Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

MINERAL DAN LOGAM BERAT IKAN BUNTAL PISANG
(Lagochepalus lunaris) DARI PERAIRAN GEBANG,
KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

SITI MARHAMAH ASREN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Mineral dan
Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Siti Marhamah Asren
NIM C34098002

ABSTRAK
SITI MARHAMAH ASREN. Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang
(Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB.
Ikan buntal pisang ini secara empiris sangat digemari oleh nelayan-nelayan di
daerah Gebang, Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah menentukan
komposisi kimia, residu logam berat dan mineral daging, jeroan dan kulit ikan
buntal pisang. Daging memiliki kandungan protein dan kadar air yang lebih besar
daripada kulit dan jeroannya. Kandungan lemak dan karbohidrat tertinggi dimiliki
jeroaan, yaitu sebesar 36,83% (bk) dan 20,27% (bk). Jeroan memiliki kadar abu
11,66% (bk) dan nilai tersebut lebih besar daripada kadar abu daging dan kulit.
Kandungan mineral makro tertinggi pada daging dan kulit adalah K (1.469,34
ppm dan 495,32 ppm), sedangkan pada jeroan adalah Mg (13.607,48 ppm). Secara
umum, jeroan memiliki kandungan mineral makro lebih tinggi daripada daging

dan kulit. Mineral mikro yang dominan pada daging dan kulit adalah Zn (73,63
ppm dan 41,80 ppm), sedangkan pada jeroan adalah Fe (167,03 ppm). Daging dan
jeroan mengandung Pb yang melebihi batas yang diperbolehkan, demikian juga
Cd pada jeroannya.
Kata kunci: ikan buntal pisang, logam berat, mineral, proksimat

ABSTRACT
SITI MARHAMAH ASREN. Minerals and Heavy Metals of Banana Puffer Fish
(Lagochepalus lunaris) from sea of region Gebang, Cirebon, West Java.
Supervised by NURJANAH and AGOES M. JACOEB.
Banana puffer fish emperically is liked by the fisherman in the Gebang area.
The purpose of this study was to determine the chemical composition and to
identifiy heavy metals and minerals of its meat, viscera and skin. The meat had
greater contain of protein and moisture than that of the skin and viscera. The fat
and carbohydrate content were hightest in viscera, amounting to 36.83% (db) and
20.27% (db). The viscera had ash content of 11.66% (db) and the value was
greater than that of meat and skin. The highest macro mineral content in the meat
and the skin was K (1,469.34 ppm and 495.32 ppm), while the viscera was Mg
(13,607.48 ppm). In general, the viscera macro mineral content was higher than
meat and skin. Micro mineral dominant in the meat and the skin was Zn (73.63

ppm and 41.80 ppm), while the viscera was Fe (167.03 ppm). The meat and
viscera contained Pb which exceeds the allowable limit, as well Cd in the viscera.
Keywords: banana puffer fish, heavy metals, minerals, proximate

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MINERAL DAN LOGAM BERAT IKAN BUNTAL PISANG
(Lagochepalus lunaris) DARI PERAIRAN GEBANG,
KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

: Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus
lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
Nama
: Siti Marhamah Asren
NIM
: C34098002
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Pembimbing I

Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat, karunia dan nikmat-Nya, sehingga penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudul Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang
(Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini, yaitu:
1. Dosen pembimbing Prof Dr Ir Nurjanah, MS dan Dr Ir Agoes Mardiono
Jacoeb, Dipl–Biol selaku dosen pembimbing yang telah memberi
bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
5. Seluruh dosen, pegawai dan staf TU Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan atas bantuannya selama
ini.
6. Mama, abah, dan keluarga kandung saya serta saudara-mara yang sudah
memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.

7. Keluarga besar THP 47(Isna, Hardiyana, Ridhatulfahmi, Ukhti, Dewi Ulfa,
Reza F, Rizki, Nurhidayah dkk.), keluarga besar PKPMI Bogor (Zura,
Sutriani, Mayah, Zati, Asrang, Marul dkk.) atas segala bantuan, doa,
semangat, dan dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Siti Marhamah Asren

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL………………………………………………………...........
DAFTAR GAMBAR……………………………………………......................
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
PENDAHULUAN…………………………………………………..................
Latar Belakang……………………………………………….......................
Perumusan Masalah…………………………………………………...........
Tujuan Penelitian……………………………………………………...........
Ruang Lingkup Penelitian………………………………………….............

