Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dalam Pencapaian Swasembada Kedelai 2014.

ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI SERTA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI
DALAM PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI 2014

CAHYANA DEPTA WIJAYANTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul analisis peramalan
produksi dan konsumsi serta faktor-faktor yang memengaruhi produksi dalam
pencapaian swasembada kedelai 2014 adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Cahyana Depta Wijayanti
NIM H14080031

ABSTRAK
CAHYANA DEPTA WIJAYANTI. Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi
serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dalam Pencapaian Swasembada
Kedelai 2014. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama yang penting
untuk dikonsumsi masyarakat. Konsumsi kedelai mengalami kenaikan sepanjang
tahun akan tetapi produksi kedelai nasional tidak mampu memenuhi keseluruhan
konsumsi tersebut. Pemerintah terpaksa melakukan impor untuk menutupi defisit
yang terjadi. Impor terus menerus dalam jumlah yang besar dapat menguras
devisa negara serta mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.
Untuk memutus ketergantungan impor, pemerintah mencanangkan program
swasembada kedelai 2014. Peramalan produksi dan konsumsi kedelai diperlukan
untuk mengetahui gambaran pencapaian swasembada di masa depan. Hasil

ramalan membuktikan bahwa swasembada kedelai belum tercapai tahun 2014
maupun sebelas tahun setelahnya. Analisis terhadap produktivitas, luas panen,
harga kedelai dan jagung di tingkat petani, harga benih kedelai, impor kedelai, dan
dummy subsidi benih kedelai diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi produksi kedelai. Semua variabel kecuali variabel dummy yang
dianalisis menggunakan metode regresi berganda menunjukkan hasil berpengaruh
nyata pada taraf kepercayaan 90%. Untuk mengetahui seberapa besar perubahan
masing-masing variabel terhadap produksi kedelai maka dapat dilihat dari nilai
elastisitas produksi. Hubungan elastis ditunjukkan oleh masing-masing variabel
produktivitas dan luas panen terhadap produksi kedelai. Sedangkan harga riil
kedelai di tingkat petani, harga riil jagung di tingkat petani, harga benih kedelai,
dan impor kedelai menunjukkan hubungan inelastis terhadap produksi kedelai.
Kata kunci: kedelai, konsumsi, produksi, swasembada
ABSTRACT
CAHYANA DEPTA WIJAYANTI. Forcasting Analysis of Production and
Consumption with Factors that Influence Production in Soybean Self-sufficiency
Attaiment at 2014. Supervised by TANTI NOVIANTI.
Soybean is one of major food commodities for consumed by Indonesian
people. The soybean consumption increased during the years but the national
production did not able to cover up all consumption. The goverment was forced to

import for cover up deficits. Bulk import continually can deplete foreign exchange
and threat food security also food sovereignty in Indonesia. To cut off soybean
import dependence, the goverment targeting soybean self-sufficiency in 2014.
Forecasting production and consumption of soybean was needed to know
highlight of future self-sufficiency attainments. The result of forecast showed
soybean self-sufficiency has been attain neither in 2014 or eleven years later.
Analysis of production, harvested area, soybean and corn price at farmer level,
seed of soybean price, import of soybean, and dummy of soybean seed subsidy

was needed to know factors that influence soybean production. The data were
analyzed using multiple regression method. The result showed that all of
independent variable except dummy variable were significant at 90% confidence
level. To know how much changes that happened between each variable to
soybean production can be seen from production elasticity. Elastic relation was
showed by productivity and harvested area to soybean production. Whereas
soybean’s and corn’s real price at farmer level, seed of soybean price, and import
of soybean showed inelastic relation to soybean production.
Key words : consumption, production, self-sufficiency, soybean

ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI SERTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI
DALAM PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI 2014

CAHYANA DEPTA WIJAYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi serta Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Produksi dalam Pencapaian Swasembada
Kedelai 2014

Nama
: Cahyana Depta Wijayanti
NIM
: H14080031

Disetujui oleh

Dr Ir Tanti Novianti, M.Si
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, PhD
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2012 ini ialah
swasembada, dengan judul analisis peramalan produksi dan konsumsi serta faktorfaktor yang memengaruhi produksi dalam pencapaian swasembada kedelai 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tanti Novianti, M.Si selaku
pembimbing, skripsi serta Dr Ir Wiwiek Rindayati, M.Si dan Dr Muhammad Findi
A selaku dosen pembimbing dan penguji skripsi yang telah banyak memberi
saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Pusat Data dan
Informasi Kementerian Pertanian, yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh
keluarga dan teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Cahyana Depta Wijayanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

ABSTRAK

ii

PRAKATA

ii

DAFTAR ISI

iii

DAFTAR TABEL


v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

6

Kedelai


6

Teori Penawaran

7

Teori Produksi

7

Teori Konsumsi

9

Elastisitas Produksi

10

Metode Box-Jenkins (ARIMA)


12

Metode Regresi Berganda

13

Tinjauan Penelitian Empirik

14

Kerangka Pemikiran

16

Hipotesis Penelitian

18

METODE

19

Jenis dan Sumber Data

19

Alat

19

Metode Analisis Data

19

Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN

27
28

Perkembangan Kedelai di Indonesia

28

Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Kedelai

33

Faktor - Faktor yang Memengaruhi Produksi Kedelai Nasional

34

Elastisitas Produksi Kedelai

38

KESIMPULAN DAN SARAN

39

Simpulan

39

Saran

40

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai nasional tahun 20002011
2 Perkembangan volume dan nilai ekspor dan impor kedelai tahun 20042011
3 Pola ACF dan PACF pada ARIMA
4 Perbandingan hasil permalan produksi dan konsumsi kedelai dengan
target Kementan
5 Hasil estimasi persamaan produksi

2
2
21
33
34

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kurva elastisitas produksi
Kerangka pemikiran
Pola data produksi kedelai Indonesia tahun 1969-2011
Pola data konsumsi kedelai Indonesia tahun 1969-2011
Pola data luas panen kedelai Indonesia tahun 1969-2011
Pola data produktivitas kedelai Indonesia tahun 1969-2011

11
17
29
30
31
32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji ARIMA
2 Uji Regresi Berganda

