Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik

i

SUMBER DAN FREKUENSI APLIKASI LARUTAN
HARA SEBAGAI PENGGANTI AB MIX PADA BUDIDAYA
SAYURAN DAUN SECARA HIDROPONIK

FITA LITA RAMADIANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sumber dan Frekuensi

Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun
secara Hidroponik adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Fita Lita Ramadiani
NIM A24090143

2

ABSTRAK
FITA LITA RAMADIANI. Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai
Pengganti AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik. Dibimbing
oleh ANAS D. SUSILA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi aplikasi dan jenis
sumber hara pada pertumbuhan dan produksi kangkung (Ipomoea sp.), caisin

(Brassica juncea), dan kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala) secara
hidroponik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama yaitu jenis sumber hara (AB
Mix, NPK 15:15:15, dan NPK 12:14:12) dan faktor kedua frekuensi aplikasi (satu
kali dan dua kali). Setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 24
satuan percobaan. Secara umum perlakuan NPK 15:15:15 menghasilkan tanaman
yang tidak berbeda dengan AB Mix, sedangkan NPK 12:14:12 menghasilkan
tanaman dengan kualitas yang paling rendah. Frekuensi aplikasi satu kali jenis
hara yang terbaik yaitu NPK 15:15:15, sedangkan frekuensi aplikasi dua kali
dengan jenis hara AB Mix.
Kata kunci: larutan hara, NPK 12:14:12, NPK 15:15:15

ABSTRACT
FITA LITA RAMADIANI. Sources and Frequency Applications as Substitute AB
Nutrient Solution Mix on Leaf Vegetables in Hydroponics Cultivation. Supervised
by ANAS D. SUSILA
The objective of this research to determinate the frequency and source of
nutrient applications on growth and yield of kangkong (Ipomoea sp.), caisin
(Brassica juncea), and kale (Brassica oleraceae Var Acephala) in hydroponics.
The experiment were arranged in a RCBD (Randomized Completely Block

Design) with two factors, first factor source of nutrient (AB Mix, NPK 15:15:15,
and NPK 12:14:12), and second factor is method of application (one time and two
time) with four replication so there are 24 experimental units. The result show
NPK 15:15:15 have similar effect with AB Mix in kangkong, caisin, and
kale.With one time frequency application, the best fertilizer source is NPK
15:15:15, while with two time application the best fertilizer is AB Mix.
Keywords: NPK 12:14:12, NPK 15:15:15, nutrient solution.

iii

SUMBER DAN FREKUENSI APLIKASI LARUTAN
HARA SEBAGAI PENGGANTI AB MIX PADA BUDIDAYA
SAYURAN DAUN SECARA HIDROPONIK

FITA LITA RAMADIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

v

Judul Skripsi : Sumber dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti
AB Mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik
Nama
: Fita Lita Ramadiani
NIM
: A24090143

Disetujui oleh


Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

2

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian Sumber
dan Frekuensi Aplikasi Larutan Hara sebagai Pengganti AB Mix pada Budidaya
Sayuran Daun secara Hidroponik dilaksanakan guna menemukan alternatif

pengganti pupuk untuk hidroponik AB Mix yang lebih murah dan frekuensi
aplikasi yang lebih efisien.Terima kasih penulis ucapkankepada Dr Ir Anas
Dinurrohman, Msi.selaku pembimbing skripsi, Dr Dewi Sukma, SP Msi. dan Prof
Dr Sobir, Msi. selaku dosen penguji, Dr Ir Memen Surahman, MSc. selaku
pembimbing akademik, Pak Mamat , Pak Milin dan Staf University Farm yang
telah membantu kelancaran penelitian penulis, teman- teman Socrates 46 dan
Pondok Jaika B khususnya Dyan, Ragil, Echie, Ena, dan Selvi yang telah
membantu dan memberi dukungan selama persiapan hingga skripsi ini selesai.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang pertanian.

Bogor, Februari 2014
Fita Lita Ramadiani

2

ix


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran Daun
Hidroponik
Unsur Nitrogen
Frekuensi Fertigasi
Larutan Hara
METODE


3
3
4
4
4
4
5

Bahan Penelitian

5

Peralatan Penelitian

5

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

6


Prosedur Percobaan

6

Pelaksanaan Penelitian

6

Pengamatan

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN

8
8

25
27

Kesimpulan

27

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

39

2

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap tinggi tanaman kangkung
2 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap diameter batang
kangkung
3 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung
4 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung
5 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot panen dan warna
daun kangkung
6 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung
periode II
7 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun kangkung
periode II
8 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung II
9 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4
tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total
kangkung II
10 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang,
bobot akar, panjang akar, warna daun kangkung II
11 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun caisin
12 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun caisin
13 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun caisin
14 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot total,
bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot layak pasar, dan bobot tidak
layak pasar caisin
15 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang,
bobot akar, panjang akar, dan warna daun caisin
16 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadan lebar daun kailan
17 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun kailan
18 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kailan
19 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4
tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total
kailan.
20 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap
bobot/tanaman kailan
21 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot
layak pasar kailan
22 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot
tidak layak pasar kailan
23 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang,
bobot akar, panjang akar, dan wana daun kailan
24 Pengaruh interaksi antara hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot
daun kailan

10
10
11
11
12
13
14
15

15
16
17
17
18

19
20
21
21
22

22
23
23
23
24
24

xi

DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi tanaman selama penanaman
2 Perbandingan tanaman kangkung periode I pada berbagai jenis
perlakuan
3 Perbandingan tanaman kangkung periode II pada berbagai jenis
perlakuan
4 Perbandingan tanaman caisin pada berbagai jenis perlakuan
5 Tanaman caisin layak pasar dan tidak layak pasar
6 Perbandingan tanaman kailan pada berbagai jenis perlakuan

9
12
14
18
19
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kangkung periode I
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada caisin
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kangkung periode II
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada kailan
Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara AB Mix
luas greenhouse 1000 m2
Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara NPK
15:15:15 luas greenhouse 1000 m2
Analisis usaha tani caisin varietas Tosakan dengan jenis hara NPK
12:14:12 luas greenhouse 1000 m2
Data suhu dan kelembaban rumah kaca periode bulan Maret-Mei 2013
Data konsentrasi untuk masing-masing jenis hara
Perhitungan penyetaraan konsentrasi N masing-masing jenis hara
dengan AB Mix (180 mg.l-1)
Perhitungan konsentrasi N setelah dilakukan penyetaraan EC=2

