KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU
i
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU
MUHAMMAD ARAS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
TESIS
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu Perikanan
Disusun dan diajukan oleh
MUHAMMAD ARAS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
TESIS
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU
Disusun dan diajukan oleh
MUHAMMAD ARAS
Nomor Pokok P3300209020
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada Tanggal 23 Juli 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasihat,
Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc
Ketua
Dr.M.Abduh Ibnu Hajar, S.Pi.,M.P
Anggota
Ketua Program Studi
Ilmu Perikanan,
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
Prof. Dr. Ir. H. Achmar Mallawa, DEA
Prof. Dr. Ir. Mursalim
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
Nomor mahasiswa
Program studi
:
:
:
Muhammad Aras
P3300209020
Ilmu Perikanan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
Tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar,
Yang menyatakan,
Muhammad Aras
Mei 2013
v
PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita masih sempat
untuk berpikir, berinspirasi dan kesempatan untuk terus berekspresi, serta
slawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW atas syafaatnya dan para
sahabat serta pegikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyusunan tesis ini, Penulis banyak mendapat dukungan dan
arahan dari berbagai pihak, keluarga dan handaitaulan, sahabat dan temanteman mahasiswa Pasca Sarjana 2009. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis hanya bisa berucap terima kasih tak terhingga.
Dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Najamuddin,M.Sc selaku pembimbing utama dan
Dr. M. Abduh Ibnu Hajar, S.Pi., MP. selaku pembimbing anggota, atas
bimbingan dan arahannya sejak awal hingga selesainya Tesis ini.
2. Bapak Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, para
Asisten Direktur, dan seluruh staf kepegawaian yang telah memberikan
fasilitas dan banyak membantu Penulis selama kuliah maupun penelitian.
vi
3. Seluruh
staf
Pascasarjana
pengajar Program
Universitas
Studi
Hasanuddin
Ilmu
Perikanan
atas
ilmu,
Program
didikan
dan
bimbingannya selama Penulis menimba ilmu di Pascasarjana UNHAS.
4. Prof. Dr. Ir, Achmar Mallawa, DEA.,
Prof. Dr. Ir. Sudirman, MP. dan
Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si. atas bimbingan dan masukannya sebagai tim
penguji dalam pembuatan tesis ini.
5. Semua pihak yang telah turut membantu, namun tidak mungkin dapat
Penulis sebutkan namanya satu per satu.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih belum sempurna, untuk itu
penulis
masih
mengharapkan
saran
dan
kritik
untuk
lebih
menyempurnakannya. Semoga Tesis ini dapat berguna bagi kita semua.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah kami menghaturkan sembah sujud
sebagai rasa terima kasih.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Februari 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
MUHAMMAD ARAS. Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi
terhadap
Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang Berbeda di
Pulau Pute Anging Kabupaten. Barru (dibimbing oleh Najamuddin dan
M. Abduh Ibnu Hajar).
Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan
fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor
berdasarkan durasi waktu, dan frekuensi serta jumlah koloni telur yang
dilekatkan.
Desain penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif (studi kasus)
dengan eksprimental fishing dan pengamatan langsung kelapangan
terhadap tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor tali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atraktor tali, mampu
mempengaruhi cumi-cumi untuk melekatkan telurnya. Pelekatan telur
pertama kali pada hari ke-35 dan terakhir pada hari ke-60 sebanyak 16
koloni dengan jumlah polong telur 566 atau 1698 kapsul telur. Pelekatan
telur cumi-cumi pada atraktor tali, dilakukan sekaligus dengan interval
waktu 10-30 detik selama kurang lebih 15 menit dengan frekuensi ratarata 3-4 hari dan dilakukan pada pukul 06.00-07.00 dengan beberapa
pasangan. Untuk menjaga stok cumi-cumi, perlu memperbanyak
pemasangan atraktor pada suatu kawasan tertentu dengan
memperhatikan aspek ramah lingkungan.
Kata Kunci : Desain Atraktor, Cumi-cumi, Substrat Tali
viii
ABSTRACT
MUHAMMAD ARAS. Study of squid Attractor Design its Behaviour In
Sticking Eggs on Different Susbtrates in Pute Anging island, Barru
Regency (Supervised by Najamuddin and M. Abduh Ibnu Hajar.)
The research aimed to disclose and describe the squid behavior in
sticking eggs on rope attachment attractor based on the time duration,
frequency and the total of the egg colonies stuck.
This was a qualitative descriptive analisys research (a case study)
with the experimental fishing and direct observation in the field towards the
squid behaviour in sticking eggs on the rope attractor.
The research result indicates that rope attachment attractor is able
to influence the squids to stick their eggs. The first egg sticking is on the
35th day, and the last is on the 60th day as many as 16 colonies with the
total of 566 egg pods or 1.698 egg capsules. In sticking egg on the rope
attachment attractor, the squid perform it stimultaneously in the time
interval of 10 – 30 second for approximately 15 minutes with the frekuensi
of average 3 – 4 days, and it is carried out in the morning between 06 –
07.00 hours with several couples. To maintain the squid stock, it is
necessary to increase the attractor installations in the certain region by
focusing on the environmental friendly aspect.
Keywords: Attractor design, squid, rope substrate
ix
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap
: Muhammad Aras, S.Pi
Nomor Pokok
: P 3300209020
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir
: Pare-pere, 15 Nop1969
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Bugis/Indonesia
Alamat Rumah
: Jl. A.Saripin No 48 Barru.
90711
Pekerjaan
: Dosen Politani Negeri Pangkep
Instansi
: Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Alamat Instansi
: Jl. Poros Makassar Pare-pere KM 83 Mandalle
Pangkep.
Program Studi
: Ilmu Perikanan
Tanggal Lulus
: 23 Juli 2013
Nomor Alumni
:
IPK
:
Predikat Kelulusan :
Judul Tesis
: Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi terhadap Tingkah
Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang
Berbeda di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru
Pembimbing
: 1. Prof. Dr.Ir. Najamuddin, M.Sc
2. Dr.M.Abduh Ibnu Hajar, S.Pi.,M.Si
(Ketua)
(Anggota)
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGAJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
iv
PRAKATA
v
ABSTRAK
vii
CURRICULUM VITAE
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
I.
PENDAHULUAN
1
b. Latar Belakang
1
c. Rumusan Masalah
4
d. Tujuan Penelitian
4
e. Kegunaan Penelitian
5
f. Hipotesis Penelitian
5
g. Definisi Operasional
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-cumi
6
6
xi
B. Habitat dan Tingkah Laku
9
C. Reproduksi dan Siklus Hidup
10
D. Populasi dan Distribusi
12
E. Kapsul Telur
13
F. Atraktor Cumi-cumi
15
G. Penangkapan Cumi-cumi
18
H. Kerangka Pikir
18
III. METODE PENELITIAN
20
A. Waktu dan Tempat
20
B. Alat dan Bahan
20
C. Prosedur Kerja
21
1. Pemilihan Lokasi
21
2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
22
3. Setting Atraktor Cumi-cumi
23
D. Metode Penelitian
24
1. Pengumpulan Data
24
2. Analisis Data
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
26
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
26
B. Parameter Oseonografi
29
C. Deskripsi Atraktor Cumi-cumi
31
1. Desain dan kontruksi
a. Desain Atraktor cumi-cumi
31
31
xii
b. Konstruksi Atraktor Cumi-cumi
32
1. Pelampung
32
2. Frame Rope
33
3. Penutup dan Rangka Penutup
34
4. Pemberat
35
5. Media pelekatan telur
36
6. Tali jangkar/pelampung/penghubung
37
7. Jangkar
37
8. Prosedur Pembuatan Atraktor
37
2. Pengoperasian Atraktor Cumi-cumi
39
D. Interaksi Organisme yang Berasosiasi
41
1. Organisme Penempel pada Atraktor
41
2. Organisme yang berasosiasi pada Atraktor
42
E. Efektifitas Desain Atraktor Cumi-cumi
43
1. Jumlah Koloni
43
2. Volume Koloni Telur pada Substrat
47
3. Daya Tahan Koloni pada Substrat
47
F. Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur
49
1. Durasi/Periode Waktu Pelekatan Telur
51
2. Waktu dan Frekuensi Pelekatan Telur
53
3. Posisi Pelekatan Telur dalam Atraktor
55
4. Penetasan Telur Cumi-cumi
57
V. KESIMPULAN DAN SARAN
61
xiii
A. Kesimpulan
61
B. Saran
61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
halaman
1. Parameter Oseonografi Lokasi Pagi dan Sore Hari
29
2. Rataan Parameter Oseonografi
30
3. Jumlah Koloni Telur Dalam Atraktor Cumi-cumi
4. Frekuensi Pelekatan Telur
44
54
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Keluarga Chepalopoda
6
2. Anatomi Cumi-cumi
8
3. Telur Cumi-cumi
14
4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan
17
5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian
19
6. Setting Atraktor
23
7. Pulau Pute Anging
26
8. Denah Situasi Pulau Pute Anging.
28
9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor
33
10. Frame Rope dan Pipa Penguat
34
11. Penutup dan Rangka Penutup
35
12. Pemberat
36
13. Subtrat Pelekatn Telur
37
14. Bagian Sebuah Atraktor Cumi-cumi
39
15. Kegiatan Setting Atraktor Cumi-cumi
40
16. Organisme Menempel pada Atraktor Cumi-cumi
41
17. Distribusi dan Kecenderungan Keberadaan Organisme
yang berasosiasi pada Atraktor Cumi-cumi
43
18. Ikan Bayeman Ijo (Thallasoma quenqeuvittatum) dan Ikan
Baluran (Cheilinus trilobatus)
48
19. Tingkah Laku Cumi-cumi Sebelum dan pada Saat akan
Melekatkan Telur
50
xvi
20. Durasi Waktu Pelekatan Telur
52
21. Distribusi dan Aktivitas Cumi-cumi di Daerah Pemijahan
52
22. Telur yang Menempel pada Substrat Tali dan Posisi Telur
Pada Substrat Tali
55
23. Jumlah Polong dan Volume Koloni Telur Cumi-cumi pada
Setiap Substrat
56
24. Penampang Telur Umur 10 Menit dan Penampang Telur
Umur 14 Hari
57
25. Ukuran Larva Cumi-cumi Umur 10 Menit
59
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
halaman
1. Jumlah Koloni Telur pada Substrat
66
2. Data parameter oseonografi
67
3. Daftar Bahan Satu Unit Atraktor Cumi-cumi
68
4. Iliustrasi Pembuatan Atraktor
69
5. Empat Jenis Bahan- Susbtrat
70
6. Tampak Sepasang Cumi-cumi Sedang Menuju ke Tempat
Pemijahan
70
7. Pengangkatan atraktor
71
8. Telur Cumi-cumi Umur 10 Menit, Telur Cumi-cumi Umur 14
hari, Telur Cumi-cumi Umur 28 hari
72
xviii
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemanfaatan berkelanjutan suatu sumber daya harus mencakup
tiga hal, yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pengelolaan perikanan
pada
tahap
awal
ketika
stok
masih
melimpah
bertujuan
pada
pengembangan kegiatan eksploitasi sumber daya untuk memaksimumkan
produksi dan produktivitas. Pada tahap selanjutnya ketika pemanfaatan
sumberdaya ikan meningkat sehingga kelestarian stok ikan mulai
terganggu,
pengelolaan
sumber
daya
perikanan
biasanya
mulai
memerhatikan unsur sosial (keadilan) dan lingkungan agar pemanfaatan
sumberdaya tersebut dapat berkelanjutan. Strategi yang diterapkan pada
tahap ini umumnya bertujuan untuk konservasi.
