Kajian Kandungan Tetrodotoksin Ikan Buntal Pisang (Tetraodon lunaris) dari Perairan Kabupaten Cirebon.

1

KAJIAN TETRODOTOKSIN IKAN BUNTAL PISANG
(Tetraodon lunaris) DARI PERAIRAN KABUPATEN CIREBON

GINANJAR PRATAMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Kajian
Tetrodotoksin Ikan Buntal Pisang (Tetraodon lunaris) dari Perairan Kabupaten
Cirebon” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Ginanjar Pratama
NRP C351120131

4

5

RINGKASAN
GINANJAR PRATAMA. Kajian Tetrodotoksin Ikan Buntal Pisang
(Tetraodon lunaris) dari Perairan Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh
NURJANAH dan RUDDY SUWANDI.

Ikan buntal pisang diketahui memiliki racun yang tinggi pada jaringan otot
dan kulitnya, tetapi masyarakat nelayan di Kabupaten Cirebon mengonsumsi
daging ikan ini. Menurut mereka ikan buntal pisang beracun pada bagian
jeroannya dan bukan pada daging atau kulitnya. Racun dari ikan buntal pisang
dikenal dengan nama tetrodotoksin. Tetrodotoksin bersifat eksogenus sehingga
pada tiap perairan berbeda kadar racunnya. Penyebab berbedanya kandungan
tetrodotoksin pada tiap spesies adalah jenis makanan, musim, ukuran, habitat dan
bagian ikan buntal itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan lokasi
penangkapan dan identifikasi jenis makanan ikan buntal pisang, menganalisis
kandungan gizi dan senyawa aktif pada ikan buntal pisang, serta menentukan
toksisitas secara in vitro dan in vivo dari tiga bagian tubuh ikan buntal pisang
(daging, kulit dan jeroan).
Wilayah penangkapan ikan buntal pisang yang dilakukan terletak pada
posisi 108˚42’41” - 108˚45’19” BT dan 6˚44’59” - 6˚45’49” LS, dengan ukuran
10-13 cm pada bulan Juli. Jenis makanan yang didapatkan dari usus ikan buntal
pisang yaitu ikan pepetek, cumi-cumi, serasah dan unidentified. Rendemen pada
ikan buntal pisang meliputi daging 37,80%, tulang 45,71%, jeroan 7,25% dan
kulit 9,23%. Kandungan protein pada daging, kulit dan jeroan memiliki nilai yang
tinggi berdasarkan basis kering. Hasil uji fitokimia dari ekstrak daging terdeteksi
alkaloid dan karbohidrat. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan tetrodotoksin

diduga terdapat pada daging ikan buntal pisang, karena senyawa tetrodotoksin
memiliki gugus guanidium yang terindikasi dari alkaloid dan gugus glikosida
yang terindikasi dari molisch.
Pengujian toksisitas in vitro menggambarkan ekstrak daging, jeroan dan
kulit dari ikan buntal pisang tidak toksik, karena nilai LC50nya lebih dari 1000
ppm. Pengujian toksisitas akut dilakukan menggunakan tikus jantan dan betina
galur Sprague Dawley, dengan perlakuan penambahan ekstrak daging, jeroan dan
kulit dengan dosis masing-masing ekstrak 5, 10, 15 dan 20 g/kg. Pengamatan
yang dilakukan dari semua perlakuan menggambarkan parameter fisik,
pertumbuhan bobot tikus dan organ dalam yang normal. Hasil histopatologi hati
tidak terindikasi adanya simtom sehingga bisa disimpulkan bahwa ikan buntal
pisang dengan ukuran 10-13 cm yang ditangkap pada bulan Juli di perairan
Kabupaten Cirebon aman untuk di konsumsi.
Kata kunci: ikan buntal pisang, tetrodotoksin, toksisitas

6

7

SUMMARY

GINANJAR PRATAMA. Study of Tetrodotoxin Green Rough-Backed Puffer
(Tetraodon lunaris) from Cirebon District. Supervised by NURJANAH and
RUDDY SUWANDI.
Green rough-backed puffer is known to have high toxicity on it’s muscle
tissue and skin. The toxin from green rough-backed puffer was called
tetrodotoxin. Several communities of fishermans at Gebang, Cirebon eats this
meat fish. According to them the toxin of green rough-backed puffer located in
viscera and not in the flesh or skin.Toxin of puffer fish is exogenous so that in
each habitat will have different toxicity. Cause of different content of tetrodotoxin
on each species were type of feed, season, size, habitat and part of fish. The
objective of this study is to determine the fishing location of the sample and
identification of the type of puffer fish feed, analyzing the nutrients and bioactive
compounds of pufferfish and determine the toxicity in vitro and in vivo from three
part of fish (flesh, skin and viscera).
The fish sample were caught in offshore Cirebon (108˚42'41"-108˚45'19"
BT and 6˚44'59 "-6˚45'49" LS). Type of feed in the gut from green rough-backed
puffer were pepetek fish, squid, organic matters and unidentified. The yield of
green rough-backed puffer was 37.80% meat, 45.71% bones and heads, 7.25%
viscera and 9.23% skin. Protein content of meat, skin and viscera have a high
value based on dry basis. The test results of the phytochemical meat extract