30
31
32
33
34
35
36
37
37
37
38

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran bermanfaat dalam peningkatan gizi karena mengandung vitamin,
serat, dan mineral. Sayuran daun yang umum dikonsumsi masyarakat antara lain
kangkung, caisin, dan kailan. Produksi sayuran nasional mengalami peningkatan
pada tahun 2012 sebesar 0.15% dari produksi sebelumnya pada tahun 2011,
namun konsumsi perkapita hanya sebesar 47.3 kg masih jauh dari standar
konsumsi yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO)
yaitu 73 kg per kapita per tahun (BPS 2013). Menurut Marwan (2008)
peningkatan jumlah konsumsi harus diiringi dengan jumlah produksi untuk
mengimbangi permintaan sayuran yang menuntut adanya pengadaan sayuran
bermutu. Menurut Min dan Kubota (2008) petani mulai beralih kearah produksi
sayuran berkualitas tinggi dan menghasilkan sayuran yang lebih aman yaitu
dengan pengurangan penggunaan pestisida untuk mendapatkan harga yang lebih
tinggi. Petani tradisional menanam sayuran tersebut di lingkungan terbuka,
akibatnya saat musim hujan banyak tanaman yang rusak terpukul air hujan dan
terserang penyakit sedangkan saat musim kemarau, kualitasnya menurun karena
bagian daun dimakan serangga. Oleh karena itu sebaiknya petani menggunakan
metode yang lebih baik untuk budidaya sayuran agar serangan hama dan penyakit
berkurang dan penggunaan pestisida dapat diminimalkan sehingga produksi
sayuran meningkat dan lebih berkualitas.
Hidroponik merupakan salah satu alternatif budidaya untuk peningkatan
kualitas sayuran yang dihasilkan. Menurut Resh (1999) budidaya hidroponik
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya ditanah, yaitu:
hara tanaman lebih homogen dan dapat dikendalikan, tidak dibatasi oleh
ketersediaan unsur hara dalam tanah, tidak memerlukan pengolahan tanah,
penggunaan pupuk lebih efisien, media tanam lebih permanen karena dapat
digunakan untuk jangka waktu yang lama, dan hama penyakit cenderung
berkurang. Bagi masyarakat umum teknologi hidroponik ini dinilai terlalu mahal.
Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan dari teknologi hidroponik ini agar
menjadi lebih mudah, murah, dan sederhana, serta masyarakat mampu
menerapkannya dalam budidaya sayuran.
Penelitian Kusumawardhani dan Widodo (2003) dengan menggunakan
pupuk majemuk yaitu NPK 20:20:20 dan NPK 8:10:13 dengan penyetaraan unsur
N, memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan larutan hara AB Mix pada
budidaya tomat secara hidroponik. Ditambahkan oleh Iqbal (2006) pada budidaya
bayam dan Masriah (2006) pada budidaya kangkung secara hidroponik
menggunakan pupuk majemuk NPK (20:20:20) dan NPK 16:20:0 menghasilkan
tanaman yang lebih baik dibanding AB Mix.
Kebutuhan hara pada sistem hidroponik diberikan bersamaan dengan
irigasi atau dikenal dengan istilah fertigasi. Menurut Noor (2006) air dan hara
yang diaplikasikan dalam fertigasi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Frekuensi fertigasi jauh lebih penting dibandingkan
dengan pemberian total volume air yang diberikan. Susila (2006) menyatakan bahwa
pada jumlah dan volume yang tetap, semakin banyak frekuensi penyiraman tanaman akan

2

cenderung mengalami pertumbuhan vegetatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui frekuensi aplikasi yang efisien dalam budidaya
sayuran secara hidroponik. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah
arang sekam. Arang sekam termasuk media yang memiliki kemampuan menahan
air (water holding capacity) yang rendah. Oleh karena itu media arang sekam
yang digunakan perlu diberi perlakuan fertigasi secara berkala.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pupuk majemuk cukup
baik untuk tanaman sayuran yang ditanam secara hidroponik, namun harganya
masih terlalu mahal untuk budidaya sayuran daun secara komersil. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pupuk majemuk yang harganya
lebih terjangkau. Percobaan ini akan diketahui pengaruh larutan hara dan
frekuensi aplikasi sebagai alternatif pengganti larutan hara AB Mix pada budidaya
caisin, kangkung, dan kailan secara hidroponik.
Perumusan Masalah
Kualitas sayuran daun pada budidaya secara konvensional saat ini mulai
mengalami penurunan. Penggunaan teknologi hidroponik dapat meningkatkan
kualitas sayuran yang dihasilkan. Bagi masyarakat umum teknologi hidroponik ini
masih tebilang mahal, khususnya untuk biaya pemupukan. Permasalahan tersebut
dapat diatasi dengan mencari alternatif pengganti pupuk untuk hidroponik yaitu
AB Mix agar teknologi hidroponik tersebut menjadi lebih murah. Hasil yang
diharapkan yaitu terdapat salah satu pupuk yang dapat menjadi alternatif
pengganti pupuk AB Mix.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber dan frekuensi aplikasi
sebagai alternatif pengganti larutan hara AB Mix pada budidaya kangkung
(Ipomoea sp.), caisin (Brassica juncea), dan kailan (Brassica oleraceae Var.
Acephala) secara hidroponik.
Hipotesis
1. Pupuk majemuk NPK 15:15:15 dengan penyetaraan unsur N dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti larutan AB Mix pada budidaya caisin, kangkung,
dan kailan secara hidroponik.
2. Pupuk majemuk NPK 12:14:12 dengan penyetaraan unsur N dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti larutan AB Mix pada budidaya caisin, kangkung,
dan kailan secara hidroponik.
3. Terdapat frekuensi fertigasi terbaik untuk produksi kangkung, caisin, dan
kailan secara hidroponik.
4. Terdapat interaksi antara jenis larutan hara dengan frekuensi aplikasi terbaik
untuk pertumbuhan dan produksi kangkung, caisin, dan kailan secara
hidroponik.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran Daun
Istilah sayuran menunjukkan sebagian atau seluruh bagian tanaman berupa
tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh,
segar atau dimasak (Wiliams et al. 1993). Sayuran daun merupakan jenis sayuran
yang hanya dimanfaatkan daunnya. Bagian daun dari sayuran jenis ini
mengandung zat gizi lebih tinggi dibandingkan bagian sayuran lainnya pada jenis
tanaman yang sama, selain itu rasa yang lebih enak dan tekstur yang lebih lunak
juga merupakan alasan sayuran ini hanya diambil bagian daunnya saja. Contoh
jenis sayuran daun yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu kangkung,
caisin, dan kailan.
1. Caisin ( Brassica chinensis var. parachinensis)
Caisin merupakan salah satu famili Cruciferae. Caisin cocok ditanam di
dataran rendah. Tanaman tegap dan cepat tumbuh sesuai untuk kondisi tropika.
Tanah harus memiliki drainase yang baik dengan pH 5.5-6.5. Batang caisin
ramping dan hijau, berdaun lonjong, halus, berwarna putih kehijauan, dan tidak
berkrop. Daun caisin lebar, memanjang, tipis, sedikit bergelombang, berwarna
hijau terang, tulang daun utama melebar, rasanya segar dengan sedikit rasa pahit.
Daerah yang cocok untuk pertumbuhan caisin adalah antara 500-1 200 mdpl
dengan pH antara 6-7. Caisin dapat dipanen saat tanaman berumur 30-40 hari
setelah transplanting (Tindall 1986).
2. Kangkung (Ipomoea sp.)
Kangkung termasuk dalam famili Convolvulaceae. Kangkung merupakan
tanaman dengan pertumbuhan cepat yang memberikan hasil dalam waktu 4-6
minggu sejak dari benih. Kangkung dapat ditanam di dataran tinggi hingga
dataran rendah dekat pantai, pada berbagai kondisi tanah. Tanah lempung yang
gembur sangat disenangi oleh kangkung. Kangkung darat memiliki daun yang
panjang, berbentuk jantung pada pangkalnya dengan ujung yang runcing,
warnanya hijau keputihan. Kangkung memiliki batang yang berongga. Akar
adventif segera terbentuk pada buku batang jika menyentuh tanah. Suhu yang
ideal untuk tanaman kangkung yaitu antara 25-30oC (Rubatzky dan Yamaguchi
1999).
3. Kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala)
Kailan termasuk dalam famili Cruciferae. Kailan biasanya ditanam sebagai
tanaman tahunan di daerah beriklim sedang. Tinggi kailan dapat mencapai 1 meter.
Daun kailan berbentuk bulat atau oval dengan tangkai daun yang panjang dan
berwarna hijau kebiruan. Batang kailan kuat dan bercabang. Kailan cocok ditanam
pada ketinggian 500 mdpl, walaupun sebagian lain masih dapat hidup di

