Produksi dan Kulalitas Trichantera gigantea Melalui Pemupukan Feses Sapi dan Chromolaena odorata dengan Umur Potong Berbeda

(1)

PRODUKSI DAN KUALITAS Trichantera gigantea MELALUI

PEMUPUKAN FESES SAPI DAN Chromolaena odorata

DENGAN UMUR POTONG BERBEDA

SKRIPSI IRMAYATI

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

RINGKASAN

IRMAYATI. D24102055. Produksi dan Kualitas Trichantera gigantea Melalui Pemupukan Feses Sapi dan Chromolaena odorata dengan Umur Potong Berbeda. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S, MSi

Merebaknya penggunaan pupuk anorganik di kalangan para petani maupun peternak yang mengusahakan hijauan makanan ternak semakin mengkhawatirkan. Penggunaan pupuk anorganik yang dilakukan terus menerus dapat merusak sifat fisik tanah, padahal tanah merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehubungan dengan itu perlu penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengembalikan sifat fisik tanah sehingga produksi dan kualitas tanaman dapat diperbaiki. Pemanfaatan pupuk organik yang berasal dari feses sapi dan gulma Chromolaena odorata memiliki beberapa kuntungan yaitu murah dan mudah diperoleh. Selain itu, gulma Chromolaena odorata merupakan gulma yang mengandung P total cukup tinggi, kandungan lignin, ADF dan selulosa yang rendah sehingga mudah terdekomposisi sehingga dapat digunakan sebagai mulsa. Kotoran ternak sapi menyumbangkan N bagi tanah terutama dalam fase vegetatif tanaman.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor yaitu umur potong dan pemupukan dengan empat ulangan. Faktor umur potong terdiri dari 50, 60 dan 70 hari. Faktor pemupukan terdiri dari lima jenis yaitu :PO = Kontrol, PC = Pemulsaan C. odorata, PF = Pemupukan feses sapi, PK = kombinasi mulsa C. odorata dan pemupukan feses sapi dan PA = Pemupukan anorganik (urea, KCl dan SP36). Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor untuk masa penanaman, pemeliharaan dan pemanenan, sedangkan analisis protein dan serat kasar di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Cimanggu, Bogor.

Umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi vertikal dan jumlah daun) dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produktivitas Trichantera gigantea (berat kering tajuk dan akar). Faktor kedua yaitu pemupukan sangat nyata (P<0,01) terhadap laju pertumbuhan vertikal, berat kering tajuk panen kedua dan akar serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju perbanyakan daun dan serat kasar T. gigantea. Terdapat interaksi nyata (P<0,05) antara umur potong dan pemupukan terhadap protein kasar T. gigantea.

Kata kunci : waktu umur potong, mulsa Chromolana odorata, feses sapi, Trichantera gigantea


(3)

ABSTRACT

Production and Quality of Trichantera gigantea Through Application of a Dung Cattle and Chromolaena odorata Mulch

on Different Defoliation Time Irmayati., L. Abdullah., P. D. M. H. Karti

The objective of the experiment was to recognize the effect of defoliation time and the organic fertilizer (mulch of Chromolaena odorata and faeces) in increasing the production and quality of Trichantera gigantea. In this experiment Factorial Completely Randomized Design consisted of two factors by four replication was used. First factor was defoliation time (days 50, 60 and 70) and second factor was fertilizer application (PO = control; PC = Chromolaena odorata mulch; PF = feces addition; PK = combination of Chromolaena odorata and faeces and PA = anorganic fertilizer) Statistical analyses using ANOVA was conducted, when indicated a significant effect (P<0.05), the Duncan Multiple Range Test was used. The result showed that defoliation time influenced significantly (P<0.05) on vertical growth rate, leaves multiplication rate and shoot crude fibre. Both factors significantly affected (P<0.01) dry weight of root and shoot. There was an interaction between defoliaton time and fertilizer on crude protein.

Keywords: defoliation time, mulch of Chromolaena odorata, faeces addition, Trichantera gigantea


(4)

PRODUKSI DAN KUALITAS Trichantera gigantea MELALUI

PEMUPUKAN FESES SAPI DAN Chromolaena odorata

DENGAN UMUR POTONG BERBEDA

IRMAYATI D24102055

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(5)

PRODUKSI DAN KUALITAS Trichantera gigantea MELALUI

PEMUPUKAN FESES SAPI DAN Chromolaena odorata

DENGAN UMUR POTONG BERBEDA

Oleh IRMAYATI

D24102055

Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 4 Agustus 2006

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S, MSi. NIP. 131 672 157

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc. NIP. 131 624 188


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Maret 1985 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Amin Suparmin dan Ibu Marwiyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan pra sekolah pada tahun 1990 di TK Harapan Ibu Citayam dan pendidikan dasar diselesaikan di SD Bambu Kuning Bojonggede Kabupaten Bogor. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 2 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan di SMAN 3 Bogor.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2002.

Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) sebagai pengurus di Divisi Kewirausahaan, aktif sebagai staf Departemen Dalam Negeri dan Bendahara Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan IPB sejak tahun 2003-2005. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan kemahasiswaan yang dilaksanakan di lingkungan Fakultas Peternakan IPB.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbill’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Produksi dan Kualitas Trichantera gigantea Melalui Pemupukan Feses Sapi dan Chromolaena odorata dengan Umur Potong Berbeda”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September sampai dengan Januari 2006 di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi untuk masa penanaman, pemeliharaan dan pemanenan, sedangkan analisis kandungan nutrisi protein dan serat kasar di Balai Besar Pasca Panen Cimanggu, Bogor.

Skripsi ini merupakan karya tulis mengenai introduksi tanaman Trichantera gigantea yang didatangkan dari Vietnam Utara menggunakan eksplan vegetatif berupa stek. Manajemen yang digunakan untuk membudidayakannya yaitu dengan mencari umur potong terbaik yang dapat meningkatkan produksi juga kualitasnya. Merebaknya penggunaan pupuk anorganik dikalangan para petani maupun peternak yang mengusahakan hijauan makanan ternak semakin mengkhawatirkan. Penggunaan pupuk anorganik yang dilakukan terus menerus dapat merusak sifat fisik tanah, padahal tanah merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehubungan dengan itu perlu penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengembalikan sifat fisik tanah sehingga produksi dan kualitas tanaman dapat diperbaiki. Namun pupuk anorganik juga masih Penulis gunakan sebagai perbandingan dengan pemulsaan Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi. Gulma Chromolaena odorata dan kotoran sapi banyak tersedia dan relatif murah serta penggunaannya aman bagi tanah dan tanaman. Diharapkan pengetahuan tentang pemanfaatan pupuk organik ini dapat mengembalikan kesuburan tanah yang akhirnya bermanfaat bagi tanaman dan juga manusia.

Penulis menyadari skipsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan bagi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi manfaat bagi yang membacanya. Amin.

Bogor, Agustus 2006


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ……….. ii

ABSTRACT ………... iii

RIWAYAT HIDUP ………. vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………. 1

Perumusan Masalah ………. 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Trichantera gigantea ... 3

Chromolaena odorata sebagai Bahan Mulsa ... 4

Kotoran Ternak ... 5

Pemupukan Nitrogen, Fosfor dan Kalium ... 6

Tanah Latosol ... 8

METODE ... 10

Lokasi dan Waktu ... 10

Materi ... 10

Rancangan ... 10

Prosedur ... 11

Peubah yang Diamati ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Keadaan Umum ... 14

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Trichantera gigantea ... 15

Laju Tinggi Vertikal ... 15

Laju Perbanyakan Daun ... 17

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Produksi Trichantera gigantea ... 20

Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua ... 20

Berat Kering Akar ... 23

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Kualitas Trichantera gigantea ... 24


(9)

Protein Kasar ... 24

Serat Kasar ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Trichantera gigantea ... 3

2. Ciri Fisik dan Kimia Tanah Latosol Darmaga ... 9

3. Rekapitulasi Sidik Ragam Penelitian ... 15

4. Rataan Laju Tinggi Vertikal Trichantera gigantea (cm/minggu) ... 16

5. Rataan Laju Perbanyakan Daun Trichantera gigantea (helai/minggu) ... 18

6. Rekapitulasi Rataan Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua Trichantera gigantea(g/polybag) ... 20

7. Rataan Berat Kering Akar Trichantera gigantea (g/polybag) ... 23

8. Rataan Kandungan Protein Kasar Trichantera gigantea (%) ... 24


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Proses Dekomposisi Nitrat ... 7 2. Trichantera gigantea Sebelum Panen Pertama (Umur 50 hari) ... 14


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Perhitungan Pendugaan Jumlah Pupuk yang Digunakan

dalam Penelitian ... 33

2. Analisa Ragam Laju Tinggi Vertikal ... 36

3. Analisa Ragam Laju Perbanyakan Daun ... 36

4. Analisa Ragam Berat Kering Tajuk Panen 1 ... 36

5. Analisa Ragam Berat Kering Tajuk Panen 2 ... 37

6. Analisa Ragam Berat Kering Akar ... 37

7. Analisa Ragam Kandungan Protein Kasar ... 37


(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia memiliki iklim tropis basah yang menyebabkan vegetasi mudah terjadi. Pastura atau padang penggembalaan terdapat di hampir beberapa wilayah Indonesia. Masalah dalam pastura adalah invasi gulma yang berlebihan. Salah satu usaha untuk mengatasinya adalah memanfaatkan gulma sebagai bahan mulsa dan gulma yang dapat digunakan adalah Chromolaena odorata. Seperti diketahui bahwa gulma memiliki dampak negatif karena dapat menyebabkan tanaman utama terganggu dalam hal penyerapan nutrisi dan dapat menurunkan produktivitas pastura. Oleh karena itu pemanfaatan gulma Chromolaena odorata sebagai sumber mulsa merupakan cara yang efektif. Chromolaena odorata memiliki rasio C/N yang rendah dan kandungan P organik tinggi sehingga dapat menyediakan fosfor tersedia yang berkelanjutan bagi tanah dan tanaman (Abdullah, 2002). Pemanfaatan sumber unsur hara organik dapat berasal dari kotoran ternak. Kotoran ternak dapat menyediakan sumber nitrogen bagi pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif (Crowder dan Chheda, 1982). Kotoran ternak juga dapat menjadi alternatif pupuk organik yang mudah diperoleh dan murah.

Manajemen pengembangan hijauan makanan ternak di Indonesia dipengaruhi oleh salah satunya faktor adaptasi tanaman terhadap lingkungan dan kesuburan tanah. Kesuburan tanah menjadi faktor yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan dapat dimodifikasi. Modifikasinya dapat berupa penambahan unsur hara organik maupun anorganik. Penambahan unsur organik diatas diharapkan dapat memperkaya komposisi tanah, sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Trichantera gigantea merupakan tanaman subtropik yang berkualitas tinggi. Upaya mendatangkan Trichantera gigantea telah banyak berperan dalam suplementasi protein dikarenakan protein yang terkandung dalam hijauan tersebut cukup tinggi berkisar antara 15-22%. Selain itu Trichantera gigantea memiliki kecernaan yang tinggi dengan kandungan serat kasar rendah (Nhan et al., 2001). Oleh karena kandungan protein tinggi dan serat kasar rendah maka tanaman ini biasanya diperuntukkan bagi ternak babi dan unggas.