Cumi-cumi adalah salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai
ekonomis penting. Ketersedian cumi-cumi sebagai bahan makanan yang
berprotein tinggi saat ini hanya mengandalkan penangkapan dari alam,
sedangkan alam mempunyai keterbatasan daya dukung akibat adanya
tekanan penangkapan yang tak terkendali dan pencemaran lingkungan
laut. Salah satu upaya menjaga ketersediaan cumi-cumi di alam adalah
dengan menyiapkan atraktor cumi-cumi atau rumpon tempat memijah
pada waktu tertentu sekaligus sebagai fishing ground.
xix
Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan
paparan benua hingga kedalaman 400 meter. Kebiasaan cumi-cumi pada
saat akan memijah bermigrasi ke daerah pantai dan dilakukan secara
bergerombol (Hanlon, et.al. 2004 dan Tallo, 2006). Migrasi harian cumicumi dipengaruhi oleh kehadiran predator dan penyebaran makanan.
Siang hari biasanya berkelompok dekat dasar perairan dan akan
menyebar pada kolom perairan pada malam hari, Roper, et. Al. (1984)
dalam Tallo (2006), dan Downey, et.al. (2010).
Kebiasaan lain dari organisme ini dikemukanan oleh Brandt (1984)
dan Tulak (1999) bahwa cumi-cumi biasanya memilih kedalaman dan
berbagai tipe substrat untuk menempelkan telurnya. Adapun tipe substrat
yang dimaksud seperti rumput laut, lamun, sponge, batu-batuan, karang,
bubu bambu, daun kelapa, pipa PVC, tali maupun keranjang plastik. Letak
pemasangan substrat yang dipilih adalah pada tempat yang agak samar
dan tersembunyi. Lebih lanjut dijelaskan Baskoro (2007) bahwa cumicumi menempelkan telurnya di atraktor cumi-cumi pada kedalaman 4–7
meter.
Aras (2008) telah melakukan penelitian tentang penggunaan
rumpon/atraktor sebagai tempat bertelurnya cumi-cumi. Diperoleh hasil
bahwa terdapat banyak telur cumi-cumi menempel pada rumpon setelah
dipasang
selama 22–28 hari pada kedalaman 5 - 7 meter. Beberapa
hasil penelitian yang terkait, menunjukkan signifikansi atraktor cumi-cumi
dengan pelekatan telur.
xx
Atraktor cumi-cumi adalah suatu teknologi tepat guna yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan dan mempertahankan sumberdaya
cumi-cumi dan tidak merusak lingkungan serta berkelanjutan pada suatu
perairan.
Fungsi dari atraktor cumi-cumi tersebut
sebagai tempat
menempelkan telurnya, sampai akhirnya telur-telur tersebut menetas.
Tingkat keberhasil atraktor dalam
menetaskan
telur
adalah 85%
(Baskoro, 2007). Hingga saat ini penggunaan atraktor untuk menarik
cumi-cumi
2006).
menempelkan
telurnya
belum
banyak dilakukan (Tallo,
Penelitian sebelumnya menunjukkan uji coba pemasangan
atraktor cumi-cumi menemukan telur cumi-cumi pada kedalam 5 dan 7
meter di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru.
Pulau Pute Anging adalah salah satu pulau yang masuk dalam
wilayah Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Letaknya berada di
Selat Makassar dan di pesisir barat Kabupaten Barru. Pulau ini tidak luas,
jumlah penduduk sekitar 400 jiwa atau sekitar 100 kepala keluarga.
Sebagian besar mata pencahariaan penduduknya sebagai nelayan.
Umumnya alat penangkap ikan yang digunakan antara lain; jaring insang,
purse seine, pancing, dan bubu (Badan Statistik Barru, 2009).
Hasil
tangkapan khususnya cumi-cumi setiap keluarga nelayan rata-rata
sepuluh kilogram per bulan.
Pemasangan atraktor atau rumpon cumi-cumi di sekitar Pulau Pute
Anging dapat dikembangkan dengan tujuan utama yaitu memperkaya
sumberdaya cumi-cumi di kawasan perairan tersebut. Hal ini dikarenakan
xxi
atraktor tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan
sekaligus sebagai tempat cumi-cumi melekatkan telurnya.
Tentunya
dengan kondisi yang kondusif tersebut menjadi peluang dan harapan
untuk mendapatkan hasil tangkapan cumi-cumi yang lebih banyak tanpa
merusak lingkungan.
Manfaat lain dengan adanya atraktor cumi-cumi
dapat menjadi daerah yang menarik untuk dikembangkan sebagai daerah
ekowisata pantai, misalnya kegiatan penyelaman dan pemancingan serta
alih
teknologi
yang
mudah
kepada
masyarakat
dengan
tetap
memerhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Diharapkan dengan adanya kegiatan pemasangan atraktor cumicumi dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan nelayan. Pemasangan
atraktor dapat dilakukan secara berkesinambungan oleh masyarakat.
Berdasarkan analisis di atas, penelitian ini diarahkan untuk meneliti
substrat atau media penempelan telur pada atraktor yang disukai cumicumi yang pada saat ini belum banyak dikaji, Substrat atau media ini
merupakan komponen yang penting dalam sebuah atraktor cumi-cumi.
(http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detail-dttg/109/atraktor-cumi-cumi)
B. Rumusan Masalah
1. Di alam, cumi-cumi menempelkan telurnya pada berbagai substrat
saat akan menempelkan telurnya, tergantung benda yang ditemui
pada saat
itu,
namun belum diketahui/dipahami struktur/jenis
media yang bagaimana yang lebih disukai dan terbatasnya
informasi dalam mengungkap fenomena ini ?.
xxii
2. Fenomena perilaku cumi-cumi dalam menempelkan/melekatkan
telurnya belum banyak diungkap secara detail, baik terhadap durasi
waktu
penempelan
maupun
banyaknya
koloni
telur
yang
ditempelkan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang kajian disain atraktor terhadap tingkah laku
cumi-cumi dalam pelekatan telur pada substrat yang berbeda di
perairan Pulau Pute Anging Kab.Barru bertujuan :
1.
Menentukan efektifitas desain atraktor cumi-cumi berdasarkan
jenis media pelekatan telur.
2.
Mendeskripsikan
fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam
pelekatan telurnya pada substrat yang berbeda berdasarkan
frekuensi pada substrat, durasi waktu pelekatan telur dan jumlah
koloni telur yang dilekatkan.
D. Kegunaan Penelitian
1.
Merekomendasikan desaian atraktor cumi-cumi berdasarkan jenis
substrat yang efektif kepada para nelayan dan pemerintah dalam
pengelolaan sumberdaya cumi-cumi berkelanjutan.
2.
Memberikan pemahaman kepada nelayan dan Dinas Perikanan
Kelautan tentang pentingnya menciptakan daerah pemijahan
cumi-cumi yang potensial dan berkelanjutan di daerah pantai
yang berkontribusi sebagai fishing ground cumi-cumi yang
optimal.
xxiii
E. Definisi Operasional.
1.
Substrat adalah media yang dipergunakan oleh cumi-cumi untuk
menempelkan telurnya.
2.
Koloni telur adalah kumpulan polong-polong telur cumi-cumi pada
substrat, biasanya dlakukan sekali pemijahan
3.
Polong telur adalah telur cumi-cumi yang berwarna transparan,
terbungkus oleh zat gelatin dan terdiri dari 1 sampai 5 kapsul
telur.
4.
Kapsul telur adalah telur cumi-cumi yang terdiri dari satu bakal
induvidu baru.
5.
Frame rope adalah bingkai atraktor cumi-cumi yang berbentuk
kotak dengan ukuran tertentu yang mempunyai 12 rusuk.
xxiv
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-Cumi
Cumi-cumi termasuk kedalam Phylum Mollusca, Cuvier 1798, Class
Cepha-lopoda, Schneider 1784, Sub-class Coleoidea, E. W. Berry 1928,
Order Teuthoidea, Naef 1928,
Suborder Myopsida, d'Orbigny 1845,
Family Loliginidae, d'Orbigny 1845. Ordo Theuthoidea merupakan ordo
terbesar dari Chepalopoda, terdiri dari 25 suku tetapi hanya empat suku
yang mempunyai nilai ekonomi, yaitu suku Loliginidae, Omastrephidae,
Onychoteuthidae dan Thysanoteuthidae. Dari suku Loliginidae ada
delapan marga, tetapi hanya tiga marga yang bernilai ekonomis, yaitu:
Loligo, Sepioteuthis dan Uroteuthis. Dari ketiga marga yang tersebut di
atas terdapat lima jenis yang bernilai ekonomis, yaitu: Loligo duvauceli,
Loligo edulis, Loligo singhalensis, Sepeteuthis lessoniana dan Uroteuthis
bartsschi, sedangkan tiga suku lainya masing-masing mempunyai satu
jenis yang bernilai ekonomis,
Onytchotethis banksi, Symplectoteuthis
oualanienis dan Thysanoteuthis rhombus.
xxv
Gambar 1. Keluarga Chepalopoda
Karakteristik khusus yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya tinta
yang terdapat di atas usus besar dan bermuara didekat anus. Bila cumicumi
diserang
musuhnya,
kantong
tinta
akan
berkontraksi
dan
mengeluarkan cairan berwarna hitam gelap melalui pipa ini. Hal ini
menyebabkan
terbentunya
awan
hitam
disekelilingnya
yang
memungkinkan cumi-cumi terhindar dari serangan. Cairan yang berwarna
hitam yang dikeluarkan mengandung butir-butir melanin (Jacobson, 2005).
Lebih lanjut Jacobson (2005) mengemukakan bahwa secara
morfologi tubuh cumi relatif panjang, langsing dan bagian belakang
meruncing (rhomboidal). Tubuh cumi-cumi dibedakan atas kepala, leher
dan badan. Kepala terletak di bagian ventral, memiliki dua mata yang
besar dan tidak berkelopak, berfungsi sebagai alat untuk melihat,
mempunyai pandangan mata yang sangat bagus.