45
51

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia
karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam
pemenuhannya menjadi tanggung jawab bersama. Jika dikaitkan dalam suatu
lingkup negara maka pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
pemenuhannya menjadi hak setiap rakyat Indonesia sebagaimana telah
diamanatkan oleh UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam UU tersebut
disebutkan bahwa kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam
penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan dan gizi, serta
kemanan pangan dengan melibatkan peran serta antara pemerintah dan
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun
2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaanPasal 50 UU No. 7
Tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus
berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan
mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya,
kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan sarana dan prasarana produksi
pangan dan mempertahankan lahan produktif.
Salah satu komoditas pangan utama yang penting untuk dikonsumsi oleh
masyarakat adalah kedelai. Bahkan pemerintah juga memandang penting
komoditas ini sehingga telah dimasukkan dalam program pangan nasional sejak
PELITA IV, yaitu setelah pemerintah mampu berswasembada beras pada tahun
1984. Kedelai menjadi penting untuk dikonsumsi karena mengandung protein
nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral, serta kadar kolesterol
yang rendah sehingga apabila tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam negeri
akan mampu memperbaiki gizi masyarakat. Harga yang terjangkau juga
menjadikan kedelai sebagai komoditas pangan rakyat. Selain itu, kedelai adalah
salah satu komoditas utama kacang-kacangan yang menjadi andalan nasional
karena kelebihannya sebagai sumber protein nabati penting untuk diversifikasi
pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional seperti yang diungkapkan
oleh Hasanuddin et al (2005) dalam Atman dan Hosen N (2008).
Kebutuhan komoditas kedelai di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun baik untuk konsumsi bahan pangan utama, pakan ternak maupun sebagai
bahan baku industri skala besar (pabrik) hingga skala kecil (rumah tangga).
Beberapa produk pangan yang dihasilkan dari kedelai antara lain tempe, tahu,
susu kedelai, kecap, minyak makan, es krim, dan tepung kedelai. Berdasarkan data
dari Kementerian Pertanian, diperoleh informasi bahwa rata-rata kebutuhan
kedelai di Indonesia setiap tahunnya sekitar 2 300 000 ton. Padahal jika melihat
ARAM II tahun 2012, produksi komoditas kedelai baru mencapai 780.16 ribu ton
atau 30.30% dari total kebutuhan. Kondisi seperti ini memaksa pemerintah untuk
menutupi defisit dalam pemenuhan kebutuhan kedelai dengan melakukan impor.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa selalu terjadi defisit kebutuhan kedelai yang
cukup besar dari tahun 2000 sampai tahun 2010. Defisit terbesar terjadi pada
tahun 2007 yaitu mencapai 2 086 727 ton karena pada saat itu produksi kedelai

2
sedang mengalami penurunan cukup drastis dan didukung dengan melonjaknya
tingkat konsumsi.
Tabel 1 Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai nasional tahun 2000-2011
Produksi
Konsumsi
Defisit
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Tahun
(%)
(%)
(ton)
(ton)
(ton)
2000
1 017 634
(26.410)
2 133 687
(15.060) (1 116 053)
2001
826 932
(18.740)
1 817 399
(14.824)
(990 467)
2002
673 056
(18.608)
1 890 009
3.995 (1 216 953)
2003
671 600
(0.216)
1 724 576
(8.753) (1 052 976)
2004
723 483
7.725
(1.374)
1 700 879
(977 396)
2005
808 353
11.731
1 751 569
2.980
(943 216)
2006
747 611
(7.514)
1 733 348
(1.040)
(985 737)
2007
592 634
(20.730)
2 679 361
54.577 (2 086 727)
2008
776 491
31.024
1 787 010
(33.305) (1 010 519)
2009
974 512
25.502
2 117 639
18.502 (1 143 127)
2010
907 000
(6.928)
2 476 000
16.923 (1 569 000)
2011
844 000
(6.946)
2 740 000
10.662 (1 896 000)
Total Pertumbuhan (%) (30.110)
(33.28)
Sumber
: FAO (diolah) dari berbagai tahun
Keterangan : ( ) nilai negatif

Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan volume impor Indonesia
terhadap kedelai pada tahun 2004 sampai tahun 2011 yang cenderung mengalami
kenaikan. Pada tahun 2010, volume impor komoditas kedelai mencapai angka 1
772 663 399 kg atau setara dengan nilai US$ 871 173 016. Sebagian besar impor
tersebut berasal dari negara Amerika Serikat, yaitu sebesar 1 585 429 ton atau
senilai US$ 745 945 000. Impor kedelai tertinggi pernah terjadi pada tahun 2007
yaitu sebesar 3 761 092 486 kg dengan nilai sebesar US$ 1 200 950 532.
Kemudian mengalami penurunan yang drastis pada tahun berikutnya menjadi
sebesar 1 203 034 981 kg atau setara dengan nilai US$ 732 721 934, meskipun
pada akhirnya volume impor kedelai tetap mengalami kenaikan di tahun-tahun
berikutnya.
Tabel 2 Perkembangan volume dan nilai ekspor dan impor kedelai tahun 2004 –
2011
Volume Kedelai (kg)
Nilai Kedelai (US$)
Tahun
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
2004
18 380 870
2 881 735 423
6 703 110
967 957 301
2005
9 151 378
2 982 986 373
6 564 363
801 778 855
2006
8 789 070
3 279 257 322
8 405 986
809 055 654
2007
21 727 177
3 761 092 486
32 049 014
1 200 950 532
2008
9 013 798
1 203 034 981
8 252 100
732 721 934
2009
9 724 384
1 343 009 481
8 030 426
647 702 910
2010
8 652 815
1 772 663 399
9 978 512
871 173 016
2011
8 738 000
2 125 511 000
11 390 000
1 290 078 693
Sumber : BPS 2012

3
Dibandingkan dengan beberapa komoditas tanaman pangan lainnya,
seperti beras, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, dan gandum, volume
impor komoditas kedelai menempati posisi kedua terbesar setelah komoditas
gandum. Besarnya impor yang harus dilakukan oleh pemerintah tersebut
menyebabkan negara kehilangan devisa yang cukup besar dan mengganggu
stabilitas ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk
mencari jalan keluar dari permasalahan ketergantungan impor dengan
mengeluarkan kebijakan Swasembada Kedelai Tahun 2014. Kebijakan ini
merupakan salah satu kontrak kerja yang dilakukan antara Menteri Pertanian
dengan Presiden RI. Langkah swasembada harus ditempuh karena ketergantungan
yang semakin besar pada impor bisa menjadi musibah terutama jika harga kedelai
dunia sangat mahal karena stok yang menurun. Target yang dicanangkan
pemerintah untuk program swasembada kedelai pada tahun 2014 nanti adalah
produksi kedelai nasional dapat mencapai 2.7 juta ton. Oleh karena itu, seluruh
pihak terkait diharapkan berkomitmen tinggi dalam mendukung program
swasembada kedelai ini dapat terwujud.

