Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX
PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, 31 Oktober 2014

Galih Ari Wirawan Siregar
NIM D151114011

RINGKASAN
GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci
Rex pada Umur Potong yang Berbeda. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan
BRAM BRAHMANTIYO.
Rumpun kelinci Rex merupakan salah satu bangsa kelinci yang
dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah
kelinci di Indonesia. Bangsa kelinci ini memiliki proporsi tubuh yang baik,
berukuran tubuh medium, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan memiliki
pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis sehingga menghasilkan persentase
karkas cukup baik. Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya
dipanen ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Data umur potong optimal
pada kelinci dapat dijadikan sebagai acuan saat pemotongan yang baik dan dapat
dijadikan ukuran standar di Indonesia untuk efisiensi pemeliharaan.
Kelinci Rex berkelamin jantan digunakan pada penelitian ini diperoleh
dari induk yang beranak 6 ekor. Ransum penelitian mengandung protein sebesar

18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg-1 dan serat kasar sebesar 14 %. Tipe
pemeliharaan secara intensif pada kandang kawat, ukuran kandang indukan
memiliki panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, anak lepas sapih
berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm. Pengamatan
pertumbuhan, produktivitas komponen karkas dan non karkas dilakukan pada
masing-masing perlakuan umur potong yaitu umur potong 10, 12, 14 dan 16
minggu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan data bobot
sapih, bobot potong, data komponen karkas dan non karkas dikoreksi dengan
analisis kovarian lalu dilakukan uji lanjut dengan uji duncan.
Hasil penelitian menunjukkan umur potong berpengaruh terhadap bobot
potong, bobot karkas, bobot daging dan persentase daging dan tulang.
Pertumbuhan komponen non karkas seperti kepala, kaki, saluran pencernaan dan
kulit dipengaruhi oleh umur potong. Proporsi daging dari bobot potong kelinci
tertinggi pada umur 12 minggu. Kelinci Rex dengan umur potong 12 minggu
menghasilkan pertumbuhan, bobot potong, dan produktivitas karkas yang optimal.
Kata kunci: Kelinci, Rex, Umur Potong, Karkas, Non Karkas.

SUMMARY
GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Growth and Carcass Production of Rex
Rabbits at Different Age of Slaughter. Supervised by HENNY NURAINI and

BRAM BRAHMANTIYO.
Indonesian reseach institute for animal production were developed Rex
rabbit as animal genetic resources. Rex rabbit have good body comformation,
medium on body size and light on bone and skin, which resulting on good
dressing precentage. In tropical countries such as Indonesia, rabbits generally
harvested when mature at the age of over 16 weeks. The data of the optimum
slaughter age of rabbits can used as a standard measurement for slaughter rabbit
in Indonesia.
Male Rex rabbits were used in this study was obtained from doe that had
litter size six kits. Ration in this research were containing 18 % crude protein,
2750 kkal kg-1 of metabolize energy and 14 % crude fiber. Rabbits were raised on
wire cage, size of doe’s cage had a 75 cm of length, 60 cm of width and 40 cm of
high, weaning rabbit cage had a 75 cm of length, 45 cm width and 45 cm high.
Weekly body weight, carcass and non carcass components on each treatment
(slaughter age at 10, 12, 14 and 16 weeks of age) were analyzed. Data were
analyzed using completely randomized design. The data of weaning weight,
slaughter weight, carcass and non carcass component data and non-carcass were
corrected by covariance analysis and a further test with Duncan Multiple Range
Test.
The results showed that slaughter age were effected on slaughter weight,

carcass weight, meat weight and percentage of meat and bone. The growth of noncarcass components such as heads, feet, gastrointestinal tract and skin are affected
by age. The highest of proportion of meat from rabbits were slaughtered at at 12
weeks of age. Optimum production of Rex rabbit were slaughtered at 12 weeks of
age (growth, slaughter weight, and carcass production).
Keywords : Rabbit, Rex, Slaughter Age, Carcass, Non Carcass.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX
PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rudy Priyanto

Judul Tesis
Nama
Nim

: Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur
Potong yang Berbeda

: Galih Ari Wirawan Siregar
: D151114011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Henny Nuraini, MSi
Ketua

Dr Ir Bram Brahmantiyo, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, MSi


