Analisis Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia dalam Mencapai Swasembada Gula Nasional
ANALISIS PERAMALAN TINGKAT PRODUKSI DAN
KONSUMSI GULA INDONESIA DALAM MENCAPAI
SWASEMBADA GULA NASIONAL
OLEH
NINDYA HERNANDA H14070088
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(2)
RINGKASAN
NINDYA HERNANDA. Analisis Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula dalam Mencapai Swasembada Gula Nasional (dibimbing oleh SRI MULATSIH)
Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi masyarakat. Produksi industri gula yang semakin menurun dari tahun ke tahun mengakibatkan adanya kesenjangan antara produksi dan konsumsi gula nasional. Perubahan dalam produksi, konsumsi, harga dan pemasaran gula dapat mengundang timbulnya bermacam gejolak dalam masyarakat baik ekonomis maupun politis yang merupakan tanggung jawab pemerintah untuk meredamnya. Tahun 2003 pemerintah kembali mencanangkan program swasembada gula. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan Indonesia dalam swasembada gula adalah dengan melakukan peramalan produksi dan konsumsi gula. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pencapaian swasembada gula 2014 dan menganalisis upaya yang dilakukan melalui skenario peningkatan luas areal, produktivitas dan rendemen tanpa kebijakan penambahan pabrik gula baru dan dengan kenijakan penambahan pabrik gula baru yang diterapkan oleh pemerintah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series tahun 1980-2010 yang berasal dari berbagai instansi yang terkait dengan industri gula di Indonesia. Pengolahan data dilakukan menggunakan software Minitab version 14 dengan metode ARIMA untuk meramalkan data produksi dan konsumsi gula nasional. Selain itu digunakan pula software Eviews version 6 untuk melakukan analisis regresi sehingga memperoleh persamaan yang mampu menggambarkan hubungan antara variabel dependen (produksi gula) dengan variabel independen (luas areal, produktivitas dan rendemen).
Hasil analisis dengan menggunakan model ARIMA memperlihatkan model ARIMA terbaik yang dapat menggambarkan keragaan produksi gula adalah model ARIMA (2,1,2) dan untuk menggambarkan keragaan konsumsi gula menggunakan model ARIMA (1,1,3). Dari hasil peramalan dengan menggunakan model ARIMA diperoleh data bahwa pada tahun 2011-2014 masih terdapat defisit neraca gula sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2014 Indonesia belum mampu mencapai swasembada gula nasional. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil proyeksi yang dilakukan oleh pemerintah yang juga menunjukkan bahwa pada tahun 2014 Indonesia belum mampu mencapai swasembada gula nasional.
Pemerintah melakukan upaya untuk mendorong pertumbuhan industri gula melalui kebijakan penambahan pabrik gula baru yang tertuang dalam roadmap swasembada gula. Dalam penelitian ini dilakukan dua skenario penerapan kombinasi kebijakan dalam upaya pencapaian swasembada gula yaitu (1) skenario 1: Kombinasi peningkatan luas areal, produktivitas dan rendemen tanpa kebijakan
(3)
penambahan pabrik gula baru, dan (2) skenario 2: kombinasi peningkatan luas areal, produktivitas dan rendemen dengan kebijakan penambahan pabrik gula baru. Hasil analisis menunjukkan untuk mencapai swasembada gula nasional, luas areal yang harus dicapai pada tahun 2014 dengan menggunakan skenario 1 sebesar 259.577 hektar, lebih kecil dibandingkan dengan skenario 2 yaitu sebesar 267.612 hektar. Produktivitas dan rendemen yang harus dicapai pada skenario 1 adalah sebesar 89,4 ton per hektar dan 9,1 persen. Pada skenario 2, produktivitas dan rendemen yang harus dicapai sebesar 89,4 ton per hektar dan 8,6 persen dengan penambahan pabrik gula baru sesuai alternatif dari pemerintah yaitu (1) 10 unit PG berkapasitas 15.000 TCD, (2) 15 Unit PG berkapasitas 10.000 TCD, atau (3) 25 unit PG berkapasitas 6.000 TCD.
Upaya untuk meningkatkan luas areal adalah dengan membuka lahan perkebunan tebu di daerah yang berpotensi di luar pulau Jawa seperti Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua. Upaya untuk meningkatkan produktivitas tebu salah satunya dengan pemilihan bibit dan sistem budidaya tebu yang tepat. Pemilihan bibit dan budidaya tebu yang tepat juga dapat membantu meningkatkan persentase rendemen, serta dengan adanya teknologi yang baru diharapkan dapat membantu meningkatkan persentase rendemen. Selain itu, pemerintah juga perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif guna menarik investor untuk bergabung dalam industri gula di Indonesia.
(4)
ANALISIS PERAMALAN TINGKAT PRODUKSI DAN
KONSUMSI GULA INDONESIA DALAM MENCAPAI
SWASEMBADA GULA NASIONAL
Oleh
NINDYA HERNANDA H14070088
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(5)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Nindya Hernanda
Nomor Registrasi Pokok : H14070088 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia dalam Mencapai Swasembada Gula Nasional
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr NIP. 19640529 198903 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
(6)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2011
Nindya Hernanda H14070088
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nindya Hernanda lahir pada tanggal 12 April 1989 di Cirebon, sebuah kota kecil yang berada di perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Herman dan Endang Karyani. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 1 Mertapada Kulon, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Lemahabang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Lemahabang dan lulus pada tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan kota Cirebon tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai bagian dari kepanitiaan diberbagai kegiatan kampus seperti Economic Contest 2009, Hipotex-Revolution 2008 dan 2009, Politik Ceria 2009, dan turut menjadi bagian dari kepengurusan Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Kekeluargaan Cirebon. Selain itu penulis juga merupakan salah satu Entrepreuner muda yang menjadi pemenang ‘Program εahasiswa Wirausaha IPB 2010’ dengan usaha Batik Kontemporer yang digelutinya semenjak duduk dibangku semester lima.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul Skripsi ini adalah “Analisis Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia dalam Mencapai Swasembada Gula Nasional”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:
1. Kedua orang tua, Bapak Herman dan Ibu Endang Karyani, Kakak Ditto Hernanda dan Adik Norma Trisna Hernanda yang selalu memberikan perhatian, semangat, motivasi, dukungan baik moral maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
3. M. Parulian Hutagaol, Ph.D dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk menyempurnakan skripsi ini.
4. Obi Ichwan Herdayanto atas perhatian, semangat, motivasi dan kasih sayang serta bantuan yang telah diberikan.
5. Ajeng Endartrianti, Abdul Aziz dan Marthasari Nuringati Agustya sebagai teman satu bimbingan atas bantuan dan kerjasamanya.
6. Teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 44 atas kebersamaan dan persahabatan selama 4 tahun ini.
(9)
7. Teman-teman Wisma Pinky, Adiz, Dewi, Keristina, Norita, Bapak dan Ibu Kos serta Fazrandy yang menemani melewati hari-hari yang penuh dengan pengalaman.
8. Rani, Suhaila, Anggi, Indah, Rini, Fery, Yoga, Ida, Riri, Delta terimakasih atas persahabatan yang menyenangkan.
9. Sahabat-sahabat IKC atas kehangatan keluarga selama ini.
10.Seluruh dosen dan staf departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dan kerjasamanya.
11.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan kedepannya.
