TINGKAH LAKU CUMI-CUMI DALAM PELEKATAN TELUR PADA ATRAKTOR TALI DI PERAIRAN PULAU PUTE ANGIN KABUPATEN BARRU

TINGKAH LAKU CUMI-CUMI
DALAM PELEKATAN TELUR PADA ATRAKTOR TALI
DI PERAIRAN PULAU PUTE ANGIN KABUPATEN BARRU
SQUID BEHAVIOUR IN
EGGS STICKING ON ROPE ATTRACTOR IN
“PUTE ANGIN ISLAND” WATERS BARRU

Muhammad Aras 1, Najamuddin 2, M. Abduh Ibnu Hajar 2
1

2

Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Program Studi Pemamfaatan Sumberdaya Perairan Universitas Hasanuddin Makassar

Alamat Koresponden :
Muhammad Aras
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep KM 83 Mandalle Pangkep
Sulawesi Selatan, 90655
Hp. : 085299324876
Email: Muhemmedaras@gmail.com


ABSTRAK

Cumi-cumi merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai ekonomis penting. Ketersedian cumicumi saat ini hanya mengandalkan penangkapan dari alam dengan stok terbatas. Penelitian ini bertujuan
mengungkap dan mendeskripsikan fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam melekatkan telur pada atraktor tali
berdasarkan durasi waktu dan frekuensi serta jumlah koloni telur yang dilekatkan. Desain penelitian adalah
analisis deskriptif kualitatif (studi kasus) dengan eksprimental fishing dan pengamatan langsung kelapangan
terhadap tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor tali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
atraktor tali, mampu mempengaruhi cumi-cumi untuk melekatkan telurnya. Pelekatan telur pertama kali pada
hari yang ke 35 dan terakhir pada hari yang ke 60 sebanyak 16 koloni dengan jumlah polong telur 566 atau 1698
kapsul telur. Cumi-cumi didalam melekatkan telur pada atraktor tali, dilakukan sekaligus dengan interval waktu
10-30 detik selama kurang lebih 15 menit dengan frekuensi rata-rata 3-4 hari dan dilakukan pada pagi hari
antara jam 06.00-07.00 dengan beberapa pasangan. Untuk menjaga stok cumi-cumi, perlu memperbanyak
pemasangan atraktor pada suatu kawasan tertentu dengan memperhatikan aspek ramah lingkungan.
Kata Kunci : Tingkahlaku cumi-cumi, Telur, Atraktor Tali

ABSTRACT
The squid is one of the marine biological resources which has important economic value. Availability of squid
currently rely on fishing of nature with limited stock. This study aims to uncover and describe the phenomenon
of the squid behavior in the egg attaching on ropes attractor based on the duration, frequency and number of

eggs attached colonies. Research design is a qualitative descriptive analysis (case study) with eksprimental
fishing and direct observation of squid behavior in the eggs sticking on the attractor strap attachment. The
results showed that the attractor rope, capable of affecting the squid to stick the egg. The first sticking process
of the eggs is on 35th day and the last is on 60th day is about 16 colonies by amount of 566 eggs pod or 1698
eggs capsules. The sticking eggs of squid on the attractor rope is done once with the internal time 10-30 second
for about 15 minutes with average frequency 3-4 days in the morning at six to seven o’clock with a few couples
we need to increase the installation of attractors in a certain region by focusing on environmentally friendly.
Keywords: Squid behavior, eggs, Ropes Attractor