Leher pendek dan
badan berbentuk tabung dengan sirip lateral berbentuk segitiga di setiap
sisinya. Pada kepala terdapat mulut yang dikelilingi oleh empat pasang
tangan dan sepasang tentakel (8 tangan dan 2 tentakel panjang). Pada
permukaan dalam tangan dan tentakel terdapat batil isap yang berbentuk
mangkok terletak pada ujung tentakel. Gigi khitin atau kait terletak pada
tepi batil isap untuk memperkuat melekatnya mangsa yang diperolehnya.
Pada posterior kepala terdapat sifon atau corong berotot yang berfungsi
sebagai kemudi. Jika ia ingin bergerak ke belakang, sifon akan
menyemburkan air ke arah depan, sehingga tubuhnya bertolak ke
xxvi
belakang. Sedangkan gerakan maju ke depan menggunakan sirip dan
tentakelnya. Di bagian perut, tepatnya pada sifon akan ditemukan cairan
tinta berwarna hitam yang mengandung pigmen melanin. Fungsinya untuk
melindungi diri. Jika dalam keadaan bahaya cumi-cumi menyemprotkan
tinta hitam ke luar sehingga air menjadi keruh. Pada saat itu cumi-cumi
dapat meloloskan diri dari lawan.
Pada anterior badan terdapat
endoskeleton. Sistem skeletal terdiri atas endoskeleton yang berbentuk
pen atau bulu dan beberapa tulang rawan. Beberapa tulang rawan
tersebut membentuk artikulasi untuk sifon dan mantel, yang lain
melindungi ganglia dan menyokong mata. Endoskeleton yang berbentuk
pen tersebut homolog dengan cangkang pada Mollusca lain. Pada Loligo
endoskeleton tersebut (cangkang) terletak di dalam rongga mantel
berwarna putih transparan, tipis dan terbuat dari bahan kitin. Mantel
berwarna putih dengan bintik-bintik merah ungu sampai kehitaman dan
diselubungi selaput tipis berlendir.
Gambar 2.
Selengkapnya dapat dilihat pada
xxvii
(http://www.google.co.id/imglanding?q=morfologi%20cumi-cumi&imgurl)
Gambar 2. Anatomi Cumi-cumi
Sistem saraf yang berkembang baik yang dipusatkan dikepala,
berenang dengan cepat, menunjukkan emosi, berubah warna dengan
cepat dengan kromatofor, dan dapat merayap di dasar atau berenang
didekat dasar. Kelompok hewan ini ber-badan lunak dan tidak mempunyai
cangkang yang tebal, mantelnya menyelimuti sekeliling tubuhnya
membentuk kerah yang agak longgar pada bagian leher. Jenis yang
paling umum dijumpai adalah antara lain cumi-cumi (Loligo vulgaris)
dengan tubuh yang langsing. Kerangkanya tipis dan bening yang terdapat
didalam tubuhnya. (Nontji. 2002).
B. Habitat dan Tingkah Laku
Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan
paparan benua hingga kedalaman 400 meter. Beberapa spesies cumicumi hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi digolongkan sebagai
organisme pelagik, tetapi kadang-kadang digolongkan sebagai organisme
demersal karena sering berada di dasar perairan. Cumi-cumi melakukan
pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok didekat dasar
perairan dan akan menyebar pada daerah permukaan pada malam hari
(Brodziak, 1999 dalam Tallo, 2006).
xxviii
Cumi-cumi tergolong hewan pemakan daging (karnivora) oleh
sebab itu semua biota laut yang bisa masuk mulutnya akan dimakan
seperti kerang, ikan dan hewan laut lainnya. Cumi-cumi menangkap
mangsanya dengan menggunakan jari-jarinya yang mempunyai mangkok
pengisap, giginya menyerupai paruh betet yang tajam. Cumi-cumi ada
yang hidup dilaut dalam dan ukurannya sangat besar (Baskoro 2007).
Cumi-cumi sangat terbantu selama berburu dengan adanya alat
peraba (tentakel) pada mulutnya.
Tentakel yang seperti cambuk ini
biasanya tetap tergulung dalam kantung yang terletak di bawah lenganlengannya. Ketika menemukan mangsa, cumi-cumi menjulurkan tentakel
untuk menyergapnya. Makhluk ini bergantung pada lengan-lengannya
yang jumlahnya delapan.
Ia mampu dengan mudah mencabik-cabik
seekor kepiting menjadi serpihan kecil dengan menggunakan paruhnya.
Cumi-cumi menggunakan paruhnya dengan begitu terampil sehingga
mampu dengan baik melubangi kulit cangkang kepiting dan mengeluarkan
dagingnya dengan lidah.
C. Reproduksi dan Siklus Hidup
Cumi-cumi
berproduksi
secara
seksual.
Cumi-cumi
betina
mengeluarkan ba-nyak benang telur ke dalam air, sedangkan yang jantan
mengeluarkan sperma. Cumi-cumi mempunyai sifat dimorfil seksual, yaitu
perbedaan morfologi antara betina dan jantan. Perbedaan yang umum
adalah cumi-cumi betina lebih besar dari pada cumi-cumi jantan.
Perbedaan kelamin juga dapat dilihat bahwa pada jantan lengan empat
xxix
berubah menjadi alat kopulasi yang disebut hektokotil yang berfungsi
menyalurkan sperma ke betina. Ketika melakukan kopulasi, hektokotil
telah berisi sperma dan di-masukkan ke dalam rongga mantel betina
kemudian sperma akan membuahi telur-telur pada cumi-cumi betina.
Sebelum melakukan kopulasi cumi-cumi jantan akan mengambil sperma
dari alat genitalianya. Sperma akan dikemas dalam tabung khitin, yang
dinamakan spermatofor yang ukurannya sekitar 10–15 mm. Dalam satu
hari jantan dapat memproduksi kurang lebih 12 spermatofor (Roper et
al.1984).
Di bawah kulit cumi-cumi tersusun sebuah lapisan padat kantungkantung pewarna lentur yang disebut kromatofora. Dengan menggunakan
lapisan ini, cumi-cumi dapat mengubah penampakan warna kulitnya yang
tidak hanya membantu dalam penyamaran akan tetapi juga sebagai
sarana komunikasi. Seekor cumi-cumi jantan menunjukkan warna yang
berbeda ketika kawin dengan warna yang digunakan ketika menghadapi
musuhnya. Saat cumi-cumi jantan bercumbu dengan cumi-cumi betina,
kulitnya berwarna kebiruan. Jika jantan lain datang mendekat pada waktu
ini, ia menampakkan warna kemerahan pada separuh tubuhnya yang
terlihat oleh jantan yang datang itu. Merah adalah warna peringatan yang
digunakan saat menantang atau melakukan serangan (Roper et al.1984).
Terdapat
pula
rancangan
sempurna
pada
sistem
perkembangbiakan cumi-cumi. Telurnya memiliki permukaan lengket yang
memungkinkannya menempel pada rongga-rongga di kedalaman lautan.
xxx
Janin yang ada dalam telur memakan sari makanan yang telah tersedia
dalam telur tersebut hingga siap menetas. Janin ini memecah selubung
telur dengan cabang kecil mirip sikat pada bagian ekornya. Setiap seluk
beluknya telah dirancang dan bekerja sebagaimana direncanakan. Seekor
induk cumi-cumi rata-rata mampu menghasilkan sekitar 500 butir telur
(Baskoro, 2007).
Menurut Summers (1971); Lange (1982) dalam Jacobson (2005),
cumi-cumi mempunyai jangka waktu hidup 1–2 tahun. Brodziak dan Macy
(1996) melakukan pengukuran pertumbuhan cumi-cumi dengan metode
statolith diperoleh bahwa umur kurang dari satu tahun ukurannya dapat
mencapai sekitar 40–50 cm, tetapi sebagian besar masih kurang dari 30
cm. Selanjutnya masa hidup cumi-cumi hanya 6–9 bulan (Yang et al.
1983; Jackson,1994; dan Jackson, 2003 dalam Hanlon, at.al. 2004).
D. Populasi dan Distribusi
Populasi cumi-cumi semakin hari kian terancam keberadaanya,
mengingat kini makin meningkat intensitas pencemaran dan kerusakan
lingkungan di laut. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap
ekosistem laut terutama cumi-cumi yang ter-golong hewan yang amat
peka terhadap pencemaran. Sedikit saja terjadi perbedaan kualitas air
akan menghindar dari kawasan perairan tersebut, selain itu cumi-cumi
juga tidak bisa kawin kalau bukan pada habitat aslinya, sehingga sulit
untuk dibudidaya-kan (Baskoro, 2008).
xxxi
Menurut Soewito (1990) dalam Aras (2008), cumi-cumi menghuni
perairan dengan suhu antara 8–32 ºC dan salinitas 8,5–30‰. Terjadinya
kelimpahan cumi-cumi ditunjang oleh adanya zat hara yang terbawa arus
(run off) dari daratan. Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh zooplankton,
juvenile ikan ataupun ikan-ikan kecil yang merupakan makanan cumicumi.
Cumi-cumi pada siang hari berada didasar perairan, pada malam
hari cumi-cumi bergerak ke permukaan air.
Cumi-cumi biasanya
bermigrasi secara bergerombol (Scooling). Cumi-cumi sangat berasosiasi
dengan faktor lingkungan seperti salinitas, suhu dan kedalaman perairan.
Kedalaman perairan berpengaruh terhadap keberadaan cumi-cumi
(Brodziad and Hendrickson, 1999 dalam Tallo, 2006).
Migrasi harian cumi-cumi dipengaruhi pula oleh kehadiran predator
dan pe-nyebaran makanan.
bermigrasi
ke
daerah
Cumi-cumi dewasa pada umumnya
pemijahan
secara
bergerombol.
Genus
Ommastrphid diketahui memijah di daerah lepas pantai, sedangkan
Loligonid memijah di dekat pantai (in shore). Pada waktu bermigrasi ke
daerah dekat pantai untuk memijah, cumi-cumi jantan dari genus Loligo
tiba lebih dahulu di pantai dari betina. Cumi-cumi akan segera
meninggalkan suatu lingkungan perairan yang tercemar dan mencari
perairan yang lebih baik (Sauer et.al, 1999 dalam Tallo, 2006).
E. Kapsul Telur
xxxii
Istilah kapsul telur dimana di dalamnya terdapat telur-telur sering
disebut dalam menjelaskan perkembangan embrio. Kapsul pada mulanya
disebut chorion yang merupakan sekresi dari folikel selama tahap akhir
oogenesis. Telur yang telah matang dan bebas dari jaringan folikel,
dikeluarkan
melalui
saluran
telur
dengan
cara satu persatu atau
berturut-turut dalam satu rangkaian yang berisi beberapa telur pada satu
kali pelepasan telur (Boletzky, 1977; Segawa, 1987 dalam Aras, 2008).
