Bahan Aktif Dari Organisme Laut Sebagai Pengendali Biota Penempel

Oseana, Volume XXXII, Nomor 1, Tahun 2007 : 39-48

ISSN 0216-1877

BAHAN AKTIF DARI ORGANISME LAUT SEBAGAI
PENGENDALI BIOTA PENEMPEL
Oleh
Irma Shita Arlyza 1}
ABSTRACT
BIO ACTIVE COMPOUND FROM MARINE ORGANISMS AS A CONTROL
OF BIOFOULING. Coherent organisms on underwater surface are not expected
as "fouling". Marine biofouling is occured by bacterials growth, invertebrates and
algae on artificial surface. Biofouling divided into microfouling (e.g. micro plant and
bacteria) and macrofouling(e.g. barnacle, seasquirt, sponge and algae). Fouling can
cause problems in shipping, increase the use of fuel, problem in sea water inclusion
structure through pipe, increase abration, metal corotion at mooring system and
problem in aquaculture. In order to minimize the impacts of the fouler, some under
water structures are protected by antifouling coating. Coatings, however, have been
found to be toxic on marine organisms. For example, concentration of tributyltin
(TBT), can kill organisms immediately and it is not environmental friendly. Finding
the environmentaly friendly antifouling which is based on natural substances is

important to avoid water contaminations. Some marine organisms such as algae,
seagrass, sponge, marine bacteria, echinoderm, benthic invertebrate and coral are
known to have ability in yielding bioactive antifouling using this bioactive compounds
for antifouling. Their bioactive compounds are more efficient and naturally friendly,
and they are expected to solve problems of biofouling.

pemecahan masalah yang diakibatkan oleh biota
penempel {biofouling) telah banyak dilakukan.
Biota penempel merupakan fenomena yang
kehadirannya dapat menimbulkan kerugian dan
kerusakan pada beberapa kepentingan manusia,
antara lain penghambatan laju kapal, gangguan
presisi, kerusakan peralatan bawah air, dan
mempercepat pelapukan konstruksi bangunan
bawah air (DAHURI, 2002).

PENDAHULUAN
Penempelan jasad renik akuatik (biota
penempel) pada sarana transportasi (kapal,
perahu) dan bangunan yang beroperasi di daerah

pesisir dan laut dapat menghambat kegiatan
operasi yang pada akhirnya menimbulkan
kerusakan. Usaha-usaha untuk mencari

39

Gambar 1. Biota penempel (biofouling) yang menempel pada dinding kapal

Penerapan bioteknologi dalam rangka
menghasilkan produk bahan alami yang berasal
dari laut semakin meningkat dengan adanya
kecenderungan manusia untuk kembali ke alam
(back to nature). Pemikiran tersebut sangatlah
beralasan, karena produk yang dihasilkan oleh
mikro dan makro organisme yang berasal dari
laut umumnya tidak menimbulkan efek samping
dan bersifat mudah terurai secara alami
(biodegradable). Secara garis besar, industri
bioteknologi yang dapat dikembangkan dengan
memanfaatkan keragaman hayati perairan laut,

antara lain adalah pengendalian pencemaran di
wilayah pesisir dan laut serta pengendalian biota
penempel (DAHURI, 2002).
Pengendalian dan pencegahan biota
penempel yang banyak dilakukan saat ini adalah
dengan menggunakan bahan sintetik, antara lain
cat antifouling yang umumnya dibuat dari bahan
beracun yang dapat menimbulkan pencemaran
pada lingkungan perairan. Salah satu alternatif
yang saat ini mulai dilirik untuk mencegah
keberadaan biota penempel adalah dengan

memanfaatkan kandungan bahan aktif yang
berasal dari alam, khususnya laut. Usaha
penanggulangan biota penempel dengan
menggunakan bahan aktif ini merupakan
alternatif yang lebih efisien dan ramah terhadap
lingkungan (LINAWATI, 1998 dan DAHURI,
2002).


ASAM FENOLIK, LACTONE DAN
FURANDAR1LAMUN
Lamun adalah tumbuhan berbunga
yang tumbuh dan berkembang dengan baik di
lingkungan laut dangkal, membentuk kelompokkelompok kecil sampai berupa hamparan
padang lamun dan terdapat cukup banyak di
Indonesia. Salah satu dari jenis lamun, yaitu
Zostera marina telah banyak menjadi pusat
perhatian para peneliti karena kandungan bahan
aktifnya, yang diketahui mengandung sejenis
bahan aktif berupa senyawa aromatik, yaitu
zosteric acid (ZIMMERMAN, 1990).