Perumusan Masalah
Peningkatan kebutuhan kedelai sepanjang tahun terus terjadi. Namun
peningkatan kebutuhan kedelai nasional tersebut belum dapat terpenuhi hanya
dengan mengandalkan produksi dalam negeri. Oleh sebab itu, pemerintah masih
melakukan impor untuk menutupi defisit kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Padahal, seperti yang dikemukakan oleh Rasahan (1999) dalam Supadi (2009)
bahwa ketergantungan kepada bahan pangan dari luar negeri dalam jumlah besar
akan melumpuhkan ketahanan nasional dan mengganggu stabilitas sosial,
ekonomi, dan politik. Hal ini tidak boleh dianggap sebagai suatu masalah kecil
karena ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dapat berpengaruh langsung
terhadap kesejahteraan rakyat.
Pemerintah melakukan upaya untuk mengurangi ketergantungan impor
kedelai melalui swasembada kedelai tahun 2014. Di Indonesia, kedelai merupakan
komoditas yang strategis sehingga upaya untuk berswasembada tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan
menghemat devisa negara serta mengurangi ketergantungan yang semakin besar
terhadap impor. Swasembada kedelai harapannya dapat terwujud pada tahun 2014
yaitu setidaknya konsumsi dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri dimana
pemerintah telah mentargetkan produksi kedelai sebesar 2.7 juta ton. Sebenarnya,
dalam roadmap swasembada kedelai telah disusun skenario pencapaian
swasembada kedelai hingga tahun 2014. Peningkatan produksi ditempuh melalui
upaya peningkatan hasil/ha, peningkatan luas areal, pengamanan produksi, dan
peningkatan kelembagaan. Ditjen Tanaman Pangan dalam Pusdatin Kementan
(2012) telah menetapkan sasaran produksi kedelai sebesar 1.3 juta ton (2010);
1.56 juta ton (2011); 1.9 juta ton (2012); 2.25 juta ton (2013); dan 2.7 juta ton
(2014). Selain itu telah ditetapkan juga targetan luas tanam, yaitu: 920 000 ha
(2010); 1.088 juta ha (2011); 1.312 juta ha (2012); 1.538 juta ha (2013); dan 1.830
juta ha (2014).

4
Pencapaian swasembada kedelai dapat diketahui sejak awal dengan
melihat hasil ramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional. Peramalan ini
sangat bermanfaat untuk mempersiapkan kebijakan-kebijakan pendukung jika
hasil ramalan menunjukkan bahwa swasembada belum bisa tercapai. Kebijakankebijakan yang akan diupayakan untuk mendorong pencapaian swasembada juga
harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kedelai
itu sendiri. Perkembangan produksi kedelai nasional tidak terlepas dari adanya
pengaruh perkembangan luas panen, produktivitas, harga kedelai dan jagung di
tingkat petani, harga benih kedelai, impor kedelai, dan dummy subsidi benih
kedelai. Elastisitas produksi kedelai terhadap faktor-faktor yang berpengaruh
nyata juga penting untuk diketahui supaya dapat diketahui besarnya respon atau
ketanggapan produksi kedelai nasional terhadap setiap faktor tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dibahas
diantaranya:
1. Bagaimana hasil ramalan tingkat produksi dan konsumsi kedelai
nasional di masa yang akan datang hingga tahun 2014?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jumlah produksi kedelai
nasional?
3. Bagaimana elastisitas produksi kedelai nasional terhadap faktor-faktor
yang memengaruhinya?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan melihat
bagaimana kondisi tingkat produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia hingga
tahun 2014. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perkembangan tingkat produksi dan konsumsi kedelai
nasional hingga tahun 2014 berdasarkan hasil peramalan.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi jumlah produksi
kedelai nasional.
3. Menganalisis elastisitas produksi kedelai nasional terhadap faktorfaktor yang memengaruhinya.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai pencapaian swasembada kedelai tahun 2014 yang dapat
dilihat melalui perkembangan produksi dan konsumsi kedelai nasional hingga
tahun 2014. Dengan mengetahui kondisi kedelai nasional, diharapkan mampu
memberikan informasi kepada pemerintah, para pengusaha, dan investor di bidang
komoditas kedelai serta masyarakat untuk dapat mengambil langkah-langkah dan
melakukan perencanaan yang tepat guna mendukung perkembangan industri
kedelai Indonesia.
Secara khusus manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah selaku pembuat dan pengambil kebijakan, penelitian ini
berguna sebagai gambaran mengenai keadaan komoditas kedelai di