(14)

Pengetahuan tentang umur potong yang baik dalam peningkatan produksi dan kualitas hijauan juga merupakan manajemen yang penting diketahui oleh peternak. Dengan mengetahui umur potong yang optimal, diharapkan terjadi keefisienan tenaga kerja dan modal ketika pemanenan.

Perumusan Masalah

Penggunaan pupuk anorganik yang dilakukan terus menerus dapat merusak sifat fisik tanah, padahal tanah merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehubungan dengan itu perlu penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengembalikan sifat fisik tanah sehingga produksi dan kualitas tanaman dapat diperbaiki.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur potong optimal yang dapat memberikan hasil terbaik serta pengaruh pemupukan Chromolaena odorata dan feses sapi dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas Trichantera gigantea.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA Trichantera gigantea

Trichantera gigantea merupakan jenis tanaman pakan sub tropis yang berkualitas tinggi. Di Vietnam utara, tanaman ini digunakan sebagai bahan pakan tepung dalam konsentrat. Trichantera gigantea merupakan tanaman yang serbaguna, berasal dari Kolumbia sedangkan pada tahun 1991 baru diadaptasikan seluruhnya di Vietnam (Nhan et al., 2001). Peranan tanaman ini antara lain : 1) sumber protein babi, itik, domba dan kerbau (bagian daun); 2) substrat untuk gasifikasi (bagian batang dan cabang); 3) sebagai peresap CH4; 4) sebagai media untuk sintesis amonia;

5) pengontrol erosi; 6) menyediakan kontruksi bahan dan kayu bakar.

Trichantera gigantea dapat tumbuh pada tanah-tanah asam (pH<4,5) atau tanah tidak subur, tumbuh optimal dengan rata-rata curah hujan sekitar 1500-3000 mm dengan suhu rata-rata 300C. Persentase perkecambahan tanaman ini sangat rendah hanya berkisar antara 0-2%. Penggunaan tanaman ini pada babi yang sedang bunting, mampu menggantikan hingga 30 % bungkil kedelai. Hal ini dinilai sangat ekonomis dan pemberian Trichantera gigantea juga tidak mempengaruhi penampilan reproduksi. Tanaman ini termasuk famili Acanthaceae, subfamili Acanthoideae dan suku Trichantherae dengan bahasa latinnya dikenal dengan nama Ruellia gigantea. Tanaman Trichantera gigantea adalah tanaman semak atau pohon dengan ketinggian tanaman mencapai 5 - 15 m. Trichantera gigantea memiliki warna daun hijau dengan panjang daun 26 cm dan lebar 14 cm, berbulu halus dan pada buahnya memiliki 35-40 biji serta batang yang lembut (Rosales, 1997). Tabel berikut memperlihatkan kandungan nutrisi tanaman Trichantera gigantea.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Trichantera gigantea

Nutrien Kandungan (%)

Protein Kasar 18,51 Serat Kasar 31,71

Sumber : Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu

Rosales (1997) menyatakan bahwa Trichantera gigantea mengandung konsentrasi karbohidrat dan pati terlarut yang tinggi serta NDF yang rendah dengan kandungan protein kasar sekitar 15-22%, memiliki kandungan abu dan konsentrasi Ca masing-masing 16-20% dan 2,4-3,8 % dalam bahan kering. Tanaman ini


(16)

mengandung konsentrasi steroid dan senyawa phenolic namun masuk kategori tannin yang dapat larut dalam air.

Trichantera gigantea memiliki sedikit mineral yakni cystolith. Tanaman ini hidup di rawa dan banyak tumbuh didaerah hutan basah seperti Amerika Latin. Dalam bidang pertanian, Trichantera gigantea digunakan sebagai hijauan, tanaman pagar dan tanaman peneduh. Petani di Kolumbia menggunakan tanaman ini sebagai tanaman obat dan pakan ternak. Untuk manusia digunakan sebagai obat merah, mencegah nephritis dan sebagai minuman laktogenik bagi ibu-ibu yang sedang hamil. Untuk ternak, digunakan sebagai obat sakit kembung dan hernia bagi ternak kuda serta menyembuhkan penyakit retained placenta pada sapi (Rosales, 1997).

Chromolaena odorata Sebagai Bahan Mulsa

Sutikdjo (1974) mengungkapkan bahwa gulma merupakan tumbuhan yng memiliki nilai negatif. Sedikit banyaknya jenis maupun individu tumbuhan pengganggu pada suatu area tergantung pada faktor lingkungan, antara lain tanah, iklim dan manusia. Keadaan tanah sawah yang digunakan berulang sepanjang tahun seperti pengolahan, penggenangan dan pengeringan menyebabkan meningkatnya komposisi tumbuhan pengganggu atau gulma secara alami. Banyak cara pengendalian gulma yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mekanik, biologi dan kimia. Pengendalian secara mekanik meliputi pengolahan, pencabutan, pemangkasan, pemulsaan, pembakaran dan penggenangan (Ashton dan Monaco, 1991). Namun menurut Sukman dan Yakup (1991), teknik penggunaan mulsa merupakan cara mekanik berupa kultur teknis. Pemulsaan dapat memperkaya tanah dengan bahan organik dan dapat mengembalikan unsur hara yang tercuci (Marsono dan Sigit, 2001).

Bahan mulsa merupakan semua bahan tidak hidup yang dipergunakan dengan tujuan memperoleh beberapa keuntungan dengan cara menghamparkan bahan-bahan tersebut diatas permukaan tanah. Keuntungan pemulsaan antara lain : 1) melindungi agregat tanah dari daya rusak butir air hujan; 2) meningkatkan penyerapan air oleh tanah; 3) mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan; 4) memelihara temperatur dan kelembaban tanah; 5) memelihara kandungan bahan organik tanah; 6) mempengaruhi sistem perakaran dangkal (Poerwowidodo, 1983); 7) memelihara kapasitas infiltrasi; dan 8) memperkecil terjadinya erosi (Rusman, 1985). Salah satu


(17)

gulma yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah Chromolaena odorata. Biomassa Chromolaena odorata yang berlimpah dan kualitas yang tinggi dapat memberikan ketersediaan fosfor yang berkelanjutan (Abdullah, 2002) sehingga memungkinkan untuk dibuat mulsa.

Chromolaena odorata merupakan tanaman perennial yang tumbuh merambat. Di Indonesia Chromolaena odorata dikenal dengan nama Kirinyu atau Babanjaran. Kirinyu termasuk kedalam family Asteraceae, bangsa Eupatoriae, sub-famili Lactucoideae dan genus Chromolaena (Tjitrosoedirdjo et al., 2002). Chromolaena odorata menyebar secara cepat dengan perakaran yang dalam, percabangan yang sangat banyak serta memiliki akar bagian atas yang tumbuh secara horizontal dan menonjol. Batangnya berbentuk silindris berwarna hijau kekuningan dengan bulu-bulu halus, berstektur halus ketika muda serta bertambah keras dan kokoh ketika dewasa. Posisi daun berhadapan, berbentuk triangular dengan urat daun menonjol dan berbau parafin menyengat ketika diremas (Hanum dan van der Maesen, 1997)

Menurut Tjitrosoedirjo et al. (2002), Chromolaena odorata merupakan tanaman perdu yang dominan pertumbuhannya pada lahan terbuka. Tumbuhan ini tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1000-1500 m diatas permukaan laut. Penyebaran yang sangat luas di seluruh Indonesia menyebabkan Chromolaena odorata merupakan gulma yang melimpah biomassanya. Produksi biomassa Chromolaena odorata segar dapat mencapai 18,7 ton/ha dan dalam bentuk kering dapat mencapai 3,7 ton/ha. Chromolaena odorata dalam setiap hektar mengandung 103,4 kg N; 15,4 kg P; 80,9 kg K dan 63,9 kg Ca (Tjitrosoedirdjo et al., 2002). Chromolaena odorata mempunyai fosfor total yang lebih tinggi dibandingkan dengan gulma Ficus subulata, Albizia lebeck, Macaranga sp. dan Trycospermium sp., dengan rasio C/N/P dan kandungan lignin, ADF serta selulosa yang rendah sehingga mudah terdekomposisi (Abdullah, 2002).

Kotoran Ternak

Siklus nitrogen terjadi di pastura atau padang penggembalaan melalui ternak yang memakan rumput dan ekskreta yang dihasilkan ternak dapat menyumbangkan sebagian N ke tanah. Menurut Vinther (1998), defekasi sapi perah dapat menutupi 0,093 m2 dan urinasi 0,299 m2 atau menutupi 45% dari total area padang penggembalaan. Dilaporkan juga bahwa suatu lahan pastura dapat tertutup oleh


(18)

kotoran ternak setelah 120 hari penggembalaan dengan kapasitas tampung 3 ST/ha. Crowder dan Chheda (1982) mengungkapkan terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa seekor sapi perah menghasilkan 25 kg feses dan 10 kg urine per ekor per hari. Ekskreta segar mengandung 0,38% N; 0,18% P2O5 dan 0,22% K2O, ekuivalen

dengan 650-850 kg N, 125-400 kg P dan 150-170 kg K/ha/tahun. Kotoran ternak sapi akan memperbaiki sifat fisik dan agregat tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation serta kandungan air tersedia karena setiap kenaikan 1% bahan organik akan meningkatkan kapasitas lapang top soil lahan 2,5% sehingga dapat menurunkan laju erosi (Jo, 1990).

Aplikasi pupuk kandang ke lahan-lahan pertanian memberikan keuntungan antara lain : memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara bagi tanaman, menambah kandungan humus atau bahan organik kedalam tanah, meningkatkan aktifitas jasad renik, meningkatkan kapasitas menahan air, mengurangi erosi dan pencucian serta meningkatkan kapasitas tukar kation dalam tanah (Indriani, 2002).

Pemupukan Nitrogen, Fosfor dan Kalium

Pemupukan menurut Hardjowigeno (1992) adalah penambahan zat hara ke dalam tanah agar tanah menjadi lebih subur. Dalam arti luas pemupukan juga berarti penambahan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah (Hardjowigeno, 1987).