METODE PENELITIAN………………………………………………............
Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………...........
Bahan Penelitian………………………………………………………........
Peralatan Penelitian…………………………………………………...........
Prosedur Penelitian……………………………………………………........
Pengambilan Sampel.....................................................................................
Preparasi Sampel......................................................................................
Pengukuran Rendemen.............................................................................
Analisis Proksimat (AOAC 2005) ………………………………...........
Analisis Mineral dan Logam Berat (AOAC 2005)...................................
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………..................
Karakteristik Ikan Buntal Pisang..................................................................
Rendemen……………………………………………………………….....
Komposisi Kimia..........................................................................................
Kadar Air……………………….........…………………………............
Kadar Abu…………………………….....………………..……….........
Kadar Lemak…………………………….…………………..…….........
Kadar Protein…………………………….....………………..…............
Kadar Karbohidrat………………………….....……………..…............
Komposisi Mineral dan Logam Berat...........................................................

KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..….........
Kesimpulan……………………………………….....……………..............
Saran……………………………………………………………….……....
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….....………............
LAMPIRAN........................................................................................................
RIWAYAT HIDUP…………………………………………….........…............

vii
vii
vii
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3

3
3
3
4
6
7
7

8
9
9
10
10
10
11
11
14
14
14
14

17
22

2

DAFTAR TABEL
1 Data rata-rata bobot dan morfometrik ikan buntal pisang……………………..... 7
2 Komposisi kimia ikan buntal pisang (L. lunaris) .……………............................ 9
3 Komposisi kimia ikan buntal Takifugu rubripes..............................................................

9

4 Kandungan mineral dan logam berat ikan buntal pisang.…....…………………. 12

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian...............................................…………………………... 4
2 Ikan buntal pisang (L. lunaris).……….....................……………........................ 7

DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh perhitungan komposisi kimia dan rendemen ikan buntal pisang..............19
2 Contoh perhitungan kandungan mineral dan logam berat........………………….20

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan buntal pisang (Lagochepalus lunaris) merupakan jenis ikan perenang
lambat yang bersifat karnivora. Ikan ini dapat hidup di laut, muara sungai dan
perairan tawar serta menyebar hampir di seluruh perairan Indonesia (Wahyuni et
al. 2004). Ikan tersebut merupakan ikan yang terkenal di Jepang dengan nama
dokusabafugu dan merupakan salah satu ikan buntal yang sering dikonsumsi di
Jepang selain ikan buntal Takifugu rubripes. Ikan buntal pisang ini secara empiris
sangat digemari oleh nelayan-nelayan di daerah Gebang, Kabupaten Cirebon
(Nurjanah et al. 2014).
Noguchi dan Arakawa (2008) menyatakan, ikan tersebut mempunyai
kandungan racun yang tinggi pada jaringan ototnya yaitu lebih dari 1000 MU/g,
sedangkan pada kulit ikan ini mempunyai kandungan racun antara 100-1000
MU/g. Tingkat toksisitas yang rendah terdapat pada hati ikan yaitu kurang dari 10
MU/g dan darah ikan buntal pisang tidak mengandung tetrodotoksin. Satu MU
(mouse unit) didefinisikan sebagai jumlah toksin yang dibutuhkan untuk
membunuh tikus jantan (berat 20 g) dalam waktu 30 menit setelah pemberian
intraperitoneal, dan dosis minimum yang mematikan (MLD) bagi manusia
diperkirakan menjadi sekitar 10000 MU (≈ 2 mg).
Nilai ekonomi ikan buntal pisang di Indonesia belum cukup tinggi karena
keterbatasan pengetahuan mengenai cara pengelolaan dan pemanfaatannya karena
dianggap sebagai ikan beracun yang mematikan. Sebagian masyarakat telah
memanfaatkannya karena memiliki daging yang enak dan bergizi bahkan di
negara Jepang ikan buntal pisang ini merupakan komoditi dengan harga yang
sangat tinggi (Noviyanti 2004). Nelayan pada umumnya di daerah Gebang,
Kabupaten Cirebon mengkonsumsi ikan buntal pisang dengan cara digoreng.
Mineral merupakan kebutuhan tubuh manusia yang mempunyai peran
penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, misalnya untuk pengaturan kerja
enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu pembentukan
ikatan yang memerlukan mineral misalnya pembentukan hemoglobin (Almatsier
2004). Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu
mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk
komponen organ dalam tubuh, sedangkan mineral mikro yaitu mineral yang
diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan
dengan konsentrasi sangat kecil (Arifin 2008).
Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang
tidak dapat didegradasikan ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang
berbahaya karena dapat terjadi bioakumulasi serta toksisitasnya dapat mengancam
kehidupan mahluk hidup (Agustina 2010). Menurut Permatasari (2006),
menyatakan bahwa logam tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari
karena dapat dimanfaatkan untuk pertanian, kedokteran, maupun industri, tapi
logam dapat pula membahayakan kesehatan jika terdapat dalam makanan maupun
air dengan konsentrasi yang berlebih. Informasi mengenai kandungan logam berat
dan mineral yang terdapat pada ikan buntal pisang yang didaratkan di perairan
Gebang, Kabupaten Cirebon belum ada, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian
ini.