5
Indonesia meliputi kapasitas produksi dalam negeri, tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia, dan pengaruh luas area panen, produktivitas, harga
kedelai dan jagung di tingkat petani, serta harga benih kedelai yang dapat
dijadikan sebagai beberapa bahan acuan dalam perumusan kebijakan
sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu kebijakan yang tepat dan
mampu mendorong pertumbuhan industri kedelai di Indonesia.
2. Bagi para pelaku usaha, penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran
kondisi komoditas kedelai Indonesia saat ini sehingga para pelaku usaha
mampu mengambil langkah-langkah yang tepat guna mengembangkan
usahanya dalam menghadapi persaingan global.
3. Bagi penulis, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sarana
untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi komoditas kedelai
Indonesia dan permasalahan yang dihadapi sehingga mampu menjawab
tantangan-tantangan yang ada di hadapannya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis mengenai tingkat produksi
dan tingkat konsumsi kedelai di Indonesia sehingga dapat melihat dampaknya
terhadap pencapaian swasembada kedelai nasional di tahun 2014. Analisis diawali
dengan melakukan peramalan terhadap perkembangan produksi dan konsumsi
kedelai nasional dari tahun 1969 sampai tahun 2011 menggunakan metode
ARIMA untuk mengetahui tingkat produksi dan konsumsi kedelai 3 tahun
kemudian (2012-2014). Dari hasil peramalan tersebut akan dapat dilihat apakah
swasembada kedelai nasional tahun 2014 dapat tercapai. Jika pada tahun tersebut
hasil menunjukkan swasembada belum tercapai maka akan dilakukan peramalan
11 tahun ke depan yaitu tahun 2015-2025 untuk mencoba melihat apakah
swasembada bisa tercapai dalam kurun waktu tersebut. Selanjutnya digunakan
metode regresi berganda untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi produksi
kedelai yaitu produkivitas, luas panen kedelai, harga kedelai dan harga jagung di
tingkat petani, harga benih kedelai, impor kedelai, dan dummy subsidi benih
kedelai.
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Data yang digunakan merupakan data tahunan (1969-2011) sehingga model
yang dirumuskan tidak mampu menggambarkan fluktuasi bulanan, mingguan,
bahkan harian maupun fluktuasi musiman.
2. Terdapat beberapa faktor, seperti data luas panen, produktivitas, harga, serta
ekspor-impor yang sebenarnya mempengaruhi pola data atau kecenderungan yang
terjadi dari peramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional. Namun karena
keterbatasan waktu dan materiil yang lainnya maka diasumsikan faktor-faktor
tersebut ceteris paribus. Begitu pula dengan faktor kebijakan tentang perkedelaian
yang tidak dapat dikuantifikasikan.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai dengan nama latin Glycine max (kedelai kuning) dan Glycine soja
(kedelai hitam) merupakan tumbuhan serbaguna dan sebenarnya bukanlah
tanaman pangan asli dari Indonesia melainkan berasal dari daerah Manshukuo (Cina
Utara). Sejarah masuknya tanaman pangan ini belum diketahui dengan pasti,
namun kemungkinan besar dibawa oleh para pedagang Cina pada abad ke 13. Di
negeri asalnya, Cina, tanaman kedelai telah dibudidayakan sejak 1000 tahun
sebelum Masehi. Kedelai mulai dibudidayakan di Indonesia mulai abad ke-17
sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, kedelai merupakan tanaman serbaguna. Hal ini dikarenakan akarnya
memiliki bintil pengikat nitrogen bebas. Selain itu, kedelai merupakan tanaman
dengan kadar protein yang tinggi sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai
pupuk hijau dan pakan ternak. Namun, pemanfaatan utama kedelai adalah dari
bijinya. Biji kedelai banyak mengandung protein dan lemak serta beberapa bahan
gizi penting lain seperti vitamin (asam fitat) dan lesitin.
Pada tahun 1750, Rumphius melaporkan bahwa kedelai telah banyak
ditanam di Jawa dan Bali, serta sedikit ditanam di pulau lainnya. Menurut
Romburgh (1892) dalam Manwan dan Sumarno (Ekonomi Kedelai di Indonesia
1996), kedelai telah menjadi pangan penting di samping padi, jagung, ubi kayu,
serta ubi jalar dan merupakan bagian usaha pertanian yang mantap di Pulau Jawa
pada penghujung abad ke-19. Sejak awal abad ke-20, konsumsi produk olahan biji
kedelai, seperti tempe, tahu, tauco, dan kecap juga telah berkembang. Hal ini
dikarenakan harga kedelai dan olahan pangannya yang terjangkau sehingga bisa
dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan saat ini mulai berkembang
produk-produk olahan lainnya seperti sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta,
krayon, pelarut, dan biodiesel yang semuanya diambil dari bentuk minyak kedelai.
Bagi orang yang sensitif laktosa, susu kedelai juga bisa menjadi alternatif sebagai
pengganti konsumsi susu sapi.
Pada tahun 1896, Kebun Raya Bogor memulai percobaan varietas dan
pemupukan serta penanaman kedelai, namun ternyata usaha pengembangan
kedelai secara massive pada waktu itu belum berhasil dilaksanakan. Hal ini
dikarenakan adanya beberapa hambatan, antara lain : budaya dan penerimaan
petani, serta teknologi produksi yang ketika itu merupakan faktor utama dalam
menentukan pengembangan usaha tani kedelai. Masyarakat suku Jawa adalah
yang paling awal mengadopsi tanaman kedelai. Alasan pasti tentang hal ini belum
ada yang mengetahui tetapi mungkin karena pada masa itu adanya hubungan
perdagangan antara pedagang Cina dengan masyarakat Jawa. Selain itu, kedelai
cocok dengan tipe usaha tani menetap dan intensif serta kondisi agroekologi yang
sesuai bagi jenis tanaman ini.
Tingginya kebutuhan akan kedelai sejak puluhan tahun yang lalu
ditunjukkan oleh sudah adanya impor kedelai yang dimulai pada tahun 1928 dan
1929 berturut-turut sebanyak 63 000 ton dan 68 000 ton dimana jumlah impor
pada tahun-tahun berikutnya terus meningkat. Blokhuis dan Libbenstein (1932)
dalam Manwan dan Sumarno (Ekonomi Kedelai di Indonesia 1996) juga

7
menjelaskan bahwa Indonesia pernah melakukan impor sebesar 90 500 ton dari
Manchuria karena produksi kedelai pada waktu itu sebesar 127 700 ton belum
mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Namun, pada tahun 1934, akibat
resesi ekonomi maka impor kedelai dilarang dan perlu diimbangi dengan upaya
peningkatan produksi melalui perluasan lahan. Jadi, masalah penyediaan kedelai
untuk mencukupi kebutuhan nasional sebenarnya sudah timbul sejak tahun 1920an.

Teori Penawaran
Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa banyaknya suatu komoditas yang
akan dijual oleh perusahaan disebut jumlah atau kuantitas yang ditawarkan
dimana dinyatakan dalam berapa banyak per periode waktu tertentu. Dalam
kebanyakan komoditas, harga komoditas dan jumlah yang ditawarkan
berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan
demikian, semakin tinggi harga suatu komoditas, maka semakin besar jumlah
komoditas yang akan ditawarkan, begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga
maka semakin kecil jumlah komoditi yang ditawarkan.
Faktor-faktor yang memengaruhi penawaran adalah sebagai berikut, yaitu
harga komoditas itu sendiri, harga input, tujuan perusahaan atau produsen, dan
tahap perkembangan teknologi. Dimana dapat disederhanakan dalam bentuk
fungsi :
Qsk = f (Pk, Ps, Pi, G, T) …………………………………………………(1)
Keterangan :
Qsk
= Penawaran komoditas
Pk
= Harga komoditas itu sendiri
Ps
= Harga komoditas lain (substitusi dan atau komplementer)
Pi
= Harga input (faktor produksi)
G
= Tujuan perusahaan
T
= Teknologi

