Ju rn
al P
en di
di ka
n Pr
ofe sio
na
l
14
BAB II. LANDASAN KONSEPTUAL 2.1.
Kebijakan Publik. Kebijakan publik adalah kebijakan pokok
yang menjadi dasar hukum publik dalam suatu pengelolaan sumber daya air dan
penanggulangan yang ditimbulkannya. K e b i j a k a n p u b l i k d i b u a t u n t u k
menggerakkan, menghambat, melarang, mengarahkan tindakan swasta dan
masyarakat serta dibuat untuk dapat menyusun kebijakan publik. Perlu
memahami dasar-dasar dan konsep kebijakan publik dan mengerti cara
melakukan analisa kebijakan. 2.2.
Manajemen Strategis. Manajemen strategi untuk melaksanakan
pengelolaan sumber daya air secara k o m p r e h e n s i f d a l a m u p a y a
penanggulangan bencana bagi kehidupan manusia khususnya dengan cara
pemantauan Daerah Aliran Sungai DAS dan Waduk dengan sistem periodik dan
tergantung pada kondisi dana yang tersedia. 2.3.
Kebijakan Pembangunan Wilayah. Kebijakan pembangunan wilayah adalah
upaya mempercepat pembangunan dalam suatu wilayah atau daerah agar tercapai
kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam secara
optimal, efisien, efektif, sinergi dan sustainable dengan cara menggerakkan
kegiatan-kegiatan ekonomi, perlindungan lingkungan, penyediaan infrastruktur dan
peningkatan sumber daya manusia. 2.4.
K e b i j a k a n P e n g e m b a n g a n Kelembagaan dan Sumber Daya
Manusia. Kebijakan pengembangan keembagaan
sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan aspek kualitas yaitu usaha
kerja dan jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi, sedangkan aspek
kuantitasnya yaitu manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau kerja
dalam pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan tatanan kehidupan dan
mengurangi dampak negatif dari proses kerusakan Daerah Aliran Sungai DAS.
BAB III. DESKRIPSI MASALAH 3.1.
Identifikasi Masalah. Penyebab utama krisis air adalah perilaku
manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk
keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal , kerusakan lingkungan yang secara
implisit menambah lajunya krisis air semakin dipercepat oleh pertumbuhan
penduduk yang tinggi secara alami maupun migrasi. Bencana kekeringan yang
merupakan bukti penurunan daya dukung lingkungan dari waktu ke waktu cenderung
meningkat . Fenomena otonomi daerah yang kurang dipandang sebagai suatu
kesatuan kerja antara pusat,Propinsi dan KabupatenKota berakibat pada kurangnya
koordinasi Pengelolaan Sumber Air yang pada hakekatnya mempercepat terjadinya
k r i s i s a i r, d a l a m h a l i n i d a p a t diidentifikasikan beberapa masalah sebagai
berikut : 1.Penurunan daya dukung Daerah Aliran
Sungai DAS Sungai Citarum sebagai pemasok air utama pada Waduk Jatiluhur
ke titik nadir, sebagai akibat perubahan tata guna lahan, rendahnya kesadaran
masyarakat di sepanjang Daerah Aliran Sungai DAS
2.Potensi konflik masyarakat pengguna air yang bergantung pasokan air dari Sungai
Citarum dan anak- anak sungainya. 3.Kurangnya koordinasi antar pemangku
kepentingan Stake holders. 4.Pendangkalan waduk dan operasional
waduk belum optimal.
Citarum dan sungai lainnya, potensi yang belum terkendali dan terbuang ke laut +
5,45 miliar m3tahun. Gambar 3.3
3.3. Keadaan yang Diinginkan.
Dengan adanya suatu pola pengelolaan sumber air secara terpadu diharapkan
dapat mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang
memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan
manfaat air dan sumber air, serta dilakukan melalui koordinasi dengan
mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor,wilayah,dan para pemilik
kepentingan dalam bidang sumber daya air,sehingga :
Daya dukung daerah aliran sungai DAS meningkat dan keseimbangan air pada
saat musim kemarau dan penghujan terpenuhi.
Ju rn
al P
en di
di ka
n Pr
ofe sio
na
l
15 3.2.
Perumusan Masalah. Dari identifikasi masalah dapat dibuat
perumusan masalah : Penurunan daya dukung Daerah Aliran
Sungai DAS Sungai Citarum sebagai pemasok air untuk Waduk Jatiluhur ,yang
mengakibatkan keberadaan air tidak seimbang pada musim kemarau terjadi
kekeringan pada musim penghujan menimbulkan kerusakan yang sangat
hebat. Berkurangnya pasokan air untuk
keperluan irigasi sehingga terjadi kegagalan panen , dalam hal ini apabila
tidak ada penanganan secara terpadu akan terjadi konflik horizontal.
Kebutuhan air baku untuk pelayanan daerah Jakarta yang dialirkan melalui
bendung Curug berkurang ,demikian juga untuk daerah Cikampek.,lihat gambar 3.1
Skema Jaringan. Kurangnya koordinasi antar pemangku
kepentinganStake holders untuk penanganan daerah tangkapan air Sungai
Citarum. Daya tampung waduk berkurang dan
Operation dan Maintenance waduk belum opimal.
Berkurangnya ketersediaan air dila dibandingkan dengan tingkat kebutuhan
air, lihat lampiran Tabel 3.2 Neraca Air Sungai Citarum
Potensi sumber daya air yang ada di daerah aliran Sungai DAS Citarum dan
dari 74 sungai dan anaknya + 12,95 miliar m3tahun, yang tediri dari potensi
Sungai Citarum + 6 miliar m3tahun 46,3 dan sungai lainnya + 6,95 miliar
m3tahun 53,7 . Dalam pengendalian potensi sumber daya air dari Sungai
Gambar 3.1. SKEMA JARINGAN
Ju rn
al P
en di
di ka
n Pr
ofe sio
na
l
16 Ketersediaan air untuk irigasi maupun
pasokan air baku untuk keperluan air minum domestic maupun komersial dan
PLTA terpenuhi. Dengan melakukan pemeliharaan
maintenance waduk sesuai standar operation yang ditetapkan diharapkan
kapasitas air waduk sesuai pada kondisi rencana
BAB IV. PEMBAHASAN MASALAH 4.1.