Bahan cerita untuk dongeng

Bahan cerita untuk dongeng
Dear Bunda..
Just share cerita yg mungkin bisa untuk bahan dongeng bagi si kecil bun.. ceritanya
cukup mengharukan.. diambil dari kisah teladan islami.. aku share juga di bolgku
(barangkali ada bunda yg pengen liat..)
http://sharingyuk.blogspot.com/2009/11/penyesalan-akibat-buruk-sangka.html
PENYESALAN AKIBAT BURUK SANGKA
Dikisahkan.. seekor kucing bernama Belang (nama asli kucing itu didalam buku adalah
Hurairah) yang sejak kecil dipelihara oleh sepasang suami istri yang bijak dan baik hati.
Saat itu mereka telah mempunyai seorang bayi yang masih sangat kecil.
Pada suatu malam yang gelap dan cuaca amat buruk dimana sejak sore hari langit
mendung dan gerimis tiada henti. Sebuah berita diterima oleh sepasang suami istri
tersebut, mengabarkan bahwa ayah dari sang istri sedang sakit parah dan mengharuskan
sepasang suami istri itu pergi untuk menjenguk sang ayah.
Alangkah bingung hati sepasang suami istri tersebut, anak mereka yang masih amat kecil,
tidak memungkinkan untuk diajak serta, mengingat malam itu cuaca sangat buruk. Takut
hal itu akan mempengaruhi kesehatan si anak. Sementara tidak ada lagi penghuni rumah
itu selain mereka bertiga.
Di tengah kegalauan dan kebingungan hati, tiba-tiba si istri berseru,
“ Pak, Aku tahu…!”. “ Kenapa kita melupakan si belang ? bukankah dia kucing yang
sangat pintar, aku yakin dia bisa diandalkan untuk menjaga anak kita”.

Mendengar hal itu, si suami kelihatan gembira,
“ Benar juga kamu bu, bukankah belang kucing yang sangat setia, dia pasti bisa dipercaya
untuk menjaga anak kita”.
Pada saat bersamaan, muncullah seekor kucing berwarna belang hitam putih dari dalam
dapur.
Seekor kucing yang bersih dan terawat, bulunya yang indah dan nampak tebal, serta
ekornya yang panjang juga lebat, kucing itu terlihat sangat tampan. Matanya yang tajam
sekilas memancarkan kilat indah saat dia berjalan dalam kegelapan. Tubuhnya tidak
terlalu besar, tetapi cukup kekar dan gesit. Banyak tikus-tikus dilumbung yang mati
menjadi korbannya.
“ Belang, kemarilah..” Sang suami meraih belang dalam gendongannya.
“ Tolong jaga adik bayi selagi kami pergi ya…jaga dengan baik, jangan biarkan sesuatu
menimpa dirinya. Kami tidak akan lama…kucing pintar, kamu pasti bisa “ kata sang
suami sambil mengelus-elus bulu belang.
“meong..meong..” beberapa kali belang mengeong, seakan berkata,” Jangan khawatir

tuan, percayakan pada saya, adik bayi akan saya jaga dengan mempertaruhkan nyawa
saya…”
Setelah berkemas, maka bersiaplah sepasang suami istri itu untuk berangkat.
Sebelum pergi, untuk terakhir kalinya sang suami berpesan pada belang, “ Jaga dengan

