Kontruksi pemberitaan buku pembongkar gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro (analisis framing pada harian jurnal Nasional
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh
Mimi Fahmiyah NIM: 106051101909
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432/2011 M
(2)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam
(S.Sos.I)
Oleh
Mimi Fahmiyah NIM: 106051101909
Di Bawah Bimbingan
Gun Gun Heryanto, M.SI NIP: 197608122005011005
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432/2011 M
(3)
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Maret 2011
(5)
i
Junus Aditjondro (Analisis Framing pada harian Jurnal Nasional)
Pada dasarnya, dalam setiap pemeberitaan sebuah madia memepunyai frame tertentu. Surat kabar dapat langsung menyampaikan suatu isu yang berkembang dalam masyarakat dengan sangat cepat. Karena suarat kabar dapat langsung dikonsumsi oleh khalayak, maka surat kabar dapat membentukk opini
publik yang bersifat „tunai‟, cepat dan dapat berubah dan bergeser pada saat yang singkat. Berita sebagai produk konstruksi realitas tentunya dibangun atas penyusunan bahasa yang yang terbentuk dari kumpulan kata-kata. Jurnal Nasional memilki cara tersendiri dalam mengemas/ mengkonstruksi berita yang disajikan kepada khalayak, bisa pro atau pun kontra terhadap suatu isu. Biasanya, apa yang ditulis oleh seorang jurnalis dengan tulisannya ia dapat memasukkan ide-ide dan gagasan yang ada dipikirannya juga tidak terlepas dari visi dan misi media tempat ia bekerja.
Setiap media mempunyai penekanan sendri dalam menyajikan berita. Maka, bagaimana pengemasan pemberitaan buku Membongkar Gurita Cikeas yang terspat pada harian Jurnal Nasional tanggal 28-31 Desember 2009?. Dan bagaimana kecenderungan keberpihakkan harian Jurnal Nasional dilihat dari pembingkaian yang mereka tampilkan? Yang bertujuan untuk mengetahui pengemasan dan keberpihakkan Jurnal Nasional dalam pemberitaan buku harian Jurnal Nasional.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma konstrkutivis dan analisi framing. Teori analisis framing menunujukkan bagaimana seorang jurnalis membuat simplifikasi, prioritas, dan struktur tertentu dari peristiwa. Karenanya framing menyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam bentuk berita. Dengan mengacu kepada sumber-sumber tulisan/studi pustaka. Data yang diperoleh dan diloah dengan cara penjelasan tabel-tabel yang merujuk pada analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerdal M. Kosicki.
Dengan menggunakan analisis framing, maka diketahui seperti apa pembingkaian yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pers kepada khalayak dalam bentuk teks berita.dalm penulisan pemberitaan buku “Membongkar Gurita Cikeas”, Jurnal Nasional selalu menggunakan model lead pernyataan dan bila dilihat dari 5W +1H yang dipakai anatara who lead dan statement lead. Dari bentuk kalimat harian Jurnal Nasional seirng menggunakan kalimat aktif dan mencantumkan kutipan langsung.
Sebagai media yang mempunyai hubungan yang baik dengan pemerintahan pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Harian Jurnal Nasional cenderung menyudutkan salah satu pihak dalam pemberitaanya yaitu pihak yang menulis buku “Membongkar Gurita Cikeas”, George Junus Aditjondro.
(6)
ii
Alhamdulillahirabbil alamin Segala puji dan syukur penulis panjatkan bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, atas limpah karunia dan ridho-Nya yang tidak pernah putus memberikan nikmat dan barakah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Rasulullah Saw yang telah membawa ummatnya dari jalan kesesatan menuju jalan kebenaran. Penulis bersyukur setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya penulis pun dapat menyelesaikan karya ilmiah ini untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) dalam penyusunan karya ilmiah ini tentu penulis menemui beberapa hambatan maupun rintangan, namun Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan karya ini dengan baik.
Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan dan bantuan serta bimbingan semua pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, serta Drs. H. Wahidin Saputra MA, Drs. H. Mahmud Jalal, MA dan Drs. Studi Rizal L.K, MA, selaku para pembantu Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Rubiyana, M.A. Sebagai Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Ade Rina Farida MSi, Sebagai Seketaris Konsentrasi Jurnalistik yang telah banyak memberikan dan bantuan kepada penulis selama kuliah.
(7)
iii
dan dorongan yang telah Bapak berikan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
4. Dosen-dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas ilmu dan dedikasi yang diberikan kepada penulis.
5. Secara khusus kepada Orang tua tercinta, Bapak dan Umi (H. Husni Thamrin dan Hj. Nurlaila) yang telah memberikan doa, kelembutan kasih sayang, materi dan motivasi kepada penulis. Hanya doa penulis kepada Allah semoga ridho-Nya selalu menyertai Bapak dan Umi tercinta.
6. Very Herdiman, Redaktur Berita Politik Harian Jurnal Nasional atas waktu yang diberikan kepada penulis.
7. Kakak ku tersayang , Munawir Syadzali SEI dan Muhibah SE serta adikku tercinta Muthiah.
8. Teman-teman seperjuangan Yikki, Novita, Yuni, Agnes, Achmad Yani, Rahmadita, Agung yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 9. HMI KOMFAKDA, BEM Konsentrasi Jurnalistik, Kawan-kawan BEM
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi terima kasih telah memberikan ruang bagi penulis untuk berorganisasi.
10.Kawan-kawan,Kakak-kakak dan adik-adik Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik seluruh angkatan penulis sangat bangga dan bahagia menjadi bagian dari kalian.
(8)
iv
baik yang telah kalian berikan. Penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini, harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembacanya. Amin.
Tangerang, 2011
(9)
v
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
D. Metodologi Penelitian ... 6
E. Tinjauan Pustaka ... 11
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 13
A. Teori Konstruksi Sosial ... 13
B. Konseptualisasi Berita ... 15
C. Konseptualisasi Framing ... 24
D. Agenda Setting Theory ... 39
E. Representasi Dari Dunia Sosial ... 40
F. News Factory Model ... 43
BAB III GAMBARAN UMUM HARIAN JURNAL NASIONAL ... 44
A. Sejarah ... 44
(10)
vi
E. Karakter Pembaca ... 48
F. Profil Pembaca ... 48
G. Susunan Redaksi ... 48
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN ... 51
BAB V PENUTUP ... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Saran ... 84
(11)
vii
Tabel 1 Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 11
Tabel 2 Nilai-Nilai Berita ... 20
Tabel 3 Jenis-jenis Berita ... 21
Tabel 4 Rangkaian Berita Buku Membongkar Gurita Cikeas di Harian Jurnal Nasional ... 52
Tabel 5 Framing Edisi 28 Desember 2009 “SBY Tak Tertarik Bahas
Buku Aditjondro” ... 58
Tabel 6 Framing Edisi 29 Desember 2009 “Buku Aditjondro Hanya
Sensasi” ... 66
Tabel 7 Framing Edisi 30 Desember 2009 “Aditjondro Bisa Dipidana” .... 73
Tabel 8 Framing Edisi 31 Desember 2009 “Aditjondro Tak Siap Beda
(12)
1
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini surat kabar telah menjadi santapan biasa bagi kita, manusia zaman sekarang yang sudah memasuki masyarakat informasi. Koran bukan barang konsumsi mahal. John Tebbel berpendapat bahwa sudah merupakan bagian dari kebutuhan manusia akan informasi baik untuk diri sendiri, keluarganya dan untuk usaha bisnisnya.1 Terlepas dari adanya kemunduran besar, sejarah juga mencatat adanya kemajuan yang pesat dan menyeluruh dalam rangka mewujudkan kebebasan mekanisme kerja pers. Kemajuan itu kadangkala menimbulkan sistem pengendalian yang lebih ketat terhadap pers. Pembatasan hukum menggantikan tindak kekerasan.
Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya.Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan.
1
John Tebbel, Karir Jurnalistik, Penyadur: Dean Party Rahayu Ningsih, (Semarang: Dahara Prize, 2003) h.1
(13)
Sebagaimana pula dikatakan oleh Onong Uchjana yang mengemukakan, bahwa komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui media.2
Efek media massa dapat menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat menjadi konsumtif serba instan. Soejono
Soekamto dalam bukunya “Sosiologi Pengantar”, menyatakan bahwa
perubahan-perubahan dalam masyarakat di dunia ini merupakan gejala normal, yang pengaruhnya menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lainnya berkat adanya komunikasi yang modern.3
Buku “Membongkar Gurita Cikeas” adalah buku yang ditulis oleh George Junus Adijtondro, buku ini membahas tentang silang pendapat dugaan kasus Bank century. Buku ini diterbitkan oleh Galang pers, Yogyakarta.