2

Perumusan Masalah
Penelitian mengenai komposisi kimia, mineral, dan logam berat yang
terkandung pada ikan buntal pisang belum diketahui.

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan dari penelitian ini yaitu:
Menentukan komposisi kimia daging, jeroan dan kulit ikan buntal pisang.
Menentukan kadar mineral makro (Ca, Mg, Na, K) dan mikro (Fe, Zn, Cu)
pada daging, jeroan, dan kulit ikan buntal pisang.
Menentukan residu logam berat (Hg, Pb, Cd, As) pada daging, jeroan, dan
kulit ikan buntal pisang.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan sampel, pengukuran
morfometrik, preparasi sampel, perhitungan rendemen, analisis proksimat (kadar
air, abu, lemak, protein, karbohidrat), analisis mineral dan logam berat,
pengolahan data, serta penulisan laporan.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014. Sampel
diambil dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Proses preparasi
dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis
proksimat dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut
Pertanian Bogor. Analisis logam berat dan mineral dilakukan di Laboratorium
Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan.

Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan buntal pisang
(Lagochepalus lunaris) dari perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat adalah pelarut lemak
berupa heksan, selenium, H2SO4 pekat, aquades, NaOH 40%, asam borat (H3BO3)
2%, indikator Bromcresol Green-Methyl Red berwarna merah muda, larutan HCl
0,1 N. Bahan untuk analisis logam berat dan mineral adalah HNO3 ,HClO4, H2SO4
dan HCl.

3

Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu pisau, talenan, plastik,
trash bag, tisu, wadah, blender, box styrofoam, timbangan analitik, bulb, pipet
tetes, pipet volumetrik, pipet mohr, cawan porselen, oven, desikator, tabung
reaksi, erlenmeyer, labu takar, labu kjeldahl, labu sokhlet, kapas, kertas saring,
corong kaca, kompor listrik, destilator, buret dan tanur. Analisis mineral dan
logam berat menggunakan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS)
Shimadzu tipe AA-7000.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap meliputi pengambilan sampel
ikan buntal pisang dari perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, preparasi,
pengukuran morfometrik (berat total, panjang total, panjang baku, lebar, tinggi),
rendemen tubuh (daging, jeroan, kulit). Kemudian dilakukan pengujian proksimat,
logam berat dan mineralnya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengambilan Sampel
Sampel ikan buntal pisang dikirim melalui nelayan dari perairan Gebang,
Kabupaten Cirebon, di dalam box styrofoam berisi es dan ditrasportasikan ke
Bogor (IPB) sekitar 5 jam. Sampel tiba di laboratorium dalam keadaan segar dan
langsung diukur morfometrik dan dipreparasi. Pengambilan sampel Ikan buntal
pisang ini dari tangkapan hasil samping dengan menggunakan payang oleh
nelayan pada pukul 03.00 sampai pukul 14.00 WIB. Ukuran dari ikan buntal
pisang diambil sebanyak 9 ekor sampel dan dilakukan 3 kali ulangan, dengan
panjang 13 sampai 15,5 cm yang berukuran juvenil.
Preparasi Sampel
Preparasi sampel ikan buntal pisang dilakukan dengan menggunting bagian
anus sampai batas ekor kemudian dilakukan penarikan kulit secara hati-hati agar
jeroannya tidak rusak. Setelah itu, isi jeroan dikeluarkan dan dilakukan fillet untuk
memisahkan daging dan tulang serta kepala.
Pengukuran Rendemen
Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh ikan buntal dari
bobot awal. Perhitungan rendemen ikan buntal pisang adalah sebagai berkut:

4

Ikan buntal pisang

Preparasi

Daging

Morfometrik

Rendemen

Jeroan

Kulit

Pencacahan
Penimbangan
Analisis kimia:
-uji proksimat
-uji logam berat
-uji mineral
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat yang dilakukan terhadap ikan buntal pisang dalam
penelitian ini meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak. Karbohidrat dihitung
secara by different.
1) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air
yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis
kadar air adalah pengeringan cawan porselen dalam oven pada suhu 100-105˚C
selama 30 menit hingga diperoleh berat konstan. Cawan tersebut diletakkan ke
dalam desikator (kurang lebih 30 menit). Sampel daging, jeroan dan kulit seberat
5 g ditimbang. Cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu
100-105˚C selama 6 jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Perhitungan
kadar air sampel ikan buntal pisang adalah sebagai berikut:

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

5

2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan anorganik yang
terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersushu 105˚C
selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sampel
yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan
abu porselen, dan dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap, kemudian
cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada 600˚C selama 2-3 jam. Proses
pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih, setelah itu cawan abu porselen
didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Perhitungan
kadar abu adalah sebagai berikut:

Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (g)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (g)
C = Berat cawan abu porselen dan sampel setelah dikeringkan (g)
3) Analisis kadar protein
Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude
protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein
terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
(a) Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
Kjeldahl. Setengah butir selenium dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan
10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat
pemanas dengan suhu 410˚C. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi
hijau bening.
(b) Tahap destilasi
Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu labu dibilas dengan dengan
akuades (50 mL). Air bilasan dimasukkan ke dalam alat destilasi kemudian
ditambah ke larutan NaOH 40-60% sebanyak 20 mL. Cairan dalam ujung tabung
kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 mL berisi H3BO3 dan 3 tetes
indikator (cairan methyl red dan bromcresol green) yang ada di bawah kondensor.
Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 mL destilat yang bercampur dengan
H3BO3 dan indikator dalam erlenmenyer.
(c) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga warna larutan
dalam erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda kembali. Perhitungan
kadar protein adalah sebagai berikut:

Keterangan: FP = Faktor pengencer
4) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan
ke dalam selongsong lemak. Labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya

6

(W2) kemudian disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selonsong lemak
dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut
lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi Soxhlet, lalu
dipanaskan pada suhu 40˚C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam.
Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak
menguap. Proses destilasi membuat pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor,
pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu
lemak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105˚C. Labu kemudian
didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar
lemak adalah sebagai berikut:

Keterangan : W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
Analisis Mineral dan Logam Berat (AOAC 2005)
Mineral yang diuji adalah mineral (K, Na, Ca, Mg, Fe, Zn, dan Cu),
sedangkan logam berat yang diuji adalah (Pb, Cd, As dan Hg). Sampel yang akan
diuji kadar mineralnya dilakukan pengabuan basah terlebih dahulu. Proses
pengabuan basah dilakukan dengan sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 125 mL, ditambahkan 5 mL HNO3, dan didiamkan selama 1 jam.
Labu ditempatkan di atas hotplate dengan suhu 80-100oC selama 4-6 jam dan
ditambah 0,4 mL H2SO4 pekat dan campuran (HClO4 dan HNO3) sebanyak 3 tetes
hingga warna menjadi kuning muda. Sampel didinginkan kemudian ditambah 2
mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan
menggunakan akuades menjadi 100 mL dalam labu takar.Sejumlah larutan stok
standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan akuades sampai
konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam.
Larutan standar, blanko, dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA-7000 dengan limit deteksi
0,005 ppm. Absorbansi atau tinggi puncak yang muncul dari standar, blanko,
dan contoh dihitung pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk
masing-masing mineral dengan spektrofotometer. Panjang gelombang yang
digunakan yaitu Ca 422,7 nm, K 766,5 nm, Na 589,0 nm, Fe 248,3 nm, Zn 213,9
nm, Cu 324,7 nm, Mg 285,2 nm, Pb 217,0 nm, Cd 228,8 nm, As 193,7 nm, Hg
253,7 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan melihat hubungan antara
absorbansi standar (variabel terkait) dan ppm standar (variabel bebas). Hubungan
kedua variabel tersebut digambarkan dalam suatu bentuk persamaan garis dalam
regresi linier. Persamaan garis tersebut digunakan dalam menghitung ppm sampel
dengan mengubah variabel terikat dengan absorbansi sampel yang terdeteksi pada
alat.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Ikan Buntal Pisang (L. lunaris)
Ikan buntal pisang memiliki ciri-ciri tubuh lonjong seperti pisang,
mempunyai gurat sisi tak terputus, berwarna kuning kecokelatan pada bagian atas
badan, dan putih pada bagian bawahnya. Ikan ini mempunyai duri-duri halus pada
bagian dorsal dan ventralnya, mempunyai dua pasang gigi, dan dapat
mengembang sebagai alat pertahanan diri (Nurjanah et al. 2014).
Ikan buntal pisang yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri yang
membulat, warna abu kecokelatan dari ujung kepala sampai sirip ekor, pada
bagian perut berwarna putih. Ikan tersebut memiliki satu sirip punggung, satu
sirip ekor, satu sirip dubur, dan sepasang sirip dada. Ikan buntal pisang dari
perairan Gebang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ikan buntal pisang (L. lunaris)
Ikan buntal pisang yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 9 ekor
sampel dan 3 kali ulangan yang memiliki panjang total rata-rata 14,07±1,08 cm,
panjang baku rata-rata 11,83±1,04 cm, tinggi rata-rata 4,6±0,12 cm, lebar rata-rata
2,50±0,20 cm dan bobot rata-rata 67,67±1,53 gram. Data rata-rata bobot dan
morfometrik ikan buntal pisang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Data rata-rata bobot dan morfometrik ikan buntal pisang
Parameter
Panjang baku
Panjang total
Tinggi
Lebar
Bobot