40

Gambar 2. Zostera marina, Eelgrass mengandung zosteric acid

As am p-Sulfoxy cinnamic adalah

Akhir 1980 an, DAN RITTSCHOF

dari Duke University Marine Laboratory, North
Carolina telah menemukan bahwa komponen
yang bertanggungjawab sebagai antifouling
adalah oksigen kecil yang mengandung cincin
dan diketahui sebagai lactone dan furan
(ANONIMOUS, 1995)

bagian dari zosteric acidyang telah diisolasi dari
ekstrak methanol Zostera marina, memiliki
kemampuan signifikan sebagai antifouling.
Ester sulfat dari asam fenolik yang lain
menunjukkan aktifitas seperti antifouling,
dengan harapan bahwa ester sulfat dari asam
fenolik dapat mencegah biota penempel
(ZIMMERMAN et al., 1997).

Gambar 3. Lamun Thalassia yang diketahui sebagai antibiotik baru
yang mengandung flavone glycoside

41


bromine yang mengandungfuranones. Senyawa
ini nonpolar halogen yang diketahui mampu
mereduksi kumpulan larva teritip dan mencegah
perkembangan spora dari alga Ulva
(ANONIMOUS, 1995).
Hingga saat ini, lebih dari 2004
produk-produk alami telah berhasil diisolasi dari
alga terutama dari divisi Rhodophyta,
Phaeophyta, dan Chlorophyta (MUNRO &
BLUNT, 1999 dan FAULKNER, 2001). Secara
umum, senyawa lipofilik nonpolar antara lain
terpenoid, acetogenin dan senyawa-senyawa
campuran biosintetik dihasilkan dalam
konsentrasi yang rendah (berkisar antara 0,2%
sampai 2% berat alga kering), tetapi polifenolik
polar dapat dihasilkan dalam konsentrasi yang
cukup tinggi, yaitu sebanyak 15% massa alga
kering (HAY & STEINBERG, 1992; RAGAN
& GLOMBITZA, 1986 dan PEREIRA &

YONESHIGUE-VALENTIN, 1999).
Produk alami terbanyak dihasilkan
oleh Rhodophyta yang sebagian besar adalah
senyawa halogen (FENICAL, 1975 dan
FAULKNER, 2001). Sebagai contoh dari marga
Laurencia yakni mampu memproduksi senyawa

Thalassia testudinum telah diteliti dan
diketahui sebagai new antibiotic flavone
glycoside yang dapat melawan zoosporicjamxr.
Hasil penelitian ini menawarkan karakterisasi
lengkap secara kimia yang pertama kali dari
Thalassia testudinum sebagai penghasil sulfat
flavone glycoside dan memberikan bukti
bahwa secara kimia metabolit sekunder yang
berasal dari Thalassia testudinum mampu
melawan mikroorganisme penempel, jamur
Schizochytrium aggregatum (JENSEN et ai,
1998).


SENYAWA TRIBROMOGRAMINE,
BROMINE, LIPOFILIK NONPOLAR
DAN SESQUITERPENDARL ALGA LAUT
SEBAGAI ANTIFOULING ALAMI
Beberapa proyek penelitian di
Australia saat ini telah memfokuskan program
marine bioprospecting pada deteksi, isolasi,
identifikasi dan evaluasi bahan aktif alami
antifouling dari alga laut dan sponge
(WETHERBEE, 2004).
"Marine Biotechnology Institute" di
Tokyo, telah mengisolasi antifouling potensial
yang disebut tribromogramine (TBG) dari

kompleks terpenoid dan acetogenin.
Chlorophyta, ordo Caulerpales adalah yang
banyak dipelajari dan alga berkalsium dari
marga Halimeda diketahui dapat menghasilkan
senyawa yang mampu menghalangi ikan karang
pemakan tumbuhan untuk tidak memakannya

(PAUL & FENICAL, 1987). Kemampuan
Halimeda untuk melindungi areanya dari
gangguan hewan pemakan tumbuhan
disebabkan oleh kemampuannya dalam
memproduksi senyawa kimia untuk pertahanan
diri (PAUL & VAN ALSTYNE, 1988).

bryozoan Zoobotryon pellucidum. TBG
mempunyai kemampuan toksik hampir sama
dengan TBT dan bisa menghambat
perkembangan kumpulan larva (ANONIMOUS,
1995).
PETER STEINBERG di Sydney,
mengetahui bahwa alga merah Deliseapulchra
dapat berperan sebagai agen antifouling. Alga
ini mampu menghasilkan sejenis senyawa

42

(a)

Gambar 4.

