Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah (Bus) Di Indonesia

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

GHINA ZAHRA AFIFAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Ghina Zahra Afifah
NIMH5410067

ABSTRAK
GHINA ZAHRA AFIFAH. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Profitabilitas Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia. Dibimbing oleh DEDI
BUDIMAN HAKIM dan LAILY DWI ARSYIANTI.
Profitabilitas merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja
lembaga keuangan, termasuk di dalamnya Bank Umum Syariah (BUS). Salah satu
indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah melalui
Return on Asset (ROA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi profitabilitas BUS di Indonesia dari tahun 2010
kuartal II sampai 2013 kuartal IV. Tujuh BUS digunakan sebagai sampel dalam
penelitian ini. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan
analisis regresi berganda data panel dengan pendekatan Fix Effects Model (FEM).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembiayaan, Capital Adequacy Ratio
(CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), Net Operational Margin (NOM),

inflasi serta market share bank syariah berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas BUS di Indonesia. Pembiayaan, CAR, FDR serta NOM berhubungan
positif dengan ROA BUS, sedangkan market share dan inflasi memiliki hubungan
negatif terhadap ROA BUS.
Kata kunci:bank syariah, profitabilitas, data panel, ROA
GHINA ZAHRA AFIFAH. Analysis of Factors Affecting Profitability of
Islamic Banks in Indonesia. Guided by DEDI BUDIMAN HAKIM and LAILY
DWI ARSYIANTI.
Profitability is one of the indicators to measure the performance of financial
institutions, including Islamic Banks. One of the indicators used to measure the
level of profitability is through Return on Assets (ROA). The purpose of this
study was to analyze the factors that affect the profitability of Islamic Banks in
Indonesia from second quarter of 2010 until fourth quarter of 2013. Seven Islamic
Banks are used as samples in this study. The analytical method used is descriptive
analysis and panel data analysis with Fix Effects Model (FEM) approach. The
result of this study indicates that the financing, Capital Adequacy Ratio (CAR),
Financing to Deposit Ratio (FDR), Operational Net Margin (NOM), inflation and
the market share of Islamic Banks have a significant effect on the ROA of Islamic
Banks in Indonesia. Financing, CAR, FDR and NOM has a positive relationship
to the ROA of Islamic Banks, while the market share and inflation has a negative

relationship to the ROA of Islamic Banks.
Keywords: islamic banks, profitability, panel data, ROA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

GHINA ZAHRA AFIFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Profitabilitas Bank
Umum Syariah di Indonesia
Nama
: Ghina Zahra Afifah
NIM
: H54100067

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Pembimbing I

Laily Dwi Arsyianti, SE, MSc.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Adapun judul skripsi ini
adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Profitabilitas Bank Umum
Syariah di Indonesia”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,
M.Ec selaku dosen pembimbing I dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, SE, MSc. selaku
dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis
dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan
dengan baik. Terima kasih kepada Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji
utama dan Bapak Deni Lubis, MA selaku komisi pendidikan dalam ujian sidang
penulis yang telah memberikan banyak kritik dan saran untuk perbaikan dan
kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih tak lupa
penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Bapak Syamsudin dan Ibu Eli,
kakak dan adik penulis Luthfi, Salma, Syifa, Akif dan Novie, serta seluruh
keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa juga penulis
sampaikan terima kasih kepada dosen-dosen Ilmu Ekonomi atas bimbingannya

selama ini. Terakhir penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman Ilmu
Ekonomi Syariah 47, teman-teman satu bimbingan, Fajar, sahabat-sahabat terbaik
penulis Shella, Fira, Fury, Velika, Fitri, Monita dan Tiara atas segala doa,
pelajaran, bantuan, kasih sayang serta dukungannya selama ini.

Bogor, September 2014

Ghina Zahra Afifah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian


5

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Profitabilitas

6

Profit dalam Prespektif Islam

7

Pembiayaan


9

Capital Adequacy Ratio (CAR)

10

Financing to Deposit Ratio (FDR)

11

Net Operating Margin (NOM)

12

Inflasi

12

Pangsa Pasar (Market Share)


13

Penelitian Terdahulu

14

Kerangka Pemikiran

15

Hipotesis

17

METODE PENELITIAN

17

Jenis dan Sumber Data


17

Metode Analisis

18

Metode Estimasi Regresi Data Panel

19

Pengujian Model

20

Evaluasi Model

21

Model Penelitian

25

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Bank Umum Syariah di Indonesia

25
25

Gambaran Umum Profitabilitas dan Kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia
28
Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

34

Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika

34

Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Statistika

36

Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonomi

36

Implikasi Kebijakan

40

SIMPULAN DAN SARAN

41

Simpulan

41

Saran

42

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan Indikator Keuangan BUS dan UUS Tahun 2010-2013
2 Perkembangan Laba Rugi BUS dan UUS di Indonesia Tahun 20102013
3 Variabel-Variabel Penelitian
4 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah
5 Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Profitabilitas
BUS di Indonesia
6 Tabel 6 Hasil Estimasi Cross Section Effect

2
4
18
26
36
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Perkembangan ROA BUS dan UUS di Indonesia tahun 2010-2013
Kerangka pemikiran
Tren total aset perbankan syariah tahun 2008-2013
Perkembangan jumlah DPK dan pembiayaan perbankan syariah di
Indonesia tahun 2009-2013
Tren perkembangan Return on Asset (ROA) tujuh BUS di Indonesia
Return on Asset masing-masing BUS di Indonesia
Perkembangan pembiayaan masing-masing BUS di Indonesia
Perkembangan FDR masing-masing BUS di Indonesia
Perkembangan NOM masing-masing BUS di Indonesia
Perkembangan CAR masing-masing BUS di Indonesia
Perkembangan market share masing-masing BUS di Indonesia