Nitrogen merupakan unsur hara yang paling besar dibutuhkan oleh tanaman. Namun ketersediaannya dalam tanah sangat tergantung pada kadar bahan organik tanah. Nitrogen banyak hilang melalui volatilisasi, denitrifikasi dan pencucian yang sangat tinggi (Adiningsih et al., 2003). Denitrifikasi terjadi akibat reduksi mikroba nitrat dan nitrit. Crowder dan Chheda (1982) menambahkan bahwa N yang ada dalam tanah yang tersedia untuk digunakan oleh tanaman diperoleh dari pupuk, fiksasi non-simbiotik, presepitasi dan mineralisasi bahan organik (humus). Pupuk nitrogen yang diberikan kedalam tanah tersedia dalam bentuk nitrat, amonia dan urea. Peranan nitrogen bagi tanaman yaitu membuat bagian tanaman hijau karena mengandung klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis. Nitrogen juga berperan untuk mempercepat pertumbuhan meninggi, memperbanyak jumlah anakan dan mempengaruhi panjang dan lebar daun (Soepardi, 1983).


(19)

Dekomposisi merupakan proses kimia yang menghasilkan nitrogen dalam bentuk ammonium dan dioksidasikan lagi menjadi nitrat. Proses dekomposisi hingga menjadi nitrat dapat dilihat pada Gambar 1.

N-organik Ammonium Nitrit Nitrat (protein, as.amino (NH4+) (NO2-) (NO3-)

dan sebagainya)

Dekomposisi dan Nitrifikasi Amonifikasi

Gambar 1. Proses Dekomposisi Nitrat (Hakim et al., 1986)

Proses dekomposisi diatas dilakukan oleh jasad renik yang peka terhadap kondisi lingkungan misalnya suhu, pH tanah dan lainnya. Jika bahan organik relatif mengandung lebih banyak karbon dari nitrogen yang ditambahkan kedalam tanah maka proses yang digambarkan diatas menjadi terbalik karena ada sumber energi yang memiliki banyak jasad renik akan menggunakan N yang ada untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Hakim et al., 1986). Dalam jaringan tumbuhan, nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial tumbuhan seperti asam-asam amino. Setiap molekul protein tersusun dari asam amino dan tiap enzim adalah protein maka N merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu N terkandung dalam klorofil, hormon sitokinin dan auksin (Lakitan, 2004). Nitrogen diserap tanaman pada umumnya dalam bentuk NH4+ dan

NO3-. Kebutuhan terbesar tanaman akan nitrogen diambil dalam bentuk NO3-.

Pengambilan ion ini oleh akar tergantung pada proses metabolisme, sedangkan laju pengangkutannya tergantung pada permukaan akar (Schenk, 1996).

Fosfor dalam tanah bersifat tidak mobil. Masuknya fosfor didapat melalui mekanisme intersepsi akar dan difusi jarak pendek. Dapat dilihat dari mekanisme tersebut bahwa efisiensi pemupukan fosfor sangat rendah, berkisar antara 10-15% P yang disarankan. Hanya sebagian kecil fosfor yang dapat diabsorbsi oleh tanaman yang tercuci melalui perkolasi (Adiningsih et al., 2003). Hal ini diperkuat oleh Hardjowigeno (1992) yang menyatakan bahwa fosfor didalam tanah umumnya terdapat dalam bentuk tidak larut sehingga hanya sebagian kecil yang dapat diserap tanaman. Ion fosfat yang dapat diabsorbsi tanaman bergantung pada ketersediaan P dalam larutan tanah, sepanjang anion-anion organik dari asam-asam organik dapat


(20)

berkompetisi dengan ortofosfat pada tapak-tapak erapan. Keberadaannya dalam larutan tanah akan menurunkan erapan P sehingga ketersediaan P dalam larutan tanah meningkat (Djuniwati et al., 2003).

Peranan fosfor bagi tanaman yaitu : (1) berperan dalam metabolisme karbohidrat; (2) sebagai aktivator; (3) berperan dalam proses fisiologis; (4) berperan dalam memberi pengaruh yang menguntungkan untuk pembelahan sel, kematangan tanaman, perkembangan akar halus, kualitas hasil tanaman, pembentukan bunga, buah dan biji serta (5) berperan dalam memberi ketahanan tanaman terhadap penyakit. Salah satu bentuk pupuk fosfat yaitu Superfosfat (SP). Superfosfat merupakan pupuk fosfat utama, pupuk ini mengandung 16-21% P2O2. Superfosfat

36 (SP-36) merupakan jenis pupuk yang banyak terdapat di Indonesia, pupuk ini berkadar 36% P2O5 (Soepardi, 1983).

Unsur hara kalium atau potassium merupakan salah satu makronutrien yang mobil. Kebutuhan tanaman akan kalium kemungkinan sama dengan nitrogen. Di Indonesia sumber utama kalium berasal dari tanah, dan ada sumbangan dari air irigasi (Adiningsih et al., 2003). Didaerah tropika basah, total K tergolong rendah karena kadar K alami dalam tanah rendah, pelapukan cepat dan pencucian basa-basa yang tinggi. Kalium didalam tanah tergantung pada K dapat dipertukarkan, pH, jumlah dan jenis mineral liat (Grimme, 1985). Kalium yang ditambahkan maupun yang diangkut oleh hasil tanaman akan berpengaruh terhadap dinamika K dalam tanah yang selanjutnya mempengaruhi ketersediaan K tanaman (Murtilaksono dan Wahyuni, 2004).

Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Selain itu K juga berperan mengatur potensi osmotik sel yaitu pengaturan turgor sel untuk membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 2004). Kalium tidak dapat disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan sehingga tetap berbentuk ion didalam tanaman.

Tanah Latosol

Tanah latosol meliputi tanah yang relatif masih muda (latosol coklat) sampai relatif tua (latosol merah) yang dalam taksonomi tanah termasuk Inceptisol, Ultisol dan Oxisol. Tanah latosol di Indonesia umumnya berasal dari bahan induk vulkanik,


(21)

baik tuff maupun batuan beku. Terdapat mulai dari tepi pantai sampai ketinggian 900 m dpl dengan iklim tropika basah dan curah hujan berkisar antara 2500-7000 mm (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957).

Menurut Latuconsina (2004), komponen-komponen yang menyusun bahan organik tanah ini adalah karbohidrat, selulosa, lignin, lemak dan asam-asam organik seperti asam humik, fulfik serta alkohol dan aldehid. Bahan organik memiliki peran penting didalam tanah dan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi. Peranan bahan organik dalam tanah antara lain : (1) berperan dalam proses pembentukan dan mempertahankan kestabilan struktur tanah; (2) meningkatkan daya pegang air tanah; (3) meningkatkan sifat buffer tanah; (4) sumber hara bagi tanaman; (5) menetralkan senyawa beracun; dan (6) sumber energi bagi mikroorganisme.

Tabel 2. Ciri Fisik dan Kimia Tanah Latosol Darmaga

Analisis Metode Kandungan pH H2O (1:1) pH meter 4,56

KCl (1:1) 3,61

C-organik (%) Walkley dan Black 2,15 N-total (%) Kjeldahl 0,23 P-tersedia (ppm) Bray-1 4,9 P-total (ppm) HCl 25% 133,0 Basa-basa : N NH4 Oac pH 7,0

Ca-dd (me/100 g) 2,25 Mg-dd (me/100 g) 1,58

K-dd (me/100 g) 0,46

KTK (me/100 g) 16,36

KB (%) 29,40

Al-dd (me/100 g) N KCl 2,42 Kejenuhan Al (%) 33,47 H-dd (me/100 g) N KCl 0,28 Unsur mikro : 0,05 N HCl

Fe (ppm) 15,88

Cu (ppm) 0,52

Zn (ppm) 3,88

Mn (ppm) 43,80

Tekstur : Pipet

Pasir (%) 4,90

Debu (% 19,43

Liat (%) 75,67

Kelas Tektur : Liat Sumber : Arios (2005)


(22)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Januari 2006, bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB dan analisis protein dan serat kasar Trichantera gigantea dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Cimanggu, Bogor.

Materi

Bahan yang digunakan yaitu tanaman Trichantera gigantea berumur kurang lebih 10 bulan yang telah tumbuh di Laboratorium Lapang Agrostologi, Chromolaena odorata yang tumbuh disekitar lokasi penelitian, kotoran sapi, pupuk anorganik (urea, KCl dan SP36) serta air kelapa muda, polybag berlubang dan kantong sampel.

Alat-alat yang digunakan yaitu timbangan, pisau lipat dan oven 70°C untuk pengeringan.

Rancangan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pola faktorial dengan dua faktor yaitu umur potong dan pemupukan yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat ulangan. Terdapat 15 kombinasi perlakuan dan empat ulangan sehingga terdapat 60 satuan percobaan.

Faktor pertama terdiri atas tiga umur potong yaitu 50, 60 dan 70 hari. Faktor kedua adalah pemupukan dengan lima jenis, yaitu :

1. PO = Trichantera gigantea tanpa diberi perlakuan (kontrol) 2. PC = Trichantera gigantea + pemulsaan C. odorata

(30 g/polybag)

3. PF = Trichantera gigantea + pemupukan feses sapi (88 g/polybag) 4. PK = Trichantera gigantea + kombinasi mulsa C.odorata dan

pemupukan feses sapi (masing-masing setengah dari dosis tunggal) 5. PA = Trichantera gigantea + pupuk anorganik (urea, KCl dan SP36)


(23)

Model rancangan yang digunakan adalah : Y(ijk) = µ + αi + βj + αβ(ij) + ε(ijk) Keterangan :

Y(ijk) : Nilai pengamatan karena adanya pengaruh perlakuan kombinasi umur potong ke-i, pemupukan ke-j dan ulangan ke-k

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh umur potong ke-i (i = 1, 2 dan 3) βj : Pengaruh pemupukan ke-j (j = 1, 2, 3, 4 dan 5)

αβ(ij) : Pengaruh interaksi umur potong ke-i, perlakuan pemupukan ke-j, ulangan ke-k (k = 1, 2, 3 dan 4)

ε(ijk) : Pengaruh gallat perlakuan kombinasi umur potong ke-i, pemupukan ke-j dan ulangan ke-k

Analisa statistik yang digunakan yaitu Analisa Ragam (ANOVA) dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Jarak Berganda Duncan atau Duncan Multiple Range Test (Mattjik dan Sumertajaya, 2000).

Prosedur 1. Persiapan Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah sebagai media tanam, stek tanaman T. gigantea, air kelapa muda sebagai perendam stek, feses sapi, Chromolaena odorata, pupuk anorganik (urea, KCl dan SP36) dan air. Alat yang digunakan adalah polybag berlubang berukuran 5 kg, timbangan dan pisau lipat.

