Risiko Produksi Dan Harga Ayam Broiler Serta Preferensi Peternak Di Kabupaten Bekasi

RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER
SERTA PREFERENSI PETERNAK DI KABUPATEN BEKASI

GITA VINANDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Risiko Produksi dan
Risiko Harga Ayam Broiler serta Preferensi Peternak di Kabupaten Bekasi adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain pada tesis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka di
bagian akhir tesis.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Gita Vinanda
NIM H453130051

RINGKASAN
GITA VINANDA. Risiko Produksi dan Harga Ayam Broiler Serta Preferensi
Peternak di Kabupaten Bekasi. (HARIANTO sebagai ketua, LUKYTAWATI
ANGGRAENI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Kegiatan budidaya ayam broiler dihadapkan pada risiko produksi yang
relatif tinggi. Ayam broiler ini sangat rentan terhadap penyakit dan perubahan
cuaca ekstrim sehingga menyebabkan mortalitas tinggi, yang selanjutnya
menimbulkan kerugian bagi peternak. Usaha peternakan ayam broiler termasuk
pada pasar oligopsoni, kondisi tersebut menyebabkan usaha peternakan rakyat
sangat rentan terhadap risiko harga khususnya harga hasil produksi. Dalam halnya
dengan pemasaran, mereka umumnya memiliki keterbatasan akses pasar sehingga
cenderung berada dalam posisi price taker dengan posisi tawar yang lemah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menentukan faktor produksi dan faktor
risiko yang mempengaruhi produksi ayam broiler, (2) mengukur tingkat risiko
harga yang dihadapi peternak ayam broiler dan (3) menentukan preferensi risiko
terhadap keputusan penggunaan input peternak ayam broiler.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Penentuan daerah penelitian menggunakan metode purposive sampling dan
pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive dan snowballing untuk
mengumpulkan 74 peternak ayam broiler. Jumlah sampel terbagi menjadi 35
peternak mandiri dan 39 peternak mitra. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara langsung kepada peternak responden dengan menggunakan kuesioner.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan model just and pope,
koefisien variasi dan maksimisasi utilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahaternak pola mandiri lebih
menguntungkan jika dibandingkan dengan usahaternak pola mitra. Hal ini terlihat
dari nilai R/C rasio, dimana R/C rasio pola mandiri yaitu (1:30) sedangkan pola
mitra yaitu (1:05). Usahaternak ayam broiler peternak mitra relatif lebih berisiko
dibandingkan dengan usahaternak ayam broiler peternak mandiri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan dan sekam pada
peternak mandiri. Pakan, vaksin dan kepadatan merupakan variabel yang
berpengaruh terhadap produksi pada peternak mitra. Variabel yang memperbesar
risiko produksi pada peternak mandiri adalah vaksin, tenaga kerja, dan sekam.
Sedangkan pada peternak mitra adalah tenaga kerja. Variabel yang dapat
memperkecil risiko pada peternak mandiri adalah pakan, sedangkan pada peternak
mitra adalah vaksin. Risiko harga yang dihadapi peternak mandiri jauh lebih kecil

jika dibandingkan dengan risiko harga yang di terima oleh peternak mitra.
Preferensi risiko peternak pola mandiri terhadap keseluruhan penggunaan input
adalah risk averse atau cenderung menghindari risiko.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi peternak baik pola mandiri
dan pola mitra untuk memperhatikan penggunaan vaksin dan penyimpanan
vaksin. Selain itu, perlu memperhatikan input sekam, dimana penggunaan sekam
harus dikontrol karena sekam merupakan media yang baik untuk
berkembangbiaknya mikroorganisme. Pelatihan bagi tenaga kerja juga diperlukan
karena tenaga kerja sangat berpengaruh dalam seluruh produksi.

Kata Kunci : Just and Pope, Risiko
Produksi, Risiko Harga, Preferensi Risiko,
SUMMARY
Risk Averse

SUMMARY
GITA VINANDA. The Production and Price Risk of Broiler Chickens and
Preferences Breeders in Bekasi Regency. (HARIANTO as leader,
LUKYTAWATI ANGGRAENI as a member of the supervising commission).
The cultivation of broiler chickens exposed to the risk of production is

relatively high. Broiler chickens are very susceptible to disease and extreme
weather changes, causing high mortality, which causing losses for breeders.
Poultry businesses including the oligopsony market, these conditions led to
breeding business are susceptible to price risk, particularly the price of output. In
terms of marketing, breeders generally have limited access to markets, thus
breeders as a price taker with a weak bargaining position. The purpose of this
study was to: (1) determine the production function and the function of the risk of
broiler chicken production, (2) measure the level of price risk broiler breeders and
(3) determine the risk preference of the input allocation decisions by broiler
breeders.
This research was conducted in Bekasi, West Java Province. The
purposive sampling method was used to determine the research area. The
purposive and snowball sampling was used to determine the sample breeders. The
respondents were 74 breeders consists of 35 non parthership breeders and 39
partnership farmers. Data collected through direct interviews to breeders using
questionnaires. The data analysis used was just and pope model, the coefficient of
variation and utility maximization.
The results showed that the pattern of non partnertship farming more
profitable than partnership farming. It can be seen from the value of R /C ratio of
non partnership breeders (1:30) which is higher than the R/C ratio of partnership

breeders (1:05). Partnership breeders are relatively more risky than non
partnership breeders. The factors affecting broiler production of non-partnership
breeders are the feed and husk. Feed, vaccine and cage density variable had
statistically an insignificant effect on production function for partnership breeders.
Vaccines, labor, and the husks are variables that increase the risk for non
partnership breeders, while for partnership breeders is labor. Feed is input that has
risk reducing affect for non partnership breeders and vaccine for partnership
breeder. The price risk of independent breeders are smaller than partnership
breeders. Non partnership breeders risk preferences to the overall of input use are
risk averse or tend to avoid risk.
Based on the research results, for both non partnership and partnership
breeders to pay attention to the use of vaccines and vaccine storage. In addition,
the need to consider the use of husk, which the husk must be controlled because it
is a good medium for breeding of microorganisms. The need for training for labor
because labor is influential in the whole production, where the production process
is controlled by the workers. It is necessary for a study to analyze the time series
of livestock enterprises.

