Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan

Menurut fakih 1996 dalam memahami konsep gender maka harus dibedakan pada kata “gender” dengan kata “seks” atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya manusia jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala kala menjing dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, vagina, dan mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada kaum laki-laki dan kaum perempuan selamanya. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak bias dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Gender adalah perbedaan perilaku behavioral differences antara pria dan wanita yang bias berubah dari waktu ke waktu dan bias berbeda dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, maupun dari satu kelas ke kelas lainnya, yang bias disebabkan oleh berbagai hal dan melalui proses yang panjang sebagai akibat dari konstruksi secara social maupun cultural.misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Cirri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan cirri dan sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Universitas Sumatera Utara Gender sebagai perbedaan perempuan dan laki-laki berdasarkan social construction tercermin dalam kehidupan social yang berawal dari keluarga. Perempuan disosialisasikan dan diasuh secara berbeda dengan laki-laki. Ini juga menunjukkan adanya social expection ekspektasi soaial yang berbeda terhadap anak perempuan dengan anak laki-laki Moris, 1989. Sejak dini anak perempuan disosialisasikan bertindak lembut, tidak agresif, halus, tergantung, pasif, dan bukan pengambil keputusan. Sebaliknya laki-laki disosialisasikan agresif, aktif, mandiri, pengambil keputusan dan dominan. Control social terhadap perempuan jauh lebih ketat dibandingkan dengan laki-laki. Kekerasan berbasis gender merupakan tindak kekerasan diakibatkan oleh relasi yang timpang antara perempuan dengan laki-laki dan ditandai dengan relasi yang powerless dan powerful antara keduanya Romany Sihite, 2000:1 Berbagai kekerasan spesifik gender tidak dapat dilepaskan dari konteks nilai-nilai dan pandangan cultural serta ideology patriarkhi yang selalu memposisikan perempuan sebagai objek dan berada di pihak yang tertindas dimana hal tersebut telah memasuki semua struktur kehidupan. Kekerasan terhadap wanita bisa berupa kekerasan fisik yaitu dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku seperti memukul, menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan barang atau senjata. Sedangkan kekerasan ekonomi seperti tidak memberikan uang belanja, dan kekerasan seksual seperti pelecehan seksual dan penyerangan seksual. Dalam konteks ini kekerasan yang dialami oleh caddy golf adalah kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Universitas Sumatera Utara Istilah kekerasan yang digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka atau tertutup, dan baik yang bersifat menyerang atau bertahan, yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh karena itu ada empat jenis kekerasan yang diidentifikasi : 1. Kekerasan Terbuka, yaitu kekerasan yang dapat dilihat secara langsung seperti perkelahian. 2. Kekerasan Tertutup, yaitu kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan secara langsung seperti ancaman. 3. Kekerasan Agresif yaitu kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu tujuan. 4. Kekerasan Defensif yaitu kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri. Dari tinjauan sosiologi tindakan kekerasan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomi, politik, dan social psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat. Tingkah laku atau tindak kekerasan yang in moral dan anti social itu banyak menimbulkan reaksi dan kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat dan jelasnya sangat merugikan umum. Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena social yang tidak pernah berujung dan bertepi, tidak habis dibicarakan dan di diskusikan, fenomena yang selalu hadir dalam dunia realitas dewasa ini dan mungkin akan tetap bertahan dalam realitas di esok hari. Platform For Action and Beijing Declaration menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan berdasarkan gender, termasuk ancaman, pemaksaan atau perampasan hak-hak kebebasan yang terjadi baik di dalam rumah tangga atau Universitas Sumatera Utara keluarga, maupun di dalam masyarakat yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan bagi perempuan baik secara fisik, seksual maupun psikologis United Nations Depertement of Public Relation 1986. Berdasarkan uraian mengenai tindak kekerasan diatas, maka tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu dari banyak pelanggaran terhadap aturan atau norma dalam masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan semakin hari semakin meningkat. Masalah kekerasan pada dasarnya erat kaitannya dengan kekuasaan, dan umumnya tindak kekerasan dilakukan oleh laki-laki. Dominasi pria terhadap wanita menunjukkan adanya kekuasaan pria untuk berbuat sesukanya terhadap wanita. Hal ini juga didukung oleh system kepercayaan gender yang berlaku dalam masyarakat. System gender mengacu pada serangkaian kepercayaan dan pendapat tentang laki-laki dan perempuan, system ini mencakup bagaimana sebenarnya laki-laki dan perempuan itu. Pada umumnya laki-laki dianggap sebagai sosok yang lebih kuat, lebih aktif, mempunyai dominasi, dan otonomi, sebaliknya perempuan di pandang sebagai makhluk yang lemah, suka mengalah dan pasif. Jagger dan Rottenberg 2002 memberikan beberapa penjelasan mengenai penindasan terhadap perempuan yaitu : 1. Secara historis perempuan merupakan kelompok pertama yang tertindas. 