2. Pengolahan media tanam

a. Persiapan tanah

Tanah yang digunakan dijemur hingga kering kemudian dipisahkan dari akar tanaman lain lalu diayak. Tanah yang telah diayak ditimbang masing-masing 5 kg dan dimasukkan kedalam polybag.

b. Persiapan mulsa Chromolaena odorata

Chromolaena odorata yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sekitar areal penelitian dengan aturan pemberian sebanyak 12 ton/ha (Kumalasari, 2003). Pemulsaan diberikan dengan cara dilayukan selama satu


(24)

hari. Untuk mulsa diberikan daun dan batang muda C. odorata yang dicacah dalam ukuran ±5 cm.

c. Persiapan kotoran ternak

Kotoran ternak yang digunakan adalah kotoran yang berasal dari Kandang Ilmu Produksi Perah, Fakultas Peternakan IPB. Kotoran sapi dijemur dan diayak terlebih dahulu sebelum digunakan

d. Pemberian kotoran sapi dan mulsa Chromolaena odorata

Perlakuan feses sapi dilakukan dengan menimbang feses sebanyak 88 gram/polybag. Angka ini dihasilkan dari konversi 5 kg tanah dengan dosis yang pernah dilakukan pada penelitian terdahulu yaitu 35.259 kg feses/ha/tahun (Syam, 2005). Feses tersebut dikocok dalam kantong plastik bersamaan dengan tanah. Penambahan C. odorata cukup ditaburkan di atas tanah. Mulsa C. odorata yang digunakan sebanyak 30 g/polybag. Dosis ini berdasarkan angka yang didapatkan oleh Kumalasari (2003) yaitu 12 ton/ha/tahun. Untuk perlakuan kombinasi, dosis feses sapi dan C. odorata adalah setengah dari dosis perlakuan tunggal masing-masing 44 dan 15 g/polybag.

e. Pemberian pupuk anorganik (urea, KCl dan SP36)

Pemberian pupuk dilakukan dengan cara mengocok pupuk KCl dan SP36 didalam plastik bersama tanah sedangkan pemberian pupuk urea akan diberikan dua minggu setelah penanaman. Dosis SP36 dan KCl dianggap sama yaitu 361 kg/ha (Syam, 2005) sehingga untuk 5 kg tanah didapat hasil 0,9 gram pupuk KCl dan SP 36. Pupuk urea digunakan sebanyak 2,3 gram yang berasal dari dosis yang diperoleh Syam (2005) yaitu 895,5 kg urea/ha. Perhitungan dosis pemupukan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. Pembuatan stek

Stek diambil dari tanaman Trichantera gigantea yang telah berumur ±10 bulan. Stek diambil dari cabang atas tanaman sepanjang ±7 cm yang terdiri dari dua node dan satu internode. Sebelum penanaman, stek direndam dalam air kelapa muda selama lima menit untuk merangsang pertumbuhan tanaman tersebut.


(25)

4. Pemeliharaan dan pengamatan

Trichantera gigantea yang telah ditanam disiram sekali setiap harinya dengan volume penyiraman sebanyak ±200 ml/polybag sesuai kapasitas lapang. Pengukuran dilakukan tiap minggu meliputi tinggi vertikal dan jumlah daun.

5. Pemanenan

Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali. Panen pertama dilakukan sesuai umur potong, yang dipanen adalah daun dan cabang. Batang utama dibiarkan melakukan regrowth selama 30 hari untuk seluruh perlakuan. Pada panen kedua, seluruh bagian tanaman dipotong dan ditimbang untuk kemudian dianalisa kandungan protein dan serat kasar.

Peubah yang Diamati 1. Laju tinggi vertikal

Tinggi vertikal diukur tiap minggu hingga panen pertama masing-masing umur potong kemudian dihitung delta dan rataannya.

2. Laju perbanyakan daun

Jumlah daun diukur tiap minggu hingga panen pertama masing-masing umur potong kemudian dihitung delta dan rataannya.

3. Berat kering tajuk panen pertama, kedua dan akar

Pengukuran berat kering tajuk dan akar dilakukan dengan cara menimbang tajuk dan akar. Berat kering tajuk dan akar diperoleh dengan menjemur bahan kemudian dioven dengan suhu 70°C selama 48 jam menggunakan neraca analitik.

4. Kandungan protein dan serat kasar

Analisa kandungan protein dan serat kasar menggunakan analisa proksimat. Metode yang digunakan dalam analisa protein kasar adalah metode Kjeldahl melalui proses destruksi, destilasi dan titrasi. Hasilnya adalah unsur nitrogen bahan yang kemudian dikalikan dengan faktor 6,25 untuk mencari nilai protein kasar. Angka 6,25 berasal dari asumsi bahwa kandungan N dalam protein adalah 16%. Serat kasar bahan diuji dengan melarutkan bahan ke dalam basa dan asam encer selama masing-masing selama 30 menit.


(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Trichantera gigantea yang ditanam telah tumbuh tunas pada beberapa perlakuan di minggu pertama. Sebelum bertunas, dibagian node atas terjadi patahan, dari patahan itulah muncul tunas baru. Perlakuan yang terlihat lebih cepat bertunas adalah kombinasi pemupukan feses sapi dan mulsa Chromolaena odorata. Pada minggu pertama juga terdapat beberapa stek yang layu yang disebabkan kandungan protein tumbuhan ini cukup tinggi sehingga cepat terjadi pembusukan, kemudian langsung dilakukan penyulaman. Pertumbuhan yang cepat baik tinggi vertikal maupun jumlah tunas terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan mulsa Chromolaena odorata dan feses sapi secara tunggal maupun kombinasinya. Gambar 2 memperlihatkan kondisi Trichantera gigantea yang akan dipanen menjelang umur 50 hari.

Gambar 2. Trichantera gigantea Sebelum Panen Pertama (Umur 50 hari)

Mulsa Chomolaena odorata dan feses sapi maupun kombinasinya ternyata efektif menutup permukaan tanah dari gulma, baik tumbuhan lain berupa lumut dan lainnya, berbeda dengan kontrol yang permukaannya penuh tertutup lumut.

Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh umur potong dan pemupukan terhadap laju tinggi vertikal, laju perbanyakan daun, berat kering tajuk panen pertama, kedua dan akar serta kandungan protein dan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 3.


(27)

Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Penelitian

Peubah Perlakuan

Umur potong Pemupukan Interaksi Laju tinggi vertikal * ** tn Laju perbanyakan daun * * tn Berat kering tajuk panen pertama ** tn tn Berat kering tajuk panen kedua ** ** tn Berat kering akar ** ** tn Kandungan protein kasar tn tn * Kandungan serat kasar tn * tn

Keterangan : tn : tidak nyata ; * : nyata pada taraf 5% ; ** : nyata pada taraf 1 %

Tabel 3 memperlihatkan bahwa umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi vertikal dan jumlah daun) dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produktivitas Trichantera gigantea (berat kering tajuk dan akar), tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar Trichantera gigantea. Faktor kedua yaitu pemupukan sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap laju tinggi vertikal, berat kering tajuk panen kedua dan akar serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju perbanyakan daun dan kandungan serat kasar Trichantera gigantea. Interaksi antara umur potong dan pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap protein kasar Trichantera gigantea.

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Trichantera gigantea

Laju Tinggi Vertikal

Pertumbuhan merupakan proses suatu makhluk hidup agar dapat bertahan di lingkungannya. Bagi tanaman pohon seperti Trichantera gigantea, pertumbuhan vertikal merupakan peubah penting untuk mengetahui tingkat perkembangan tanaman.

Hasil sidik ragam menunjukkan umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi vertikal Trichantera gigantea, sedangkan pemupukan sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap peningkatan tinggi vertikal tanaman. Interaksi antara


(28)

kedua faktor tidak berbeda nyata mempengaruhi laju pertumbuhan vertikal. Rataan laju tinggi vertikal tanaman Trichantera gigantea dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Laju Tinggi Vertikal Trichantera gigantea (cm/minggu) Umur potong

(hari)

Pemupukan

Rataan PO PC PF PK PA

50 3,56 7,18 4,23 3,75 4,18 4,58a 60 2,88 4,65 3,98 4,13 3,35 3,8ab 70 1,08 3,93 4,7 3,68 1,88 3,05b Rataan 2,51B 5,25A 4,30A 3,9B 3,14B

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

Umur potong 50 hari memiliki rataan laju pertumbuhan vertikal tertinggi, berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan umur potong 70 hari, namun tidak berbeda nyata dengan umur potong 60 hari. Diduga perendaman air kelapa muda pada awal penanaman merangsang pertumbuhan stek lebih cepat sehingga fase logaritmik terjadi pada umur potong 50 hari, selanjutnya fase yang terjadi adalah fase statis. Hal ini yang menyebabkan rataan tertinggi terjadi pada umur potong 50 hari. Air kelapa mengandung zat tumbuh sitokinin yang berfungsi dalam pembelahan sel. Hasil percobaan Salisbury dan Ross (1995) menunjukkan bahwa terjadi pembelahan sel yang cukup signifikan terjadi pada akar wortel yang diberi efek hormon sitokinin. Pada tanaman Trichantera gigantea ini, tinggi vertikal berbanding lurus dengan perbanyakan daun. Semakin banyak jumlah daun maka semakin tinggi tanaman. Jumlah cabang tidak terlalu diperhitungkan karena ternyata selama penelitian jumlah cabang tidak signifikan, hanya sekitar dua cabang per tanaman.

Pemulsaan Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada pupuk anorganik dan kontrol. Pemulsaan Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi memberikan aerasi tanah yang baik sehingga bahan organik yang disediakan oleh pupuk organik tersebut yang awalnya terdapat dalam bentuk organik kompleks diubah menjadi bentuk lebih sederhana berupa ion-ion yang dapat diserap akar tanaman. Dekomposisi bahan organik yang


(29)

cepat terjadi karena kelembaban tanah yang cukup tinggi sehingga menyediakan hara untuk digunakan tanaman. Chromolaena odorata dan feses sapi memiliki kandungan fosfor masing-masing 125-400 kg P/ha/tahun dan 15,4 kg P/ha/tahun. Fosfor berguna untuk merangsang pertumbuhan vertikal, perkembangan perakaran dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap cendawan (Nyakpa et al., 1988). Penambahan pupuk anorganik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol, diduga karena tanah yang bertekstur liat ini kurang mendapat aerasi tanah yang baik ketika ditambah pupuk anorganik. Tanah menjadi keras sehingga unsur hara sulit diserap tanaman. Tanah latosol berstruktur gumpal akibat tingginya fraksi liat dalam tanah. Pada tanah yang berstruktur gumpal, air dan udara serta hara berada dalam kondisi terjerat partikel tanah sehingga sulit diserap oleh akar tanaman. Penambahan pupuk organik berperan dalam menambah jumlah ruang pori agar terjadi perimbangan antara fraksi-fraksi penyusun tanah.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Nyakpa et al., 1988). Selain kecocokan iklim, ketersediaan unsur hara adalah faktor lingkungan utama dan sangat penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Agar tanaman dapat menghasilkan dengan baik maka unsur hara harus tersedia sesuai dengan bentuk yang dikehendaki tanaman, dalam jumlah cukup dan berada dalam keseimbangan (Hakim et al., 1986).