baik adik bayi ya, kami pergi..”.
Sepeninggal suami istri itu, belang lalu naik ke atas ranjang tuan kecilnya yg tengah
tertidur lelap. Di awasinya tuan kecilnya itu dengan seksama sambil sesekali
mengibaskan ekornya yang panjang dan berbulu lebat itu, seakan hendak mengusir
nyamuk-nyamuk yang mendekat untuk mengusik ketenangan tidur adik bayi.
Selang tak berapa lama kemudian, si belang pun merabahkan dirinya disamping tuan
kecilnya itu, sambil ekor tetap sesekali dikibas-kibaskan.
Selang tak lama kemudian, tiba-tiba belang mengangkat kepala, matanya menerawang
tajam, telinganya tegak berdiri seakan ingin mendengarkan sesuatu dengan serius.
Tak salah lagi, belang memang mendengarkan sesuatu, sesuatu yang ia yakini
mengandung bahaya ! Secapat kilat, belang melompat turun dari ranjang. Dia kini berdiri
tepat di depan kolong ranjang…matanya semakin tajam menembus kegelapan bawah
ranjang.
Makin lama, bunyi itu makin nyata terdengar…
” Zzzzzzssssstttttt……zzzsssttttt…..zzzssssttttt “
Tiba-tiba muncullah sosok panjang, hitam dan bersisik dari bawah ranjang tempat tidur.
Sosok yang lumayan besar, dengan kepala tegak berdiri, taring-taring tajam pada
moncongnya membuat kesan sangat menakutkan. Seekor ular besar.
Belang mengeram marah, bulu-bulunya berdiri, cakar dan taringnya nampak siap
menerkam ular didepannya. Matanya menatap tajam, seakan memperingatkan ular itu

untuk tidak mendekati tuan kecilnya, atau ia akan mati dicabik-cabik oleh taring dan
cakar si belang. Ular itu seakan tidak mengindahkan ancaman belang, ia terus mendekati
tepi ranjang, melongok diatasnya. Belang jadi naik pitam, secepat kilat tering dan cakar si
belang mendarat di kepala ular. Maka terjadilah perkelahian yang cukup seru antara si
belang dan ular itu. Belang tetap berusaha mencabik-cabik kepala ular, sementara ular
berusaha melumpuhkan belang dengan melilitnya, berusaha meremukkan tulangtulangnya.
Disaat belang hampir kehabisan tenaga, dia dengan sekuat tenaga mengencangkan gigitan
taringnya di kepala ular tersebut. Dan akhirnya…berhasil, ular itupun mati. Belang
terkapar lemas, tapi dia puas sudah mengalahkan ular yang hendak mencelakai tuan
kecilnya itu. Kepala belang penuh dengan darah ular, sementara sekujur tubuhnya terasa
sangat lemas akibat lilitan ular tadi.
Tak berapa lama kemudian, terdengar langkah kaki mendekati rumah, belang segera
bangkit, dia tahu itu langkah kaki majikannya. Maka, dengan sisa-sisa tenaga yang ada
belang berusaha bangkit, berjalan mendekati pintu depan hendak menyambut kedatangan
sang majikan. Saat terdengar anak kunci diputar, belang mengeong lirih,

“ meong…meong” seakan menyapa majikannya.
Namun begitu pintu terbuka, alangkah terkejutnya sepasang suami istri tersebut
menyaksikan keadaan belang.
Spontan sang istri berteriak, “ Pak, lihat ! Apa yang sudah dilakukan si belang ! mukanya

penuh darah, jangan-jangan dia sudah memakan anak kita pak !”
Sang suami gusar...
“Cepat pak, bunuh dia, sebelum dia kabur !!” Sang istri makin histeris, membuat sang
suami pun semakin gusar, emosi yang tak tertahankan.
Tiba-tiba sang suami melangkah keluar halaman, dan kembali dengan membawa
sebongkah batu besar, sambil mengumpat marah dihujamkannya batu itu berkali-kali
tepat dikepala Belang. “ Dasar kucing tidak tahu diuntung, kurang ajar, tak tahu balas
budi ! Mampuslah kamu ! Pergilah keneraka !”
Belang tak mampu menghindar lagi, saat pukulan pertama, dia masih sempat mengeong
lirih, namun pukulan kedua dan ketiga sudah tak mampu lagi sampai menewaskan
nyawanya.
Setelah memastikan belang telah tewas, suami istri itu lalu bergegas masuk ke dalam
kamar untuk melihat keadaan bayi mereka. Namun alagkah terkejutnya, setelah melihat
kondisi dalam kamar. Darah berceceran dimana-mana. Dan ditengah-tengah ruangan ada
bangkai seeokor ular besar yang penuh luka dibagian kepala. Semantara diatas tempat
tidur, adik bayi masih sangat pulas tertidur, dengan kondisi yang sangat baik, tak kurang
suatu apa.
Agak lama mereka berdua baru menyadari apa yang telah terjadi.
Namun keduanya bagai orang linglung, apalagi setelah mereka benar-benar sadar kalau
belang yang seharusnya mereka elu-elukan karena sudah mempertaruhkan nyawanya