detected alkaloids and carbohydrate. These results indicated that the content of
tetrodotoxin estimated found in puffer fish meat, because tetrodotoxin compound
has guanidium and glycosides are indicated group of alkaloid and molisch.
In vitro toxicity testing describe extracts of meat, viscera and skin of puffer
fish are non toxic, because the value LC50 more than 1000 ppm. Acute toxicity
testing was conducted using male and female Sprague Dawley strain, with the
addition treatment of meat, viscera and skin extract with each dose of the extract
5, 10, 15 and 20 g/kg BB. The observations made of all treatment parameters
describe the physical and internal organs were normal. Liver histopathology
results doesn’t indicated the presence of the symptomps so that it can be
concluded that the green rough-backed pufferfish with 10-13 cm size caught in
July from Cirebon are safe for consumption.
Keyword: green rough backed-puffer, tetrodotoxin, toxicity

8

9

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11

KAJIAN TETRODOTOKSIN IKAN BUNTAL PISANG
(Tetraodon lunaris) DARI PERAIRAN KABUPATEN CIREBON

GINANJAR PRATAMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

12

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Sunarya

13

HALAMAN PENGESAHAN

Judul
Nama
NRP


: Kajian Kandungan Tetrodotoksin Ikan Buntal Pisang
(Tetraodon lunaris) dari Perairan Kabupaten Cirebon.
: Ginanjar Pratama
: C351120131

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Ketua

Dr Ir Ruddy Suwandi, MS, MPhil
Anggota

Diketahui Oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 5 Januari 2015

Tanggal Lulus:

14

15

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Judul penelitian
ini adalah Kajian Tetrodotoksin Ikan Buntal Pisang (Tetraodon lunaris) dari
Perairan Kabupaten Cirebon.
Keberhasilan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB
tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1 Prof Dr Ir Nurjanah, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Ruddy
Suwandi, MS, MPhil sebagai anggota komisi pembimbing atas kesediaan
waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama
penyusunan tesis ini.
2 Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua program studi S2 THP yang telah
memberikan arahan dan masukan pada saat penyelesaian tesis ini.
3 Dr Sunarya selaku penguji luar komisi yang telah memberikan kritikan serta
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tesis ini.
4 Keluarga besar penulis teruntuk Ayahanda Alm. Sutaman dan Ibunda Gayah
serta adik-adik tercinta Ginawati Dwitama dan Ginanda Nurochman atas
motivasi, doa, semangat dan dukungan baik moril maupun materiil selama
penulis menempuh studi.
5 Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl,-Biol dan Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi yang
selalu memberikan saran dan kerjasama yang baik untuk penelitian ini.
6 Teman yang selalu menemani pada saat penelitian Medal Lintas Perceka,
Alhana dan drh Aulia.
7 Sempur Kaler 71 (Pak Elang dan keluarga, Mas Hans, Mas Nur, Mba Fitri,
Mas Marto, Mas Dadan dan Riki) atas kekeluargaan yang selalu dibangun
untuk masa depan.

8 Dolpiners (Wahyu, Bang Titot, Wayan, Andra, Beny, Ozy, Tante Diana,
Nabila, Tante Imel) atas semangat dan kebersamaannya selama ini.
9 Penghuni Mikroalga (Bejo, Opunk, Bang Tiyo, Bayu, Bocil, Ayu) atas
bantuannya selama penyusunan tesis.
10 Ikatan Kekeluargaan Cirebon sebagai wadah naungan berkeluh kesah selama
penelitian berlangsung.
11 Teman-teman S2 THP 2011, 2012 dan 2013 atas kerjasama yang baik selama
studi.
12 Semua pihak yang telah membantu tersusunnya tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih ada kekurangan. Semoga karya
ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat
Indonesia pada umumnya.

