel 2 memperlihatkan pengelompokan usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja.

Tabel 2 Pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja Usaha

Kecil

- Kecil I - kecil - Kecil II - kecil

1 - 9 pekerja 10 -19 pekerja Usaha

Menengah

Besar - kecil Kecil - menengah Menengah - menengah

Besar - menengah

100 - 199 pekerja 201 - 499 pekerja 500 - 999 pekerja 1000 - 1999 pekerja Usaha Besar ... >2000 pekerja Sumber: Anderson (1987) dalam (Sartika dan Rahman 2002)

Kriteria umum UMKM menurut Sartika dan Rahman (2002) : 1. Struktur organisasi yang sangat sederhana

2. Tanpa staf yang berlebihan 3. Pembagian kerja yang kendur

4. Memiliki hierarki manajerial yang pendek

5. Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan

6. Kurang membedakan aset pribadi dari aset perusahaan

Lembaga Manajemen FE UI (1987) dalam (Sartika dan Rahman 2002) mengemukakan profil usaha kecil di Indonesia meliputi :

1. Hampir setengahnya dari perusahaan kecil hanya mempergunakan kapasitas 60 persen atau kurang.

2. Lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil – kecilan.

3. Masalah utama yang dihadapi :

a. Sebelum investasi, masalah : permodalan, kemudahan usaha (lokasi, izin);

b. Pengenalan usaha : pemasaran, permodalan, hubungan usaha; c. Peningkatan usaha : pengadaan bahan/barang.

4. Usaha menurun karena : kurang modal, kurang mampu memasarkan, kurang keterampilan teknis, dan administrasi.

5. Mengharapkan bantuan pemerintah berupa modal, pemasaran, dan pengadaan barang.

6. Enam puluh persen menggunakan teknologi tradisional

7. Tujuh puluh persen melakukan lansung pemasaran kepada konsumen 8. Untuk memperoleh bantuan perbangkan, dokumen – dokumen yang

harus disiapkan dipandang terlalu rumit Modal Sosial

Respons masyarakat terhadap industri digambarkan melalui kegiatan pemanfaatan limbah industri. Selain membantu industri dalam penanganan dampak negatif limbah, karakteristik masyarakat pun terbentuk oleh aktivitas tersebut. Masyarakat memiliki modal sosial (social capital) untuk menjalin


(20)

hubungan kerja sama dengan industri, baik sebagai hubungan industrial maupun sebagai sesama pemangku kepentingan.

Putnam (1995) dalam Sumardjo (2010) mendefinisikan modal sosial sebagai bagian dari organisasi sosial berupa hubungan sosial dan rasa saling percaya yang memfasilitasi koordinasi dan kerja sama untuk kepentingan bersama. Modal Sosial dapat menjadi kekuatan yang menggerakan masyarakat, yang terbentuk melalui berbagai interaksi sosial dan institusi sosial (Sumardjo 2010). Bank Dunia (1999) dalam Supriono dan Rais (2009) meyakini modal sosial adalah sebagai suatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas serta kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat

Definisi lain modal sosial seperti Colleta dalam Nasdian (2005) adalah sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Lawang (2004) membagi kapital sosial ke dalam kepercayaan, norma, dan jaringan. Sedangkan konsep-konsep tambahan terdiri dari tindakan sosial, interaksi sosial, dan sikap. Beberapa konsep tersebut adalah:

1. Kepercayaan (trust)

Hubungan antar dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial.

2. Jaringan (network)

Sumber pengetahuan yang menjadi dasar utama dalam pembentukan kepercayaan strategik. Salah satu karekteristiknya adalah ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan, boleh dalam bentuk strategik, boleh pula dalam bentuk moralistik. Terdapat jaringan antar personal, jaringan antar individu dan institusi, serta jaringan antar institusi.

3. Norma

Norma itu muncul dari pertukaran saling menguntungkan (Blau 1963, Fukuyama 1999) dalam Lawang (2004) , artinya kalau dalam pertukaran itu keuntungan dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang muncul di sini bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. Norma bersifat reosiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan kewajiban suatu kegiatan tertentu. Yang melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga (Blau 1963) dalam (Lawang 2004). Tingkat Kesejahteraan

Kesejahteraan dapat diposisikan sebagai output/hasil dari sebuah proses pengelolaan input (sumberdaya) yang tersedia, dimana kesejahteraan sebagai ouput pada suatu titik dapat menjadi sumberdaya atau input untuk diproses


(21)

menghasilkan tingkat kesejahteraan keluarga pada tahap berikutnya (Sunarti 2006). Sunarti (2006) menggolongkan kesejahteraan keluarga ke dalam kesejahteraan ekonomi (family well-being) yang diukur dari pemenuhan input keluarga (misalnya diukur dari pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran keluarga) dan kesejahteraan material (family material well-being) yang diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.

(Ferguson 1981) dalam Sunarti (2006) mendefinisikan kesejahteraan ekonomi sebagai tingkat terpenuhinya input secara finansial oleh keluarga. Input yang dimaksud berupa pendapatan, nilai aset keluarga, maupun pengeluaran, sementara indikator output memberikan gambaran manfaat langsung dari investasi tersebut pada tingkat individu, keluarga, dan penduduk. Kesejahteraan ekonomi merupakan sebuah variabel yang bisa diukur baik secara kuantitaif maupun kualitatif.

Pengukuran kesejahteraan sering menggunakan pembagian kesejahteraan ke dalam dua bagian yaitu kesejahteraan subyektif dan obyektif (Sunarti 2006). Mengacu pada UU No.10 Tahun 1992 yang memuat didalamnya konsep kesejahteraan keluarga, BKKBN mengembangkan indikator Keluarga Sejahtera yang memuat 23 indikator turunan (Sunarti 2006). Martin (2006) dalam Sunarti (2006) menyebutkan terminologi yang sering digunakan dalam penelitian yang

membahas kesejahteraan adalah “living standar, will being, welfare, quality life.

BKKBN merumuskan konsep keluarga sejahtera yang dikelompokan secara bertahap menjadi keluarga sejahtera tahap 1, keluarga sejahtera tahap II, keluarga sejahtera tahap III, serta keluarga sejahtera tahap III plus. Batasan operasional keluarga sejahtera adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan, dan kepedulian sosial (Sunarti 2006). Rambe (2004) dalam Sunarti (2006) menunjukan indikator kesejahteraan BKKBN dianggap paling baik karena selain mudah dalam pengoperasiannya hingga ke level administrasi terendah dan dengan cepat dapat mengklarifikasikan keluarga miskin.

BKKBN dalam Iskandar (2012) mengukur pengelompokan konsep keluarga sejahtera dengan 23 indikator. Dua puluh tiga indikator tersebut adalah :

1. Melaksanakan Ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga;

2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih;

3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian;

4. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah;

5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB, dibawa ke sarana kesehatan;

6. Anggota keluarga memperoleh melaksanakan ibadah secara teratur; 7. Paling kurang seminggu sekali keluarga menyediakan

daging/telur/ikan;

8. Seluruh anggota keluarga paling tidak memperoleh paling kurang satu setel pakaian baru per-tahun;

9. Luas lantai paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni rumah; 10. Seluruh anggota keluarga untuk tiga bulan terakhir dalam keadaan


(22)

11. Paling kurang satu anggota keluarga usia 15 tahun ke atas berpenghasilan tetap;

12. Seluruh anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun bisa baca tulis huruf latin;

13. Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini;

14. Bila anak yang masih hidup dua atau lebih, keluarga pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil);

15. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama

16. Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarganya;

17. Biasanya makan bersama paling sedikit sekali sehari dan kesempatan itu dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar keluarga;

18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya; 19. Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali

dalam 6 bulan;

20. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/TV/majalah;

21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana tranportasi sesuai kondisi daerah;;

22. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk material; 23. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan, yayasan, instansi, dan masyarakat.