Buku ini menjadi pemberitaan karena isinya yang sarat dengan kontroversi dan menyatakan seakan berani membongkar korupsi dibalik kasus Bank Century dan juga berusaha menjawab rahasia di balik kemenangan fantastis Partai Demokrat. Inilah yang kemudian membuat orang pada umumnya menjadi begitu penasaran, untuk dapat mengetahui dan membaca apa yang diungkapkan George dalam karya tulisnya.
Buku George justru lebih banyak mengulas berbagai kinerja yayasan di sekitar Presiden Yudhoyono. Geroge menyebut yayasan-yayasan itu sebagai
2
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 1986), h. 15.
3
(14)
alat menggalang dana untuk kepentingan politik. Menurut George, kebanyakan penyumbang dana adalah pengusaha hitam. Di tengah skandal kasus Bank Century, kehadiran buku ini telah menjadi perbincangan hangat di kalangan elit politik negeri ini. Beragam tanggapan pun muncul atas hadirnya buku ini. Pihak yang kontra menganggap buku itu harus dilarang karena penuh fitnah dan mengganggu demokrasi, sementara yang mendukung berpandangan buku itu dapat menyuburkan demokrasi dan tidak perlu ditarik.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman misalnya keberatan dengan buku tersebut. Menurutnya buku tersebut tidak akurat dan mengarah kepada fitnah. Karena telah menjadi polemik, ia meminta buku tersebut diperdebatkan secara akademik di depan publik. Banyak pula yang menyebutkan, data dalam buku itu sangat lemah karena sumbernya dari koran dan portal berita sehingga kurang bisa dipercaya. Berbeda dengan koleganya di Senayan, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar berpandangan, buku itu tidak perlu dilarang. Ia menyarankan pihak-pihak yang merasa dirugikan membuat buku tandingan (buku putih). Senada dengan Priyo, Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, mengimbau pihak-pihak yang disebutkan dalam buku agar tidak panik jika memang tidak melakukan hal-hal seperti yang ditulis dalam buku tersebut. Ideal untuk melakukan counter (perlawanan) atas buku tersebut dengan membuat buku tandingan yang membantah tudingan tersebut. Menurutnya, biarlah para pembaca yang memberikan penilaian terhadap tudingan-tudingan tersebut.4
4
(15)
Proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media merupakan usaha
“menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa atau keadaan. Realitas
tersebut tidak serta merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara penulis berita, atau wartawan, dengan fakta.
Urgensi dari penelitian ini adalah untuk melihat kecenderungan pemberitaan yang dilakukan oleh harian Jurnal Nasional. Harian ini sering diidentikkan dengan Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Harian ini juga menjadi pembahasan dalam Buku Membongkar Gurita Cikeas Dengan menggunakan analisis framing model Zhongdang pan dan Gerald M. Kosicki.5 Yang membaginya dalam empat struktur, yaitu Sintaksis (cara wartawan menyusun fakta), Skrip (cara wartawan mengisahkan fakta), Tematik (cara wartawan menulis fakta), dan retoris (cara wartawan menekankan fakta). Maka, akan diketahui seperti apa surat kabar mengemasnya.
Berdasar permasalahan di atas untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana cara suatu surat kabar mengemas berita serta apa pandangan yang disugukan kepada khalayak, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang ilmiah yang akan dituangkan kedalam skripsi dengan judul “Konstruksi Pemberitaan Buku Membongkar Gurita Cikeas Karya George Junus Aditjondro” (Analisis Framing Pada Harian Jurnal Nasional).
5
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan politik media, Pengantar Dr. Deddy Mulyana, M.A (Yogyakarta:PT. Elkis Pelangi Aksara, 2005), h.256
(16)
B. Pembatasan dan Perumusan masalah
Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk membatasi perumusan permasalahan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pembahasan. Maka penulis membatasi hanya pada team redaksi surat kabar Jurnal Nasional yang dimaksud pada tulisan skripsi ini dibatasi pada pemberitaan Buku Membongkar Gurita Cikeas yang dipublikasikan di harian Jurnal Nasional yang terbit pada tanggal 28-31 Desember 2009 sementara khalayak yang diterusuri dibatasi hanya pada profil lembaga surat kabar yang di maksud. Adapun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengemasan pemberitaan seputar kontroversi peluncuran Buku Gurita Cikeas yang terdapat pada harian Jurnal Nasional yang terbit pada tanggal 28- 31 Desember 2009.
2. Bagaimana kencendrungan keberpihakan harian Jurnal Nasional dalam pemberitaan Buku “Membongkar Gurita Cikeas” tersebut dilihat dari pembingkaian berita yang ditampilkannya?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Mengacu pada masalah penelitian, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memperoleh data dan informasi tentang bagaimana cara harian Jurnal Nasional mengemas pemberitaan peluncuran Buku Membongkar Gurita Cikeas yang terbit pada tanggal 28-31 Desember 2009.
Adapun tujuan penelitian adalah untuk:
1. Mendeskripsikan pengemasan pemberitaan Buku Membongkar Gurita Cikeas yang terbit di harian Jurnal Nasional Tanggal 28-31 Desember 2009.
(17)
2. Mendeskripsikan kecendrungan keberpihakan harian Jurnal Nasional terhadap pemberitaan Buku Membongkar Gurita Cikeas tersebut dilihat dari pembingkaian berita yang mereka tampilkan.
Adapun manfaat penelitian adalah:
1. Manfaaat akademis
Manfaat yang ingin dicapai adalah berupaya memberikan kontribusi pada pengembangan kajian komunikasi massa terutama kajian analisis framing media. Kajian tentang frame surat kabar dalam mengemas berita ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan beranalisis. Penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan data yang dapat digunakan oleh mahasiswa di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya mahasiswa komunikasi dan jurnalistik.
2. Manfaat praktis
Yaitu ingin memberikan sumbangsih pada pihak lain, baik itu media massa maupun kelompok masyarakat lain yang tertarik dalam kajian bingkai media.
D. Metodologi penelitian 1. Paradigma Penelitian
Paradigma menurut Lexy J. Moleong yang mengutip pernyataan Bogdan dan Bilklen menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan
(18)
longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.6
Guba dan Lincoln mengemukakan bahwa paradigma adalah basic belief system atau sistem keyakinan dasar. Segala sesuatu yang tertanam secara dalam, meliputi kepercayaan, gagasan, pemahaman, dan harapan yang memiliki kekuatan luar biasa dalam mengarahkan sebuah perilaku.7
Dalam studi mengenai bahasa, ada beberapa pandangan dalam analisisnya, yaitu Pandangan Positivisme, Pandangan Konstruktivisme, dan Pandangan Kritis.
Dalam penelitian tentang framing pemberitaan buku ini, peneliti menggunakan Paradigma Konstruktivisme. menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu, sehingga analisis framing yang disampaikan menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.8
2. Metode Penelitian
Sebagai karya ilmiah, setiap pembahasan ini menggunakan metode untuk menganalisa dan mendeskripsikan suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan dalam mengelaborasi suatu masalah, sehingga
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, cetakan kedelapan 1997) h. 30
7
Guba, E.G. & Lincoln, Y.S. Competing Paradigms In Qualitative Research. Chapter 6 in N.K. Denzin & Y.S. Lincoln (Eds) Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: Sage Publications (1994), h. 107
8
Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) h. 83
(19)
suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan dengan gamblang dan dapat dipahami.
Penelitian merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan karena sifat manusia yang mempunyai hasrat tinggi ingin tahu tentang sesuatu. Penelitian ilmiah merupakan suatu bentuk penelitian dengan mempergunakan cara berpikir yang sistematis, logis, dan obyektif.9
Secara metodologis, berdasarkan cara pendekatannya penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksplanatif, yang bertujuan
untuk mencari sebab dan alasan ”mengapa”, diantaranya menjelaskan
secara akurat mengenai satu bahasan topik, menghubungkan topik-topik yang berbeda namun memiliki kesamaan, dan membangun atau memodifikasi sebuah teori dalam topik baru atau menghasilkan bukti untuk mendukung sebuah penjelasan atau teori.10
Eksplanatif tidak hanya sekedar memberikan gambaran (deskriptif) dari sebuah permasalahan yang diteliti saja, melainkan juga berusaha menjelaskan pembahasan yang telah diteliti secara lebih mendalam lagi.11
Pengamatan kualitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu, untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus
9
Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) h. 83
10
Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006, h. 35-36
11
Junaidi, Analisis Framing Film Berbagi Suami karya Nia Dinata, Jakarta: Penelitian UIN Syahid 2007, h. 10
(20)
mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu.12 Menurut Creswell, yang dikutip oleh Turnomo Rahardjo mengemukakan secara ringkas perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian pendekatan kualitatif.