Bogor, Maret 2015

Ginanjar Pratama

16

17

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
Luaran

1
1
2
3
3
3

2 PENENTUAN KAWASAN PENANGKAPAN DAN IDENTIFIKASI
MAKANAN IKAN BUNTAL PISANG
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

4
4
5
6
10

3 KARAKTERISTIK KIMIA DAN UJI FITOKIMIA EKSTRAK KASAR
TETRODOTOKSIN DARI DAGING, KULIT DAN JEROAN
IKAN BUNTAL PISANG
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

11
11
12
16
20

4 UJI TOKSISITAS SECARA IN VITRO DAN IN VIVO DARI KETIGA
EKSTRAK BAGIAN TUBUH IKAN BUNTAL PISANG
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

21
21
22
25
37

5 PEMBAHASAN UMUM
Simpulan dan Saran

38
39

DAFTAR PUSTAKA

40

LAMPIRAN

44

RIWAYAT HIDUP

48

18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Proksimat basis basah bagian-bagian ikan buntal pisang
Proksimat basis kering bagian-bagian ikan buntal pisang
Fitokimia dari bagian-bagian ikan buntal pisang
Fitokimia bagian-bagian Tetraodon cutcutia
Jenis pengamatan fisik dan tingkah laku tikus percobaan
Pengamatan parameter fisik tikus jantan dan betina

17
17
19
20
24
29

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir metode penentuan kawasan dan identifikasi jenis makanan
ikan buntal pisang
2 Peta lokasi penangkapan nelayan di perairan Kabupaten Cirebon
3 Morfologi ikan buntal pisang
4 Komposisi jenis makanan ikan buntal pisang
5 Hubungan panjang dan bobot ikan buntal pisang
6 Diagram alir metode karakteristik kimia dan uji fitokimia ekstrak
ikan buntal pisang
7 Rendemen ikan buntal pisang
8 Struktur tetrodotoksin
9 Diagram alir uji toksisitas in vitro dan in vivo ekstrak ikan buntal pisang
10 Toksisitas in vitro ekstrak ikan buntal pisang
11 Pertumbuhan tikus dengan dosis 5 g/kg BB
12 Pertumbuhan tikus dengan dosis 10 g/kg BB
13 Pertumbuhan tikus dengan dosis 15 g/kg BB
14 Pertumbuhan tikus dengan dosis 20 g/kg BB
15 Histopatologi organ hati tikus

5
7
8
8
9
12
16
19
22
25
26
27
27
28
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Lokasi penangkapan menggunakan ArcGIS desimal
Hasil identifikasi jenis makanan ikan buntal pisang
Nilai panjang, lebar, tinggi dan bobot ikan buntal pisang
Rendemen ikan buntal pisang
Hasil analisis proksimat
Hasil uji in vitro
Pengamatan fisik dan organ dalam tikus