Bogor, Mei 2011
Nindya Hernanda H14070088
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Karakteristik Tebu ... 14
2.2 Konsumsi dan Produksi Gula ... 17
2.3 Swasembada Gula ... 19
2.4 Teori Peramalan ... 21
2.5 Metode Peramalan Time Series ... 23
A. Metode Naive ... 25
B. Metode Smoothing ... 25
B.1 Metode Rata-rata ... 26
B.1.1 Metode Rata-rata Sederhana (Simple Average) ... 26
B.1.2 Metode Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average) ... 26
B.2 Metode Eksponensial ... 27
B.2.1 Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing)... 27
B.2.2 Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Holt (Holt’s Double Exponential Smoothing) ... 28
B.2.3 Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Winters (Winters’s Double Exponential Smoothing) ... 29
C. Metode Box-Jenkins (ARIMA) ... 30
2.6 Metode Regresi Berganda ... 33
2.7 Tinjauan Penelitian Empirik ... 34
(11)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data ... 38
3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38
3.2.1 Metode Box-Jenkins (ARIMA) ... 38
3.2.2 Metode Regresi Berganda ... 46
IV. PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA DI INDONESIA ... 51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Model ARIMA untuk Produksi dan Konsumsi Gula Nasional ... 55
5.1.1 Penstasioneran Data ... 55
5.1.2 Identifikasi Model Sementara ... 59
5.1.3 Estimasi dan Diagnostic Checking ... 61
5.1.4 Peramalan Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia ... 63
5.2 Implikasi Hasil Peramalan Terhadap Pencapaian Swasembada Gula Nasional ... 64
5.3Perbandingan Hasil Peramalan dengan Proyeksi Pemerintah ... 67
5.4Alternatif Kebijakan untuk Mencapai Swasembada Gula Tahun 2014 ... 71
5.4.1 Skenario 1: Kombinasi Peningkatan Luas Areal, Produktivitas dan Rendemen Tanpa Kebijakan Penambahan Pabrik Gula Baru ... 73
5.4.2 Skenario 2: Kombinasi Peningkatan Luas Areal, Produktivitas dan Rendemen Dengan Kebijakan Penambahan Pabrik Gula Baru ... 75
VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 80
6.2 Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 84
(12)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1 Jumlah Pabrik Gula dan Kapasitas Giling Pabrik Gula di
Indonesia Tahun 2010 ... 3
1.2 Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Tahun 2000-2010 ... 4
1.3 Jumlah Impor Gula Indonesia Tahun 2003-2010 ... 5
3.1 Pola ACF dan PACF pada Model ARIMA ... 41
5.1 Model ARIMA (2,1,2) untuk Data Produksi Gula Nasional ... 62
5.2 Model ARIMA (1,1,3) untuk Data Konsumsi Gula Nasional ... 63
5.3 Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Gula dalam Bentuk Logaritma Natural (ln)... 64
5.4 Hasil Peramalan Model ARIMA (2,1,2) Untuk Produksi dan ARIMA (1,1,3) Untuk Konsumsi Gula Nasional (diolah) ... 64
5.5 Sasaran Swasembada Gula Pada Tahun 2014 ... 68
5.6 Proyeksi Pencapaian Swasembada Gula Nasional Oleh Pemerintah Setelah Dicanangkan Program Swasembada Gula Nasional Tahun 2014 ... 69
5.7 Hasil Peramalan dengan model ARIMA dan Proyeksi Pemerintah Terhadap Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Nasional padaTahun 2011-2014 ... 70
5.8 Hasil Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula dengan Model ARIMA untuk tahun 2011-2025... 70
5.9 Skenario 1: Upaya Pencapaian Swasembada Gula Melalui Peningkatan Luas Areal, Produktivitas Tebu dan Rendemen ... 71
5.10 Skenario 2: Upaya Pencapaian Swasembada Gula Melalui Program Penambahan Pabrik Gula Baru ... 73
(13)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1 Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia Tahun 2000-2010 ... 8
2.1 Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula ... 16
2.2 Diagram Pohon Industri dari Tebu ... 19
2.3 Kerangka Pemikiran ... 37
5.1 Perkembangan Produksi Gula di Indonesia (diolah) ... 56
5.2 Perkembangan Konsumsi Gula di Indonesia (diolah) ... 58
5.3 Plot ACF dan PACF Data Produksi (diolah) ... 60
5.4 Plot ACF dan PACF data konsumsi (diolah) ... 60
5.5 Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia Serta Hasil Peramalan Tahun 2000-2014 ... 65
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Produksi, Konsumsi, Luas Areal, Produktivitas dan Rendemen
Gula Tahun 1980-2010 ... 86
2. Nilai Logaritma Natural (ln) Produksi, Konsumsi, Luas Areal, Produktivitas dan Rendemen Gula Tahun 1980-2010 ... 87
3. Grafik Plot Data dan Uji Statisitk ADF Pada Level Untuk Data ln Produksi Gula Tahun 1980-2010 ... 88
4. Grafik Plot Data dan Uji Statisitk ADF Pada First Difference Untuk Data ln Produksi Gula Tahun 1980-2010 ... 89
5. Uji ACF Data ln Produksi Gula Pada First Difference ... 90
6. Uji PACF Data ln Produksi Gula Pada First Difference ... 90
7. Hasil Evaluasi Model ARIMA Terbaik Untuk Produksi Gula ... 91
8. Hasil Peramalan Produksi Gula Tahun 2011-2014 Dalam Bentuk Logaritma Natural (ln) ... 91
9. Grafik Plot Data dan Uji Statisitk ADF Pada Level Untuk Data ln Konsumsi Gula Tahun 1980-2010 ... 92
10.Grafik Plot Data dan Uji Statisitk ADF Pada First Difference Untuk Data ln Konsumsi Gula Tahun 1980-2010 ... 93
11.Uji ACF Data ln Konsumsi Gula Pada First Difference ... 94
12.Uji ACF Data ln Konsumsi Gula Pada First Difference ... 94
13.Hasil Evaluasi Model ARIMA Terbaik Untuk Konsumsi Gula ... 95
14.Hasil Peramalan Konsumsi Gula Tahun 2011-2014 Dalam Bentuk Logaritma Natural (ln) ... 95
15.Uji Regresi Berganda ... 96
16.Uji Multikolinearitas ... 96
17.Uji Heteroskedastisitas ... 97
18.Uji Autokorelasi ... 97
(15)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian
Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar gula dikonsumsi oleh
masyarakat sebagai sumber energi, pemberi cita rasa, dan sebagian lagi digunakan
sebagai bahan baku industri makanan dan minuman (Purwanto, 2006). Gula juga
merupakan komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda
dengan komoditi strategis lainnya seperti beras. Di satu sisi gula merupakan salah
satu bahan kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat secara luas. Akan tetapi
di sisi lain gula juga termasuk ke dalam komoditi yang masih terkena cukai
(Amang, 1993). Keadaan ini memengaruhi kebijakan dan sistem pergulaan yang
terjadi baik dari segi konsumsi, pengolahan dan pemasarannya. Posisinya yang
strategis menjadikan harga gula sangat sensitif, fluktuasi yang tidak stabil dapat
mengganggu perekonomian nasional.
Gula memegang peranan penting (setelah beras) dalam sistem ekonomi
pangan Indonesia karena menyentuh kebutuhan hidup rakyat banyak. Perubahan
dalam produksi, konsumsi, harga dan pemasaran gula dapat mengundang
timbulnya bermacam gejolak dalam masyarakat baik dalam hal ekonomi maupun
politik yang merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mengatasinya (Hasan,
(16)
mempunyai tujuan untuk menjamin tersedianya gula secara berkelanjutan, kapan
saja dan dimana saja serta berupaya untuk menghemat devisa.
Produksi gula nasional relatif berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kadangkala
produksinya meningkat dan sering juga menunjukkan gejala yang menurun karena
berbagai sebab. Akibat produksi gula pasir yang relatif tidak stabil, menimbulkan
masalah resiko dan ketidakpastian dalam persediaan gula di Indonesia. Pada tahun
2010 jumlah pabrik gula di Indonesia mencapai 62 unit (Tabel 1.1). Namun
produksi total dan hasil per hektar telah merosot dibandingkan dengan keadaan
pada tahun 1930-an dimana industri gula mengalami masa kejayaan. Pada
tahun-tahun tersebut, Indonesia dikenal sebagai negara yang melakukan ekspor gula
terbesar kedua setelah Cuba. Namun keadaan tersebut semakin menurun. Sejak
tahun 1966 ekspor sama sekali terhenti dan dalam jumlah tertentu gula telah
diimpor (Mubyarto, 1984).
Semenjak tahun 2008, kinerja industri gula memang mengalami
peningkatan, namun secara agregat kinerja pabrik gula saat ini masih jauh
dibandingkan dengan kinerja pabrik gula pada tahun 1930-an dimana industri gula
sempat berjaya dibawah pemerintahan Hindia-Belanda. Penyebab utama
penurunan industri gula Indonesia adalah kapasitas dan efisiensi pabrik gula (PG)
yang sangat rendah dibandingkan dengan industri gula di negara-negara penghasil
gula lainnya. Selain itu, inefisiensi di tingkat usaha tani di Indonesia dan
perdagangan gula di pasar Internasional yang sangat fluktuatif juga turut
(17)
dan regulasi juga dianggap masih kurang efektif untuk dapat mendorong
pertumbuhan industri gula.
Tabel 1.1 Jumlah Pabrik Gula dan Kapasitas Giling Pabrik Gula di Indonesia Tahun 2010
No. Perusahaan / PT. PG Jumlah PG (Unit)
Kapasitas Giling (Ton/Hari) Jawa:
1 PTPN IX 8 17.707
2 PTPN X 11 39.942
3 PTPN XI 16 39.201
4 PT Rajawali I 2 19.750
5 PT Rajawali II 5 14.000
6 PT Candi 1 2.750
7 PT Madu Baru 1 3.300
8 PT Kebon Agung 2 12.360
9 PT Industri Gula Indonesia 1 1.800
10 PT Pakis Baru 1 4.000
Jumlah Pulau Jawa 48
Luar Jawa:
1 PTPN II 2 7.162
2 PTPN VII 2 10.986
3 PTPN XIV 3 6.840
4 PT Gunung Madu Plantation 1 12.473
5 PT Sugar Group 3 27.000
6 PT PG Gorontalo 1 8.500
7 PT Pemuka Sakti Manis Indah 1 5.500
8 PT Laju Perdana Indah 1 -
Jumlah Luar Jawa 14
Jumlah Indonesia 62
Sumber : Dewan Gula Indonesia (2011)
Kondisi industri gula yang semakin menurun dari tahun ke tahun
mengakibatkan adanya kesenjangan antara produksi dan konsumsi gula nasional.
Disisi produksi, terjadi inefisiensi dari sektor on farm hingga off farm yang mengakibatkan penurunan jumlah produksi gula. Disisi konsumsi, dengan
meningkatnya jumlah penduduk, bertambahnya pendapatan per kapita, dan
(18)
terjadi pada pola konsumsi masyarakat, maka pada tahun-tahun mendatang dapat
dipastikan bahwa jumlah konsumsi gula akan terus meningkat. Keterbatasan
kapasitas produksi akan mengakibatkan selisih antara produksi dan konsumsi
selalu negatif (Tabel 1.2).
Tabel 1.2 Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Tahun 2000-2010 Tahun Produksi Gula (ton) Konsumsi Gula (ton) Defisit (ton)
2000 1.690.004 2.989.170 -1.299.166
2001 1.725.467 3.085.820 -1.360.353
2002 1.755.434 3.190.540 -1.435.106
2003 1.631.919 3.301.872 -1.669.953
2004 2.051.643 3.402.429 -1.350.786
2005 2.241.742 3.436.623 -1.194.881
2006 2.307.027 4.252.793 -1.945.766
2007 2.448.143 4.703.434 -2.255.291
2008 2.668.428 4.341.114 -1.672.686
2009 2.299.504 5.292.110 -2.992.606
2010 2.214.488 4.757.383 -2.542.895
Sumber: Dewan Gula Indonesia (2011)
Kenaikan konsumsi gula yang lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan
produksi gula, mengakibatkan perlunya impor gula (Tabel 1.3). Ketimpangan ini
perlu segera diakhiri karena mengakibatkan penggunaan devisa negara untuk
membeli gula di pasaran dunia yang seharusnya masih dapat dicukupi oleh
produksi dalam negeri. Harga gula baik domestik maupun Internasional tidak
hanya dipengaruhi oleh komoditi gula tersebut namun juga dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan politik para pemangku kekuasaan, hal ini dikarenakan
komoditi gula merupakan salah satu komoditi strategis dan sangat fluktuatif
perubahan harganya sehingga peningkatan penggunaan devisa guna memenuhi
kebutuhan gula nasional akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian
(19)
Pasar gula dunia hanya dikuasai oleh sejumlah kecil negara produsen
utama dan pedagang besar. Hal ini menunjukkan struktur pasar yang oligopolistik.