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013
adalah potensi kelinci Rex dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Karkas
Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Dr Ir
Bram Brahmantiyo, MSi selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Balai Penelitian Ternak Ciawi, Beasiswa Unggulan Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi Indonesia dan Beasiswa Tesis dan Disertasi Dalam Negeri
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan yang telah
membantu pendanaan penelitian serta keluarga besar kandang kelinci penelitian
Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi yang telah membantu pengumpulan

data penelitian.
Ungkapan terimakasih kepada ayahanda Ramli Siregar, ibunda
Susilawardhani, kakanda Akhmad Baja Siregar, Wesi Swara Gumilang Siregar
dan adinda Sigit Dian Sasmita Siregar atas segala doa dan perhatian yang
diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada keluarga besar Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan atas ilmu dan pengalaman yang telah
diberikan, rekan-rekan Pascasarjana angkatan 2011 dan 2012 atas dukungannya,
Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Institut
Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 31 Oktober 2014

Galih Ari Wirawan Siregar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................
Perumusan dan Pendekatan Masalah .................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Hipotesis Penelitian ..........................................................................
Luaran yang Diharapkan ..................................................................
2

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................
Materi Penelitian .................................................................................
Prosedur Penelitian ...........................................................................
Peubah yang diamati ........................................................................
Analisis Data .....................................................................................

xi
xi
xi
1
3

3
3
3
4
4
4
5
7

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Ternak Kelinci ............................................................. 8
Komponen Karkas ............................................................................. 11
Komponen Non Karkas ..................................................................... 13

4

KESIMPULAN
Kesimpulan ...................................................................................... 16


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

xi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex
Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong
Rataan nilai bobot komponen karkas
Rataan persentase komponen karkas
Rataan bobot komponen non karkas
Rataan bobot komponen non karkas

9
9
11
12
14
14

DAFTAR GAMBAR
1 Komponen komersial karkas
2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu

6
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Form/Borang Pertumbuhan Kelinci Rex
Sidik Ragam Pertumbuhan kelinci Rex
Sidik Ragam Komponen karkas
Sidik Ragam Komponen non karkas

20
21
22
23

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelinci di Indonesia digunakan sebagai ternak peliharaan dan ternak
konsumsi. Pasar dari produk kelinci di Indonesia dominan berada di Pulau Jawa
seperti di Lembang (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Sarangan dan
Batu (Jawa Timur) (Priyanti dan Raharjo 2012). Kelinci yang diternakkan saat ini
berasal dari kelinci liar yang telah mengalami domestikasi. Kelinci merupakan
ternak penghasil protein hewani, kelinci juga memiliki potensi biologis tinggi
seperti kemampuan reproduksi tinggi, perkembangbiakan cepat, tingkat
pertumbuhan yang tinggi, interval kelahiran yang pendek, masa panen yang cepat,
lahan pemeliharaan yang kecil, penggunaan pakan secara efisien dan kemampuan
untuk memanfaatkan hijauan dan limbah pertanian maupun industri pangan
(Hernandez dan Rubio 2001). Kelinci mempunyai potensi dalam menghasilkan
daging, dalam satu tahun kelinci dapat menghasilkan 200 kg daging dari satu ekor
jantan dengan 4 ekor betina siap kawin, sedangkan pada sapi dengan berat badan
awal 250 kg ekor-1 untuk mencapai penambahan produksi daging dengan jumlah
yang sama dapat dicapai dalam waktu satu setengah tahun (Ensminger and
Olentine 1978). Data DITJENNAK tahun 2012 menyatakan pemenuhan
kebutuhan daging yang berasal dari ternak kelinci di Indonesia dari tahun 2010
sampai tahun 2011 meningkat sebesar 71 % atau sekitar 915 140 ekor.
Rumpun kelinci Rex didatangkan dari Amerika ke Indonesia pada tahun
1988. Rumpun kelinci ini merupakan salah satu bangsa kelinci yang
dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah
kelinci pedaging di Indonesia (Raharjo dan Brahmantiyo 2013). Rumpun kelinci
ini memiliki proporsi tubuh yang baik, berukuran tubuh medium, bagian
belakangnya membulat, kaki belakangnya kuat, tulang yang kuat, kepalanya lebar
dan telinganya berdiri tegak (Fafarita 2006). Bobot lahir anakan kelinci bangsa
Rex pada populasi kelinci Rex di BALITNAK dari tahun 2005, 2006 sampai 2007
selalu mengalami peningkatan dengan rataan bobot lahir anakan Rex masingmasing sebesar 50.65, 52.43 dan 52.63 gram ekor-1 pada setiap kelahiran anakan
Rex tersebut (Damayanti 2010). Interval kelahiran bangsa kelinci Rex ± 40 hari,
mortalitas 3.45 %, waktu sapih 28 hari, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan
bobot sapih sebesar 480 g (Brahmantiyo dan Raharjo 2011). Kecepatan
pertumbuhan bangsa Rex di negara-negara subtropis memungkinkan Rex
digunakan sebagai kelinci pedaging ketika berumur 80 hari atau sekitar 11 sampai
12 minggu (fryers) dan telah memiliki rataan bobot badan hidup sebesar 1939 kg
(Hernandez dan Rubio 2001). Bobot badan bangsa kelinci Rex dewasa di negara
subtropis dapat mencapai sekitar 3.4 sampai 4.3 kg (ARBA 1996) sedangkan di
Indonesia (tropis) mencapai 2.7 sampai 3.6 kg (Brahmantiyo dan Raharjo 2011).
Bangsa kelinci Rex memiliki pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis
sesampai menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelinci yang mempunyai pertulangan besar dan kulit yang lebih tebal. Produksi
karkas yang dicerminkan dengan perdagingan, perlemakan dan pertulangan
kelinci sangat dipengaruhi oleh bobot potongnya. Semakin tinggi bobot potong
semakin tinggi pula bobot karkasnya. Rataan persentase karkas terhadap bobot
hidup bangsa kelinci Rex pada umur potong 120, 150 dan 180 hari sebesar 54.3,