Ukuran

Satuan

11,83±1,04
14,07±1,08
4,63±0,12
2,50±0,20
67,67±1,53

cm
cm
cm
cm
gram

Bobot badan dan panjang total ikan buntal pisang menunjukkan bahwa ikan
yang digunakan dalam penelitian adalah ukuran juvenil. Ukuran dewasa ikan
buntal pisang adalah dengan panjang total 14,5 sampai 35 cm (Auawithoothij dan
Noomhorm 2012). Menurut Nurjanah et al. (2014), menyatakan bahwa perbedaan
ukuran dan bobot dari ikan buntal dipengaruhi oleh pertumbuhan. Pertumbuhan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor luar dan dalam. Faktor luar

8

merupakan faktor yang dapat dikontrol sedangkan faktor dalam sukar untuk
dikontrol misalnya keturunan.
Ikan buntal yang telah diukur morfometriknya kemudian dipreparasi dengan
memisahkan daging, jeroan, kulit, tulang dan kepala agar dapat menghitung
rendemen. Ikan buntal pisang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagian
daging, jeroan dan kulit, kemudian ketiga sampel ini dicacah halus untuk
memudahkan analisis kimia.

Rendemen
Rendemen bagian tubuh ikan buntal pisang hasil penelitian ini berupa daging,
jeroan dan kulit. Perhitungan rendemen dilakukan sebanyak tiga kali untuk
masing-masing sampel. Hasil perhitungan rendemen bagian ikan buntal pisang
dapat disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik rendemen ikan buntal pisang
Gambar 3 menunjukkan bahwa rendemen tulang dan kepala pada ikan buntal
pisang memiliki nilai tertinggi dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 45,52%.
Tulang dan kepala ikan buntal bisa dimanfaatkan dan dijadikan sebagai olahan
tepung tulang ikan dan gelatin yang bernilai ekonomis tinggi. Menurut Kaya et al.
(2007), pemanfaatan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan memiliki berbagai
keunggulan yaitu tepung tulang ikan memiliki kandungan mineral terutama
kalsium dan fosfor yang tinggi sehingga dapat dijadikan sumber pemenuhan
kebutuhan mineral. Tulang ikan dapat dijadikan alternatif pengganti sumber
pembuatan gelatin yang umumnya berasal dari kulit babi (Astawan et al. 2002).
Rendemen daging ikan buntal pisang adalah 30,79%. Daging ikan buntal
mempunyai rasa yang lezat dan gurih, sehingga mampu memikat para penggemar
daging ikan buntal pisang bagi yang mengkonsumsinya. Rendemen kulit ikan ini
sebesar 13,68% dan rendemen jeroan ikan buntal pisang yaitu sebesar 10,02%.
Kulit ikan buntal pisang ini bisa dijadikan kerupuk kulit serta digunakan sebagai
bahan baku pembuatan kolagen. Kulit ikan ini biasanya dimanfatkan menjadi
kerupuk kulit ikan oleh masyarakat Desa Gebang, Kabupaten Cirebon (Nurjanah
et al. 2014). Jeroan ikan memiliki potensi pemanfaatan yang cukup besar
diantaranya sebagai sumber minyak ikan dan sebagai bahan pakan ikan. Jeroan

9

ikan dapat digunakan untuk mensubstitusikan tepung ikan dalam penyusunan
formulasi pakan melalui pembuatan silase (Putra 2001).

Komposisi Kimia
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar
(crude) yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kandungan
karbohidrat dihitung secara by different. Komposisi kimia yang diuji adalah
sampel daging, kulit dan jeroan ikan buntal pisang dapat disajikan pada Tabel 2.
Perbandingan komposisi kimia ikan buntal pisang (L. lunaris) dan Takifugu
rubripes dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh perhitungan komposisi kimia dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 2 Komposisi kimia ikan buntal pisang (L. lunaris)
Komposisi
Daging
Kulit
Jeroan
Kimia
Bb(%)
Bk (%)
Bb (%)
Bk (%)
Bb (%)
Bk (%)
79,39±0,70
74,00±0,50
74,10±0,33
Air
0,62±0,01 3,01±0,00
1,81±0,56
6,96±0,02
3,02±0,36 11,66±0,01
Abu
0,15±0,03 0,73±0,00
0,49±0,05
1,88±0,00
9,56±0,31 36,83±0,01
Lemak
18,92±0,41
91,8±0,02
23,08±0,41
88,78±0,02
8,07±0,32 31,15±0,01
Protein
Karbohidrat* 0,92±0,52 4,46±0,03 0,61±0,85 2,35±0,03 5,25±1,10 20,27±0,04
*by different
Tabel 3 Komposisi kimia ikan buntal Takifugu rubripes (g/100 g)
Sampel
Air
Protein
Wild
78,9
16,5
Cultured
78,7
16,5
Sumber: Saito dan Kunisaki (1998)