4

dataran rendah (Tindall 1986). Ketersediaan kandungan bahan organik didalam
tanah diperlukan untuk pertumbuhan optimum kailan. Kailan dapat dipanen saat
berumur 50-85 hari setelah transplanting.
Hidroponik
Hidroponik berasal dari kata Hydroponick. Kata tersebut merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya
bekerja. Hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam
perkembangannya hidroponik tidak berarti hanya bekerja dengan air saja
melainkan dengan media lain selain tanah. Teknik hidroponik mampu
menyediakan larutan nutrien sesuai dengan kebutuhan tanaman. Ditambahkan
oleh Tindall (1986) keuntungan lain budidaya dengan sistem hidroponik
diantaranya yaitu: nutrisi tanaman dapat dikontrol, hasil yang diperoleh per satuan
luas lebih besar, dan pengendalian hama, penyakit, dan gulma dapat diminimalkan.
Hidroponik memiliki kelemahan yaitu biaya dan ketelatenan yang tinggi.
Unsur Nitrogen
Menurut Arteca (2006) nitrogen merupakan salah satu unsur yang banyak
diperlukan tanaman. Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk nitrat atau
amonium. Nitrogen digunakan untuk pembentukan klorofil, asam amino, protein,
dan DNA. Gejala defisiensi nitrogen dicirikan dengan pertumbuhan tanaman yang
terhambat dan menguningnya daun atau disebut dengan klorosis. Klorosis dapat
disebabkan oleh kerusakan klorofil akibat kekurangan mineral. Gejala dimulai
pada daun yang lebih tua kemudian menyebar hingga daun termuda. Nitrogen
larut dalam air dan sangat mobil. Menurut Subhan et al. (2009), nitrogen
diperlukan untuk produksi protein, pertumbuhan daun, dan mendukung proses
metabolisme seperti fotosintesis.
Frekuensi Fertigasi
Fertigasi merupakan pemberian air irigasi bersamaan dengan pemupukan.
Secara umum lebih baik meningkatkan frekuensi penyiraman daripada
meningkatkan jumlah air yang diberikan pada tanaman yang mendekati masa
panen. Menurut Susila (2006), pada jumlah volume yang tetap semakin banyak
frekuensi penyiraman tanaman akan cenderung mengalami pertumbuhan vegetatif.
Menurut Thompson (2003), peningkatan frekuensi fertigasi tidak diikuti dengan
peningkatan serapan unsur nitrogen pada budidaya brokoli dengan irigasi tetes.
Fertigasi tetap dapat dijarangkan tanpa harus mengorbankan hasil dan kualitas
panen atau menyebabkan kerugian N berlebihan. Menurut Scheiber dan Beeson
(2006), tingkat asimilasi tanaman dalam fertigasi secara manual lebih rendah
dibandingkan dengan sistem fertigasi terkontrol, namun tidak ada perbedaan
dalam parameter pertumbuhannya.
Larutan Hara
Jenis larutan hara merupakan faktor penentu penting dalam mencapai
keberhasilan penanaman menggunakan sistem hidroponik. Larutan hara berisikan

5

satu atau lebih unsur esensial yang dapat diserap dan dibutuhkan oleh tanaman.
Larutan hara memiliki tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu komposisi, pH
dan EC. Derajat keasaman (pH) yang ideal untuk sayuran yaitu berkisar antara 56.5. Kepekatan larutan merupakan faktor lain yang mempengaruhi kualitas larutan
nutrisi. Kepekatan larutan dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan
untuk menghantarkan listrik yang terkandung di dalam larutan ke akar tanaman
menggunakan alat konduktivitas listrik (electrical conductivity, EC). Satuan
pengukuran EC adalah milimhos per centimeter (mmhos.cm-1), milisiemens per
centimeter (mS.cm-1) atau microsiemens per centimeter. Setiap tanaman
membutuhkan kisaran EC yang berbeda-beda sesuai fase pertumbuhan. Semakin
banyak unsur hara yang terkandung dalam larutan nutrisi maka akan semakin
tinggi pula nilai EC, yang berarti bahwa kemampuan larutan hara tersebut untuk
menghantarkan ion-ion listrik ke akar tanaman akan semakin tinggi. Electrical
conductivity standar untuk sayuran daun yaitu berkisar antara 1.5-2 mS.cm-1
(Hermawan 2004). Secara umum nilai EC 4.6 adalah ambang batas EC larutan.
Bila nilai EC terlalu tinggi, maka efisiensi penyerapan unsur hara oleh akar
akan turun.