Lebih jauh lagi harga gula internasional tidak menggambarkan tingkat efisiensi
karena telah terdistorsi oleh berbagai bantuan atau subsidi domestik, pembatasan
akses pasar serta subsidi ekspor. Kebijakan pembatasan impor tidak saja
dilakukan oleh negara pengimpor tapi juga negara pengekspor (Subari, 2009).
Tabel 1.3 Jumlah Impor Gula Indonesia Tahun 2003-2010
Tahun Impor (Ton)
Gula Putih Raw Sugar Total
2003 647.908 673.399 1.321.307
2004 256.589 475.493 732.082
2005 453.160 771.555 1.224.715
2006 216.490 462.741 679.231
2007 448.681 865.746 1.314.427
2008 49.025 489.290 538.315
2009 13.000 254.230 267.230
2010 423.092 308.277 731.369
Sumber: Dewan Gula Indonesia (2011)
Ket: Raw Sugar= bahan baku gula rafinasi untuk industri
Harga gula impor yang lebih murah dengan kualitas yang tidak jauh
berbeda dengan gula lokal semakin mempersulit industri gula dalam negeri untuk
bersaing. Kesulitan tersebut semakin rumit dengan kurangnya perhatian dari
pemerintah terhadap perkembangan industri gula dalam negeri. Impor gula tidak
saja merugikan para pelaku di industri gula namun juga mengancam ketahanan
pangan nasional. Semakin tinggi tingkat impor maka semakin tinggi pula
ketergantungan terhadap negara lain yang berperan sebagai negara pengimpor.
Pemerintah memiliki kekhawatiran yang besar atas tingginya volume
(20)
yang tercantum dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Ketahanan pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial (socio security), stabilitas ekonomi, politik, keamanan dan ketahanan nasional.
Ketahanan pangan merupakan hal penting bagi negara berkembang yang
memiliki banyak penduduk namun daya belinya rendah seperti Indonesia (Subari,
2009). Salah satu upaya pemerintah untuk dapat menjaga ketahanan pangan
nasional adalah dengan mencanangkan program swasembada bahan makanan
pokok yang salah satunya adalah swasembada gula.
Swasembada dicanangkan guna mencapai kemandirian pangan mengingat
kondisi di pasar pangan dunia menunjukkan lonjakan harga yang luar biasa. Hal
tersebut merupakan dampak dari tindakan defensif dan protektif dari
negara-negara produsen utama yang mulai membatasi supply untuk pasar dunia sejak adanya isu pemanasan global. Selain itu, fenomena peralihan bahan bakar fosil
menjadi bahan bakar nabati pun ternyata turut menggerek harga beberapa
komoditi pangan yang juga merupakan bahan bakar nabati seperti tebu. Faktor
lain yang juga turut melejitkan harga pangan dunia adalah terjadinya spekulasi di
pasar uang Amerika. Prospek investasi di bidang properti yang memburuk akibat
tersandung kredit macet membuat para investor berbondong masuk dalam bisnis
komoditas pangan akibatnya terjadilah spekulasi harga pangan. Stok yang menipis
dan harga yang melejit mau tidak mau membuat negara importir pangan seperti
(21)
Dengan menilik sejarah mengenai perkembangan industri gula, Indonesia
sangat berpotensi untuk dapat mengembangkan industri gula sehingga mampu
mencapai kejayaannya kembali. Sebagai upaya mendukung pengembangan
industri gula dalam negeri, pemerintah menetapkan program pencapaian
swasembada gula nasional pada tahun 2014 mendatang. Kebijakan tersebut
sebagai upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional mengingat
gula merupakan salah satu komoditi strategis dalam perekonomian Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Peningkatan kebutuhan gula nasional masih belum dapat terpenuhi hanya
dengan mengandalkan produksi dalam negeri (Gambar 1.1). Oleh sebab itu,
pemerintah masih melakukan impor guna memenuhi permintaan gula dalam
negeri yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan konsumsi gula
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk dan konsumsi gula per
kapita serta perkembangan industri makanan, minuman dan farmasi yang
menggunakan gula sebagai inputnya. Sedangkan perkembangan produksi tidak
lepas dari perkembangan luas areal perkebunan, produktivitas tebu dan tingkat
rendemennya. Besarnya konsumsi gula per kapita tahun 2010 mencapai 12 kg per
kapita per tahun dan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen per tahun
(22)
Gambar 1.1 Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia Tahun 2000-2010
Industri gula Indonesia dimasa yang akan datang akan menghadapi
perubahan lingkungan yang berbeda dan dinamis baik dari sisi eksternal maupun
internal. Dari sisi eksternal yang ditandai dengan adanya liberalisasi perdagangan
dunia, sedangkan dari sisi internal mulai dari kurang efisiennya industri gula
dalam negeri, tuntutan konsumen yang menginginkan harga yang rendah serta
tuntutan petani tebu untuk meningkatkan kesejahteraannya (Hafsah, 2003).
Menurut Hafsah (2003) kemampuan Indonesia dalam mengelola industri
gula dan menjadi produsen gula telah diperhitungkan dunia karena: (1) telah
dibuktikan oleh sejarah masa lalu, Indonesia sebagai salah satu eksportir gula
dunia, (2) potensi sumberdaya alam berupa tanah, agroekologi cukup tersedia, (3)
sumberdaya manusia disamping cukup juga telah berpengalaman dalam usaha
tani, pengolahan dan tataniaga gula, (4) potensi pasar dalam negeri cukup tinggi
dan (5) teknologi terutama kultur teknis cukup tersedia. Salah satu cara untuk
mengetahui kemampuan Indonesia dalam memproduksi gula dan tingkat
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
R
ib
u
To
n
Produksi Konsumsi
(23)
konsumsinya adalah dengan melakukan peramalan produksi dan konsumsi gula
untuk beberapa tahun yang akan datang.
Pemerintah mencanangkan pencapaian program swasembada gula nasional
pada tahun 2014. Selain merencanakan program tersebut, pemerintah juga
menetapkan sasaran-sasaran yang akan dicapai dalam setiap tahunnya dan
melakukan proyeksi serta peramalan untuk melihat kemungkinan pencapaian
sasaran-sasaran tersebut. Dalam melakukan peramalan, pemerintah menggunakan
asumsi-asumsi yang berkaitan erat dengan kondisi masyarakat yaitu laju
peningkatan jumlah penduduk, laju peningkatan daya beli masyarakat, besarnya
konsumsi gula per kapita per tahun dan laju peningkatan konsumsi gula untuk
industri. Seluruh kebijakan dan langkah-langkah untuk mewujudkan swasembada
gula nasional tertuang dalam roadmap swasembada gula.
Peramalan yang dilakukan oleh pemerintah yang didasari oleh berbagai
asumsi mempunyai keterbatasan salah satunya adalah perbedaan antara asumsi
yang digunakan dengan kenyataan di lapangan yang sering terjadi sehingga
menyebabkan adanya bias pada hasil peramalan yang dilakukan. Selain itu, hasil
peramalan tidak mampu memperlihatkan pola fluktuasi produksi dan konsumsi
gula, sehingga diperlukan peramalan dengan memanfaatkan pola yang terjadi
pada data produksi dan konsumsi gula untuk mendapatkan hasil peramalan dari
sudut pandang lain.
Sesuai dengan program pemerintah mewujudkan swasembada gula
nasional pada tahun 2014 maka peramalan dilakukan untuk empat tahun yang
(24)
perencanaan dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Diperlukan
rumusan kebijakan menyangkut seluruh aspek sosial ekonomi dan teknis
pergulaan agar pembangunan industri gula dan perkembangannya dapat terwujud
sehingga dapat menempatkan posisi Indonesia sebagai produsen gula terkemuka
di dunia. Adanya ketidakpastian dalam produksi dan konsumsi gula yang
disebabkan oleh berbagai faktor mengindikasikan bahwa peramalan memang
penting dilakukan. Dengan adanya peramalan maka dapat diketahui target
produksi gula yang harus dicapai agar pencapaian swasembada gula dapat
diupayakan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dibahas,
diantaranya:
1. Bagaimana tingkat produksi dan konsumsi gula di Indonesia, apakah
target swasembada gula nasional pada tahun 2014 dapat tercapai ?
2. Alternatif upaya apa yang harus dilakukan untuk mencapai swasembada
gula nasional pada tahun 2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan melihat
bagaimana kondisi tingkat produksi dan konsumsi gula di Indonesia hingga tahun
2014 dan gambaran pencapaian swasembada gula nasional melalui skenario
kebijakan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pemerintah. Secara
(25)
1. Menganalisis perkembangan tingkat produksi dan konsumsi gula
nasional hingga tahun 2014.
2. Menganalisis upaya yang dapat dijadikan alternatif dalam mendorong
pencapaian swasembada gula nasional pada tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi industri gula di Indonesia dan kemungkinan
pencapaian swasembada gula nasional pada tahun 2014. Dengan mengetahui
kondisi industri gula di Indonesia diharapkan mampu memberikan informasi
kepada pemerintah, para pengusaha dan investor di bidang pergulaan serta
masyarakat untuk dapat mengambil langkah-langkah tepat guna mendukung
perkembangan industri gula Indonesia.