45
45
45
45
46
46
47

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Puffer fish (Tetraodontiformes) dalam Bahasa Indonesia disebut ikan
buntal, merupakan ikan yang memiliki adaptasi tingkah laku dan anatomi yang
tinggi pada perairan karang. Jenis ikan ini pada umumnya menetap di perairan
karang dan hanya beberapa jenis yang tidak menetap di perairan karang yaitu
triggerfish dan molas (Grzimek 1974). Kelompok ikan ini juga ada yang hidup di
perairan tawar, pada umumnya mereka menyukai daerah perairan yang tenang dan
berlumpur (Kottelat et al. 1993). Semua jenis ikan ini umumnya memiliki kepala
yang besar dengan bukaan mulut yang kecil. Terdapat dua subordo dari jenis
puffer fish yaitu triggerfish (Balistoidei) dengan familinya spikefishes,
triggerfishes, dan trunkfishes, dan puffer (Tetraodontidae) dengan familinya
puffers, triodontids, porcupinefish, dan molas (Grzimek 1974).
Ikan buntal terkenal dengan kandungan racunnya yaitu tetrodotoksin
(TTX). Tetrodotoksin adalah senyawa yang larut dalam air, tidak berwarna, tidak
berbau, stabil oleh panas dan tidak akan terdegradasi oleh proses pemasakan
(Him 2007). Racun ini merupakan neurotoksin dan belum ada penawar racunnya
(Nieto et al. 2012). Potensi racun pada ikan buntal ini berasal dari makanannya.
Jenis makanan ikan buntal yang mengandung tetrodotoksin yaitu gastropoda
Monodonta lineata dan Gibbula Umbilicalis (Silva et al. 2012), kepiting suku
Xanthidae (Wahyudi 2006), bintang laut (Noguchi et al. 2011) dan sebagainya.
Tetrodotoksin tersebut sebenarnya diproduksi dari bakteri laut seperti Vibrio
alginolyticus, Shewanella algae, Shewanella putrefaciens dan Alteromonas
tetraodonis yang terdistribusi pada ikan buntal melalui rantai makanan
(Noguchi et al. 2011).
Penelitian Auawithoothij dan Noomhorm (2012) menyebutkan bahwa
racun tetrodotoksin pada ikan buntal Lagocephalus lunaris dari Kepulauan Chang
di Thailand diakumulasi dari bakteri Shewanella putrefaciens dan Vibrio
alginolyticus. Bakteri utama penyebab tetrodotoksin yang terakumulasi pada ikan
buntal pisang adalah Shewanella putrefaciens. Bakteri ini akan tumbuh subur
pada perairan dengan suhu yang rendah yaitu 25˚C (Auawithoothij dan
Noomhorm 2012). Hasil penelitian tersebut didukung oleh Noguchi dan Arakawa
(2008) yang menyatakan bahwa kandungan tetrodotoksin yang terdapat pada ikan
buntal dipengaruhi oleh makanannya sedangkan menurut Williams (2010) berasal
dari kondisi perairannya.
Tetrodotoksin adalah racun saraf dengan berat molekul rendah berbentuk
prisma kristal yang dapat menghambat konduksi saraf dan otot, dan secara selektif
dapat memblokir saluran natrium sehingga mengakibatkan kelumpuhan
pernafasan dan menyebabkan kematian. Potensi mematikan racun ini adalah
5.000-6.000 MU/mg [1 MU (mouse unit) didefinisikan sebagai jumlah toksin
yang dibutuhkan untuk membunuh 20-g tikus jantan dalam waktu 30 menit atau
1μg TTX]. Minimum dosis lethal (MLD) bagi manusia diperkirakan sekitar
10.000 MU (≈ 2 mg) (Noguchi dan Arakawa 2008).
Distribusi TTX dalam tubuh ikan buntal sangat spesifik. Jaringan otot dan
testis biasanya non-toksik, kecuali pada jenis Lagocephalus lunaris dan
Chelonodon patoca. Hasil penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara

2

didapatkan bahwa kandungan tetrodotoksin berbeda walaupun pada spesies yang
sama (Noguchi dan Arakawa 2008).
Salah satu ikan buntal yang ditemukan beracun adalah ikan buntal pisang.
Ikan buntal pisang merupakan ikan buntal yang mempunyai kandungan racun
yang tinggi pada jaringan ototnya yaitu lebih dari 1000 MU/g, sedangkan pada
kulit ikan ini mempunyai kandungan racun antara 100-1000 MU/g. Tingkat
toksisitas yang rendah terdapat pada bagian ovari, testis, hati dan usus ikan ini
yaitu kurang dari 10 MU/g. Darah ikan buntal pisang tidak mengandung
tetrodotoksin. (Noguchi dan Arakawa 2008). Ikan tersebut merupakan ikan yang
terkenal di Jepang dengan nama dokusabafugu (Tetraodon lunaris, Gastrophysus
lunaris, Lagocephalus lunaris) (Abe 1960). Ikan ini ditemukan beracun di
Kamboja (Ngy et al. 2008), Thailand (Chulanetra et al. 2011), Taiwan
(Hwang et al. 1992), Florida (Deeds et al. 2008) dan sebagainya.
Ikan buntal pisang secara empiris sangat digemari oleh nelayan-nelayan di
daerah Gebang, Kabupaten Cirebon. Nelayan di daerah Cirebon mengonsumsi
daging ikan ini karena rasanya yang lezat. Jika kita merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh Noguchi dan Arakawa (2008) sangat bertolak belakang, karena
kandungan tetrodotoksin pada ikan ini sangat tinggi di dalam jaringan ototnya.
Noguchi dan Arakawa (2008) menjabarkan bahwa TTX yang selama ini diyakini
terdapat pada ikan buntal bersifat eksogenus (berasal dari lingkungan luar dan
terakumulasi) dan bukan endogenus (dihasilkan oleh ikan buntal sendiri). Hasil
penelitian terakhir juga ditemukan bahwa distribusi TTX banyak terdapat pada
organisme lain, yaitu pada bintang laut dan beberapa jenis kerang-kerangan.
Distribusi tersebut menguatkan dugaan bahwa racun TTX pada ikan buntal
sebenarnya bersifat eksogenus dan bukan endogenus, karena berasal dari rantai
makanannya (Noguchi dan Arakawa 2008).
Penelitian tentang ikan buntal pisang di Indonesia hanya sebatas pada
musim pemijahan (Sulistiono et al. 2001), anatomi pencernaan (Yusfiati et al.
2006), kandungan gizi (Nurjanah et al. 2014) dan jenis makanan (Suryati dan
Prianto 2008). Penelitian tentang tetrodotoksin yang terdapat di perairan Indonesia
masih belum sepenuhnya dikembangkan. Deskawati et al. (2014) meniliti tentang
tetrodotoksin yang berasal dari ikan buntal jenis Arothron hispidus dari perairan
Pameungpeuk, Garut.. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya data tentang
distribusi tetrodotoksin di Indonesia sehingga masyarakat yang biasa
mengonsumsi ikan buntal bisa mengetahui jenis ikan serta waktu dan lokasi
penangkapan yang aman untuk dimanfaatkan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan batas wilayah penangkapan ikan buntal pisang yang ditangkap
di perairan Kabupaten Cirebon.
2. Menganalisis kandungan gizi dan senyawa hasil ekstrak kasar dari daging,
kulit dan jeroan ikan buntal pisang.
3. Menentukan efek toksisitas yang dihasilkan dari ekstrak kasar bagian daging,
kulit dan jeroan ikan buntal pisang pada hewan uji.