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kangkung
varietas Walet, benih caisin varietas Tosakan, benih kailan varietas Nova, pupuk
AB Mix, pupuk NPK 15:15:15, NPK 12:14:12, Carbofuran, Deltametrin, dan
arang sekam. Larutan hara yang digunakan adalah AB Mix dengan stok A yang
terdiri atas KNO3, Ca(No3)2, FeEDTA dan larutan hara stok B : KNO3. K2SO4,
KH2PO4, MgSO4, CuSo4, (NH4)2SO4, Na2HBO3, ZnSO4, dan Na2MoO4.
Komposisi hara yang digunakan adalah sebagai berikut (ppm) Ca++177, Mg++24,
K+210, NH4++25, NO3-233 , SO4=113, PO4=60, Fe 2.14, B 1.2, Zn 0.26, Cu 0.048,
Mn 0.18, dan Mo 0.046.
Kandungan dalam NPK 15:15:15 yaitu 15% N, 15% P2O5, 15% K2O, 2%
MgO, 3% S. Kandungan unsur hara dalam NPK 12:14:12 yaitu 12% N, 14% P2O5,
12% K2O, 1% Mg dan dilengkapi dengan unsur mikro seperti Mn, B, Cu, Co, dan
Zn dalam jumlah kecil.
Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag ukuran 40
cm X 40 cm , gelas ukur 100 ml, timbangan digital, sprayer, kontainer 120 liter,
penggaris, kamera, bagan warna daun (BWD), EC meter, pH meter, jangka sorong,
dan tray semai.

6

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di greenhouse Unit Lapangan Cikabayan
University Farm IPB, pada ketinggian 250 m dpl dengan titik koordinat 6oγγ’5.68”
LS dan 106o4β’51.γγ” BT pada Maret sampai Mei 2013. Dilanjutkan dengan
penghitungan bobot di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan
Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Percobaan
Penelitian dilaksanakan secara terpisah untuk masing-masing komoditas.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama
merupakan jenis larutan hara dengan tiga perlakuan yaitu:
P0 = Kontrol (AB Mix) dengan dosis 300 ml/polybag
P1 = Pupuk NPK 15:15:15 dengan penyetaraan unsur N dengan dosis 300
ml/polybag
P2 = Pupuk NPK 14:12:14 dengan penyetaraan unsur N dengan dosis 300
ml/polybag
Faktor kedua merupakan frekuensi aplikasi dengan dua perlakuan, yaitu:
A1 = satu kali penyiraman (300 ml/polybag)
A2 =dua kali penyiraman pada pagi dan sore hari (masing-masing 150
ml/polybag)
Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan sehingga terdapat 24 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 polybag, setiap polybag terdiri
dari 4 tanaman, sehingga total tanaman yang ditanam sebanyak 288 untuk masingmasing komoditas. Pengamatan dipilih secara acak 3 tanaman contoh dalam setiap
ulangan, total tanaman contoh sebanyak 72 tanaman untuk setiap komoditas yang
ditanam.
Model matematika yang akan digunakan adalah:
Yijk = µ + αi + j + (α ) ij + k+ εij
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada jenis pupuk ke-i, frekuensi pemupukan ke –j,
dan kelompok ke-k
µ
= Nilai rata-rata pengamatan
αi
= Pengaruh jenis pupuk ke-i
= Pengaruh frekuensi pemupukan ke –j
j
(α ) ij = Pengaruh interaksi jenis pupuk ke-i dan frekuensi pemupukan ke-j
= Pengaruh kelompok ke-k
k
εij
= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan kontrol ke-i ulangan ke-j.
Apabila analisis ragam untuk perlakuan pemupukan dan frekuensi aplikasi
menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak
berganda (Duncan Multiple Rang Test/DMRT)
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan secara terpisah antara masing-masing komoditas.
Benih kangkung, caisin, dan kalian disemai dalam tray dengan media berupa
cascing. Penyemaian dilakukan selama 2 minggu untuk kangkung dan 3 minggu