Secara khusus manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah sebagai pembuat dan pengambil kebijakan, penelitian ini
berguna sebagai gambaran keadaan industri gula di Indonesia meliputi
kapasitas produksi, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia, dan pengaruh
perluasan area serta produktivitas yang dapat dijadikan bahan acuan dalam
perumusan kebijakan sehingga menghasilkan kebijakan yang tepat dan
mampu mendorong pertumbuhan industri gula di Indonesia.
2. Bagi para pelaku usaha, penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran
(26)
mengambil langkah-langkah yang tepat guna mengembangkan usahanya
dalam menghadapi persaingan global.
3. Bagi penulis, penulisan ini berguna sebagai sarana menambah
pengetahuan tentang kondisi industri gula Indonesia pada saat ini dan
permasalahan serta kendala yang dihadapinya sehingga mampu menjawab
tantangan-tantangan yang ada dihadapannya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis mengenai tingkat produksi
dan tingkat konsumsi gula di Indonesia sehingga dapat melihat dampaknya
terhadap pencapaian target swasembada gula di tahun 2014. Analisis diawali
dengan melihat pola pergerakan produksi dan konsumsi gula di Indonesia
kemudian membuat model yang paling tepat untuk menggambarkan pergerakan
tingkat produksi dan konsumsi sehingga dapat dilakukan peramalan apakah pada
tahun 2014 dapat dicapai swasembada gula nasional. Selain itu, penelitian ini juga
melihat bagaimana kombinasi peningkatan luas areal, produktivitas dan rendemen
tanpa kebijakan penambahan pabrik gula baru dan dengan kebijakan penambahan
pabrik gula baru yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai upaya pencapaian
swasembada gula nasional 2014.
Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain:
1. Data yang digunakan adalah data tahunan (1980-2010) sehingga model
yang dihasilkan tidak mampu menggambarkan fluktuasi bulanan maupun
(27)
2. Adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
sebenarnya mampu menjelaskan permasalahan seputar industri gula tidak
termasuk ke dalam variabel yang dijelaskan dalam penelitian ini. Sehingga
(28)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Karakteristik Produksi Tebu
Tebu (Sacharum officanarum) merupakan bahan baku utama produksi gula. Oleh karena itu, peningkatan produksi gula sangat erat kaitannya dengan
pengembangan tanaman tebu. Mengetahui karakteristik produksi dan komoditi
tebu sangat penting untuk dapat meningkatkan produktivitas dan produksi tebu.
Komoditi tebu dihasilkan dalam jumlah yang besar yang tidak dapat disimpan
lama (Mochtar, 1982).
Penanaman tebu dilakukan pada bulan-bulan tertentu dengan
mempertimbangkan kesesuaian iklim atau lingkungan yang tepat pada masa giling
pabrik. Tebu biasanya ditanam pada akhir musim kemarau setelah panen padi
musim hujan. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap mutu tebu
khususnya kondisi lahan dan curah hujan. Tanaman tebu membutuhkan banyak
air pada masa vegetatif dan membutuhkan lingkungan yang kering pada saat
proses pemasakannya. Apabila masa tanam tidak sesuai dengan jadwal tanam
yang telah direncanakan, maka kemungkinan akan terjadi resiko keterlambatan
tebang atau tebang lebih awal, sehingga tingkat rendemen tebu yang dicapai tidak
optimal. Tanaman tebu ditebang pada umur rata-rata 12-14 bulan untuk mencapai
kadar sukrosa 10 persen. Semakin lama masa panennya, kadar sukrosa bisa
meningkat 14 sampai 15 persen (Mubyarto, 1984). Setelah dipanen sekali, tebu
bisa dibiarkan tumbuh kembali untuk dipanen kedua kalinya dengan rumpun
(29)
Pemanenan tebu merupakan serangkaian kegiatan penebangan dan
pengangkutan dari kebun ke pabrik. Dalam pelaksanaannya memerlukan
perencanaan yang matang dan koordinasi yang baik untuk mencapai hasil yang
maksimal. Penebangan adalah kegiatan penyiapan tebu untuk diangkut ke pabrik,
dimana kegiatannya sendiri terdiri dari penebangan, pembersihan dari segala
kotoran dan penyiapan tebu ke pengangkutan. Tebu ditebang jika telah masak dan
memiliki rendemen cukup tinggi. Kegiatan pengangkutan tebu harus dilakukan
dengan cepat dan aman dalam arti tidak menimbulkan kerusakan atau kehilangan
nira pada tebu selama pengangkutan, memenuhi target giling setiap harinya, tidak
merusak lingkungan dan dalam jangkauan biaya (Mochtar, 1982)
Tebu memerlukan pengangkutan yang cepat agar segera dapat digiling.
Sifatnya yang tak tahan lama ini berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas gula
yang dihasilkan. Tebu yang telah dipotong harus segera sampai di pabrik untuk
diproses. Keterlambatan akan mengakibatkan sulitnya kristalisasi atau
pembusukan dan pengasaman tebu (Mubyarto, 1984). Proses tebang, muat, dan
angkut dapat mengakibatkan susut rendemen gula yang dihasilkan. Notojoewono
(1984) menyatakan bahwa kehilangan gula dari saat tebang sampai akhir
pengolahan dapat mencapai 35 persen. Kehilangan yang terjadi pada saat tebang
sampai giling berkisar 5 sampai 25 persen. Kehilangan ini terutama disebabkan
keterlambatan giling sehingga tebu menjadi rusak. Kerusakan tebu tidak hanya
menyebabkan kehilangan gula, tetapi juga menyebabkan pengolahan tebu menjadi
(30)
Menggiling tebu merupakan kegiatan musiman, dimulai bulan Mei atau
Juni dan diteruskan sampai September atau Oktober, tetapi beberapa pabrik hanya
menggiling beberapa saat saja selama musim giling. Industri gula merupakan
industri yang menggunakan labor intensif. Namun kebutuhan tenaga kerjanya terpusat hanya dalam periode tertentu dan jangka waktu yang pendek. Selama
masa giling, penanaman dan pemungutan hasil semuanya dikerjakan oleh
manusia, hanya sedikit yang menggunakan mesin. Tebu diproses melalui
beberapa tahap untuk menghasilkan gula (Gambar 2.1). Akibat pengolahan ini
identitas tebu hilang. Kualitas gula yang dihasilkan relatif berbeda antara satu
pabrik dengan pabrik lain.
Sumber: Soekartawi (2006)
(31)
2.2 Konsumsi dan Produksi Gula
Dalam sistem pergulaan nasional kebutuhan gula dibagi dua yaitu untuk
konsumsi langsung (rumahtangga) dengan kualitas gula kristal putih (GKP) dan
kebutuhan tidak langsung untuk industri makanan, minuman dan farmasi dengan
kualitas gula kristal rafinasi (GKR). Konsumsi langsung dapat diartikan bahwa
masyarakat mengkonsumsi langsung dalam bentuk gula pasir untuk menu
makanan atau minuman sehari-hari, sedangkan konsumsi tidak langsung
merupakan konsumsi gula yang dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk
makanan atau minuman (produk olahan) yang menggunakan gula pasir atau
turunannya sebagai pemanis atau pengawet (Dewan Gula Indonesia, 2006).
Kebudayaan mengkonsumsi gula di Indonesia sudah berjalan seiring
dengan tumbuhnya budaya bangsa Indonesia. Tinjauan dari aspek perkembangan
konsumsi gula pasir di Indonesia sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat
yang sangat menentukan keputusan dalam mengkonsumsi gula. Gula pasir
merupakan sumber energi karena gula merupakan salah satu dari kelompok
karbohidrat yang dapat menghasilkan energi bagi tubuh. Posisi gula pasir sebagai
pemanis yang dikonsumsi oleh masyarakat sulit digantikan dengan bahan pemanis
alami lainnya yang berasal dari buah-buahan. Selain persepsi masyarakat, jumlah
penduduk dan banyaknya industri yang menggunakan gula sebagai bahan
bakunya juga sangat memengaruhi tingkat konsumsi gula nasional.
Dalam perindustrian gula yang mengolah bahan baku (raw material) tebu menjadi gula pasir akan sangat tergantung pada beberapa faktor. Secara garis
(32)
akan dihasilkan. Besarnya rendemen 75 persen tergantung dari faktor luar pabrik
dan 25 persen tergantung faktor dalam pabrik. Rendemen tebu merupakan nilai
persentase kadar gula yang terkandung dalam satu satuan unit berat tebu. Faktor
luar pabrik terkait dengan tanaman tebu yaitu kandungan sukrosa, sabut maupun
kadar nira dalam tebu pada saat ditebang. Faktor ini merupakan tugas dari bidang
tanaman yang meliputi pemilihan varietas tebu dan teknik budidaya tebu yang
menyangkut jenis tanah dan cara pengolahannya, masa tanam, pemupukan,
pengairan, perlindungan tanaman, masalah panen dan pascapanen. Faktor dalam
pabrik, yaitu faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya hasil gula yang dicapai
mulai dari menggiling tebu, kemudian mengolah nira mentah yang diperoleh
sampai menjadi gula (Sumarno, 1996).
Komoditi gula mempunyai karakteristik yang unik. Gula (hablur) yang
dihasilkan sangat tergantung pada kualitas tebu yang ditanam. Hal inilah yang
menyulitkan pemasaran. Selain itu, produk gula juga sangat dipengaruhi oleh
musim, sehingga produksi tidak merata sepanjang tahun. Sifat komoditinya relatif
homogen perbedaan hanya pada kualitasnya. Akibatnya harga harus identik
dengan kualitas sehingga masalah kualitas sangat menentukan dalam pemasaran
(Hasan, 1983).