4
16
27
27
29
29
30
31
32
32
33

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Pooled Least Square
terhadap ROA
2 Hasil Estimasi Panel Data dengan MenggunakanFixed Effects Model
terhadap ROA
3 Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Random Effects Model
terhadap ROA
4 Hasil Pengujian Chow Test
5 Hasil Pengujian Hausman Test
6 Uji Normalitas
7 Uji Multikolinearitas

45
46
47
48
48
48
49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia pada kurun waktu
1997-1998 telah membuat sistem perekonomian, termasuk perbankan mengalami
kesulitan keuangan. Hal ini merupakan salah satu dampak dari tidak bekerjanya
sistem bunga dengan baik. Tingginya tingkat suku bunga mengakibatkan
perbankan khususnya bank konvensional tidak mampu menyediakan dana likuid
untuk membiayai kegiatan operasionalnya, selain itu nasabah peminjam pun tidak
mampu mengembalikan dana pinjamannya. Kondisi yang demikian, membuat
perbankan tidak lagi dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi
untuk menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkannya
kembali kepada pihak yang kekurangan dana dengan optimal. Pemerintah pun
mengambil tindakan dengan melakukan likuidasi terhadap 16 bank konvensional
untuk mencegah semakin meluasnya krisis perbankan (BI 2002).
Saat krisis tersebut, bank syariah justru menunjukkan kondisi yang berbeda.
Bank syariah terus mengalami pertumbuhan dan menunjukkan kondisi yang
cukup stabil dengan kinerja yang lebih baik. Hal ini dikarenakan tingkat
pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga sehingga
membuat bank syariah terhindar dari negative spread, yaitu pendapatan bunga
yang diterima dari nasabah peminjam lebih rendah daripada biaya bunga yang
dibayar oleh bank kepada nasabah (Ismail 2011). Kinerja bank syariah yang lebih
baik dibandingkan dengan bank konvensional dapat dilihat dari relatif lebih
rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing
di bawah 5%) serta bank syariah yang relatif lebih dapat menyalurkan dana
kepada sektor produksi dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) berkisar antara
113%-117% (BI 2002).
Kemampuan bank syariah dalam mempertahankan kinerjanya selama krisis
ekonomi telah membuat perbankan syariah sebagai alternatif sistem perbankan
yang dapat diandalkan bagi masyarakat. Manfaat yang luas diberikan bank syariah
baik dalam aspek syariah maupun dalam kegiatan perekonomian lainnya. Kunci
daya tahan perbankan syariah sendiri terletak pada komitmen para pelaku
perbankan dalam menjalankan prinsip-prinsip syariah sesuai Al-Qur’an dan
Hadist serta menjauhi praktik riba. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.
3:130 melarang orang-orang yang beriman untuk memakan riba dan
memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah agar mendapat keberuntungan.
Dengan demikian, prinsip yang digunakan bank syariah adalah prinsip bagi hasil,
prinsip ini berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan sistem bunga,
sehingga tingkat pengembalian pada bank syariah mengacu pada bagi hasil
(Antonio 2001).
Lahirnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 atas perubahan UndangUndang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan mengenai dual banking system
telah memberikan peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya industri perbankan
syariah di Indonesia. Kesempatan yang luas diberikan kepada bank umum untuk
membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

2
Animo masyarakat Indonesia pun yang mayoritas muslim untuk memanfaatkan
layanan jasa perbankan syariah semakin meningkat. Terlebih didukung dengan
pernyataan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2004 yang
mengeluarkan fatwa bahwa bunga bank termasuk riba dan diharamkan. Hal ini
berdampak pada pertumbuhan bank syariah yang mengalami peningkatan.
Perbankan syariah di Indonesia telah mengalami pertumbuhan dalam hal
kelembagaan. Menurut laporan Bank Indonesia, sampai dengan Desember 2013
tercatat sudah 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS) dan
160 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang tersebar di hampir seluruh
wilayah Indonesia. Peningkatan jumlah bank dan kantor dari tahun ke tahun ini
memberikan dampak positif bagi perkembangan industri perbankan syariah.
Dengan banyaknya jumlah bank dan kantor akan memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk dapat menggunakan dan mengakses layanan perbankan syariah.
Kondisi ini akan memengaruhi pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga
(DPK), pembiayaan serta total aset perbankan syariah.
Tabel 1 Perkembangan Indikator Keuangan BUS dan UUS Tahun 2010-2013
Indikator
Total Aset (M Rp)
Growth (%)
DPK (M Rp)
Growth (%)
Pembiayaan (M Rp)
Growth (%)

2010
97 519
47
76 036
45
68 181
45

2011
145 467
49
115 515
51
102 655
50

2012
195 018
34
147 512
27
147 505
44

2013
242 276
31.8
183 534
29.4
184 122
32.2

Sumber: Bank Indonesia, 2013

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nominal total aset, penghimpunan DPK
dan pembiayaan yang disalurkan bank syariah dan unit usaha syariah meningkat
tiap tahunnya. Meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan total aset dan
pembiayaan pada tahun 2013, perbankan syariah tetap menunjukkan pertumbuhan
yang sangat cepat bahkan umumnya lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan aset
perbankan nasional yang hanya sebesar 16.2% hingga akhir tahun 2013. Dengan
kinerja pertumbuhan industri yang tinggi akan meningkatkan peran perbankan
syariah dalam mendorong perekonomian nasional. Hal ini disebabkan oleh
keberadaan bank syariah yang banyak berhubugan dengan kegiatan sektor riil
sehingga akan memengaruhi sektor-sektor perekonomian lainnya.
Bank syariah sebagai salah satu lembaga keuangan perlu menjaga
kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal. Informasi mengenai kinerja pun
diperlukan sebagai suatu evaluasi masyarakat dan pihak terkait terhadap kualitas
perbankan tersebut. Masyarakat tidak akan lagi ragu untuk menempatkan dananya
maupun mengajukan pembiayaan terhadap bank syariah yang dinilai sehat.
Penilaian terhadap kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan menganalisis
laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan
tersebut dapat diperoleh adanya suatu informasi mengenai aliran kas dan
informasi lain yang berkaitan dengan kinerja bank.
Profitabilitas merupakan indikator yang tepat untuk mengukur kinerja dan
kemampuan bersaing (Harahap 2006). Salah satu indikator yang digunakan untuk