Keywords : Just and Pope, Production Risks, Price Risks, Risk Preferences, Risk
Averse


© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER
SERTA PREFERENSI PETERNAK DI KABUPATEN BEKASI

GITA VINANDA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Tesis : Dr Ir Anna Fariyanti, MSi

PRAKATA
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada
penelitian adalah tentang risiko dengan judul Risiko Produksi dan Risiko Harga
Ayam Broiler serta Preferensi Peternak di Kabupaten Bekasi. Tesis ini disusun
sebagai tugas akhir dari tugas belajar pada Program Magister Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak atas bantuan dan
dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan yaitu kepada:
1. Dr Ir Harianto, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Lukytawati
Anggraeni, SP, MSi sebagai Anggota Pembimbing yang selalu meluangkan

waktunya untuk memberikan koreksi dan telah membimbing dengan baik
serta memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.
2. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku penguji Luar Komisi dan Prof Dr Ir Sri
Hartoyo, MS selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas semua
pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada
penulis.
3. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh
pendidikan.
4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian
Bogor atas segala ilmu yang diberikan selama proses perkuliahan dan Insya
Allah ilmu yang telah diberikan akan menjadi bekal dan diamalkan oleh
penulis. Begitu juga kepada Kepala Tata Usaha Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian beserta staff atas pelayanan akademik dan kemahasiswaan.
5. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPDN pendidikan
Program Magister di IPB.
6. Pengahargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada keluarga yaitu orang tua
penulis Bapak Drs Refirman Djamahar, M.Biomed dan Ibu Dra Asmanidar
Roesdal, adik-adikku Bita Revira, S.Farm, dan Kevin Doikumi atas doa,

semangat dan kasih sayang yang tak terhingga. Serta Dubi Mares Ortanki, SP
atas kasih sayang dan support yang diberikan kepada penulis.
7. Sahabatku Nuni Anggraini, Rini Desfaryani, Ahmad Zainudin, Ahmad Fanani,
Joko Adrianto, Moh. Ibrahim, Stevana Astra Jaya, Pebriani Komba yang
sudah menjadi sahabat, memberikan dukungan serta semangat dan menjadi
keluarga di Bogor.
8. Teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) khususnya S2
angkatan 2013 dan juga kepada teman-teman S3 EPN 2013 yang telah berbagi
ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.
Semoga tesis ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan yang
memerlukannya untuk kepentingan yang lebih baik.
Bogor, Januari 2016
Gita Vinanda

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan penelitian

xiii
xvi
xvi
1
3
5
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Produksi dan Faktor Produksi
Sumber-sumber Risiko Produksi Peternakan
Konsep Risiko dan Preferensi Risiko
Kemitraan Usahaternak Ayam Broiler

Tinjauan Penelitian Terdahulu
Kerangka Konseptual
Hipotesis

7
7
7
9
15
16
19
19

3 METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengambilan Sampel
Jenis dan Sumber Data
Model dan Analisis Data
Analisis pengaruh input terhadap risiko produksi
Analisis risiko harga
Preferensi Peternak
Definisi Operasional

21
21
21
21
22
25
26
27

4

5

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
KERAGAAN USAHATERNAK AYAM BROILER
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Karakteristik Usahaternak Ayam Broiler
Deskripsi Peternak Responden Ayam Broiler
Karakteristik Usahaternak
Gambaran Kemitraan Di Kabupaten Bekasi
Keragaan Usahaternak Ayam Broiler
Persiapan Sebelum DOC Datang
Proses Budidaya
Pendapatan Usahaternak Ayam broiler

DAN

RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA AYAM BROILER
SERTA PREFERENSI PETERNAK
Analisis Fungsi Produksi dan Fungsi Risiko Produksi Ayam

30
30
30
32
34
36
36
36
41

46

Broiler
Analisis Risiko Harga Peternak Ayam Broiler
Peluang
Pengembalian Yang Diharapkan
Varians
Standar Deviasi
Koefisien Variasi
Preferensi Penggunaan Input Peternak Terhadap Risiko
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

52
53
54
54
54
54
56
60
60

DAFTAR PUSTAKA

62

LAMPIRAN

67

RIWAYAT HIDUP

74

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kontribusi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional dari
tahun 2009-2013
Perkembangan populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi Tahun
2009-2012
Perkembangan harga ayam broiler Jawa Barat
Suhu ideal pada usaha peternakan ayam ras pedaging berdasarkan
umur ayam
Karakteristik peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi
Karakteristik usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi
Harga rata-rata input dan output dari peternak mandiri dan
peternak mitra ayam broiler di Kabupaten Bekasi tahun 2015
Analisis usahaternak ayam broiler
Hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko peternak di
Kabupaten Bekasi
Rata-rata harga ayam broiler (Rp/ekor) dan peluang yang
diperoleh peternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi
Hasil Perhitungan analisis risiko harga ayam broiler
Preferensi risiko peternak ayam broiler pola mandiri di Kabupaten
Bekasi tahun 2015
Rekapitulasi preferensi peternak mandiri di Kabupaten Bekasi
Tahun 2015

2
3
4
8
31
33
41
42
48
53
55
57
58

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4

Hubungan risiko dengan return pandangan lama
Kurva yang menghubungkan varians income dengan income yang
diharapkan
Hubungan fungsi kepuasaan dengan pendapatan
Kerangka konseptual penelitian

9
12
13
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak
mandiri di Kabupaten Bekasi dengan metode OLS
Hasil pendugaan parameter fungsi usahaternak ayam broiler peternak
mitra di Kabupaten Bekasi dengan metode OLS
Hasil pendugaan fungsi risiko produksi ayan broiler peternak mandiri

68
69
70

4
5

di Kabupaten Bekasi
Hasil pendugaan fungsi risiko produksi ayan broiler peternak mitra di
Kabupaten Bekasi
Hasil Absolute Risk Averse (ARA) Preferensi Risiko