2

56.6 dan 57.3 % dengan rataan bobot hidup sebesar 2256, 2701 dan 2956 g
(Purnama 2006). Karkas kelinci dan kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Zotte (2002) membaginya ke dalam dua bagian yaitu faktor menengah dan
faktor yang berpengaruh lebih besar dikarenakan berhubungan langsung dengan
permintaan dan kebutuhan konsumen terhadap daging yang akan dikonsumsi.
Faktor menengah terdiri atas pengaruh lingkungan terkait suhu dan cuaca, tipe
pemeliharaan, manajemen pemberian pakan, kondisi sebelum pemotongan dan
kondisi pemingsanan ternak yang dilakukan sebelum pemotongan. Faktor yang
memiliki pengaruh lebih besar terdiri atas pengaruh genetik, faktor biologis terkait
umur dan bobot badan, faktor nutrisi pakan dan faktor teknologi yang digunakan
pasca pemotongan. Faktor teknologi ini berupa mekanisme perlakuan karkas dan
daging setelah dipotong seperti teknis penyimpanan karkas dan daging, kondisi
mikrobiologis, pengemasan, kebersihan peralatan dan pekerja, suhu, lamanya
waktu penyimpanan, transportasi, dan lainnya.
Kelinci merupakan kategori ternak herbivora non ruminansia yang
mempunyai sistem lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant.
Menurut Blasco et al. (1992) karkas kelinci terdiri atas karkas panas, karkas
komersial, dan karkas acuan. Karkas panas terdiri atas jantung, hati, ginjal, paruparu, oesophagus, trachea dan kepala. Bobot karkas ini ditimbang 15 sampai 30
menit setelah dipotong. Karkas komersial merupakan karkas yang telah melalui
proses rigor mortis dan disimpan pada suhu diantara 0 dan 4 oC. Bobot karkas ini
ditimbang 24 jam setelah pemotongan. Karkas acuan merupakan karkas yang
terdiri atas lemak, daging dan tulang. Bobot karkas ini ditimbang setelah
dipisahkan dari bagian jantung, hati, ginjal, paru-paru, oesophagus, trachea dan
kepala. Bobot non karkas kelinci merupakan bobot yang berasal dari bagian selain
karkas seperti kepala, hati, jantung, paru-paru, ginjal, saluran pencernaan dan
kulit. Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Soeparno (2009)
menjelaskan selama masa pertumbuhan postnatal terjadi perbedaan-perbedaan
kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan. Jaringan atau organ yang kadar
laju kenaikan bobotnya relatif lebih lambat daripada kenaikan bobot badan selama
periode postnatal, diklasifikasikan sebagai dewasa cepat dan jaringan atau organ
yang menunjukkan sebaliknya, digolongkan sebagai dewasa lambat. Pola
pertumbuhan organ seperti hati, ginjal dan saluran pencernaan bervariasi,
sedangkan organ yang berhubungan dengan digesti dan metabolisme
menunjukkan perubahan bobot yang besar sesuai dengan status nutrisional dan
fisiologi ternak. Bobot non karkas internal (organ dalam) dipengaruhi oleh
kenaikan dan penurunan bobot badan yang cepat dan berat total saluran
pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan. Pertumbuhan kepala dan
kaki meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan. Pertumbuhan kulit
meningkat seiring meningkatnya massa dari organ dan rangka tubuh.
Bobot potong kelinci dipengaruhi oleh umur potongnya. Penentuan umur
potong pada setiap jenis kelinci berbeda-beda. Hal ini diakibatkan perbedaan laju
pertumbuhan dan masa pubertas pada setiap jenis kelinci. Herman (1995) dan
Lebas et al. (1986) menjelaskan bahwa kelinci berukuran medium memiliki laju
pertumbuhan tinggi pada umur muda dan mengalami masa pubertas lebih cepat
(early mature) dibandingkan kelinci berukuran yang lebih besar. Kelinci
berukuran large memiliki laju pertumbuhan lambat (late mature) dan terus
meningkat seiring peningkatan umur hingga mencapai usia dewasa.