Teori Produksi
Produksi adalah proses dalam membuat suatu komoditas baik berupa barang
maupun jasa. Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus mengalami
perubahan seiring dengan kemajuan teknologi. Model hubungan antara input dan
output adalah formulasi fungsi produksi dari bentuk Q = f (K, T, M,…), dimana Q
merupakan barang keluaran yang punya nilai tambah (value added) selama periode
waktu tertentu, K merupakan modal, T merupakan input dari tenaga kerja, dan M
merupakan penggunaan material atau bahan baku. Fungsi produksi adalah hubungan
fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor-faktor produksi yang dipakai
dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu (misalnya dalam waktu
satu jam, satu hari, satu tahun, dan sebagainya).
Secara singkat Lipsey et al. (1995) menjelaskan bahwa fungsi produksi
adalah hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan
kuantitas output yang dihasilkan. Beberapa contoh input yang bisa digunakan
misalnya pupuk, tanah, modal, tenaga kerja, iklim, teknologi, dan lain-lain yang

8
dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Tidak semua input
digunakan dalam analisis, hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh input
terhadap produksi. Dalam suatu penelitian, biasanya input yang relatif bisa
dikontrol akan dimasukkan sebagai peubah bebas namun bagi input yang relatif
kurang bisa dikontrol biasanya diperhitungkan sebagai galat.
Bentuk persamaan matematis dari fungi produksi pada dasarnya
merupakan abstraksi dari proses produksi yang disederhanakan, sebab dengan
melakukan penyederhanaan kejadian-kejadian atau gejala-gejala alam yang
sesungguhnya begitu kompleks dapat digambarkan tingkah lakunya. Dari fungsi
produksi dapat dilihat hubungan teknis antara faktor produksi dengan produksinya,
serta suatu gambaran dari semua metode produksi yang efisien. Secara matematis,
fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3, . . . , Xn)………………………………………………………(2)
dimana :
Y
: jumlah produk yang dihasilkan
X1, X2, X3, . . . , Xn : faktor-faktor produksi yang digunakan
Persamaan di atas adalah gambaran secara umum mengenai hubungan antara
produk dan faktor produksi. Fungsi di atas hanya menyebutkan bahwa produk
yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi tetapi belum memberikan
hubungan kuantitatif yang terjadi antara produk dan faktor-faktor produksi
tersebut. Untuk dapat memberikan hubungan kuantitaif fungsi produksi tersebut
harus dinyatakan dalam bentuk yang khas, salah satunya adalah bentuk fungsi
Cobb-Douglas dimana Y = aX1bX2cX3d. Y adalah produk yang dihasilkan dan X1,
X2, X3 adalah faktor produksi yang dipakai. Di dalam fungsi Cobb-Douglas,
setelah variabel-variabelnya dinyatakan dalam logaritma, maka fungsi itu menjadi
fungsi linier. Fungsi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang paling
mudah untuk dianalisis.
Proses produksi umumnya membutuhkan berbagai macam faktor produksi
atau input. Setiap proses produksi pasti memiliki kombinasi input tertentu yang
akan dipergunakan untuk menghasilkan output. Jika input X1 yang dipergunakan
dalam proses produksi ditambahkan terus penggunaanya sedangkan input yang
lain tetap. Kemudian output yang awalnya mengalami penambahan yang semakin
besar namun dalam jangka waktu cepat atau lambat akhirnya penambahan output
tersebut semakin kecil atau berkurang. Kasus ini dikatakan sebagai Hukum
Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang atau Law of Diminishing Returns.
Hukum ini menyatakan bahwa jika satu macam input ditambah terus
penggunaannya sedangkan input lain penggunaannya tidak berubah maka
tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu input tersebut awalnya
akan meningkat tetapi dalam waktu cepat atau lambat pasti akan menurun. Lipsey
et al. (1995) mengungkapkan tentang Law of Diminishing Returns bahwa jika
semakin banyak jumlah suatu faktor variabel ditetapkan untuk sejumlah tertentu
faktor yang tetap, akhirnya akan tercapai situasi dimana setiap tambahan unit
faktor variabel tersebut menghasilkan tambahan produk total dalam jumlah yang
lebih sedikit daripada yang dihasilkan unit sebelumnya. Selanjutnya, input atau
faktor produksi yang terus ditambahkan tersebut dinamakan input variabel.
Tambahan atau perubahan output yang diperoleh karena adanya tambahan satu
unit input tersebut dinamakan Marginal Physical Product (MPP) atau Marginal

9
Product (MP). Jadi hubungan antara produk marjinal dan input variabel dapat
dirumuskan sebagai berikut :
MP(X1) =
Jika hubungan antara tambahan output dan input variabel digambarkan dalam
suatu grafik maka akan diperoleh suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical
Product (TPP) atau Total Product (TP). Kurva TP ini didefinisikan sebagai kurva
yang menunjukkan tingkat produksi total (Y) pada berbagai tingkat penggunaan input
variabel dimana input yang lain dianggap konstan. Kurva lain yang dapat diturunkan
dari kurva TP adalah kurva Produk Marginal (MP) dan kurva Produk Rata-Rata (AP).
Kurva MP adalah kurva yang menggambarkan perubahan dalam Produk Total (TP)
karena adanya tambahan penggunaan satu unit variabel. Secara matematis MP dapat
ditulis sebagai berikut :
MP

=

=

1

TP
1

Kurva AP adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-rata Produk Total (TP) per
unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut. Dengan kata
lain produksi rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit input variabel yang
digunakan untuk memproduksinya dimana secara matematis dapat ditulis :
AP

=

=

TP

Teori Konsumsi
Konsumsi merupakan kegiatan menggunakan sejumlah barang secara
langsung oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Konsumsi kedelai
terdiri dari dua macam, yaitu konsumsi langsung dan tidak langsung. Konsumsi
langsung adalah konsumsi dalam bentuk kedelai tanpa diolah dimana
pengkonsumsi jenis ini hanya terdapat sekitar 1% dari total konsumsi kedelai.
sedangkan konsumsi tidak langsung adalah konsumsi terhadap kedelai yang
diolah lebih lanjut menjadi suatu produk tertentu untuk konsumsi maupun yang
lainnya. Pusdatin Kementan (2012) menyebutkan olahan biji kedelai dapat dibuat
menjadi berbagai bentuk seperti tempe, tahu (tofu), bermacam-macam saus
penyedap (salah satunya kecap yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), tepung
kedelai, minyak (dari sini dapat diolah menjadi sabun, plastic, kosmetik, resin,
tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco.
Dikarenakan data konsumsi kedelai tidak langsung tersedia maka diperlukan
pengolahan terhadap data yang ada. Data konsumsi diperoleh dari penghitungan
terhadap data ketersediaan kedelai untuk konsumsi dari Neraca Bahan Makanan
(NBM) dimana merupakan selisih dari produksi ditambah impor dikurangi ekspor,
benih, dan terbuang.