Dua puluh tiga indikator tersebut diklasifikasikan ke dalam empat kategori keluarga sejahtera. Kategori pertama adalah Keluarga Pra-Sejahtera, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal. Kebutuhan dasar itu mencakup indikator (1 s.d 5). Kategori kedua adalah Keluarga Sejahtera I, yaitu keluarga yang telah terpenuhi kebutuhan dasar (1 s.d 5) tetapi kebutuhan sosial psikologi belum terpenuhi. Kebutuhan sosial psikologi tersebut mencakup indikator (6 s.d 14). Kategori ketiga adalah Keluarga Sejahtera II, yaitu keluarga yang telah mampu memenuhi kebutuhan nomor 1 s.d 14 tetapi kebutuhan pengembangannya belum sepenuhnya terpenuhi. Kebutuhan pengembangan tersebut mencakup indikator (15 s.d 21). Kategori keempat adalah Keluarga Sejahtera III, yaitu keluarga yang telah memenuhi kebutuhan fisik, sosial, psikologi dan pengembangannya ( memenuhi indikator 1. Sd 21) tetapi kepedulian sosial belum terpenuhi. Kepedulian sosial tersbut mencakup indikator (22 s.d 23). Kategori kelima adalah Keluarga Sejahtera III Plus, yaitu keluarga yang telah memenuhi kebutuhan fisik, sosial, psikologis, dan pengembangannya, serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi (memenuhi indikator 1 s.d 23).

Kerangka Pemikiran

Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah mengetahui sejauhmana modal sosial berperan dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri. Kegiatan Usaha pengelolaan limbah industri melibatkan modal fisik, modal finansial, dan modal sosial. Modal sosial terdiri dari tingkat kekuatan norma, tingkat kepercayaan, dan tingkat jaringan. Hasil penelitian Santoso (2012) menunjukan bahwa modal sosial telah berperan di antara para pedagang warung angkringan di Kota Ponorogo. Modal sosial tersebut yakni saling memberikan informasi dan bantuan, baik terkait dengan informasi peluang usaha, lokasi usaha


(23)

yang strategis, modal usaha, kelompok usaha maupun tempat tinggal (Santoso 2012).

Modal sosial yang pertama adalah tingkat kekuatan norma. Tingkat kekuatan norma ini diukur oleh tingkat mengikat norma yang terdiri dari cara

(usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores) dan adat istiadat (customs)

(Soekanto 1982). Nurami (2013) menjelaskan bahwa pemilihan pelanggan baik yang memilih dengan sistem bayar tunai, tepat waktu maupun melalui proses hutang piutang, semua itu tidak terlepas dari peran norma yang melekat pada pola kerja sama yang terjalin

Modal sosial yang kedua adalah tingkat kepercayaan. Lawang (2004) menjelaskan bahwa inti dari kepercayaan antar manusia ada tiga hal yang saling terkait: (i) hubungan sosial antara dua orang atau lebih, termasuk dalam hubungan ini adalah institusi yang dalam pengertian ini diwakili orang; (ii) harapan yang terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak; dan (iii) interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Dengan ketiga dasar itu pula, kepercayaan yang dimaksudkan di sini menunjuk pada hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial (Lawang 2004).

Tingkat kepercayaan pada penelitian ini diukur oleh: (i) intensitas transaksi jual beli dan (ii) intensitas melakukan kegiatan pinjaman / kredit usaha. Hasil penelitian Nurami (2013) berkaitan dengan modal sosial dalam usaha daur ulang di Desa Kedungwonokerto, Sidoarjo menunjukan dengan pemilihan rekanan penyedia bahan yang amanah dan dapat dipercaya bahkan dapat menjanjikan keuntungan karena dapat mengurangi biaya survei bahan baku dalam hal ini akan mengurangi ongkos produksi yang harus dikeluarkan dan juga menghemat waktu. Siregar (2011) dalam Nurami (2013) menyebutkan bahwa eksistensi kepercayaan dalam transaksi ini menjadi faktor kunci sebagai modal sosial, yang menyebabkan biaya transaksi dan biaya kontrol menjadi rendah.

Modal sosial yang ketiga adalah tingkat jaringan. Lawang (2004) menjelaskan masih dalam fungsinya untuk memperlancar (pelumas) kegiatan ekonomi, jaringan sosial harus memiliki sifat keterbukaan pada semua orang untuk memberikan kesempatan kepada publik menilai fungsinya yang mendukung kepentingan umum. Lebih lanjut lagi Lawang (2004) menyebutkan fungsi akses menunjuk pada kesempatan yang dapat diberikan oleh adanya jaringan dengan orang lain dalam penyediaan suatu barang atau jasa yang tidak dapat dipenuhi secara internal oleh organisasi. Tingkat jaringan pada penelitian ini diukur oleh: (i) tingkat akses pelaku usaha terhadap barang dan jasa; (ii) tingkat keterbukaan jaringan usaha; dan (iii) intensitas interaksi antar pelaku usaha pengelolaan limbah industri.

Penelitian ini ingin mengetahui juga sejauhmana hubungan antara modal sosial dan skala usaha pengelolaan limbah industri dengan status kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Tingkat kesejahteraan tersebut diukur oleh beberapa indikator kualitas hidup. Indikator tersebut adalah: tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (Sunarti 2006).


(24)

Gambar 3 Kerangka pemikiran Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Semakin tinggi modal sosial yang dimiliki oleh kelompok usaha pengelolaan limbah industri maka semakin tinggi skala usaha pengelolaan limbah industri. 2. Semakin tinggi skala usaha pengelolaan limbah industri maka semakin tinggi

tingkat kesejahteraan pengusaha.

Modal Sosial (X) 1. Tingkat kekuatan norma

 Tingkat kekuatan norma Usaha Pengelolaan Limbah

2. Tingkat kepercayaan

 Intensitas transaksi jual beli  Intensitas pinjaman/ kredit usaha 3. Tingkat jaringan

 Tingkat akses barang dan jasa  Tingkat keterbukaan jaringan  Intensitas interaksi pelaku usaha

Skala Usaha Pengelolaan limbah Industri (Y)

1. Tingkat pendapatan usaha (omzet) 2. Jumlah tenaga kerja

3. Jumlah aset

4. Kepemilikan gudang

Tingkat Kesejahteraan Pengusaha (Z) 1. Tingkat pendapatan

2. Tingkat partisipasi dalam kegiatan publik 3. Tingkat kepemilikan aset

4. Ukuran keluarga


(25)

Definisi Operasional Tabel 3 Definisi operasional

A. Modal Sosial adalah kekuatan (nilai) yang dimiliki masyarakat untuk melakukan interaksi sosial dalam kegiatan ekonomi, khususnya aktivitas berdagang. Kekuatan nilai tersebut diukur oleh: tingkat kepercayaan, tingkat kekuatan norma, dan tingkat jaringan. Masing-masing variabel tersebut akan menjadi ukuran tinggi rendahnya Modal Sosial.