Laju Perbanyakan Daun

Daun merupakan bagian penting bagi tanaman Trichantera gigantea karena sumber utama untuk pakan ternak diambil dari bagian ini. Oleh karena itu perbanyakan daun menjadi penting karena rasio daun dan batang yang tinggi akan sangat menentukan produksi tanaman Trichantera gigantea.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur potong dan pemupukan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju perbanyakan daun namun tidak terdapat interaksi nyata (P>0,05) antara umur potong dan pemupukan. Rataan laju perbanyakan daun Trichantera gigantea selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.


(30)

Tabel 5. Rataan Laju Perbanyakan Daun Trichantera gigantea (helai/minggu) Umur potong

(hari)

Pemupukan

Rataan PO PC PF PK PA

50 1,4 2,8 2,5 2,2 1,8 2,1a 60 1,4 2,1 1,8 2,2 2,0 1,9ab 70 1,0 2,0 1,6 1,7 1,4 1,5b Rataan 1,3b 2,3a 1,9a 2,1a 1,8ab

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

Umur potong 50 hari memberikan rataan tertinggi, berbeda nyata (P<0,05) dengan umur potong 70 hari. Perpanjangan umur potong 20 hari menurunkan jumlah daun 28% dibandingkan umur potong 50 hari. Hal ini terjadi akibat pengaruh percepatan regrowth akibat stimulus hormon tumbuh yang aktif pada umur pemotongan lebih cepat.

Hal yang menyebabkan peubah berat kering tajuk berbanding terbalik dengan peubah perbanyakan daun untuk umur potong adalah rasio daun dan batang pada perlakuan. Selama penelitian, semakin lama umur potong maka rasio daun dan batang menurun. Rasionya yaitu 1,71; 1,68 dan 1,5 untuk masing-masing umur potong 50, 60 dan 70 hari. Sesuai dengan pernyataan Crowder dan Chheda (1982) yang menyatakan bahwa perpanjangan waktu pemotongan akan menurunkan rasio daun dan batang. Dapat dipahami bahwa semakin lama umur potong maka penebalan dinding sel yang menyebabkan batang semakin tebal akan terjadi dan membuat rasio semakin kecil. Pertambahan jumlah daun yang menurun seiring dengan semakin lama umur potong diikuti dengan pertambahan luas penampang daun sehingga fotosintesis terjadi lebih banyak disebabkan jumlah stomata yang semakin banyak pula. Hasil dari fotosintesis ditranslokasikan keseluruh jaringan tubuh tanaman, terutama daun dan batang yang menyebabkan bagian-bagian tanaman tersebut lebih berat.

Dalam budidaya hijauan pakan, peternak harus mempertimbangkan produksi dan kualitas yang optimal sehingga feed intake untuk ternak dapat terjamin dengan


(31)

baik. Umur potong 50 hari memang memberikan rataan tertinggi untuk peubah laju pertumbuhan vertikal dan perbanyakan daun, namun bila dilihat dari produksi berat kering, umur potong 70 hari memiliki hasil yang tinggi. Perhitungan laju pertumbuhan vertikal dan perbanyakan daun hanya digunakan untuk melihat persistensi tanaman terhadap waktu, namun tidak memperhitungkan luas permukaan daun yang semakin besar seiring dengan semakin lama umur potong.

Penambahan pupuk feses sapi, mulsa Chromolaena odorata dan kombinasinya nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol. Pemakaian pupuk organik memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kemampuan menyimpan air sehingga unsur hara organik kompleks yang terdapat di dalam tanah akan dirombak menjadi asam-asam anorganik yang mudah dipergunakan tanaman bagi pertumbuhannya. Ketersediaan unsur N dan pembentukan klorofil akan meningkatkan proses fotosintesis. Peningkatan proses fotosintesis menghasilkan lebih banyak fotosintat yang dihasilkan sehingga tanaman lebih cepat mencukupi kebutuhan fase vegetatifnya terutama dalam perbanyakan daun. Harjadi (1996) menambahkan bahwa pembentukan vegetatif tanaman terjadi akibat adanya pembelahan dan perpanjangan sel-sel jaringan merismatik pada titik tumbuh. Pembelahan sel memerlukan karbohidrat dalam jumlah cukup untuk membentuk dinding sel dan protoplasma. Kecepatan pembelahan sel ini bergantung pada ketersediaan karbohidrat yang dihasilkan oleh fotosintesis. Nitrogen tersedia didalam tanah yang semakin tinggi maka daun semakin banyak dan produksi meningkat.

Nitrogen merupakan unsur yang sangat diperlukan bagi proses vegetatif yaitu perbanyakan daun (Soepardi, 1983). Penggunaan pupuk organik yang nyata lebih tinggi meningkatkan jumlah daun terjadi karena perombakan unsur-unsur yang dapat digunakan oleh tanaman terjadi secara perlahan dan berkelanjutan bila dibandingkan pupuk anorganik yang dengan cepat disediakan oleh tanah namun lebih cepat pula hilang bersama drainase dan hilang karena menguap dalam bentuk gas.


(32)

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Produksi Trichantera gigantea

Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua

Produksi berat kering merupakan peubah penting untuk menduga produksi total potensial tanaman dan dijadikan pedoman untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berat kering lebih banyak digunakan untuk menentukan pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman karena kandungan airnya tidak terlalu beragam (Lakitan, 2004).

Hasil sidik ragam produksi berat kering tajuk yang terdapat dalam Lampiran 4 dan 5 menunjukkan umur potong berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dalam meningkatkan hasil panen pertama dan kedua. Pemupukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada panen kedua namun tidak berbeda nyata (P>0,05) meningkatkan berat kering tajuk panen pertama. Tabel 6 menyajikan rekapitulasi rataan produksi berat kering tajuk panen pertama dan kedua.

Tabel 7. Rekapitulasi Rataan Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua Trichantera gigantea (g/polybag)

Umur potong (hari)

Pemupukan (Panen 1)

Rataan PO PC PF PK PA

50 0,3 1,12 0,53 0,48 0,48 0,58B 60 0,55 1,26 1,33 0,96 0,9 1,0B 70 0,97 3,53 3,81 4,21 2,13 2,93A Rataan 0,61 1,97 1,89 1,88 1,17

Panen 2

50 0,43 1,43 1,42 1,52 0,47 1,05B 60 0,64 0,71 0,82 0,45 0,16 0,56C 70 0,97 2,59 2,3 3,06 1,49 2,08A Rataan 0,68B 1,58A 1,51A 1,68A 0,71B

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

Umur pemotongan 70 hari sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap peningkatan produksi berat kering tajuk panen pertama dan kedua dibandingkan pada


(33)

umur potong 50 dan 60 hari. Hal ini didukung oleh Motazedian dan Sharrow (1986) yang menyatakan bahwa produksi bahan kering akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur defoliasi. Produksi berat kering yang semakin tinggi dengan semakin lama umur potong berbanding terbalik dengan hasil yang didapat pada perhitungan laju perbanyakan daun dikarenakan daun yang semakin besar walaupun jumlahnya menurun dengan semakin lama umur potong. Ketika akan dipanen didapat hasil bahwa panjang daun rata-rata adalah 18-21 cm dan lebar 7-9 cm pada umur pemotongan 70 hari. Dengan luas permukaan yang semakin besar, kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis juga semakin banyak yang nantinya akan menghasilkan zat makanan yang disimpan dalam jaringan tanaman pun semakin banyak (Fitter dan Hay, 1981). Dengan akumulasi zat makanan yang lebih banyak maka tanaman dengan umur potong lebih lama akan semakin tinggi baik berat segar maupun keringnya.

Jenis pemupukan tidak berpengaruh pada produksi kering panen pertama disebabkan oleh kondisi tanah dengan penambahan unsur hara belum mencukupi untuk mengisi jaringan pada tumbuhan sehingga relatif sama memberikan rataan produksi kering tajuk. Masa regrowth dilakukan untuk melihat persistensi tanaman terhadap waktu sehingga dapat dijadikan acuan bagi petani dalam menentukan produksi tanaman tertinggi dengan kualitas yang terbaik. Perpanjangan penanaman selama 30 hari dalam masa regrowth memberikan pengaruh sangat nyata dalam meningkatkan produksi kering tajuk untuk faktor pemupukan. Pemulsaan Chromolaena odorata, pemupukan feses sapi dan kombinasinya sangat nyata lebih tinggi hingga kurang lebih 100% daripada pupuk anorganik dan kontrol. Penggunaan pupuk organik lebih menguntungkan bagi tanah, terutama bagi aktivitas mikroorganisme. Telah disebutkan bahwa penggunaannya dapat meningkatkan kemampuan menyimpan air sehingga dapat memelihara kandungan biomassa organik tanah. Proses perombakan biomassa organik banyak menghasilkan asam-asam organik yang dapat mendesak fosfat yang terikat Fe dan Al sehingga fosfat dapat terlepas dan tersedia bagi tanaman yang akan berpengaruh pada produktivitas tanaman. Pemberian mulsa Chromolaena odorata, feses sapi dan kombinasinya dapat meningkatkan daya jerap kation yang berpengaruh positif bagi pertumbuhan (Raihan dan Nurtirtayani, 2001).


(34)

Secara fisik pupuk organik berguna untuk memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur dengan cara menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air (Marsono dan Sigit, 2001). Stuktur tanah yang liat diperbaiki dengan penambahan pupuk organik. Struktur tanah yang baik dapat meningkatkan kemampuan aerasi tanah yaitu ketersediaan oksigen didalam tanah. Untuk meningkatkan produksi, proses nitrifikasi penting karena tanaman dapat menyerap nitrat. Bakteri nitrobakter yang berperan dalam nitrifikasi bersifat outotrof yang bekerja bila ada O2 tersedia. Dilaporkan bahwa percobaan yang dilakukan Hakim et

al. (1986) menyatakan bahwa bentuk N-nitrat yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah O2 yang terdapat dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa N yang

diserap oleh tanaman lebih banyak sehingga kemampuan untuk meningkatkan produksi tajuk meningkat.

Tisdale et al. (1985) menyatakan keuntungan yang didapat pada penggunaan kotoran ternak terhadap kesuburan tanah, yaitu : (1) merupakan sumber nitrogen; (2) merupakan sumber fosfor tersedia dan mikronutrien lain yang dibutuhkan tanaman; (3) meningkatkan kelembaban tanah; (4) memperbaiki kemampuan tanah dalam mengikat air; (5) meningkatkan kandungan CO2 pada tanaman dibawah naungan; (6)

meningkatkan kapasitas buffer; dan (7) menurunkan tingkat keracunan dari Al3+. Penggunaan pupuk kandang menjadikan tanah lebih kaya akan mikroorganisme tanah. Mikroorganisme ini akan merombak dan membantu dekomposisi unsur hara N dan P. Pemupukan feses sapi sebagai pupuk organik menjaga ketersediaan mikroba tanah yang diperlukan bagi perombakan massa-massa organik tanah menjadi anorganik sehingga mudah diserap tanaman. Menurut Fitter dan Hay (1981), populasi mikroba aktif yang tidak terhitung jumlahnya dapat mempengaruhi pengambilan hara oleh akar melalui empat jalan, yaitu : (1) dengan penambahan suplai pada permukaan akar; (2) dengan perubahan pertumbuhan akar atau tajuk dengan merusak akar secara langsung; (3) dengan penghambatan atau rangsangan dalam mengambil zat hara; dan (4) dengan mineralisasi organik atau pelarutan ion-ion yang tidak mudah larut.