10
Elastisitas Produksi
Untuk mengukur derajat kepekaan setiap peubah tidak bebas pada suatu
persamaan dari peubah penjelas, maka digunakan nilai elastisitas. Apabila suatu
persamaan :
Yt = β0 + β1X1t + β2X2t + …. + βiXit ……………………………………………(3)
maka nilai elastisitas dihitung sebagai berikut :
bi ̅̅̅̅
it
E(YtXit)= ( ̅̅̅ )
t

dimana :
E(YtXit) = elastisitas peubah endogen Yt terhadap peubah penjelas Xit
bi
= parameter dugaan peubah penjelas Xi
̅̅̅̅it
= rata – rata peubah penjelas Xi
̅̅̅t
= rata – rata peubah tidak bebas Yt
Epp dan Malone (1981) dalam Hardana (2012) menyatakan bahwa
elastisitas produksi merupakan rasio antara perubahan relatif dari jumlah output
yang dihasilkan dengan perubahan jumlah input yang dipergunakan. Selain itu
dapat pula dikatakan bahwa elastisitas produksi mengukur tingkat kepekaan
perubahan jumlah output yang dihasilkan terhadap perubahan jumlah input yang
dipergunakan. Dengan notasi Ep, elastisitas produksi dapat didefinisikan sebagai
berikut :
perubahan jumlah barang yang dihasilk n (output)
p
perubahan jumlah barang yang dipergunakan (input)
=

=
dimana :
Ep
= elastistas produksi
Y
= perubahan jumlah output
X
= perubahan jumlah input
X
= input
Y
= output
Hubungan antara MP dan AP yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat
menjelaskan tentang elastisitas produksi. Jika elastisitas produksi dikaitkan secara
matematis dengan produk total (TP) maka akan diperoleh rumus :
Ep =

=

̅̅̅

/ ̅

=
Karena

atau TPP

=MP dan Y/X = AP maka Ep = MP/AP.

11
Hubungan antara marginal produk, produk rata-rata, dan produk total terkait
elastisitas produksi dapat digambarkan dalam grafik seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Kurva elastisitas produksi
Sumber : Lipsey et al (1995) diolah
Keterangan :
A
: MP maksimum
B
: AP maksimum dimana MP=AP ; EP = 1
C
: MP = Ep = 0
0-B
: Daerah I ( EP > 1)
B-C : Daerah II (0 < EP < 1)
C>> : Daerah III (EP < 0)
Y
: Hasil produksi
X
: Faktor produksi atau input
TP
: Produk total
AP
: Produk rata–rata
MP
: Produk marginal
Pembagian daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dibedakan
atas tiga daerah, yaitu :
1. Daerah I (Eprod >1 sampai Eprod = 1). Pada daerah ini setiap penambahan
faktor produksi sebesar 1% akan mengakibatkan penambahan produksi lebih dari
1% dan paling rendah sebesar 1%. Pada daerah ini pendapatan maksimum belum
tercapai karena pendapatan masih dapat terus diperbesar dimana produksi masih
dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak, selama
produk rata-rata masih terus naik.

12
2. Daerah II (Eprod = 1 sampai Eprod = 0). Daerah yang memiliki nilai elastisitas
produksi antara 0 dan 1 (0 < E < 1), sehingga setiap penambahan faktor produksi
sebesar 1% akan mengakibatkan penambahan produksi paling tinggi 1% dan
paling rendah sebesar 0%. Pada daerah ini pendapatan maksimum akan tercapai
karena faktor produksi telah digunakan secara maksimum.
3. Daerah III (Eprod = 0 sampai Eprod < 0). Daerah yang elastisitas produksi
lebih kecil dari 0, sehingga setiap penambahan faktor produksi sebesar 1% akan
mengakibatkan penurunan produksi sebesar nilai elastisitasnya. Pada daerah ini
mencerminkan bahwa pemakaian faktor produksi sudah tidak efisien.
Soekartawi et al. (1984), mendefinisikan skala usaha sebagai penjumlahan
dari semua elastisitas faktor–faktor produksi. Skala usaha dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu :
1) Kenaikan hasil yang meningkat (Increasing return to scale). Pada daerah ini Ep
> 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
2) Kenaikan hasil yang tetap (Constant return to scale). Pada daerah ini Ep = 1,
yang berarti penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan
produksi yang diperoleh.
3) Kenaikan hasil yang berkurang (Decreasing return to scale). Pada daerah ini
Ep < 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi yang proporsinya lebih kecil.

Metode Box-Jenkins (ARIMA)
Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada
masa yang akan datang. Menurut Assauri (1984), peramalan merupakan suatu
proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi
di masa depan berdasarkan informasi yang dimiliki dari masa lalu dan sekarang
agar kesalahan dapat diperkecil. Salah satu metode peramalan untuk data time
series adalah metode ARIMA. Metode Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) dikembangkan oleh George Box dan Gwilyn Jenkins. Metode
peramalan Box-Jenkins adalah suatu metode yang tepat untuk menangani atau
mengatasi kerumitan deret waktu dan situasi peramalan lainnya (Assauri 1984).
ARIMA bermanfaat dalam menghasilkan peramalan jangka pendek yang
akurat. Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu model time
series seperti ARIMA adalah kestasioneran dari data. Suatu data dapat
dimodelkan pada metode deret waktu ARIMA apabila data tersebut stasioner.
Kestasioneran data tersebut diperlukan untuk mempermudah dalam identifikasi
dan penarikan kesimpulan. Suatu data dikatakan stasioner apabila rataan dan
variannya (relatif) konstan dari suatu periode ke periode.
Model ARIMA tidak mengikutkan variabel bebas dalam pembentukan
model. Model ini menggunakan informasi dalam deret itu sendiri dalam
menghasilkan suatu ramalan. Misalnya model ARIMA untuk penjualan tahunan
akan memproyeksikan pola penjualan historis untuk meramalkan penjualan tahun
depan. Pada model ini, variabel dependen pada waktu ke-t adalah fungsi dari masa
lalunya serta nilai kesalahan sekarang dan masa lalunya. Model ARIMA