Telur cumi-cumi yang ditempelkan umumnya berkumpul membentuk
koloni. Adapun bentuk telur cumi-cumi ditampilkan pada Gambar 3. dapat
mencapai 10 sampai 275 kapsul
xxxiii
Gambar 3. Telur Cumi-cumi (Aras, 2008)
Telur-telur yang telah dibuahi akan dikeluarkan satu per satu atau
dalam kapsul-kapsul gelatin kemudian diletakkan atau ditempelkan pada
karang, batu-batuan, ganggang, rumput laut atau benda lainnya. Telur
cumi-cumi saling melekat hingga menyerupai untaian buah anggur.
Pelindung tambahan gelatin yang membungkus masing-masing telur tadi
akan mengeras saat bersentuhan dengan air laut Telur-telur diletakkan
berserakan atau berkelompok
dalam untaian kemudian akan menetas
setelah enam minggu atau lebih. Diameter telur antara 0,8–20 mm dan
jumlahnya bervariasi sekitar 60 butir atau lebih dalam satu kelompok.
Cumi-cumi tidak mengenal tahap kehidupan sebagai larva,
dimana
setelah telur menetas bentuknya seperti induknya (Roper, et al. 1984).
Cumi-cumi meletakkan telur dalam tumpukan yang dibungkus jelly
atau kapsul yang memiliki bentuk menyerupai gulungan spiral. Jumlah
minimum telur
pada setiap kapsul yang ditemukan pada Sepioteuthis
lesoniana adalah dua butir. Jumlah telur normal pada setiap kapsul adalah
tiga atau lebih setiap kapsul (Segawa, 1987 dalam Aras, 2008).
F. Atraktor Cumi-Cumi
xxxiv
Salah satu alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal
masyarakat nelayan sebagai alat pemikat ikan adalah rumpon atau biasa
disebut juga atraktor. Alat ini tersusun dari beberapa komponen, antara
lain rakit, atraktor, tali rumpon, dan jangkar Samples dan Sproul (1985)
dalam Tadjuddah (2009) menyatakan bahwa tertariknya ikan yang berada
di sekitar rumpon disebabkan karena: Rumpon sebagai tempat berteduh
(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; Rumpon sebagai
tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; Rumpon
sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu;
Rumpon sebagai tempat ber-lindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu;
Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-ikan
tertentu yang beruaya.
Von Brandt (1984), menyatakan bahwa metode yang sangat
sederhana untuk memikat cumi-cumi untuk meletakkan telurnya adalah
dengan menenggelamkan ranting pohon ke dalam perairan.
Atraktor cumi-cumi merupakan jenis rumpon yang dibuat dengan
konstruksi yang sangat sederhana, yaitu berbentuk seperti bunga dengan
diameter 120 cm dan tinggi 35 cm, terbuat dari bahan kawat, plastik atau
besi yang tidak mudah berkarat. Agar cumi-cumi betah berada di dalam
atraktor, ditempatkan serabut-serabut dari tali agar mirip tumbuhan laut
sebagai tempat cumi-cumi meletakkan telurnya dan pada bagian atasnya
ditutupi lembaran plastik hitam (warna gelap) dimaksudkan agar cahaya
matahari tidak menembus pada tempat cumi-cumi akan melepaskan
xxxv
telurnya (Baskoro, 2007).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemasangan
atraktor cumi-cumi dalam perairan menggunakan sistem long line. Dalam
satu unit terdiri dari 10 buah atraktor yang dipasang memanjang
diletakkan di dasar perairan sekitar terumbu karang dengan kondisi
perairan yang jernih dan arus yang tidak terlalu kuat, kedalaman 5–7
meter dari permukaan laut. Biasanya sekitar satu bulan pasca diletakkan
atraktor, baru terlihat ada telur cumi-cumi di alat tersebut dan akhirnya
akan menetas dan menjadi cumi-cumi baru yang siap menjadi dewasa.
Beberapa bentuk atraktor cumi-cumi terlihat pada Gambar 4 Dibawah ini.
A
B
xxxvi
C
Keterangan:
A. Bahan Dasar dari Ban Bekas
B. Bahan Dasar Kawat Galvanisir
C. Bahan Dasar Bambu
Gambar 4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan Dasar
(http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detaildttg/109/ atraktor-cumi-cumi).
G. Penangkapan Cumi-cumi
Jenis cumi-cumi yang banyak tertangkap diperairan Indonesia
(Paparan Sunda, Selat Makassar, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut
Maluku, Laut Seram, Laut Banda dan Laut Arafura) adalah Loligo edulis,
L. sinensis, L. duvaucelii, L. singhalensis, L. ujii, Sepiteuthis
lessoniana, dan Nototodarus philippi-nensis (Mallawa, 2006).
Tallo (2006) menjelaskan bahwa penangkapan cumi-cumi yang
paling intensif adalah pada musin memijah dimana cumi-cumi yang
tertangkap sebagian besar telah matang gonad. Akibat penangkapan
yang berlebih
tanpa memperhatikan faktor biologi dan ekologi
kesempatan cumi-cumi untuk berkembang biak sangat terbatas.
maka
xxxvii
Pemanfaatan sumberdaya perikanan cumi-cumi melalui kegiatan
penangkapan
sudah saatnya disertai upaya pengaturan penangkapan
dan kegiatan budidaya yang meliputi upaya pemijahan (hatchery) dan
pelepasan benih ke alam. Upaya ini dapat memperbaiki kerusakan
sumberdaya cumi-cumi karena dapat di lakukan pengkayaan stok untuk
memperbaiki dan mempertahankan kelestarian sumberdaya cumi-cumi.
Salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung upaya budidaya
cumi-cumi adalah adanya ketersediaan telur dan keberhasilan pemijahan
(Tallo,2006).
H. Kerangka Pikir
xxxviii
Gambar 5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian
xxxix
xl
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Pute Anging Kabupaten
Barru. Waktu penelitian selama 3 bulan, (Oktober – Desember 2012)
B. Alat dan Bahan Penelitian
No
Nama Alat/bahan
Spesifikasi
Jumlah
Kegunaan
Alat
1 Perahu sampan bermotor
1 unit
Sarana transfortasi dan pengambilan data
2 CCTV bawah air
non merek
1 unit
Melihat aktifitas cumi-cumi dalam air
3 Kamera foto
2 unit
Mengambil foto-foto yang diperlukan
4 Casing Kamera bawah air
Sony Cyber-shot,
12,1 mp
Seashell 40 m
1 unit
5 Global Positioning System
Garmin CX80a
1 unit
Rumah kamera kedap air untuk mengambil foto
dalam air
Menentukan posisi atraktor cumi-cumi
6 Hand refratometer
1 unit
Alat ukur untuk menentukan salinitas air laut
7 Termometer
1 unit
Alat ukur untuk menentukan suhu air laut
8 Secci disk
1 unit
Alat ukur untuk menentukan kecerahan air laut
9 Layangan arus
1 unit
Dipakai pada pengukuran arus laut
10 Stop watch
Digital
1 unit
Dipakai pada pengukuran arus laut
11 Sigmat
Ketelitian 0.1 mm
1 unit
12 Mistar/meteran
Ketelitian 1 cm
1 unit
Alat ukur untuk menentukan panjang lebar telur
cumi-cumi
Alat ukur untuk menentukan kedalaman perairan.
13 Alat scuba diving
tecnisub
2 unit
14 Gunting/pisau
Stainless steel
1 unit
Digunakan untuk pengambilan data dalam air
dan setting atraktor
Alat yang dipergunakan untuk memotong tali
15 Senter kedap air
Plastik
1 unit
Alat penerangan dalam air
16 Atraktor cumi-cumi
Berbentuk kotak
4 unit
Dipergunakan untuk menarik cumi-cumi untuk
bertelur
xli
Bahan untuk atraktor cumi-cumi
1 Pelampung
a. Pelampung Tanda
Styrofoam
1 buah
b. Pelampung atraktor
Styrofoam
16 buah Mengangkat sisi bagian atas atraktor agar
berdiri dalam laut
a. Frame rope vertikal
b. Fr rope atas
c. Fr rope bawah
3 Media Pelekatan Telur
Polyetheline
Polyetheline
Polyetheline
16 buah Tiang atraktor
16 buah Bingkai atas
16 buah Bingkai bawah
a. Plastik
b. Papan
c. Tali
d. Lembaran Jaring
4 Pemberat
Plastik tebal
Kayu ulin
Katun dia.10mm
Poliamida, 50x8mata
16 lembar Tempat penempelan telur
16 lembar Tempat penempelan telur
32 helai Tempat penempelan telur
4 lembar Tempat penempelan telur
Sebagai tanda dimana atraktor ditempatkan
2 Frame rope (Fr)
a. Pemberat atraktor
b. Jangkar
Semen cor bertulang 16 buah Menenggelamkan atraktor
besi
1 buah Penahan atraktor dari arus
C. Prosedur Kerja
1. Pemilihan Lokasi.
Pemilihan lokasi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
yang sesuai untuk pemasangan atraktor. Kedudukan atraktor di
dasar perairan harus stabil walaupun terjadi pergerakan arus yang
kuat. Persyaratan untuk lokasi penempatan atraktor cumi-cumi
adalah :
xlii
a. Dasar perairan berpasir atau pasir karang,
b. Kondisi air jernih sampai kedalam 4-5 meter
c. Kedalaman 3-7 meter dengan topografi dasar laut agak landai
(Baskoro dkk, 2011)
d. Dekat dengan terumbu karang dan padang lamun.
e. Kecepatan arus pada daerah tersebut tidak lebih dari 0,5 knot
(Baskoro dkk, 2011)
f. Sering ditemukan cumi-cumi bertelur pada lokasi tersebut.
2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi.
Desain atraktor cumi-cumi
yang
dibuat adalah atraktor
berbentuk kotak dengan sistem pelampung dan pemberat. Desain
ini mempunyai performance yang baik, stabil dalam air, material
yang dipergunakan mempunyai daya tahan yang baik terhadap air
laut dan tersedia banyak di pasaran dengan harga yang terjangkau,
disamping itu pengangkutan alat yang mudah karena dapat dilipat
dan dibongkar pasang serta teknik pembuatan alat yang relatif
gampang (150 menit per unit atraktor).
Untuk mendapatkan gambaran tentang desain atraktor yang
dirancang, semua bahan yang dipergunakan diukur panjang, lebar,
diameter,
jenis bahan, jenis simpul atau sambungan yang
dipergunakan, kemudian diuji coba dalam air untuk melihat
kestabilan, daya tenggelam dan daya apungnya.
xliii
Kontruksi atraktor cumi-cumi terbuat dari bahan dasar tali
polyetheline (PE) dan pipa pralon (PVC) yang dirangkai sehingga
berbentuk kotak empat persegi panjang. Atraktor yang dibuat
sebanyak 4 unit atraktor cumi-cumi.