2. Penindasan terhadap perempuan terjadi di mana-mana dalam masyarakat. 3. Penindasan perempuan adalah bentuk penindasan yang paling sulit dilenyapkan dan tidak akan bisa dihilangkan melalui perubahan-perubahan social lain, seperti penghapusan kelas masyarakat. Universitas Sumatera Utara 4. Penindasan terhadap perempuan menyebabkan penderitaan yang paling berat bagi korban-korbannya, meskipun penderitaan ini berlangsung tanpa diketahui oleh orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dimana- mana. Kekerasan yang menimpa kaum perempuan dapat terjadi baik dilingkungan domestic maupun dilingkungan publik. Rentannya kaum perempuan yang bekerja sebagai caddy golf terhadap tindak kekerasan ini sangat berpengaruh sehingga menimbulkan rasa ketakutan karena tindak kekerasan yang dialami oleh caddy golf merupakan kekerasan public yang bersifat lebih terbuka dan cepat terekspos keluar karena kekerasan ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak mempunyai hubungan keluarga bahkan korban dari kekerasan tersebut tidak saling mengenal. Kekerasan yang dialami kaum perempuan dalam lingkup public ini banyak terjadi dilingkungan kerja, tempat perbelanjaan bahkan jalan-jalan. Kekerasan public ini dapat berupa kekerasan ringan sampai kekerasan yang bersifat membahayakan bahkan sampai menghilangkan nyawa korban, seperti pemerkosaan, dan pembunuhan terhadap caddy golf. 2.2 Akar Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan Perempuan sering dianalisis dalam hubungannya dengan kedudukan atau juga dengan kekuasaan yang ada dalam masyarakat, yaitu fungsi mereka dalam keluarga. Menurut Auguste Comte, perempuan secara konstitusional bersifat inferior dimana mereka cenderung sedikit memporeh pengakuan kedudukan didalam keluarga maupun dalam masyarakat luas. Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang telah berlangsung lama dari masyarakat yang masih primitive sampai pada masyarakat modern saat ini. Berbagai tindak kekerasan telah dialami oleh perempuan dari waktu-kewaktu banyak faktor-faktor yang Universitas Sumatera Utara melatarbelakangi timbulnya tindak kekerasan terhadap perempuan diantaranya factor budaya, factor sosial, factor ekonomi. 2.2.1 Faktor Budaya Kebudayaan menurut E.B. Taylor dalam bukunya primitive culture merumuskan definisi secara sistematis dan ilmiah, sebagai berikut kebudayaan adalah komplikasi jalinan dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat, kepribadiaan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya patriarkhi telah menjadi unsur utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan. budaya patriarkhi merupakan budaya dominan yang mendominasi kebudayaan nasional, yang memperhatikan pembedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan terutama mengenai kekuasaan. Kekuasaan dominan yang dimiliki oleh laki-laki dianggap merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mutlak. Dimana laki-laki menempati posisi sebagai pemimpin, dan penguasa. Sedangkan perempuan sebagai pekerja yang harus melayani kaum laki-laki. Pola budaya seperti inilah yang secara tidak langsung telah melegalkan kekerasan dan penindasaan terhadap perempuan. Perempuan telah disandera, dipenjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarkhi. Selain itu factor kepribadian juga mengambil bagian terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Seseorang yang memiliki sifat dan kepribadiaan yang keras akan lebih sering melakukan tindak kekerasan. Kepribadian dan sifat yang keras terkadang menjadi cirri khas dari daerah tertentu, dalam hal ini Aristoteles mengatakan bahwa penduduk yang hidup di daerah yang dingin akan cenderung memiliki sifat yang keras, berani dan lainnya, dengan landasan sifat seperti yang diungkapkan oleh Aristoteles diatas maka seseorang yang mempunyai Universitas Sumatera Utara kepribadian seperti itu akan menjadi sosok yang sering melanggar aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat, kepribadian seperti itu juga sering mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan. Nilai tradisi dan adaptasi juga berpengaruh terhadap kekerasan terhadap perempuan. Tradisi merupakan sifat yang tertanam sejak lama, dan adaptasi merupakan suatu kondisi dimana manusia menyesesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, banyak juga para analisis yang mengatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap perempuan terjadi karena tidak mampunya perempuan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, misalnya terjadinya kasus pemerkosaan karena wanita itu memakai pakaian yang tidak sesuai dengan adaptasi yang seharusnya atau kebiasaan di daerah tertentu. Dan unsur yang terakhir yaitu kepercayaan religi juga merupakan penyulut terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dikarenakan adanya prasangka terhadap agama tertentu yang berakibat pada tiang agar masukmbulnya rasa benci terhadap orang atau komunitas dari agama lain, perempuan merupakan salah satu korban dari rasa tersebut, terjadi pemerkosaan hanya sekedar untuk menarik orang agar masuk kedalam agamanya merupakan hal yang sangat picik dan sangat bertentangan dengan moral dan norma masyarakat. 