demi menjaga bayi mereka, malah bernasib tragis, tewas ditangan mereka sendiri.
Keduanya menangis tersedu-sedu menyesali apa yang sudah mereka lakukan pada
belang.
Kini sang suami sudah menguburkan belang dengan baik. Tapi tak ada yang dapat
mereka lakukan, selain meminta maaf kepada Sang Pencipta karena mereka telah
berburuk sangka...

Dongeng Anak Islami Kejujuran Dari Seorang Pedagang. Pada zaman Tabiin ada
seorang pedagang perhiasan bernama Yunus bin Ubaid. Pada suatu hari, Yunus bin Ubaid,
menyuruh saudaranya menjaga kedainya karena ia akan mengerjakan sholat. Ketika itu
datanglah seorang Baduy yang hendak membeli perhiasan di toko itu. Maka terjadilah
transaksi jual beli antara orang Baduy itu dengan penjaga toko, saudara Yunus. Dongeng
Anak Islam.
Satu perhiasan permata yang hendak dibeli harganya empat ratus dirham. Sebenarnya
Yunus telah memberitahu saudaranya bahwa perhiasan itu harganya dua ratus dirham.
Perhiasan tersebut akhimya dibeli oleh orang Baduy itu dengan harga empat ratus dirham.
Ditengah jalan, orang Baduy itu bertemu dengan Yunus bin Ubaid. Yunus bin Ubaid
mengenali perhiasan yang dibawa oleh si Baduy itu, dan ia tahu barang itu dibeli dari
tokonya.
"Berapakah harga perhiasan ini kamu beli?" tanya Yunus kepada orang Baduy.

"Empat ratus dirham." jawab orang Baduy.
"Tetapi harga sebenarnya cuma dua ratus dirham. Mari kembali ke toko saya. Agar
dapat kukembalikan uang kelebihannya kepada saudara." kata Yunus lagi.
"Biarlah, tidak perlu. Aku telah merasa senang dan beruntung dengan harga yang empat
ratus dirham itu, sebab di kampungku harga barang ini paling murah lima ratus
dirham." bilang si Baduy.
Tetapi Yunus itu tidak membiarkan orang Baduy itu pergi. Didesaknya lagi agar orang
Baduy itu kembali ke tokonya dan akan dikembalikan kelebihannya. Namun si Baduy itu
tetap tak mau.
"Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah atas perbuatanmu menjual
barang tadi dengan harga dua kali lipat?" Yunus berkata dengan marah kepada
saudaranya ketika orang Baduy itu telah pergi.
"Tetapi dia sendiri yang mau membelinya dengan harga empat ratus dirham."
saudaranya mencoba menjelaskan bahwa dirinya dipihak yang benar.
"Ya, tetapi di atas pundak kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita
seperti memperlakukan diri kita sendiri," kata Yunus lagi
Jika kisah ini dapat dijadikan tauladan bagi pedagang-pedagang kita yang beriman,
amatlah tepat. Karena ini menunjukkan pribadi seorang pedagang yang jujur dan sebuah
amanah dijalan mencari rezeki yang halal. Jika semuanya berjalan dengan aman dan
tenteram karena tidak ada penipuan dalam perdagangan. "Sesungguhnya Allah itu

penetap harga, yang menahan, yang melepas serta memberi rezeki. Dan sesungguhnya
aku harap bertemu Allah di dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntut aku
lantaran menzalimi di jiwa atau diharga." sabda Rasulullah.
- See more at: http://decocoz.blogspot.com/2013/05/dongeng-anak-islami-kejujurandari.html#sthash.PMEv8idR.dpuf

