Diabaikannya Hak Atas Peradilan yang Fair
ketertiban. Ditahannya mereka ke dalam berbagai penjara yang banyak kemudian
berujung pada penyiksaan, perampasan kehormatan, bahkan hilangnya nyawa lebih
karena kepentingan politik yang sedang berkuasa.
Praktik penahanan sewenang-wenang hanya melembaga dalam rezim yang meng-
anut absolutisme sebagaimana dicontohkan di Perancis dalam masa Ancient Regime.
De ngan bermodal lettres de cachet, setiap warga Perancis bisa ditangkap hanya ber-
dasarkan alasan politik belaka untuk kemu-
dian dimasukkan ke dalam penjara Bastille. Sejarah menunjukkan bahwa penangkapan
model ini cenderung memuaskan hasrat poli- tik daripada guna memenuhi nilai dan rasa
keadilan. Praktik penangkapan untuk mem- bungkam lawan politik ini juga diintroduksi
pemerintah kolonial untuk menangkap tokoh perge rakan Indonesia di era kebangkitan na-
sional. Article 9 UDHR menegaskan terla-
rangnya penahanan sewenang-wenang ini dengan menyebutkan “No one shall be sub-
jected to arbitrary arrest, detention, or ex-
ile.” Sementara itu, ICCPR dalam Article 9 1
17
juga menyatakan hal yang kurang lebih sama dengan UDHR dengan mewanti bahwa
penahanan dan perampasan kemerdekaan hanya bisa dilakukan sesuai prosedur yang
telah ditentukan oleh hukum. ICCPR bah-
kan menentukan bahwa segera setelah di- lakukan penangkapan, maka si tertangkap
harus diberitahukan alasan penangkapan beserta alasan-alasan ataupun tuduhan yang
mendasari penangkapannya. Penangkapan yang sewenang-wenang akan mendatang-
kan penahanan yang sewenang-wenang pula yang kemudian akan berekor dengan serang-
kaian tindak pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Jika suatu penangkapan tidak me-
menuhi rasa keadilan, melainkan hanya di- dasarkan atas keinginan politik belaka, maka
sudah bisa dipastikan proses yang mengikuti di belakangnya akan jauh dari adil. Jikalau
penangkapan itu berujung pada peradilan, maka peradilan yang akan digelar hanyalah
desain untuk melegitimasi perampasan hak.