3

Peningkatan laju pertumbuhan pada kelinci menurunkan umur potongnya.
Pola pertumbuhan ini diwariskan kepada keturunannya, ternak yang memiliki
tetua berbobot hidup lebih berat akan menurunkan anak yang bobot hidup lebih
berat pula. Seleksi pada bangsa kelinci Rex dengan kriteria bobot sapih
menunjukkan pada umur 10 minggu sudah mengalami penurunan laju
pertumbuhan. Seleksi ini menurunkan umur dewasa jika ternak dipotong pada
bobot yang telah ditetapkan (konstan), yaitu bobot potong dapat dicapai dalam
waktu yang lebih singkat (Brahmantiyo dan Raharjo 2011).
Perumusan Masalah
Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya dipanen
ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Bobot potong pada kelinci dewasa
sebelumnya diasumsikan sebagai bobot kelinci yang maksimal. Belum adanya
data mengenai umur potong yang optimal pada kelinci yang dapat dijadikan
sebagai acuan pada saat pemotongan yang dapat dijadikan ukuran standar di
Indonesia menyebabkan tidak efesiennya masa pemeliharaan ternak pedaging ini.
Penentuan masa panen tidak hanya didasarkan pada bobot potong yang maksimal,
melainkan waktu yang tepat terkait laju pertumbuhan dan perkembangan,
produktivitas karkas yang optimal. Keefesienan produksi ternak kelinci menjadi
titik ukur kesinambungan produksi kelinci pedaging. Permintaan konsumen
terhadap mutu daging kelinci berkaitan dengan bobot dan umur potongnya.
Perbaikan mutu genetik dan seleksi pada kelinci yang dilakukan dengan
berkesinambungan memungkinkan kelinci dipanen pada waktu muda (fryer).
Bobot dan umur potong berkaitan dengan produktivitas karkas dan daging yang
dihasilkan. Minimnya data mengenai produksi kelinci pedaging menjadi dasar
dilakukan pengamatan dan analisis pertumbuhan, produktivitas karkas dan non
karkas bangsa kelinci Rex pada umur potong muda (fryer) yaitu pada umur 10
sampai 16 minggu.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan dapat : (1) mengetahui pola pertumbuhan kelinci
Rex, (2) mengetahui produktivitas karkas dan non karkas kelinci Rex, (3)
mengetahui umur potong yang optimal kelinci Rex.
Hipotesis Penelitian
Umur potong pada bangsa kelinci Rex berpengaruh terhadap produktivitas
komponen karkas dan komponen non karkas.
Luaran yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan dapat : (1) memberikan informasi pertumbuhan
bangsa kelinci Rex dari umur lahir, umur sapih dan umur potong, (2) memberikan
informasi tentang perbandingan waktu potong yang tepat pada kelinci terhadap
produktivitas karkas dan non karkas bangsa kelinci Rex dan diperoleh umur
potong yang tepat dengan produksi tertinggi dan efesiensi terbaik.