71
72

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor ekonomi yang penting kedudukannya di
Indonesia sebagai sumber pendapatan masyarakat dan menyediakan lapangan
pekerjaan. Data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas harga berlaku
menurut sektor usaha pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sektor pertanian
menjadi sektor utama kedua yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.
Sektor pertanian menyumbang 14.43 persen dari total PDB pada tahun 2013
setelah industri pengolahan (23.69 persen). Melihat pentingnya sektor pertanian,
maka diperlukan upaya nyata untuk mengembangkan dan memajukan sektor
pertanian secara berkelanjutan (BPS 2014).
Sektor pertanian secara luas terdiri dari beberapa sub sektor yaitu sub sektor
tanaman pangan, hortikultura, perikanan, kehutanan dan perternakan. Sub sektor
peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan mewujudkan,
pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, dan
penerimaan devisa. Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian
yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu
dikembangkan karena sub sektor ini dapat memberikan kontribusi besar untuk
pertanian Indonesia. Kontribusi sub sektor peternakan untuk sektor pertanian
Indonesia sebesar 13 persen (BPS 2014). Kontribusi sub sektor peternakan bagi
sektor pertanian Indonesia ditentukan oleh seberapa besar kemampuan pelaku di
sub sektor ini dalam mengembangkan usaha peternakan tersebut. Oleh karena itu,
sub sektor peternakan yang dikembangkan nantinya diharapkan dapat
menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing di pasaran.
Hasil utama dari sub sektor peternakan adalah daging. Daging merupakan
sumber protein yang sangat perlu untuk dikonsumsi oleh manusia. Daging dapat
diperoleh dari beberapa komoditas dari sub sektor peternakan seperti sapi, kerbau,
kambing, ayam, dan komoditas peternakan lainnya.
Industri peternakan unggas khususnya ayam broiler merupakan industri
peternakan yang pertumbuhannya tinggi dibandingkan dengan jenis ternak unggas
lainnya. Selama kurun waktu 2009-2013, laju pertumbuhan populasi ayam broiler
mencapai 5.64 persen per tahun (DJPKH 2013). Dari segi produksi, ayam broiler
merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ternak lainnya. Dari total
produksi nasional, produksi daging ayam broiler ini mencapai 52.53 persen. Dari
segi konsumsi, daging ayam broiler ini juga menempati urutan tertinggi dari
konsumsi daging nasional, mencapai 86 persen. Konsumsi per kapita daging ayam
broiler ini mencapai 3.5 kg/tahun, paling tinggi dibandingkan dengan jenis daging
ternak lainnya (DJPKH 2013).
Pesatnya pertumbuhan insdustri ayam broiler tersebut didukung oleh
karakteristik proses produksi yang relatif cepat, tidak memerlukan lahan yang
relatif luas, teknologi budidaya telah tersedia, pasar (permintaan) cukup terbuka,
dan harga produk yang lebih murah dibandingkan produk ternak lainnya seperti
daging sapi dan ayam buras. Disamping itu, jenis produk olahan yang dihasilkan
dengan menggunakan bahan baku daging ayam broiler sangat bervariasi, sehingga
sangat mendukung berkembangnya industri ayam broiler ini.

2

Pada kegiatan budidaya ayam broiler (on-farm), mayoritas pelakunya
adalah peternak rakyat karena modal yang diperlukan relatif kecil, namun hanya
menguasai 20-30 persen produksi ayam broiler nasional. Hampir semua sarana
produksi peternakan (seperti: DOC, pakan, peralatan, obat-obatan dan vaksin)
diperoleh dari luar (off-farm), kecuali kandang dan tenaga kerja sehingga peternak
rakyat sangat tergantung kepada pihak luar. Demikian pula halnya ketika peternak
menjual hasil produksinya, peternak sangat tergantung kepada pihak luar
(pedagang). Kondisi ini menyebabkan posisi tawar peternak relatif rendah
terutama dalam proses sarana produksi dan pemasaran hasil.
Produksi ayam broiler terbesar terdapat di Provinsi Jawa Barat (49
persen), Jawa Timur (12.53 persen) dan Jawa Tengah (6.18 persen). Salah satu
sentra pembudidayaan ayam broiler terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa
Barat. Pada Tabel 1 memperlihatkan kontribusi Provinsi Jawa Barat dalam
produksi ayam broiler nasional.
Tabel 1. Kontribusi Jawa Barat dalam produksi ayam broiler nasional dari tahun
2009-2013.
No
Tahun
Produksi Nasional Produksi Jawa Barat Kontribusi
(Ton)
(Ton)
(persen)
1
2009
1 101 765.50
365 572.89
33.18
2
2010
1 214 338.96
399 744.77
32.90
3
2011
1 270 438.03
423 126.09
33.30
4
2012
1 244 401.90
610 436.30
49.00
5
2013*
1 355 288.50
680 452.80
50.20
*) Data Sementara
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan 2014 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 sampai tahun
2013, Provinsi Jawa Barat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
produksi ayam broiler nasional. Bahkan pada tahun 2012-2013, Provinsi Jawa
Barat mampu memberikan kontribusi sebesar setengah dari produksi ayam broiler
nasional. Kontribusi Provinsi Jawa Barat terhadap produksi ayam broiler juga
terus meningkat. Hal ini dibuktikan oleh kecenderungan dari kontribusi Provinsi
Jawa Barat yang meningkat walaupun beberapa kali terjadi sedikit penurunan.
Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang sangat baik untuk
dikembangkan. Hal tersebut diperkuat dengan perkembangan populasi ayam
broiler yang meningkat khususnya daerah yang menjadi salah satu sentra
produksi. Fadilah (2013), meskipun populasinya terus bertambah tetapi
ketersediaan stok daging ayam ini belum bisa memenuhi permintaan yang juga
terus meningkat.
Salah satu daerah yang memproduksi ayam broiler di Provinsi Jawa Barat
adalah Kabupaten Bekasi. Pada Tahun 2011, kontribusi populasi ayam broiler di
Kabupaten Bekasi sebesar 2.25 persen terhadap populasi provinsi Jawa Barat.
Setiap tahun populasi di Kabupaten Bekasi mengalami peningkatan. Pemilihan
Kabupaten Bekasi didasarkan pada tren pertumbuhan populasi ayam broiler di
daerah ini yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Perkembangan populasi ayam
broiler di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 2. Di samping itu,
Kabupaten Bekasi merupakan salah satu pemasok hasil produksi peternakan