3

Manfaat Penelitian

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Manfaat dari penelitian ini adalah:
Mengetahui kawasan penangkapan ikan buntal yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat di Cirebon.
Mengetahui jenis makanan ikan buntal pisang.
Mengetahui kandungan gizi yang terdapat dari tiga bagian (daging, kulit dan
jeroan) ikan buntal pisang
Mengetahui senyawa yang terdapat dari hasil ekstrak kasar tetrodotoksin dari
daging, kulit dan jeroan ikan buntal pisang.
Mengetahui toksisitas ekstrak kasar tetrodotoksin terhadap hewan uji.
Mengetahui efek yang ditimbulkan oleh ekstrak kasar tetrodotoksin terhadap
hati hewan uji.
Ruang Lingkup

1. Melakukan kajian kawasan penangkapan ikan buntal pisang yang biasa
ditangkap oleh nelayan di Cirebon.
2. Melakukan identifikasi makanan di dalam usus ikan buntal pisang.
3. Melakukan analisis proksimat dan fitokimia dari daging, kulit dan jeroan ikan
buntal pisang.
4. Melakukan uji toksisitas secara in vitro dan in vivo ekstrak dari ketiga bagian
(daging, kulit dan jeroan) ikan buntal pisang.
Luaran
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah sosialisasi tentang
waktu penangkapan, lokasi penangkapan, ukuran yang dapat dikonsumsi,
kandungan gizi dari tiga bagian tubuh (daging, kulit dan jeroan), serta toksisitas
yang terdapat pada ikan buntal pisang sehingga masyarakat dapat mengolah ikan
ini dengan baik dan benar. Luaran lain yang diharapkan yaitu dapat menambah
nilai ekonomis ikan buntal pisang sehingga dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat di Kabupaten Cirebon.