PENDAHULUAN
Cumi-cumi merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai ekonomis
penting. Ketersedian cumi-cumi sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi saat ini hanya
mengandalkan penangkapan dari alam, sedangkan alam mempunyai keterbatasan daya
dukung akibat adanya tekanan penangkapan yang tak terkendali. Salah satu upaya menjaga
ketersediaan cumi-cumi adalah menyiapkan atraktor atau rumpon tempat memijah pada
waktu tertentu sekaligus sebagai fishing ground.
Atraktor cumi-cumi adalah suatu teknologi tepat guna yang dapat dikembangkan
untuk

meningkatkan dan mempertahankan sumberdaya cumi-cumi dan tidak merusak


lingkungan serta berkelanjutan pada suatu perairan. Fungsi dari atraktor cumi-cumi tersebut
sebagai tempat melekatkan telurnya sampai akhirnya telur-telur tersebut menetas. Tingkat
keberhasil atraktor dalam menetaskan telur adalah 85% (Baskoro dkk, 2007). Hingga saat
ini penggunaan atraktor untuk menarik cumi-cumi melekatkan telurnya belum banyak
dilakukan. Penelitian sebelumnya menunjukkan uji coba pemasangan atraktor cumi-cumi
menemukan telur cumi-cumi pada kedalam 5 dan 7 meter di Pulau Pute Anging Kabupaten
Barru (Aras, 2008).
Di alam, cumi-cumi biasanya menempelkan telurnya pada berbagai media/substrat
pada saat melekatkan telurnya, namun belum diketahui/dipahami struktur/jenis media yang
bagaimana yang lebih disukai dan terbatasnya informasi dalam mengungkap fenomena ini,
disamping itu fenomena perilaku cumi-cumi dalam melekatkan telurnya belum banyak
diungkap secara detail, baik terhadap durasi waktu pelekatan maupun banyaknya koloni telur
yang

dilekatkan.

Tujuan

dan


kegunaan

dari

pada

penelitian

ini

adalah

mengungkap/mendeskripsikan fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam melekatkan telurnya
pada atraktor berdasarkan durasi waktu dan frekuensi pelekatan telur serta jumlah koloni telur
yang dilekatkan dan merekomendasikan desain atraktor cumi-cumi yang efektif kepada para
nelayan dan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya cumi-cumi berkelanjutan serta
pentingnya menciptakan daerah pemijahan cumi-cumi yang potensial dan berkelanjutan di
daerah pantai yang berkontribusi sebagai fishing ground cumi-cumi yang optimal.


BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perairan Pulau Pute Anging Kabupaten Barru Sulawesi
Selatan. Pulau ini dikelilingi batu karang dan sedikit padang lamun mulai dari Selatan ke

Utara melalui Barat, sedangkan pada bagian Timur sedikit ke arah Selatan dan ke Utara
berpasir campur karang pasir. Pemilihan lokasi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
yang sesuai untuk pemasangan atraktor cumi-cumi. Kedudukan atraktor di dasar perairan
harus stabil walaupun

terjadi pergerakan arus yang kuat.

Persyaratan

untuk lokasi

penanaman atraktor adalah dasar perairan berpasir atau pasir karang, kondisi air jernih
sampai kedalam 4-5 meter, (kedalaman 3-7 meter dengan topografi dasar laut agak landai,
(Baskoro dkk, 2011), dekat dengan terumbu karang dan padang lamun, kecepatan arus pada
daerah tersebut tidak lebih dari 0,5 knot (Baskoro dkk, 2011) dan sering ditemukan cumicumi bertelur pada lokasi tersebut. Daerah penangkapan cumi-cumi yang potensial pada

bagian Utara dan Selatan Barat Daya. Waktu penangkapan cumi-cumi dilakukan nelayan
pada pagi dan sore hari dengan menggunakan pancing ulur. Jenis cumi-cumi yang tertangkap
adalah cumi-cumi yang berkulit tebal (Sepioteuthis lessoniana). Lokasi penelitian berada
pada titik koordinat 04° 29' 13" Lintang Selatan dan 119° 34' 23" Bujur Timur.
Desain dan Kontruksi Atraktor.
Desain atraktor yang dibuat adalah atraktor berbentuk kotak dengan sistem pelampung
dan pemberat dari bahan tali polyetheline (PE) dan pipa pralon (PVC) yang dirangkai. Daya
tahan material yang baik terhadap air laut dan tersedia banyak di pasaran dengan harga yang
terjangkau, disamping itu pengangkutan alat yang mudah karena dapat dilipat dan dibongkar
pasang serta teknik pembuatan alat yang relatif gampang (150 menit per unit atraktor).
Atraktor terbentuk dengan baik setelah ditanam dalam air. Atraktor terdiri dari pelampung,
bingkai atraktor (frame rope), penutup atraktor, material pelekatan telur, tali-temali dan
pemberat.
Setting Atraktor
Pemasangan atraktor dalam perairan pada kedalaman 3 - 4 meter, tiap atraktor saling
terikat dengan lainnya. Jarak setiap atraktor adalah 1 meter agar cumi-cumi bebas memilih
atraktor yang mana yang ia sukai/pilih untuk melekatkan telurnya. Peletakan/penanaman
atraktor dalam air dilakukan dengan menyelam untuk memposisikan atraktor sesuai dengan
keinginan peneliti, Gambar 1.
Metode pengumpulan data

