11 besar terkait konstruksi realitas media yang dipaparkan melalui pemberitaannya
terhadap khalayak. Di satu sisi, keberadaan penelitian ini dilakukan untuk memberikan
pandangan bahwa pada dasarnya berita dihasilkan dari frame yang sengaja dibentuk oleh suatu media. Berita tidaklah netral dan murni, sebab terdapat proses
yang harus dilewati dan akhirnya munculah berita yang sesuai dengan frame yang diinginkan media
. Lebih jauh, peneliti ingin melihat bagaimana media memahami
dan memaknai realitas dan dengan cara apa realitas itu ditandakan. Melalui SKH Kedaulatan Rakyat, Peneliti ingin mengetahui bagaimana framing yang digunakan
oleh Kedaulatan Rakyat dalam memberitakan George Aditjondro terkait kasus penghinaan terhadap Keraton Yogyakarta. Terlebih kasus yang menimpa Tjondro
erat kaitannya dengan Keraton Yogyakarta yang merupakan simbol dari daerah tempat berdirinya Kedaulatan Rakyat.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya adalah Bagaimana profiling George Aditjondro pada pemberitaan
SKH Kedaulatan Rakyat edisi Desember 2011 dalam kasus penghinaan terhadap Keraton Yogyakarta?
D. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana frame yang dilakukan SKH kedaulatan rakyat dalam melakukan profiling terhadap George
Aditjondro pada pemberitaan kasus penghinaan terhadap keraton Yogyakarta.
12
E. Manfaat Penelitian
E. 1. Manfaat Akademis Memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu komunikasi dan
referensi bagi penelitian sejenis atau selanjutnya, terutama penelitian tentang profiling
tokoh publik dengan menggunakan metode analisis framing. E. 2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan bagi pembaca dan menambah pengetahuan tentang frame media dalam melakukan konstruksi
dari sebuah realita. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk terapan ilmu komunikasi, khususnya bagi para jurnalis di
ranah media cetak.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori
digunakan sebagai
landasan bagi
peneliti untuk
mengelaborasi data yang diperoleh. Selain itu, kerangka teori digunakan untuk menguatkan pemikiran yang dikeluarkan oleh peneliti sehingga kebenarannya bisa
diterima oleh pihak lain. Dalam penelitian ini, peneliti mengelompokkan beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ke dalam beberapa bahasan sebagai
berikut:
F. 1. Berita sebagai Konstruksi atas Realitas
Melalui bukunya, Analisis Framing, Eriyanto 2002: 17 menyatakan bahwa sebuah teks berupa berita tidak bisa kita samakan seperti sebuah kopi dari
realitas, berita haruslah dipandang sebagai konstruksi dari realitas. Seorang wartawan yang meliput sebuah kejadian akan mengkontruksi ulang apa yang
13 ditangkapnya melalui panca inderanya menjadi sebuah berita. Dalam proses
yang disebut peliputan, banyak hal yang mempengaruhi bagian mana dari realitas yang akan ditonjolkan dan sebaliknya mana yang akan disembunyikan.
Dengan demikian dalam sebuah berita, realitas bukan lagi merupakan realitas yang sesungguhnya tetapi merupakan konstruksi yang dilakukan oleh wartawan
atas realitas tersebut. Sebuah peristiwa maupun realitas layak menjadi sebuah berita untuk
dipublikasikan kepada masyarakat, diukur dari kelayakannya menjadi sebuah berita news worthiness. Parameter untuk mengukur kelayakan sebuah berita
disebut nilai berita news value. Oleh karena itu, hal utama yang dipikirkan oleh media untuk menentukan pilihan berita yang akan ditampilkan adalah nilai
berita. Di dalam buku “Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media” yang ditulis oleh Ashadi Siregar 1998: 27 memaparkan unsur-unsur yang
menjadi nilai berita: 1. Significance : Kejadian yang berkemungkinan mempengaruhi kehidupan
orang banyak atau kejadian yang mempunyai akibat terhadap kehidupan mereka.
2. Magnitude : Kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak atau kejadian yang berakibat yang bisa
dijumlahkan dalam angka yang menarik buat pembaca. 3. Timeliness : Kejadian yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi atau baru
dikemukakan.
14 4. Proximity : Kejadian yang dekat bagi pembaca. Kedekatan ini bersifat
geografis maupun emosional. 5. Prominence : Menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh
pembaca seperti orang, benda atau tempat. 6. Human Interest : Kejadian yang memberi sentuhan perasaan bagi pembaca,
kejadian yang menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa, atau orang besar dalam situasi biasa.