3

khususnya produksi ayam broiler untuk wilayah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi
dan sebagian wilayah Jakarta Timur.
Tabel 2. Perkembangan populasi ayam broiler di Kabupaten Bekasi tahun 20092012
Tahun
Populasi (ekor)
Pertumbuhan
Jumlah (ekor)
Presentase (%)
2009
2 083 114
2010
2 142 744
59 630
2.90
2011
2 196 317
53 573
2.50
2012
2 248 188
51 871
2.40
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2013 (Diolah)

Usaha peternakan ayam broiler biasanya menjumpai beberapa kendala
yang merupakan hambatan. Kendala dapat berupa tingginya risiko yang dihadapi.
Risiko yang sering ditemukan dalam usahaternak ayam broiler ini adalah risiko
produksi dan risiko harga. Pengelolaan usahaternak khususnya ayam broiler selalu
dihadapkan pada risiko, karena itu pelaku bisnis harus disertai dengan
pengetahuan dan kemampuan dalam meminimalkan risiko. Kemampuan
mengelola risiko yang baik sangat untuk meminimalkan risiko, sehingga usaha ini
dapat memberikan keuntungan yang diharapkan peternak.
Tingginya tingkat risiko yang dihadapi pada usahaternak di Kabupaten
Bekasi sangat dirasakan oleh peternak. beberapa faktor yang menyebabkan
usahaternak ayam broiler ini dalam menghadapi tingkat risiko antara lain
sumberdaya manusia, input produksi dan faktor alam. Akumulasi dari beberapa
faktor penyebab risiko tersebut terlihat dari berfliktuatifnya tingkat mortalitas
ayam yang terjadi pada peternak.
Usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi terdapat dua pola, yaitu
pola mandiri dan pola kemitraan. Pola mandiri, peternak tidak tergantung pada
perusahaan mitra dalam mendapatkan sarana produksi. Peternak mandiri
pengelolaannya independen dan mempunyai keputusan terhadap usahaternaknya,
sedangkan peternak mitra sebaliknya. Hal ini dikarenakan pola mandiri memiliki
modal sendiri sehingga memiliki kebebasan untuk membeli sarana produksi dan
menjual hasil produksi kepada pihak manapun sesuai dengan keinginnannya. Lain
halnya dengan pola kemitraan, dimana peternak mitra mendapatkan seluruh
sarana produksi (DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan) dipasok dari perusahaan
inti. Peternak mitra sudah ada kejelasan pasar, dimana harus menjual hasil
produksinya kepada perusahaan inti dengan harga yang berlaku pada saat itu.

Perumusan Masalah
Kegiatan budidaya ayam broiler dihadapkan pada risiko produksi yang
relatif tinggi karena ayam broiler ini sangat rentan terhadap penyakit dan
perubahan cuaca ekstrim sehingga menyebabkan mortalitas tinggi, yang
selanjutnya menimbulkan kerugian bagi peternak. Fluktuasi produksi yang terjadi
menunjukkan adanya risiko pada kegiatan usahaternak ayam broiler. Risiko

4

produksi dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala dari faktor internal dan
faktor eksternal produksi. Faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi
antara lain day old chick (DOC), pakan, vaksin, obat, tenaga kerja dan berbagai
input produksi lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi produksi
ayam broiler di antaranya pengaruh cuaca.
Selain kendala dalam produksi yang dihadapi peternak ayam broiler di
Provinsi Jawa Barat dan salah satunya Kabupaten Bekasi, peternak juga
menghadapi kendala lain yaitu harga jual ayam broiler yang tidak selalu stabil.
Fluktuasi rata-rata harga ayam broiler di Provonsi Jawa Barat dapat dilihat pada
Tabel 3. Harga jual ayam broiler salah satunya tercipta karena adanya kondisi
permintaan dan penawaran di pasar, sehingga dalam kondisi tertentu saat jumlah
ayam broiler meningkat, harga jual ayam bisa sangat rendah dan ketika jumlah
ayam broiler menurun karena adanya kendala dalam proses produksi, harga jual
ayam bisa meningkat. Harga jual ayam broiler bisa berfluktuatif bahkan hanya
dalam hitungan hari.
Tabel 3. Perkembangan harga jual produsen ayam broiler di Jawa Barat (Rp/Ekor)
Bulan
Tahun 2009 Tahun 2010
Tahun 2012 Tahun 2013
Januari
23 308
31 479
33 488
34 366
Februari
27 769
31 984
33 055
34 616
Maret
28 256
32 865
33 450
34 753
April
28 953
32 195
33 437
34 675
Mei
28 898
32 507
33 437
35 024
Juni
29 324
32 767
33 627
35 121
Juli
29 821
33 581
33 758
35 505
Agustus
31 107
34 010
33 956
35 777
September
33 249
33 834
33 873
35 608
Oktober
31 684
33 145
34 108
35 266
November
31 780
33 384
34 402
34 917
Desember
31 570
33 357
34 312
35 309
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (Diolah)

Menurut Patrick et al. (1985), risiko utama dari seorang pengambil
keputusan diantaranya karena ketidakpastian cuaca, hama, dan penyakit. Indikasi
adanya risiko produksi dan risiko harga ditunjukan oleh produksi dan harga yang
diterima pengambil keputusan berfluktuatif. Risiko harga sangat ditentukan oleh
kekuatan penawaran dan permintaan di pasar.
Kegiatan budidaya ayam broiler dihadapkan pada risiko produksi yang
relatif tinggi karena rentan terhadap penyakit dan perubahan cuaca ekstrim
sehingga dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi, yang selanjutnya
menimbulkan kerugian. Pada Desember tahun 2014, mortalitas peternakan di
Kabupaten Bekasi mencapai 10 persen. Hal ini dikarenakan ayam broiler di
Kabupaten Bekasi diserang wabah penyakit seperti Newcastle Disease, Coli dan
Chronic Respiratory Disease. Sedangkan untuk harga ayam broiler, sampai
desember 2014 belum ada tanda-tanda perbaikan harga live bird (ayam hidup)
broiler di tingkat peternak. Harga live bird di kandang masih dalam level Rp 13