4

2 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) dan
Laboratorium Ruminansia Kecil Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2013
sampai Januari 2014. Lokasi BALITNAK berada di Desa Banjarwaru, Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 500 m dpl, suhu udara berkisar antara
22 sampai 28 oC, rataan curah hujan tahunan mencapai 3500 sampai 4000 mm.
Materi Penelitian
Kelinci yang digunakan adalah kelinci Rex sebanyak 16 ekor berjenis
kelamin jantan dengan rata-rata bobot badan lepas sapih X = 529.25 ± 140.67 g.
Produktivitas karkas kelinci dilakukan dengan memotong sejumlah 16 ekor
kelinci Rex. Ransum penelitian menggunakan standar BALITNAK, yaitu
mengandung protein sebesar 18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg-1, dan
serat kasar sebesar 14 %. Peralatan yang digunakan adalah kandang kawat untuk
indukan berukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, kandang anak
sebelum lepas sapih berupa kotak beranak dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30
cm dan tinggi 25 cm, kandang untuk anak lepas sapih berukuran panjang 75 cm,
lebar 45 cm dan tinggi 45 cm, timbangan digital merk saltorius skala 5 g dan skala
0.1 g, peralatan pemotongan dan diseksi karkas.
Prosedur Penelitian
Mekanisme dan Teknis Pemeliharaan Kelinci
Kandang dan peralatan disiapkan sebelum kelinci masuk kedalam kandang
agar mencegah dari hama dan bibit penyakit. Ternak kelinci yang akan digunakan
sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci
dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan
lincah, ekor melengkung ke atas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang
punggung, telinga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan
bulu mengkilat. Seleksi kelahiran anak dari setiap indukan yaitu kurang dari 6
ekor anakan sekelahiran. Penimbangan ternak kelinci secara berkala yaitu bobot
lahir, bobot sapih umur 6 minggu, bobot potong umur 10, 12, 14 dan 16 minggu.
Pakan pelet diberikan secara berkala dan air minum diberikan adlibitum. Pakan
diberikan dua kali, yaitu pada pagi hari pukul 08.30 WIB dan sore hari pada pukul
13.30 WIB. Air minum diganti setiap pagi dengan membersikan dahulu sisa air
minum sebelumnya.
Proses Pemotongan Ternak
Proses pemotongan diawali dengan pemuasaan selama 12 jam (Newton
dan Penman 1990). Penyembelihan dilakukan setelah ternak diseleksi sesuai
dengan umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu, kondisi kesehatan, dan kondisi
fisik (tidak ada cacat selama bawaan lahir maupun selama pemeliharaan). Kelinci
disembelih sesuai syariat Islam dengan memotong 3 saluran yaitu saluran darah

5

(artericarotis dan vena jugularis), saluran pernapasan (trachea) dan saluran
pencernaan (oesophagus) dengan memakai pisau yang tajam, kemudian kelinci
diamati sampai darah tidak lagi keluar yang menandakan bahwa kelinci telah mati
dengan sempurna.
Produktivitas Karkas dan Non Karkas
Setelah kelinci disembelih, kelinci digantung pada salah satu kaki
belakang, dengan membuat irisan pada kulit antara tulang dan tendo sendi kaki
belakang. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis. Kemudian kaki depan
depan bagian bawah dan kaki belakang bagian bawah dipotong pada sendi
sikunya dan ditimbang, ekor juga dilepaskan dari pangkalnya, offal dan kulit
dipisahkan secara hati-hati. Karkas dan non karkas seperti jantung, hati, ginjal,
paru-paru, saluran pencernaan, kepala, kaki depan, kaki belakang dipisahkan,
ditimbang dan bagian karkas didinginkan (chilling) didalam refrigerator pada
suhu 4 oC selama 24 jam (Blasco dan Ouhayoun 1996), kemudian dilakukan
pemisahan tulang (boning) untuk mengetahui bobot daging, tulang dan lemak.
Produktivitas non karkas diamati dengan cara menimbang bobot komponen non
karkas agar diketahui bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal, bobot paru-paru,
bobot saluran pencernaan, persentase offal, bobot kulit, bobot kepala, bobot kaki
depan dan belakang. Produktivitas karkas yang diamati yaitu bobot karkas,
persentase karkas, bobot daging, persentase bobot daging, bobot tulang,
persentase tulang, bobot lemak, persentase lemak dan rasio daging dengan tulang.
Peubah yang Diamati
Komponen Pertumbuhan
Komponen pertumbuhan terdiri atas indukan, bobot indukan, litter size,
anakan, pertambahan bobot badan, bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong.
Indukan terdiri dari sejumlah kelinci berjenis kelamin betina dewasa bangsa
kelinci Rex yang telah diseleksi dan kemudian anakan kelinci yang dilahirkannya
digunakan sebagai sampel untuk diamati pertumbuhan dan produktivitas non
karkas dan karkasnya. Bobot indukan merupakan bobot seekor indukan yang
ditimbang pada periode tertentu. Bobot indukan terdiri atas 2 periode yaitu bobot
indukan pada fase melahirkan yaitu dalam kurun 1 hari setelah melahirkan dan
pada fase anakan disapih. Litter size merupakan jumlah anakan kelinci dalam satu
kali kelahiran dari satu indukan. Litter size yang digunakan sebanyak 6 ekor per
kelahiran dari 10 ekor indukan. Anakan yang digunakan berjenis kelamin jantan.
Anakan jantan tersebut telah melewati proses seleksi.
Pertambahan bobot badan kelinci ditimbang setiap minggu dan terdiri atas
pertambahan bobot badan dari lahir sampai umur sapih dan pertambahan bobot
badan dari sapih sampai umur potong yang berbeda-beda. Bobot lahir kelinci
adalah bobot badan seekor kelinci pada umur 0 hari. Bobot ini ditimbang setelah
ternak dilahirkan oleh induknya. Bobot sapih kelinci adalah bobot badan seekor
kelinci pada umur 6 minggu. Bobot ini ditimbang ketika ternak tersebut
dipisahkan dari induknya setelah periode menyusui selesai. Bobot potong kelinci
adalah bobot badan seekor kelinci pada umur potong tertentu pada masa panen.
Ternak dipuasakan dahulu 12 jam untuk mendapatkan persentase karkas yang