Selain menjadi gula, tebu juga menghasilkan hasil sampingan lainnya
(Gambar 2.2). Hasil sampingan dari pengolahan tebu tersebut beberapa
diantaranya merupakan input bagi industri lain seperti industri makanan ternak.
Hal tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara industri tebu dengan
(33)
Sumber: Ditjen Perkebunan (1980)
Gambar 2.2 Diagram Pohon Industri dari Tebu
2.3 Swasembada Gula
Pengertian umum swasembada untuk suatu produk di suatu negara akan
tercapai apabila secara netto jumlah produk dalam negeri minimal mencapai 90
persen dari jumlah konsumsi domestiknya, baik untuk memenuhi konsumsi
rumahtangga, industri maupun neraca perdagangan nasional. Dengan pengertian
(34)
dalam negeri telah mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional baik konsumsi
langsung maupun konsumsi tidak langsung dan memenuhi neraca gula nasional
(Ditjen Perkebunan, 2006).
Pemerintah berupaya untuk mewujudkan swasembada gula di Indonesia
dengan sasaran:
(a) Jangka Pendek (2010–2014)
1. Tercapainya swasembada gula nasional tahun 2014 (Gula Kristal Putih,
Gula Kristal Rafinasi dan Raw Sugar).
2. Berhasilnya revitalisasi program pabrik gula melalui peningkatan mutu
dan volume produksi gula kristal putih.
3. Meningkatnya produksi raw sugar dalam negeri. 4. Memberlakukan SNI wajib gula putih.
(b) Jangka Menengah (2015–2020)
1. Pemenuhan berbagai jenis gula dari produksi dalam negeri
2. Ekspor gula setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi
3. Restrukturisasi teknologi proses pada Industri gula sesuai
perkembangan yang terjadi.
4. Penghapusan dekotomi pasar gula rafinasi yang dapat pula dijual ke
konsumen langsung.
(c) Jangka Panjang (2020–2025): Indonesia menjadi negara produsen gula yang mampu memasok kebutuhan gula negara-negara lain di Asia Pasifik.
(35)
Tujuan Program Swasembada Gula
1. Memenuhi kebutuhan gula nasional secara keseluruhan, baik untuk
konsumsi langsung maupun industri;
2. Mendayagunakan sumberdaya/aset secara optimal berdasarkan prinsip
keunggulan kompetitif wilayah dan efisiensi secara nasional;
3. Meningkatkan kesejahteraan petani/ produsen dan stakeholder lainnya; 4. Memperluas kesempatan kerja dan peluang berusaha dikawasan pedesaan,
sehingga secara nyata berdampak positif terhadap pemberantasan
kemiskinan (Ditjen Perkebunan, 2006).
2.4 Teori Peramalan
Peramalan merupakan dasar untuk penyusunan rencana yang digunakan
untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Peramalan dilakukan dengan menggunakan berbagai metode sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Peramalan diperlukan karena adanya perbedaan waktu antara
kesadaran akan dibutuhkannya suatu kebijakan baru dengan waktu pelaksanaan
kebijakan tersebut. Jadi, dalam menentukan kebijakan perlu diperkirakan
kesempatan atau peluang yang ada dan ancaman yang mungkin terjadi. Efektif
atau tidaknya suatu rencana yang telah disusun sangat ditentukan oleh
kemampuan para penyusunnya untuk meramalkan situasi dan kondisi pada saat
rencana tersebut dilaksanakan. Oleh karena itu, peramalan sangat diperlukan guna
memberi gambaran pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan yang efektif
(36)
Dilihat dari sifat penyusunannya, peramalan dapat dibedakan menjadi:
(1) Peramalan subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau
intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan dari
penyusun sangat menentukan baik atau tidaknya hasil peramalan tersebut.
(2) Peramalan objektif, merupakan peramalan yang didasarkan atas data yang
relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan
metode-metode dalam penganalisaan data tersebut.
Jika dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, peramalan dapat dibedakan
menjadi:
a. Peramalan jangka panjang, yaitu penyusunan hasil peramalan yang jangka
waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga semester. Misalnya,
penyusunan rencana pembangunan suatu negara atau daerah.
b. Peramalan jangka pendek, yaitu penyusunan hasil peramalan dengan
jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun atau tiga semester.
Misalnya, rencana kerja operasional dan anggaran yang disusun sebagai
rencana tahunan.
Berdasarkan sifat peramalan yang disusun, peramalan dapat dibedakan menjadi:
1) Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas hasil
penyelidikan dari data kualitatif pada masa lalu. Hasil peramalan akan
sangat tergantung pada pemikiran para penyusunnya yang bersifat intuisi,
judgement atau pendapat dan pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya.
(37)
2) Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data
kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan sangat tergantung pada metode
yang digunakan dalam peramalan tersebut. Hal yang harus diperhatikan
adalah baik atau tidaknya metode yang digunakan.
Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi
seperti (Assauri, 1984):
a. Adanya informasi tentang keadaan yang lain
b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data
c. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada
masa yang akan datang.
2.5 Metode Peramalan Time Series
Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang
akan terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu
(Assauri, 1984). Metode time series ini merupakan suatu metode yang mengasumsikan nilai dari suatu peubah pada masa yang akan datang mengikuti
pola data peubah tersebut pada waktu sebelumnya. Keberhasilan dari suatu
peramalan sangat ditentukan oleh (1) pengetahuan tentang informasi data masa
lalu yang dibutuhkan, informasi ini bersifat kuantitatif, (2) teknik dan metode
peramalan (Assauri, 1984)
Langkah pertama yang dilakukan dalam metode peramalan adalah
menentukan jenis data. Jenis pola data dapat dilihat dengan melakukan
(38)
metode yang paling tepat untuk menganalisa data tersebut. Penggunaan metode
analisis yang tepat akan dapat menjadikan hasil dari analisis akurat dan lebih
mudah diinterpretasikan.
Plot data dibuat dengan tujuan melihat:
a. Keragaan fluktuasi produksi dan konsumsi sebagai pertimbangan awal
yang membantu dalam pemilihan metode peramalan kuantitatif didalam
pengolahan selanjutnya.
b. Membantu melihat pencilan-pencilan data yang disebabkan oleh aspek
human error dalam database serial produksi dan konsumsi. Plot data dapat dibedakan menjadi 4 jenis siklis dan trend, yaitu:
a. Pola horizontal, terjadi bila nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata
yang konstan atau stasioner terhadap nilai rata-ratanya.
b. Pola musiman, terjadi bila suatu deret data dipengaruhi oleh faktor
musiman misalnya kuartalan tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada
minggu tertentu.
c. Pola siklis, terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka
panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
d. Pola trend, terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka
panjang dalam data.
Setelah menentukan jenis pola data dari data yang akan dianalisa, maka dapat
ditentukan model peramalan yang paling tepat digunakan sehingga mampu
(39)
Pada dasarnya metode peramalan time series terdiri dari: A.Metode Naive
Menurut Mulyono (2000) dalam model naive keadaan sekarang merupakan penjelas yang baik untuk masa yang akan datang. Metode ini
menganggap bahwa di masa depan suatu sistem cenderung mempertahankan
momentum (enggan berubah dari) masa silam. Model naive merupakan metode yang paling sederhana dan mudah digunakan tanpa bantuan komputer. Pada
model naive, nilai data aktual terakhir dijadikan dasar peramalan untuk periode berikutnya. Metode ini cocok untuk pola data horizontal dan relatif konstan dan
hanya mampu menghasilkan ramalan satu periode ke depan.
Bentuk persamaan umum dari model naive adalah (Hanke, 2005):
(2.1)
dimana:
: nilai ramalan untuk periode satu periode ke depan
Yt : nilai aktual pada waktu ke-t
B.Metode Smoothing
Metode smoothing atau pemulusan digunakan untuk mengurangi ketidakteraturan musiman dari data yang lalu maupun keduanya dengan membuat
rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Metode ini lebih tepat jika
diterapkan dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang menjadi
kurang tepat. Data yang dibutuhkan untuk menggunakan metode ini adalah
minimum dua tahun atau dua periode waktu. Contoh kasus yang dapat
(40)
produk dan keuangan. Metode smoothing terdiri dari metode rata-rata dan metode smoothing eksponensial.
B.1 Metode Rata-rata
Metode ini menetapkan bahwa rata-rata pada sekelompok data pada masa
lalu dapat dijadikan acuan dalam peramalan periode mendatang. Metode ini dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
B.1.1 Metode Rata-rata Sederhana (Simple Average)
Metode ini memakai nilai rata-rata dari seluruh nilai ramalan periode
berikutnya. Jika data yang digunakan telah berkisar pada nilai tengahnya atau
stasioner, dengan cara tersebut nilai ramalan akan lebih akurat. Metode ini tidak
memperhitungkan trend dan musiman, dan hanya mampu memberikan ramalan
untuk satu periode ke depan serta tidak praktis karena peramal harus menyimpan
semua data historis nilai rata-rata data secara keseluruhan ramalan untuk periode
berikutnya.
Bentuk umum persamaan metode Simple Average, yaitu:
(2.2)
dimana : = nilai ramalan untuk satu periode ke depan Yt = nilai aktual pada waktu ke-t
B.1.2 Metode Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average) Mulyono (2000) menjelaskan bahwa metode simple moving average digunakan dengan memodifikasi pengaruh data masa lalu terhadap nilai rata-rata
(41)
peramalan. Jika terdapat observasi baru, maka rata-rata yang baru dapat dihitung
dengan menghilangkan data terlama dan menggantinya dengan data terbaru.