Atraktor cumi-cumi terdiri dari pelampung, bingkai atraktor
(frame rope), penutup atraktor, material pelekatan telur, tali-temali
dan pemberat.
3. Setting Atraktor Cumi-cumi
Pemasangan atraktor dalam perairan dilakukan secara acak
pada kedalaman 3 - 4 meter, tiap atraktor saling terikat dengan
lainnya. Jarak setiap atraktor adalah 1 meter agar cumi-cumi bebas
memilih atraktor yang mana yang ia sukai/pilih untuk menempelkan
telurnya. Peletakan atraktor cumi-cumi dalam air dilakukan dengan
menyelam untuk memposisikan atraktor sesuai dengan keinginan
peneliti. Setting atraktor dapat dilihat pada Gambar 5
xliv
Gambar 6. Setting Atraktor
D. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan
dokumentasi
dan
data
dilakukan
wawancara
dengan
dengan
observasi,
nelayan
cumi-cumi.
Observasi dilakukan ke lapangan dengan melakukan eksperimental
fishing (mengoperasikan atraktor cumi-cumi). Pengambilan data
telur dilakukan dengan menyelam dan menaikkan atraktor dibawah
permukaan air kemudian melakukan pengamatan langsung dengan
menggunakan masker selam, senter,
mengambilan foto atau
gambar bergerak jika diperlukan sedangkan pengamatan tingkah
laku cumi-cumi pada saat pemijahan dilakukan dipermukaan air
dengan masker selam dan senter kedap air.
Telur-telur
yang
dilekatkan pada substrat kemudian dicatat jumlahnya, posisi tempat
xlv
dilekatkan, waktu pelekatan, frekuensi pelekatan, durasi pelekatan,
kondisi fisik atraktor (ukuran, dimensi, bahan) interaksi organisme
disekitar atraktor dan tingkah laku cumi-cumi pada saat akan
melekatkan telurnya pada substrat. Informasi tingkah laku cumicumi di daerah pemijahan
juga didapat dari beberapa nelayan
cumi-cumi. Semua data yang terkumpul
kemudian ditabulasi
selanjutnya diadakan analisis data. Waktu Pengumpulan data
dilakukan pada pagi dan sore hari yaitu pada pukul 06.00 – 07.00
dan 17.00 – 18.00.
2. Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil observasi, dokumentasi dan
wawancara kemudian dianalisis secara induktif,
sehingga dapat
diberikan gambaran atau kesimpulan akhir yang tepat mengenai
hal-hal
yang
sebenarnya
terjadi.
Fakta-fakta
empiris
yang
ditemukan kemudian dicocokkan dengan landasan teori yang ada.
xlvi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Pulau Pute Anging adalah sebuah pulau kecil di wilayah kabupaten
Barru bagian Selatan, tepatnya di desa Lasitae kecamatan Tanete Rilau..
Pute anging terletak
±3 mil sebelah Barat dari pelabuhan Perikanan
Polejiwa Pekkae Kabupaten Barru (Gambar 7)
Gambar 7. Pulau Pute Anging
xlvii
Pulau ini dikelilingi batu karang dan sedikit padang lamun mulai dari
Selatan ke Utara melalui Barat, sedangkan pada bagian Timur sedikit
kearah Selatan dan Utara berpasir campur karang pasir. Pada bagian
ini juga penduduk daerah ini membangun dermaga Pute Anging dan
aktivitas tambat kapal/perahu para nelayan.
Daerah penangkapan cumi-cumi yang paling
potensial
pada
bagian Utara dan Selatan Barat Daya. Bagian Utara perairannya agak
landai banyak hidup buluh babi, teripang
dan hewan laut lainnya,
berkarang tapi sebagian besar telah hancur. Banyak ditumbuhi tumbuhan
lamun. Pada bagian Timur dasar perairan sedikit curam dengan dasar
berpasir sedikit lumpur (ada dermaga Pute Anging). Di atas dermaga
nelayan
sering
melakukan
pemancingan
penangkapan cumi-cumi dilakukan
nelayan
cumi-cumi.
Waktu
pada pagi dan sore hari
dengan menggunakan pancing ulur. Jenis cumi-cumi yang tertangkap
adalah cumi-cumi yang berkulit tebal (Sepioteuthis lessoniana)
Lokasi penelitian berada sebelah Selatan dermaga kira-kira 50
meter dari dermaga pada titik koordinat 04° 29' 13" Lintang Selatan dan
119° 34' 23" Bujur Timur. Keadaan fisik lokasi adalah : 1) Airnya jernih,
pada kedalaman tiga meter dasar perairan masih tampak dengan jelas, 2)
berpasir dan sedikit lumpur campur pecahan karang (rubble) , 3) sering
ditemukan telur cumi-cumi, 4) Kecepatan arus tidak melebihi 0,5 knot, 5)
bukan daerah penangkapan ikan.
Baskoro (2011) menjelaskan bahwa
persyaratan untuk lokasi pemasangan atraktor cumi-cumi adalah :
xlviii
1. Tidak keruh (jernih),
2. Dasar perairan tidak berlumpur (pasir atau karang campur pasir),
3. Kedalaman perairan 3 – 7 meter,
4. Kecepatan arus tidak lebih dari 0,5 knot dan
5. Daerah migrasi cumi-cumi.
Keadaan
fisik
lokasi
tersebut
memenuhi
persyaratan
untuk
pemasangan atraktor cumi-cumi dan pengembangan selanjutnya. Denah
situasi Pulau pute anging dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Denah Situasi Pulau Pute Anging
xlix
B. Parameter Oseonografi
Parameter oseonografi yang diukur pada saat penelitian adalah
suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus permukaan
tempat
dimana atraktor dipasang. Keadaan oseonografi perairan pada saat itu
antara lain : suhu terendah dan tertinggi adalah 29,5 dan 31,9°C, rataan
suhu
pada pagi dan sore hari masing-masing
29,84 dan
31,03°C.
Salinitas 28,5 dan 33‰, rataan salinitas pada waktu pagi dan sore hari
adalah 30,46 dan 31,15‰.
Kecerahan 3,5 dan 5,5 meter, rataan
kecerahan pagi dan sore hari adalah 4,36 dan 3,88 meter. Kecepatan arus
1 dan 22 cm/detik, rataan
6 dan 9 cm/detik.
Keadaan parameter
oseonografi dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Parameter Oseonografi Pagi dan Sore Hari
Parameter
Oseonografi
Pagi
Sore
Range
Suhu (°C)
29,1 – 30,0
30,3 – 31,9
29,1 – 31,9
Salinitas (‰)
28,5 – 32,0
29 – 33
28,5 – 33,0
Kecerahan (m)
3,5 -5,5
3,5 – 5,0
3,5 - 5
Arus (cm/det)
1 - 20
1 – 22
1 - 22
l
Tabel 2. Rataan Parameter Oseonografi
Parameter
Oseonografi
Suhu (°C)
Salinitas
(‰)
Kecerahan
(m)
Arus
(cm/det)
Pagi
29,84
30,46
4,36
6
Sore
31,03
31,15
3,33
9
Parameter oseonografi seperti suhu yang relatif stabil, salinitas dan
kecerahan telah memenuhi persyaratan kehidupan cumi-cumi, sehingga
tidak mengganggu aktivitas pemijahan cumi-cumi pada lokasi ini.
Toleransi Cephalopoda terhadap suhu bersifat spesifik pada setiap
spesies dengan kecenderungan memiliki kisaran yang lebar, sebaliknya
terhadap salinitas sangat terbatas karena hampir seluruhnya bersifat
stenohalin (kecuali Lolliguncula spp), Namun demikian kebanyakan
spesies dapat hidup dengan layak pada kisaran salinitas 27 - 38‰
Boletzky dan Hanlon (1983) dalam Syarifuddin (2002). Nabhitabata (1996)
mengatakan bahwa parameter oseonografi bagi kehidupan chepalopoda
adalah : oksigen terlarut : > 5mg/liter, salinitas 25-35 ‰, suhu 28 – 32°C,
pH 7-8.5, jarak pandang sebaik mungkin. Cumi-cumi yang berkulit tebal
(Sepioteutis lessoniana) dapat mentolirir perairan yang memiliki salinitas
pada kisaran 21,8 – 36,6‰. Parameter oseonografi untuk perairan tropis,
li
suhu 25 – 32 derajat Celcius , Salinitas 30 - 34 ‰. Oksigen terlarut 6 - 8
mg/liter dan pH 7-8. Parameter seperti suhu dan salinitas merupakan
faktor pembatas di laut, Nybakken (1988).
Pengamatan performance atraktor cumi-cumi terhadap faktor
oseonografi antara lain yang paling berpengaruh adalah kecepatan arus,
Arus perairan dapat mempengaruhi suatu alat yang ada dalam perairan.
Arus yang kuat dapat menggeser posisi atraktor sedikit demi sedikit ke
arah kedalaman, sehingga atraktor meninggalkan posisinya, Berdasarkan
data pengamatan selama 2 bulan, arah arus rata-rata dari arah Utara
menuju ke Selatan dengan kecepatan arus tertinggi adalah 22 cm/detik
(0,4 knot). Kecepatan arus ini masih memenuhi persyaratan untuk lokasi
penempatan atraktor yang diisyaratkan yaitu tidak lebih dari 0,5 knot,
Baskoro dkk, (2011).
C. Deskripsi Atraktor Cumi-Cumi
1. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
a. Desain Atraktor Cumi-cumi
Desain atraktor cumi-cumi berbentuk kotak persegi dengan
ukuran 100 x 100 x 40 cm. Desain ini memanfaatkan fungsi
pelampung dengan pemberat, terbentuk karena adanya gaya tarik
menarik antara pelampung dan pemberat. Desain ini juga dapat
dilipat, dibongkar dan dipasang kembali untuk memudahkan dalam
pengangkutan. Desain atraktor cumi-cumi sangat fleksibel dan
dapat berbentuk model apa saja,
yang terpenting adalah dapat
lii
merangsang cumi-cumi untuk menempelkan telurnya. Tallo (2006),
membuat atraktor cumi-cumi berbentuk kotak persegi dari bahan
bambu, Baskoro dkk (2007), mendesain atraktor cumi-cumi
berbentuk bunga mekar dari bahan besi harmonika dan yang
berbentuk kotak
dari
ban bekas. Atraktor cumi-cumi yang
dioperasikan di Pulau Bangka Belitung berbentuk bundar dan kotak
dari bahan drum bekas dan kayu.
b. Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
Bentuk sempurna atraktor cumi-cumi ini dapat dilihat setelah
ditanam di dalam air, terbentuk karena adanya tekanan ke atas
oleh beberapa pelampung terpasang dan daya tarik kebawah oleh
beberapa pemberat terpasang.