Metode yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif (studi kasus) dengan
melakukan eksprimental fishing (mengoperasikan atraktor) dan pengamatan langsung
kelapangan terhadap tingkah laku cumi-cumi pada saat pemijahan. Pengumpulan data
dilakukan dengan observasi, dokumentasi dan wawancara dengan nelayan cumi-cumi.

Pengambilan data telur dilakukan dengan menyelam dan menaikkan atraktor dibawah
permukaan air kemudian melakukan pengamatan langsung dengan menggunakan masker
selam, senter, mengambilan foto/gambar bergerak jika diperlukan sedangkan pengamatan
tingkah laku cumi-cumi pada saat akan memijah dilakukan dipermukaan air dengan masker
selam dan senter kedap air. Telur-telur yang dilekatkan pada substrat kemudian dicatat
jumlahnya, posisi tempat dilekatkan, waktu pelekatan, frekuensi pelekatan, durasi pelekatan,
dan tingkah laku cumi-cumi pada saat akan melekatkan telurnya pada substrat. Informasi
tingkah laku cumi-cumi di daerah pemijahan juga didapat dari beberapa nelayan cumi-cumi.
Semua data yang terkumpul kemudian ditabulasi selanjutnya diadakan analisis data. Waktu
Pengumpulan data dilakukan pada pagi dan sore hari yaitu pada pukul 06.00 – 07.00 dan
17.00 – 18.00.
Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil observasi, dokumentasi dan wawancara kemudian
dianalisis secara induktif, sehingga dapat diberikan gambaran atau kesimpulan akhir yang
tepat mengenai hal-hal yang sebenarnya terjadi. Fakta-fakta empiris yang ditemukan

kemudian dicocokkan dengan landasan teori yang ada.

HASIL
Deskripsi Atraktor
Dimensi atraktor yang dibuat adalah ukuran 100 x 100 x 40 cm berbentuk kotak dari
bahan tali temali dan pipa pralon. Bagian-bagian sebuah atraktor adalah sebagai berikut :
Pelampung, Pelampung terdiri dari 2 jenis yaitu pelampung tanda yang berfungsi sebagai
tanda dimana atraktor ditanam dan pelampung atraktor cumi-cumi yang terbuat dari bahan
sterofoam yang dipadatkan, berfungsi mengangkat atraktor ke atas ; frame Rope, frame rope
dibuat dari bahan tali PE (polyetheline) berdiameter 12 mm, 10 mm dan 8 mm yang berfungsi
sebagai bingkai atraktor yang berbentuk kotak yang mempunyai 6 sisi dengan ukuran 40 x
100 x 100 cm. Sisi-sisi vertikal (tiang) menggunakan tali PE yang lebih besar yaitu 12 mm,
karena akan menahan gaya tarik antara pelampung dan pemberat, sedangkan sisi-sisi
horizontalnya menggunakan tali PE yang lebih kecil yaitu 10 mm dan 8mm karena hanya
sebagai pemberi bentuk. Pada frame rope yang di sisi atas dipergunakan pipa pralon
berdiameter 1 inch yang dibuat kedap air sedangkan pada frame rope sisi bawah
dipergunakan pipa pralon ½ inch yang tidak kedap air melainkan tali frame rope sisi bawah