Persamaan umum untuk metode rata-rata bergerak sederhana adalah:
(2.3)
dimana:
= nilai ramalan untuk satu periode ke depan
Yt = nilai aktual pada waktu ke-t
k = ordo dari rata-rata bergerak
Yt - k+1 = nilai pada waktu sebelum t dengan ordo selanjutnya (k+1)
B.2 Metode Eksponensial
Metode ini dilakukan dengan merevisi nilai ramalan secara terus menerus
dengan mempertimbangkan fluktuasi data terakhir untuk dapat menghilangkan
komponen random dari data tersebut. Kelebihan metode ini adalah lebih akurat
untuk peramalan dalam jangka pendek, lebih mudah dalam penyiapan peramalan,
tidak membutuhkan data historis yang besar, dan peramalan untuk periode
berikutnya mudah dihitung. Namun, pada tahap awal membutuhkan waktu untuk
mendapatkan pembobot yang optimal dan nilai tersebut harus selalu dimonitor.
Metode peramalan ini terdiri dari dua kelompok, yaitu:
B.2.1 Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing)
Metode ini cocok digunakan untuk peramalan jangka pendek dengan
memanfaatkan data time series tanpa trend. Metode ini memiliki keunggulan yaitu kemudahan penyimpanan data. Kelemahannya terletak pada penentuan nilai
(42)
koefisien pemulusan (α) yang optimal. Penentuan tersebut dengan cara melakukan coba-coba secara berulang sampai menemukan koefisien yang optimal. Hal
tersebut menjadikan metode ini cukup menyita waktu.
Bentuk persamaan umum dari metode eksponensial tunggal adalah:
(2.4)
dimana:
= nilai ramalan untuk satu periode ke depan
= nilai ramalan pada waktu ke-t
α = koefisien pemulusan (0 < α < 1) = nilai aktual pada periode ke-t
B.2.2 Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Holt (Holt’s Double Exponential Smoothing)
Dalam metode eksponensial berganda Holt, peramalan tidak menggunakan
perhitungan pemulusan berganda secara langsung, menghaluskan nilai trend dengan konstanta yang berbeda dari konstanta yang digunakan pada serial data
merupakan cara peramalannya. Persamaan yang digunakan dalam metode ini
terdiri dari tiga persamaan yaitu persamaan perhitungan untuk smoothing
eksponensial data, trend dugaan dan peramalan periode mendatang. Tingkat kerumitan dalam penggunaan metode ini cukup tinggi dimana peramal harus
menemukan dua parameter yaitu koefisien pemulusan (α) dan koefisien estimasi trend () yang optimal. Penentuan tersebut dilakukan dengan cara coba-coba.
(43)
Tiga bentuk umum persamaan eksponensial ganda Holt yang digunakan, yaitu:
1. Pemulusan eksponensial:
(2.5)
2. Estimasi trend
(2.6)
3. Peramalan periode ke-p
(2.7)
dimana:
= nilai pemulusan aktual (estimasi level saat ini)
= koefisien pemulusan pada level (0 < < 1)
= nilai aktual pada periode ke-t
= koefisien estimasi trend (0 < < 1)
= estimasi trend
= periode peramalan di masa yang akan datang
= peramalan untuk periode ke- pada waktu yang akan datang
B.2.3 Metode Eksponensial Ganda Winters (Winters’s Double Exponential Smoothing)
Metode ini memperhitungkan adanya trend dan pola musiman. Persamaan yang digunakan dalam metode ini terdiri dari empat persamaan yaitu persamaan
perhitungan untuk pemulusan eksponensial data, estimasi trend, estimasi musiman dan peramalan periode mendatang. Dalam metode ini juga diperlukan koefisien untuk pemulusan eksponensial data (α), koefisien untuk estimasi trend () dan koefisien untuk estimasi musiman (). Koefisien-koefisien tersebut ditentukan
(44)
dengan cara coba-coba sampai menemukan koefisien yang optimal yang mampu
mewakili variabelnya.
Empat persamaan yang digunakan dalam metode Winters’, yaitu: 1. Exponentially smoothed series
(2.8) 2. Estimasi trend
(2.9)
3. Estimasi musiman
(2.10)
4. Peramalan untuk periode ke-p
(2.11)
dimana:
= nilai pemulusan aktual
= koefisien pemulusan untuk level = nilai aktual pada periode ke-t
= koefisien pemulusan untuk estimasi trend = estimasi trend
= koefisien pemulusan untuk estimasi musiman = estimasi musiman
= periode peramalan di masa yang akan datang = panjang musim
= peramalan untuk periode ke-p
C.Metode Box-Jenkins (ARIMA)
Metode Box-Jenkins atau ARIMA merupakan metode yang menggunakan
dasar deret waktu dengan model matematis, dengan tujuan agar kesalahan yang
(45)
membutuhkan identifikasi model dan estimasi parameternya. Metode ini sangat
baik digunakan dalam peramalan jangka pendek. Metode Box Jenkins atau
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan gabungan dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Model ARIMA memperlihatkan variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel dependen itu
sendiri pada periode-periode sebelumnya. Yang membedakan model AR dan MA
adalah pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR
adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Yt) itu sendiri. Sedangkan pada model MA, variabel independennya adalah nilai residual pada periode sebelumnya.
Hanke (2005) menjelaskan alasan penggunaan metode ARIMA yaitu:
1. Metode tersebut dapat menghasilkan ramalan akurat berdasarkan uraian
pola data historis dibandingkan dengan metode peramalan time series lainnya.
2. Model ARIMA merupakan gabungan autoregressive (AR) dengan moving average (MA) sehingga model ini lebih lengkap dibandingkan dengan metode peramalan time series lainnya. Model ARIMA adalah jenis model
linear yang mampu mewakili deret waktu yang stasioner maupun
nonstasioner.
3. Dalam peramalan ini tidak mengikutsertakan variabel bebas, seperti harga,
produktivitas, daya beli konsumen, dan sebagainya, sehingga model
ARIMA hanya menggunakan informasi dalam deret itu sendiri untuk
(46)
gula nasional tahunan (1980-2010) akan meramalkan konsumsi dan
produksi gula nasional di tahun-tahun yang akan datang (2011-2014).
4. Time series yang memiliki trend sebaiknya menggunakan teknik-teknik peramalan seperti rata-rata bergerak (moving average), exponential smoothing Holt, exponential smoothing Winter’s, regresi linear sederhana, dan ARIMA. Namun, karena rata-rata bergerak hanya dapat meramalkan
satu periode ke depan, exponential smoothing tipe Holt lebih cocok untuk data yang stasioner, regresi linear sederhana dapat digunakan jika terdapat
variabel bebas, sehingga yang paling tepat dari teknik-teknik peramalan
yang ditawarkan untuk data time series dalam penelitian ini adalah model ARIMA.
Pendekatan model ARIMA memiliki keunggulan yaitu merupakan alat
yang sangat kuat dalam menyediakan peramalan jangka pendek. Model ARIMA
agak fleksibel dan dapat mewakili rentang yang lebar dari karakteristik deret
waktu yang terjadi dalam prakteknya. Selain memiliki keunggulan, metode
ARIMA juga memiliki keterbatasan dalam penggunaannya. Adapun beberapa
kekurangan yang dimiliki oleh model ARIMA adalah:
1. Diperlukan data dalam jumlah yang besar. Untk data nonmusiman
dibutuhkan sekitar 30 atau lebih pengamatan. Sementara untuk data
musiman diperlukan sekitar 6 atau 10 tahun data, tergantung dari
(47)
2. Tidak terdapat cara yang mudah untuk memperbaharui model ARIMA
begitu data baru tersedia. Model harus secara berkala disesuaikan kembali
secara menyeluruh dan kadang model baru harus dikembangkan.
2.6Metode Regresi Berganda
Metode regresi berganda digunakan untuk mengestimasi model yang dapat
diguunakan untuk menggambarkan pengaruh variabel independen (luas areal,
produktivitas dan rendemen) terhadap variabel dependen (produksi gula). Hasil
estimasi model tersebut kemudian diuji melalui uji kriteria ekonometrika untuk
mengetahui apakah ada multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan
normalitas yang dapat memengaruhi interpretasi dari hasil analisis yang diperoleh.
Uji kriteria ekonometrika terdiri dari empat uji, yaitu:
1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi linear
diantara variabel bebas sebuah model. Jika dalam sebuah model terdapat
multikolinearitas maka akan menyebabkan nilai R-square yang tinggi dan variabel bebas yang tidak signifikan akan lebih banyak dibandingkan dengan yang
signifikan mempengaruhi model.
2. Uji Heteroskedastisitas
Kondisi heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi
dari regresi linear klasik. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari
variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi dalam linear klasik
(48)
masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan White Heteroscedasticity Test.
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu dan ruang. Masalah autokorelasi dapat diketahui dengan
menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM test. 4. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30
observasi. Pengujian ini dilakukan untuk melihat error term apakah terdistribusi secara normal. Uji ini disebut juga dengan Jarque-bera Test.
2.7Tinjauan Penelitian Empirik
Purwanto (2006) melakukan analisis mengenai peramalan konsumsi dan
produksi gula serta implikasinya terhadap pencapaian swasembada gula di
Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa Indonesia belum
mampu melaksanakan swasembada gula pada tahun 2014. Penelitian memberikan
gambaran mengenai kombinasi kebijakan pemerintah yang dapat dilakukan untuk
mendorong perkembangan industri gula dalam negeri sehingga mampu mencapai
target swasembada nasional. Kebijakan tersebut terdiri dari perluasan lahan tanpa
penambahan pabrik gula dan perluasan lahan dengan penambahan pabrik gula.