6

lebih baik (Newton dan Penman 1990). Umur potong ternak kelinci yang
digunakan pada penelitian ini adalah umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu.
Komponen Karkas
Komponen karkas terdiri atas bobot karkas, persentase karkas, bobot
daging, persentase daging, tulang, persentase tulang, rasio daging dengan tulang,
lemak dan persentase lemak. Bobot karkas kelinci terdiri atas bobot daging, bobot
tulang, dan bobot lemak. Bobot karkas terbagi 2 yaitu bobot karkas panas dan
bobot karkas dingin. Bobot karkas panas ditimbang setelah ternak dipotong,
dikuliti lalu dikurangi darah, kepala, kaki depan bawah, kaki belakang bawah,
offal dan ekor. Bobot karkas panas ditimbang 15 sampai 30 menit setelah
pemotongan. Bobot karkas dingin ditimbang 24 jam setelah pemotongan, namun
sebelumnya karkas ini didinginkan di refrigerator pada suhu 0 sampai 4 oC
setelah 1 jam setelah pemotongan. Persentase karkas dihitung dengan cara bobot
karkas panas yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot potongnya,
kemudian dikalikan 100 % (Blasco et al. 1992).

Gambar 1 Komponen komersial karkas terdiri atas A1-A2: hindleg, B1-B2: loin, C: foreleg, D:
rack. (sumber : www.thecookinginn.com)

Bobot total dari daging kelinci didapat setelah lemak subcutan dan lemak
abdominal dipisahkan dari karkas, kemudian karkas tersebut di deboning sampai
tersisa tulang. Bobot total daging ditimbang setelah dikurangi dari bobot lemak
subcutan, bobot lemak abdominal dan bobot tulang. Persentase daging dihitung
dengan cara bobot daging yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot
karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Bobot tulang kelinci ditimbang dari
tulang hasil deboning yang telah dibersihkan dari otot dan daging. Persentase
tulang dihitung dengan cara bobot tulang yang ditimbang sebelumnya dibagi
dengan bobot karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Rasio daging dengan
tulang adalah perbandingan total bobot daging dengan total bobot tulang. Bobot