Seperti terlihat pada Tabel 6, untuk faktor pemupukan terdapat kecenderungan penurunan produksi kering tajuk panen kedua lebih rendah dari panen pertama. Hasil pemupukan anorganik menurun cukup drastis dibandingkan


(35)

pemupukan lainnya, sehingga salah satu keuntungan pupuk organik yaitu dapat menjadi deposit hara bagi tanaman dan tanah. Ketersediaannya dalam tanah menjadi lebih lestari dibandingkan pupuk anorganik. Walaupun umur tanah semakin tua, keuntungan kelestarian unsur hara yang diperoleh dari mulsa Chromolaena odorata, pupuk feses dan kombinasinya dapat menjadi investasi hara yang menguntungkan bagi tanah.

Berat Kering Akar

Harjadi (1996) menyatakan bahwa peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sangat berhubungan dengan tajuk, karena tajuk berfungsi dalam proses fotosintesis sedangkan akar berfungsi menyediakan unsur hara dan air yang digunakan dalam metabolisme tanaman.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur potong dan pemupukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi berat kering akar namun interaksi antara kedua faktor tidak berbeda nyata mempengaruhi berat kering akar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Berat Kering Akar Trichantera gigantea (g/polybag) Umur potong

(hari)

Pemupukan

Rataan PO PC PF PK PA

50 0,03 0,23 0,23 0,28 0,06 0,17B 60 0,21 0,41 0,43 0,22 0,11 0,28B 70 0,26 0,83 0,78 0,83 0,4 0,62A Rataan 0,17B 0,49A 0,48A 0,44A 0,19B

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

Akumulasi berat kering akar terbesar terdapat pada Trichantera gigantea dengan umur potong 70 hari, berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan umur potong 50 dan 60 hari. Berat kering tertinggi ini terjadi karena tanaman telah mampu dan lebih banyak menyerap air dan unsur hara lain bagi tanaman. Menurut Harjadi (1996), peranan akar dalam pertumbuhan tanaman berhubungan langsung dengan tajuk. Dengan fotosintesis yang lebih lama untuk umur potong 70 hari maka akumulasi


(36)

zat-zat makanan hasil asimilasi akan tersimpan dalam bentuk pati dalam jaringan tanaman, termasuk akar didalamnya.

Pemulsaan Chromolaena odorata, pemupukan feses sapi dan kombinasinya sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada pupuk anorganik dan kontrol, sedangkan PA tidak berbeda nyata dengan kontrol. Diduga pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dibandingkan dengan pupuk anorganik yang menyebabkan tanah menjadi keras sehingga unsur hara yang ditambahkan kedalam tanah terjerap kuat oleh tanah. Oleh karena struktur tanah yang semakin padat, air menjadi sulit menembus tanah apalagi menembus permukaan akar. Soepardi (1983) menyatakan bahwa perbanyakan akar tanaman sangat ditentukan oleh kandungan P tanah. Makin banyak akar tanaman maka efisiensi serapan hara terutaman nitrogen akar meningkat terutama untuk tajuk dan perbanyakan daun. Jumlah P yang diambil tanaman sebagian besar berasal dari difusi P ke permukaan akar.

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Kualitas Trichantera gigantea

Protein Kasar

Kandungan protein kasar merupakan indikator penting untuk pakan monogastrik seperti tanaman Trichantera gigantea. Di Vietnam Utara tanaman ini digunakan untuk pakan unggas terutama bebek. Umur potong dan pemupukan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar, sedangkan interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap protein kasar Trichantera gigantea. Rataan kandungan protein kasar dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Kandungan Protein Kasar Trichantera gigantea (%) Umur potong

(hari)

Pemupukan

Rataan PO PC PF PK PA

50 16,91bc 17,76b 20,54a 20,02a 20,15a 19,08 60 19,92a 20,74a 16,72c 18,50ab 20,34a 19,24 70 18,52ab 18,07b 18,31ab 20,00a 19,08a 18,8 Rataan 18,45 18,6 18,52 19,50 19,86

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)


(37)

Interaksi antara kedua faktor terkait dengan laju fotosintesis yang semakin meningkat. Ketika proses vegetatif dimulai, protein didalam tanaman berasal dari proses nitrifikasi. Seiring dengan semakin lama umur potong mengakibatkan akumulasi bahan kering meningkat karena terjadi proses lignifikasi yang mengakibatkan serat kasar meningkat dan protein kasar menurun (Motazedian dan Sharrow, 1986). Protein merupakan bagian penting didalam plasma suatu sel dan tersedia sebagai cadangan makanan. Unsur-unsur pembentuk protein adalah C, H, O, N, S dan P (Dwijoseputro, 1980). Persentase protein kasar dihasilkan dengan mengalikan kandungan N dengan faktor 6,25 yang didasrkan pada asumsi bahwa N dalam protein sebesar 16%.

Kandungan protein kasar pada umur 50 hari lebih responsif terhadap perlakuan pemupukan dibandingkan umur 60 dan 70 hari. Namun kandungan protein cenderung konstan meskipun umur tanaman semakin tua selama ada input tambahan baik mulsa Chromolaena odorata, kombinasi mulsa Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi serta pupuk anorganik. Hal ini dapat dipahami karena pada jaringan-jaringan tanaman yang tua, N yang merupakan unsur pembentuk utama protein kasar dimobilisasi ke jaringan yang lebih muda, sehingga penambahan unsur hara memperlambat proses penuaan secara fisiologis. Protein kasar tertinggi bervariasi yaitu umur potong 60 hari dengan pemulsaan Chromolaena odorata sebesar 20,74% dan 20,54% yang dihasilkan oleh pemupukan feses sapi dengan umur potong 50 hari. Lakitan (2004) menyatakan kandungan unsur hara yang paling berperan dalam pembentukan kandungan protein kasar adalah N. Unsur hara akan diserap secara difusi jika konsentrasi diluar sitosol (dinding sel atau larutan tanah) lebih tinggi daripada konsentrasi didalam sitosol. Proses difusi ini dapat berlangsung karena konsentrasi beberapa ion didalam sitosol dipertahankan tetap rendah karena ketika ion-ion tersebut masuk ke sitosol segera dikonversi kedalam bentuk lain misalnya NO3- direduksi menjadi NH4+ yang selanjutnya digunakan dalam sintesis

amino menjadi protein.

Serat Kasar

Serat kasar untuk pakan monogastrik merupakan faktor pembatas karena kemampuan monogastrik dalam mencerna serat kasar relatif rendah. Umur potong tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan serat kasar, sedangkan


(38)

pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) dalam peningkatan serat kasar Trichantera gigantea. Tidak terdapat interaksi nyata (P>0,05) antara umur potong dan pemupukan terhadap kandungan serat kasar Trichantera gigantea. Rataan kandungan serat kasar Trichantera gigantea dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Kandungan Serat Kasar Trichantera gigantea (%) Umur potong

(hari)

Pemupukan

Rataan PO PC PF PK PA

50 30,74 30,82 30,09 29,14 28,19 29,80 60 31,46 30,65 29,45 30,63 29,05 30,25 70 31,39 29,67 30,59 30,54 31,58 30,75 Rataan 31,19a 30,38a 30,05ab 30,10a 29,60b

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

Rataan serat kasar hasil penelitian ini jauh lebih tinggi daripada hasil penelitian Sarwatt et al. (2003) yaitu 23,8%. Umur pemotongan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan serat kasar, diduga karena ada pengaruh penambahan N akibat perlakuan pemulsaan dan pupuk anorganik sehingga dapat memperlambat pembentukan struktur lignin pada dinding sel meskipun umur tanaman menua.

Pemulsaan Chromolaena odorata dan kombinasi mulsa dan feses sapi menunjukkan rataan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Diduga pupuk organik tersebut hanya meningkatkan berat kering dengan mekanisme nitrifikasi. Secara fisiologis pembentukan serat kasar dan proses lignifikasi berhubungan dengan laju fotosintesis dan akumulasi bahan kering. Hal ini terkait dengan dihasilkannya fotosintat yang mengandung banyak karbon sebagai salah satu kerangka terbentuknya serat kasar.


(39)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Tanaman Trichantera gigantea memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik di tanah yang kaya bahan organik. Pemulsaan Chromolaena odorata, pemupukan feses sapi dan kombinasinya serta umur potong 70 hari memberikan produksi Trichantera gigantea terbaik. Pemberian pupuk dapat mempertahankan kualitas Trichantera gigantea yang ditandai dengan protein dan serat kasar yang relatif konstan untuk tiap perlakuan.

Saran

Diperlukan naungan terhadap Trichantera gigantea dalam upaya meningkatkan produksinya dengan cara mengintegrasikannya dengan tanaman kehutanan sehingga tanaman ini dapat digunakan sebagai tanaman sela.


(40)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan perjuangan ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. dan Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MS. yang telah membimbing dan memberikan dorongan semangat dari awal penelitian hingga tahap akhir penulisan skripsi. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ir. Lidy Herawati, MS. selaku pembimbing akademik yang senantiasa sabar mendorong semangat Penulis. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ir. Sri Harini, MS sebagai dosen penguji seminar, kepada Dr. Ir. Pollung H. Siagian dan Ir. Didid Diapari, MS sebagai dosen penguji sidang atas kritik, sumbangan pemikiran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Papa, Mama dan adikku Harry Ramdhany atas kasih sayang, dorongan dan doa yang tiada putus. Kepada Mas Rudhy atas kesabaran dan cintanya untuk Penulis. Terima kasih Penulis sampaikan untuk POLARIS (Tanti, Oly, Arin, Risma dan Ratih) yang telah memberi warna dan kebersamaan yang indah selama empat tahun terakhir, juga teman-teman INMT’39 atas dukungannya dan kenangan yang indah.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan pula kepada Staf Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Pasca Panen serta teman sepenelitian (Heri dan Eles) atas bantuannya, dan seluruh keluarga besar Fakultas Peternakan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, Amin.

Bogor, Agustus 2006


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. 2002. P-mineralization and immobilization as a result of use of follow vegetation biomass in slash and mulch system. Disertasi. Cuvillier Verlag, Gottigen.

Adiningsih, J. S., D. Santoso dan M. Sudjadi. 2003. The status of N, P, K and S of lowland rice soils in Java. Dalam S Fertilizer Policy for Lowland and Upland Cropping Systems in Indonesia. ACIAR Proceeding No. 29.