(b)

(c)

(d)

Alga Rhodophyta, Laurencia (a), Chlorophyta, Caulerpa (b) dan Halimeda
(c) serta Phaeophyta, Dictyota (d).
yaitu kemampuan kimiawi melawan bermacammacam hewan laut pemakan tumbuhan dan ikan
karang (HAY et al, 1987 dan PAUL et al,
1988), sea urchin Diadema (HAY et al, 1987),
siput jenis Littorina strata dan Osilinus atratus
(GRANADO & CABALLERO, 1995).
Kandungan dua senyawa sesquiterpen, elatol
dan deschloroelatol, yang berasal dari alga
Australia Laurencia rigida memproduksi efek
yang kuat melawan larva invertebrata dan
mempunyai toksik yang tinggi (DE NYS et al,

1996). Baru-baru ini, ekstrak kasar dan
kandungan utama elatol ditemukan pada alga
Laurencia obtusa dari Brazil menunjukkan
aktifitas spesifik antifouling melawan Perna
perna dalam pengujian laboratorium, dan
kemampuan antifoulingnyd. mempunyai
spektrum yang luas. Ekstrak kasar Laurencia
obtusa juga diketahui dapat menghambat
konsumsi makanan secara signifikan terhadap
hewan pemakan tumbuhan, yaitu kepiting
Pachygrapsus transversus dan sea urchin
Lytechinus variegatus (PEREIRA et al, 2003).

Divisi Phaeophyta, marga Dictyota
telah banyak dipelajari dan telah diketahui
menghasilkan produk alami yang sangat
menarik, sebagian diantaranya banyak dipakai
untuk menghindari hewan pemakan tumbuhan
(HAY & STEINBERG, 1992). Sebagai contoh
Dictyota diketahui mengandung senyawa;
diterpenes pachydictyol A, dictyol E, dictyol B,
dictyol B acetate, dictyol H, (6R)hydroxydichotoma-3,14-diene-1,17-dial, dan
campuran
isolinerol/linearol
telah
memperlihatkan efek anti-feedant metabolites
(HAY & STEINBERG, 1992 dan PEREIRA et
al, 2002). Dictyota menstrualis telah banyak
dipelajari dan diketahui menghasilkan produk
alami yang sangat menarik berupa metabolit
sekunder nonpolar, yaitu terpenoid
(McCLINTOCK & BAKER, 2001).
Jenis dari marga Laurencia diketahui
memproduksi berbagai produk alami yang
memiliki berbagai aktivitas biologis (KONIG
et al, 2000 dan PEREIRA & TEIXEIRA, 1999)

43

kumpulan cacing tabung Hydroides elegans
(QIAN & DOBRETSOV, 2004).
WILLEMSEN dari Glasgow Marine
Technology Centre telah menskrining 35 jenis
sponge dari Karibia yang diketahui mempunyai
kemampuan untuk menolak teritip. Beberapa
jenis tersebut diketahui toksik terhadap larva
teritip (ANONIMOUS, 1995). Keberhasilan
evaluasi senyawa antifouling dari sponge laut,
yaitu Dendrilla nigra, Axinella donnai dan
Clathria gorgonoides juga telah dilaporkan
(SELVIN & LIPTON, 2002). Sponge Aplysina
fistularia menghasilkan metabolit sekunder
berupa aerothionin dan homoaerothionin yang
terdapat di dalam sel spherulous. Pada sel
spherulous ini juga terdapat lokasi bioaktif
metabolit sekunder, guanidine alkaloid pada
sponge Crambe crambe yang kandungannya
potensial melawan organisme fouling (biota
penempel) (McCLINTOCK & BAKER, 2001).