I. Tingkat Kepercayaan adalah tingkat hubungan antar dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Indikator untuk mengukur tingkat kepercayaan pelaku usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :

Indikator Definisi Operasional Skala Pengukuran

Jenis Data Intensitas

Transaksi Jual Beli

Intensitas aktivitas transaksi jual beli barang barang komoditi pengelolaan limbah industri yang dilakukan oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri

- Rendah - Sedang - Tinggi

Ordinal

Intensitas Pinjaman Kredit Usaha

Intensitas aktivitas meminjam dana kridit usaha dari Lembaga peminjaman Uang (Bank)

- Rendah - Sedang - Tinggi

Ordinal

II.Tingkat Kekuatan Norma: Tingkat pemenuhan hak dan kewajiban kegiatan usaha pengelolaan limbah industri, di mana yang melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi. Indikator untuk mengukur tingkat kekuatan norma pelaku usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :

Indikator Definisi Operasional Skala Pengukuran

Jenis Data Tingkat

kekuatan norma

Tingkatan sanksi yang akan diberikan oleh masyarakat pelaku usaha pengelolan limbah industri jika ada anggota komunitasnya yang melanggar norma

Sanksi dalam tingkatan norma:

- Usage - Folkways - Norm - Custom

Ordinal

III. Tingkat Jaringan : Tingkat kekuatan ikatan antar simpul (orang atau kelompok) dalam usaha pengelolaan limbah industri. Indikator untuk mengukur tingkat jaringan pelaku usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :

Indikator Definisi Operasional Skala Pengukuran

Jenis Data Tingkat

akses barang

Tingkat kesempatan seseorang untuk

- Sangat sulit - Sulit


(26)

dan jasa memperoleh barang dan mendapatkan jasa dalam usaha pengelolaan limbah industri dari jaringan bisnis yang sudah terbentuk

- Mudah

Tingkat keterbukaan jaringan

Tingkat pengetahuan masyarakat di luar kelompok usaha terhadap usaha pengelolaan limbah industri dalam satu.

- Sangat terbuka - Terbuka - Tertutup

Ordinal Intensitas interaksi antar kelompok usaha

pertukaran informasi, dan banyaknya kehadiran dalam kegiatan sesama pelaku usaha pengelolaan limbah industri.

- Rendah - Sedang - Tinggi

Ordinal

B.Usaha Pengelolaan Limbah Industri adalah kegiatan mengolah limbah industri yang terdiri dari limbah kain, sampah kain (plastik, dan potongan-potongan kecil yang lainnnya), dan sampah bekas barang-barang elektronik menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis. Kegiatan mengolah tersebut terdiri dari yang paling sederhana (memilah) sampai membuat barang baru (jaket, kaos dll).

Skala Usaha Pengelolaan Limbah Industri adalah Pengukuran skala usaha pengelolaan limbah industri berdasarkan tingkat pendapatan, jumlah tenag kerja, jumlah aset, dan kepemilikan gudang. Indikator untuk mengukur tingkat usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :

Indikator Definisi Operasional Skala Pengukuran

Jenis Data Tingkat

Pendapatan/ omzet

akumulasi keuntungan yang diperoleh usaha selama satu tahun terakhir

- Rendah - Sedang - Tinggi

Ordinal

Jumlah tenaga kerja

banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan dalam proses usaha selama satu tahun terakhir.

- Sedikit - Banyak

Nominal

Jumlah aset kepemilikan terhadap

aset berupa :

bangunan/gudang, alat timbang kain, sistem pengolahan data (kalkulator/komputer), alat transportasi (mobil pickup, truk) selama satu tahun terakhir

- Sedikit - Banyak

Nominal

Kepemilikan Gudang

Kepemilikan terhadap tempat penyimpanan stok

- Milik pribadi


(27)

limbah. - Menyewa - Menumpang

C.Kesejahteraan adalah terpenuhinya input pendapatan, nilai aset keluarga, maupun pengeluaran, serta terpenuhinya manfaat langsung dari investasi aset

–aset tersebut pada tingkat individu dan keluarga.

Tingkat Kesejahteraan adalah tingkat ketercukupan kebutuhan, baik kebutuhan dasar, kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan, dan kebutuhan kepedulian sosial. Indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri masyarakat diukur sebagai berikut :

Indikator Definisi Operasional Skala Pengukuran

Jenis Data Tingkat

pendidikan

tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh kelompok masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri dalam satu tahun terakhir.

- Rendah - Sedang - Tinggi

Ordinal

Tingkat Pendapatan

Rata-rata pengeluaran dkurangi rata-rata pendapatan perbulan setiap anggota keluarga dalam rumah tangga.

- Rendah - Sedang - Tinggi

Ordinal

Tingkat partisipasi dalam kegiatan publik

Tingkat keterlibatan

dalam kegiatan

kemasyarakatan selama satu tahun terakhir.

- Rendah - Sedang - Tinggi


(28)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam pendekatan kuantitatif adalah metode penelitian survei. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesa atau penelitian penjelasan (explanatory research) yang tergolong dalam metode penelitian survei. Penelitian pengujian hipotesa merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi 1989).

Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menganalisis sejauhmana modal sosial berperan dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri dan sejauhmana hubungannya dengan kesejahteraan pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Data sekunder didapatkan melalui kajian sumber literatur-literatur terkait limbah industri, pengelolaan limbah industri, tingkat kesejahteraan masyarakat Cigondewah kaler, dan semua data yang berkaitan dengan perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Bandung.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cigondewah Kaler, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung. Cigondewah Kaler merupakan bagian dari wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Bandung sebagai kawasan strategis melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031 kategori sentra tekstil (sentra kain Cigondewah). Selain itu di Cigondewah Kaler banyak berdiri kegiatan usaha pengelolaan limbah industri, baik limbah langsung dari kegiatan industri maupun limbah-limbah dari bahan plastik dan kertas. Akibat usaha pengelolaan limbah tersebut Cigondewah Kaler menjadi wilayah yang kumuh dan tidak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang didapatkan dari usaha pengelolaan limbah industri.

Pengambilan data sekunder dilakukan pada awal bulan Maret 2014. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai dengan April 2014, pengolahan data dilakukan pada bulan Mei 2014. Analisis data dan penulisan dilakukan pada bulan Mei 2014. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian (Lampiran 1).

Teknik Pengumpulan Data

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Cigondewah Kaler. Responden adalah kelompok masyarakat di Cigondewah Kaler yang terlibat dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri. Sehingga populasi sampel dalam penelitian ini adalah kelompok masyarakat yang memiliki kegiatan usaha dan/terlibat dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah


(29)

Kaler, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung. Data populasi sampel didapatkan dari Ketua RW di seluruh wilayah Cigondewah Kaler. Terdapat 160 Pelaku Usaha pengelolaan limbah industri yang menjadi populasi sampel Unit analisis penelitian adalah rumah tangga pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengetahui sejauhmana modal sosial dalam usaha pengelolaan limbah industri berhubungan dengan peningkatan status kesejahteraan.