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor yang telah dikutip oleh Lexy J. Moleong mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.13
3. Tehnik Pengumpulan Data
Wawancara atau interview merupakan alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.14 Wawancara atau dialog secara langsung dengn pihak yang terkait yang berhubungn langsung dengan tema penulis kaji. Yaitu dengan Very Herdiman, Redaktur Berita Politik harian Jurnal Nasionasl sekaligus wartawan yanng menulis beberapa berita dalam rangkaian pemberitaan terhadap buku Membongkar Gurita Cikeas. Adapun instrumen yang digunakan dalam wawancara yang digunakan adalah alat perekam atau kamera.
Wawancara ini juga merupakan cara yang penulis gunakan dalam rangka mengumpulkan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.15
Penulis melakukan wawancara bebas terpimpin, yaitu pertanyaan yang diajukan tidak hanya berpedoman pada sistematika pertanyaan yang
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, cetakan kedelapan 1997) h. 30
13
Lexy, h. 3
14Ibid
, h 19
15
(21)
telah disediakan, data-data yang diperolah dalam teknis ini adalah dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung dan narasumber dapat menjawab dengan bebas dan terbuka.
4. Tehnik Analisis Data
Dengan analisis data maka penelitian ini menampilkan temuan tentang letak perbedaan teks media yang dihasilkan dan temuan berdasarkan model analisis framing yang ditetapkan.
Menurut Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki adalah Strategi konstuksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.
Model framing yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan kosicki ini lebih dikenal dengan singkatan MPK (Model Pan dan Kosicki). MPK (1993) melalui tulisan mereka “Framing Analiysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing, yaitu: Sintaksis, Skrip, Tematik, dan Retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide.16
16 Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki, “Framing Analiysis: An Approach to Newa
(22)
Analisis framing merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. Menurut Panuju, analisis framing adalah analisis untuk membongkar ideologi di balik penulisan informasi.17
Tabel 1
Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
STRUKTUR PERANGKAT FRAMING UNIT YANG
DIAMATI
Sintaksis
(cara wartawan menulis fakta)
1. Skema berita Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup.
Skrip
(cara wartawan mengisahkan fakta)
2. Kelengkapan berita 5W+1H
Tematik
(cara wartawan menulis fakta)
3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk kalimat 6. Kata Ganti
Paragraf, pRoposisi, kalimat, hubungan antar kalimat
Retoris 7. Leksikon
8.Grafis 9. Metafora
Kata , idiom, gambar/foto, grafik
E. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melihat judul-judul skripsi di perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi juga perpustakaan utama UIN Syahid Jakarta, penulis menemukan skripsi (karya ilmiah) yang juga menggunakan analisis framing, hanya saja objek yang dianalisis tidak sama yang ingin penulis kaji yaitu pemberitaan buku Membongkar Gurita Cikeas.
17
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Press, 2006) Cet ke-1, h.92
(23)
Adapun judul-judul skripsi yang penulis temukan sebagai berikut: 1. Analisis framing Berita Rancangan UU Kebebasan memperoleh Informasi
Publik (RUU KMIP) di www.bipnewsroom;
2. Pesan Dakwah di Media Cetak (analisis Framing Terhadap Rubrik Dirosat edisi 145 dan 148 di Majalah Tarbawi: Iis Diana Ucik (2007);
3. Analisis Framing Pada Pemberitaan Aliran Al- Qiyadah Al- Islamiyah Di Harian Media Indonesia: Eri Suhasni Wulandari (2008);
4. Analisis Framing Konstruksi Berita Ahmadiyah di Surat Kabar Republika: Darwis (2009).
Beberapa skripsi di atas juga merupakan rujukan bagi penulis dalam meneliti, yang sekaligus sebagai referensi tambahan selain buku, koran, artikel, dan lainnya.
(24)
13
A. Teori Kontruksi Sosial
Asal mula konstruksi sosial ialah dari filsafat konstruktivisme, yang dimulai dari gagasan konstruksi kognitif. Teori konstruktivisme yang meyakini bahwa makna atau realitas bergantung pada konstruksi pikiran dapat dirunut pada teori Popper (1973). Teori ini membagi tiga pengertian tentang alam semesta antara lain, dunia fisik atau keadaan fisik, dunia kesadaran atau dunia mental dan dunia dari isi objektif pemikiran manusia. Bagi Popper objektivisme tidak dapat dicapai pada dunia fisik, melainkan selalu dunia pemikiran manusia.1
Teori ini menolak pandangan teori positivis yang memisahkan antara subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan teori ini, bahasa tidak hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivis menganggap subjek sebgai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan sosial lainnya.
Istilah konstruksi sosial atas realitas pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Berger bersama Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul
“The Social Construction of Reality, a Treatise in The Sociological of
Knowledge” (1996). Dalam buku tersebut, Berger dan luckmann menjelaskan
tentang proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu
1
Elvinaro Ardianto dan Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007), h 153
(25)
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.
Berger mengutarakan bahwa manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural.2
Realitas tidak dibentuk secara ilmiah ataupun diturunkan Tuhan, tetapi dibentuk dan dikonstruk. Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atau suatu realitas. Selain plural, konstruksi sosial itu juga bersifat dinamis, sebagai hasil konstruksi sosial, maka realitas tersebut meruakan realitas subjektif dan realitas objektif sekaligus. Dalam realitas subjektif, realitas tersebut menyangkut makna, interpretasi dan hasil relasi antara individu dengan objek. Sedangkan dalam realitas objektif, realitas sebagai sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada diluar, atau istilah Berger, tidak dapat ditiadakan dengan angan-angan.
Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu.3 Max Weber melhat reaitas sosial ialah perilaku sosial yang memiliki makna subjektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Alasan untuk emberikan perhatian pada berita yang begitu besar dalam kajian media adalah berita merupakan sumber utama informasi tentang dunia dalam geografi politiknya.4
Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat
2
Eriyanto, Analsis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Pengantar Dr Deddy Mulyana, M.A (Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara, 2005), h 257
3
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ke-2, h. 302.
4
Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media Pengantar Kepada Kajian Media
(26)
konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya, penggunaan bahasa (simbol) tertentu menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Sedangkan jika dicermati secara teliti, seluruh isi media entah media cetak ataupun media elektronik adalah bahasa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis atau lisan) maupun bahasa non-verbal (gambar, photo, gerak-gerik, grafik, angka, dan tabel).5
Lebih jauh dari itu, terutama dalam media massa, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (citra) mengenai suatu realitas –realitas media yang akan muncul di benak khalayak. 6
Wartawan merupakan agen konstruksi realitas karena tidak dapat menyembunyikan rasa keberpihakan, etika dan pilihan moral dalam menyusun berita. Dalam hal ini, wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral keberpihakkannya karena ia merupakan bagian yang intrinsik dalam pembentukkan berita.
B. Konseptualisasi Berita
1. Pengertian Berita
Berita bersifat relatif. Dalam pengertian rinci, berita memiliki rentng hidup yang singkat. Tak ada yang lebih tua selain dari berit hari kemarin, sebuh ungkapan berkata begitu. Guna menjaga supaya produk
5
Ibnu Hamid, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Granit. Jakarta:2004), Cet-1. Hal 11
6Ibid
(27)
tersebut tetap segar, kantor berita berusaha menyampaikan informasi kepada khalayak sesegera mungkin dan media siaran sangat cocok dengan pemberitaan segera dari peristiwa berita atau isu berita.7
Herbert juga berpendapat bahwa berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita lalu menyusunnya merupakan tugas pokok wartwan dan bagian redaksi sebuah penerbitan pers (media massa). 8
Herbert juga berpendapat bahwa berita yang dapat diketahui dari berbagai literature, yang satu sama lain berbeda disebabkan pandangannya dari sudut pandang yang berbeda.
Beberapa tahun yang lalu, para ahli mendefinisikan berita dengan pandangan dari sudut surat kabar saja. Kini media elektronik yang juga menyiarkan berit harus diperhitungkan. Dan kenyataan menunjukan bahwa penyiaran berita oleh stasiun radio dan televisi sangat berpengaruh terhadap jurnalistik surat kabar. Dengan kecepatan sampainya berita kepada khalayak. Akan tetapi karena ketiga media massa itu (surat kabar, radio dan televisi) masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan maka pada akhirnya saling mengisi.