7

lemak kelinci terdiri atas bobot lemak subcutan dan bobot lemak abdominal.
Bobot lemak subcutan ditimbang setelah lemak subcutan mulai dari pangkal leher
sampai ke pangkal ekor dipisahkan dari karkas. Bobot lemak abdominal
ditimbang setelah lemak abdominal yang berada diantara bagian abdominal tubuh
meliputi organ dalam dan saluran pencernaan dipisahkan dari karkas. Persentase
lemak dihitung dengan cara total bobot lemak meliputi bobot lemak subcutan dan
bobot lemak abdominal yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot karkas
dingin, kemudian dikalikan 100 %.
Komponen Non Karkas
Komponen non karkas terdiri atas bobot dan persentase kepala, bobot dan
persentase kaki depan dan kaki belakang, bobot dan persentase kulit, bobot dan
persentase offal. Bobot kepala dan persentase kelinci terdiri atas mulai dari bagian
moncong sampai bagian pangkal leher. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10
menit pemotongan. Bobot dan persentase kaki depan kelinci terdiri atas sepasang
bobot kaki depan bagian bawah (tulang Radius-ulna). Bobot kaki belakang kelinci
terdiri atas sepasang bobot kaki belakang (tulang Tibia). Bobot ini ditimbang
setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan persentase kulit kelinci terdiri
mulai dari kulit bagian pangkal ekor sampai leher. Kulit yang ditimbang adalah
kulit segar yang diambil setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan
persentase offal kelinci terdiri atas bobot organ dalam dan bobot saluran
pencernaan. Bobot organ dalam terdiri dari bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal
dan bobot paru-paru. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10 menit pemotongan.
Analisis Data
Data penelitian ini diolah menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan
data dianalisis dengan analisis kovarian dengan 4 perlakuan umur potong.
Kemudian dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji
Duncan. Data rataan bobot sapih dikoreksi pada rataan bobot lahir, data rataan
bobot potong dikoreksi pada rataan bobot sapih dan data rataan bobot karkas dan
non karkas dikoreksi pada rataan bobot potong. Model matematika adalah :
yij = µ + τi + βxij + εij, i = 1,2, ...a
j = 1,2, ...ni
Keterangan : yij

=

Xij

=

µ
τi
β

=
=
=
=
=
=
=

i

εij
a
ni

nilai peubah respon perlakuan berbagai umur
potong tingkat ke-i dan observasi ulangan ke-j.
nilai covariate pada observasi yang bersesuaian
dengan yij
nilai tengah umum/rataan umum.
pengaruh perlakuan berbagai umur potong ke-i.
koefisien regresi linier
1, 2, 3, 4 (perlakuan).
pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
banyaknya kategori pada perlakuan
banyaknya observasi pada kategori ke-i

8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Ternak Kelinci
Proses pertumbuhan terdiri atas dua aspek yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot badan per satuan
waktu sampai dewasa tubuh, sedangkan perkembangan merupakan perubahan
dalam komposisi, bentuk serta tinggi tubuh (Lawrie 2003). Pertumbuhan kelinci
dimulai di dalam uterus setelah sel telur betina dibuahi (prenatal), proses
pertumbuhan ini berlangsung 20 sampai 32 hari. Penelitian ini mengamati
pertumbuhan dan perkembangan posnatal kelinci. Bobot indukan dan litter size
pada Tabel 1 dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anakan
kelinci. Hal ini menentukan performa indukan dalam menyusui dan persaingan
anakan dalam mendapatkan susu induk. Kelahiran anak setiap kelahiran yang
optimal adalah menyesuaikan dengan jumlah puting induknya, maka kebutuhan
susu anak akan terpenuhi dan pertumbuhan anak akan meningkat. Bobot lahir
pada Tabel 2 menunjukkan hasil yang tidak berbeda, hal ini menunjukkan bahwa
sampel anakan jantan bangsa kelinci Rex yang digunakan homogen dari masingmasing indukan. Plasma nutfah kelinci termasuk bangsa kelinci Rex yang
dikembangkan di Balitnak telah mengalami seleksi pada setiap generasi. Rataan
bobot lahir berbanding terbalik dengan jumlah anak setiap kelahiran.
Laju pertumbuhan anak kelinci akan terus meningkat cepat pada satu bulan
pertama sejak lahir dan akan terus bertambah sampai disapih. Kecepatan
pertumbuhan pada anak kelinci dapat mencapai dua kali lipat bobot badannya per
minggu, sehingga pada umur tiga minggu dapat mencapai bobot badan 0.45 kg,
kemudian kelinci mulai mengkonsumsi pakan padat sehingga kecepatan
pertumbuhannya dapat mencapai 30 sampai 50 g perhari antara umur 3 sampai 8
minggu (Rao et al. 1978). Cheeke et al. (1987) melaporkan bahwa pertambahan
bobot badan kelinci yang hidup di daerah tropis dapat mencapai 10 sampai 20 g
per hari. Bobot sapih pada umur 6 minggu (Tabel 2) menunjukkan hasil yang
berbeda (P