Metode sampling adalah pembicaraan bagaimana menata berbagai teknik dalam penarikan atau pengambilan sampel penelitian, bagaimana kita merancang tata cara pengambilan sampel agar menjadi sampel yang refresentatif (Bungin 2005). Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling dimana data pelaku usaha akan diacak kemudian diambil sebanyak 70 responden yang mewakili rumah tangga pelaku usaha pengelolaan limbah industri. Setelah dilakukan pengambilan data di lapangan terdapat beberapa pelaku usaha yang sudah mengganti kegiatan usahanya. Karena itu jumlah responden dikurangi menjadi 50 Responden.

Kuesioner yang diberikan kepada responden mengenai kondisi sosial ekonomi responden yang berupa skala usaha, tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, dan tingkat partisipasi dalam kegiatan masyarakat. Selain itu, kuesioner tersebut diberikan kepada responden untuk mengetahui modal sosial yang terdiri dari tingkat kepercayaan, kekuatan norma, dan kekuatan jaringan.

Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap informan dan narasumber dengan menggunakan panduan pertanyaan mendalam. Informan dan narasumber tersebut terdiri dari pemilik usaha pengelolaan limbah industri, tokoh masyarakat Cigondewah Kaler, pejabat di Kelurahan Cigondewah Kaler dan Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Kuesioner yang diberikan kepada responden terdiri dari tiga bagian. Ketiga bagian tersebut adalah (i) modal sosial berupa tingkat kepercayaan (data ordinal), tingkat kekuatan jaringan (data ordinal), dan tingkat kekuatan norma (data ordinal); (ii) skala usaha pengelolaan limbah industri berupa tingkat pendapatan usaha/omzet (ordinal), jumlah tenaga kerja (data ordinal), jumlah aset (data ordinal), dan kepemilikan gudang (data ordinal) yang digunakan dalam pengelolaan limbah industri; (iii) tingkat kesejahteraan yang diukur oleh tingkat pendapatan (data ordinal), tingkat pendidikan (data ordinal), tingkat pendapatan (data ordinal), dan tingkat partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (data ordinal). Wawancara mendalam dilakukan kepada responden dan informan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan dan diikuti dengan pemikiran responden yang berhubungan dengan pertanyaan.

Data akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan Microsoft Excel

2007 dan SPSS for Windows versi 20.0. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal. Rank Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel modal sosial dengan variabel skala usaha pengelolaan limbah industri dan menguji variabel skala usaha pengelolaan limbah industri dengan variabel kesejahteraan.


(30)

Data karakteristik skala usaha akan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Hal tersebut dilakukan untuk melihat sebaran data dan mempermudah analisis. Analisis modal sosial disajikan dalam bentuk analisis tabulasi silang, dilakukan dengan melihat keterhubungan antara proses usaha pengelolaan limbah industri dengan aktivitas pengusaha yang berkaitan dengan modal sosial. Hal yang sama dilakukan untuk melihat keterhubungan antara proses pengelolaan limbah industri dengan tingkat kesejahteraan pengusaha.


(31)

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis

Cigondewah Kaler memiliki wilayah dengan luas lahan 140 hektar, terbagi menjadi 13 wilayah Rukun Warga (RW) dan terdiri dari 43 wilayah Rukun Tetangga (RT). Areal tanah di Cigondewah Kaler terdiri dari tanah kering (daratan) seluas ± 115, 388 Ha (80 persen), tanah sawah seluas ± 15,342 Ha (11 persen ) dan sisanya digunakan fasilitas umum (jalan raya dan jembatan) seluas ± 9,27 Ha (7 persen ). Cigondewah Kaler berada pada ketinggian 500 m dpl. Curah hujan berkisar pada 2400 mm/tahun dan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak sebesar 45 hari. Penggunaan lahan di Cigondewah Kaler dapat dilihat dalam Gambar 4.

Sumber: Profil Kelurahan Cigondewah Kaler 2013 Gambar 4 Penggunaan lahan di Cigondewah Kaler

Orbitasi waktu tempuh dan letak Cigondewah Kaler ke ibu kota propinsi sejauh 4 Km dengan waktu tempuh ± 30 menit. Cigondewah Kaler sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Caringin dan Kelurahan Melong, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cigondewah Kidul dan Desa Cigondewah Hilir, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Cigondewah Kidul dan Kelurahan Caringin, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Gempolsari.

Kondisi Demografi

Cigondewah Kaler memiliki penduduk dengan jumlah 21.014 jiwa terdiri dari 10.561 laki-laki dan 10.453 perempuan. Jumlah keluarga di Cigondewah Kaler pada tahun 2013 mencapai 7.130 Kepala Keluarga (KK). Kepadatan penduduk di Cigondewah Kaler adalah sebesar 0,0067 jiwa per Ha. Penduduk asli Cigondewah Kaler adalah suku sunda. Komposisi penduduk yang sekarang berdomisili di Cigondewah Kaler terdiri dari suku sunda, suku jawa, suku batak, dan etnis china. Penduduk musiman banyak tinggal di Cigondewah Kaler. Mereka adalah buruh yang bekerja pada beberapa perusahaan yang beroperasi di Cigondewah Kaler. Selain itu penduduk tersebut adalah buruh yang bekerja pada beberapa usaha pengelolaan limbah industri.

Pemukiman KPR-BTN 1% (0,638 Ha) Pemukiman

Umum 54%

Perkantoran 1% (0,20 Ha) Sekolah

1% (0,45 Ha) Pertokoan/

Perdagangan 20% (28 Ha) Tempat Ibadah

2% (3,42 Ha) Pemakaman 4% (5,20 Ha) Jalan Raya

6% (9,40 Ha)

Persawahan 11% (15,342 Ha)


(32)

Penduduk menyebar di seluruh Cigondewah Kaler terutama yang berdekatan dengan aliran sungai dan jalan raya. Komposisi penduduk Cigondewah Kaler berdasarkan kelompok usia pada tahun 2013 dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4 Kelompok usia penduduk Cigondewah Kaler

Sumber : Profil Kelurahan Cigondewah Kaler 2013 Kondisi Pendidikan

Penduduk Cigondewah Kaler sebagian besar memiliki pendidikan setingkat SD (23,44 persen) dan hanya 0,9 persen saja dari total penduduk Cigondewah Kaler yang memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi. Kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam bentuk formal dan non formal. Pendidikan formal dilaksanakan di beberapa sekolah negeri dan swasta yang terdapat di wilayah Cigondewah Kaler dan beberapa di antaranya harus ditempuh setidaknya dalam waktu setengah jam berjalan kaki.

Pendidikan non formal dilaksanakan dalam bentuk pengajian. Pengajian digelar setiap hari untuk anak-anak usia 7-20 tahun. Setiap hari setidaknya terdapat 3 kali kegiatan belajar mengajar dalam pengajian. Selain itu pengajian

dalam bentuk Majelis Ta’lim diadakan untuk kalangan Orang Tua tiga kali dalam

setiap pekan. Di Cigondewah Kaler kegiatan pengajian dapat ditemui di setiap RW. Kegiatan pengajian dipimpin oleh tokoh agama setempat. Terdapat setidaknya lima pondok pesantren di wilayah Cigondewah Kaler.