5

000 – Rp 15 000 per kg. Meskipun harga ayam hidup sempat naik ke level harga
Rp 16 000 tetapi tidak lama harga mengalami penurunan kembali (Seno 2014).
Menurut Sehabudin (2014), risiko produksi tercermin dari masih
rendahnya produktivitas usahaternak yang belum sesuai dengan anjuran, seperti
persiapan kandang, penanganan DOC, pemberian pakan, penanganan penyakit,
serta penanganan panen dan pasca panen. Permasalahan risiko produksi yang
dihadapi peternak di Kabupaten Bekasi diduga akibat penggunaan faktor produksi
seperti tenaga kerja, pakan, obat-obatan, dan vaksin yang belum optimal sehingga
menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan Nugraha (2011) yang menunjukkan bahwa tenaga kerja dan
vaksin dapat menimbulkan risiko karena penggunaan yang belum optimal dan
tidak sesuai dengan anjuran.
Pola usahaternak ayam broiler di Kabupaten Bekasi terdapat dua pola
yaitu pola mandiri dan pola mitra. Adanya perbedaan pola dalam usahaternak
ayam broiler akan berpengaruh pada perbedaan tingkat pendapatan usahaternak
dalam hal jumlah faktor produksi (Bahari 2012). Selain itu adanya perbedaan pola
usahaternak menyebabkan adanya perbedaan pola pemasaran hasil sehingga perlu
diketahui mana yang lebih menguntungkan antara usahaternak ayam broiler antara
pola mandiri dan pola mitra (Windarsari 2012). Perbedaan pola juga
mengakibatkan risiko yang diterima oleh peternak berbeda. Risiko yang
dihadapkan peternak mitra secara teori harusnya lebih kecil jika dibandingkan
dengan peternak mandiri. Hal tersebut dikarenakan peternak mitra mendapatkan
kepastian input (modal) dan kepastian harga, tetapi peternak mandiri tidak. Akan
tetapi, sebagian besar peternak mandiri di Kabupaten Bekasi tidak ada kemauan
untuk melakukan pola usahaternak mitra.
Mortalitas pada produksi dan fluktuatif harga ayam broiler berpotensi
mengakibatkan kerugian bagi peternakan, sehingga perlu diteliti lebih lanjut
apakah ada faktor risiko produksi lain selain risiko yang pada umumnya dialami
oleh peternakan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa beberapa
faktor risiko produksi adalah perubahan cuaca dan iklim yang semakin tidak
menentu sebagai dampak dari pemanasan global. Selain itu, risiko produksi juga
tergantung dari penggunaan input, seperti DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan.
Sedangkan risiko harga tergantung pada jumlah ayam broiler yang masuk ke
pasar. Perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan ternak ayam broiler. Saat musim hujan, suhu udara di
dalam kandang menjadi dingin, dan udara dalam kandang menjadi lembab.
Sebaliknya di musim kemarau, suhu udara di dalam kandang menjadi panas,
kadar karbondioksida meningkat dan udara dalam kandang terasa lebih pengap.
Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi dan
mengukur tingkat risiko harga pada peternakan ayam broiler tersebut, maka perlu
diidentifikasi bagaimana preferensi peternak terhadap risiko produksi mengenai
penggunaan input masing-masing peternak.

1.

2.

Rumusan masalah penelitian ini adalah:
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ayam broiler dan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi risiko produksi pada peternakan ayam
broiler?
Bagaimana tingkat risiko harga pada peternakan ayam broiler?

6

3.

Bagaimana preferensi peternak dalam menghadapi risiko?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan risiko produksi
ayam broiler.
2. Mengukur tingkat risiko harga yang dihadapi peternakan ayam broiler di
Kabupaten Bekasi.
3. Menentukan preferensi risiko terhadap keputusan peternak ayam broiler.

Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi menjadi empat wilayah kecamatan di Kabupaten
Bekasi yaitu Setu, Cikarang Selatan, Pebayuran dan Cibitung. Hal ini didasari
oleh pertimbangan bahwa di keempat kecamatan tersebut mudah dijangkau dan
dapat dijumpai peternak dengan pola mandiri dan pola mitra.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai lingkup penelitian ini terbatas pada
peternak mandiri dan mitra yang mengusahakan ayam broiler pada satu periode
tertentu yaitu pada bulan Januari sampai dengan April 2015 di daerah Kabupaten
Bekasi Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis risiko produksi, tingkat
risiko harga dan preferensi peternak ayam broiler. Data yang digunakan adalah
data cross section. Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini hanya
dilakukan dari sisi input, sedangkan pengukuran tingkat risiko harga dilakukan
dari sisi output.
Periode produksi usahaternak ayam broiler yang dianalisis hanya satu
periode yaitu periode terakhir yang dilakukan. Hal ini dilakukan karena umumnya
informasi penggunaan sarana produksi dan hasil produksi masih diingat oleh
peternak. Karena hanya satu periode produksi, maka peluang terjadinya kondisi
usahaternak mengalami kerugian atau sebaliknya dapat terjadi. Idealnya analisis
usahaternak terutama analisis biaya dan pendapatan harus dalam satu tahun yang
mencakup umumnya lima periode produksi.
Input DOC tidak dimasukkan sebagai variabel eksplanatory dalam model
produksi karena produksi ayam broiler merupakan proses pembesaran atau
penggemukkan sehingga merupakan proses peningkatan bobot ayam sampai ayam
siap panen. Kalau pun DOC dimasukkan dalam model, maka yang dapat dijadikan
variabel adalah bobot DOC atau starin DOC
Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan hasil
penelitian berguna sebagai bahan masukan bagi peternak dalam mengalokasikan
faktor produksi secara efisien sehingga akan diperoleh pendapatan yang maksimal
dan bisa meminimalkan risiko. Selain itu juga diharapkan dapat berguna bagi
pemerintah atau lembaga dalam menentukan kebijakan untuk pengembangan
usahaternak ayam broiler.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis

Produksi dan fungsi produksi
Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua
atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output. Dalam berproduksi
diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan adalah
kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungan antara
produksi dengan input, yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input
tertentu atau disebut fungsi produksi.
Fungsi produksi menjelaskan hubungan teknis yang mentransformasikan
input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas (Debertin 1986). Menurut
Coelli et al. (1998) fungsi produksi menerangkan hubungan teknis antara input
dan output pada suatu proses produksi. Secara matematis bentuk umum fungsi
produksi dapat dirumuskan:
Y = f (X1, X2, …, Xn )