Arios, J.R. 2005. Pengaruh pemberian pupuk Magnesium (Mg) terhadap kadar klorofil daun dan serapan hara Mg tanaman kacang tanah (Arachis hypogea L.) pada podsolik tanah jagung dan latosol darmaga. Skripsi. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashton, F.M. and T.J. Monaco. 1991. Weed Science : Principles and Practices. Third Edition. John Wiley and Sons Inc. Canada.

Crowder, L. V and H. R. Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman, London and New York.

Djuniwati, S., A. Hartono dan L.T. Indriyati. 2003. Pengaruh bahan organik (Pueraria javanica) dan fosfat alam terhadap pertumbuhan dan serapan P tanaman jagung (Zea mays) pada Andosol Pasir Sarongge. J. Tanah Lingkungan. 5(1) : 17-22.

Dudal, R dan M. Soepraptohardjo. 1957. Klasifikasi tanah di Indonesia. Balai Penyelidikan Tanah Bogor. Bogor.

Dwijoseputro. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta. Fitter, A, H and R. K. M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Grimme, H. 1985. The dynamics of potassium in the soil plant system. In : Potassium in the Agrigultural System of the Humid Tropics. Proc. of the 19th Colloquium of the International Potash Institute held in Bangkok, Thailand. 127-154.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M Lubis., S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hanum, F and L.J.G. van der Maesen. 1997. Plant Resources of Suuth-East Asia. Prosea, Bogor. Indonesia.

Hardjowigeno, S. 1987. Keragaman sifat tanah podsolik merah kuning di Indonesia. J. Pertanian Indonesia. 2(11) : 16-23.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indriani, Y.H. 2002. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. Jo, I. S. 1990. Effect of organic fertilizer on soil physical properties and plant


(42)

Kumalasari, N. 2003. Dinamika phospor pada tanaman jagung (Zea mays L) yang ditanam pada tanah latosol dengan pemberian mulsa Chromolaena odorata (L.) King and Robins. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta.

Latuconsina, P. 2004. Pengaruh kotoran sapi dan pupuk NPK terhadap tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) varietas IR-64 dan komposisi larutan tanah latosol Darmaga. Skripsi. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mattjik. A dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Motazedian, T and S. H. Sharrow. 1986. Defoliation effect on forage dry matter production of a perennial rye grass sub clover pasture. Agronomy Journal. 78:581-584.

Murtilaksono, K dan E. D. Wahyuni. 2004. Hubungan ketersediaan air tanah dan sifat-sifat dasar fisika tanah. J. Tanah dan Lingkungan. 6(2) : 46-50.

Nhan, N. T. H., T. R. Preston and F. Dolberg. 2001. Use of Trichantera gigantea leaf meal and fresh leaves as livestock feed. Research Report. Department of Animal Husbandry. Faculty of Agriculture, Contho University, Vietnam. Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis., A.G. Amrah., A. Munawar., G.B. Hong dan N. Hakim.

1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung, Lampung. Poerwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewa Ruci Press, Jakarta.

Raihan, H.S dan Nurtirtayani. 2001. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap N dan P tersedia pada tanah serta hasil beberapa varietas jagung di lahan pasang surut sulfat masam. Buletin Agrivita. 23(1):13-19.

Rosales, M. 1997. Trichanthera gigantea (Humboldt & Bonpland) Nees : A Review. Livestock Research for Rural Development. 9(4):46-53. http://www.cipav.org.co/Irrd/Irrd9/4/mauro942.htm [10 mei 2006].

Rusman, B. 1985. Pengaruh pemberian sisa tanaman sebagai mulsa terhadap sifat fisik tanah dan produksi tanaman jagung pada tanah podsolik. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan : D.R. Lukman dan Sumaryono. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sarwatt, S.V., G.H. Laswai and R. Ubwe. 2003. Evaluation of the potential of Trichanthera gigantea as a source of nutrients for rabbit diets under small-holder production system in Tanzania. Livestock Research for Rural Development 15(11). http:www.cipav.org.co.irrd/irrd15/11/cont1511.htm [19 April 2006].

Schenk, M. K. 1996. Regulation of nitrate uptake on the whole plant level. J of Plant and Soil. 181 : 131-137.


(43)

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sukman, Y dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali Press, Jakarta.

Sutikdjo, D. 1974. Dasar-Dasar Ilmu Pengendalian dan Pemberantasan. Laporan Penelitian. P4T. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syam, D. P. 2005. Peningkatan produktivitas pastura melalui penambahan bahan organik asal Chromolaena odorata dan feses sapi. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tisdale, S. L., W. Nelson and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. Fourth Edition. McMillan Publishing Comp. New York.

Tjitrosoedirdjo, S., S. S. Tjitrosoedirdjo dan R. C. Umaly. 2002. The status of Chromolaena odorata (L.) R. M. King and Robins in Indonesia. Contents :

Second International Workshop. http://www.cpitt.bq.edu.au/chromolaena/2/2/umaly.html [3 Desember 2005]

Vinther, F. P. 1998. Biological nitrogen fixation in grass-clover affected by animal excreta. J. Of Plant and Soil. 203 : 207-215.


(44)

LAMPIRAN


(45)

Lampiran 1. Perhitungan Pendugaan Jumlah Pupuk yang Digunakan Selama Penelitian

Produksi rumput awal penelitian (Syam, 2005) = 594,9 g/petak

A. Perkiraan Produksi Biomassa Kering Tahunan Akumulatif (PPBKA)

PPBKA = [(a x Y) + (b x Z)] c c

Keterangan :

a = Jumlah hari hujan pada musim hujan selama setahun (hari/tahun) b = Jumlah hari hujan pada musim kemarau selama setahun (hari/tahun) c = Interval pemotongan (hari)

Y = Rataan produksi musim hujan (kg/ha)

Z = Rataan produksi musim kemarau (kg/ha), dimana Z setengah dari nilai Y Penghitungan PPBKA Inisial (awal penelitian)

Diketahui : a = 181 hari/tahun b = 60 hari/tahun c = 60 hari Y = 594,9 g/petak

Z = ½ x 594,9 = 297,45 g/petak maka :

PPBKA = [(181 hari/tahun x 594,9 g/petak) + (60 hari/tahun x 297,45 g/petak)] 60 hari 60 hari

= 2092 g/petak

PPBKA = 2092 g/petak/tahun x 10.000 m2 x 1 kg = 3487 kg/ha/tahun 6 m2/petak 1 ha 1000 g

B. Kapasitas Tampung Ternak (KTT) KT = PPBKA

Ko

Keterangan : Ko = Konsumsi ternak terhadap bahan kering hijauan, dimana konsumsi ternak terhadap bahan kering hijauan = 6,29 kg HMT kering/ST/hari atau = 2295,9 kg HM kering/ST/tahun.


(46)

Penghitungan Kapasitas Tampung Ternak Inisial (awal penelitian) Diketahui : PPBKA Inisial = 3487 kg/ha/tahun

Ko = 2295,9 kg HMT kering/ST/tahun KTT = PPBKAI = 3487 kg/ha/tahun = 1,5 ST/ha Ko 2295,9 kg/ST/tahun

Diketahui 1 St menghasilkan 25 kg feses/ha/hari Maka 1,5 ST = 1,5 ST x 25 kg feses/ST/tahun/ha/hari

= 37,5 kg/ST/hari x 365 hari = 13.688 kg/ST/ha/tahun

Asumsi penggunaan feses = 4 x 1,5 ST/ha/tahun = 6 ST/ha/tahun (KTT optimal rumput gajah)

maka feses yang digunakan = 6 x 25 kg feses/ST/ha/hari x 365 hari = 54.750 kg feses/ST/ha/tahun

Kandungan N feses penelitian : 1,13% N = 0,0113 N maka = 54.750 kg feses/ST/ha/tahun x 0,0113 kg N

= 618 kg N/ha/tahun

Kandungan N Chromolaena odorata penelitian : 3,32% = 0,0332 N

Berdasarkan penelitian Kumalasari (2003), penggunaan C. odorata optimal = 12 ton/ha/tahun. Maka : 12.000 kg/ha/tahun x 0,0332 N = 398 kg N/ha/tahun

Untuk kesetaraan = 398 kg N/ha/tahun x 54.750 kg feses/ST/ha/tahun 618 kg N/ha/tahun

= 35.259 kg feses/ha/tahun

Kandungan P feses dalam penelitian = 0,37% = 0,0037 P

maka : 0,0037 P x 35.259 kg feses/ha/tahun = 130 kg P/ha/tahun

maka didapatkan :

Jumlah perlakuan tunggal dalam penelitian

- Feses sapi : 35.259 kg/ha/tahun x 5 kg/polybag = 0,088 kg = 88 g/polybag

2.000.000 kg/ha/tahun

- C. odorata : 12.000 kg/ha/tahun x 5 kg/polybag = 0,03 kg = 30 g/polybag

2.000.000 kg/ha/tahun Jumlah perlakuan kombinasi dalam penelitian

- Feses sapi : ½ x 88 g/polybag = 44 g/polybag

- C. odorata : ½ x 30 g/polybag = 15 g/polybag

Jumlah perlakuan pupuk anorganik dalam penelitian N urea : 398 kg N/ha x 100/46 = 895,5 kg urea/ha


(47)

P SP36 : 130 kg P/ha x 100/36 = 361 kg SP36/ha

Kebutuhan K pada KCl dianggap sama dengan SP36 yaitu 361 kg/ha

- Urea : 895,5 kg urea/ha x 5 kg/polybag = 0,00223 kg = 2,23 kg/polybag

2.000.000 kg/ha

- SP36 : 361 kg SP36/ha x 5 kg/polybag = 0,0009 g = 0,9 g/polybag

2.000.000 kg/ha

- KCL : 361 kg KCl/ha x 5 kg/polybag = 0,0009 g = 0,9 g/polybag


(48)

Lampiran 2. Analisa Ragam Laju Tinggi Vertikal Sumber

Keragaman

db JK KT Fhit F.05 F.01 Perlakuan 14 102,64 7,33 2,33* 1,92 2,51

Umur potong

2 23,34 11,67 3,70* 3,20 5,11 Pemupukan 4 53,74 13,44 4,26* 2,58 3,77 Interaksi 8 25,56 3,19 1,01 2,15 2,93

Gallat 45 141,76 3,15

Total 59 244,39 4,14

Lampiran 3. Analisa Ragam Laju Perbanyakan Daun Sumber

Keragaman

db JK KT Fhit F.05 F.01 Perlakuan 14 12,21 0,87 1,72 1,92 2,51

Umur potong

2 3,62 1,81 3,56* 3,20 5,11 Pemupukan 4 7,09 1,77 3,48* 2,58 3,77 Interaksi 8 1,49 0,18 0,37 2,15 2,93