No. Kelompok Usia (tahun)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1 0 – 4 2354 11,20

2 5 – 8 2153 10,24

3 10 – 14 2928 13,93

4 15 – 19 2550 12,13

5 20 – 24 2921 13,90

6 25 – 29 821 3,90

7 30 – 34 540 2,56

8 35 – 39 704 3,35

9 40 – 44 763 3,63

10 45 – 49 1719 8,18

11 50 – 54 1047 4,98

12 55 – 59 1624 7,72

13 60 -- 64 433 2,06

14 65 ke atas 457 2,17


(33)

Masyarakat Cigondewah Kaler tergolong rendah tingkat pendidikannya. Meski fasilitas pendidikan banyak terhadapat di Cigondewah Kaler tetapi belum bisa meningkatkan angka melek pendidikan di sana. Tingkat pendidikan formal penduduk Cigondewah Kaler dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat pendidikan formal penduduk Cigondewah Kaler No. Kelompok Usia

(tahun)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1 Tidak/Belum Sekolah 4926 23,44

2 Tidak Tamat SD 4422 21,04

3 Belum Tamat SD 3375 16,06

4 Tamat SD 3346 15,92

5 SLTP 2262 10,76

6 SLTA 2492 11,85

7 Akademi / Sarjana D3 138 0,65

8 Sarjana 53 0,25

J u m l a h 21014 100

Sumber : Profil Kelurahan Cigondewah Kaler 2013 Kondisi Ekonomi

Sebagian besar masyarakat Cigondewah Kaler memiliki mata pencaharian sebagai pedagang (18,85 persen) disusul oleh pegawai swasta sebesar (17,6 persen). Sedangkan sisanya memiliki mata pencaharian sebagai PNS, TNI, Tani, dan pensiunan. Pedagang dan wiraswasta didominasi oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri.

Tabel 6 Mata pencaharian masyarakat Cigondewah Kaler

No. Kelompok Usia

(tahun)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1 Pegawai Negeri dan TNI 200 0,947

2 Pegawai Swasta 3709 17,65

3 Wiraswasta 2587 12,31

4 Tani 352 1,67

5 Dagang 3962 18,85

6 Pelajar dan Mahasiswa 8734 41,56

7 Pensiunan 94 0,47

8 Lain-lain 1376 6,54

J u m l a h 21014 100


(34)

Mata pencaharian petani masih bisa ditemukan di beberapa RW yang masih memiliki lahan pertanian. Di antaranya di wilayah RW 01 dan RW 02. Pertanian bukan menjadi mata pencaharian utama sebab tanah yang mereka garap statusnya sudah milik pemerintah dan merupakan wilayah terdampak pembangungan jalan Tol Soreang Pasir Koja (Seroja) yang sedang dalam proses persiapan pembangunan. Dengan kata lain mereka yang masih bertani statusnya adalah penggarap dan suatu saat ketika lahan tersebut sudah menjadi jalan Tol maka mereka harus meninggalkan profesinya tersebut.

Kondisi Sarana dan Prasarana

Cigondewah Kaler didominasi oleh bangunan rumah beton yang tersebar mengikuti alur jalan raya Cigondewah Kaler. Jalan raya Cigondewah yang menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung telah mengalami beberapa kali renovasi hingga akhirnya pada tahun 2008 dilakukan pengecoran jalan. Di sepanjang jalan tersebut berdiri gudang-gudang tempat penampungan limbah industri berupa plastik, potongan kain, rongsokan dan karung.

Cigondewah Kaler termasuk wilayah terdampak atas pembangungan Jalan Tol Padalarang - Cileunyi pada tahun 1987. Pembangunan industri berbahan baku plastik dan tekstil meningkat pesat sejak selesainya pembangungan jalan tol. Tercatat sedikitnya beberapa titik kawasan industri yakni di wilayah RW 01, RW 08, RW 12, RW 07, dan RW 02. Wilayah RW 01 kemudian berkembang menjadi sentra pengelolaan limbah tekstil dan limbah plastik di Cigondewah Kaler.

Terdapat empat jembatan beton yang menghubungkan wilayah Cigondewah Kaler yang terpisahkan oleh Jalan Tol Padaleunyi. Pada tahun 2014 diresmikan Gedung Unit Pelayanan Teknis Tekstil dan Produk Tekstil (UPT TPT) Cigondewah di wilayah Cigondewah Kaler. Infrastruktur tersebut akan menunjang segala kebutuhan teknis dan informasi mengenai kegiatan ekonomi khususnya bidang tekstil di Cigondewah, Kota Bandung.

Kondisi Usaha Pengelolaan Limbah Industri

Limbah industri dalam bentuk apapun berpotensi mencemari lingkungan dan mengganggu aktivitas kehidupan. Di Cigondewah Kaler limbah industri menjadi komoditi usaha. Limbah industri yang dikelola adalah limbah yang bernilai ekonomis. Pelaku usaha pengelolaan limbah industri tersebar di seluruh wilayah Cigondewah Kaler.

Pelaku usaha paling banyak terdapat di wilayah RW 01. Wilayah RW 01 adalah wilayah strategis yang dilalui langsung oleh jalan raya Cigondewah yang menghubungkan Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Di wilayah RW 01 terdapat beberapa industri yang memproduksi karung dan industri makanan. Selain di wilayah RW 01 pelaku usaha tersebar merata di wilayah RW yang memiliki akses langsung terhadap jalan raya Cigondewah seperti RW 03, RW 06, RW 09, dan RW 10.

Pelaku usaha mengelola berbagai jenis limbah seperti kain, plastik, logam, karung dan makanan sebagai komoditi usaha mereka. Kegiatan pengelolaan limbah industri yang berpusat pada beberapa wilayah RW saja berdampak terhadap terkonsentrasinya wilayah yang tergolong kumuh di Cigondewah Kaler. Wilayah RW 01, wilayah RW 10, dan wilayah RW 11 merupakan beberapa


(35)

wilayah yang sangat terdampak dengan hadirnya kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di sana. Aktivitas usaha pengelolaan limbah industri juga telah mengubah lanskap wilayah Cigondewah Kaler. Pemukiman menjadi wilayah yang bercampur baur dengan industri, gudang, tempat pembuangan sampah, dan area tercemar polusi akibat kegiatan industri dan pengelolaan limbah industri. Data yang disajikan dalam Tabel 7 merupakan hasil pemetaan beberapa pengusaha yang tersebar di seluruh wilayah Cigondewah Kaler.

Tabel 7 Sebaran Pelaku Usaha pengelola limbah industri di Cigondewah Kaler Wilayah

RW

Jumlah Pengusaha (Orang)

Total (Orang) Kain Plastik Logam Karung/Kardus Makanan

1 35 9 3 1 1 49

2 10 0 0 1 0 11

3 9 2 0 0 0 11

4 2 1 0 1 0 4

5 7 2 1 0 0 10

6 3 7 0 0 0 10

7 2 3 1 1 1 8

8 9 0 1 0 0 10

9 9 1 0 0 0 10

10 7 8 1 4 0 20

11 2 0 5 1 0 8

12 8 0 0 0 0 8

13 0 0 1 0 0 1

Total (Orang) 160

Limbah menimbulkan permasalahan baru meskipun telah dikelola oleh masyarakat Cigondewah Kaler. Kawasan usaha pengelolaan limbah industri termasuk wilayah kumuh yang dicirikan dari kualitas air selokan dan air sungai yang melewati wilayah tersebut. Kualitas air yang rendah, berbau, hitam pekat, dan membawa banyak limbah plastik merupakan sisa dari proses pencucian limbah industri pada industri dan usaha pengelolaan limbah industri. Selain kualitas air yang buruk, aspek lingkungan lain pun mengalami hal yang sama mengalami penurunan kualitas seperti area bermain, halaman di antara pemukiman penduduk, jalan raya, saluran air di pinggir jalan, dan kualitas udara. Hal tersebut tidak lain merupakan dampak langsung dari kegiatan pengelolaan limbah industri di beberapa tempat di Cigondewah Kaler.