3
mengukur tingkat profitabilitas adalah melalui Return on Asset (ROA) atau rasio
laba terhadap aset. Menurut Karya dan Rakhman dalam Wibowo dan Syaichu
(2013), tingkat ROA digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank
Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai
profitabilitas yang diukur dari aset yang dananya berasal dari sebagian besar dana
simpanan masyarakat. Selain itu, bank syariah sendiri lebih fokus melakukan
kegiatan yang berhubungan pada operasi sektor riil sehingga ROA merupakan
indikator yang tepat untuk mengukur profitabilitas dari bank syariah.
Ismail (2011) mengatakan bahwa laba yang meningkat akan memiliki
dampak pada peningkatan ROA, karena return yang dihasilkan naik. Semakin
besar ROA suatu bank maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
bank dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Penelitian
Haron (2004) menyatakan bahwa terdapat dua kategori yang dapat memengaruhi
profitabilitas suatu bank. Kategori pertama adalah faktor internal yang berkaitan
dengan pengelolaan manajemen bank yang dapat diukur dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan. Kategori kedua adalah faktor eksternal dimana faktor ini di
luar kendali pihak manajemen bank, seperti kondisi makro ekonomi meliputi
kebijakan moneter, pertumbuhan ekonomi, inflasi, money supply dan volatilitas
tingkat suku bunga (Siamat 2005).

Perumusan Masalah
Sejak tahun 1992 perbankan syariah telah memainkan peranannya di dunia
perbankan Indonesia. Pangsa pasar (market share) perbankan syariah pada tahun
2013 telah mencapai 4.8% (BI 2013). Aset BUS dan UUS pada tahun tersebut
juga mengalami pertumbuhan sebesar 31.8% yang 75%-nya didominasi oleh aset
BUS. Nilai aset BUS yang mendominasi sebagian besar aset perbankan syariah
membuat BUS perlu menjaga kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal dan
memperhatikan kredibilitasnya dengan menunjukkan kemampuan finansialnya.
Perbankan syariah sangat peka dan terpengaruh erat dengan kondisi makro
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 yang tidak setinggi tahuntahun sebelumnya membuat dinamika perekonomian yang kurang kondusif bagi
perkembangan sektor riil. Hal ini berdampak terhadap laju pertumbuhan aset dan
pembiayaan perbankan syariah yang mengalami perlambatan dari tahun
sebelumnya.
Inflasi yang meningkat hingga mencapai 8.38% pada tahun 2013 cukup
berdampak negatif pada kinerja bank syariah. Bank syariah yang memiliki fokus
pada kegiatan sektor riil sangat rentan dengan risiko yang tinggi. Hal ini
dikarenakan pendapatan utama bank syariah terfokus pada keuntungan dari
pembiayaan yang bergerak pada sektor riil. Naiknya biaya produksi dan biaya
operasional yang disebabkan oleh inflasi membuat risiko yang dihadapi bank
syariah menjadi tinggi. Risiko ini cukup berdampak pada pertumbuhan aset BUS
dan UUS yang tidak diimbangi dengan pertumbahan laba sebelum pajaknya,
dimana pertumbuhan laba sebelum pajak BUS dan UUS pada tahun 2013 hanya
sebesar 28%. Pertumbuhan laba kotor tersebut berada di bawah pertumbuhan
asetnya.

4
Tabel 2 Perkembangan Laba Rugi BUS dan UUS di Indonesia Tahun 2010-2013
(miliar rupiah)
2010
8 757
4 371

Laba/rugi
L/R operasional
L/R non
operasional
L/R sebelum pajak
L/R setelah pajak

904
769
Sumber: Statistik perbankan syariah, BI 2013

2011
12 457
5 456

2012
16 939
3 854

2013
23 251
6 765

1 786
1 475

2 972
2 466

3 808
3 230

Tabel 2 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2013 BUS dan UUS mampu
membukukan laba bersih sebesar Rp3.23 triliun. Laba tersebut lebih tinggi
dibandingkan pencapaian laba pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai
Rp2.46 triliun (Tabel 2). Perolehan laba BUS dan UUS sampai akhir tahun 2013
masih didominasi oleh laba operasional seperti tahun-tahun sebelumnya. Laba
operasional BUS dan UUS tercatat sebesar Rp23.25 triliun pada bulan Desember
2013, meningkat dibanding laba operasional pada tahun sebelumnya yang hanya
sebesar Rp16.94 triliun. Peningkatan laba tersebut ternyata tidak diikuti dengan
peningkatan ROA di tahun 2013. ROA BUS dan UUS tercatat turun sebesar
0.14% dari tahun sebelumnya.
2.5

Persen

2

2.14
1.67

1.79

2010

2011
Periode
ROA

2

1.5
1
0.5
0
2012

2013

Sumber: Statistik Perbankan Syariah, BI 2013

Gambar 1 Perkembangan ROA BUS dan UUS di Indonesia tahun 2010-2013
Pada Gambar 1, profitabilitas yang diproksikan dengan ROA dalam
perkembangannya senantiasa mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2013.
Pada tahun 2010, ROA BUS dan UUS meningkat menjadi 1.67%. Hal ini seiring
dengan bertambahnya jumlah bank syariah baru dan adanya tambahan modal
disetor pada beberapa bank syariah sehingga terjadi peningkatan yang signifikan
pada ekuitas bank syariah. Selama tahun 2011, laba BUS dan UUS tumbuh 40.3%
menjadi Rp1.5 triliun, peningkatan laba tersebut berdampak pada kenaikan ROA
menjadi 1.79%. Sumber utama peningkatan pendapatan tersebut dipengaruhi oleh
pertumbuhan aset produktif yang cukup signifikan, tercermin dari peningkatan
pendapatan dari penyaluran dana hingga 44.3% yang 85.9%-nya didominasi dari
pendapatan pembiayaan. Hal ini mencerminkan konsistensi preferensi dan
keseriusan perbankan syariah melakukan intermediasi langsung ke sektor riil.