Agustina (2010) melakukan analisis mengenai pola distribusi dan integrasi
pasar gula pasir di Indonesia dengan menggunakan model IMC. Hasil dari
(49)
maupun jangka panjang yang terjadi antara 11 provinsi yaitu Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara
dengan pasar acuan yaitu Jawa Timur.
Nugroho (2008) melakukan analisis mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi impor gula di Indonesia dengan menggunakan analisis deskriptif
untuk melihat perkembangan impor gula, luas lahan, produktivitas perkebunan
tebu, produksi gula, konsumsi gula dan harga gula. Dari analisis tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa ketika terjadi peningkatan pada produksi gula, harga
gula lokal dan harga gula Internasional maka akan berdampak pada penurunan
impor gula. Sedangkan ketika konsumsi gula meningkat maka akan terjadi
peningkatan pula pada impor gula Indonesia.
Farihah (2005) meneliti tentang analisis peramalan produksi dan konsumsi
serta implikasinya terhadap pencapaian swasembada beras di Indonesia dengan
menggunakan metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Penelitian ini membandingkan antara hasil penelitian BPS dengan hasil penelitian
peneliti. Hasil yang diperoleh menunjukkan menurut hasil ramalan BPS,
Indonesia dapat mencapai swasembada beras dalam enam tahun yang akan
datang. Sedangkan menurut hasil ramalan peneliti dengan menggunakan data
produksi dan konsumsi modifikasi menunjukkan bahwa Indonesia masih belum
(50)
PERBEDAAN PENELITIAN DENGAN PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Data yang digunakan merupakan data deret waktu dengan rentang
waktu dari tahun 1980 hingga 2010. Pada tahap peramalan, metode yang
digunakan adalah ARIMA dengan menggunakan software Minitab version 14 untuk mencari model ARIMA yang paling baik dan menggunakan software Eviews version 6 untuk melakukan analisis regresi berganda sehingga dapat melihat luas areal, produktivitas dan tingkat rendemen yang harus dipenuhi pada
pencapaian swasembada gula nasional tahun 2014. Penelitian ini juga
memberikan gambaran kepada pemerintah untuk dapat merumuskan kebijakan
yang tepat guna membantu mendorong perkembangan industri gula sehingga
mampu mencapai target swasembada gula nasional pada tahun 2014.
2.8Kerangka Pemikiran
Industri gula merupakan industri yang memiliki daya saing kuat di pasar
Internasional. Hal ini disebabkan karena posisi gula sebagai komoditas agribisnis
strategis, baik dari dimensi ekonomi, sosial maupun politik (Agustina, 2010).
Diakui atau tidak, ketidakberdayaan dan kehancuran pertanian lebih banyak
bersumber pada ketidakjelasan arah politik negara. Hampir semua komoditas
pertanian yang sebenarnya dapat diupayakan mencapai peringkat swasembada
bahkan ekspor terpaksa berstatus impor. Upaya sistematis memproteksi petani
(51)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia
Peningkatan konsumsi gula
Pemenuhan konsumsi gula
Produksi gula dalam negeri Impor gula
Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Dalam Negeri
Dampaknya terhadap pencapaian swasembada gula Indonesia
Ket:
(52)
III. METODE PENELITIAN
3.1Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini mengkaji keragaan industri gula secara nasional. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang berasal dari instansi-instansi yang terkait
dengan industri gula Indonesia seperti Direktorat Jenderal Perkebunan, Dewan
Gula Indonesia, Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian serta data yang
berasal dari artikel berbagai media yang terkait dengan penelitian. Data yang
dikumpulkan berupa data time series dengan rentang waktu tahun 1980-2010.
3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan menggunakan software Minitab version 14 untuk meramalkan data produksi dan konsumsi gula nasional. Model peramalan
yang digunakan adalah ARIMA. Dari model tersebut didapat hasil peramalan
produksi dan konsumsi gula nasional hingga tahun 2014. Selain itu digunakan
pula software Eviews version 6 dalam melakukan analisis regresi untuk mendapatkan persamaan regresi yang tepat sehingga mampu menjelaskan dampak
fluktuasi produksi dan konsumsi gula nasional terhadap pencapaian swasembada
gula nasional tahun 2014.
3.2.1 Metode Box-Jenkins (ARIMA)
Metode peramalan Box-Jenkins adalah suatu metode yang sangat tepat
(53)
lainnya (Assauri, 1984). Kerumitan itu terjadi karena terdapat variasi pada pola
data yang ada. Dalam metode Box-Jenkins tidak dibutuhkan adanya asumsi
tentang suatu pola yang tetap, yang menjadikan metode ini berbeda dengan
metode-metode lainnya..
Model Box-Jenkins atau ARIMA memfokuskan pada prinsip-prinsip
regresi dan metode pemulusan (smoothing). Model ARIMA merupakan gabungan dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). ARIMA sangat bermanfaat dalam peramalan jangka pendek.
Syarat penting agar suatu data dapat dimodelkan pada metode deret waktu
ARIMA adalah kestasioneran data. Kestasioneran diperlukan untuk
mempermudah dalam identifikasi dan penarikan kesimpulan. Data deret waktu
dikatakan stasioner jika data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke
waktu. Data yang tidak stasioner pada nilai tengah dapat diatasi dengan
melakukan pembedaan atau diferensiasi derajat (d) pertama atau kedua. Sesuai dengan diferensiasi derajat berapa data tersebut mencapai kestasioneran.
Sedangkan data yang tidak stasioner pada varian diatasi dengan melakukan
transformasi.
Pendekatan Box-Jenkins ini memberikan informasi secara eksplisit untuk
memungkinkan memikirkan atau memutuskan apakah pola yang diasumsikan
tersebut adalah tepat atau benar untuk keadaan atau situasi yang telah terjadi.
Proses yang dilakukan berulang memungkinkan kita untuk sampai pada suatu
model peramalan yang memberikan keoptimisan dalam ukuran pola dasar dan
(54)
Dalam peramalannya, ARIMA menggunakan informasi dari variabelnya
sendiri karena tidak mengikutsertakan variabel bebas dalam pembentukan
modelnya. Peramalan model Autoregressive (AR) didasarkan pada fungsi dari nilai pengamatan masa lalu dalam jumlah terbatas. Sedangkan peramalan model
rata-rata bergerak (MA) berdasarkan kombinasi linear galat masa lalu dalam
jumlah terbatas pula.
Gabungan dari Autoregressive (p) dan Moving Average (q) akan membentuk model ARIMA (p,d,q) dimana p adalah ordo dari AR, d merupakan ordo dari integrasi dan q adalah ordo dari MA. Bentuk dasar dari model ARIMA adalah (Hanke, 2005):
Model Autoregressive (AR):
(3.1)
Model Moving Average (MA):
(3.2)
Model ARMA (p, q) :
(3.3)
Dimana:
: variabel dependen pada waktu ke-t
, , ... , : variabel time lag
, , ,...., : koefisien yang diestimasi : error term pada periode ke-t
: konstanta
, ,..., : koefisien yang diestimasi
(55)
Model ARIMA dibentuk melalui rangkaian tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi model
Dilakukan dengan menentukan kestasioneran data. Deret waktu
nonstasioner terindikasi apabila deret muncul dengan pertumbuhan atau
penurunan sepanjang waktu dan autokorelasi sampel tidak dapat menghilang
dengan cepat. Deret nonstasioner dapat diubah menjadi deret stasioner melalui
proses differencing yaitu dengan mengganti deret asli menjadi deret selisih. Kestasioneran data dapat dilihat dari uji Augmented Dicky Fuller (ADF) melalui pengamatan pola ACF dan PACF.
Tabel 3.1 Pola ACF dan PACF pada Model ARIMA
Model ACF PACF
MA (q) Terpotong (cut off) setelah lag q (q=1 atau q=2)
Perlahan-lahan
menghilang (dies down) AR (p) Perlahan-lahan menghilang (dies
down)
Terpotong (cut off) setelh lag q (q=1 atau 2) ARMA (p,q) Perlahan-lahan menghilang (dies
down)
Perlahan-lahan
menghilang (dies down) Sumber: Hanke (2005)
Apabila data yang menjadi input model tidak stasioner, perlu dilakukan
modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu metode yang
digunakan adalah metode differencing. Second order difference dilakukan apabila pada first order difference data belum juga stasioner (Firdaus, 2006).
First order difference : (3.4) Second order difference :
(56)
2. Estimasi Parameter Model
Setelah melalui proses identifikasi model melalui uji ADF, dilakukan
estimasi parameter model dengan menentukan terlebih dahulu ordo maksimum
dari AR dan MA dengan melihat ACF untuk ordo MA (q) dan PACF untuk ordo AR (p). Ordo dari integrasi (d) juga harus ditentukan. Ada dua cara mendasar yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi terhadap parameter-parameter
tersebut, yaitu:
a. Dengan cara mencoba-coba (trial and error)
Melakukan pengujian terhadap beberapa nilai yang berbeda dan
memilih diantaranya yang memiliki jumlah kuadrat nilai sisa (galat)
yang minimum (sum of squared residuals). b. Perbaikan secara iteratif (pengulangan)
Cara ini dilakukan dengan memilih nilai taksiran awal dan membiarkan
program komputer untuk memperhalus penaksiran dengan cara iteratif
(berulang). Metode ini lebih banyak dilakukan dan telah tersedia
algoritma (proses komputer) yang kuat dan dapat digunakan.
3. Pengujian Parameter Model
Sebelum menggunakan model untuk peramalan, model hendaknya
diperiksa terlebih dahulu kecukupannya. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan model-model yang telah diestimasi pada tahap sebelumnya, sesuai
dengan kombinasi model ARIMA.