Dibalik keterbatasan usaha pengelolaan limbah industri, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya merasakan manfaat yang tidak sedikit. Gambaran lebih jelas mengenai Cigondewah Kaler dan penyebaran industri serta usaha pengelolaan limbah industri dapat dilihat dalam gambar sketsa lokasi penelitian (Gambar 5).


(36)

(37)

RESPONS MASYARAKAT TERHADAP LIMBAH INDUSTRI

Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana respons masyarakat di Cigondewah Kaler terhadap kehadiran beberapa industri di wilayah mereka. Respons tersebut dalam bentuk usaha pengelolaan limbah industri. Termasuk sejarah pertama kalinya pengelolaan limbah industri, perkembangan usaha, sampai pada karakteristik usaha pada saat penelitian ini dilakukan. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat usaha pengeloaan limbah industri secara utuh agar penlilaian skala usaha menjadi lebih obyektif sesuai dengan dinamika di lapangan.

Pengelolaan limbah industri yang berkembang menjadi kegiatan usaha Pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler sudah dilakukan sejak tahun 1982. Kegiatan tersebut dimulai oleh beberapa pelaku usaha. Berawal dari hubungan penduduk asli Cigondewah kaler dengan sebuah perusahaan tekstil (sekarang PT. Kahatex). Hubungan tersebut terkait jaminan keamanan perusahaan tekstil yang berproduksi di wilayah Cigondewah pada beberapa tahun pertama didirikan. Perusahaan tersebut akan mengalokasikan limbah industri yang bernilai ekonomis untuk dijual kepada Tn. H. MSD. Perjanjian tersebut dilakukan tidak tertulis. Dinamika sosial dan ekonomi di masyarakat Cigondewah Kaler menyebabkan bertambahnya pelaku usaha yang mendapatkan jatah limbah industri dari Perusahaan tekstil tersebut. Pada tahun 2014 pelaku usaha yang mendapatkan jatah limbah industri dari PT. Kahatex sebanyak lima belas pelaku usaha. Dengan jumlah limbah industri yang dikelola tidak kurang dari 180 Ton setiap bulan.

Pola yang sama berlaku bagi semua pelaku usaha yang mengakses langsung limbah industri dari PT. Kahatex. Setiap bulan mereka mendapatkan jatah untuk membeli limbah industri sebanyak dua minggu berturut-turut. Artinya pada dua pekan pertama pelaku usaha mendapatkan jatah limbah industri sedangkan dua pekan setelahnya tidak. Begitu seterusnya memiliki jadwal yang sudah ditetapkan bersama di antara lima belas pelaku usaha. Setiap dua kali dalam setahun diadakan pertemuan untuk saling bertukar informasi. Bahkan pada beberapa kesempatan diadakan pertemuan insidental untuk membahas harga limbah industri yang akan mengalami kenaikan. Lima belas pengusaha tersebut menjadi penyuplai limbah industri juga bagi para pelaku usaha pengelola limbah industri yang relatif lebih kecil skala usahanya.

Peningkatan jumlah industri tekstil skala menengah di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung menyebabkan penambahan suplai limbah industri. Limbah industri tidak hanya didapatkan dari PT. Kahatex. Limbah kain, plastik, karung, dan logam didapatkan dari kegiatan industri semi garmen, usaha konveksi, pasar swalayan, departemen store, dan pasar yang ada di wilayah Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Bandung.

Memasuki era reformasi pelaku usaha pengelolaan limbah industri semakin banyak bermunculan di Cigondewah Kaler, bahkan julukan kawasan “kuya” (kumuh tapi kaya) sampai hari ini masih identik dengan kawasan Cigondewah Kaler karena wilayahnya kotor dan kumuh karena sampah (limbah) berserakan


(38)

tetapi masyarakatnya mampu secara ekonomi. Pola pengelolaan limbah industri dan siklus distribusi limbah industri dapat dilihat dalam pada Gambar 6.

Gambar 6 Alur distribusi komoditas limbah industri di Cigondewah Kaler Pada tahun 2014 sedikitnya terdapat 5 wilayah RW yang memiliki kawasan industri di Cigondewah Kaler. Kelima wilayah RW tersebut adalah RW 1 (kategori industri: rajut karung, makanan, dan logam); RW 4 (kategori industri: tekstil dan paralon); RW 7 dan RW 8 (kategori industri: alat elektronik dan tekstil); serta RW 12 (kategori industri tekstil).

Pelaku usaha pengelolaan limbah industri mencari langsung sumber limbah hingga ke luar kota. Beberapa di antaranya didapatkan dari kawasan industri Tangerang, Bekasi, dan Jakarta. Perbandingan pemasok limbah industri bagi lima puluh responden pelaku usaha pengelolaan limbah di Cigondewah Kaler dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Pemasok limbah bagi kegiatan usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler pada tahun 2014

Sumber Limbah Jumlah Pelaku Usaha Persentase(%)

Kawasan industri konveksi 5 10

Industri makanan 2 4

Industri semi garmen 9 18

Industri tekstil besar 9 18

Konveksi 5 10

Limbah pasar dan rumah tangga

7 14

Pemulung 2 4

Pengelola limbah kecil 1 2

Pengepul 7 14

Sesama pengelola limbah 3 6

Jumlah 50 100

IND U ST R I LIMBAH : 1. Potongan kain 2. Plastik 3. Rongsokan 4. Karung 5. Busa 6. Sterofom 7. Makanan kadaluarsa MAS Y A R A K A T PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI Produk Bahan Baku Industri Usaha Pengelolaan Limbah Industri Cigondewah Kaler


(39)

Tabel 8 memberikan informasi bahwa industri tekstil besar dan industri semi garmen adalah pemasok limbah industri terbanyak bagi para pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Contoh industri tekstil besar dalam penelitian ini adalah PT. Kahatex. Perusahaan tersebut memiliki dua lokasi yang berbeda, di Cigondewah Kaler dan di Rancaekek Kabupaten Bandung. Industri semi garmen skalanya lebih kecil dibandingkan dengan industri tekstil besar, industri kategori tersebut banyak ditemui di kawasan Majalaya, Kopo, dan Cimahi.

Pemasok limbah industri terbanyak kedua adalah para pengepul dan pasar. Pengepul mendapatkan limbah langsung dari para pemulung sedangkan limbah pasar didapatkan dari aktivitas pasar yang rata-rata menghasilkan sampah plastik berton-ton setiap bulan. Sumber limbah industri terbanyak ketiga adalah industri konveksi. Yang dimaksud dengan industri konveksi dalam penelitian ini adalah usaha konveksi yang membentuk komunitas di wilayah tertentu. Contoh industri konveksi dalam penelitian ini terdapat di wilayah Kopo, Rancamalang, dan Taman Holis.

Pasokan limbah industri paling sedikit dihasilkan oleh industri makanan, pemulung, dan sesama pengelola limbah industri. Industri makanan tersebut adalah perusahaan yang membuat makanan jenis roti dan kue. Makanan yang telah kadaluarsa akan dikelola oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler untuk dijadikan pakan ternak dan ikan. Pelaku usaha pengelolaaan limbah industri pun menghasilkan limbah dari kegiatan pengelolaan. Limbah akan dikelola oleh pelaku usaha yang lain yang memiliki skala usaha lebih kecil.