5
Peningkatan ROA tertinggi terjadi pada tahun 2012, ROA naik sebesar
0.35% dari tahun sebelumnya hingga mencapai 2.14%. Peningkatan signifikan ini
terjadi karena pendapataan operasional yang ditopang oleh pendapatan dari aset
produktif yang tumbuh sebesar 36%. Selain peningkatan produktivitas aset,
penyesuaian distribusi return kepada nasabah meningkat sebesar 22.7%. Namun
di tahun 2013, ROA BUS dan UUS mengalami penurunan sebesar 0.14% dari
tahun sebelumnya (Gambar 1). Nilai ROA per Desember 2013 hanya mencapai
2.00% dimana justru volume pembiayaan dan laba bersih meningkat pada tahun
tersebut.
Penurunan ROA tahun 2013, diduga disebabkan oleh kegiatan perbankan
syariah yang tidak lepas dari pengaruh kondisi makro ekonomi. Perekonomian
yang kurang kondusif pada tahun 2013, seperti inflasi yang tinggi cukup
berdampak negatif pada kinerja perbankan khususnya bank syariah. Hal ini terkait
investasi bank syariah pada sektor riil yang tidak lepas dari dampak inflasi.
Dengan menurunnya ROA tersebut, dibutuhkan sebuah evaluasi mengenai faktorfaktor yang dapat memengaruhi profitabilitas suatu bank syariah. Oleh karena itu,
permasalahan yang akan dibahas pada penelitian dirumusan ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana perkembangan profitabilitas dan kinerja BUS di Indonesia?
2.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi profitabilitas BUS? Bagaimana
pengaruh faktor-faktor terhadap profitabilitas BUS di Indonesia?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis perkembangan profitabilitas dan kinerja BUS di Indonesia.
2. Menganalisis berbagai faktor yang memengaruhi profitabilitas BUS di
Indonesia.

Manfaat Penelitian
1.

2.
3.
4.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai profitabilitas BUS di Indonesia dan sebagai alat bantu dalam
mempertimbangkan keputusan investasi.
Bagi analis internal bank, sebagai bahan rekomendasi evaluasi mengenai
kinerja keuangan bank syariah.
Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi
penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini.
Bagi peniliti, diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran dalam
memahami lebih lanjut dan mendalam mengenai penelitian ini, serta sarana
dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki.

6
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan terbatas pada Bank Umum Syariah (BUS) yang
terdapat di Indonesia. BUS dalam konteks penelitian ini mencakup tujuh BUS dari
sebelas BUS yang ada di Indonesia. Tujuh BUS tersebut terdiri atas Bank
Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Syariah Mega
Indonesia (BSMI), Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS), Bank Panin Syariah
(BPS), Bank Central Asia Syariah (BCA Syariah) dan Bank Negara Indonesia
Syariah (BNI Syariah). Penelitian ini dibatasi untuk melihat lima buah variabel
pengaruh faktor internal terhadap profitabilitas BUS. Variabel tersebut adalah
volume pembiayaan, rasio CAR, rasio FDR, rasio NOM serta market share DPK.
Penelitian ini juga untuk melihat satu buah variabel pengaruh faktor eksternal
yaitu inflasi terhadap profitabilitas BUS. Tingkat profitablitas yang dianalisis
dalam penelitian ini terbatas pada rasio ROA BUS di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan
laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Di dalam Mankiw (2006) laba
adalah penerimaan yang diperoleh setelah membayar biaya produksi dikurangi
biaya. Laba yang diraih dari kegiatan yang dilakukan merupakan cerminan kinerja
sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya. Profitabilitas juga dapat
digunakan sebagai evaluasi efisiensi pengelolaan perusahan tersebut, karena
efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan
aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Dalam bank syariah,
laba diperoleh dalam bentuk bagi hasil (profit sharing) dengan nasabah atas
pembiayaan yang diberikan dan atau pemberian imbalan atas dana masyarakat.
Profitabilitas bank ditentukan oleh faktor internal yaitu, faktor-faktor yang
dapat dikendalikan oleh manajemen bank dan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor
diluar kendali manajemen bank (Haron 2004). Faktor internal menggambarkan
kebijakan dan strategi operasional bank itu sendiri seperti penghimpunan dana,
penyaluran dana, manajemen likuiditas, manajemen biaya dan nisbah bagi hasil.
Sedangkan faktor eksternal meliputi kebijakan moneter, fluktuasi nilai tukar,
tingkat inflasi, violitas tingkat bunga dan instrumen keuangan (Siamat 2005).
Profitabilitas merupakan hal yang penting bagi bank karena profibilitas yang
tinggi merupakan tujuan dari setiap bank. Semakin tinggi profitabilitas suatu bank
menunjukkan semakin baik dan efisien kinerja bank tersebut. Untuk menilai
profitabilitas suatu perusahaan diperlukan berbagai alat analisis, tergantung dari
tujuan analisisnya. Alat analisis tersebut adalah rasio profitabilitas. Jenis-jenis
rasio profitabilitas yang dapat digunakan yaitu profit margin, Return on Asset
(ROA), Return on Equity (ROE), rasio biaya operasional serta Net Interest
Margin (NIM).