7

untuk caisin dan kailan. Setelah berumur 2 sampai 3 minggu, bibit
dipindahtanamkan pada polybag berukuran 40 cm x 40 cm dengan media tanam
arang sekam. Masing-masing polybag ditanam dengan 4 tanaman. Polybag
ditempatkan secara berkelompok sesuai perlakuan di dalam greenhouse.
Penanaman kangkung dilakukan sebanyak dua kali. Setelah kangkung pertama
selesai dipanen kemudian kangkung kedua ditanam. Penanaman kangkung
periode kedua tidak dilakukan penyetaraan N, melainkan dengan melakukan
penyetaraan EC yaitu 2 untuk semua perlakuan jenis hara. Setelah dilakukan
penyetaraan EC=2 didapatkan konsentrasi untuk AB Mix, NPK 15:15:15, dan
NPK 12:14:12 berturut-turut yaitu 9.6 g.l-1, 7.3 g.l-1, dan 15.45 g.l-1.
Penyiraman dan pemupukan untuk pupuk AB Mix, NPK 15:15:15, dan
NPK 12:14:12 dilakukan secara bersamaan dengan sistem fertigasi manual.
Larutan pupuk majemuk NPK 15:15:15 dan NPK 12:14:12 disetarakan
kandungan N-nya dengan kandungan N pada larutan hara AB Mix 180 mg.l-1 N.
Setelah disetarakan, didapatkan pupuk NPK 15:15:15 sebanyak 1.2 g.l-1 dan NPK
12:14:12 sebanyak 1.5 g.l-1. Pupuk AB Mix dilarutkan dalam kontainer A dan
kontainer B dengan volume masing-masing 90 liter. Sebanyak 250 ml masingmasing larutan stok diencerkan pada kontainer besar berukuran 100 liter.
Perlakuan pertama diaplikasikan satu kali sehari sebanyak 300 ml sedangkan
perlakuan kedua diaplikasikan dua kali yaitu pada pagi dan sore hari masingmasing 150 ml dengan menggunakan gelas ukur. Pemeliharaan tanaman meliputi
pengendalian hama dan penyakit. Kangkung dapat dipanen pada umur 3-4 MST,
caisin dan kailan dapat dipanen pada umur 4-5 MST.
Pengamatan
Pengamatan akan dilakukan satu kali dalam seminggu dari 1 HST sampai
menjelang panen. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan dengan
pengambilan contoh secara acak. Pengamatan dilakukan pada bagian vegetatif
tanaman. Parameter pengamatan vegetatif yang akan diamati yaitu tinggi tanaman
diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh, diameter batang diukur pada
bagian yang dekat dengan permukaan media, lebar daun diukur melintang pada
daun terlebar dari setiap tanaman contoh, panjang daun diukur dari mulai pangkal
daun hingga ujung daun, jumlah daun dihitung jumlah daun yang telah membuka
sempurna. Pengamatan panen terdiri atas bobot total ditimbang seluruh tanaman
yang dipanen yaitu berjumlah 96 tanaman masing-masing perlakuan pemupukan,
bobot/4 tanaman, bobot/tanaman, bobot daun ditimbang bagian daunnya saja,
bobot batang ditimbang hanya bagian batangnya, bobot akar ditimbang bagian
akarnya, panjang akar diukur dari pangkal hingga ujung akar, warna daun diamati
menggunakan bagan warna daun (BWD), perhitungan bobot total layak pasar, dan
perhitungan bobot total tidak layak pasar. Perhitungan bobot tidak layak pasar dan
bobot layak pasar yaitu dengan mengamati secara visual keragaan tanaman yang
kondisinya baik dan diamati dari segi bobotnya. Pengamatan secara visual dengan
melihat kondisi tanaman yang dipanen yaitu bagian daun bersih dari hama, tidak
berlubang atau sobek, dan warna daun hijau cerah. Kriteria bobot layak pasar
untuk kangkung yaitu 10 g/batang, untuk caisin 40 g/batang, dan untuk kailan 25
g/batang.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Benih kangkung, caisin, dan kailan disemai lebih dulu sebelum ditanam di
dalam greenhouse. Bibit kangkung siap dipindah tanam setelah berumur 2 minggu,
sedangkan caisin dan kailan setelah berumur 3 minggu. Kondisi kangkung, caisin,
dan kailan pada awal penanaman tumbuh dengan normal tanpa gejala layu atau
menguning. Kangkung ditanam sebanyak dua periode, periode pertama dengan
disemai dahulu sedangkan periode kedua tanpa penyemaian. Seluruh tanaman
yang ditanam tidak mengalami kematian hingga akhir percobaan.
Terdapat daun kangkung dan caisin yang mulai menguning pada 1 MST
akibat defisiensi unsur hara yang terlihat dengan menguningnya daun teratas.
Selain menguningnya daun, defisiensi hara tersebut juga berdampak pada
kerdilnya ukuran tanaman kangkung, caisin, dan kailan. Gejala ini terjadi pada
tanaman dengan perlakuan pupuk NPK 12:14:12. Hingga akhir penanaman,
perlakuan NPK 12:14:12 menghasilkan tanaman yang memiliki ukuran yang
lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan jenis hara AB Mix dan NPK 15:15:15.
Helaian daun kangkung, caisin, dan kailan yang diberi larutan hara NPK
15:15:15 dan AB Mix memiliki kondisi yang sangat baik. Warna helaian daun
kangkung, caisin dan kailan terlihat cerah dengan ukuran daun yang lebih lebar.
Memasuki 3 MST pada caisin dan kailan mengalami layu tidak permanen pada
siang hari .
Serangan hama mulai terjadi pada kangkung saat tanaman berumur 2 MST,
sedangkan caisin dan kailan terserang saat berumur 3 MST. Hama yang
menyerang selama penanaman yaitu belalang (Oxya chinensis) dan kutu kebul
(Bemisia tabacii). Jumlah tanaman yang mendapat serangan hama hanya sebesar
3.8%. Pengendalian hama menggunakan pestisida dengan bahan aktif Deltametrin
2 ml.l-1. Aplikasi pestisida dilakukan dua kali selama masa tanam, yaitu pada 2
MST dan 3 MST. Panen kangkung periode pertama dan kedua dilakukan saat
berumur 3 MST. Caisin dan kailan dipanen saat berumur 4 MST.
Suhu rata-rata di dalam greenhouse selama penelitian relatif tinggi yaitu
berkisar 26OC sampai 40OC. Suhu rata-rata greenhouse yang cukup tinggi dan
kelembaban relatif harian rendah tidak menyebabkan tanaman mengalami
kelayuan permanen. Tanaman hanya mengalami layu sementara pada siang hari
dan pada sore hari kembali normal. Suhu rata-rata pada pagi hari 29.4 OC, siang
hari 37.4OC, dan sore hari 29OC. Kelembaban relatif harian rata-rata pada pagi
hari yaitu 80.6%, siang hari 62.3%, dan sore hari 84.4%. Walaupun tanaman tidak
mengalami layu permanen, namun diduga tanaman kekurangan air dalam
pertumbuhannya. Oleh karena itu sebaiknya frekuensi penyiraman ditambah agar
pertumbuhan tanaman lebih optimal.

9

A

B

C

D

Gambar 1 kondisi tanaman selama penelitian: A) defisiensi unsur hara S B) layu tidak
permanen C) terserang hama kutu kebul D) terserang hama belalang

Kangkung (Ipomoea reptans) periode I
Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Lampiran 1 diketahui
bahwa perlakuan jenis hara berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2
MST, diameter batang pada 2 dan 3 MST, lebar daun 1-3 MST, jumlah daun 2
dan 3 MST, bobot total, bobot/tanaman, bobot layak pasar, dan warna daun.
Perlakuan frekuensi aplikasi memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
pada 1 dan 2 MST, serta jumlah daun pada 3 MST. Tidak terdapat interaksi pada
semua parameter pengamatan kangkung periode I.
Pertumbuhan
Ketiga jenis hara menunjukkan perbedaan tinggi yang nyata pada 2 MST
(Tabel 1). Jenis hara AB Mix dan NPK 15:15:15 tidak menghasilkan tinggi
tanaman yang berbeda, tetapi kedua perlakuan tersebut menghasilkan data lebih
tinggi daripada NPK 12:14:12. Perlakuan frekuensi aplikasi menunjukkan
pengaruh yang nyata pada 1 dan 2 MST. Frekuensi aplikasi dua kali
menghasilkan tanaman kangkung yang lebih tinggi dibandingkan dengan
frekuensi aplikasi satu kali.