Terbentuk menyerupai kotak
dengan ukuran tertentu. Bagian-bagian sebuah atraktor adalah
sebagai berikut :
1. Pelampung
a. Pelampung Tanda
Pelampung tanda berfungsi sebagai tanda dimana
atraktor diletakkan, biasanya dilengkapi dengan simbol-simbol
atau bendera
(Gambar 9).
Pelampung tanda terdiri dari
pelampung, pemberat, tiang, dan bendera/simbol.
b. Pelampung Atraktor Cumi-cumi
Pelampung atraktor terbuat dari bahan sterofoam yang
dipadatkan, dipasang pada setiap frame rope dalam lubang
liii
pelampung yang tersedia, tepat dibawah penutup atraktor dan
tidak terikat sehingga bebas bergerak dalam frame rope,
biasanya jenis pelampung ini memiliki lubang khusus untuk
keperluan tersebut, Daya apung tiap pelampung antara 13001500 gram dengan ukuran 15 x 10 cm berbentuk lonjong
(Gambar 9). Fungsi pelampung untuk mengangkat frame rope
agar atraktor terbentuk dengan baik. Terdapat banyak
dipasaran dengan bermacam-macam bentuk dan ukuran.
Gambar 9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor
2. Frame Rope
Frame rope dibuat dari bahan tali PE (polyetheline)
berdiameter 12 mm, 10 mm dan 8 mm yang berfungsi sebagai
bingkai atraktor yang berbentuk kotak yang mempunyai 6 sisi
dengan ukuran 40 x 100 x 100 cm.
Sisi-sisi vertikal (tiang)
menggunakan tali PE yang lebih besar yaitu 12 mm, karena akan
menahan
gaya
tarik
antara
pelampung
dan
pemberat,
sedangkan sisi-sisi horizontalnya menggunakan tali PE yang
liv
lebih kecil yaitu 10 mm dan 8mm karena hanya sebagai pemberi
bentuk. Pada frame rope yang di sisi atas dipergunakan pipa
pralon berdiameter 1 inch yang dibuat kedap air sedangkan pada
frame rope sisi bawah dipergunakan pipa pralon ½ inch yang
tidak kedap air melainkan tali frame rope sisi bawah dimasukkan
kedalam lubang pipa, (Gambar 10).
Keterangan gambar : A = Pipa penguat
B dan C = Frame rope
Gambar 10. Frame Rope dan Pipa Penguat
3. Penutup dan Rangka Penutup Atraktor
Penutup atraktor cumi-cumi berfungsi sebagai penghalang
sinar matahari langsung, agar suasana dalam atraktor menjadi
remang-remang. Penutup atraktor dari bahan karet berwarna
hitam, tahan terhadap air.
Bahan material ini biasanya
dipergunakan untuk pelapis atap genteng rumah, (Gambar 11 B).
Ukuran penutup yang dipergunakan adalah 110 x 110 cm dan
dipasang pada rangka penutup dari pipa pralon/PVC. Selain
lv
fungsinya sebagai rangka penguat
ia juga berfungsi sebagai
pembuka atraktor secara horizontal, pelampung bantu dan
tempat menggantungkan substrat pelekatan telur.
Rangka
penutup dibuat kedap air dengan beberapa batang pipa pralon
dan sambungan siku (L) dan T. (Sambungan L dan T masingmasing 4 buah) dibuat dengan bentuk persegi panjang dengan
ukuran 100 x 100 sentimeter (Gambar 11 A dan C).
Gambar 11. Penutup dan Rangka Penutup
4. Pemberat
Pemberat berfungsi menenggelamkan frame
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU
MUHAMMAD ARAS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
TESIS
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu Perikanan
Disusun dan diajukan oleh
MUHAMMAD ARAS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
TESIS
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU
Disusun dan diajukan oleh
MUHAMMAD ARAS
Nomor Pokok P3300209020
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada Tanggal 23 Juli 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasihat,
Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc
Ketua
Dr.M.Abduh Ibnu Hajar, S.Pi.,M.P
Anggota
Ketua Program Studi
Ilmu Perikanan,
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
Prof. Dr. Ir. H. Achmar Mallawa, DEA
Prof. Dr. Ir. Mursalim
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
Nomor mahasiswa
Program studi
:
:
:
Muhammad Aras
P3300209020
Ilmu Perikanan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
Tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar,
Yang menyatakan,
Muhammad Aras
Mei 2013
v
PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita masih sempat
untuk berpikir, berinspirasi dan kesempatan untuk terus berekspresi, serta
slawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW atas syafaatnya dan para
sahabat serta pegikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyusunan tesis ini, Penulis banyak mendapat dukungan dan
arahan dari berbagai pihak, keluarga dan handaitaulan, sahabat dan temanteman mahasiswa Pasca Sarjana 2009. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis hanya bisa berucap terima kasih tak terhingga.
Dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Najamuddin,M.Sc selaku pembimbing utama dan
Dr. M. Abduh Ibnu Hajar, S.Pi., MP. selaku pembimbing anggota, atas
bimbingan dan arahannya sejak awal hingga selesainya Tesis ini.
2. Bapak Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, para
Asisten Direktur, dan seluruh staf kepegawaian yang telah memberikan
fasilitas dan banyak membantu Penulis selama kuliah maupun penelitian.
vi
3. Seluruh
staf
Pascasarjana
pengajar Program
Universitas
Studi
Hasanuddin
Ilmu
Perikanan
atas
ilmu,
Program
didikan
dan
bimbingannya selama Penulis menimba ilmu di Pascasarjana UNHAS.
4. Prof. Dr. Ir, Achmar Mallawa, DEA.,
Prof. Dr. Ir. Sudirman, MP. dan
Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si. atas bimbingan dan masukannya sebagai tim
penguji dalam pembuatan tesis ini.
5. Semua pihak yang telah turut membantu, namun tidak mungkin dapat
Penulis sebutkan namanya satu per satu.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih belum sempurna, untuk itu
penulis
masih
mengharapkan
saran
dan
kritik
untuk
lebih
menyempurnakannya. Semoga Tesis ini dapat berguna bagi kita semua.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah kami menghaturkan sembah sujud
sebagai rasa terima kasih.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Februari 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
MUHAMMAD ARAS. Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi
terhadap
Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang Berbeda di
Pulau Pute Anging Kabupaten. Barru (dibimbing oleh Najamuddin dan
M. Abduh Ibnu Hajar).
Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan
fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor
berdasarkan durasi waktu, dan frekuensi serta jumlah koloni telur yang
dilekatkan.
Desain penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif (studi kasus)
dengan eksprimental fishing dan pengamatan langsung kelapangan
terhadap tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor tali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atraktor tali, mampu
mempengaruhi cumi-cumi untuk melekatkan telurnya. Pelekatan telur
pertama kali pada hari ke-35 dan terakhir pada hari ke-60 sebanyak 16
koloni dengan jumlah polong telur 566 atau 1698 kapsul telur. Pelekatan
telur cumi-cumi pada atraktor tali, dilakukan sekaligus dengan interval
waktu 10-30 detik selama kurang lebih 15 menit dengan frekuensi ratarata 3-4 hari dan dilakukan pada pukul 06.00-07.00 dengan beberapa
pasangan. Untuk menjaga stok cumi-cumi, perlu memperbanyak
pemasangan atraktor pada suatu kawasan tertentu dengan
memperhatikan aspek ramah lingkungan.
Kata Kunci : Desain Atraktor, Cumi-cumi, Substrat Tali
viii
ABSTRACT
MUHAMMAD ARAS. Study of squid Attractor Design its Behaviour In
Sticking Eggs on Different Susbtrates in Pute Anging island, Barru
Regency (Supervised by Najamuddin and M. Abduh Ibnu Hajar.)
The research aimed to disclose and describe the squid behavior in
sticking eggs on rope attachment attractor based on the time duration,
frequency and the total of the egg colonies stuck.
This was a qualitative descriptive analisys research (a case study)
with the experimental fishing and direct observation in the field towards the
squid behaviour in sticking eggs on the rope attractor.
The research result indicates that rope attachment attractor is able
to influence the squids to stick their eggs. The first egg sticking is on the
35th day, and the last is on the 60th day as many as 16 colonies with the
total of 566 egg pods or 1.698 egg capsules. In sticking egg on the rope
attachment attractor, the squid perform it stimultaneously in the time
interval of 10 – 30 second for approximately 15 minutes with the frekuensi
of average 3 – 4 days, and it is carried out in the morning between 06 –
07.00 hours with several couples. To maintain the squid stock, it is
necessary to increase the attractor installations in the certain region by
focusing on the environmental friendly aspect.
Keywords: Attractor design, squid, rope substrate
ix
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap
: Muhammad Aras, S.Pi
Nomor Pokok
: P 3300209020
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir
: Pare-pere, 15 Nop1969
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Bugis/Indonesia
Alamat Rumah
: Jl. A.Saripin No 48 Barru.
90711
Pekerjaan
: Dosen Politani Negeri Pangkep
Instansi
: Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Alamat Instansi
: Jl. Poros Makassar Pare-pere KM 83 Mandalle
Pangkep.
Program Studi
: Ilmu Perikanan
Tanggal Lulus
: 23 Juli 2013
Nomor Alumni
:
IPK
:
Predikat Kelulusan :
Judul Tesis
: Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi terhadap Tingkah
Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang
Berbeda di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru
Pembimbing
: 1. Prof. Dr.Ir. Najamuddin, M.Sc
2. Dr.M.Abduh Ibnu Hajar, S.Pi.,M.Si
(Ketua)
(Anggota)
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGAJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
iv
PRAKATA
v
ABSTRAK
vii
CURRICULUM VITAE
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
I.