Lemak
0,7
0,9

Karbohidrat
2,5
2,7

Abu
1,4
1,3

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air memiliki nilai tertinggi,
sedangkan protein memiliki nilai kedua tertinggi setelah kadar air untuk sampel
daging dan kulit, tetapi untuk jeroan kadar lemak yang kedua tinggi.
Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi kenampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Air dalam bahan
makanan biasanya terbagi dua yaitu air kristal dan air imbibisi. Air kristal
merupakan air yang terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun non pangan
yang berbentuk kristal, yaitu gula, garam, CuSO4, dan lain-lain. Air imbibisi
adalah air yang masuk ke dalam bahan pangan dan menyebabkan pengembangan
volume, tetapi air ini bukan merupakan komponen penyusun bahan tersebut
(Winarno 2008).
Kadar air tertinggi terdapat pada daging ikan buntal pisang yaitu sebesar
79,39±0,70%, dan kadar air kedua tinggi yaitu pada jeroan sebesar, yakni

10

74,10±0,33% serta yang terendah terdapat pada kulit 74,00±0,50%. Kadar air
dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan bahan
pangan tersebut. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka bahan tersebut akan
cepat mengalami kemunduran mutu, serta menjadi sumber kehidupan
mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan segera untuk
mempertahankan mutu produk dengan cara cepat, hati-hati dan tetap menjaga
rantai dinginnya. Menurut Ayas dan Ozugul (2011), bahwa perbedaan kadar air
dapat disebabkan oleh jenis, umur biota, perbedaan kondisi lingkungan hidup, dan
tingkat kesegaran organisme tersebut.
Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat dalam suatu bahan pangan. Pengabuan adalah tahap persiapan sampel
yang harus dilakukan pada analisis mineral. Hasil analisis kadar abu ikan buntal
pisang memiliki nilai tertinggi pada sampel jeroan yaitu 3,02±0,36% (bb) dan
11,66±0,01% (bk). Kandungan abu yang tinggi pada jeroan ikan buntal pisang
mengindikasikan kandungan mineral yang tinggi pula pada jeroannya. Bila bahan
biologis dibakar, maka semua senyawa organik akan rusak dan sebagian besar
karbon berubah menjadi gas karbondioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan
nitogen menjadi uap nitrogen (N2). Setelah itu, sebagian besar mineral akan
tertinggal dalam bentuk abu, bentuk senyawa anorganik sederhana, dan akan
terjadi penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk
garam anorganik (Arifin 2008).
Kadar Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif jika dibandingkan dengan
karbohidrat dan protein, karena 1 gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal. Nilai
tersebut lebih besar berbanding dengan energi yang dihasilkan oleh 1 gram protein
dan karbohidrat, yaitu 4 kkal. Lemak juga dapat digunakan sebagai sumber asam
lemak esensial dan vitamin (A, D, E, K) (Winarno 2008). Berdasarkan hasil
analisis kadar lemak didapati sampel jeroan memiliki nilai tertinggi yaitu
9,56±0,31% (bb) dan 36,83±0,01% (bk). Bagian-bagian jeroan ikan, misal hati
merupakan tempat penimbunan lemak. Selain itu, dalam jeroan juga terdapat
lambung dan usus, yang keduanya berfungsi untuk menyimpan makanan sebelum
dicerna. Hal ini menyebabkan terakumulasinya lemak sehingga mempengaruhi
tingginya kadar lemak pada jeroan. Sedangkan kadar lemak pada daging segar
ikan buntal yaitu 0,15±0,03% (bb) lebih tinggi dibanding dengan ikan buntal
Takifugu rubripes hasil penelitian dari Saito dan Kunisaki (1998), yang sebesar
0,7%. Oleh karena ikan buntal Takifugu rubripes merupakan ikan buntal yang
berbeda jenis, maka kandungan lemak yang terdapat pada tubuhnya pun bisa sama
dan juga berbeda. Menurut Jacoeb et al. (2008), kadar lemak pada ikan tidak
hanya dipengaruhi oleh jenis ikan tetapi dipengaruhi oleh kebiasaan makan
(feeding habit), jenis makanan, umur, lingkungan, musim, dan TKG.
Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar juga berfungsi sebagai zat pengatur dan
zat pembangun. Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung

11

unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki olek lemak dan karbohidrat (Winarno
2008). Hasil analisis protein dapat dilihat bahwa nilai tertinggi pada sampel
daging basis kering (bk) lebih tinggi yaitu 91,8±0,02%, kulit 88,78±0,02% dan
jeroan 31,15±0,01% yang makin menurun kadar proteinnya. Penentuan basis
kering dimaksudkan untuk mengetahui besar penurunan sesungguhnya yang
terjadi pada protein sampel daging, kulit dan jeroan ikan buntal pisang dengan
mengabaikan kadar airnya. Sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan
komponen setelah air. Separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan yaitu
hati dan daging terdiri dari protein (Winarno 2008).
Struktur protein pada umumnya labil sehingga dalam larutan mudah berubah
bila mengalami perubahan pH, radiasi, cahaya, suhu tinggi, dan sebagainya.
Protein yang berubah ini dinamakan protein yang telah terdenaturasi, yang
mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan protein semula (Nurhidajah et al.
2009). Penurunan kadar protein ini karena pemanasan protein dapat menyebabkan
terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
Reaksi yang terjadi pada saat pemanasan protein tersebut dapat merusak protein
sehingga kadar protein menurun. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi,
kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna,
derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan
pembentukan senyawa yang secara sensori aktif (Ulma 2014).
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat yang dihitung secara by different menunjukkan bahwa jeroan
ikan buntal pisang memiliki nilai yang paling tinggi sebesar 20,27±0,04% (bk)
dan 5,25±1,10% (bb). Sedangkan karbohidrat terendah yaitu pada sampel kulit
sebesar 2,35±0,03% (bk) dan 0,61±0,85% (bb). Daging ikan buntal pisang
memiliki karbohidrat 4,46±0,03% (bk) dan 0,92±0,52% (bb). Hasil yang
didapatkan tidak jauh berbeda dengan penelitian Nurjanah et al. (2014), yakni
kandungan karbohidrat ikan buntal pisang yang segar adalah 4,42%. Karbohidrat
dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen. Glikogen yang
terkandung pada produk perikanan kurang lebih sebesar 1%. Kandungan
karbohidrat dalam daging ikan dapat berupa glikogen 0,05-0,85%, glukosa
0,038%, dan asam laktat 0,006-0,43% (Adawyah 2007).

Komposisi Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang
Analisis mineral dilakukan terhadap 7 mineral yang terdiri dari 4 mineral
makro (Ca, Mg, Na dan K) dan 3 mineral mikro (Cu, Fe, dan Zn) serta logam
berat (Hg, Pb, Cd dan As). Kandungan mineral dan logam berat ikan buntal
pisang dapat dilihat pada Tabel 4. Contoh perhitungan kandungan mineral dan
logam berat ikan buntal pisang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Mineral (logam) dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral esensial dan non
esensial yang digunakan dalam aktivitas kehidupan. Mineral esensial diperlukan
dalam proses fisiologis hewan, sehingga logam golongan ini merupakan unsur
nutrisi penting yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses
fisiologis atau disebut penyakit defisiensi mineral. Mineral ini biasanya terikat
dengan protein, termasuk enzim untuk proses metabolisme tubuh, yaitu Ca, P, K,

12

Na, Cl, S, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, Co, I dan Se. Logam non esensial adalah logam
yang tidak berguna, atau belum diketahui kegunaannya dalam tubuh hewan,
sehingga adanya unsur tersebut lebih dari normal dapat menyebabkan keracunan.
Logam tersebut bahkan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, misal Pb, Hg, As,
Cd dan Al (Darmono 1995; Permatasari 2006; Arifin 2008).
Logam berat dikenal sebagai elemen dengan daya racun yang sangat potensil
dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam tubuh manusia. Beberapa logam
berat yang berbahaya adalah timbal (Pb), merkuri (Hg), Arsen (As) dan Kadmium
(Cd). Menurut Darmono (1995), daya toksisitas logam ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu kadar logam berat yang termakan, lamanya konsumsi, umur,
spesies, jenis kelamin, kondisi fisik dan kemampuan jaringan tubuh untuk
mengakumulasi logam.
Tabel 4 Kandungan mineral dan logam berat ikan buntal pisang
Jenis

Daging

Mineral makro (ppm)
146,96±1,72
Ca
216,62±1,45
Mg
208,61±2,49
Na
1.469,34±6,92
K
Mineral mikro (ppm)
6,85±0,01
Fe
73,63±0,60
Zn
0,43±0,01
Cu
Logam berat (ppm)
0,51±0,01
Pb
0,02±0,00
Cd
*tt
As
*tt
Hg
Keterangan: *tt : tidak terdeteksi