(2.1)

Dimana Y merupakan jumlah produksi yang dihasilkan atau output dari
penggunaan masukan input, sedangkan X1, X2, …, Xn merupakan faktor-faktor
produksi atau input yang digunakan untuk menghasilkan output.
Ada beberapa fungsi produksi yang selama ini dikenal dan digunakan dalam
penelitian. Salah satunya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Bentuk umum
fungsinya adalah :
Y=

0X1

1

X2 2 ... Xn neu

(2.2)

Pendugaan akan lebih mudah jika fungsi produksi
ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural menjadi :
Ln Y = ln

0

+ 1lnX1 +

2lnX2 +

... +

nlnXn

+ u ln e

Cobb-Douglas

(2.3)

Sumber-Sumber Risiko Produksi Peternakan
Kegiatan pada sub sektor peternakan merupakan bisnis dimana peternak
tidak dapat menentukan secara pasti berapa hasil produksi yang akan dihasilkan
dengan penggunaan input tertentu. Hasil produksi yang berbeda-beda pada setiap
periode produksi merupakan risiko yang dihadapi oleh setiap peternak. Hal ini
disebabkan karenasub sektor peternakan dipengaruhi oleh banyak faktor yang
tidak dapat dikendalikan oleh peternak.
Risiko produksi pada produksi sub sektor peternakan lebih besar jika
dibandingkan dengan kegiatan bisnis lainnya. Sebagai contoh adalah dalam
kegiatan sub sektor peternakan, peternak tidak dapat menentukan secara pasti

8

jumlah hasil produksi yang dihasilkan dengan penggunaan input tertentu, hal ini
sangat berbeda dengan kegiatan manufaktur dimana pengusaha sudah dapat
memastikan berapa output yang mereka peroleh dengan penggunaan input
tertentu. Dalam usaha di sub sektor peternakan, hasil yang diperoleh dapat lebih
kecil dari hasil yang diperhitungkan sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi
peternak.
Faktor-faktor teknis seperti perubahan suhu, hama, predator dan penyakit
merupakan sumber risiko utama pada usaha produksi komoditas peternakan.
Sumber-sumber risiko diatas dapat menyebabkan terhambatnya kegiatan produksi
sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai perkiraan dan juga terjadinya fluktuasi
produksi pada setiap periode produksi.
Sama seperti sub sektor pertanian lainnya, terjadinya kegagalan dalam
proses produksi atau budidaya pada sub sektor peternakan disebabkan oleh adanya
serangan hama, predator, penyakit, perubahan cuaca dan penanganan yang kurang
baik. Sebagai contoh adalah pada usaha peternakan ayam ras pedaging terdapat
suhu ideal agar proses budidaya dapat berjalan dengan baik seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan suhu ideal pada usaha budidaya ayam ras pedaging
berdasarkan umur ayam. Jika suhu tidak sesuai, maka akan berpengaruh pada
produksi ayam ras pedaging tersebut.
Tabel 5. Suhu Ideal pada Usaha Peternakan Ayan Ras Pedaging Berdasarkan
Umur Ayam.
No
Umur (hari)
Suhu (0C)
1
01 – 07
34 – 32
2
08 – 14
29 – 27
3
15 – 21
26 – 25
4
21 – 29
24 – 23
Sumber: Rasyaf (2007).

Faktor lain yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan ayam
ras pedaging adalah penyakit. Selain menghambat perkembangan ayam, penyakit
juga dapat menyebabkan kematian pada ayam. Penyakit-penyakit pada ayam
adalah kotoran berdarah (coccidiosis), tetelo (newcasstle diseae), gumboro
(infectious bursal disease), dan penyakit ngorok (chronic respiratory disease).
Selain itu risiko produksi pada peternakan juga dapat disebabkan oleh
kualitas input yang kurang baik, seperti yang diungkapkan oleh Solihin (2009)
bahwa kualitas sapronak mempengaruhi mortalitas dalam usaha budidaya ayam
ras pedaging. Selain berpengaruh terhadap mortalitas ayam, kualitas sapronak
juga berpengaruh terhadap indeks prestasi produksi ayam.
Risiko produksi pada peternakan juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan
obat-obatan, vaksin dan tenaga kerja seperti yang diungkapkan oleh Nugraha
(2011) yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
risiko produksi pada peternakan ayam ras pedaging. Obat-obatan dan vaksin
menjadi faktor-faktor yang dapat mengurangi risiko. Sedangkan tenaga kerja yang
kurang baik dapat menjadi sumber risiko pada produksi ayam ras pedaging.

9

Konsep Risiko dan Preferensi Risiko
Risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersama-sama baik
dalam jurnal maupun beberapa tulisan lainnya. Debertin (1986) menyebutkan
bahwa Frank Knight membedakan definisi antara risiko (risk) dan ketidakpastian
(uncertainty). Risiko dapat didefinisikan sebagai situasi dimana pembuat
keputusan mengetahui alternatif hasil dan kemungkinan dengan setiap hasilnya.
Ellis (1988), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan
dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses
pengambilan keputusan. Menurut Debertin (1986) risiko adalah suatu kejadian
yang kemungkinan muncul dan menyebabkan fluktuasi hasil dimana
kemungkinan/probabilitas hasil yang diterima dapat diestimasi. Sedangkan
apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk
menyusun distribusi probabilitas akan timbulnya suatu kejadian, disebut
ketidakpastian (uncertainty).
Menurut Hanafi (2007) mengatakan bahwa secara alamiah setiap orang
atau organisasi dalam sebuah bisnis akan mengelola risiko yang bertujuan
menciptakan sistem atau mekanisme pengelolaan risiko yang bertujuan untuk
menghindari perusahaan dari kerugian dan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Pentingnya pengelolaan risiko menurut Hanafi (2007) dapat dilihat melalui
Gambar 1. yang menggambarkan pandangan lama bahwa dalam kaitannya antara
risiko dan tingkat keuntungan, menganggap bahwa ada hubungan positif antara
risiko dengan tingkat keuntungan, semakin tinggi risiko, akan semakin tinggi
tingkat keuntungan yang diharapkan, jika suatu organisasi ingin menaikkan
keuntungan, maka organisasi tersebut harus menaikkan risikonya.