Tidak ada rumusan tunggal mengenai pegertian berita. Bahkan,
“News is diffcult to define because it involves many variable factors,” kata Earl English dan Clarence Hach. Berita Sulit didefinisikan, sebab ia
7
Herberz Strentz, Reporter dan Sumber Berita Persekongkolan Dalam Mengemas dan Menyesatkan Berita, (Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), h 46
(28)
mencakup banyak faktor variabel. “Berita lebih dikenali daripada diberi
batasannya” timpal Irving Resenthal dan Marton Yarmen. 9
Namun demikian banyak pakar komunikasi mencoba merumuskan definisi (batasan pengertian) berita, dengan penekanan yang berbeda terhadap unsur yang dikandung sebuah berita. Nothclife misalnya, menekankan pengertian berita apada unsur keanehan atau ketidaklaziman, sehingga mampu menarik perhatian dan rsa ingin tahu (curiosity).10
Berita berasal dari bahasa Inggris yakni “news” Menurut Mitchel
V. Charnley dan James M. Neal berita atau news adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan.11
Mitchel V. Chanley mengemukakan pengertian berita yang lebih lengkap dan – untuk keperluan praktis- layak kita jadikan acuan. Ia mengatakan : Berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian faktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka. 12
Berita adalah fakta, opini, pesan, informasi, yang mengandung nilai-nilai yang diumumkan, diinformasikan, yang menarik perhatian sejumlah orang.13 Berita sebagai produk konstruksi realitas tentunya
9
Asep Syamsul M. Romli, S.IP, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), edisi Revisi, cet ke-6 h.3
10 Ibid 11
As. Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), Cet. Ke-1, h.64.
12
Asep Syamsul M. Romli, , (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), h.4
13
Sr. Maria Assumpta Kumanti, Dasar-Dasar Public Relation Teori dan Praktik,
(29)
dibangun atas penyusunan bahasa yang terbentuk dari kumpulan kata-kata. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas.14
Dari pengertian tersebut, kita melihat ada empat unsur yang harus dipenuhi sebuah berita, sekaligus menjadi karakteristik utama sebuah berita dapat dipublikasikan di media massa (layak muat). Keempat unsur ini yang dikenal dengan nilai-nilai berita (news values) atau nilai-nilai jurnalistik. Yaitu:
a. Cepat, yakni aktual atau ketepatan waktu. Dalam unsur ini terkandung makna harfiah berita (news) yakni suatu yang baru (new).
b. Nyata (Factuality), yakni informasi seuah fakta (fact), bukan fiksi atau karangan. Fakta dalam dunia Jurnalistik terdiri dari kejadian nyata (real event), pendapat (opinion), dan pernyataan (statement) sumber berita. Dalam unsur ini terkandung pula pengertian, sebuah berita harus merupakan inormasi tentang sesuatu dengan keadaan sebenarnya atau laporan mengenai fakta adanya.
c. Penting, artinya menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya peristiwa yang akan bepengaruh pada kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai perlu untuk diketahui dan diinformasikan kepada banyak orang, seperti kebijakan baru pemerintah, kenaikan harga, dan sebagainya.
14
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 168.
(30)
d. Menarik, artinya mengundang orang untuk membaca berita yang kita tulis. Berita yang biasanya menarik perhatian pembaca, disamping yang aktual dan faktual serta menyangkut kepentingan orang banyak, juga berita yang bersifat menghibur (lucu), mengandung keganjilan atau keanehan, atau berit human interest (menyentuh emosi, menggugah perasaan).
Secara ringkas dan praktis dapat disimpulkan berita adalah peristiwa yang memenuhi keempat unsur tersebut – karena tidak semua peristiwa layak untuk dilaporkan. Berita mengimplikasikan bahwa sesuatu itu baru dan berbeda. Berita bisa berupa.15
a. Suatu produk baru
b. Sebuah Kontrak baru yang penting c. Penunjukkan senior
d. Hasil yang lebih baik
e. Investasi-investasi yang penting f. Kampanye atau proyek penting g. Akuisisi atau merger
h. Keberhasilan staf penting, mungkin pengumpulan dana untuk amal.
Tidak semua memiliki bobot yang sama. Yang terpenting adalah daya tarik untuk pembaca. Kategori berita: Hard News (berita keras), Soft News (Berita Ringan), khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa akan menikmatinya seringan menyentuh balon gas16 , Spot News, Developing News, dan Continuing News.
15
Michael Bland, Alisan Theaker, David wragg, Seri Praktik PR hubungan Media Yang Efektif, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001), Edisi Kedua, h. 64.
16
Drs AS Haris Sumadiria M.Si, Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature Pnduan Praktiis Jurnalis Profesional, (Bandung; Simbiosa ekatama Media, 2006), 150
(31)
Pembagian nilai Berita:
Tabel 2 Nilai Berita
No. Nilai Berita Keterangan
1. Prominance Nilai Berita diukur dari kebesaran peristiwanya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang diapandang penting. Kecelakaan yang menewaskan satu orang bukan berita tapi
2. Human Interest Peristiwa lebih memungkinkan disebut berita kalau peristiwa itu lebih banyak mengandung unsur haru, sedih, dan menguras emosi khalayak.
3. Conflict/Controversy Peristiwa yang mengandung konflik leih potensial disebut berita dibandingkan dengan peristiwa yang jarang terjadi.
4. Proximity Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibadingkan dengan peristiwa yang jauh. Baik dari fisik maupun emosional khalayak.
2. Jenis Berita
Dalam dunia jurnalistik, berita berdasarkan enisnya dapat dibagi ke dalam tiga kelompok itu: Elementary, intermediate, advance. Berita Elementary mencakup pelaporan berita langsung (straight news) berita mendalam (depth news report), dan berita menyeluruh (comprehensive news report). Berita intermediate meliputi berita interpretative ( interpretative news report) dan pelaporan karangan khas (feature story report). Sedangkan untuk kelompok advance menunjuk pada pelaporan mendalam ( depth reporting ), pelaporan penyelidikan (investigative repoting) dan penulisan tajuk rencana (editorial writing). Berikut ini penjelasan tentang straight news, depth news report, comprehensive news report, interpretative news report, dan feature seperti ditulis Rivers.17
17
Wiliam L Rivers, Bryce Mcintyre, Alison Work, Editorial, Penyunting: Dedy Djamaludin Malik, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 1994), Cetakan Pertama, h. 6-7
(32)
Sedangkan penjelasan tentang comperehensie news, depth reporting berasal dari Sumadiria.18
Yang terangkum dalam tabel sebagai berikut : Tabel 3
Jenis Berita
No. JENIS BERITA PENGERTIAN
1 Straight News Laporan langsung melalui peristiwa.
Misalnya, sebuah pidato yang merupakan berita-berita langsung yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu singkat. Berita memiliki nilai penyajian objektif tentang fakta-fakta yang dapat dibuktikan. Di dalamnya terkandung unsur 5 W+1 H
2 Depth News Report Berita mendalam. Reporter (wartawan) menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut. Jenis laporan ini membutuhkan pengalihan informasi, buka opini reporter. Fakta-fakta yang nyata masih tetap besar.
3 Comperehensive news Laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam suatu bangnan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terlihat jelas. 4 Interpretative Report Biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah,
atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun demikian, fokus laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti bukan opini. Pendeknya, berita interpretative bersifat bertanya, apa makna sebenarny dari peristiwa tersebut.
5 Feature Story Penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembacanya. Penulis feature menyajikan suatu pengalaman pembaca (reading experience) yang lebih bergantung
18
Drs, AS Haris Sumadiria, M.Si. Jurnalistik ndonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesioanl. (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-2, h. 69-70
(33)
pada gaya (style) penulisan dan humaniora daripada pentingnya informasi yang disajikan.
6 Depth Reporting Pelaporan jurnalistik yang besifat mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentnag suatu pristiwa fenomenal atau aktual. Pelaporan mendalam ditulis oleh tim, disiapkan dengan matang, memerlukan waktu beberapa hari atau minggu, dan membutuhkan biaya yang besar.
7 Investigative Reporting Berisikan hal-hal yang tidak jauh dengan laporan interpretative. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Namun pada laporan ini, para wartwan melakukan penyelidikan dari berbagai sumber untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan, pelaksanaannya sering ilegal dan tidak etis. 8 Editorial Witing Pikiran sebuah institusi yang diuji di depan
sidang pendapat umum. Editorial dalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi umum.
3. Struktur Berita
Struktur berita khususnya berita langsung (straight news), pada umumnya mengacu pada struktur piramida terbalik (interverted pyramid), yaitu memulai penulisan berita dengan mengemukakan fakta atau data yang dianggap paling penting, kemudian diikuti bagian-bagian yang dianggap agak penting, kurang penting dan seterusnya.