7
Return on Asset (ROA)
ROA merupakan alat analisis yang sering digunakan untuk menganilisis
profitabilitas. Menurut Dendawijaya (2005), ROA digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan dari pengelolaan aset yang dimiliki. Semakin besar ROA suatu bank,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin
baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.
ROA memberikan informasi mengenai seberapa efisien suatu bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya, karena rasio ini mengindikasikan seberapa besar
keuntungan yang dapat diperoleh rata-rata terhadap setiap rupiah asetnya (Siamat
2005). Berdasarkan Surat Edaran BI Nomor 3/30 DPNP tanggal 14 Desember
2001, ROA dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap
total aset (total aktiva). Laba sebelum pajak merupakan laba bersih dari kegiatan
operasional bank sebelum pajak, sedangkan total aset yang digunakan adalah
jumlah keseluruhan dari aset yang dimiliki oleh bank bersangkutan. Bank
Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai
profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya
sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA memiliki
keuntungan yaitu ROA sangat mudah dihitung dan dipahami. ROA juga
merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang
bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. ROA digunakan sebagai
variabel dependen dalam penelitian ini karena ROA mengukur efektifitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva
yang dimilikinya.
ROA =

Laba Sebelum Pajak
Total Aktiva

× 100%

Profit dalam Prespektif Islam
Menurut Rosly (2005), banyak bank syariah didirikan untuk menyediakan
tempat mobilisasi deposito dan memperluas pembiayaan. Sampai batas tertentu,
perusahaan bisnis keuangan Islam atau bank syariah beroperasi atas dasar untuk
memaksimalkan keuntungan. Hal ini diupayakan dengan memperhatikan prinsipprinsip syariah, salah satunya adalah dengan larangan menggunakan bunga yang
dikenal sabagai riba dalam Islam. Dengan demikian, maksimalisasi keuntungan
dalam prespektif Islam akan jauh dari praktik yang tidak etis dan menempatkan
bank syariah sebagai bisnis yang mengedepankan moral.
Konsep utama dari perbankan syariah dan pembiayaan adalah dengan
larangan menggunakan bunga, namun begitu penerapan perdagangan dan jual beli
(al-bai) dalam aktivitas pembiayaan bank syariah belum mendapat perhatian yang
sama seperti halnya bank konvensional yang menggunakan sistem bunga. Hal ini
dikarenakan banyak orang berpikir bahwa bank syariah adalah perusahaan
perbankan yang beroperasi tanpa bunga. Meskipun hal tersebut benar, secara
akurat hal tersebut tidak menggambarkan untuk apa sebenernya bank syariah
didirikan.

8
Sebenarnya bank syariah menjalankan bisnisnya atas dasar prinsip-prinsip
komersial dan perdagangan (al-bai) dimana keuntungan yang didapat berasal dari
implikasi penambahan nilai (kasb) dan pengambilan risiko (ghorm). Rosly (2005)
memberikan contoh untuk membuat hal ini jelas dan mencegah kebingungan yang
tidak semestinya. Misalnya, ketika orang musyrik di kota Mekkah mengatakan
bahwa perdagangan itu mirip dengan riba, Al-Qur’an memberikan penjelasan
bahwa Allah SWT menghalalkan jual beli dan melarang riba (QS 2:275). Jual beli
(al-bai) dalam konteks tersebut mengisyaratkan adanya iwad atau timbal balik
yang seimbang dalam bertransaksi. Ketika kebutuhan iwad terpenuhi dalam jual
beli, maka akan terjadi kesetaraan dan keadilan dalam transaksi bisnis serta
menjadikan bank syariah lebih unggul dengan sistem tanpa bunga.
Bunga dilarang dalam Islam karena dianggap sebagai sarana yang tidak
dibenarkan dalam pengambilan keuntungan dan penciptaan kekayaan. Pertukaran
dari sebuah nilai dengan nilai yang lebih tinggi tidak memerlukan kreditor
(peminjam) untuk menanggung risiko pasar dan sistem mengingat pinjaman
dijamin oleh pihak ketiga. Kreditor secara praktis tidak memberikan tambahan
kepada debitor. Ini merupakan gambaran umum dalam instrumen pendapatan
tetap (fix income). Dengan penerapan sistem bunga akan membuat keadilan
ekonomi yang berisiko dan kesejahteraan hanya terkonsentrasi di tangan beberapa
orang yang dapat mengancam kesejahteraan dan stabilitas sosial.
Prinsip syariah mewajibkan semua jual beli untuk mengandung konsep iwad
atau timbal balik yang setara. Hadist riwayat Ibnu Al-Arabi menerangkan bahwa
setiap kenaikan tanpa adanya iwad adalah riba. Oleh karenanya iwad merupakan
sifat dasar dari halal sehingga dalam penjualan penting adanya pertukaran nilai
yang setara. Dengan kata lain, harga yang dibayarkan konsumen harus
dikompensasi dengan pengembalian yang setara yang dinikmati dari pembelian.
Ketika seorang pedagang menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya
input, margin keuntungan harus mengandung iwad. Dengan demikian, teori profit
dalam Islam dibangun atas prinsip iwad dan dijelaskan oleh perhitungan upaya
dan risiko yang diperhitungkan dalam penjualan.
Dengan kata lain, dalam perdagangan atau jual beli, suatu timbal balik yang
imbang atau iwad terdiri dari dua komponen utama yaitu pertama, risiko pasar
(ghorm) dan yang kedua yaitu, pekerjaan dan usaha (kasb). Komponen lainnya
yaitu liabilitas (daman) yang layak dipertimbangkan misalnya, dalam jual beli,
pedagang memberikan jaminan atas barang yang dijual. Artinya, pembeli dapat
mengembalikan barang jika ditemukan cacat pada barang sehingga penjual layak
mendapat keuntungan seperti penjualan yang mengandung garansi. Prinsip
maksimisasi keuntungan (sesuai syariah) akan menghasilkan tingkat kesejahteraan
tertinggi bagi masyarakat sehingga tujuan falah dalam ekonomi Islam akan
tercapai (Fahmi 2012)
Perbadaan antara manajemen bank syariah dengan bank konvensional
terletak pada pembiayaan dan pemberian balas jasa yang diterima oleh bank dan
investor. Balas jasa yang diberikan atau diterima pada bank umum berupa bunga
dalam persentase pasti sehingga hal ini akan membebani bagi pihak peminjam.
Sementara pada bank syariah, pemberian dan penerimaan balas jasa berdasarkan
perjanjian (akad). Bank syariah akan memperoleh keuntungan berupa bagi hasil
jika menggunakan akad bagi hasil sedangkan jika menggunakan akad jual beli,
bank syariah akan memperoleh keuntungan dari margin yang didapatkan.