13
merupakan gabungan dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA).
Peramalan model Autoregressive (AR) didasarkan pada fungsi linier dari nilai
pengamatan masa lalu yang berurutan. Sedangkan peramalan model Moving
Average (MA) didasarkan pada fungsi linier dari error masa lalu yang berurutan.
Pengolahan data sekunder yang berupa data kuantitatif dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan software Eviews 7 untuk meramalkan data
produksi dan konsumsi kedelai nasional. Model peramalan yang digunakan adalah
ARIMA dengan menggunakan sistem trials and errors, yaitu dengan mencoba
berbagai kombinasi model ARIMA sehingga dapat diperoleh nilai MSE dari hasil
analisis. Peramalan ARIMA akan menggunakan nilai MSE yang terkecil karena
hasil peramalannya akan semakin mendekati nilai aktualnya. Model ARIMA akan
dapat menunjukkan hasil peramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional
hingga tahun 2014.
Terdapat beberapa alasan penggunaan ARIMA sebagaimana telah
dijelaskan oleh Hanke et al. (2003), antara lain :
1. Model tersebut dapat menghasilkan ramalan akurat berdasarkan uraian
pola historis data dibandingkan dengan model peramalan time series
lainnya.
2. Model ARIMA merupakan gabungan dari Autoregressive dan Moving
Average sehingga lebih lengkap dibandingkan peramalan time-series
lainnya.
3. Model ARIMA tidak mengikutsertakan variabel bebas dalam
pembentukannya, melainkan hanya menggunakan informasi dari deret
waktu yang akan diramal itu sendiri untuk menghasilkan ramalan.
Penelitian ini juga tidak mengikutsertakan variabel bebas lain dalam
peramalan selain data produksi dan konsumsi kedelai itu sendiri. Sehingga
produksi dan konsumsi kedelai nasional tahunan akan memproyeksikan pola
produksi dan konsumsi kedelai nasional historis untuk meramalkan produksi
dan konsumsi kedelai nasional di tahun-tahun mendatang.
4. Data time-series yang ber-trend sebaiknya menggunakan teknik-teknik
peramalan seperti Moving Average, Exponential Smoothing Tipe Holt,
Regresi Linier Sederhana, Kurva Pertumbuhan, dan ARIMA. Sedangkan
teknik peramalan yang paling sesuai dengan data time-series pada penelitian
ini adalah ARIMA seperti yang telah dijelaskan pada nomor 3.

Metode Regresi Berganda
Metode bentuk regresi ini juga biasa disebut dengan metode kausal.
Metode kausal merupakan suatu teknik peramalan dengan menggunakan analisis
hubungan antara variabel yang dicari dengan satu atau lebih variabel bebas yang
mempengaruhinya dan bukan variabel waktu. Metode kausal didasarkan pada
penggunaan analisis pola hubungan sebab akibat yang bersifat konstan antara
variabel yang akan diramal dengan satu atau beberapa variabel lain yang
memengaruhinya (Assauri 1984). Dalam penelitian ini, variabel bebas yang
digunakan berjumlah lebih dari satu sehingga bentuknya adalah metode regresi
berganda. Dalam analisis regresi pola hubungan antara variabel diekspresikan
dalam sebuah persamaan regresi yang diduga berdasarkan data sampel.

14
Pada pembahasan metode regresi berganda ini akan dibuat persamaan
regresi produksi. Jadi, pada analisis regresi berganda ini variabel dependen (Y)
yaitu produksi sedangkan variabel independennya (X) adalah luas panen,
produktivitas, harga kedelai di tingkat petani, harga jagung di tingkat petani, dan
harga benih kedelai.
Pada persamaan produksi, selanjutnya dilakukan uji validasi yang terdiri
dari uji deskriptif (R-sq) dan uji statistik (uji F dan uji t). Selain itu juga dilakukan
uji diagnostik seperti tidak adanya autokolerasi, multikolinearitas, dan
heteroskedastisitas. Jika ketiga jenis uji tersebut sudah dianalisis dan variabel
yang signifikan telah diperoleh maka dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
Tahapan selanjutnya akan menganalisis faktor-faktor yang secara signifikan
memengaruhi produksi kedelai.

Tinjauan Penelitian Empirik
Tastra, Ginting, dan Fatah (2012) melakukan penelitian mengenai
penerapan kebijakan yang strategis dalam upaya menuju swasembada kedelai. Di
dalam penelitian tersebut digunakan model simulasi sistem dinamik swasembada
kedelai dimana diperoleh 15 skenario menuju swasembada kedelai yang sesuai
dengan agroekosistem daerah yang pernah menjadi sentra produksi kedelai.
setelah dilakukan verifikasi model simulasi menggunakan data produksi tahun
2009-2010, akhirnya terpilih skenario swasembada yang terdiri dari kombinasi
input perluasan areal (PPA) 15%/tahun, laju peningkatan produktivitas (LAJUY)
4%/tahun, sasaran pengurangan hasil pasca panen (KHKDL) 2%, laju peningkatan
jumlah penduduk (KB) 1.5%/tahun, dan laju peningkatan konsumsi kedelai
(LAJUK) 1.0%/tahun.
Hernanda (2011) melakukan analisis mengenai peramalan tingkat produksi
dan konsumsi gula Indonesia dalam mencapai swasembada gula nasional. Pada
penelitian ini metode peramalan yang digunakan adalah ARIMA dengan
menganalisis deret waktu mulai dari tahun 1981-2007. Hasil dari penelitian
tersebut menyatakan bahwa swasembada gula belum dapat tercapai pada tahun
2014, sebagaimana yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Namun, swasembada
gula baru akan tercapai pada tahun 2015.
Aji (2008) melakukan penelitian mengenai peramalan produksi dan
konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan
pokok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai metode
peramalan time series serta metode peramalan kausal dengan analisis regresi
berganda. Dari hasil penelitian diperoleh metode peramalan yang akurat untuk
meramalkan produksi ubi jalar adalah model SARIMA {ARIMA (1,0,1)(0,0,1)3}.
Sedangkan metode peramalan yang akurat untuk meramalkan konsumsi ubi jalar
adalah model Tren Linear (Yt = 2 415 – 14.7t). Skenario peningkatan produksi ubi
jalar untuk mencapai target dilakukan dengan meningkatkan luas tanam ubi
sebesar 264 617.596 ha dimana 2% lahan padi dikonversi menjadi lahan ubi.
Sedangkan skenario peningkatan konsumsi ubi jalar untuk mencapai target
dilakukan dengan meningkatkan konsumsi per kapita ubi jalar sebesar 8.479 kg
atau sebesar 10% dari konsumsi per kapita ubi jalar tahun 2006.