METABOLIT SEKUNDER GUANIDINE
ALKALOID, AEROTHIONINDAN
HOMOAEROTHIONINDAR1 SPONGE
Hasil penelitian terhadap kandungan
bahan aktif pada sponge telah diperoleh 86
ekstrak dari 24 organisme yang berasal dari
wilayah inter dan subtidal Selat Long Island dan
ada 6 ekstrak yang telah diisolasi dari alga dan
invertebrata yang mempunyai kekuatan sebagai
antifouling. Dari 6 ekstrak tersebut telah
diketahui mampu menghambat aktifitas kerang
biru, Mytilus edulis yang merupakan biota
penempel utama di pesisir timur laut Amerika
(TAYLOR & ZHENG, 1995).

Sponge Callyspongia (Euplacella)
pulvinata diketahui mempunyai aktifitas
antifouling yang kuat terhadap pertumbuhan
bentik diatom Nitzschia paleaceae dan

Gambar 6. Sponge Crambe crambe
yang diketahui
mengandung guanidine
alkaloid

Gambar 5. Callyspongia (Euplacella)
pulvinata

44

penempel pada konsentrasi rendah. Senyawa
inorganik vanadium ditemukan pada
Vanadocytes tempat penempelzn Ascidia nigra
yang melepaskan senyawa organik tersebut
sebagai sebuah mekanisme pencegahan pada
ascidian (McCLINTOCK & BAKER, 2001).
Polikhaeta Notomastus lobatus
menghasilkan organohalogen, yaitu bromofenol
yang berdasarkan pengujian laboratorium pada
konsentrasi normal dapat mencegah aktifitas
awal metamorfosis juvenil dari beberapa biota
infaunal (McCLINTOCK & BAKER, 2001).

UBIQUINONE-8 DARIBAKTERILAUT
DAN SENYAWA ALKALOID,
INORGANIK VANADIUM DAN
ORGANOHALOGEN DAW BENTIK
INVERTEBRATA
Studi bakteri penghasil antifouling
telah difokuskan sejak tahun 1990 an oleh
STAFFAN KJELLEBERG di Universitas New
South Wales, Sydney. Bakteri Alteromonas telah
diisolasi dan diketahui memiliki tiga kandungan
aktif, yaitu sebuah protein, sebuah molekular
dengan berat molekul rendah, keduanya stabil
dan sebuah molekul kecil yang bersifat toksik.
Protein dari Alteromonas sp. mampu
menghambat sekumpulan teritip, sea squirt dan
spora dari alga Ulva (ANONIMOUS, 1995).
Alteromonas sp. merupakan bakteri
yang diisolasi dari sponge Halichondria okadai
dan menghasilkan produk alami berupa
ubiquinone-% (metabolit penghambat) yang
mampu menghambat terbentuknya biofilm.
Beberapa penghambat dari bakteri laut, antara
lain Pseudoalteromonas tunicata diisolasi dari
tunicate Ciona intestinalis, bakteri ini
memproduksi beragam metabolit yang secara
khusus menghambat kumpulan larva
invertebrata, spora alga, pertumbuhan bakteri,
jamur dan diatom (McCLINTOCK & BAKER,
2001).
Ekstrak bakteri yang diperoleh dari
isolasi permukaan air laut dipromosikan
memiliki kandungan antifouling alami.
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa
ekstrak dari isolat bakteri tersebut mampu
menghambat pertumbuhan spora Ulva lactuca
dan menurunkan perkembangan teritip.
Pseudomonas sp. diketahui mempunyai aktifitas
antifouling yang sangat bagus untuk semua
pengujian (BURGESS et al., 2003).

HOLOTHURIN DARI
EKHINODERMATA DAN LIPID
DITERPENOID DARI KARANG
Studi antifouling juga telah
mengkonfirmasi bahwa Holothuria scabra di
dalam habitatnya mempunyai cara melindungi
diri. Cara perlindungan diri Holothuria scabra
adalah dengan memproduksi kelenjar merah
muda yang dikenal sebagai "Kelenjar Cuverian"
yang mengandung senyawa toksik, holothurin
yang mana telah dikarakterisasi sebagai
saponin. Saponin telah dilaporkan memiliki
potensi sebagai senyawa toksik atau bioaktif
(SELVIN & LIPTON, 2002).

Ascidian Eusdistoma olivaceum
diketahui dapat memproduksi senyawa alkaloid,
yaitu eudistomin G dan H yang secara ekologi
mampu menghalangi keberadaan biota

Gambar7. Jenis-jenis teripang, beberapa
diantaranya diketahui mengandung senyawa saponin

45

Duke University Marine Laboratory,
North Carolina telah mengisolasi senyawa
antifouling dari karang lunak dan diketahui
sebagai lipid diterpenoid. Karang Leptogorgia
virgulata memiliki dua lipid serupa yang
diketahui sebagai pukalide dan epoypukalide
(ANONIMOUS, 1995 dan SELVIN &
LIPTON, 2002).