PENDAHULUAN
1
b. Latar Belakang
1
c. Rumusan Masalah
4
d. Tujuan Penelitian
4
e. Kegunaan Penelitian
5
f. Hipotesis Penelitian
5
g. Definisi Operasional
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-cumi
6
6
xi
B. Habitat dan Tingkah Laku
9
C. Reproduksi dan Siklus Hidup
10
D. Populasi dan Distribusi
12
E. Kapsul Telur
13
F. Atraktor Cumi-cumi
15
G. Penangkapan Cumi-cumi
18
H. Kerangka Pikir
18
III. METODE PENELITIAN
20
A. Waktu dan Tempat
20
B. Alat dan Bahan
20
C. Prosedur Kerja
21
1. Pemilihan Lokasi
21
2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
22
3. Setting Atraktor Cumi-cumi
23
D. Metode Penelitian
24
1. Pengumpulan Data
24
2. Analisis Data
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
26
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
26
B. Parameter Oseonografi
29
C. Deskripsi Atraktor Cumi-cumi
31
1. Desain dan kontruksi
a. Desain Atraktor cumi-cumi
31
31
xii
b. Konstruksi Atraktor Cumi-cumi
32
1. Pelampung
32
2. Frame Rope
33
3. Penutup dan Rangka Penutup
34
4. Pemberat
35
5. Media pelekatan telur
36
6. Tali jangkar/pelampung/penghubung
37
7. Jangkar
37
8. Prosedur Pembuatan Atraktor
37
2. Pengoperasian Atraktor Cumi-cumi
39
D. Interaksi Organisme yang Berasosiasi
41
1. Organisme Penempel pada Atraktor
41
2. Organisme yang berasosiasi pada Atraktor
42
E. Efektifitas Desain Atraktor Cumi-cumi
43
1. Jumlah Koloni
43
2. Volume Koloni Telur pada Substrat
47
3. Daya Tahan Koloni pada Substrat
47
F. Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur
49
1. Durasi/Periode Waktu Pelekatan Telur
51
2. Waktu dan Frekuensi Pelekatan Telur
53
3. Posisi Pelekatan Telur dalam Atraktor
55
4. Penetasan Telur Cumi-cumi
57
V. KESIMPULAN DAN SARAN
61
xiii
A. Kesimpulan
61
B. Saran
61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
halaman
1. Parameter Oseonografi Lokasi Pagi dan Sore Hari
29
2. Rataan Parameter Oseonografi
30
3. Jumlah Koloni Telur Dalam Atraktor Cumi-cumi
4. Frekuensi Pelekatan Telur
44
54
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Keluarga Chepalopoda
6
2. Anatomi Cumi-cumi
8
3. Telur Cumi-cumi
14
4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan
17
5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian
19
6. Setting Atraktor
23
7. Pulau Pute Anging
26
8. Denah Situasi Pulau Pute Anging.
28
9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor
33
10. Frame Rope dan Pipa Penguat
34
11. Penutup dan Rangka Penutup
35
12. Pemberat
36
13. Subtrat Pelekatn Telur
37
14. Bagian Sebuah Atraktor Cumi-cumi
39
15. Kegiatan Setting Atraktor Cumi-cumi
40
16. Organisme Menempel pada Atraktor Cumi-cumi
41
17. Distribusi dan Kecenderungan Keberadaan Organisme
yang berasosiasi pada Atraktor Cumi-cumi
43
18. Ikan Bayeman Ijo (Thallasoma quenqeuvittatum) dan Ikan
Baluran (Cheilinus trilobatus)
48
19. Tingkah Laku Cumi-cumi Sebelum dan pada Saat akan
Melekatkan Telur
50
xvi
20. Durasi Waktu Pelekatan Telur
52
21. Distribusi dan Aktivitas Cumi-cumi di Daerah Pemijahan
52
22. Telur yang Menempel pada Substrat Tali dan Posisi Telur
Pada Substrat Tali
55
23. Jumlah Polong dan Volume Koloni Telur Cumi-cumi pada
Setiap Substrat
56
24. Penampang Telur Umur 10 Menit dan Penampang Telur
Umur 14 Hari
57
25. Ukuran Larva Cumi-cumi Umur 10 Menit
59
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
halaman
1. Jumlah Koloni Telur pada Substrat
66
2. Data parameter oseonografi
67
3. Daftar Bahan Satu Unit Atraktor Cumi-cumi
68
4. Iliustrasi Pembuatan Atraktor
69
5. Empat Jenis Bahan- Susbtrat
70
6. Tampak Sepasang Cumi-cumi Sedang Menuju ke Tempat
Pemijahan
70
7. Pengangkatan atraktor
71
8. Telur Cumi-cumi Umur 10 Menit, Telur Cumi-cumi Umur 14
hari, Telur Cumi-cumi Umur 28 hari
72
xviii
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemanfaatan berkelanjutan suatu sumber daya harus mencakup
tiga hal, yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pengelolaan perikanan
pada
tahap
awal
ketika
stok
masih
melimpah
bertujuan
pada
pengembangan kegiatan eksploitasi sumber daya untuk memaksimumkan
produksi dan produktivitas. Pada tahap selanjutnya ketika pemanfaatan
sumberdaya ikan meningkat sehingga kelestarian stok ikan mulai
terganggu,
pengelolaan
sumber
daya
perikanan
biasanya
mulai
memerhatikan unsur sosial (keadilan) dan lingkungan agar pemanfaatan
sumberdaya tersebut dapat berkelanjutan. Strategi yang diterapkan pada
tahap ini umumnya bertujuan untuk konservasi.
Cumi-cumi adalah salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai
ekonomis penting. Ketersedian cumi-cumi sebagai bahan makanan yang
berprotein tinggi saat ini hanya mengandalkan penangkapan dari alam,
sedangkan alam mempunyai keterbatasan daya dukung akibat adanya
tekanan penangkapan yang tak terkendali dan pencemaran lingkungan
laut. Salah satu upaya menjaga ketersediaan cumi-cumi di alam adalah
dengan menyiapkan atraktor cumi-cumi atau rumpon tempat memijah
pada waktu tertentu sekaligus sebagai fishing ground.
xix
Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan
paparan benua hingga kedalaman 400 meter. Kebiasaan cumi-cumi pada
saat akan memijah bermigrasi ke daerah pantai dan dilakukan secara
bergerombol (Hanlon, et.al. 2004 dan Tallo, 2006). Migrasi harian cumicumi dipengaruhi oleh kehadiran predator dan penyebaran makanan.
Siang hari biasanya berkelompok dekat dasar perairan dan akan
menyebar pada kolom perairan pada malam hari, Roper, et. Al. (1984)
dalam Tallo (2006), dan Downey, et.al. (2010).
Kebiasaan lain dari organisme ini dikemukanan oleh Brandt (1984)
dan Tulak (1999) bahwa cumi-cumi biasanya memilih kedalaman dan
berbagai tipe substrat untuk menempelkan telurnya. Adapun tipe substrat
yang dimaksud seperti rumput laut, lamun, sponge, batu-batuan, karang,
bubu bambu, daun kelapa, pipa PVC, tali maupun keranjang plastik. Letak
pemasangan substrat yang dipilih adalah pada tempat yang agak samar
dan tersembunyi. Lebih lanjut dijelaskan Baskoro (2007) bahwa cumicumi menempelkan telurnya di atraktor cumi-cumi pada kedalaman 4–7
meter.
Aras (2008) telah melakukan penelitian tentang penggunaan
rumpon/atraktor sebagai tempat bertelurnya cumi-cumi. Diperoleh hasil
bahwa terdapat banyak telur cumi-cumi menempel pada rumpon setelah
dipasang
selama 22–28 hari pada kedalaman 5 - 7 meter. Beberapa
hasil penelitian yang terkait, menunjukkan signifikansi atraktor cumi-cumi
dengan pelekatan telur.
xx
Atraktor cumi-cumi adalah suatu teknologi tepat guna yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan dan mempertahankan sumberdaya
cumi-cumi dan tidak merusak lingkungan serta berkelanjutan pada suatu
perairan.
Fungsi dari atraktor cumi-cumi tersebut
sebagai tempat
menempelkan telurnya, sampai akhirnya telur-telur tersebut menetas.
Tingkat keberhasil atraktor dalam
menetaskan
telur
adalah 85%
(Baskoro, 2007). Hingga saat ini penggunaan atraktor untuk menarik
cumi-cumi
2006).
menempelkan
telurnya
belum
banyak dilakukan (Tallo,
Penelitian sebelumnya menunjukkan uji coba pemasangan
atraktor cumi-cumi menemukan telur cumi-cumi pada kedalam 5 dan 7
meter di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru.
Pulau Pute Anging adalah salah satu pulau yang masuk dalam
wilayah Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Letaknya berada di
Selat Makassar dan di pesisir barat Kabupaten Barru. Pulau ini tidak luas,
jumlah penduduk sekitar 400 jiwa atau sekitar 100 kepala keluarga.
Sebagian besar mata pencahariaan penduduknya sebagai nelayan.
Umumnya alat penangkap ikan yang digunakan antara lain; jaring insang,
purse seine, pancing, dan bubu (Badan Statistik Barru, 2009).
Hasil
tangkapan khususnya cumi-cumi setiap keluarga nelayan rata-rata
sepuluh kilogram per bulan.
Pemasangan atraktor atau rumpon cumi-cumi di sekitar Pulau Pute
Anging dapat dikembangkan dengan tujuan utama yaitu memperkaya
sumberdaya cumi-cumi di kawasan perairan tersebut. Hal ini dikarenakan
xxi
atraktor tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan
sekaligus sebagai tempat cumi-cumi melekatkan telurnya.
Tentunya
dengan kondisi yang kondusif tersebut menjadi peluang dan harapan
untuk mendapatkan hasil tangkapan cumi-cumi yang lebih banyak tanpa
merusak lingkungan.
Manfaat lain dengan adanya atraktor cumi-cumi
dapat menjadi daerah yang menarik untuk dikembangkan sebagai daerah
ekowisata pantai, misalnya kegiatan penyelaman dan pemancingan serta
alih
teknologi
yang
mudah
kepada
masyarakat
dengan
tetap
memerhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Diharapkan dengan adanya kegiatan pemasangan atraktor cumicumi dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan nelayan. Pemasangan
atraktor dapat dilakukan secara berkesinambungan oleh masyarakat.
Berdasarkan analisis di atas, penelitian ini diarahkan untuk meneliti
substrat atau media penempelan telur pada atraktor yang disukai cumicumi yang pada saat ini belum banyak dikaji, Substrat atau media ini
merupakan komponen yang penting dalam sebuah atraktor cumi-cumi.
(http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detail-dttg/109/atraktor-cumi-cumi)
B. Rumusan Masalah
1. Di alam, cumi-cumi menempelkan telurnya pada berbagai substrat
saat akan menempelkan telurnya, tergantung benda yang ditemui
pada saat
itu,
namun belum diketahui/dipahami struktur/jenis
media yang bagaimana yang lebih disukai dan terbatasnya
informasi dalam mengungkap fenomena ini ?.
xxii
2. Fenomena perilaku cumi-cumi dalam menempelkan/melekatkan
telurnya belum banyak diungkap secara detail, baik terhadap durasi
waktu
penempelan
maupun
banyaknya
koloni
telur
yang
ditempelkan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang kajian disain atraktor terhadap tingkah laku
cumi-cumi dalam pelekatan telur pada substrat yang berbeda di
perairan Pulau Pute Anging Kab.Barru bertujuan :
1.
Menentukan efektifitas desain atraktor cumi-cumi berdasarkan
jenis media pelekatan telur.
2.
Mendeskripsikan
fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam
pelekatan telurnya pada substrat yang berbeda berdasarkan
frekuensi pada substrat, durasi waktu pelekatan telur dan jumlah
koloni telur yang dilekatkan.
D. Kegunaan Penelitian
1.
Merekomendasikan desaian atraktor cumi-cumi berdasarkan jenis
substrat yang efektif kepada para nelayan dan pemerintah dalam
pengelolaan sumberdaya cumi-cumi berkelanjutan.
2.