Sumber : Hanafi (2007)

Gambar 1 . Hubungan Risiko dengan Return Pandangan Lama: Semakin tinggi
risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan.
McConell dan Dillon (1997) mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi
peternak dalam sistem usahaternak berasal dari dua hal, yaitu :
1. Eksternal sistem usahaternak, antara lain keadaan alam, ekonomi, keadaan
sosial, kebijakan pemerintah dan kondisi politik. Usaha pertanian khususnya
sub sektor peternakan sangat tergantung dengan keadaan cuaca dengan segala
ketidakpastiannya seperti musim kering yang berkepanjangan, banjir, badai
atau dalam jangka panjang berupa terjadinya perubahan iklim (climate
change). Risiko bersumber dari kondisi ekonomi adalah risiko pasar yang
berhubungan dengan besarnya permintaan dan penawaran (akan mempengaruhi

10

harga output dan input produksi), tingkat inflasi atau suku bunga dan risiko
produktivitas yang disebabkan karena penerapan suatu teknologi baru. Kondisi
sosial pada umumnya bukan merupakan sumber risiko utama dalam sistem
usahaternak. Kontribusi kondisi sosial terhadap risiko usahaternak adalah
perubahan tingkat pendidikan dan gaya hidup, yang akan mempengaruhi
pasokan tenaga kerja di bidang pertanian.
2. Internal sistem usahaternak, terutama disebabkan karena faktor kesehatan,
hubungan inter personal (dipengaruhi oleh personality, kebiasaan/attitudes dan
aspirasi), serta faktor pendekatan yang dilakukan peternak sebagai manager
terhadap (a) konservasi dan degradasi sumber daya pertanian (resource and
ecological risk), (b) penggunaan kredit pertanian (financial risk), dan (c)
transfer usahatani antar generasi (succession risk).
Beberapa ukuran risiko didasarkan pada nilai variance, standart deviation
dan coefficient of variation (Anderson et al. 1977, Elton dan Gruber 1995). Ketiga
ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu
ukuran lainnya. Seperti pada standart deviation merupakan akar kuadrat dari nilai
variance sedangkan coefficient of variation merupakan rasio antara standart
deviation dengan nilai ekspektasi. Pada umumnya peternak mengusahakan lebih
dari satu kegiatan usahaternak. Oleh karena itu coefficient of variation sangat
efektif dalam mengukur perbandingan variasi produksi atau harga atau
pendapatan dari dua atau lebih kegiatan.
Risiko yang dihadapi peternak bisa berupa risiko hasil atau risiko
produksi, risiko penggunaan input dan risiko harga jual produksi. Risiko hasil
ditimbulkan antara lain karena adanya serangan hama dan penyakit, kondisi
cuaca/alam, dan variasi input yang digunakan. Salah satu model yang sering
digunakan dalam mengestimasi adanya risiko produksi adalah model just dan
pope. Just dan pope telah mempelajari banyak mengenai isu penting yang
menyertakan input penurunan risiko. Model fungsi produksi dengan memasukkan
unsur risiko didalamnya
q = f(x) + g(x)ε

(2.4)

dimana x merupakan faktor produksi yang digunakan, ε mengikuti distribusi
ε~(0,σ2e), q adalah besarnya produksi yang dicapai, f(x) adalah fungsi produksi
rata-rata, sedangkan g(x) adalah fungsi varians atau fungsi risiko (Robison dan
Barry 1987).
Robison dan Barry (1987) menyatakan bahwa penggunaan input juga
berpengaruh pada risiko produksi yang dihadapi oleh pengambil keputusan. Inputinput yang bersifat risk reducing atau yang bersifat mengurangi risiko,
diantaranya adalah input obat, vitamin, vaksin dan penggunaan tenaga kerja.
Penggunaan jenis dan jumlah input yang digunakan dalam usahaternak, berada di
bawah keputusan peternak. Peternak akan menentukan jumlah penggunaan input
sesuai dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi yang dimiliki peternak.
Dengan kata lain bahwa risiko yang dihadapi peternak akan berpengaruh pada
pemilihan jenis input yang digunakan. Jika peternak bersifat risk averter, maka
input yang menyebabkan variasi hasil akan dihindari oleh peternak dan peternak
akan memilih input lain yang diperkirakan tidak menimbulkan variasi hasil yang

11

besar. Variasi hasil akan berakibat pada variasi pendapatan yang diterima oleh
peternak.
Menurut Villano et al. (2005) keberadaan risiko produksi akan
mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam alokasi input usahatani.
Ellis (1988) menjelaskan terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam
melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi usahaternak,
risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang menghasilkan
pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan dalam
serangkaian musim panen. Sedangkan pada perspektif asuransi terhadap kerugian
atau kerusakan, risiko sebagai peluang adanya bencana yang menimbulkan
kerugian.
Risiko agribisnis peternakan meliputi risiko produksi, risiko pemasaran,
risiko keuangan, risiko hukum dan risiko sumberdaya manusia. Dalam agribisnis
peternakan ayam ras pedaging risiko terbesar berupa risiko produksi dan risiko
harga, risiko produksi terkait cuaca, musim, wabah penyakit, dan kerusakan
peralatan. Sutawi (1999) adapun risiko harga berupa fluktuasi harga pakan, DOC
dan harga jual ayam. Risiko harga merupakan kontributor utama terhadap
variabilitas pendapatan.
Selain risiko produksi, peternak ayam broiler menghadapi risiko harga
produk. Analisis risiko harga produk tidak dilakukan seperti analisis risiko
produksi. Hal ini dikarenakan data yang tidak memadai sehingga tidak
dimungkinkan dilakukan analisis seperti risiko produksi. Data yang tidak
memadai disini mencakup variabel-variabel yang mempengaruhi harga produk,
sementara peternak ayam broiler sebagai price taker. Dengan demikian, analisis
risiko harga produk di analisis dengan menggunakan perhitungan variance secara
manual yang merupakan penjumlahan selisih kuadrat harga produk dengan
ekspektasi harga dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Adapun formulasi
umum untuk mengestimasi risiko harga sebagai berikut :
σ2 = ∑��=1 �� �� − Ȓ�

(2.5)

dimana σ2 merupakan variasi harga yang menunjukan adanya risiko harga, Pi
merupakan peluang kejadian, Ri merupakan harga komoditas, Ȓ� merupakan
ekspektasi harga komoditas.
Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi bergantung dari
perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga
dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu, bahkan per hari,
atau dapat terjadi dalam jangka panjang. Harga bahan pangan termasuk daging
ayam broiler berfluktuatif. Harga bahan pangan seringkali bergejolak akibat
berbagai faktor, baik fenomena alam (iklim), kegagalan pasar, juga masalah
kelancaran distribusi. Fluktuasi harga daging ayam broiler dapat disebabkan oleh
besarnya jumlah penawaran dan permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran
maka harga akan rendah, sebaliknya jika jumlah penawaran semakin sedikit maka
harga akan semakin meningkat (ceteris paribus). Menurut Burhani (2013),
volatilitas harga daging ayam broiler di masa datang yang akan cenderung
semakin kecil. Faktor yang mempengaruhi volatilitas harga daging ayam broiler
di Indonesia yakni besarnya volatilitas pada satu periode sebelumnya.

12

Dalam usaha pertanian selalu dihadapkan pada situasi risiko dan
ketidakpastian. Kesediaan peternak dalam menerima risiko yang besar
berhubungan dengan sikap peternak tersebut. Ada peternak yang berani terhadap
risiko, netral terhadap risiko dan takut terhadap risiko. Sebagian besar penelitian
tentang produksi pertanian yang menggunakan fungsi produksi tidak memasukkan
faktor risiko dalam fungsi tersebut. Padahal faktor risiko termasuk elemen yang
penting dalam keputusan produksi pertanian, misalnya bagaimana pengaruh risiko
terhadap penerapan teknologi usahaternak.
Just dan Pope (1979) menjelaskan bahwa dalam menganalisis usaha
pertanian sangat penting mempertimbangkan faktor risiko seperti risiko produksi
yang terkait dengan kebijakan pemerintah untuk menerapkan inovasi baru dan
risiko harga. Kesediaan peternak untuk menerima risiko dan ketidakpastian
tersebut terkait dengan sikap peternak tersebut. Analisis risiko berhubungan
dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan
bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang umum
digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model (Anderson et al. 1977,
Robison dan Barry 1987, Ellis 1988).
Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan
dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry 1987).
Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan
probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative
frequencies) dan digunakan dalam pengambilan keputusan.

Sumber : Debertin, 1986

Gambar 2. Kurva yang Menghubungkan Varians Income dengan Income yang
Diharapkan.
Berdasarkan Gambar 2, perbedaan perilaku peternak terhadap risiko
income yang dihadapi. Peternak risk averse mengharapkan income yang lebih
tinggi dengan bertambahnya risiko income yang dihadapi, artinya apabila peternak

13

risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko yang lebih besar akan
mengharapkan income yang semakin besar pula. Sedangkan perilaku peternak risk
taker akan mengambil suatu kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah
tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih besar atau mengalami
kerugian yang lebih besar pula. Peternak risk neutral menunjukkan perilaku akan
mempunyai harapan income yang sama, tidak dipengaruhi oleh besarnya risiko
yang dihadapi.

Sumber: Ellis (1988)

Gambar 3 . Hubungan Fungsi Kepuasan Dengan Pendapatan
Pada Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa Garis DC merupakan garis linier
yang mengambarkan hubungan antara utilitas dan income dan mempunyai
kemiringan/slope positif, yang berarti semakin tinggi income, semakin besar
kepuasan atau utilitas seseorang. I1 dan I2 merupakan income dengan tingkat risiko
yang berbeda dengan kemungkinan kejadian p1 dan p2 dimana p1 + p2 = 1. Apabila
seseorang mempunyai income sebesar IA dimana IA mempunyai utilitas yang sama
dengan IE dan orang tersebut akan menolak untuk mendapatkan income yang lebih
besar dari IA (yaitu IE) dengan tujuan untuk mencari kepastian income, maka orang
tersebut dikatakan bersifat risk averse, seperti yang ditunjukkan dalam fungsi
utilitas DAC yang bersifat decreasing marginal utility. Apabila seseorang yang
utilitasnya sama antara income yang pasti diperoleh (IE) dan dengan income yang
beresiko (IA dan IB) dan dia memilih untuk mendapatkan income sebesar IE, maka
orang tersebut dikatakan bersifat risk neutral, seperti ditunjukkan dalam garis

14

fungsi utilitas DC. Sedangkan apabila seseorang lebih suka untuk memilih income
yang lebih tinggi lagi untuk mencapai utilitasnya, dan orang tersebut tidak
memilih untuk income sebesar IA ataupun IE, tetapi akan memilih untuk mencapai
income sebesar IB, maka orang tersebut bersifat risk taker, dengan kurva utilitas
DBC yang bersifat increasing marginal utility (Elis, 1988).
Ada tiga macam tipe seorang pengambil keputusan sehubungan dengan
preferensi terhadap risiko yang dihadapinya. Ketiga tipe tersebut adalah (1) risk
taker, (2) risk neutral, dan (3) risk averse. Petani risk averse mengharapkan
income yang lebih tinggi dengan bertambahnya risiko income yang dihadapi,
artinya apabila peternak risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko
yang lebih besar akan mengharapkan income yang semakin besar pula. Sedangkan
perilaku peternak risk taker akan mengambil suatu kesempatan walaupun hasil
yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih
besar atau mengalami kerugian yang lebih besar pula. Peternak risk neutral
menunjukkan perilaku akan mempunyai harapan pendapatan yang sama, tidak
dipengaruhi oleh besarnya risiko yang dihadapi.
Secara normal tidak ada seorang pun yang mau masuk dalam lingkungan
yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian tanpa mengharapkan imbalan yang
lebih besar dibandingkan dengan lingkungan yang tidak ada risiko dan
ketidakpastiannya. Perilaku peternak yang takut terhadap risiko (risk averse)
didasarkan pada maksimisasi utiliti tetapi ekspektasi maksimisasi profit dengan
ausmsi harga dan produksi bersifat stochastic (Just a