2.

Antifouling alami dapat mencegah
pertumbuhan bakteri pembentuk biofilm
dan pertumbuhan larva pembentuk/ow/fwg
dengan suatu mekanisme nontoksik.

3.

Untuk
menghindari
pencemaran
lingkungan perairan maka penting untuk
memanfaatkan makro dan mikro
organisme tersebut untuk menghasilkan
antifouling yang ramah lingkungan
{biodegradable), mampu memecahkan
permasalahan biota penempel dan back to
nature.

DAFTAR PUSTAKA
ANONIMOUS 1995. Natural Ways to Banish
Teritips. The Marine Biological
Association in Plymouth. From News
Scientist Magazine, 18th February
1995. Copyright News Scientist, RBI
Limitied.
http://www.biosciences.bham.ac.uk/
external/biofoulnet/

Gambar 8. Karang lunak diketahui memiliki
kandungan bahan aktif alami
sebagai antifouling
Banyak kandungan bahan aktif alami
termasuk renillafouling dan juncellin telah
diisolasi dari karang lunak dan berperan sebagai
antifouling alami. Juncellin merupakan bahan
aktif antifouling yang diperoleh dari Juncella
juncea. Beberapa karang telah diketahui mampu
memproduksi metabolit sekunder potensial yang
dapat melawan biota penempel secara spesifik
(ANONIMOUS, 1995 dan SELVIN &
LIPTON, 2002).

BURGESS, J.G.; K. G. BOYD; E.
ARMSTRONG; Z. JIANG; L. YAN;
M. BERGGREN; U. MAY; T.
PISACANE; A. GRANMO and D. R.
ADAMS 2003. The development of a
marine natural product-based
antifouling paint. Biofouling, Suppl:
197-205
DAHURI, R. 2002. Paradigma baru
pembangunan Indonesia berbasis
kelautan. Orasi ilmiah pengukuhan
Guru Besar bidang Pengelolaan
sumberdaya Pesisir dan Lautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu KelautanIPB, Bogor (tidak diterbitkan).

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Makro dan mikro organisme yang
berasal dari laut, diantaranya sebagian
besar alga, lamun, sponge, bakteri laut,
ekhinodermata, bentik invertebrata dan
karang diketahui mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan bahan aktif yang dapat
berperan sebagai antifouling alami.

46

KONIG, G.M.; A.D. WRIGHT and S.G.
FRANZBLAU 2000. Assessment of
antimycobacterial actifity of a series
of mainly marine derived natural
products. Planta. Med. 66 : 337-342.

DE NYS, R.; T. LEYA; R. MAXIMILIEN; A.
AFSAR; P.S.R. FAIR and P.D.
STEINBERG 1996. The need for
standardised broad scale bioassay
testing: a case study using the red alga
Laurencia rigida. Biofouling, 10:213224.

LINAWATI, H. 1998. Pemanfaatan
biodiversitas perairan untuk
pengembangan industri bioteknologi
dalam Konperensi Nasional I
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Indonesia. PKSPL-IPB, Bogor
: 104-110.

FAULKNER, D. J. 2001. Marine natural
product. Nat Prod. Rep., 18 : 1-49.
FENICAL, W. 1975. Halogenation in the
Rhodophyta: a review. J. Phycol., 11:
245-259.

MC CLINTOCK, J.B. and B.J. BAKER 2001.
Marine chemical ecology. CRC Press
: 543-566.

GRANADO, I. and P. CABALLERO 1995.
Chemical defense in the seaweed

Laurencia

obtusa

(Hudson)
MUNRO, M.H.G. and J. W. BLUNT 1999.
Marinlit, version 10.4, Marine
chemical group, University of
Canterbury, Christchurc, New
Zealand.