Jenis Limbah yang Dikelola oleh Masyarakat Cigondewah Kaler Limbah yang dikelola oleh masyarakat Cigondewah Kaler adalah limbah yang bernilai ekonomis. Kristanto (2002) mendefinisikan limbah yang bernilai ekonomis yaitu limbah yang dapat memberikan nilai tambah jika dikelola dengan baik. Limbah yang dikelola oleh masyarakat Cigondewah Kaler meliputi sisa potongan kain, karung bekas, kain sisa ekspor, makanan, kaleng, dan sampah plastik. Dari lima puluh responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini, pelaku usaha pengelolaan limbah kain paling banyak menyerap limbah yakni ± 200 ton/bulan. Limbah karung, kain sisa eksport, benang sisa eksport, makanan kadaluarsa, dan kaleng bekas dikelola dalam jumlah kurang dari ± 50 ton/bulan. Sedangkan sampah plastik yang dikelola mencapai ± 100 ton/bulan.

Jumlah (Ton )

Gambar 7 Jumlah limbah yang dikelola dalam satu bulan

207,3

2 36

10,8 2 0,4

104,4

0 50 100 150 200 250

Potongan Kain

Plastik Karung Kain sisa Makanan Kadaluarsa


(40)

Gambar 7 memperlihatkan komposisi jenis limbah industri yang dikelola setiap bulan oleh lima puluh responden pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Mayoritas masyarakat Cigondewah Kaler mengetahui dan melakukan pengelolaan limbah industri sebagai mata pencaharian. Majun adalah sebuah istilah yang diberikan terhadap potongan-potongan kain sisa produksi sebuah perusahaan tekstil.

Bentuk pengelolaan limbah industri yang dilakukan masyarakat Cigondewah kaler adalah memilah (menyortir), mencacah, mencuci, sampai membuat barang baru. Ciri khas dari kegiatan pengelolaan limbah ini adalah dilibatkannya beberapa sumber daya alam seperti sungai dan cahaya/panas matahari dalam proses pengerjaan. Sehingga tidak sedikit beberapa areal lahan menjadi tercemar akibat adanya kegiatan pengelolaan limbah ini.

Perbandingan bentuk pengelolaan limbah yang dilakukan oleh lima puluh responden pelaku usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Bentuk pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler

Bentuk Pengeloalaan Jumlah Pengusaha (n) Persentase (%)

Hanya memilah 30 60

Memilah dan mencacah 9 18

Memilah dan menjemur 1 2

Mengolah limbah 10 20

Jumlah 50 100

Kegiatan pengelolaan limbah industri oleh masyarakat Cigondewah Kaler didominasi oleh pengelolaan limbah berbahan dasar tekstil. Memilah adalah kegiatan memilih dan mengelompokan potongan-potongan kain sesuai dengan ukuran, warna, dan jenis kain. Mencacah adalah kegiatan menghancurkan limbah yang berukuran besar menjadi limbah yang berukuran kecil agar lebih mudah diolah kembali. Pencacahan dilakukan terhadap limbah jenis plastik keras. Kegiatan pengelolaan lain adalah menjemur, menenun, menjahit, dan menyulam. Masyarakat Cigondewah Kaler menggunakan teknik tersebut sesuai dengan limbah yang dikelola dan keterampilan serta sumber daya yang dimiliki.

Mayoritas pelaku usaha memilah limbah. Memilah merupakan bentuk yang paling sederhana dalam mengelola limbah. Selain itu terdapat kegiatan mencuci dan menjemur yang merupakan tahap selanjutnya setelah kegiatan memilah. Hal ini bisa dimaklumi karena teknologi yang belum tersedia dan tingkat keterampilan tenaga kerja yang masih terbatas.

Limbah yang dikelola masyarakat Cigondewah kaler mayoritas menjadi bahan baku untuk kegiatan usaha yang lain. Hal ini disebabkan masih sedikitnya pelaku usaha yang memiliki keterampilan dalam mengolah limbah. Hal ini juga yang menyebabkan rendahnya daya saing produk-produk pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler. Permasalahan tersebut yang menjadi salah satu penyebab sulitnya mendistribusikan keuntungan secara merata dari usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.

Semua hasil pengelolaan masih dalam bentuk bahan mentah, belum menjadi produk yang siap pakai kecuali untuk produk pakaian bayi dan terpal. Kemampuan untuk mengolah limbah menjadi produk yang bernilai tinggi belum


(1)

PENUTUP Simpulan

Pengelolaan limbah industri dilakukan sebagai salah satu respons masyarakat atas keberadaan beberapa industri tekstil di wilayah Cigondewah Kaler. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan memilah, mencacah, mencuci ulang, menjemur, dan membuat produk baru dari limbah yang dikelola. Kegiatan pengelolaan limbah telah menjadi mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh masyarakat Cigondewah kaler.

Modal sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam aktivitas usaha, tidak terkecuali dalam usaha pengelolaan limbah industri. Pemanfaatan modal sosial pada usaha pengelolaan limbah industri dilakukan pada proses jual beli dan pengembangan usaha. Modal sosial terdiri dari kepercayaan, jaringan, dan norma. Kepercayaan menjadi instrumen penting pelaku usaha untuk menjalin kerja sama bisnis maupun kerja sama yang lainnya. Kepercayaan dibangun melalui proses yang panjang. Interaksi dan sosialisasi adalah sarana yang digunakan untuk menjalin kepercayaan sesama pelaku usaha. Berkaitan dengan usaha pengelolaan limbah industri, kepercayaan diimplementasikan dengan melakukan aktivitas jual beli limbah, pengelolaan keuangan, dan pengelolaan kepercayaan yang diberikan oleh rekan bisnis. Modal kepercayaan dalam jenis usaha apapun menjadi pembuka bagi bentuk kerjasama lain yang lebih mendalam.

Pemanfaatan jaringan dalam kegiatan usaha sangat berpengaruh terhadap proses penjualan. Pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler sangat bergantung pada jaringan pemasaran hasil limbah. Pengelolaan limbah industri melibatkan pengusaha limbah, pemasok limbah (industri), penampung limbah, dan konsumen produk hasil pengelolaan limbah. Pengusaha limbah di Cigondewah Kaler telah memiliki jaringan usaha limbah hampir di semua sentra industri baik di Jawa Barat maupun luar Jawa Barat. Bahkan jika dilihat dari pemasaran hasil pengelolaan limbah, produk hasil pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler telah menembus pasar di luar Pulau Jawa. Jaringan merupakan modal sosial yang paling tinggi pemanfaatannya oleh pelaku usaha pengelolaan limbah industri.

Norma yang berlaku pada masyarakat Cigondewah Kaler secara umum berlaku juga dalam aktivitas pengelolaan limbah indusrti. Norma yang khusus dan hanya bisa dijumpai dalam kegiatan usaha pengelolaan limbah industri adalah retur. Meskipun konsep yang sama sudah diimplementasikan dalam kegiatan bisnis yang lain, istilah retur begitu akrab dengan usaha pengelolaan limbah industri. Retur berarti perjanjian mengembalikan/mengganti limbah yang sudah dikelola jika limbah tersebut tidak sesuai dengan perjanjian saat transaksi jual beli. Pada tingkatan norma tersebut, mayoritas pelaku usaha tidak pernah melanggar aturan tersebut.