Bagian paling penting ini dituangkan ke dalam lead – bagian
kepala atau alinea pertama berita. “sudah menjadi hukum jurnalistik,” kata Al hester.” Bagi sebagian besar berita yang akan ditulis dengan menampilkan lebih dulu fata-fakta yang paling penting.”19
19
Asep Syamsul M. Romli, S.IP, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), edisi Revisi, cet ke-6 h.3
(34)
Susunan berita bentuk piramida terbalik ini menguntungkan pembaca dalam hal efisiensi watu karena langsung mengetahui bagian berita paling penting. Karenanya bentuk ini bisa lebih menarik perhatian pembaca. Selain itu, bentuk ini pun memudahkan kerja redaktur atau editor atau penyunting untuk melakukan pemotongan naskah (cutting) jika kolom atau ruang yang tersedia terbatas atau tidak cukup untuk memuat seluruh berita.
Struktur berita selengkapnya dalah sebagai berikut: a. Judul (head)
b. Dateline. Yakni tempat atau waktu berita itu diperoleh dan disusun. Contoh: Jakarta, Kompas;
c. Teras Berita (Lead) d. Isi Berita (Body)
Gaya piramida terbalik merupakan desain dasar yang banyak digunakan oleh wartawan, terutama dalam penulian berita langsung (straight news stories). Penempatan fakta-fakta yang dimulai dari fakta yang kurang dan bahkan tidak penting seperti gambar diatas, dapat memberikan peluang kepada pembaca untuk mengetahui pesan utama suatu berita dalam waktu yang lebih cepat.
Fakta-fakta yang dianggap penting ditempatkan pada paragraf pertama yang biasa disebut lead. Sedangkan, fakta-fakta lainnya ditempatkan di paragraf-paragraf berikutnya sesuai dengan urutan tingkat kepentingannya mulai dari yang penting, agak penting dan kurang penting sampai yang tidak penting.
(35)
Pembaca yang tidak memiliki. Waktu lebih banyak teteapi merasa perlu mendapatkan informasi aktual tentang bagaimana peristia terjadi, masih bisa memenuhi hasratnya dengan cara membaca setiap lead dari berita-berita yang tersedia.
Sedangkan paragraf - paragraf berikutnya hanya akan terus dibaca oleh pembaca yang mempunyai waktu panjang dan merasa perlu. Dengan cara penulisan seperti itu, para pembaca tidak akan kehilangan informasi utamanya meskipun tidak sempat membaca isi keseluruhan berita; bagi penulisnya sendiri, juga tidak akan kehilangan informasi yang menurutnya paling penting ketika berita yang dituisnya harus dipotong oleh redaktur karena dianggap terlalu panjang.
Jadi penulisan berita dengan gaya piramida terbalik ini merupakan teknik penulisan yang disesuaikan baik dengan sifat khalayak pembaca maupun dengan cara kerja reporter. Sedangkan anatomi berita secara keseluruhan meliputi judul berita atau biasa diesbut headline, baris tanggal (dateline) atau hanya dengan menyebutkan tempat kejadian, teras berita (lead) dan tubuh berita.
C. Konseptualisasi Framing 1. Definisi Framing
Analisis bingkai (framing anylsis) brusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajari media, analisis bingkai menunjukkan bagaimana aspek-aspek struktur berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. Analisis bingkai
(36)
merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi representasi realitas. Jadi, frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi dibalik penulisan informasi.20
Dalam parktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain, dan menonokan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok (headline depan atau belakang), pengulangan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi dan simplifikasi. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menadi bermakna dan diingat oleh khalayak. 21
Dengan framing kita juga bisa mengetahui bagaimana perpspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika mnyeleksi dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif ini pada khirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan hendak dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut.
Proses pemberitaan dalam organisasi media kan sangat memepengaruhi rame berita yang akan diproduksinya. Farme yang diproses dalam organisasi media tidak lepas dari latar belakang pendidikan wartawan sampai ideologi institusi media tersebut. Ada tiga proses framing dalam organisasi media. Proses tersebut adalah:22
20
Darmanto, Membongkar Ideologi di Balik Penulisan Berita dengan Analisis Framing,(makalah, Universitas Brawijaya. 2004)
21Ibid 22
Http://ekawenats.blogspot/2006/12/priming-framing-agenda-setting.html. diakses tanggal 21 Desember 2010 pukul 02:00 WIB
(37)
a. Proses framing sebagai metode penyajian realitas diaman kebenaran tentang suatu kajian tidak diingkari secara total, melainkan dibalikkan secra halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. b. Proses Framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses
penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak. Redaktur dengan atau tanpa konsultasi dengan redaktur pelakana., menentukan apakah laporan si reporter akan dimuat ataukah tidak, serta menetukan judul yang akan diberikan.
c. Proses framing tidak hanya melibatkan sisi informasi yang ingin ditonjolkannya,(sambil menyembunyikan sisi lain). Proses framing menjadikan media massa sebagai arena dimana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.
Dalam proses framing pada akhirnya akan membawa efek. Karena sebuah realitas bisa jadi bingkai dan dimaknai berbeda oleh media, bahkan pemaknaan itu bisa jadi sangat berbeda. Realita sosial yang kompleks oenuh dimensi dan tidak beraturan, disajikan dalam berita sebagai suatu yang sederhana, beratua dan memenuhi logika tertentu.
(38)
Berdasarkan penyederhanaan atas kompleksnya realotas yang disajikan media, menimbulkan efek framing, yaitu:23
a. Framing yang dilakukan media akan menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek yang lain. Framing umumnya ditandai dengen menonjolkan aspek tertentu dari realitas, akibatny ada aspek lain yang tidak mendapat perhatian yag memadai.
b. Framing yang dilakukan oleh media akan menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi yang lain. Dengan menampilkan sisi tertentu dalam berita ada sisi lain yang terlupakan, menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapat liputan berita.
c. Framing yang dilakukan media akan menampilkan aktor tertentu dan menyembunyikan aktor yang lain. Efek yang segera terlihat dalam pemberitaan yang memfokuskan pada satu pihak, menyebabkan pihak lain yang mungkin relevan dalam pemberitaan menjadi tersembunyi.
2. Konseptualisasi Framing
Peneliti yang paling konsisten mendiskusikan konsep framing adalah W.A.Gamson. Gamson terkenal dengan pendekatan konstruksionis yang melihat proses framing seagai konstruksi sosial untuk memaknai realitas. Proses ini bukan hanya terjadi dalam wacana media, tetapi juga dalam struktur kognisi individu. Dalam konteks inilah Gamson melihat adanya hubungan antara wacana dan publik yang dibentuk di masyarakat.24
23
Http://ekawenats.blogspot/2006/12/priming-framing-agenda-setting.html. diakses tanggal 21 Desember 2010 pukul 22:00 WIB
24
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2001).H.220
(39)
Pada dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khusunya untuk menganalisis teks media. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Goffman pada 1947, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.25
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing diapaki untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pert autan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti dan lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi atau menulis isu berita.
3. Konseptualisasi Framing Zhong dang Pan dan Kosicki
Zhong Dang Pan dann Kosicki (1993) melalui tulisan merek
“Framing Analysis:An Approach To News Discours”
mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing :sintaksis skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini memebentuk semacam tema yang mempertautkan
25
Alex Sobur Msi, Drs, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisi Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing),(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2006)cet. Ke-4 h.162.
(40)
elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide.
Model framing yang diperkenalkan Pan dan Kosicki ini adalah suatu model yang paling populer dan banyak dipakai. Model itu sendiri diperkenalkan lewat suatu tulisan di Jurnal Political Communication. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing ini dapat menjadi salah satu altenatif dalam menganalisis teks media di samping analisis isi kuantitatif. Analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang suatu isu atau kebijakan dikonstruksi dan dinegosiasikan. Dalam tulisannya tersebut, Pan dan Kosicki tidak hanya membatasi analisisnya semata-mata pada isi media. Di sini, media dipandang sebagai bagian dari diskusi publik secara luas. Bagaimana media dapat membentuk bingkai dan kemasan tertentu kepada khalyak, dan bagaimana partisipan poltik melakukan pemaknaan dan konstruksi atas peristiwa untuk disediakan kepada publik. Khalayak sendiri juga akan melakukan proses dan pemaknaan yang berbeda atas suatu isu atau peristiwa.26
Frame merupakan sutu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita - kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu – ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
26
Alex Sobur Msi, Drs, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisi Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing),(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2006)cet. Ke-4 h.252
(41)
Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatan informasi lebih dari yang lain sehingga khalayak tertuju pada pesan tersebut. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsep dari framing yang saling berkaitan.27
a. Dalam konsep psikologi. Framing dalam konsep ini lebih menekankan pada bagaimana seorang memproses informasi dalam dirinya. Framing ini berkaitan dalam struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik atau khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu isu maupun peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas.
b. Konsep sosiologis. Kalau pandangan psikologis lebih melihat pada prses internal seseorang, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas.28 Frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganiasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya. Frame disini berfungsi membuat suatu realita
27Ibid
h.252-53
28
Ibnu Hamad, Agus Sudibyo, M. Qodari, Kabar-kabar Kebencian Prasangka di Media Massa, (Jakarta:ISAI, 2001), H.69.