Pada suatu hari ada salah seorang dari empat ulama besar yang sedang bertutur tentang
dirinya, beliau adalah Imam Abu Hanafi. Kemudian beliau mulailah bercerita.
“Ketika saya sedang melaksanakan ibadah Haji kemarin, tampa sadar saya telah
melakukan lima kesalahan. Namun kemudian ada seorang tukang cukur yang selalu
menegur dan mengajari asa” Kata Imam Abu Hanafi. ramalan zodiak terbaru hari ini
Bertahallul adalah salah satu dari rukun ibadah haji. Karena itulah maka Imam Hanafi
datang kepada seorang tukang cukur untuk memotong rambut kepalanya.
“Berapa ongkosnya? Tanya Hanfi.
“Semoga Allah memberimu hidayah. Sebenarnya dalam ibadah haji itu tidaklan menjadi
kewajiban. Silakan and duduk dan berikan sesuatu seiklas hati tuan”. Jawab tukang
cukur.
Lalu dengan perasaan malu dengan membelakangi kiblat. Kembali tukang cukur itu
menegurnya.
“Duduklah dengan menghadap kiblat”, katanya.
Betapa malunya Imam Hanafi mendapat teguran itu, namun setelah beliau sadar bahwa

sebuat kebenaran itu tak pandang dari siapa datangnya dan apapun kedudukannya,
meskipun ia hanya seorang tukang cukur. Kemudian Imam Hanafi menyodorkan bagian
kepala kirinya untuk dipotong rambutnya. Dan tukang cukur itupun menegurnya kembal.
“Putarlah kearah kanan ! Karena yang demikian itu lebih baik”. Katanya. Dengan taat
Imam Abu Hanafi melaksanakan perintahnya. Sang Ulama besar itu tak dapat berkutik
karena sangat malu. Dan beliau hanya duduk terdiam sambil memperhatikan tukang
cukur itu.
“Mengapa tuan hanya diam saja, Bertakbirlah” Kembali si tukang cukur tersebut
menegurnya, sehingga Imam Hanafi pun dibuat malu untuk kesekian kalinya. Namun
beliau tetap melaksanakan tegurannya itu. Usai dipotong rambut kepalanya, Lalu imam
Abu Hanafi berdiri meninggalkannya.
“Mau kemana?”. Tanya tukang cukur itu.
“Akan meneruskan perjalanan”. Jawab Imam Abu Hanafi.
“Sholatlah dua rakaat sebelum tuan meneruskan perjalanan”, Pesan tukang cukur itu.
Maka dipatuhilah perintah tersebut, dengan melaksanakan sholat dua rakaat.
“Tak mungkin seorang tukang cukur bisa?”Tanya Imam Abu Hanafi dalam hati. Dengan
memberanikan diri, akhirnya beliau bertanya kepada tukang cukur itu.
“Dari mana engkau peroleh ilmu tersebut?” tanya Imam Abu Hanafi.
“Ilmu Allah itu saya peroleh dari Atha’ bin Rabbah.” Jawab situkang cukur itu.
“Siapa dia”, Tanya Imam Abu Hanafi tampak penasaran. Kemudian situkang cukur itu

pun menjawab kembali
“Atha’ bin Rabah adalah seorang budak keturan Habsyi, namun ia seorang yang sangat
dihormati karena tingginya ilmunya. Dan ia juga adalah seorang ulama yang hidup pada
abad pertama hijriyah dan berhak menberikan fatwa di Masjid Haram.
Inilah sebuah kebuktian janji Allah terhadap umatnya, Yang diturunkan lewat Al-Qur’an
bahwa Allah akan meninggikan derajat suatu kaum Yaitu karena Ilmunya, Semoga kisah
tukang cukur dan Imam Abu Hanafi itu menjadi pelajaran bagi kita, bahwa kita harus
selalu menghargai setiap orang, karena orang yang mungkin kita anggap hina dihadapan
manusia namun sangat mulia dihadapan Allah S.W.T.