10

Tabel 1 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap tinggi tanaman kangkung I
Perlakuan

Tinggi tanaman (cm)
2 MST

1 MST
3 MST
Hara
AB Mix
16.62
28.38a
34.92
NPK 15:15:15
16.50
29.35a
34.85
NPK12:14:12
15.39
25.84b
29.88
Uji F
tn
*
tn
Frekuensi
1 kali
15.30
26.79
33.15
2 kali
17.04
28.92
33.28
Uji F
**
*
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
CV
6.82
8.51
15.52
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Berdasarkan data pada Tabel 2, diameter batang pada tiga jenis hara
menunjukkan perbedaan nyata pada 2 dan 3 MST. Perlakuan hara AB Mix dan
NPK 15:15:15 menghasilkan diameter batang yang lebih besar dibandingkan NPK
12:14:12. Perlakuan frekuensi aplikasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
diameter batang kangkung.
Tabel 2 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap diameter batang kangkung
I
Perlakuan

Diameter batang (cm)
2 MST

1 MST
3 MST
Hara
AB Mix
0.35
0.47a
0.51a
NPK 15:15:15
0.36
0.45a
0.49a
NPK12:14:12
0.34
0.42b
0.45b
Uji F
tn
**
*
Frekuensi
1 kali
0.35
0.44
0.48
2 kali
0.35
0.45
0.48
Uji F
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
CV
5.47
5.92
7.74
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Berdasarkan data pada Tabel 3, perlakuan tiga jenis hara berpengaruh
nyata terhadap lebar daun kangkung pada 1-3 MST. Jenis hara NPK 15:15:15
memiliki lebar daun terbesar pada 1-3 MST, akan tetapi tidak berbeda nyata
dengan hara AB Mix. Perlakuan frekuensi aplikasi tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap lebar daun kangkung.

11

Tabel 3 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung I
Lebar daun (cm)
2 MST

Perlakuan

1 MST
3 MST
Hara
AB Mix
1.60ab
1.88ab
1.97ab
NPK 15:15:15
1.71a
2.06a
2.10a
NPK12:14:12
1.51b
1.72b
1.80b
Uji F
*
**
*
Frekuensi
1 kali
1.58
1.87
1.93
2 kali
1.64
1.91
1.98
Uji F
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
CV
9.12
9.70
8.85
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Perlakuan tiga jenis hara berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 2
dan 3 MST berdasarkan Tabel 4. Jenis hara NPK 15:15:15 memiliki jumlah daun
terbanyak dibandingkan jenis hara yang lain. Frekuensi aplikasi berpengaruh
nyata pada 3 MST. Perlakuan frekuensi 2 kali aplikasi memiliki jumlah daun yang
lebih banyak dibandingkan frekuensi 1 kali aplikasi.
Tabel 4 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung I
Perlakuan

1 MST

Jumlah daun (helai)
2 MST

3 MST

Hara
AB Mix
8.25
12.13b
14.88b
NPK 15:15:15
8.38
14.96a
19.88a
NPK12:14:12
8.17
11.46b
13.79b
Uji F
tn
**
**
Frekuensi
1 kali
8.06
12.44
15.36
2 kali
8.47
13.25
17.00
Uji F
tn
tn
*
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
CV
7.60
8.31
11.56
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Hasil Panen
Berdasarkan data pada Tabel 5, perlakuan jenis hara berpengaruh nyata
pada bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot layak pasar, bobot total, dan warna
daun. Perlakuan jenis hara NPK 15:15:15 memiliki bobot total, bobot/tanaman,
bobot/4 tanaman, dan bobot layak pasar yang tertinggi serta warna daun yang

12

lebih hijau dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan frekuensi aplikasi
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman,
bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot total, dan warna daun.

Gambar 2 Perbandingan tanaman kangkung pada berbagai jenis perlakuan: (P0A1) Hara
AB Mix dengan frekuensi 1 kali (P0A2) Hara AB Mix dengan frekuensi 2 kali
(P1A1) Hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi 1 kali (P1A2) Hara NPK
15:15:15 dengan frekuensi 2 kali (P2A1) Hara NPK 12:14:12 dengan
frekuensi 1 kali (P2A2) Hara NPK 12:14:12 dengan frekuensi 2 kali.

Tabel 5 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot Pengaruh hara dan
frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman,bobot layak
pasar, bobot tidak layak pasar, bobot total, dan warna daunkangkung I
Perlakuan

Bobot/tanaman
(g)

Bobot/4
tanaman
(g)

Bobot 24 tanaman (g)
Bobot layak
Bobot tidak
pasar
layak pasar

Bobot
total

Warna
daun

Hara
AB Mix
9.74b
32.20b
27.58b
69.02
96.60b 2.83b
NPK
12.87a
41.05a
53.57a
69.59
123.16a 3.29a
15:15:15
NPK
7.01c
24.26c
2.58b
2.70c
70.07
72.77c
12:14:12
Uji F
**
**
**
**
tn
**
Frekuensi
1 kali
9.61
31.79
2.94
25.41
69.95
95.36
2 kali
10.14
33.22
2.86
30.49
69.17
99.66
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
tn
CV
15.82
13.32
13.13
55.75
16.90
13.30
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%

13

Kangkung (Ipomoea reptans) periode II
Rekapitulasi sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perlakuan
jenis hara berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 1-3 MST, panjang daun
pada 2 dan 3 MST, jumlah daun pada 1-3 MST, bobot/tanaman, bobot/4 tanaman,
bobot total, bobot layak pasar, warna daun, bobot daun, bobot batang, bobot akar,
dan panjang akar. Perlakuan frekuensi aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap
seluruh parameter pengamatan. Tidak terdapat interaksi antara jenis hara dan
frekuensi aplikasi terhadap seluruh parameter pengamatan.
Pertumbuhan
Hara NPK 15:15:15 menghasilkan lebar daun dan jumlah daun terbesar
dibandingkan AB Mix dan NPK 12:14:12 berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 8. Jenis
hara NPK 15:15:15 menghasilkan lebar daun yang lebih besar dibandingkan AB
Mix dan NPK 12:14:12 pada 2 dan 3 MST, sedangkan pada 1 MST tidak berbeda
nyata antara ketiganya (Tabel 7).
Tabel 6 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kangkung II
Perlakuan

1 MST

Lebar daun (cm)
2 MST

3 MST

Hara
AB Mix
1.03b
1.44b
1.63b
NPK 15:15:15
1.20a
1.79a
2.18a
NPK 12:14:12
1.11ab
1.50b
1.73b
Uji F
*
**
**
Frekuensi
1 kali
1.09
1.58
1.86
2 kali
1.14
1.57
1.83
Uji F
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
CV
10.93
12.30
11.28
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam

14

Gambar 3 Perbandingan tanaman kangkung periode II pada berbagai jenis perlakuan:
(P0A1) Hara AB Mix dengan frekuensi 1 kali (P0A2) Hara AB Mix dengan
frekuensi 2 kali (P1A1) Hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi 1 kali (P1A2)
Hara NPK 15:15:15 dengan frekuensi 2 kali (P2A1) Hara NPK 12:14:12
dengan frekuensi 1 kali (P2A2) Hara NPK 12:14:12 dengan frekuensi 2 kali.