9
Pembiayaan
Muhammad (2005) menyebutkan, pembiayaan atau financing adalah
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan pihak sendiri maupun lembaga.
Di dalam bank syariah, pembiayaan merupakan kontrak hubungan investasi antara
bank dengan nasabah. Penerapannya tergantung tujuan dan aktivitas yang
mekanismenya berdasarkan prinsip mitra usaha dan bebas bunga. Bank syariah
bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana) sedangkan pengusaha atau
peminjam berfungsi sebagai mudharib (pengelola) yang melakukan usaha dengan
cara memutar dan mengelola dana bank.
Firdaus et al (2009) menyebutkan bahwa semakin tinggi pembiayaan yang
disalurkan oleh bank, maka semakin tinggi pula profit yang didapatkan oleh bank.
Dengan diperolehnya pendapatan dari pembiayaan yang disalurkan, diharapkan
profitabilitas bank akan membaik yang tercermin dari perolehan laba yang
meningkat. Namun begitu, risiko yang terkandung pun juga cukup besar.
Menurut Karim dalam Antonio (2001), pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut sifat
penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Beda halnya dengan bank
konvensional, bank syariah membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal
kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan
menjalin hubungan partnership atau kerjasama dengan nasabah.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, seperti keperluan pribadi.
Menurut Karim (2009), dalam menyalurkan dananya pada nasabah, produk
pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuannya penggunaannya. Pertama, pembiayaan dengan prinsip jual beli yang
ditujukan untuk memiliki barang. Kedua, prinsip bagi hasil yang digunakan untuk
usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat barang dan jasa sekaligus.
Ketiga, pembiayaan dengan prinsip sewa yang ditujukan untuk mendapat jasa.
Keempat, pembiayaan dengan akad pelengkap yang tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan melainkan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli (ba’i)
a. Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keutungan yang disepakati.
Mekanismenya adalah bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah bertindak sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
b. Akad salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu
dengan syarat tertentu. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan
waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

10
c. Akad isthisna’ adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan dan pembuat atau penjual.
Pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali
pembayaran.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah)
a. Akad mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama suatu
usaha antara pihak pertama (bank syariah) yang menyediakan seluruh
modal dan pihak kedua (nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana
dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya
oleh bank.
b. Akad musyarakah adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan
porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan
porsi dana masing-masing.
Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah)
a. Akad ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan
hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Akad ijarah muntahiya bittamlik adalah perpaduan antara kontrak jual
beli dan sewa atau lebih tepatnya prinsip sewa yang diakhiri dengan
opsi kepemilikan objek sewa di akhir masa sewa. Pada umumnya bank
lebih banyak menggunakan prinsip ini karena sifatnya yang lebih
sederhana dari sisi pembukuan dan tidak direpotkan oleh urusan
pemeliharaan aset.

Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal bank sendiri,
disamping memperoleh dana-dana dari sumber di luar bank. Dengan kata lain
CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko,
misalnya pembiayaan (Ismail 2011). CAR yang tinggi akan memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas dan mengindikasikan bahwa bank
tersebut mempunyai aset yang likuid dalam jangka panjang. Tingginya rasio
modal dapat melindungi deposan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada bank, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan suatu bank.
Bank selalu dipantau dan didorong untuk memenuhi ketentuan di bidang
permodalan. Perhitungan penyediaan modal minimum (CAR) didasarkan pada
prinsip bahwa setiap penanaman dana bank yang mengandung risiko harus
disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu dari jumlah penanamannya.

11
Jika nilai CAR tinggi (sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%)
berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, dan keadaan yang
menguntungkan tersebut dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
profitabilitas bank yang bersangkutan (Dendawijaya 2005).
Menurut Surat Edaran BI Nomor 3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001,
rasio CAR dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara modal bank terhadap
aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Modal bank adalah total modal yang
berasal dari modal inti dan modal pelengkap. Sedangkan ATMR merupakan
penjumlahan ATMR aktiva neraca dengan ATMR administratif. CAR dihitung
dengan menggunakan rumus:
Modal
CAR =
x 100%
ATMR
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Pendeknya waktu antara penarikan dan penyetoran oleh nasabah dapat
menyebabkan masalah likuiditas pada bank. Kriteria yang digunakan untuk
mengukur likuiditas bank adalah Financing to Deposit Ratio (FDR). Menurut
Ismail (2011), FDR merupakan rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan
bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menyatakan kemampuan
bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan
kata lain, seberapa jauh pemberian pembiayaan kepada nasabah dapat
mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang
hendak menarik kembali dananya yang telah disalurkan oleh bank berupa
pembiayaan.
Semakin tinggi nilai FDR suatu bank, mengindikasikan bahwa dana yang
disalurkan kepada masyarakat lebih besar daripada dana yang berhasil dihimpun
dari pihak ketiga. Disatu sisi FDR yang tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut
produktif dan fungsi sebagai lembaga intermediasi berjalan dengan baik. Tetapi di
sisi lain, FDR yang terlalu tinggi menunjukkan likuiditas yang rendah. Hal ini
disebabkan jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi besar
sehingga ketersediaan dana cadangan untuk menutupi permintaan dana jika
nasabah ingin menarik simpanannya menjadi berkurang. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh manajemen dana yang belum efektif dalam hal pengalokasian
dana. Besarnya jumlah pembiayaan yang disalurkan akan menentukan keuntungan
bank. FDR yang tinggi akan meningkatkan laba perusahaan dengan asumsi bank
tersebut mampu menyalurkan pembiayaan dengan efektif, sehingga jumlah
pembiayaan macetnya akan kecil.
Menurut Surat Edaran BI Nomor 3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001,
FDR dapat diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah pembiayaan yang
diberikan terhadap dana pihak ketiga. FDR dihitung dengan menggunakan rumus:
FDR =