4

2 PENENTUAN KAWASAN PENANGKAPAN DAN IDENTIFIKASI
MAKANAN IKAN BUNTAL PISANG
Pendahuluan
Latar belakang
Habitat merupakan salah satu penyebab terjadinya distribusi makanan
yang berbeda pada jenis ikan tertentu. Habitat sangat berpengaruh terhadap
kandungan yang terdapat pada setiap ikan yang ditangkap, contohnya adalah
perbedaan kandungan gizi, mikroorganisme dan toksin. Setiap wilayah perairan
memiliki kondisi yang berbeda-beda. Hal utama yang bisa dijadikan dasar
perbedaan kandungan pada setiap ikan adalah makanannya. Setiap makanan
memiliki komposisi yang berbeda sehingga kandungan yang terdapat pada ikan
mengikuti komposisi makanannya selain dari proses pencernaan yang terdapat
pada ikan tersebut.
Ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris) adalah salah satu ikan yang
memiliki daya adaptasi yang tinggi. Ikan ini bisa ditemukan di perairan laut, tawar
dan payau (Grzimek 1974). Daerah sebaran ikan ini meliputi perairan Atlantik
seperti Samudera Hindia dan Pasifik. Ikan ini menyebar di berbagai negara antara
lain India, Ceylon, Andaman, Thailand, Singapuran dan lain sebagainya (Weber
dan de Beaufort 1962). Ikan buntal pisang menyebar hampir di seluruh perairan
Indonesia antara lain Pulau Weh, Sumatera (Bagan Siapi-api, Sibolga dan Deli),
Sungai Musi, Pulau Bintang, Pulau Bangka, Pulau Jawa (Jakarta, Karawang,
Subang, Cirebon, Cilacap, Semarang, Surabaya), Madura, Kalimantan
(Pemangkat, Singkawang, Pontianak, hilir Sungai Kapuas, Banjarmasin, Sungai
Mahakam, Sulawesi dan Papua (Weber dan de Beaufort 1962).
Ikan ini terkenal dengan racunnya, sehingga belum dimanfaatkan secara
optimal. Kasus keracunan dan kematian dari ikan ini ditemukan di berbagai
negara. Kandungan racun ikan buntal pisang ditemukan di beberapa negara yaitu
Kamboja (Ngy et al. 2008), Thailand (Chulanetra et al. 2011), Taiwan (Hwang et
al. 1992), Florida (Deeds et al. 2008) dan sebagainya. Kandungan racun yang
ditemukan di berbagai negara tersebut memiliki kandungan toksisitas yang
berbeda-beda.
Identifikasi makanan sangat penting dilakukan untuk menentukan
kandungan tetrodotoksin yang terdapat pada ikan buntal tersebut. Jenis makanan
ikan buntal yang mengandung tetrodotoksin yaitu gastropoda M. lineata dan
G. Umbilicalis (Silva et al. 2012), kepiting suku Xanthidae (Wahyudi 2006),
bintang laut (Noguchi et al. 2011) dan sebagainya. Ikan buntal pisang dari
perairan Subang memiliki komposisi makanan yaitu ikan, kerang, gastropoda,
udang, kepiting, cumi-cumi, serasah dan unidentified (Noviyanti 2004) sedangkan
jenis makanan ikan buntal yang didapatkan dari sungai Musi, Palembang (Suryati
dan Prianto 2008) yaitu udang, serasah dan unidentified. Ikan buntal pisang secara
empiris telah banyak dikonsumsi sebagai lauk di Cirebon, oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian tentang kawasan penangkapan dan identifikasi jenis makanan
ikan buntal pisang.

5

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi penangkapan di perairan
Kabupaten Cirebon dan mengidentifikasi makanan yang terdapat di dalam usus
ikan serta mengetahui hubungan panjang dan bobot ikan buntal pisang.
Bahan dan Metode
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai Desember 2013.
Penelitian dilaksanakan di beberapa tempat yaitu Perairan Kabupaten Cirebon
untuk penentuan batas wilayah penangkapan, Laboratorium Bahan Baku Hasil
Perairan dan Laboratorium Bio-Makro Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian
Bogor untuk identifikasi jenis makanan.
Bahan dan alat penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan buntal pisang.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kapal nelayan, pisau,
talenan, plastik HDPE, penggaris baja, timbangan digital satorius dan trace bag.
Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang pertama adalah
penentuan lokasi penangkapan, penentuan batas wilayah penangkapan dan
identifikasi jenis makanan. Diagram alir metode penentuan kawasan dan
identifikasi jenis makanan ikan buntal pisang dapat dilihat pada Gambar 1.
Perairan Kabupaten Cirebon

Penentuan lokasi dan penangkapan
ikan

Batas wilayah penangkapan

GPS

Ikan buntal pisang

Identifikasi jenis makanan
(Buku Day & Dance)

Hasil identifikasi

Gambar 1 Diagram alir metode penentuan kawasan dan identifikasi jenis makanan
ikan buntal pisang