(42)
menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu.
4. Perangkat Framing Zhong Dang Pan dan Gerald M.Kosicki
Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (seperti kutipan sumber, latar, informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan.
Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi ke dalam empat stuktur besar.29 Pertama, struktur sintaksis, berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun berita – pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa - ke dalam bentuk susunan umum berita. Struktur semantik ini dengan demikian dapat diamati dari bagan berita (lead yang dipakai, latar dateline, latar headline, kutipan yang diambil, dan sebgainya). Intinya ia mengamati bagaimana wartawan memahami peritiwa yang dapat dilihat dari cara ia menyusun fakta ke dalam bentuk umum berita.
Kedua, struktur skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau mnceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur dipakai oleh wartawa dalam mengemas peristiwa ke dlam bentuk berita.
Ketiga, struktur tematik. Tematik berhubungandengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa dala proposisi,
29
Eriyanto, Analsis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Pengantar Dr Deddy Mulyana, M.A (Yogyakarta: PT Lkis Plangi Aksara, 2005), h.255
(43)
kalimat atau hubungan antarkalimat yang memebentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini ka melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam yang bentuk lebih kecil.
Keempat, struktur retoris.Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya pendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.
Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari suatu media. Kecenderungan atau kecondongan wartwawan dalam memahami suatu peristiwa dapat diamati dari keempat struktur tersebut. Dengan kata lain, ia dapat diamati dari bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih. Ketika menulis berita menekankan makna atas peristiwa, wartawan akan memakai semua strategi wacana itu untuk meyakinkan khalayak pembaca bahwa berita yang dia tulis adalah benar.
Sintaksis. Dalam pengertian umum, sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat, bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian bertia – headline, lead, latar informasi, sumber, penutup – dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan.
Headline merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan
(44)
berita.30 Pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai diabndingkan bagian berita. Headline mempunyai fungsi framing yang kuat. Headline mempengaruhi bagaimana kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan.
Selain headline/judul, lead adalah perangkat sintaksis lain yang sering digunakan. Lead yang baik umumnya memeberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditulis wartawan. Latar yang dipilih menentukkan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks.31 Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang akan ditampilkan.
Bagian berita lain yang penting adalah pengutipan sumber berita. Bagian ini dalam pengutipan berita dimaksudkan untuk membangun objektivitas – prinsip keseimbangan dan tidak memihak. Ia juga merupakan bagian berita yang menekankan bahwa berita yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartwan semata, melainkan pendapat dari orang yang mempunayi otoritas tertentu.
Skrip, laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Hal ini karena dua hal, banyak laporan berita yang beruasaha menunjukkan
30
Eriyanto, Analsis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Pengantar Dr Deddy Mulyana, M.A (Yogyakarta: PT Lkis Plangi Aksara, 2005), h 257
(45)
hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan peristiwa yang sebelumnya. Kedua, berita umunya mempunyai orientasi menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembaca.
Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W + 1H – who, what, when, where, why, dan how. Meskipun pola ini tidak selalu dijumpai dalam berita yang ditampilkan, kategosri informasi ini diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan.
Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam menkonstruksi berita: bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skrip memebrikan tekanan mana yang didahulukan. Bagian mana yang bisa kemudian sebgai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.
Tematik, bagi Pan dan Kosicki berita mirip pengjuian hipotesis: peritwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan – semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Bagaimana fakta ditulis, kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan.
Secara keseluruhan unit yang dianalisis pada struktutr tematik adalah tema sebuah cerita. Tema (theme), menurut stanton dan kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.32
32
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkaji Fiksi, (Yogyakarta:Gadjah Mada University press, 2005), h.67
(46)
Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini. Diantaranya adalah koherensi: pertalian atau jalinan makna antarakata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun menjadi hubungan ketika seseorang menghubungkannya.
Detail merupakan strategi bagaimana wartwan (komunikator) mengekpresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap yang dikembangkan oleh wartawan kadang kala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi detail bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan.33 Detail merupakan elemen yang berhubungan dengan kontol informasi yang ditampilkan seseorang.
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan.
Ada beberapa macam koherensi. Pertama, sebab-akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat dilihat sebagai penjelas. Propsisi atau kalimat lain. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau kalimta satu dipandang kebalikan atau lawan dari proposisi atau kalimat lain.34
33
Eriyanto, Analsis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Pengantar Dr Deddy Mulyana, M.A (Yogyakarta: PT Lkis Plangi Aksara, 2005), h. 238
34Ibid
(47)
Dalam elemen ini juga terdapat bentuk kalimat. Bentuk kalimat merupakan sesuatu yang berhubungan dengan cara berfikir logis. Kata ganti adalah elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang diapaki oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana.
Proposisi menurut puspoprodjo (1999) adalah suatu penuturan yang uth. Atau ungkapan keputusan dalam kata-kata, atau juga menaifestasi luaran dari sebuah keputusan.35 Proposisi juga merupakan rancangan usulan, ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya.36
Dalam struktur ini, gaya bahasa juga mendapat perhatian dalam pengkajiannya. Gaya bahasa atau majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahsa sekelompok penulis sastra dan ciri khas dalam menyatakan oikiran dan perasaan baik lisan maupun tertulis.37
Retoris. Struktur retoris dari wacana berita mengambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan pernagkat retoris untuk membuat cerita, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatau berita.
35
Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung:Pustaka Grafika, 1999) h. 170
36Kamus Besar Bahasa Indonesia
, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Depdikbud
37
Gunawan Sudarsana, Pedoman Umum Ejaan Bahsa Indonesia Yang Disempurnakan,
(48)
Struktur retoris dar wacana berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran.38
Ada beberapa elemen struktur retoris yang dipakai wartawan. Yang paling penting adalah leksikon, pemilihan, dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau mengambarkan peristiwa. Suatu fakta umumnya tersiri atas beberapa kata yang merujuk kepada fakta. Leksikon merupakan kosa kata; kamus yang sederhana; daftar istilah dalam suatu bidang disusun menurut abjad dan dilengkapi keterangannya; komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa.39
Dalam arti lain leksikon dapat diartikan sebgai tersusunnya uraian atau pandangan segingga bagian-bagiannya berkaitan satu sama lain; keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi; hubungan logis antara bagian-bagian karangan atau antara kalimat-kalimat dalam satu paragraf, daya tarik antara molekul-molekul untuk mengindarkan terpisahnya bagian-bagian bila ada kekuatan dari luar.40 Kalimat adalah satuan bahasa terikat dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh.41
Selain leksikon dalam struktur retoris juga ada idiom yang berarti bentuk bahasa berupa gabungan makna katanya tidak dapat dijabarkan dari
mana unsur gabungan (misal: “kambing hitam” yang berarti “orang yang
38
Ibid h. 264. (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002))
39Kamus Besar Bahasa Indonesia
, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Depdikbud
40Ibid 41
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), Edisi Baru, Cetakan Ke-1, h.78
(49)
dipersalahkan” ; kebiasaan khusus dalam suatu bahasa. Dalam
ensiklopedia jilid 3 dikatakan, “idiom adalah kekhususan bentuk bahasa;
segala ungkapan, susun – kata yang tidak menyimpang dari kaidah bahasa pada umumnya. Iddom juga meliputi segala ungkapan, rangkaian kata, serta susun – kata yang menunjukkan kekhususan dalam suatu bahasa sehingga membedakannya dengan bahasa-bahasa lain; idiom biasanya tidak diterjemahkan.
Selain lewat kata, penekanan pesan dalam berita itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafis, grafis adalah bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis ini muncul dalam bentuk foto, gambar atau tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan.42
Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar. Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan.
Elemen grafis juga muncul dalam bentuk foto, gambar, dan tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. Elemen grafik memberikan efek kognitif, ia mengontrol perhatian dan ketertarikan secara intensif dan menunjukkan apakah suatu
42
(50)
informasi itu dianggap penting dan menarik sehingga harus dipusatkan atau difokuskan.
Dalam elemen yang keempat ini juga terdapat unsur metafora. Yakni pesan tidak hanya disampaikan lewat teks atau bahsa formal, tetapi juga kiasan, ungkapan dan metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu yang dipakai untuk memperkuat pesan utama.