2.2.2 faktor sosial Manusia merupakan makhluk individual sekaligus sebagai makhluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari individu lain, manusia selalu melakukan interaksi dengan individu lain dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan yang lebih luas lagi. Masyarakat diatur oleh norma atau nilai, adat istiadat yang telah di sepakati bersama oleh masyarakat. Kendatipun demikian tidak berarti kehidupan sosial masyarakat akan selalu Universitas Sumatera Utara lancer stabil dan terintegrasi dengan baik dan ternyata banyak sekali celah-celah yang mengakibatkan terjadinya kesemrautan dalam masyarakat. Salah satunya yaitu tindakan kekerasan terhadap perempuan, ini adalah suatu fenomena yang tak kunjung terselesaikan.fenomena ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu factor sosial. Faktor sosial merupakan faktor eksternal munculnya tindak kekerasan, ia disebut sebagai faktor eksternal karena faktor itu berada di luar individu. Diantara faktor tersebut yang pertama yaitu kegagalan dalam interaksi, menurut soerjono soekamto interaksi merupakan cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang perorangan dan kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. Syarat dari interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kegagalan dalam interaksi biasanya dikarenakan adanya kemacetan dalam salah satu unsur pembentuk interaksi. Sebagai contoh karena kesalahan dalam komunikasi maka seorang laki-laki tega melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan, dalam hal ini perlu adanya komunikasi yang efektif sehingga bisa menghasilkan interaksi yang lancar serta menciptakan masyarakat yang tentram. Faktor sosial yang lain yaitu kurang tegasnya pihak yang berwenang dalam mengatasi tindak kekerasan. Hal ini bisa kita lihat dengan rendahnya hukuman para pelaku tindak kekerasan dalam hal apapun termasuk juga kekerasan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi faktor-faktor sosial yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan. 2.2.3 faktor ekonomi Status ekonomi merupakan pandangan mengenai kehormatan atau pristise seseorang dapat diberikan oleh keluarga, aktivitas pekerjaan, dan pola konsumsi. Aristoteles seorang ahli filsafat yunani kuno pernah menyatakan bahwa didalam setiap masyarakat selalu terdapat tiga Universitas Sumatera Utara unsur, yaitu mereka yang sangat kaya, mereka yang melarat, dan mereka yang berada ditengah- tengahnya. Konsep ini menunjukkan bahwa masyarakat pada saat itu sudah mengakui adanya lapisan-lapisan dalam masyarakat atau yang sering disebut dengan strata sosial. Menurut para sosiolog, system yang berupa lapisan-lapisan sosial itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Dalam bidang ekonomi yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan biasanya dilakukan oleh lapisan sosial yang rendah, dimana mereka melakukan tindakan itu berdalihkan pada kebutuhan ekonomi yang mendesak mereka untuk melakukan perbuatan kekerasan terhadap perempuan, besar atau tidaknya alasan yang diungkapkan oleh sebagian besar pelaku kejahatan itu menandakan bahwa peran serta system perekonomian juga terlibat dalam fenomena sosial tindak kekerasan terhadap perempuan, hal ini bisa menjadi landasan paradigm bahwa pemerataan pembangunan dalam bidang ekonomi akan bisa mengurangi fenomena sosial yang merugikan masyarakat tertentu. Tindak kekerasan terhadap perempuan tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dari lapisan bawah tetapi banyak juga kasus yang terjadi tindakan tersebut dilakukan oleh individu dari kalangan atas, fenomena seperti ini memperlihatkan adanya pola ketergantungan ekonomi, sebagai contoh yang mendukung pendapat ini yaitu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap perempuan sebagai pembantu rumah tangga tidak menjadi rahasia lagi bahwa kedudukan sosial ekonomi telah melahirkan penindasan terhadap perempuan dari lapisan rendah, ketergantungan yang terjadi disini yaitu dimana kedudukan pembantu sebagai pelayan yang mendapat upah dari majikan tetapi yang terjadi kekuasaan ekonomi atau kekayaan telah membuat orang bertindak arogan dan seenaknya sendiri tanpa memandang moral dan norma yang ada dalam masyarakat Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring informan dari kondisi sewajarnya. Dalam kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan suatu pemecahan masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Secara umum studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam dan mendetail Faisal, 1999:22. Tujuan studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan serta interaksi lingkungan suatu unit social. Sebagai studi kasus, kesimpulan yang dihasilkan oleh peneliti pada dasarnya hanya berlaku secara terbatas pada komunitas yang diteliti Sumadi, 1982 .

3.2 Lokasi Penelitian