dimasukkan kedalam lubang pipa ; penutup dan rangka penutup atraktor, penutup atraktor
cumi-cumi berfungsi sebagai penghalang sinar matahari langsung agar suasana dalam

atraktor menjadi remang-remang. Penutup atraktor dari bahan karet berwarna hitam, tahan
terhadap air. Material ini biasanya dipergunakan untuk pelapis atap genteng rumah. Ukuran
penutup adalah 110 x 110 cm dan dipasang pada rangka penutup dari pipa pralon/PVC.
Rangka ini berfungsinya sebagai penguat, sebagai pembuka atraktor secara horizontal,
pelampung bantu dan tempat menggantungkan substrat pelekatan telur.

Rangka penutup

dibuat kedap air dengan beberapa batang pipa pralon dan sambungan siku (L) dan T. Dibuat
dengan bentuk persegi panjang dengan ukuran 100 x 100 cm ; pemberat, pemberat berfungsi
menenggelamkan atraktor sehingga terbentuk dengan baik. Pemberat terbuat dari bahan
semen cor bertulang dengan berat antara 3000-4000 gram sebanyak 4 buah. Pemberat diikat
pada sambungan mata yang tersedia pada frame rope ; media pelekatan telur (Substrat),
substrat merupakan material tempat cumi-cumi melekatkan telur dalam atraktor cumi-cumi.
Substrat yang dipergunakan adalah tali berdiameter 10 mm dengan panjang 35 cm sebanyak
32 lembar per atraktor ; tali jangkar/tali pelampung/tali penghubung antar atraktor, atraktor
dapat disambung satu dengan yang lainnya dengan menggunakan tali penghubung. Berfungsi
juga sebagai tali jangkar atau tali pelampung tanda. Jenis tali yang dipergunakan adalah Tali
PE berdiameter 10 mm ; jangkar, jenis jangkar yang digunakan adalah jangkar pasir/lumpur
yang berat 10 kg. Berfungsi untuk menahan atraktor agar tetap diposisinya jika terjadi arus

yang kuat.
Prosedur Pembuatan Atraktor sebagai berikut : Mula-mula yang harus dibuat adalah
frame rope atraktor (tiang utama) yang kedua ujungnya bersimpul mata, simpul mata dibuat
dengan melipat ujung tali sesuai ukuran simpul yang diinginkan (ukuran simpul mata 5 cm),
kemudian dililit dengan tali (monofilament), sebelum menyelesaikan simpul mata yang
kedua, frame rope ini dimasukkan kedalam lubang pelampung atraktor, kemudian perakitan
frame rope atas dan mengikatnya pada tiang utama tepat dileher sambungan mata, frame rope
bawah diikatkan di tiang utama dibagian bawah, pemasangan penutup atraktor diikatkan
pada frame rope bagian atas, tali penggantung atraktor diikat secara diagonal pada
sambungan mata pada frame rope di bagian atas, selanjutnya digantung untuk memudahkan
pemasangan media pelekatan telur dan pemberat, pemasangan tali-temali (tali pelampung
tanda, tali jangkar, tali penghubung) sesuai kebutuhan. Selanjutnya atraktor siap untuk
dioperasikan. Bagian-bagian atraktor cumi-cumi dapat dilihat pada Gambar 2.

Tingkah Laku Cumi-cumi Pra Pelekatan Telur
Cumi-cumi sebelum melekatkan telurnya di atraktor (tempat yang baru) terlebih
dahulu mengadakan survey lokasi, belum ditemukan data detail
datang kembali melekatkan telurnya setelah