Gallat 45 22,88 0,51

Total 59 35,08

Lampiran 4. Analisa Ragam Berat Kering Tajuk Panen 1 Sumber

Keragaman

db JK KT Fhit F.05 F.01 Perlakuan 14 94,71 6,76 3,88** 1,92 2,51

Umur potong

2 62,62 31,31 17,94** 3,20 5,11 Pemupukan 4 17,06 4,27 2,44 2,58 3,77 Interaksi 8 15,03 1,88 1,01 2,15 2,93

Gallat 45 78,55 1,75

Total 59 173,26 2,94

Keterangan : * : nyata pada taraf 5 %


(49)

Lampiran 5. Analisa Ragam Berat Kering Tajuk Panen 2 Sumber

Keragaman

db JK KT Fhit F.05 F.01 Perlakuan 14 41,59 2,97 6,13** 1,92 2,51

Umur potong

2 24,22 12,11 25,00** 3,20 5,11 Pemupukan 4 11,74 2,93 6,06** 2,58 3,77 Interaksi 8 5,64 0,70 1,46 2,15 2,93

Gallat 45 21,79 0,48

Total 59 63,38 1,07

Lampiran 6. Analisa Ragam Berat Kering Akar Sumber

Keragaman

db JK KT Fhit F.05 F.01 Perlakuan 14 3,89 0,28 3,68** 1,92 2,51

Umur potong

2 2,23 1,11 14,73** 3,20 5,11 Pemupukan 4 1,25 0,31 4,12** 2,58 3,77 Interaksi 8 0,42 0,05 0,69 2,15 2,93

Gallat 45 3,40 0,08

Total 59 7,30 0,12

Lampiran 7. Analisa Ragam Kandungan Protein Kasar Sumber

Keragaman

db JK KT Fhit F.05 F.01 Perlakuan 14 48,65 3,48 2,02 2,42 3,56

Umur potong

2 1,03 0,51 0,29 3,68 6,36 Pemupukan 4 9,19 2,29 1,33 3,05 4,89 Interaksi 8 38,43 4,80 2,79* 2,64 4,00

Gallat 15 25,79 1,72

Total 29 74,45 2,57

Keterangan : * : nyata pada taraf 5 %


(50)

Lampiran 8. Analisa Ragam Kandungan Serat Kasar Sumber

Keragaman

db JK KT Fhit F.05 F.01 Perlakuan 14 27,04 1,93 3,06* 2,42 3,56

Umur potong

2 4,58 2,29 3,64 3,68 6,36 Pemupukan 4 9,59 2,39 3,81* 3,05 4,89 Interaksi 8 12,85 1,61 2,55 2,64 4,00

Gallat 15 9,45 0,63

Total 29 36,49 1,26

Keterangan : * : nyata pada taraf 5 %


(51)

PRODUKSI DAN KUALITAS Trichantera gigantea MELALUI

PEMUPUKAN FESES SAPI DAN Chromolaena odorata

DENGAN UMUR POTONG BERBEDA

SKRIPSI IRMAYATI

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(52)

RINGKASAN

IRMAYATI. D24102055. Produksi dan Kualitas Trichantera gigantea Melalui Pemupukan Feses Sapi dan Chromolaena odorata dengan Umur Potong Berbeda. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S, MSi

Merebaknya penggunaan pupuk anorganik di kalangan para petani maupun peternak yang mengusahakan hijauan makanan ternak semakin mengkhawatirkan. Penggunaan pupuk anorganik yang dilakukan terus menerus dapat merusak sifat fisik tanah, padahal tanah merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehubungan dengan itu perlu penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengembalikan sifat fisik tanah sehingga produksi dan kualitas tanaman dapat diperbaiki. Pemanfaatan pupuk organik yang berasal dari feses sapi dan gulma Chromolaena odorata memiliki beberapa kuntungan yaitu murah dan mudah diperoleh. Selain itu, gulma Chromolaena odorata merupakan gulma yang mengandung P total cukup tinggi, kandungan lignin, ADF dan selulosa yang rendah sehingga mudah terdekomposisi sehingga dapat digunakan sebagai mulsa. Kotoran ternak sapi menyumbangkan N bagi tanah terutama dalam fase vegetatif tanaman.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor yaitu umur potong dan pemupukan dengan empat ulangan. Faktor umur potong terdiri dari 50, 60 dan 70 hari. Faktor pemupukan terdiri dari lima jenis yaitu :PO = Kontrol, PC = Pemulsaan C. odorata, PF = Pemupukan feses sapi, PK = kombinasi mulsa C. odorata dan pemupukan feses sapi dan PA = Pemupukan anorganik (urea, KCl dan SP36). Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor untuk masa penanaman, pemeliharaan dan pemanenan, sedangkan analisis protein dan serat kasar di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Cimanggu, Bogor.

Umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi vertikal dan jumlah daun) dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produktivitas Trichantera gigantea (berat kering tajuk dan akar). Faktor kedua yaitu pemupukan sangat nyata (P<0,01) terhadap laju pertumbuhan vertikal, berat kering tajuk panen kedua dan akar serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju perbanyakan daun dan serat kasar T. gigantea. Terdapat interaksi nyata (P<0,05) antara umur potong dan pemupukan terhadap protein kasar T. gigantea.

Kata kunci : waktu umur potong, mulsa Chromolana odorata, feses sapi, Trichantera gigantea


(53)

ABSTRACT

Production and Quality of Trichantera gigantea Through Application of a Dung Cattle and Chromolaena odorata Mulch

on Different Defoliation Time Irmayati., L. Abdullah., P. D. M. H. Karti

The objective of the experiment was to recognize the effect of defoliation time and the organic fertilizer (mulch of Chromolaena odorata and faeces) in increasing the production and quality of Trichantera gigantea. In this experiment Factorial Completely Randomized Design consisted of two factors by four replication was used. First factor was defoliation time (days 50, 60 and 70) and second factor was fertilizer application (PO = control; PC = Chromolaena odorata mulch; PF = feces addition; PK = combination of Chromolaena odorata and faeces and PA = anorganic fertilizer) Statistical analyses using ANOVA was conducted, when indicated a significant effect (P<0.05), the Duncan Multiple Range Test was used. The result showed that defoliation time influenced significantly (P<0.05) on vertical growth rate, leaves multiplication rate and shoot crude fibre. Both factors significantly affected (P<0.01) dry weight of root and shoot. There was an interaction between defoliaton time and fertilizer on crude protein.

Keywords: defoliation time, mulch of Chromolaena odorata, faeces addition, Trichantera gigantea


(54)

PRODUKSI DAN KUALITAS Trichantera gigantea MELALUI

PEMUPUKAN FESES SAPI DAN Chromolaena odorata

DENGAN UMUR POTONG BERBEDA

IRMAYATI D24102055

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(1)

PRODUKSI DAN KUALITAS Trichantera gigantea MELALUI

PEMUPUKAN FESES SAPI DAN Chromolaena odorata

DENGAN UMUR POTONG BERBEDA

Oleh IRMAYATI

D24102055

Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 4 Agustus 2006

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S, MSi. NIP. 131 672 157

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc. NIP. 131 624 188


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Maret 1985 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Amin Suparmin dan Ibu Marwiyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan pra sekolah pada tahun 1990 di TK Harapan Ibu Citayam dan pendidikan dasar diselesaikan di SD Bambu Kuning Bojonggede Kabupaten Bogor. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 2 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan di SMAN 3 Bogor.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2002.

Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) sebagai pengurus di Divisi Kewirausahaan, aktif sebagai staf Departemen Dalam Negeri dan Bendahara Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan IPB sejak tahun 2003-2005. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan kemahasiswaan yang dilaksanakan di lingkungan Fakultas Peternakan IPB.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbill’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Produksi dan Kualitas Trichantera gigantea Melalui Pemupukan Feses Sapi dan Chromolaena odorata dengan Umur Potong Berbeda”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September sampai dengan Januari 2006 di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi untuk masa penanaman, pemeliharaan dan pemanenan, sedangkan analisis kandungan nutrisi protein dan serat kasar di Balai Besar Pasca Panen Cimanggu, Bogor.

Skripsi ini merupakan karya tulis mengenai introduksi tanaman Trichantera gigantea yang didatangkan dari Vietnam Utara menggunakan eksplan vegetatif berupa stek. Manajemen yang digunakan untuk membudidayakannya yaitu dengan mencari umur potong terbaik yang dapat meningkatkan produksi juga kualitasnya. Merebaknya penggunaan pupuk anorganik dikalangan para petani maupun peternak yang mengusahakan hijauan makanan ternak semakin mengkhawatirkan. Penggunaan pupuk anorganik yang dilakukan terus menerus dapat merusak sifat fisik tanah, padahal tanah merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehubungan dengan itu perlu penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengembalikan sifat fisik tanah sehingga produksi dan kualitas tanaman dapat diperbaiki. Namun pupuk anorganik juga masih Penulis gunakan sebagai perbandingan dengan pemulsaan Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi. Gulma Chromolaena odorata dan kotoran sapi banyak tersedia dan relatif murah serta penggunaannya aman bagi tanah dan tanaman. Diharapkan pengetahuan tentang pemanfaatan pupuk organik ini dapat mengembalikan kesuburan tanah yang akhirnya bermanfaat bagi tanaman dan juga manusia.

Penulis menyadari skipsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan bagi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi manfaat bagi yang membacanya. Amin.

Bogor, Agustus 2006


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ……….. ii

ABSTRACT ………... iii

RIWAYAT HIDUP ………. vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………. 1

Perumusan Masalah ………. 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Trichantera gigantea ... 3

Chromolaena odorata sebagai Bahan Mulsa ... 4

Kotoran Ternak ... 5

Pemupukan Nitrogen, Fosfor dan Kalium ... 6

Tanah Latosol ... 8

METODE ... 10

Lokasi dan Waktu ... 10

Materi ... 10

Rancangan ... 10

Prosedur ... 11

Peubah yang Diamati ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Keadaan Umum ... 14

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Trichantera gigantea ... 15

Laju Tinggi Vertikal ... 15

Laju Perbanyakan Daun ... 17

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Produksi Trichantera gigantea ... 20

Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua ... 20

Berat Kering Akar ... 23

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Kualitas Trichantera gigantea ... 24


(5)

Protein Kasar ... 24

Serat Kasar ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(6)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Trichantera gigantea ... 3

2. Ciri Fisik dan Kimia Tanah Latosol Darmaga ... 9

3. Rekapitulasi Sidik Ragam Penelitian ... 15

4. Rataan Laju Tinggi Vertikal Trichantera gigantea (cm/minggu) ... 16

5. Rataan Laju Perbanyakan Daun Trichantera gigantea (helai/minggu) ... 18

6. Rekapitulasi Rataan Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua Trichantera gigantea(g/polybag) ... 20

7. Rataan Berat Kering Akar Trichantera gigantea (g/polybag) ... 23

8. Rataan Kandungan Protein Kasar Trichantera gigantea (%) ... 24