Dalam proses konstruksi realitas, berita sebagai komponen utamanya, tidak lepas dari bahasa. Bahasa adalah unsur utama dalam proses pengemasan
berita. Bahasa merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas dan juga merupakan alat konseptualisasi serta alat narasi Hamad, 2004: 12. Dicermati
lebih dalam, seluruh isi media cetak atau elektronik pasti menggunakan bahasa, baik bahasa verbal tertulis atau lisan maupun bahasa non-verbal yang
berupa gambar, foto, grafik, angka atau tabel. Di satu sisi, keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa
menentukan gambaran makna citra mengenai suatu realitas media yang akan muncul di benak khalayak Hamad, 2004: 12.
Berita bersifat subjektif di mana media dan wartawan merupakan agen konstruksi. Media menjadi agen konstruksi ketika dalam pemberitaan ia
melakukan seleksi dan saliansi atau penonjolan informasi, hingga penggambaran aktor dalam realitas tersebut Scheufele, 1999: 106. Informasi yang didapat
wartawan akan melalui proses pemahaman terlebih dahulu baru selanjutnya ditulis menjadi berita. Pada tahapan tersebut, wartawan akan mendapatkan
15 pengaruh dan terpaan dari berbagai hal yang akan mempengaruhi pandangannya
dalam penulisan berita. Pada akhirnya berita bukanlah produk sebenarnya karena dihasilkan melalui ideologi, nilai-nilai serta fakta yang dipahami wartawan dan
media. Tentang
proses konstruksi
realitas, prinsipnya
setiap upaya
“menceritakan” konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan atau benda adalah usaha mengkonstruksi realitas Hamad, 2004: 11. Sehingga dapat dikatakan
pembuatan suatu berita di media merupakan penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Tidaklah mengherankan
jika apa yang menjadi realitas media seringkali tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya.
Terbitnya berita tak lepas dari kompleksitas organisasi media, yang di dalamnya terdapat pertarungan berbagai kepentingan. Termasuk di dalamnya
proses negosiasi dalam dinamika ruang redaksi mengenai pembuatan berita, pemilihan peristiwa, dan penyeleksian isu. Peristiwa tak bisa dianggap sebagai
sesuatu yang taken for granted ketika ini diterjemahkan dalam berita. Ada proses dialektika antara apa yang ada dalam pikiran wartawan dengan peristiwa
yang dilihatnya. Sejalan dengan pandangan kaum konstruksionis, yang menganggap berita
bukan sebuah informasi. Ada skenario, yang karenanya ada harapan atas pembentukan pandangan akan realitas. Menurut kaum kostruksionis pembuatan
berita selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Bagaimana realitas itu disajikan, sangat tergantung pada bagaimana fakta
16 itu dipahami dan dimaknai Eriyanto, 2002: 7. Sehingga jurnalis atau wartawan
bukanlah aktor tunggal dalam proses pemaknaan suatu peristiwa yang akan dituangkan ke dalam bentuk berita.
Melihat kondisi tersebut, berita akhirnya memang tak bisa dikatakan sebagai sajian peristiwa atau fakta arti yang riil, alias kopi dari realitas. Berita
yang kita baca pada dasarnya hasil konstruksi kerja jurnalistik. Sebab dalam pembuatan berita realitas diserap oleh wartawan kemudian dimaknai sendiri
olehnya. Artinya wartawan bebas memberi interpretasi dan pemaknaan pada fakta yang ditemuinya. Konsepsi tentang fakta diapresiasikan untuk melihat
realitas. Hasilnya adalah produk dari interaksi, dialektika, dan pada akhirnya sebuah pengkonstruksian makna.
Dalam pandangan konstruksi berita, media dianggap bukan sebagai saluran informasi yang menyampaikan segala sesuatu secara netral. Lebih dari
itu, media merupakan agen konstruksi. Berita bukan lagi dijadikan mirror of reality
karena tidak lagi mencerminkan kenyataan namun mencerminkan pandangan subjektif Eriyanto, 2002: 19. Sehingga konsep media itu netral
masih sering dipertanyakan dalam dunia jurnalistik, karena melihat realita yang terjadi kebanyakan media tidak lagi netral melainkan subjektif. Bila dalam
pandangan positivis, realitas bersifat objektif, maka dalam pandangan
konstruksionis justru sebaliknya. Berita bersifat subjektif dimana wartawan merupakan agen konstruksi. Dalam tahapan tersebut, wartawan dan media dapat
mendefinisikan pelaku maupun peristiwa sesuai dengan pandangannya. Pada
17 akhirnya berita merupakan produk percampuran ideologi, nilai dan fakta yang
dipahami wartawan dan media.
F. 2. Proses Framing