Pemanfaatan modal sosial dalam kegiatan usaha berpengaruh terhadap skala usaha. Akumulasi dari pendapatan usaha menghasilkan beberapa karakteristik usaha dalam pengelolaan limbah industri. Aset, jumlah limbah yang dikelola, jaringan bisnis, omzet per tahun, upah dan jumlah tenaga kerja adalah karakteristik usaha yang menjadi indikator tinggi dan rendahnya skala usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah Kaler.


(2)

Tingkat kesejahteraan pengusaha dilihat dari indikator pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat. Tingginya modal sosial dan skala usaha tidak langsung memberikan dampak terhadap tingginya keikutsertaan pelaku usaha dalam kegiatan masyarakat. Pelaku usaha dengan skala usaha yang tinggi ternyata memiliki kecenderungan tidak partisipatif terhadap berbagai aktivitas kemasyarakatan. Sebaliknya terhadap indikator pendapatan dan ukuran keluarga, pelaku limbah industri dengan modal sosial dan skala usaha yang tinggi cenderung memiliki indikator sejahtera yang tinggi. Hasil uji statistik membuktikan bahwa modal sosial berhubungan dengan skala usaha dan tingkat kesejahteraan pengusaha.

Saran

Perputaran uang dari kegiatan pengelolaan limbah industri dalam satu bulan dapat mencapai milyaran rupiah. Potensi tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Terlebih dari usaha pengelolaan limbah tersebut muncul permasalahan yang lain yakni pencemaran air, udara, dan tanah di Cigondewah Kaler. Selain karena ketidaktahuan pengusaha terhadap pentingnya lingkungan bagi kelestarian kehidupan, sikap tidak peduli terhadap lingkungan tersebut akibat belum dimanfaatkannya secara maksimal salah satu modal sosial yakni norma. Tingkat kesadaran belum muncul karena tidak adanya ketegasan untuk menegakan peraturan.

Kombinasi perbaikan pada sistem dan peningkatan pemanfaatan modal sosial diharapkan dapat meningkatkan dampak positif dari adanya usaha pengelolaan limbah industri di Cigondewah kaler. Perbaikan pada sistem dapat dilakukan dengan (i) melakukan sosialisasi peraturan daerah mengenai lingkungan hidup terhadap pelaku usaha pengelolaan limbah industri. (ii) melakukan pembinaan berupa pendataan usaha, pencatatan izin usaha yang baik, dan pemberian bantuan modal secara berkala. Sedangkan peningkatan pemanfaatan modal sosial dapat dilakukan dengan cara : (i) Memberikan pelatihan untuk mengelola limbah industri agar memiliki nilai tambah yang tinggi. Selama ini pengelola limbah hanya membersihkan dan menyortir, belum pada tingkat mengolah menjadi barang baru. Jika pun ada yang sudah mengolah jumlahnya relatif sedikit dan sekarang sudah gulung tikar. (ii) Meningkatan citra Cigondewah Kaler dengan melakukan perbaikan pada beberapa area yang menjadi kawasan kumuh. Secara bertahap Cigondewah Kaler akan menjadi kawasan yang tidak lagi dikenal sebagai kawasan kumuh yang kaya melainkan menjadi kawasan yang nyaman untuk dihuni dan dijadikan tempat investasi bisnis.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

[BPPM] Badan Pengawasan Pasar Modal (ID). 2002. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Manufaktur. Jakarta

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Perkembangan Industri Manufaktur.

[KLHRI] Kementrian Lingkungan Hidup RI.(ID). 2010. Status Lingkungan Hidup 2010. [Internet][diunduh tanggal 27 Februari 2014] Dapat diunduh dari http://www.menlh.go.id/DATA/SLHI_2010.pdf

[UU] Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 Tentang Industri.

[UU] Undang-undang No.44 Tahun 1982 Tentang Mendirikan Usaha.

[UU] Undang-undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta [ID] : Kencana Prenada M Group

Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung [ID]: Yrama Widya

Iskandar A. 2012. Paradigma Baru Benchmarking Kemiskinan Suatu Studi ke Arah Penggunaan Indikator Tunggal. [ID] Bogor : IPB Press.

Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta [ID]: ANDI.

Lawang RMZ. 2004. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, Suatu Pengantar. Jakarta [ID] : FISIP UI Press.

Mulia RM.2005. Kesehatan Lingkungan. [ID] Yogyakarta : Graha Ilmu dan UIEU-University Press

Nasdian FT. 2005. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Tidak Diterbitkan. Institut Pertanian Bogor [ID].

Nurami M. 2013. Peran Modal Sosial pada Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Studi pada Usaha Daur Ulang di Desa Kedungwonokerto, Kecamatan Prambon, Sidoarjo).[Internet][diunduh tanggal 27 Februari 2014]Dapat diunduh dari http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/327

Santoso S. 2012. Peran Modal Sosial terhadap Perkembangan Pedagang Kaki Lima di Ponorogo (Role of Social to Growth of Merchant Cloister in Ponorogo) [Internet] [diunduh 06 Maret 2014]. Dapat diunduh dari :http://ssantoso.umpo.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Artikel-Peran-Modal-Sosial.pdf

Sartika PT, Rachman SA. 2002. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Bogor [ID] : Ghalia Indonesia

Scheneider EV. 1986. Sosiologi Industri. Jakarta [ID]: AKSARA PERSADA. Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: Pustaka

LP3ES

Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID] : PT. RajaGrafindo Persada

Sumardjo.2010.Pembangunan Perdesaan dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Bogor[ID]: IPB Press

Sunarti E. 2006. Indikator Keluarga Sejahtera : Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan Keberlanjutannya. [Internet][diunduh tanggal 27 Februari 2014 ]Dapat


(4)

diunduh dari http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/04/Dr.-Euis-Sunarti-Indikator-Keluarga-Sejahtera.pdf

Supriono AF, Rais S. 2009. Modal Sosial : Definisi, Dimensi , dan Tipologi. [Inernet][diunduh tanggal 27 Februari 2014 ] Dapat diunduh dari :http://www.scribd.com/doc/62161204/Modal-Sosial-Definisi-Dimensi-Dan-Tipologi


(5)

Lampiran 1 Waktu Penelitian

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni

Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung 27 April 1992 dari pasangan H. Dudun Abdulah (alm) dan Hj. Yanti Setiawati. Penulis adalah putra pertama dari lima bersaudara . Penulis lulus dari SMA Negeri 9 Bandung pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pengalaman mengajar penulis adalah sebagai Asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) Tingkat Persiapan Bersama tahun 2012, sebagai pengajar sekaligus kepala sekolah di Rumah Belajar HORE Bogor tahun 2012/2013. Aktif sebagai santri pada Pesantren Mahasiswa Al-Ihya Dramaga Bogor. Selain itu penulis aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM-TPB) 2010/2011, anggota Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyah 2010/2011, wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) 2011/2012, Ketua Divisi Syiar Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (FORSIA) 2012/2013, dan Koordinator Forum Indonesia Muda (FIM) Regional Bogor 2013/2014.

Pada tahun 2012 penulis berkesempatan mengikuti kegiatan training leadership Forum Indonesia Muda (FIM) angkatan ke 13 di Jakarta. Pada tahun 2013 penulis juga berkesempatan menimba ilmu melalui kegiatan Kuliah Kerja Bersama Masyarakat (KKBM) selama dua bulan di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.