berapa hari cumi-cumi


melakukan survey lokasi. Informasi yang

didapatkan dari penelitian ini mengatakan 3 - 14 hari (n = 3) setelah survey lokasi baru.
Cumi-cumi didalam melakukan survey dilakukan secara berkelompok (lebih dari 1
pasang). Pada penelitian ini ditemukan sampai 4 pasang cumi-cumi. Kedatangan cumi-cumi
yang kedua kalinya langsung menuju atraktor cumi-cumi searah arah arus laut, ada juga yang
berputar 90 derajat dan 360 derajat, Kemudian berhenti sejenak, lalu cumi-cumi betina
diiringi cumi-cumi jantan bergerak maju memeriksa media/benda dimana telurnya akan
ditempelkan, kemudian mundur lagi selang beberapa detik kemudian maju lagi untuk
melekatkan telurnya yang diiringi cumi-cumi jantan yang selalu mendampinginya. Keadaan
ini berlangsung selama 15 menit kemudian cumi-cumi tersebut pergi meninggalkan atraktor.
Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
Jumlah dan Waktu Pelekatan Telur
Tabel 1 memperlihatkan jumlah koloni dan waktu pelekatan telur, cumi-cumi
melekatkan telur pertama kali di dalam atraktor dihari ke 35 sampai hari ke 60 setelah
penanaman atraktor yaitu pada bulan Nopember – Desember, masing-masing berjumlah 2, 4,
6, 1 dan 3 koloni dengan total jumlah 1698 kapsul telur.
Frekuensi dan Durasi/Periode Waktu Pelekatan Telur
Frekuensi pelekatan

telur dalam atraktor cumi-cumi pada penelitian ini belum

ditemukan data yang pasti, akan tetapi data penelitian mengatakan tiap 1 - 12 hari. Rataan
frekuensi setiap kali pelekatan telur yang terjadi di dalam atraktor cumi-cumi adalah 6,25
hari n = 4, sedangkan rataan frekuensi setiap kali pelekatan telur di dalam dan diluar
atraktor adalah 4 hari, modus adalah 3 hari dimana n = 7. Pelekatan telur pada substrat,
cumi-cumi melakukannya berulang-ulang kali dengan interval waktu 10 – 30 detik selama
kurang lebih 15 menit (n = 3).
Periode waktu pelekatan telur diperkirakan pada subuh hari menjelang pagi antara
pukul 06.00 – 07.00 dimana n = 3.

Pada waktu tersebut sering ditemukan beberapa

pasangan cumi-cumi berada dekat dengan atraktor cumi-cumi, ditemukan sampai empat
pasangan sedangkan pada sore hari tidak ditemukan

pasangan

cumi-cumi.

Pada sore

hari cumi-cumi cenderung berada pada daerah terumbu karang sebelah Utara lokasi

penelitian yang merupakan daerah aktivitas penangkapan cumi-cumi. Distribusi dan aktivitas
cumi-cumi didaerah pemijahan dapat dilihat pada gambar 4.
Posisi Pelekatan Telur pada Substrat
Posisi pelekatan telur cumi-cumi pada substrat tali yaitu diletakkan tergantung pada
bagian atas substrat dibawah penutup atraktor pada posisi agak ke dalam. Sebanyak 13 helai
susbtrat yang dipilih (46,6%) dari 32 substrat yang ada dalam atraktor dan tidak merata pada
setiap susbtrat.
Penetasan Telur Cumi-cumi
Kapsul telur yang diambil dari atraktor cumi-cumi telah berumur 14 hari dengan
panjang polong 64 mm berdiameter 13 mm. Panjang kapsul telur 22 mm. Telur menetas
dihari yang ke 28. Panjang rata-rata larva cumi-cumi berumur nol hari adalah 7,7 mm (n =7)
dan yang berumur 1 hari adalah 9,7 mm (diukur dari luar tabung) n = 3. Telur yang telah
menetas tampak berlubang dan mengempes. Larva cumi-cumi yang menetas hanya sempat
hidup 1 – 72 jam saja.