D. Agenda Setting Theory
Mc Comb dan Shaw melakukan sebuah penelitian yang memperlihatkan hubungan yang kuat antara agenda media dan agenda publik. Agenda publik adalah sebuah refleksi virtual dari agenda media. Penelitian McCombs dan Shaw di Chapel Hill pada tahun 1972. Mereka menggabungkan dua metoda sekaligus, yaitu analisa isi (untuk mengetahui agenda media di Chapel Hill) dan survey terhadap 100 responden untuk mengetahui prioritas agenda publiknya. Studi tersebut menemukan bukti bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat (0,975) antara urutan prioritas pentingnya lima isu yang dilansir oleh media di Chapel Hill bersesuaian dengan urutan prioritas pada responden.43
Walaupun penelitian tersebut hanya dapat membuktikan pengaruh kognitif media atas audiens, namun studi agenda setting tersebut sudah dapat dipakai sebagai upaya untuk mengkaji, mengevaluasi, dan menjelaskan hubungan antara agenda media dan agenda publik. McCombs dan Shaw
43
Kathrine Miller, Communication Theories, (New York : Mc Graw-Hill Companies 2001) h.257-259
(51)
meyakini bahwa hipotesa agenda setting tentang fungsi media terbukti - terdapat korelasi yang hampir sempurna antara prioritas agenda media dan prioritas agenda publik. Asumsi dasar teori agenda seting adalah bahwa jika media itu akan mempengarhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka penting juga bagi masyarakat. Oleh karena itu apabila media memberi perhatian kepada isu-isu tertentu dan yang mengabaikan yang lainnya, akan mempengaruhi pendapat umum.44
Mc Combs dan Shaw mengatakan pula, bahwa audiense tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan kepada suatu isu atau topik.45
Sebagai contoh:seseorang membaca sebuah artikel pada surat kabar tentang sebuah virus computer baru yang menghancurkan penyimpanan data pada sebuah komputer pemerintah dan sebuah perbincangan ambigu mengarah kepada pengertian virus beberapa menit kemudian, orang akan lebih berfikir virus sebagai program komputer yang daripada sebuah organisme mikroskopis.46
E. Representasi Media dari Dunia Sosial
David Croteau dan William Hoynes (dalam Media/Society: Industries, Images, and Audiences: Second Edition, 2000: 194-196) mengatakan bahwa entertainment dan media berita tidak selalu merefleksikan dunia nyata.
44Ibid
h 260
45Ibid
h. 261
46Ibid
(52)
Dengan ketidaksamaan itu, konten media memang menunjukkan ketidaksamaan yang nyata dalam dunia sosial dan dalam industri media. Literatur pada media dan studi kebudayaan mengingatkan kita bahwa representasi pada media adalah tidak nyata, bahkan pada saat audiens memutuskan. Repesentasi Bahkan yang memproduksi kenyataan seperti film dokumenter sebagai hasil dari proses seleksi yang artinya bahwa aspek tertentu diutamakan dan aspek lainnya diabaikan. Media biasanya tidak mencoba untuk merefleksikan dunia nyata. Representasi merupakan produk dari proses seleksi yang mengakibatkan ada sejumlah aspek dari realitas yang ditonjolkan serta ada sejumlah aspek lain yang sengaja dilenyapkan. Ini berarti seluruh representasi merupakan penghadiran kembali dunia sosial yang memiliki akibat bahwa hasil dari representasi itu pastilah bersifat sempit dan tidak lengkap. 47
Pertama, representasi merupakan produk dari proses seleksi yang mengakibatkan ada sejumlah aspek dari realitas yang ditonjolkan serta ada sejumlah aspek lain yang sengaja dilenyapkan. Ini berarti seluruh representasi merupakan "penghadiran kembali" dunia sosial yang memiliki implikasi bahwa hasil dari representasi itu pastilah bersifat sempit dan tidak lengkap. Kedua, media biasanya tidak sudi mencoba untuk merefleksikan dunia "riil" yang serba nyata. Ini disebabkan adanya keterbatasan atau bahkan mungkin juga pembatasan waktu dan intervensi berbagai sumber daya finansial, misalnya kemampuan jurnalis dalam melakukan liputan, atau juga ketertutupan narasumber pemberitaan, dan juga campur tangan pemilik modal dalam kebijakan
47
David Croteau, Wiliam Hoynes, Media/Society:Industries, Images, and Audiences
(53)
pemberitaan. Ketiga, apa yang dinamakan dengan dunia yang "riill" itu sendiri pantas dipermasalahkan. Dalam hal ini, kita dapat bersepakat dengan kalangan pemikir konstruksionisme yang menegaskan bahwa tidak ada satu pun representasi dari realitas yang secaa keseluruhan pastilah "benar" dan "nyata". Ini disebabkan media massa sendiri sudah membingkai suatu isu atau figur politik tertentu, dan memilih untuk memasukkan atau menyingkirkan komponen-komponen tertentu dari realitas yang mempunyai banyak sisi-sisinya. Keempat, dalam benak konsumen media sendiri, terdapat pemikiran bahwa media tidaklah harus merefleksikan realitas. Sebab, media sekadar dianggap sebagai tempat
pelarian dari kesumpekan hidup sehari-hari.48
Kebanyakan dari kita menyukai program berita, buku sejarah dan film dokumenter untuk merepresentasikan yang terjadi di dunia sosial sadil dan seakurat mungkin. Tapi melalui seleksi alam, film fiksi ilmiah pun menjadi acuan sebagai gambaran dunia sosial. Ini mempengaruhi perilaku kita untuk memastikan pesan yang mungkin dari media ini. Termasuk melihat bentuk media, film sains fiksi, opera sabun, musik video, dan novel roman dengan jelas tidak mengklaim secara akurat merefleksikan masyarakat. Ada sekitar lima cara bagaimana peneliti bisa melihat signifikansi dari konten media. Mereka melibatkan tautan konten kepada produser, ketertarikan audiense, kepada masyarakat secra umum, atau kepada efek audiens, atau melihat konten independen dari konteksnya.49
48
http://alioebaid.blogspot.com diakses tanggal 21 Desember 2010 pukul 22:00 WIB
49
David Croteau, Wiliam Hoynes, Media/Society:Industries, Images, and Audiences h 136-37
(54)
F. News Factory Model
Bantz, Mc Crockle, and Baade merefleksikan cara yang sama dalam memahami yaitu dengan menggunakan istilah News Factory atau pengolahan berita untuk penelitian mereka dalam ruang berita. Berita sebagaimana yang telah dicontohkan, adalah sebuah konstruksi realita dan bukanlah sebuah gambaran kenyataan. Berita bukan refleksi dari realitas, melainkan konstruksi dari realitas tersebut. Dalam proses pengolahan adalah mencampurkan berbagai bahan untuk mengkoversikannya ke dalam beberapa tipe konten dalam sebuah surat kabar atau buletin berita, yaitu tempat peristiwa terjadi dan ada orang-orang yang berkaitan dengan apa dengan peristiwa itu, orang- orang yang secara langsung mempunyai nilai berita. 50
50
Downing John D.H. Denis McQuail. Philip Schkesinger. Ellen Wartella, Media Studies, (Sage Publications. United Kingdom:2004) h 402-403
(1)
87
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Pengantar: Prof. Dr. M. Budayatna, M.A. 2006. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Marzuki. Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE-UII. 1995
Mc Quail, Dennis. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Terjemahan Agus Dharma, dkk. 1996. Jakarta: Erlangga
Miller, Kathrine, Communication Theories, New York : Mc Graw-Hill Companies 2001
Muhtadi, Asep Saeful M.A, Drs. Jurnalistik Pendekatan Teori Dan Praktik. 1999. Jakrta: Logos Wacana Ilmu Cetakan Ke-2
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. 2005. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Poesporodjo. Logika Scientifika: Pengantar Dialektika Dan Ilmu. 1999. Bandung: Pustaka Grafika.
Rachmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Edisi Revisi.
Rivers, William L, Bryce Mcintyre, Alison Work. Editorial. Penyunting: Deddy Jamaluddin Malik. 1944. Bandung Remaja Rosdakarya. Cetakan Pertama.
Romli, Asep Syamsul M. S.IP. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. 2005. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Salam, Prif, Dr. H. Syamsir MS dan Jaenal Arifin, M.Ag Metodologi Peneletian Sosial. 2006. Jakarta UIN Press.
Sobur, Alex M. Si, Drs. Analisis Teks Media (Suatu pengantar Untuk Analisis Wacan, Analisis Semiotik dan Analisi Framing). 2006. Bandung: PT Remaja Rosdalarya. Cet, ke-4.