6

Batas wilayah dan pemetaan (Wiyono 2010)
Survei dilakukan dengan cara mengikuti operasi penangkapan ikan yang
dilakukan oleh nelayan dogol/payang. Penggunaan GPS untuk mengetahui titik
koordinat dengan batas wilayah penangkapan yang dilakukan oleh Nelayan.
Pemetaan dilakukan menggunakan Software Arc GIS.
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel ikan buntal pisang dilakukan di perairan Kabupaten
Cirebon pada bulan Juli 2013. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan
payang oleh nelayan pada pukul 03.00 sampai pukul 14.00 WIB. Ukuran dari ikan
buntal yang diambil dengan panjang 10 sampai 13 cm.
Identifikasi (Saanin 1984)
Sampel ikan buntal yang telah didapat kemudian diidentifikasi
menggunakan buku identifikasi dari Saanin (1984). Pengidentifikasian dilakukan
dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang ada dengan buku identifikasi sesuai
dengan spesies ikan buntal tersebut.
Identifikasi jenis makanan (Day 1967, Dance 1977)
Pengidentifikasian makanan yang terdapat di dalam usus ikan buntal
pisang menggunakan buku Day (1967) dan Dance (1977). Jika terdapat makanan
yang tidak dapat teridentifikasi selanjutnya disebut unidentified.
Perhitungan hubungan panjang dan bobot ikan (Sirisha dan Rao 2013)
Pengukuran panjang total menggunakan penggaris baja dengan ketelitian 1
mm dan timbangan digital satorius dengan ketelitian 0,01 g, dengan rumus:
W=aLb
Keterangan
W
: bobot (g)
L
: panjang (cm)
a,b
: konstanta
Hasil dan Pembahasan
Penentuan lokasi penangkapan
Lokasi penangkapan di perairan Cirebon yaitu pada posisi 108˚42’41” BT
dan 6˚44’59” LS, 108˚43’32” BT dan 6˚45’4” LS, 108˚44’26” BT dan 6˚45’5”
LS, 108˚45’26” BT dan 6˚45’10” LS, 108˚45’14” BT dan 6˚45’10” LS,
108˚46’17” BT dan 6˚45’17” LS, 108˚42’50” BT dan 6˚45’34” LS, 108˚43’36”
BT dan 6˚45’40” LS, 108˚44’26” BT dan 6˚45’49” LS, 108˚45’19” BT dan
6˚45’48” LS. Lokasi yang telah didapatkan merupakan lokasi penangkapan yang
sering digunakan oleh nelayan dogol/payang. Ikan-ikan yang ditangkap oleh
nelayan di Cirebon menurut Wiyono (2010) sebanyak 23 spesies. Salah satu
spesies tersebut adalah ikan buntal pisang yang banyak terdapat di perairan
Cirebon. Menurut pengalaman empiris ikan buntal pisang banyak terdapat di
perairan setelah memasuki musim penghujan dan sebelum musim kemarau. Hal
itu sesuai dengan penelitian dari Sulistiono et al. (2001) yang menyatakan bahwa

7

indeks kematangan gonad pada ikan buntal pisang antara jantan dan betina yang
tertinggi terjadi pada bulan Mei. Gambar 2 menunjukkan peta lokasi penangkapan
ikan buntal pisang.

Gambar 2 Peta lokasi penangkapan nelayan di perairan Kabupaten Cirebon
Morfologi ikan buntal pisang
Ikan buntal pisang termasuk ke dalam Ordo Tetraodontiformes. Nama
Tetraodontiformes berasal dari morfologi ikan ini, yaitu memiliki empat gigi
besar pada rahang atas dan bawahnya. Morfologi ikan buntal pisang dapat dilihat
pada Gambar 3. Klasifikasi ikan buntal pisang menurut Saanin (1984) adalah:
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Pleognathi (Tetraodontiformes)
Famili
: Tetraodontidae
Genus
: Tetraodon
Spesies
: Tetraodon lunaris (buntal pisang)
Abe (1960) menyatakan bahwa nama lain dari Tetraodon lunaris adalah
Gastrophysus lunaris dan Lagocephalus lunaris. Ikan buntal pisang memiliki
bentuk badan membulat. Mulut kecil dengan moncongnya yang tumpul. Ikan ini
memiliki 4 buah gigi seri yaitu 2 buah gigi di rahang atas menyatu dan 2 buah
berada di rahang bawah menyatu. Gigi tersebut menyerupai paruh burung kakak
tua (Kottelat et al. 1993). Ikan buntal pisang berwarna kuning kecokelatan dari
ujung kepala, bagian punggung (dorsal) sampai sirip ekor dan berwarna putih di
bagian perut (ventral) serta ujung sirip ekor. Ikan buntal pisang memiliki satu sirip