PEMBAHASAN
Atraktor cumi-cumi merupakan teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk
menarik cumi-cumi melekatkan telur dalam atraktor. Desain ini mampu mempengaruhi cumicumi dalam meletakkan telurnya di dalam atraktor cumi-cumi. Material tali dan pipa PVC
yang dipergunakan mempunyai daya tahan yang baik terhadap air laut, ramah lingkungan dan
mudah didapatkan dipasaran dengan harga yang murah sehingga dapat direkomendasikan
kepada para nelayan dan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya cumi-cumi
berkelanjutan. Material atraktor cumi-cumi lainnya dapat dibuat dari bahan-bahan bekas
seperti dari bahan bambu (Tallo 2006), besi harmonika dan ban mobil bekas (Baskoro dkk,
2008) atraktor yang dioperasikan di Pulau Bangka Belitung dari bahan drum bekas dan kayu.
Jumlah koloni dan waktu bertelur cumi-cumi pada setiap pemijahan berbeda-beda.
Menurut Pongsapan et al. (1995) dan Danakusumah et al. (1995) dalam (Tallo 2006),
masing-masing mengatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan dalam sekali memijah
berkisar 78 - 408 polong telur dengan jumlah kapsul telur sebanyak 194 sampai 1350 butir
dan jumlah polong telur cumi-cumi berkisar 380 - 551 dengan jumlah kapsul telur 700 2241 butir,

setiap polong berisi 1 sampai 6 kapsul telur. Di Tanzania, Mhitu, et.al. (1995),

menemukan 180 - 1180 kapsul telur dengan rata-rata 680 kapsul telur per individu dan di

Australia Jantzen,et.al.2003, menemukan 218 - 1922 kapsul telur dengan rata-rata 893,9
kapsul telur. Penelitian diperairan Pulau Bangka, setiap atraktor cumi-cumi rata-rata berisi
234 polong telur (820 kapsul telur). Tingkat fekunditas cumi-cumi tergantung kepada bobot
tubuh dan panjang mantelnya, Syarifuddin (2002). Kemudian Tallo (2006), menemukan telur
pada atraktor di minggu ke 2 setelah diturunkan pada bulan Agustus - September. Aras
(2008), menemukan telur cumi-cumi di atraktor pada minggu ke 4 bulan Agustus pada
kedalaman

5 - 7 meter. Di perairan Pulau Bangka, cumi-cumi melekatkan telurnya di

atraktor pada bulan Oktober - Desember pada kedalaman 3 - 7 meter . Selanjutnya, Hatfield
dkk (2002),

mengemukakan bahwa cumi-cumi bertelur sepanjang tahun dengan musim

puncak yang bervariasi sesuai dengan geografis daerah tersebut.
Substrat pelekatan telur (substrat tali) yang ditempati cumi-cumi melekatkan telur di
atraktor disebabkan karena kebiasaan cumi-cumi pada saat akan melekatkan telurnya yaitu
berdasarkan penglihatan dan rabaan sang induk pada susbtrat. Substrat yang paling disukai
cumi-cumi adalah substrat yang berbentuk batangan atau tangkai ranting kayu dan substrat
yang berbentuk pita, substrat tali yang terpasang di atraktor meyerupai batangan dan
kelihatan seperti tangkai ranting karena saling bertaut sehingga substrat ini dipilih oleh cumicumi untuk melekatkankan telurnya. Tulak (2000), mengemukakan bahwa substrat yang
disukai cumi-cumi adalah sponge, bubu bambu, tali jangkar kapal, keramba jaring apung,
kerangka besi, jaring nelayan, akan tetapi yang paling disukainya adalah yang menyerupai
pita dan batang/ranting, bahan substrat tidak menjadi objek perhatian cumi-cumi, melainkan
bentuk dan letak substrat. Letak substrat yang disukai cumi-cumi pada daerah yang agak
remang-remang dan tersembunyi. Tallo (2006) dan Aras (2008) menemukan cumi-cumi
melekatkan