Sodjoeno Soekamto. Sosiologi Pengantar. 1987. Jakarta: PT Rajwali Pers
Sudarsana, Gunawan. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. 2007. Yogyakarta: Indonesia Tera. (lihat kamus besar bahasa Indonesia(1992))
Sumadiria, AS Haris M.Si, Drs Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional.2006. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
(2)
88
Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta. Lkis. 2001 Strenz, Herbert. Reporter dan Sumber Berita Persekongkolan Dalam Mengemas
dan Menyesatkan Berita. 1993. Jakrta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tebbel, John. Karier Jurnalistik. Penyadur: Dean Praty Rahyuningsih.
2003.Semarang: Dahara Prize. Referensi Lain:
Dokumen Company Profile Jurnal Nasional. http://alioebaid.blogspot.com
Kamus Besar Bahasa Indonesia, JakArta: Balai pustaka. 1988. Depdikbud. www.jurnas.com
Wawancara dengan Redaktur Berita Politik Harian Jurnal Nasional Very Herdiman Harian Jurnal Nasional pada Maret 2011
(3)
DAFTAR WAWANCARA
Nama : Very Herdiman
Jabatan : Redaktur Berita Politik Harian Jurnal Nasional Tanggal Wawancara : 10 Maret 2011
Tempat : Kantor Redaksi Harian Jurnal Nasional. Jalan Johar no 8, Menteng, Jakarta Pusat
1. Apa yang melatar belakangi lahirnya harian jurnal nasional?kapan tepatnya? Jurnal Nasional terbit perdana pada 1 Juni 2006. Pemilihan tanggal 1 Juni bertepatan dengan Hari Lahirnya Pancasila. Ini sebuah komitmen pendiri untuk tetap mengawal salah satu pilar bangsa, Pancasila. Jurnal Nasional (Jurnas) menempatkan diri sebagai penghubung antara suara "republik" (yaitu pemerintah) dengan "publik" (rakyat). Selama ini, hubungan dua entitas tersebut (pemerintah) dan rakyat) boleh dibilang terjadi gap (kesenjangan). Informasi dari pemerintah tidak sepenuhnya mencapai masyarakat. Demikian pula, segala keluhan masyarakat tidak sampai pada pemerintah. Hal inilah yang menimbulkan salah pengertian atau pemahaman. Karena itu, muncul riak, dan rasa saling tidak percaya. Nah, Jurnas coba tampil untuk menjadi penghubung dua entitas tersebut, agar terjadi saling pengertian antara pemerintah dan rakyat.
2. Bagaimana perkembangannya hingga kini?
Nah, saya kurang tahu hal ini (ini bisa ditanyakan ke bagian pengembangan Jurnas, atau pimpinan Jurnas). Tapi secara garis besar, Jurnas masih tetap eksis, walaupun masih harus bersaing ketat dengan media lainnya. Persaingan media saat ini sangat ketat. Karena itu, Jurnas berkembang secara perlahan. 3. Apa visi dan misi harian Jurnal Nasional?
- Visi harian Jurnal Nasional
Adalah surat kabar berbasis jurnalisme pencerahan terdepan di Inonesia 2014
(4)
- Misi Harian Jurnal Nasional
a. Menegakkan fungsi informasi, edukasi, re-kreatif dan kontrol sosial b. Mewartakan fakta dan peristiwa secara obyektif tanpa prasangka c. Menegakkan cober both side dalam seluruh aspek pemberitaan d. Menyajikan informasi edukatif dan pengembangan optimisme
e. Mengembangkan wawasan pembaca sebagai bagian dari proses perubahan dan pembaruan bangsa
f. Menegakkan demokrasi berbudaya secara kreatif berdasrkan etika g. Menguatkan nilai ekonomi media massa
h. Menciptakan kondisi terbaik bagi kesejahteraan karyawan 4. Bagaimana struktur redaksi harian Jurnal nasional?
Struktur reksi Jurnas berkembang. Pada awalnya, Jurnas hanya menerbitkan koran (cetak). Strukturnya adalah: Pemimpin Umum (PU), Wakil Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi, Wakil Pemimpin Redaksi, Redaktur Pelaksana, Redaktur, Reporter Senior, Reporter Junior. Saat ini Jurnas juga menerbitkan portal dengan nama, www.jurnas.com. Seiring itu, struktur pun diubah: Direktur Utama, Pemimpin Redaksi, Wakil Pemimpin Redaksi, Redaktur Eksekutif, Redaktur Pelaksana, Kepala Newsroom, Kepala Jurnas.com, Redaktur, dan Reporter.
5. Bagaiaman segmentasi pembaca harian Jurnal Nasional?
Pembaca Jurnas adalah golongan kelas menengah ke atas. Sasarannya adalah para pejabat di kementerian, atau pemerintahan, dan para pengusaha swasta. Namun masyarakat kelas bawah juga menjadi salah satu sasaran pembaca Jurnas. Namun, porsinya lebih sedikit.
6. Dari mana saja sumber berita yang didapat oleh wartawan dalam setiap penulisan berita?
Dari narasumber, baik itu pemerintah (Presiden, para menteri, pejabat publik) maupun pengusaha atau pelaku usaha, pengamat di perguruan tinggi, dan masyarakat biasa.
7. Apa strategi wartawan Harian Jurnal Nasional agar pembaca memahami apa yang dituliskan dalam berita? Tulisan disajikan dalam bahasa populer dengan
(5)
tidak mengabaikan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Juga mengambil tema yang sedang ngetrend atau menjadi perhatian masyarakat. 8. Bagaimana dengan tanggapan bahwa Jurnal Nasional dekat dengan Partai
Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? Sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah, maka mau tidak mau Jurnas harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintahan pimpinan Presiden SBY. Jurnas coba mengangkat semua keberhasilan, atau pencapaian yang dilakukan pemerintahan SBY. Jurnas sebenarnya tidak memiliki hubungan struktural dengan Partai Demokrat. Cuma karena SBY merupakan kader Partai Demokrat, maka mau tidak mau Jurnas memiliki hubungan yang baik dengan partai demokrat. Pemberitaan yang positif tentang pemerintahan Presiden SBY pasti akan berdampak positif bagi Partai Demokrat.
Namun, Jurnas tidak hanya membina hubungan dengan Partai Demokrat saja, tetapi dengan semua partai politik. Media massa wajib membangun dan memberi pendidikan politik terhadap semua partai politik.
9. Bagaimana reaksi dan tanggapan Harian Jurnal Nasional terhadap diluncurkannya Buku Membongkar Gurita Cikeas? Tulisan itu sah-sah saja. Menerbitkan buku adalah bagian dari ekspersi kebebasan berpikir seseorang. Namun, sebagai sebuah karya ilmiah, metode penulisan sebuah buku harus dipenuhi. Misalnya harus ada penelitian mendalam, harus ada investigasi dan klarifikasi. Nah, ini yang lalai dilakukan Geoge, karena itu menimbulkan kritikan publik.
10. Apa pesan yang ingin disampaikan Harian Jurnal Nasional terhadap pemberitaan buku ini? Intinya buku ini penuh dengan rumors yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, buku ini harus dilengkapi atau direvisi agar menghasilkan buku yang ilmiah.
11. Bagaimana arus produksi di Harian Jurnal Nsional ini? Jurnas hadir sebagai media yang membawa paradigma baru yaitu, Good News Is Good News. Ini sebagai revisi terhadap paradigma lama yaitu, Bad News is Good News. Karena itu, Jurnas selalu menghadirkan berita yang positif, misalnya
(6)
pencapaian pemerintah, atau sektor swasta. Berita positif itu diharapkan mampu menerbitkan harapan bagi kemajuan Indonesia.
12. Apa hambatan dalam memprodulsi berita? Mungkin dari narasumber yang belum terbuka, dan juga adanya keterbatasan dari segi SDM. Tapi hal ini coba terus dibenahi.
13. Bagaimana dengan pemilihan sumber berita dalam penulisan tentnag berita-berita Buku Membongkar Gurita Cikeas INI? George lebih banyak ambil dari situs, tanpa ada verifikasi dengan narasumber. Padahal, verifikasi hal yang hakiki dalam sebuah penerbitan.
14. Bagaiman Proses produksi pembritaan buku ini? Saya tidak tahu, mungkin tanya ke penulisnya. Tapi kesannya penulis menerbitkannya dengan tergesa-gesa. Mungkin dia mengejar timing yang pas.
15. Bagaiaman tanggapan pembaca yang diterima oleh redaksi tentang penulisan pemberitaan tentnag buku ini? Ada pro dan kontra. Ada yang mendukung George tapi juga ada yang menolaknya. Tentu dengan alasan mereka masing-masing.