Pembiayaan
x 100%
Dana pihak ketiga

12
Net Operating Margin (NOM)
Rasio Net Interest Margin (NIM) mengindikasikan kemampuan bank
dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva
produktif. Rasio NIM juga mencerminkan risiko pasar yang timbul akibat
berubahnya kondisi pasar, dimana hal tersebut dapat merugikan bank. Dalam bank
syariah, istilah NIM lebih dikenal dengan rasio Net Operating Margin (NOM)
karena dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank syariah tidak
menggunakan sistem bunga. Rasio NOM pada bank syariah merupakan
pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Semakin besar
NOM yang dicapai oleh suatu bank maka akan meningkatkan pendapatan
operasional bersih atas aktiva produktif yang dikelola oleh bank yang
bersangkutan, sehingga laba bank akan meningkat. NOM dihitung dengan
menggunakan rumus:
Pendapatan Operasional Bersih
x 100%
NOM =
Aktiva Produktif
Pendapatan operasional bersih diperoleh dari pendapatan operasional setelah
distribusi bagi hasil dikurangi dengan beban operasional termasuk kekurangan
PPAP yang wajib dibentuk sesuai dengan ketentuan. Aktiva produktif yang
diperhitungkan adalah pembiayaan yang disalurkan, surat berharga syariah dan
penyertaan modal. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia, besarnya NOM yang dicapai oleh suatu bank harus lebih besar dari 6%.

Inflasi
Inflasi didefinisikan sebagai suatu kenaikan tingkat harga secara
keseluruhan di dalam suatu perekonomian (Mankiw 2006). Menurt Judisseno
(2005), inflasi adalah peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan
akan naiknya harga barang secara umum, yang berarti terjadiya penurunan nilai
uang. Menurut pandangan Keynes, inflasi disebabkan oleh gap antara kemampuan
ekonomi masyarakat terhadap keinginan-keinginannya terhadap barang. Gap
disini adalah permintaan masyarakat terhadap barang-barang lebih besar daripada
jumlah yang tersedia sehingga terjadi kenaikan harga. Inflasi dapat diukur dengan
indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun.
Inflasi yang meningkat berdampak pada nilai riil tabungan yang merosot
karena masyarakat akan mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya
pengeluaran. Dengan kondisi seperti ini, minat masyarakat untuk menabung dan
berproduksi menjadi berkurang, serta para investor yang tidak mau berinvestasi di
sektor riil. Harga meningkat dengan cepat, masyarakat akan kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga kebutuhan sehari-hari yang terus
meningkat. Bank akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana pihak ketiga
yang merupakan sumber utama modal bank. Bagi bank, inflasi akan menyebabkan
naiknya biaya produksi maupun operasional mereka. Hal ini menjadikan bank
kesulitan menyalurkan dana serta menanggung biaya dari modal yang ada
sehingga pada akhirnya merugikan bank itu sendiri yang berimbas pada
profitabilitas bank yang bersangkutan.

13
Huda et al (2008) menyebutkan bahwa dalam Islam tidak mengenal adanya
inflasi, karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana
mempunyai nilai uang stabil dan dibenarkan oleh Islam. Menurut Antonio (2001)
tidak jarang keuntungan yang dihasilkan dari transaksi-transaksi seperti
murabahah, salam, mudharabah, dan musyarakah memiliki nilai return yang
melebihi tingkat inflasi. Namun menurut kaidah ushul fiqih, inflasi tidak dapat
dijadikan illat dalam hukum karena Rasulullah tidak pernah membenarkan
pengembalian bunga pinjaman atas dasar faktor inflasi.