8

punggung, satu sirip ekor, satu sirip dubur, dan sepasang sirip dada. Sirip
punggung memiliki 12-13 jari-jari lemah. Sirip dubur memiliki 10-11 jari-jari
lemah dan sirip dada memiliki 16 jari-jari lemah. Gurat sisinya terlihat dari bagian
anterior mata sampai ke dorsal dan berakhir di pangkal ekor (Yusfiati et al. 2006).
Morfologi ikan buntal pisang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Morfologi ikan buntal pisang
Ikan buntal pisang memiliki kantung lambung yang dapat membesar
dengan cara memasukkan air/udara ke dalam lambungnya. Kemampuan
menggelembung ini disebabkan oleh bekerjanya otot esofagika-kardia dan otot
sfingter pilorik (Yusfiati et al. 2006). Air atau udara yang mengisi lambung pada
saat pengosongan kantung lambung dikeluarkan melalui celah insang yang berada
di bagian anterior sirip dada. Modifikasi lambung ikan buntal digunakan sebagai
alat untuk mempertahankan dirinya dari predator (Lagler et al. 1977).
Jenis makanan
Komposisi jenis makanan yang didapatkan dari usus ikan buntal pisang di
Cirebon yaitu jenis ikan dari famili leognathidae, cumi-cumi, serasah dan
beberapa tidak teridentifikasi (unidentified). Ikan buntal pisang dari perairan
Mayangan, Subang memiliki komposisi makanan yaitu ikan, kerang, gastropoda,
udang, kepiting, cumi-cumi, serasah dan unidentified (Noviyanti 2004) sedangkan
jenis makanan ikan buntal yang didapatkan dari sungai Musi, Palembang (Suryati
dan Prianto 2008) yaitu udang, serasah dan unidentified. Komposisi jenis
makanan ikan buntal pisang dapat dilihat pada Gambar 4.
unidentified
4%

serasah
25%

ikan pepetek
41%

cumi-cumi
30%

Gambar 4 Komposisi jenis makanan ikan buntal pisang

9

Komposisi jenis makanan pada ikan buntal pisang yang terbanyak di
dalam usus adalah jenis ikan pepetek yaitu 41%. Hal ini sesuai dengan penelitian
dari Wiyono (2010) yang menyatakan bahwa ikan pepetek di perairan Cirebon
selalu ada di setiap musim. Tingginya dominasi ikan pepetek diduga disebabkan
oleh berbagai faktor. Faktor yang pertama adalah lingkungan perairan. Kisaran
suhu antara suhu perairan Cirebon yaitu 27º-29ºC dan kisaran salinitas antara
31-34 ‰ pada kedalaman perairan antara 0-30 m, ekosistem perairan utara
Cirebon diduga merupakan daerah yang cocok untuk berkembangnya pepetek.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wedjatmiko (2007), yang menyatakan bahwa
habitat famili leognathidae adalah di laut daerah tropis dengan kisaran suhu
26º-29ºC, dengan swimming layer pada kedalaman 10–50 m dan hidup
bergerombol (schooling) di dekat dasar perairan. Faktor kedua yang menyebabkan
tingginya ikan pepetek di perairan dasar pantai adalah faktor biologi ikan pepetek
itu sendiri. Pada kondisi tingkat penangkapan ikan yang sangat intensif, maka
jumlah ikan pepetek akan ada sepanjang tahun dan jumlahnya lebih banyak
dibandingkan spesies lain yang tingkat pemijahannya tidak secepat ikan pepetek
(Wiyono 2010).
Komposisi jenis makanan yang kedua terbanyak adalah cumi-cumi dengan
persentasi sebanyak 30%. Pada bulan Juli merupakan musim terbanyak dari ikan
pepetek dan cumi-cumi. Komposisinya yaitu 97,71% untuk ikan pepetek dan
2,27% untuk cumi-cumi (Wiyono 2010). Komposisi jenis makanan dari ikan
buntal pisang sangat bergantung pada kelimpahan jenis makanannya di alam.
Yusfiati et al. (2006) menjelaskan bahwa secara biometrik dan anatomi ikan ini
merupakan jenis ikan karnivora. Noguchi dan Arakawa (2008) menyatakan bahwa
kandungan tetrodotoksin yang terdapat ikan buntal dipengaruhi oleh makanannya
sedangkan menurut Williams (2010) berasal dari kondisi perairannya.
Hubungan panjang dan bobot ikan
Kisaran panjang total yang diambil untuk penelitian adalah 10-13 cm
dengan berat 20-44 g dari 30 sampel yang digunakan. Kisaran panjang ikan buntal
pisang yang diambil dari Sungai Musi, Palembang yang terbanyak adalah
6,8-7,1 cm dengan kisaran berat yaitu 6,19-7,04 g (Suryati dan Prianto 2008).
Gambar 5 menunjukkan hubungan panjang dan bobot ikan buntal pisang dari
perairan Cirebon.
50

bobot (g)

40
y = 0.0557x2.5986
R² = 0.7427

30
20
10
0
0

2

4

6
8
panjang (cm)

10

12

Gambar 5 Hubungan panjang dan bobot ikan buntal pisang

14

10

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari hubungan panjang bobot ikan buntal
pisang diperoleh nilai b sebesar 2,5986 (b