telurnya pada atraktor cumi-cumi yang bersubstrat tali. Baskoro dkk (2011),

membuat atraktor cumi-cumi dengan substrat pelekatan telur dari bahan tali rami.
Atraktor cumi-cumi yang dioperasikan di Pulau Bangka, menggunakan substrat dari tali dan
berhasil dengan baik.
Telur cumi-cumi sirip besar berbentuk seperti kacang polong, berwarna putih dan
transparan berlapis agar-agar yang melindungi telur. Satu koloni telur yang telah ditempelkan
pada substrat kelihatan seperti satu tandang buah anggur. Menurut MacGinitie dan Nettie
(1949) dalam Tulak (2000), menyatakan bahwa kapsul-kapsul tersebut pada saat dikeluarkan
berukuran kecil dan kemudian mengembang 2-3 kali ukuran awalnya dengan menyerap air
dan memberi rongga pada setiap telur. Koloni telur cumi-cumi yang dilekatkan pada substrat
tali mempunyai kekuatan lengket yang kuat. Selanjutnya Syarifuddin (2002), menjelaskan

bahwa setelah telur-telur cumi-cumi dibuahi akan dikeluarkan satu per satu dalam kapsulkapsul gelatin. Zat gelatin adalah zat yang melindungi telur dan tidak disukai oleh ikan. Lebih
lanjut Hanlon,et.al. (2004), mengatakan bahwa aktivitas pelekatkan telur cumi-cumi pada
susbtrat terjadi pada siang hari dan tidak menemukan pada malam hari. Hal senada yang
ditemukan oleh Tallo (2006), bahwa

telur

cumi-cumi melekat di atraktor cumi-

cumi pada periode pengangkatan atraktor pada waktu menjelang pagi.
Masa inkubasi telur cumi-cumi bervariasi, bergantung kepada suhu dan salinitas
perairan. Choe, (1996) mengatakan bahwa kapsul telur menetas selama 3 minggu tergantung
pada suhu, masa inkubasi antara 15 – 22 hari. Tallo (2006), mendapatkan telur cumi-cumi
yang di inkubasi dan menetas di hari yang ke 28 – 30. Kapsul telur yang telah menetas
tampak berlubang dan mengempes. Telur cumi yang menetas bersifat planktonik dengan
panjang keseluruhan termasuk tentakel adalah

4,5 - 6,5mm.

Syarifuddin (2002),

memperoleh panjang rata-rata larva cumi-cumi adalah 5,3 - 6,2 mm dan Segawa (1987),
panjang larva cumi-cumi 5 - 7 mm dalam Syarifuddin (2002). Adanya perbedaan panjang
larva cumi-cumi kemungkinan besar disebabkan oleh cara pengukuran panjang larva yang
tidak tepat yaitu larva hanya diukur dari luar tabung pengamatan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Cumi-cumi didalam melekatkan telur pada atraktor tali dilakukan antara pukul 06.0007.00 pagi dengan interval waktu 10-30 detik selama kurang lebih 15 menit pada frekuensi
rata-rata 3-4 hari dengan beberapa pasangan. Perlu penelitian lanjutan tentang tingkah laku
cumi-cumi setelah melakukan pemijahan untuk kegiatan komersil dan untuk memperbanyak
stok cumi-cumi pada suatu kawasan perlu diperbanyak pemasangan atraktor di kawasan
tertentu dengan memperhatikan aspek ramah lingkungan