Pangsa Pasar (Market Share)
Menurut literatur Neo Klasik, landasan posisi pasar perusahaan adalah
pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar adalah perbandingan hasil penjualan
dalam industri dengan total penjualan dalam industri yang bersangkutan. Pangsa
pasar merupakan indikator dalam menentukan tingkat kekuatan pasar suatu
perusahaan. Semakin tinggi pangsa pasar suatu perusahaan maka semakin tinggi
kekuatan pasar yang dimilikinya. Hal ini memberi pengaruh kepada para pesaing
lainnya dalam industri yang sama. Peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber
keuntungan dan faktor penentu profitabilitas bagi perusahaan. Perusahaan dengan
pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati potensi keuntungan dan penjualan
produknya yang lebih besar. Sebaliknya apabila pangsa pasar kecil akan
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu bersaing dalam tekanan
persaingan.
Terdapat dua teori besar mengenai pangsa pasar yaitu Structure Conduct
Performance (SCP) dan teori efisiensi. Teori SCP merupakan suatu model untuk
menghubungkan antara struktur pasar suatu industri dengan perilaku perusahaan
serta kinerjanya. Sedangkan teori efisiensi merupakan suatu model yang
menerangkan bagaimana efisiensi operasional suatu perusahaan mampu
memengaruhi kinerja perusahaan serta pangsa pasarnya. Dalam teori SCP diyakini
bahwa struktur pasar akan memengaruhi kinerja suatu industri yang selanjutnya
berdampak pada profitabilitas (Ariyanto 2004). Aliran ini didasarkan pada asumsi
bahwa struktur pasar akan memengaruhi perilaku dari perusahaan yang pada
akhirnya akan memengaruhi kinerja perusahaan dan industri secara agregat
(Gilbert dalam Setiawan 2009).
Dari sudut pandang persaingan usaha, struktur pasar yang terkonsentrasi
cenderung berpotensi untuk menimbulkan berbagai perilaku persaingan usaha
yang tidak sehat dengan tujuan untuk memaksimalkan profit. Persaingan bisnis
menurut syariah dibolehkan bahkan dianjurkan, namun tidak boleh merugikan
apalagi sampai bermaksud untuk mematikan pesaingnya. Prinsip ini jika
dijalankan mempunyai implikasi bahwa syariah Islam tidak mengatur struktur
tetapi mengatur perilaku pasar. Struktur pasar monopoli atau persaingan tidak
sempurna lainnya menjadi tidak relevan karena prinsip syariah melarang untuk
menggunakan market power yang dimiliki untuk mengeksploitasi pasar (Fahmi
2012).

14
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Purwanto (2011) menganalisis besarnya pengaruh
pembiayaan, FDR dan rasio NPF terhadap laba bank syariah dengan studi kasus
PT. Bank Muamalat Indonesia periode Februari 2010 sampai Mei 2010. Metode
yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa variabel pembiayaan, FDR dan NPF memiliki pengaruh
nyata. Namun secara parsial hanya pembiayaan dan NPF yang berpengaruh nyata
terhadap laba. Pembiayaan berpengaruh positif terhadap laba sedangkan NPF
berpengaruh negatif terhadap laba.
Anto dan Wibowo (2012) meneliti mengenai faktor-faktor penentu tingkat
profitabilitas BUS di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model regresi
kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Hasil dari
penelitian menunjukkan variabel pendapatan nasional, inflasi, market share, dan
jumlah uang yang beredar tidak berpengaruh terhadap profitabilitas BUS baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan tingkat suku bunga
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas BUS dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek pengaruh variabel makro
ekonomi terhadap profitabilitas bank syariah sebesar 55.18% dan dalam jangka
panjang sebesar 52.11%.
Wibowo dan Syaichu (2013) melakukan penelitian dengan judul analisis
pengaruh suku bunga, inflasi, CAR, BOPO, NPF terhadap profitabilitas bank
syariah. BUS yang digunakan dalam penelitian terdiri dari Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah Mega Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap
ROA sedangkan variabel CAR, NPF, inflasi dan suku bunga tidak berpengaruh
terhadap profitabilitas BUS.
Anggraini (2013) tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi
perbedaan profitabilitas bank asing dan bank domestik di Indonesia. Metode yang
digunakan adalah regresi panel. Hasil kesimpulan pengaruh faktor internal pada
model ROA adalah variabel CAR, NIM, LDR memiliki pengaruh positif dan
signifikan untuk kelompok bank domestik maupun asing sedangkan BOPO dan
LIQ berpengaruh negatif dan signifikan pada bank domestik maupun bank asing.
Hasil penelitian untuk pengaruh faktor eksternal menunjukkan variabel
pertumbuhan ekonomi, suku bunga, nilai tukar memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap profitabilitas bank asing dan bank domestik sedangkan inflasi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas bank asing maupun
bank domestik.
Penelitian yang dilakukan Setiawan (2009) menganalisis pengaruh faktor
makro ekonomi, pangsa pasar dan karakteristik bank terhadap profitabilitas bank
syariah periode 2005-2008. Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda.
Secara parsial pangsa pembiayaan, CAR dan FDR berperngaruh positif dan
signifikan terhadap ROA bank syariah sedangkan NPF, BOPO dan size
berpengaruh negatif. Hasil pengujian pada faktor makro ekonomi yang diproksi
inflasi dan GDP menunjukkan keduanya tidak berpengaruh terhadap ROA.
Penelitian yang dilakukan oleh Haron (2004) yang berjudul “Determinants
of Islamic Bank Profitability” menunjukkan bahwa faktor internal berupa
pembiayaan, CAR, DPK dan FDR secara parsial berpengaruh positif terhadap

15
profit bank syariah. Faktor eksternal yang terdiri atas suku buga, inflasi, dan size
secara parsial berpengaruh positif terhadap profit bank syariah sedangkan money
supply dan market share dari DPK secara parsial berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas bank syariah.
Studi Damayanti (2013) mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
profitabilitas Bank Umum Syariah Periode 2008-2012 menggunakan metode
regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan inflasi, bonus SBIS, CAR, FDR,
BOPO dan DPK berpengaruh simultan dan signifikan terhadap ROA. FDR secara
parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA sedangkan bonus SBIS,
BOPO dan DPK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.
Terdapat beberapa aspek perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Pertama, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah
tujuh BUS yang berada di Indonesia. Kedua, periode penelitian yang digunakan
yakni dari tahun 2010 kuartal II sampai 2013 kuartal IV. Ketiga, pada penelitian
ini digunakan variabel internal lainnya yaitu pembiayaan, NOM dan market share.
Keempat, metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan regresi data
panel. Penggunaan metode panel data dimaksudkan untuk menghasilkan estimasi
yang lebih baik.

Kerangka Pemikiran
Perbankan syariah di Indonesia terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS),
Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). BUS
memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan perbankan syariah. 75% aset
dari perbankan syariah didominasi oleh BUS. Nilai ase