telah hampir 10 tahun pihak PT. Tri Aryani belum melakukan kegiatan eksploitasi sesuai
dengan idzin KP. Eksploitasi yang diberikan oleh pihak Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum. 3.
GEOLOGI DAN POTENSI BAHAN GALIAN
3.1. GEOLOGI REGIONAL Secara regional geologi daerah kegiatan
termasuk dalam Cekungan Sumatera Selatan, dimana cekungan ini diisi oleh seri batuan
sedimen dan gunungapi yang penyebarannya cukup luas gambar.4. Daerah penelitian
termasuk dalam peta geologi regional lembar Sorolangun- Bangko ber skala 1:250.000
yang dipetakan oleh H.M.D. Rosidi dkk,.1978, Shell Mijnbouw 1978 dan
terakhir oleh Suwarna dan Suharsono 1984. Cekungan Sumatera Selatan bila ditinjau dari
kerangka tektonik Indonesia bagian Barat yang dibuat oleh Koesoemadinata dan
Hardjono 1977 menempati bagian cekungan pendalaman belakang back deep basin.
Tektonik yang mempengaruhi Cekungan Sumatera Selatan menurut Soedarmono
1974 terjadi pada tiga periode aktivitas orogenesa yaitu aktivitas orogenesa yang
terjadi pada Mesozoikum Tengah, Kapur Akhir – Tersier Awal dan Plio Plistosen.
Cekungan ini terbentuk sebagai akibat dari pergerakan sesar bongkah batuan dasar yang
terjadi akibat orogenesa tersebut diatas. Pergerakan sesar bongkah tersebut
berpengaruh besar terhadap pembentukan sedimen yang mengisi Cekungan Sumatera
Selatan. Pembentukan endapan sedimen dimulai dengan diendapkannya Formasi
Lahat, Talang Akar, Baturaja, Gumai, Air Benangkat, Muara Enim dan Kasai. Seluruh
formasi batuan ini diendapkan pada cekungan melalui satu siklus pengendapan yang terbagi
dalam dua fase, yaitu fase trangresi dan fase regresi. Fase trangresi diwakili oleh Formasi
Lahat, Talang Akar, Baturaja dan Gumai, sedangkan fase regresi diwakili oleh formasi
Air Benangkat, Muara Enim dan Kasai. Potensi batubara telah diketahui terdapat
dalam horizon tertentu pada Formasi Muara Enim yang merupakan formasi pembawa
batubara yang diendapkan pada fasa susut laut regresi yang berumur Miosen Akhir –
Pliosen Awal. Batubara terbentuk di lingkungan peralihan pada laut dangkal
sampai daratan Formasi Muara Enim diendapkan secara selaras diatas Formasi
Air Benakat sebagai kelanjutan dari fasa susut laut di lingkungan laut dangkal
sampai peralihan, berumur Miosen Akhir hingga Pliosen Bawah. Shell, 1978 telah
membagi formasi ini berdasarkan kelompok kandungan batubara menjadi 4
empat anggota dari tua ke muda sebagai berikut, Anggota M1, Anggota M2,
Anggota M3 dan Anggota M4 3.2.
GEOLOGI LOKAL DAERAH SUNGAI MALAM.
Daerah sungai malam terletak di ujung bagian barat-laut Cekungan Sumatera
Selatan yang berarah utara - selatan. Pada peta geologi memperlihatkan struktur
lipatan yang berarah utara-selatan dengan sayap-sayap bagian berat lebih curam
sampai membentuk “flexure” sedangkan sayap-sayap bagian timur umumnya
hampir datar dengan sudut kemiringan 5
°- 10
° baik pada sinklin Malam maupun pada sinklin Betung. Urutan stratigrafi
formasi pembawa batubara dari Cekungan Sumatera Selatan di daerah Sungaimalam.
Dari masing-masing anggota ini kelompok lapisan batubara dan sediman pembawa
batubara diamati melalui profil-profil khas yang diperlihatkan pada log lubang bor
RH-22 dan BH 02 pada gambar penampang bor.
Lithologi khusus dari sisipan di dalam lapisan batubara adalah batulempung
pelethoid dan tufaan. Pita-pita lempung tufaan mengandung mineral biotit
terpudarkan terdapat meluas keseluruh daerah penyelidikan dan dapat
disebandingkan dengan lapisan intra sedimen antara Seam A-1 dan Seam A-2
di daerah Bukit Asam, karenanya diperlakukan sebagai horizon penunjuk.
Keempat anggota dari Formasi Muara Enim dapat diamati pada seluruh daerah
Sungaimalam melalui penampang lubang bor dan singkapan Photo 23. Anggota
M 1 di karakteristikan oleh periode trangresif yang ditandai oleh lapisan
batupasir glaukonitan yang diendapkan berselingan dengan batupasir halus
berwarna abu-abu muda. Batas anggota M 1 ditandai oleh lapisan batubara Seam V
Seam Petai, . Shell,1978, yang ditembus oleh lubang bor RH-03, BH-02 dan BH-
03.Seam VI adalah lapisan batubara terbawah yang ditembus oleh lubang bor
BH-02, BH-03, BH-04 dan BH-05,
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM TA. 2002 42 - 5
sebarannya dapat ditelusuri sepanjang 5 km yang menempati sayap sruktur antiklin. Seam
ini dikarakteristikan oleh satu pita lempung pelethoid dan ketebalannya berkisar dari 1,55
m di lubang bor RH-03 sampai 3,50 m di lubang bor BH-02 di sinklin Betung.