Lamouroux. Sci. Mar. 59 : 31-39.
HAY, M.E. and P.D. STEINBERG 1992. The
chemical ecology of plant-herbivore
interactions in marine versus terrestrial
communities. In (ROSENTHAL J. and
M. BERENBAUM, eds.), Herbivore:
Their interaction with secondary plant
metabolites. Evolutionary and
ecological processes, vol. II.
Academic Press, New York: 371 -413.
HAY,

PAUL, V.J. and W. FENICAL 1987. Natural
product chemistry and chemical
defense in tropical marine alga of the
phylum Chlorophyta. In (Scheuer, P.
J., Ed), Bioorganic marine chemistry,
1. vol. Springer-Verlag :l-37.

M.E.; W. FENICAL and K.
GUSTAFSON 1987. Chemical
defense against diverse karang reef
herbivore. Ecology 68 : 1581-1591.

PAUL, VJ. and K.L. VAN ALSTYNE 1988.
Chemical defense and chemical
variation in some tropical pacific
jenis of Halimeda (Chlorophyta,
Halimedaceae). Coral Reefs, 6 : 263270.

JENSEN, R.; K.M. JENKINS; D. PORTER
and W. FENICALL 1998. Evidence
that a new antibiotic flavone glycoside
chemically Defends the lamun

Thalassia

testudinum

PEREIRA, R.C. and Y. YONESHIGUEVALENTIN 1999. The role of
polyphenols from trofical brown alga
Sargassumfurcatum on the feeding by
amphipod herbivore. Bot. Mar. 42 :
441-448.

against

zoosporic fungi. Scripps Institute of
Oceanography, Center for Marine
Biotechnology and Biomedicine,
University of California-San Diego, La
Jolla, California. Appl Environ
MicrobiaL Vol. 64 (4): 1490-1496.
47

PEREIRA, R.C., M. D. PINHEIRO and B.A.P.
DA GAM A 2002. Feeding preference
of the endemic gastropod Astraea
latispina in relation to chemical
defenses of Brazilian tropical
seaweeds. Braz. J. BioL, 62 : 33-40.

SELVIN, J. and A.P. LIPTON 2002.
Development of a rapid "mollusk foot
adherence bioassay" for detecting
potent
antifouling
bioactive
compounds. Current Science, vol. 83,
6 : 735-737.

PEREIRA, R.C. and V.I. TEIXEIRA 1999.
Sesquiterpenos da alga marinha
Laurencia Lamouroux (Ceramiales,
Rhodophyta). 1. Significado
ecologico. Quimica Nova, 22 : 369373.

TAYLOR G.T. and D. ZHENG 1995. Natural
products for mitigation of fouling by
the blue mussel, Mytilus edulis, in
marine water intake system in
Proceedings of The Fifth International
Zebra Mussel and Other Aquatic
Nuisance Organisms Conference,
Toronto, Canada : 447-454.

PEREIRA, R.C.; B.A.P. DA GAMA; V.I.
TEIXEIRA and Y. YONESHIGUEVALENTIN 2003. Ecological roles of
natural product of the Brazilian red
seaweed Laurencia obtusa. Braz. J.
BioL, 63 (4): 665-672.

ZIMMERMAN, R. 1990. Natural Ways to
Banish Teritips The Hopkins Marine
Station. The article is drawn from
News Scientist Magazine 18th
February 1995. Copyright News
Scientist,
RBI
Limitied.
http://www.biosciences.bham.ac.uk/
external/biofoulnet/
http
://www.o d u . e d u / s c i /
oc
eanographv/people/f
acuity/
Zimmerman/

QIAN P.Y. and S. DOBRETSOV 2004.
Investigation of antifouling defence of
soft-body organisms. Supported by
HK
Grants
(RGC).
http://now.ifmo.ru/biofoul/
resul.htm#ulva

ZIMMERMAN, R.; C. ALBERTE; S.
RANDALL; TODD; S. JAMES;
CREWS and PHILLIP 1997. Phenolic
acid sulfate esters for prevention of
marine biofouling. United States
Patent 5607741.
http://www.freepatentsonline.com/
5607741.html

RAGAN, M.A. andK.W. GLOMBITZA 1986.
Phlorotannins:
brown
algal
polyphenols. Prog. Phycol Res., 4 :
130-241.
RITTCHOF, D. 2001. Natural product
antifoulants
and
coatings
development. In : MCCLINTOCK,
J.B. and B.J. BAKER 2001. Marine
chemical ecology (eds.). CRC Press :
543-566.

WETHERBEE, R. 2004. Replacements for
toxic antifouling agents. School of
Botany, The University of Melbourne.
Email: bio21istwebaster@unimelb.edu.au

48