Kulit

Jeroan

25,21±0,14
126,69±0,82
145,86±0,91

7.186,71±88,92
13.607,48±140,26
211,34±5,68

495,32±3,42

1.289,95±7,29

22,07±0,19
41,80±0,71
0,25±0,01

167,03±1,48
10,33±0,15
5,03±0,02

0,05±0,00
0,02±0,00
*tt
*tt

0,57±0,02
0,19±0,01
*tt
*tt

Batas max.
SNI 2009

0,3
0,1
0,5
1,0

Hasil penelitian ini menunjukkan kandungan mineral makro kalsium (Ca),
magnesium (Mg) dan natrium (Na) yang tertinggi yaitu pada sampel jeroan ikan
buntal pisang, sedangkan untuk kandungan kalium (K) tinggi pada sampel daging.
Hal ini disebabkan oleh jenis makanan ikan buntal pisang yang memiliki
kandungan mineral tinggi. Menurut Noviyanti (2004), makanan utama ikan buntal
pisang adalah ikan dan krustasea. Jenis makanan yang ditemukan di lambung ikan
buntal pisang terdiri atas delapan jenis yaitu ikan (famili Sciaenidae dan
Silaginidae), kerang (famili Trigonidae), gastropoda (Famili Phasianellidae),
udang (famili Peneidae, genus Penaeaus), kepiting (famili Ocypodidae) dan cumicumi (famili Loliginidae).
Kandungan mineral mikro pada sampel ikan buntal pisang yang dianalisis
menunjukkan bahwa kandungan besi (Fe) memiliki nilai tertinggi pada jeroan,
yaitu sebesar 167,03±1,48 ppm. Hal ini karena adanya faktor makanan yang
dikonsumsi ikan buntal. Selain itu makanan yang dimakan oleh ikan semuanya

13

diproses didalam perut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Brown et al. (2004)
yang menjelaskan bahwa sebagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dan
sumsum tulang. Kandungan Fe dalam tubuh hewan bervariasi, bergantung pada
nutrisi, umur, jenis kelamin dan spesies. Kandungan seng (Zn) yang tertinggi pada
dagingnya yaitu sebesar 73,63±0,60 ppm. Hal ini disebabkan oleh sifat mineral Zn
yang esensial bagi organisme. Menurut Darmono (1995), bahwa logam Zn
memiliki batasan kadar maksimum lebih tinggi dari logam Cu karena Zn banyak
terdapat di dalam enzim yang digunakan dalam proses metabolisme dan
membantu pertumbuhan. Sedangkan untuk kandungan tembaga (Cu) nilai
tertinggi pada jeroan sebesar 5,03±0,02 ppm dan nilai terendah pada kulit sebesar
0,25±0,01 ppm. Tingginya kandungan mineral Cu pada jeroan ikan buntal pisang
didukung pendapat Winarno (2008) bahwa tembaga banyak terdapat pada hati,
ginjal, dan otak. Konsentrasi tembaga pada kulit yang rendah ini bisa disebabkan
oleh kandungan Cu yang ada di lingkungan perairan Gebang, Kabupaten Cirebon
tersebut konsentrasinya lebih rendah. Tembaga (Cu) dibutuhkan manusia sebagai
kompleks Cu protein yang berfungsi dalam pembentukkan hemoglobin, kolagen,
pembuluh darah, dan meylin otak. Meskipun demikian logam Cu akan sangat
berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih (Palar 1994). Kandungan Cu
yang terdapat pada ikan buntal pisang jika dikonsumsi manusia secara terusmenerus akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan manusia tersebut. Jika
tubuh kekurangan tembaga maka akan terjadi peningkatan peroksida lipid
(Nurjanah et al. 2005).
Kandungan logam berat non esensial timbal dan kadmium yang terdapat pada
ikan buntal pisang memiliki nilai Pb tertinggi pada jeroan dan dagingnya yaitu
sebesar 0,57±0,02 ppm dan 0,51±0,01 ppm, sedangkan Cd tertinggi pada
jeroannya sebesar 0,19±0,01 ppm. Sampel kulit ikan buntal memliliki nilai Pb dan
Cd terendah. Logam berat Pb dan Cd merupakan limbah bahan beracun dan
berbahaya, sehingga apabila dosisnya melebihi normal maka dapat mengakibatkan
keracunan. Menurut SNI 7387:2009 batasan Pb maksimum dalam pangan sebesar
0,3 ppm, dan batasan cemaran Cd maksimum dalam pangan sebesar 0,1 ppm.
Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan
minuman. Manusia tidak membutuhkan logam Pb, sehingga bila makanan
tercemar logam tersebut tubuh akan mengeluarkan sebagian. Sisanya akan
terakumulasi pada bagian tubuh tertentu yakni ginjal, hati, kuku, jaringan lemak
dan rambut. Logam berat Cd dalam ekosistem air dapat terakumulasi pada
kupang, tiram, udang laut dan ikan. Organisme air asin diketahui lebih resisten
terhadap keracunan kadmium daripada organisme air tawar (Agustina 2010).
Kandungan Arsen (As) dan merkuri (Hg) pada ketiga sampel ikan buntal
pisang yang tidak terdeteksi diduga disebabkan oleh rendahnya kandungan As dan
Hg pada ikan tersebut sehingga berada di bawah limit deteksi alat (