Anggota M2 disusun oleh batupasir glaukonitan, batupasir halus dan batulumpur
coklat. Dari dasar sampai puncak anggota ini mengandung Seam IV dan Seam V. Ketebalan
anggota M2 di daerah Sungaimalam adalah 49,50 m dan hampir 70 dibentuk oleh
batubara. Seam V terdapat 3 sampai 5 meter di atas
Seam VI, ketebalannya berkisar dari 3,5 sampai 7,85 meter dan penyebarannya
menempati kedua struktur sinklin yang terdapat di daerah Sungaimalam. Lapisan
intrasedimen antara Seam V dan Seam VI terdiri dari batupasir dan batulempung putih
Lapisan ini pada lubang bor RH-03 dan RH- 08 serta pemboran sumur air di dekat bivak,
terdiri dari perselingan batulanau dan
batulumpur yang mempunyai ketebalan sapai 15 meter.
Seam IV Seam Pengadang di daerah Babat atau gabungan Seam Mangus dan Seam Suban
di daerah Bukit Asamberkembang sangat baik didaerah Sungaimalam Foto.2dan3.
Seam ini mempunyai ketebalan berkisar dari 18,50 meter di lubang bor RH-12 sampai
31,95 meter di lubang bor RH-22, rata-rata ketebalannya 28 meter dan mengandung 5-6
pita lempung. Pita lempung tufaan sangat membantu dalam korelasi pada seluruh daerah
eksplorasi dan sering kali horizon ini teramati oleh kandungan mineral biotit terpudarkan
yang mendukung penunjuk waktu dan dapat dipercaya bahwa pita ini diendapkan di daerah
yang luas selama periode singkat aktivitas vulkanik disekitar Cekungan Sumetera
Selatan. Anggota M3 umumnya ditembus oleh semua
lubang bor di daerah prospek Sungaimalam, terdiri dari batulumpur coklat kaya akan sisa
tumbuhan dan nodul batubesian, batupasir abu-abu kehijauan dan abu-abu, dan
batulempung hijau agak kebentonitan serta mengandung 2 lapisan batubara tipis yaitu
Seam II dan Seam III. Ketebalan anggota dari dasar sampai puncak
71 meter di lubang bor RH-13 dan 109 meter di lubang bor RH-19. Batupasir abu-abu
kehijauan mengandung nodul batubesian yang mempunyai lubang-lubang gas terdapar
antara 3 –35 meter di atas Seam IV dan menindih batulumpur coklat. Batupasir ini
berbutir halus sampai sedang, tersemen sangat buruk dan bersifat glaukonitan, tebalnya
berkisar 6 sapai 15 meter. Oleh karena terdapat di seluruh daerah maka batupasir
ini diperlakukan sebagai horizon penunjuk. Batulempung hijau umumnya dicirikan
oleh struktur lentikular dan miskin akan sisa tumbuhan, terdapat dibawah Seam III.
Seam III terdapat dalam batulempung hijau dan berada 29 meter sampai 60 meter
diatas Seam IV, ketebalannya berkisar dari 0,95 meter 1,85 meter, rata-rata 1,25
meter. Seam III ini mempunyai 1 satu lapisan pengotor lempung coklat dan
terdapat hampir disetiap lubang bor yang menembusnya. Anggota M4 ditembus
sebagian interval oleh beberapa lubang bor, umumnya kandungan batuapung yang
berdiameter sampai 2 cm dan membentuk perlapisan bersusun terbalik.
Seam I dicirikan oleh 2 atau 3 pita lempung pelethoid yang berwarna coklat,
dan kandungan mineral pirit sebagai pengisi rekahan cleat. Tebal Seam I
berkisar dari 2,80 meter sampai 4,0 meter, rata-rata 3,5 meter dan terdapat 25 meter
sampai 42 meter diatas Seam II terdiri dari perulangan batupasir abu-abu kehijauan,
batulempung atau batulumpur hijau sampai coklat dan 1 satu lapisan
batubara. Batas bawah anggota adalah lantai Seam I sedangkan batas atasnya
belum dapat ditentukan karena hanya sebagian interval yang ditembus oleh
pemboran. Batupasir pada anggota M4 dicirikan oleh Seam II ditembus oleh
lubang bor RH-13, RH-18, RH-19,RH-21 dan RH-22, ketebalannya berkisar dari
0,90 meter sampai 1,38 meter, rata-rata 1,10 meter, terletak 10 meter sampai 63
meter diatas Seam III. Seam ini kadangkala pada lubang bor tertentu
berubah menjadi lempung batubaraan.
3.3. KUALITAS BATUBARA SG. MALAM DAN KEGUNAANYA.