Pengujian parameter model terdiri dari:
(57)
b. Pengujian model secara keseluruhan
4. Pemilihan model terbaik
Model harus memenuhi beberapa kriteria untuk dapat menjadi model yang
terbaik, yaitu (Firdaus, 2006):
a) Residual bersifat acak dan tersebar normal
Model yang sesuai dengan data dapat diindikasikan oleh error yang
bersifat acak yang ditunjukkan dengan ACF dan PACF dari residual
secara statistik harus sama dengan nol. Untuk menguji autokorelasi
residual dapat menggunakan uji statistik Ljung Box (Q). Hipotesis:
H0: 1 = 2 = ... = m = 0 H1: 12...m 0 Statistik uji:
Q =
(3.6)
Dimana:
n = jumlah observasi
k = selang waktu
m = jumlah selang waktu diuji
rk = fungsi autokorelasi sampel dari residual berselang k
kesimpulan:
bila Q>2α(m-p-q) (disimpulkan tolak H0). Atau apabila nilai p (p-value) terkait dengan statistik Q kecil (misalkan : P < 0,05), maka tolak H0
(58)
b) Berlaku prinsip parsimonious
Model yang dipilih merupakan model yang paling sederhana, yang
memiliki jumlah parameter terkecil.
c) Semua parameter estimasi harus berbeda nyata dari nol
Dengan menggunakan t-ratio. Hipotesis:
H0 : tidak terdapat autokorelasi pada deret waktu (H0 : k = 0) H1 : terdapat autokorelasi yang nyata pada selang ke-k (H1: 1 0) Statistik uji:
t =
, atau sama dengan t = (3.7)
dimana:
k= lag atau selang
n= jumlah observasi
kriteria uji:
Statistik H0 menyebar dengan derajat bebas (n-1). Untuk α tertentu dari tabel Tα/2 (n-1) atau pada tingkat signifikan 0,05. Berdasarkan
pengalaman dapat menggunakan t-table = 2 sebagai nilai kritis untuk menguji k
Kesimpulan:
Bila t hitung > Tα/2 (n-1) (disimpulkan tolak H0) atau jika nilai absolut
(59)
d) Harus memenuhi kondisi invertibilitas dan stasioneritas
Zt adalah fungsi linier dari data stasioner yang lampau (Zt-1, Zt-2, ....).
dengan mengaplikasikan analisis regresi pada nilai lag deret stasioner,
maka dapat diperoleh autoregresi karena komponen trend sudah dihilangkan. Data stasioner Zt saat ini adalah fungsi linear dari galat
masa kini dan masa lampau.
(3.8)
Jumlah koefisien MA harus kurang dari 1
Θ1+ Θ2+...+ Θq < 1 (kondisi invertibiliti) (3.9) Zt= + Θ1 Zt-1–Θ2 Zt-2+..+ t (3.10) Jumlah koefisien AR harus selalu kurang dari 1
1 + 2 +....+ p < 1 (kondisi stasioner) (3.11) e) Proses iterasi harus konvergen
Prosesnya harus terhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter
dengan SSE terkecil. Jika telah memenuhi syarat tersebut maka pada
session akan terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010.
f) Nilai MSE model harus kecil
MSE = (3.12)
Semakin kecil nilai MSE, menunjukkan model secara keseluruhan
lebih baik.
Suatu model dikatakan baik apabila model tersebut memenuhi
(60)
mampu menggambarkan hubungan antar variabelnya baik variabel dependen
dengan variabel independen maupun hubungan antar variabel independen.
5. Peramalan
Proses peramalan dilakukan dengan menggunakan model terbaik yang
memenuhi kriteria pada poin 4 untuk menjadi model terbaik. Peramalan dilakukan
untuk mengetahui nilai pada masa yang akan datang sehingga membantu memberi
gambaran keadaan pada masa yang akan datang yang berguna dalam
merencanakan suatu kebijakan atau perencanaan.
3.2.2 Metode Regresi Berganda
Metode ini merupakan suatu teknik dengan menggunakan analisis
hubungan antara variabel yang dicari atau yang diramalakan dengan satu atau
lebih variabel bebas yang memengaruhinya. Metode regresi berganda dapat
melihat faktor-faktor apa saja yang memiliki pengaruh nyata dan tidak nyata pada
produksi dan konsumsi gula. Metode ini digunakan untuk menganalisis
pencapaian swasembada gula.
Dalam metode regresi berganda, yang digunakan sebagai variabel
dependen adalah produksi dan variabel independennya adalah luas areal,
produktivitas dan rendemen. Pencapaian swasembada gula dapat diketahui dengan
memasukkan hasil dari ramalan konsumsi gula sebagai pengganti nilai produksi
pada persamaan regresi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan minimal
(1)
Lampiran 9. Grafik Plot Data dan Uji Statistik ADF Pada Level Untuk Data
ln
Konsumsi Gula Tahun 1980-2010
Hasil Uji Unit Root Data ln Konsumsi Gula pada Level
Null Hypothesis: LNKONSUMSI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.403976 0.0698
Test critical values: 1% level -4.296729
5% level -3.568379
10% level -3.218382
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Tahun
L
N
K
O
N
S
U
M
S
I
2008 2003
1998 1993
1988 1983
15,6 15,4 15,2 15,0 14,8 14,6 14,4 14,2
(2)
Lampiran 10. Grafik Plot Data dan Uji Statistik ADF Pada
First Difference
Untuk Data
ln
Konsumsi Gula Tahun 1980-2010
Hasil Uji Unit Root Data ln Konsumsi Gula pada First Difference
Null Hypothesis: D(LNPRODUKSI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.428418 0.0007
Test critical values: 1% level -4.309824
5% level -3.574244
10% level -3.221728
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Tahun
D
L
N
K
O
N
S
U
M
S
I
2008 2003
1998 1993
1988 1983
0,2
0,1
0,0
-0,1
-0,2
(3)
Lampiran 11. Uji ACF Data
ln
Konsumsi Gula Pada
First Difference
Lampiran 12. Uji ACF Data
ln
Konsumsi Gula Pada
First Difference
Lag A u to c o rr e la ti o n 8 7 6 5 4 3 2 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0
Autocorrelation Function for DLNKONSUMSI
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 8 7 6 5 4 3 2 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0
Partial Autocorrelation Function for DLNKONSUMSI
(4)
Lampiran 13. Hasil Evaluasi Model ARIMA Terbaik Untuk Konsumsi Gula
ARIMA(1,1,3)
Final Estimates of Parameters
Type Coef SE Coef T P AR 1 0.3248 0.2807 1.16 0.258 MA 1 1.0724 0.2524 4.25 0.000 MA 2 -0.9108 0.1993 -4.57 0.000 MA 3 0.7535 0.1861 4.05 0.000 Constant 0.024278 0.002618 9.27 0.000
Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 31, after differencing 30 Residuals: SS = 0.153592 (backforecasts excluded)
MS = 0.006144 DF = 25
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48
Chi-Square 7.5 13.7 * * DF 7 19 * * P-Value 0.376 0.801 * *
Lampiran 14. Hasil Peramalan Konsumsi Gula Tahun 2011-2014 Dalam
Bentuk Logaritma Natural (
ln
)
Forecasts from period 31
95 Percent Limits
Period Forecast Lower Upper
2011 15,4259 15,2758 15,5832
2012 15,4864 15,3279 15,6449
2013 15,4979 15,2954 15,7103
(5)
Lampiran 15. Uji Regresi Berganda
Dependent Variable: LNPRODUKSI Method: Least Squares
Date: 03/18/11 Time: 22:32 Sample: 1980 2010
Included observations: 31
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LNLA 0.999686 0.000595 1681.545 0.0000
LNPRODUKTIVITAS 0.998800 0.001610 620.4060 0.0000
LNRENDEMEN 0.999500 0.001186 843.0665 0.0000
C -4.594885 0.009392 -489.2352 0.0000
R-squared 0.999991 Mean dependent var 14.47981
Adjusted R-squared 0.999990 S.D. dependent var 0.196560 S.E. of regression 0.000615 Akaike info criterion -11.83144
Sum squared resid 1.02E-05 Schwarz criterion -11.64641
Log likelihood 187.3873 Hannan-Quinn criter. -11.77112
F-statistic 1022980. Durbin-Watson stat 2.366680
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 16. Uji Multikolinearitas
Covariance Analysis: Ordinary Date: 03/22/11 Time: 09:25 Sample: 1980 2010
Included observations: 31
Correlation
Probability LNPRODUKSI LNLA
LNPRODUKTIV ITAS
LNRENDEM EN
LNPRODUKSI 1.000000
---
LNLA 0.821168 1.000000
0.0000 ---
LNPRODUKTIVITAS 0.513001 0.140228 1.000000
0.0032 0.4518 ---
LNRENDEMEN -0.061955 -0.568488 0.122024 1.000000
(6)
Lampiran 17. Uji Heteroskedastisitas
Hipotesis:
H
0: Homoskedastisitas
H
1: Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: WhiteF-statistic 0.574789 Prob. F(9,21) 0.8026
Obs*R-squared 6.127132 Prob. Chi-Square(9) 0.7271
Scaled explained SS 2.388327 Prob. Chi-Square(9) 0.9837
Lampiran 18. Uji Autokorelasi
Hipotesis:
H
0: Tidak Ada Autokorelasi
H
1: Ada Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.455506 Prob. F(2,25) 0.2524
Obs*R-squared 3.233182 Prob. Chi-Square(2) 0.1986
Lampiran 19. Uji Kenormalan
Hipotesis:
H
0: Galat Menyebar Normal
H
1: Galat Menyebar Tidak Normal
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-0.0010 -0.0005 0.0000 0.0005 0.0010
Series: Residuals Sample 1980 2010 Observations 31 Mean -8.31e-16 Median -2.23e-05 Maximum 0.001012 Minimum -0.001066 Std. Dev. 0.000583 Skewness -0.061409 Kurtosis 2.027690 Jarque-Bera 1.240607 Probability 0.537781