DAFTAR PUSTAKA
Aras, M. (2008). Uji Coba Pemasangan Atraktor Cumi-Cumi di Perairan Pulau Pute Anging
Kabupaten Barru. Lutjanus : Bulletin Politeknik Pertanian Bidang Perikanan No 14.
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Baskoro, M.S, dan Mustaruddin. (2007). Atraktor Cumi-Cumi: Teknologi Potensial dan
Tepat Guna untuk Pengembangan Kawasan Pantai Terpadu (Squids Attractors:
Potential and Appropriate Technology for Integrated coastal Development) Prosiding
Perikanan Tangkap. (IPB-IRC: Atraktor Cumi-Cumi : Teknologi Potensial dan Tepat
Guna ...)
Baskoro,
M,S.
(2008).
Atraktor
Rangsang
Cumi-Cumi Bertelur
.
(http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/01/atraktor-rangsang-cumi-cumi-bertelur/
Baskoro.M,S., Purwangka,F., Suherman,S. (2011). Atraktor Cumi-Cumi. ISBN : 978-97 9097-159-2 Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Choe, S. 1996. On the Egg, Rearing, Habits, of the Fry, and Growth of Some Cehpalopoda.
Bulletin of Marine Science, 16: 330-348.
Danakusumah, E., A. Mansur dan S. Martinus (1995). Studi Mengenai Aspek-aspek
Biologi dan Budidaya Cumi-cumi Sepioteuthis lessoniana LESSON . I Musim
Pemijahan. Prosiding. Seminar Kelautan Nasional 15-16 November 1995. Jakarta :
BPPT. 17 hal
Hanlon. R. T., Kangas.N., and Forsythe. J.W. (2004). Egg-capsule deposition and how
behavioral interactions influence spawning rate in the squid Loligo opalescens in
Monterey Bay, California. Marine Biology (2004) 145: 923–930 DOI 10.1007/s00227004-1383-x
Hatfield, E.M.C. and S.X. Cadrin. 2002. Geographic and temporal patterns in Loligo pealei
size and maturity off the Northeastern United States. Fishery Bulletin 100: 200-213.
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Penelitian%20Rumpon%20Cumi%20Berhasil
%20di%20Perairan%20Tuing,%20Pulau%20Bangka&&nomorurut_artikel=599. Di
download pada tanggal 14 Maret (2013).
Jantzen TM, Havenhand JN (2003b). Reproductive behaviour in the squid Sepioteuthis
australis from South Australia: interactions on the spawning grounds. Biological
Bulletin 204: 305-317.
Mhitu,H.A., Mgaya,Y.D., and Ngoile,M.A.K.,1995. Growth and reproduction of the big fin
squid, Sepioteuthis lessoniana, in the coastal waters of Zanzibar
Syarifuddin, O.A. (2002). Biologi Reproduksi Cumi-cumi (Sepioteuthis Lessoniana LESSON,
1883). Institut Pertanian Bogor.
Tallo I. 2006. Perbedaan Jenis dan Kedalaman Pemasangan Atraktor Terhadap Penempelan
Telur Cumi-cumi. (Tesis) Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor
Tulak, D.C. (2000). Pengamatan Substrat Penempelan Telur Cumi-cumi Sirip Besar
(Sepioteuthis lessoniana, LESSON) di Habitat Pemijahan Perairan Teluk Banten
(Skripsi). Bogor : Fukultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Tabel 1. Waktu Pelekatan dan Jumlah Koloni Telur Pada Media Pelekatan Telur
Tgl/bulan/Thn
18 Okt 12
22 Nop 12
29 Nop 12
30 Nop 12
5 Des 12
17 Des 12

Trip

Hari ke
(P/S)*

Jum.Koloni Pd
media Pelekatan

Jum.Polong

Jum.Kapsul

Setting atraktor
11
12
17
18
19
20
21
22
27

35 p
35 s
42 p
42 s
43 p
43 s
48 p
48 s
60 p

2
4

118
4

354
12

6
1
3

254
35
155

762
105
465

28

60 s

-

-

-

16

566

1698

Jumlah
*P : Pagi S : Sore

Gambar 1. Ilustrasi Pemasangan Atraktor dalam Perairan

Gambar 2. Bagian-bagian Atraktor Cumi-cumi

A

B

Keterangan Gamba
bar :
A – A’ : Pergerakan
kan cumi-cumi jantan (maju mundur) pada
a sa
saat
mendampin
pingi cumi-cumi betina penempelkan telurn
rnya
B – B’ : Pergerakan
kan cumi-cumi betina (maju mundur) pada
a sa
saat penempelan
telur
Gambar 3.

Tingkah
gkah Laku Cumi-cumi Sebelum Penempelan
an T
Telur (A),
Tingkah
gkah Laku Cumi-cumi pada Saat akan Menem
empelkan
Telurnya
rnya (B)

Gambar 4.

Distribusi dan Aktivitas Cumi-cumi di Daerah Pemijahan