Tabel 7 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun kangkung II
Panjang daun (cm)
Perlakuan
1 MST

2 MST

3 MST

AB Mix

5.73

7.68b

8.59b

NPK 15:15:15

6.08

8.49a

9.85a

NPK12:14:12

5.73

7.74b

8.53b

tn

*

*

1 kali

5.83

8.01

9.11

2 kali

6.04

7.93

8.87

Uji F

tn

tn

tn

tn

tn

tn

7.02

7.87

10.76

Hara

Uji F
Frekuensi

Interaksi
Uji F
CV

berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam

15

Tabel 8 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun kangkung II
Jumlah daun (helai)
2 MST

Perlakuan

1 MST
3 MST
Hara
AB Mix
2.83b
6.83ab
8.75b
NPK 15:15:15
3.29a
7.29a
9.79a
NPK 12:14:12
2.58b
6.29b
9.08b
Uji F
**
**
**
Frekuensi
1 kali
2.94a
6.83a
9.25a
2 kali
2.86a
6.78a
9.17a
Uji F
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
CV
13.13
7.48
5.71
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam

Hasil panen
Perlakuan jenis hara berpengaruh nyata terhadap bobot/tanaman, bobot/4
tanaman, bobot total, bobot layak pasar, bobot daun, bobot batang, bobot akar,
panjang akar, dan warna daun yang ditunjukkan pada Tabel 9 dan Tabel 10.
Tabel 9 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4
tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total
kangkung II
Perlakuan
Hara
AB Mix
NPK 15:15:15
NPK 12:14:12

Bobot/tanaman
(g)
6.12b
9.21a
5.68b

Bobot/4
tanaman
(g)

Bobot layak
pasar

22.58b
33.64a
22.16b
**

2.91b
24.93a
0.00b
*

Bobot 24 tanaman (g)
Bobot tidak layak
pasar

64.83
76.03
66.51
tn

Bobot
total

67.74b
100.96a
66.51b
**

Uji F
**
Frekuensi
1 kali
7.04
25.03
6.22
68.85
75.07
2 kali
6.97
27.23
12.34
69.39
81.73
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
CV
19.59
18.51
170.14
17.90
18.52
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Hara NPK 15:15:15 menghasilkan bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot
total, bobot layak pasar, bobot daun, bobot batang, bobot akar, panjang akar yang
tertinggi dan warna daun yang lebih hijau. Hara NPK 15:15:15 menghasilkan

16

panjang akar dan warna hijau pada daun yang tidak berbeda dengan AB Mix,
tetapi lebih tinggi dibandingkan NPK 12:14:12.
Tabel 10 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang,
bobot akar, panjang akar, warna daun kangkung II
Perlakuan

Daun

Bobot per tanaman (g)
Batang
Akar

Panjang
akar (cm)

Warna daun

Hara
AB Mix
2.28b
2.92b
1.05b
14.51a
3.00a
NPK 15:15:15
3.80a
3.69a
1.54a
14.85a
3.00a
NPK 12:14:12
2.05b
2.49b
0.76c
12.64b
2.54b
Uji F
**
**
**
**
**
Frekuensi
1 kali
2.70
3.02
1.12
14.38
2.81
2 kali
2.72
3.04
1.12
13.63
2.89
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
CV
25.82
14.28
20.40
11.86
9.13
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Caisin (Brassica juncea)
Berdasarkan sidik ragam pertumbuhan caisin pada Lampiran 3, perlakuan
jenis hara tidak berpengaruh nyata terhadap panjang daun, lebar daun, bobot layak
pasar, bobot tidak layak pasar, bobot akar, dan warna daun saat panen. Jenis hara
berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2-3 MST, jumlah daun pada 1,
3, dan 4 MST, bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total, bobot daun, bobot
batang, serta panjang akar berdasarkan Lampiran 2. Perlakuan frekuensi aplikasi
tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengamatan. Tidak terdapat
interaksi antara jenis hara dan frekuensi aplikasi terhadap seluruh pengamatan.
Pertumbuhan
Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12 perlakuan jenis hara dan frekuensi
aplikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap lebar daun dan panjang
daun caisin. Jenis hara NPK 15:15:15 dan NPK 12:14:12 memiliki lebar dan
panjang daun yang tidak berbeda nyata dengan AB Mix dari awal penanaman
hingga 4 MST.

17

Tabel 11 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun caisin
Perlakuan

1 MST

Lebar daun (cm)
2 MST
3 MST

4 MST

Hara
AB Mix

3.38

4.38

4.75ab

4.90ab

NPK 15:15:15

3.40

4.37

4.91a

5.08a

NPK 12:14:12
3.33
4.03
4.36b
4.48b
Uji F
tn
tn
tn
tn
Frekuensi
1 kali
3.27
4.19
4.55
4.69
2 kali
3.47
4.33
4.79
4.94
Uji F
tn
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
tn
CV
9.22
11.56
10.53
10.57
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Tabel 12 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun caisin
1 MST

Panjang daun (cm)
2 MST
3 MST

4 MST

Hara
AB Mix

10.48

11.73

12.49

12.77

NPK 15:15:15

10.45

11.70

12.56

12.90

Perlakuan

NPK 12:14:12
9.46
10.72
11.37
11.54
Uji F
tn
tn
tn
tn
Frekuensi
1 kali
10.08
11.33
12.05
12.29
2 kali
10.18
11.43
12.23
12.52
Uji F
tn
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
tn
CV
11.98
10.70
9.85
9.79
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Perlakuan jenis hara secara nyata mempengaruhi jumlah daun pada 1 MST,
3 MST, dan 4 MST (Tabel 13). Jenis hara NPK 15:15:15 menghasilkan jumlah
daun yang tidak berbeda dari AB Mix tetapi lebih banyak dari NPK 12:14:12.