15
Maretha (2008) melakukan penelitian mengenai peramalan produksi dan
konsumsi kedelai nasional serta implikasinya terhadap strategi pencapaian
swasembada kedelai nasional. Dalam penelitian ini digunakan data produksi dan
konsumsi kedelai nasional mulai tahun 1969 sampai tahun 2007 dengan
menggunakan metode peramalan ARIMA. Dari hasil peramalan menggunakan
ARIMA diperoleh nilai produksi dan konsumsi pada tahun 2015 masing-masing
sebesar 775 437 ton dan 2 080 272 ton dimana dari nilai tersebut terlihat bahwa
swasembada kedelai belum dapat tercapai. Kemudian dibuatlah skenario
pencapaian swasembada kedelai tahun 2015 menggunakan metode kausal pada
produksi kedelai dengan meningkatkan luas panen dan produktivitas kedelai. Dari
hasil skenario diperoleh nilai prediksi produksi kedelai tahun 2015 sebesar
2.673.225 ton. Hal ini menunjukkan bahwa dapat tercapainya swasembada kedelai
tahun 2015 karena nilai prediksi produksi hasil skenario lebih besar dibandingkan
nilai prediksi konsumsi ARIMA (2 080 272 ton) dan nilai prediksi konsumsi
Departemen Pertanian (2 341 594 ton).
Yuwanita (2006) melakukan analisis kemungkinan pencapaian
swasembada kedelai nasional dengan metode peramalan deret waktu. Penelitian
ini menggunakan pola data produksi dan konsumsi kedelai mulai tahun 1969
sampai tahun 2004. Beberapa metode peramalan time series yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Naïve, Trend, Simple Average, Simple Moving
Average, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing dari
Brown, Double Exponential Smoothing dari Holt dan metode ARIMA (1,2,0).
Dari hasil penerapan metode peramalan time series, didapatkan metode peramalan
yang paling akurat untuk meramalkan produksi dan konsumsi kedelai adalah
metode ARIMA (1,2,0). Sedangkan dari hasil peramalan produksi dan konsumsi
kedelai tersebut didapatkan hasil bahwa Indonesia belum bisa mencapai
swasembada kedelai pada tahun 2010 dan diramalkan baru bisa tercapai pada
tahun 2015.
Sahara dan Gunawati (2012) melakukan analisis permintaan kedelai di
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah untuk melihat faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan kedelai, elastisitas permintaan jangka pendek, dan
elastisitas permintaan jangka panjang sehingga dapat diketahui status kedelai di
daerah tersebut merupakan barang normal atau inferior. Data yang digunakan
dalam penelitian merupakan data time series 10 tahun dari tahun 1994 sampai
tahun 2003. Fungsi permintaan kedelai diestimasi oleh variabel jumlah penduduk,
pendapatan per kapita, harga kedelai, dan harga jagung menggunakan analisis
regresi berganda. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa
permintaan kedelai di Kabupaten Banyumas dipengaruhi oleh harga kedelai,
jumlah penduduk, dan harga jagung. Sedangkan pendapatan dan permintaan tahun
sebelumnya tidak berpengaruh nyata secara statistik.
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya adalah
periode waktu yang digunakan dalam peramalan lebih lama dan adanya
penambahan beberapa variabel dalam menganalisis faktor-faktor yang dapat
memengaruhi variabel produksi kedelai nasional. Selain itu, dilakukan analisis
lebih lanjut mengenai besarnya pengaruh variabel-variabel yang terbukti
signifikan terhadap variabel produksi kedelai nasional tersebut.

16
Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia setidaknya juga ikut mendorong
pertumbuhan sektor pertanian terutama di bidang pangan. Peningkatan jumlah
penduduk dapat mendorong peningkatan terhadap konsumsi. Oleh karena itu
diperlukan pemenuhan terhadap konsumsi dalam negeri. Swasembada merupakan
jalan yang perlu ditempuh dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga
dapat mengurangi impor. Perubahan karakteristik demografis penduduk seperti
tingkat pendidikan yang semakin tinggi dan pendapatan yang meningkat
berimplikasi terhadap kebiasaan masyarakatnya yang semakin sadar terhadap
kesehatan dan peningkatan mutu gizi. Kedelai sebagai salah satu komoditas
pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia karena kedelai memiliki nilai gizi
tinggi dan sehat. Di Indonesia, kedelai menjadi salah satu alternatif konsumsi
umum bagi berbagai lapisan masyarakat.
Peningkatan permintaan terhadap kedelai tidak hanya datang dari
konsumen individu dan industri pengolahan seperti tempe, tahu, tauco, dan kecap
tetapi juga dari industri pakan ternak. Peningkatan konsumsi dalam negeri sampai
saat ini belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri saja. Hal ini
mengakibatkan defisit yang besar karena kesenjangan lebar yang terjadi antara
produksi dan konsumsi kedelai tersebut. Selama ini pemerintah melakukan impor
kedelai yang jumlahnya semakin lama semakin meningkat untuk menutupi
kesenjangan tersebut. Dalam jangka panjang, impor kedelai yang terus meningkat
dapat mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. Kecenderungan
impor kedelai ini perlu segera diatasi yaitu dengan kebijakan yang telah
dikeluarkan pemerintah terkait swasembada kedelai tahun 2014 dimana Indonesia
akan berusaha mencukupi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri. Oleh karena
itu diperlukan peramalan terhadap produksi dan konsumsi kedelai dalam negeri
agar dapat diketahui gambaran pencapaian swasembada pada tahun 2014. Jika
pada tahun tersebut belum dapat tercapai, maka dapat dibuat kebijakan pendukung
pencapaian swasembada kedelai tersebut.
Dalam melakukan peramalan, langkah awal yang perlu di