18

Tabel 13 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap jumlah daun caisin
Perlakuan

1 MST

Jumlah daun (helai)
2 MST
3 MST

4 MST

Hara
AB Mix

4.46ab

6.08

7.33a

8.75a

NPK 15:15:15

4.75a

6.38

7.13a

8.33a

NPK 12:14:12
4.21b
5.92
6.50b
7.00b
Uji F
*
tn
**
**
Frekuensi
1 kali
4.53
5.97
6.89
7.94
2 kali
4.42
6.28
7.08
8.11
Uji F
tn
tn
tn
tn
Interaksi
Uji F
tn
tn
tn
tn
CV
8.78
7.21
6.49
7.69
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, MST= Minggu Setelah Tanam.

Hasil panen
Tabel 14 dan Tabel 15 menunjukkan bahwa perlakuan jenis hara
memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot/tanaman, bobot/4 tanaman,
bobot total, bobot daun, bobot batang, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh
terhadap bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot akar, dan warna daun.
Perlakuan hara NPK 15:15:15 menghasilkan bobot/tanaman, bobot/4 tanaman,
bobot total, bobot daun, bobot batang, dan panjang akar yang tidak berbeda
dengan AB Mix dan lebih tinggi dibandingkan hara NPK 12:14:12.

Gambar 4 Perbandingan tanaman caisin pada berbagai jenis perlakuan: (P0A1) AB Mix
frekuensi 1 kali (P0A2) AB Mix frekuensi 2 kali (P1A1) NPK 15:15:15
frekuensi 1 kali (P1A2) NPK 15:15:15 frekuensi 2 kali (P2A1) NPK 12:14:12
frekuensi 1 kali (P2A2) NPK 12:14:12 frekuensi 2 kali.

19

A

B

Gambar 5 tanaman tidak layak pasar (A) dan tanaman layak pasar (B)

Gambar 5 menunjukkan tanaman caisin yang tidak layak pasar dan layak
pasar. Gambar 5A terlihat bahwa caisin yang tidak layak pasar memiliki
penampakan tanaman yang kerdil, daunnya mengerut, dan batang yang kurus.
Berbeda dengan Gambar 5B yang menunjukkan caisin yang layak pasar. Caisin
layak pasar terlihat memiliki penampakan yang segar dengan daun yang lebar dan
berwarna hijau cerah.
Tabel 14 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot/tanaman, bobot/4
tanaman, bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, dan bobot total
caisin
Perlakuan

Bobot/tanaman
(g)

Bobot/4
tanaman (g)

31.82a

Bobot 24 tanaman (g)
Bobot layak
pasar

Bobot tidak layak
pasar

Bobot
total

105.36a

184.81

131.28

316.09a

24.05ab

100.04a

122.79

177.34

300.13a

19.82b

62.39b

54.98

132.19

187.17b

*

**

tn

tn

**

1 kali

23.15

88.94

106.48

53.67

160.15

2 kali

27.31

89.59

135.24

44.51

179.75

Uji F

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

33.65

25.38

82.87

38.04

25,38

Hara
AB Mix
NPK
15:15:15
NPK
12:14:12
Uji F
Frekuensi

interaksi
Uji F
CV

berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji 1%; (tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

20

Tabel 15 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadap bobot daun, bobot batang,
bobot akar, panjang akar, dan warna daun caisin
Bobot per tanaman (g)
Daun

Batang

Akar

Panjang akar
(cm)

AB Mix

27.21a

1.12a

2.79

14.40a

3.00

NPK 15:15:15

25.07a

0.84b

2.05

15.61a

3.00

NPK 12:14:12

16.44b

0.78b

1.57

10.25b

3.25

**

*

tn

**

tn

1 kali

22.26

0.94

1.92

14.00

3.08

2 kali

23.56

0.89

2.36

12.84

3.08

Uji F

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Perlakuan

Warna daun

Hara

Uji F
Frekuensi

Interaksi
Uji F

CV
25.67
27.08
44.61
17.99
8.68
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; (**) berpengaruh nyata pada taraf uji1%;(tn) tidak
berpengaruh nyata pada taraf uji 5%; angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala)
Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan kailan pada Lampiran
4, jenis hara berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 1-4 MST, panjang daun
1-4 MST, jumlah daun 1-4 MST, bobot/tanaman, bobot/4 tanaman, bobot total,
bobot layak pasar, bobot tidak layak pasar, bobot daun, bobot batang, dan panjang
akar. Frekuensi aplikasi tidak berpengaruh terhadap seluruh parameter
pengamatan panen. Terdapat interaksi antara jenis hara dan frekuensi aplikasi
terhadap bobot daun, bobot/tanaman, bobot layak pasar, dan bobot tidak layak
pasar.
Pertumbuhan
Berdasarkan Tabel 16 jenis hara berpengaruh nyata terhadap lebar daun
kailan pada 1-4 MST. Jenis hara NPK 15:15:15 menghasilkan lebar daun dan
panjang daun terbesar diantara ketiga jenis hara. Jenis hara AB Mix menghasilkan
lebar daun yang tidak berbeda dengan NPK 12:14:12 (Tabel 17). Tabel 18
menunjukkan jumlah daun 1 MST dan 3 MST yang dihasilkan jenis hara NPK
15:15:15 tidak berbeda dengan AB Mix. Pada 2 MST, NPK 15:15:15
menghasilkan jumlah daun yang paling banyak, sedangkan pada 4 MST jenis hara
AB Mix yang menghasilkan jumlah daun terbanyak dan NPK 15:15:15 tidak
berbeda dengan NPK 12:14:12. Tidak terdapat interaksi antara jenis hara dan
frekuensi aplikasi terhadap lebar daun kailan.

21

Tabel 16 Pengaruh hara dan frekuensi aplikasi terhadan lebar daun kailan
Perlakuan

Lebar daun (cm)
1 MST

2 MST

3 MST

4 MST

AB Mix

3.12b

3.69b

3.82b

3.95b

NPK 15:15:15

3.59a

4.45a

4.66a

5.27a

NPK 12:14:12

3.02b

3.58b

3.67b

3.75b

**

**

**

**

1 kali

3.20

3.83

3.99

4.19

2 kali

3.28

3.98

4.11

4.46

Uji F

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Hara

Uji F
Frekuensi

Interaksi
Uji F

7.99
8.91
1.06
12.93
CV
berpengaruh