Memberikan pemahaman kepada nelayan dan Dinas Perikanan
Kelautan tentang pentingnya menciptakan daerah pemijahan
cumi-cumi yang potensial dan berkelanjutan di daerah pantai
yang berkontribusi sebagai fishing ground cumi-cumi yang
optimal.
xxiii
E. Definisi Operasional.
1.
Substrat adalah media yang dipergunakan oleh cumi-cumi untuk
menempelkan telurnya.
2.
Koloni telur adalah kumpulan polong-polong telur cumi-cumi pada
substrat, biasanya dlakukan sekali pemijahan
3.
Polong telur adalah telur cumi-cumi yang berwarna transparan,
terbungkus oleh zat gelatin dan terdiri dari 1 sampai 5 kapsul
telur.
4.
Kapsul telur adalah telur cumi-cumi yang terdiri dari satu bakal
induvidu baru.
5.
Frame rope adalah bingkai atraktor cumi-cumi yang berbentuk
kotak dengan ukuran tertentu yang mempunyai 12 rusuk.
xxiv
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-Cumi
Cumi-cumi termasuk kedalam Phylum Mollusca, Cuvier 1798, Class
Cepha-lopoda, Schneider 1784, Sub-class Coleoidea, E. W. Berry 1928,
Order Teuthoidea, Naef 1928,
Suborder Myopsida, d'Orbigny 1845,
Family Loliginidae, d'Orbigny 1845. Ordo Theuthoidea merupakan ordo
terbesar dari Chepalopoda, terdiri dari 25 suku tetapi hanya empat suku
yang mempunyai nilai ekonomi, yaitu suku Loliginidae, Omastrephidae,
Onychoteuthidae dan Thysanoteuthidae. Dari suku Loliginidae ada
delapan marga, tetapi hanya tiga marga yang bernilai ekonomis, yaitu:
Loligo, Sepioteuthis dan Uroteuthis. Dari ketiga marga yang tersebut di
atas terdapat lima jenis yang bernilai ekonomis, yaitu: Loligo duvauceli,
Loligo edulis, Loligo singhalensis, Sepeteuthis lessoniana dan Uroteuthis
bartsschi, sedangkan tiga suku lainya masing-masing mempunyai satu
jenis yang bernilai ekonomis,
Onytchotethis banksi, Symplectoteuthis
oualanienis dan Thysanoteuthis rhombus.
xxv
Gambar 1. Keluarga Chepalopoda
Karakteristik khusus yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya tinta
yang terdapat di atas usus besar dan bermuara didekat anus. Bila cumicumi
diserang
musuhnya,
kantong
tinta
akan
berkontraksi
dan
mengeluarkan cairan berwarna hitam gelap melalui pipa ini. Hal ini
menyebabkan
terbentunya
awan
hitam
disekelilingnya
yang
memungkinkan cumi-cumi terhindar dari serangan. Cairan yang berwarna
hitam yang dikeluarkan mengandung butir-butir melanin (Jacobson, 2005).
Lebih lanjut Jacobson (2005) mengemukakan bahwa secara
morfologi tubuh cumi relatif panjang, langsing dan bagian belakang
meruncing (rhomboidal). Tubuh cumi-cumi dibedakan atas kepala, leher
dan badan. Kepala terletak di bagian ventral, memiliki dua mata yang
besar dan tidak berkelopak, berfungsi sebagai alat untuk melihat,
mempunyai pandangan mata yang sangat bagus.
Leher pendek dan
badan berbentuk tabung dengan sirip lateral berbentuk segitiga di setiap
sisinya. Pada kepala terdapat mulut yang dikelilingi oleh empat pasang
tangan dan sepasang tentakel (8 tangan dan 2 tentakel panjang). Pada
permukaan dalam tangan dan tentakel terdapat batil isap yang berbentuk
mangkok terletak pada ujung tentakel. Gigi khitin atau kait terletak pada
tepi batil isap untuk memperkuat melekatnya mangsa yang diperolehnya.
Pada posterior kepala terdapat sifon atau corong berotot yang berfungsi
sebagai kemudi. Jika ia ingin bergerak ke belakang, sifon akan
menyemburkan air ke arah depan, sehingga tubuhnya bertolak ke
xxvi
belakang. Sedangkan gerakan maju ke depan menggunakan sirip dan
tentakelnya. Di bagian perut, tepatnya pada sifon akan ditemukan cairan
tinta berwarna hitam yang mengandung pigmen melanin. Fungsinya untuk
melindungi diri. Jika dalam keadaan bahaya cumi-cumi menyemprotkan
tinta hitam ke luar sehingga air menjadi keruh. Pada saat itu cumi-cumi
dapat meloloskan diri dari lawan.
Pada anterior badan terdapat
endoskeleton. Sistem skeletal terdiri atas endoskeleton yang berbentuk
pen atau bulu dan beberapa tulang rawan. Beberapa tulang rawan
tersebut membentuk artikulasi untuk sifon dan mantel, yang lain
melindungi ganglia dan menyokong mata. Endoskeleton yang berbentuk
pen tersebut homolog dengan cangkang pada Mollusca lain. Pada Loligo
endoskeleton tersebut (cangkang) terletak di dalam rongga mantel
berwarna putih transparan, tipis dan terbuat dari bahan kitin. Mantel
berwarna putih dengan bintik-bintik merah ungu sampai kehitaman dan
diselubungi selaput tipis berlendir.
Gambar 2.
Selengkapnya dapat dilihat pada
xxvii
(http://www.google.co.id/imglanding?q=morfologi%20cumi-cumi&imgurl)
Gambar 2. Anatomi Cumi-cumi
Sistem saraf yang berkembang baik yang dipusatkan dikepala,
berenang dengan cepat, menunjukkan emosi, berubah warna dengan
cepat dengan kromatofor, dan dapat merayap di dasar atau berenang
didekat dasar. Kelompok hewan ini ber-badan lunak dan tidak mempunyai
cangkang yang tebal, mantelnya menyelimuti sekeliling tubuhnya
membentuk kerah yang agak longgar pada bagian leher. Jenis yang
paling umum dijumpai adalah antara lain cumi-cumi (Loligo vulgaris)
dengan tubuh yang langsing. Kerangkanya tipis dan bening yang terdapat
didalam tubuhnya. (Nontji. 2002).
B. Habitat dan Tingkah Laku
Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan
paparan benua hingga kedalaman 400 meter. Beberapa spesies cumicumi hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi digolongkan sebagai
organisme pelagik, tetapi kadang-kadang digolongkan sebagai organisme
demersal karena sering berada di dasar perairan. Cumi-cumi melakukan
pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok didekat dasar
perairan dan akan menyebar pada daerah permukaan pada malam hari
(Brodziak, 1999 dalam Tallo, 2006).
xxviii
Cumi-cumi tergolong hewan pemakan daging (karnivora) oleh
sebab itu semua biota laut yang bisa masuk mulutnya akan dimakan
seperti kerang, ikan dan hewan laut lainnya. Cumi-cumi menangkap
mangsanya dengan menggunakan jari-jarinya yang mempunyai mangkok
pengisap, giginya menyerupai paruh betet yang tajam. Cumi-cumi ada
yang hidup dilaut dalam dan ukurannya sangat besar (Baskoro 2007).
Cumi-cumi sangat terbantu selama berburu dengan adanya alat
peraba (tentakel) pada mulutnya.
Tentakel yang seperti cambuk ini
biasanya tetap tergulung dalam kantung yang terletak di bawah lenganlengannya. Ketika menemukan mangsa, cumi-cumi menjulurkan tentakel
untuk menyergapnya. Makhluk ini bergantung pada lengan-lengannya
yang jumlahnya delapan.
Ia mampu dengan mudah mencabik-cabik
seekor kepiting menjadi serpihan kecil dengan menggunakan paruhnya.
Cumi-cumi menggunakan paruhnya dengan begitu terampil sehingga
mampu dengan baik melubangi kulit cangkang kepiting dan mengeluarkan
dagingnya dengan lidah.
C. Reproduksi dan Siklus Hidup
Cumi-cumi
berproduksi
secara
seksual.
Cumi-cumi
betina
mengeluarkan ba-nyak benang telur ke dalam air, sedangkan yang jantan
mengeluarkan sperma. Cumi-cumi mempunyai sifat dimorfil seksual, yaitu
perbedaan morfologi antara betina dan jantan. Perbedaan yang umum
adalah cumi-cumi betina lebih besar dari pada cumi-cumi jantan.
Perbedaan kelamin juga dapat dilihat bahwa pada jantan lengan empat
xxix
berubah menjadi alat kopulasi yang disebut hektokotil yang berfungsi
menyalurkan sperma ke betina. Ketika melakukan kopulasi, hektokotil
telah berisi sperma dan di-masukkan ke dalam rongga mantel betina
kemudian sperma akan membuahi telur-telur pada cumi-cumi betina.
Sebelum melakukan kopulasi cumi-cumi jantan akan mengambil sperma
dari alat genitalianya. Sperma akan dikemas dalam tabung khitin, yang
dinamakan spermatofor yang ukurannya sekitar 10–15 mm. Dalam satu
hari jantan dapat memproduksi kurang lebih 12 spermatofor (Roper et
al.1984).
Di bawah kulit cumi-cumi tersusun sebuah lapisan padat kantungkantung pewarna lentur yang disebut kromatofora. Dengan menggunakan
lapisan ini, cumi-cumi dapat mengubah penampakan warna kulitnya yang
tidak hanya membantu dalam penyamaran akan tetapi juga sebagai
sarana komunikasi. Seekor cumi-cumi jantan menunjukkan warna yang
berbeda ketika kawin dengan warna yang digunakan ketika menghadapi
musuhnya. Saat cumi-cumi jantan bercumbu dengan cumi-cumi betina,
kulitnya berwarna kebiruan. Jika jantan lain datang mendekat pada waktu
ini, ia menampakkan warna kemerahan pada separuh tubuhnya yang
terlihat oleh jantan yang datang itu. Merah adalah warna peringatan yang
digunakan saat menantang atau melakukan serangan (Roper et al.1984).
Terdapat
pula
rancangan
sempurna
pada
sistem
perkembangbiakan cumi-cumi. Telurnya memiliki permukaan lengket yang
memungkinkannya menempel pada rongga-rongga di kedalaman lautan.
xxx
Janin yang ada dalam telur memakan sari makanan yang telah tersedia
dalam telur tersebut hingga siap menetas. Janin ini memecah selubung
telur dengan cabang kecil mirip sikat pada bagian ekornya. Setiap seluk
beluknya telah dirancang dan bekerja sebagaimana direncanakan. Seekor
induk cumi-cumi rata-rata mampu menghasilkan sekitar 500 butir telur
(Baskoro, 2007).
Menurut Summers (1971); Lange (1982) dalam Jacobson (2005),
cumi-cumi mempunyai jangka waktu hidup 1–2 tahun. Brodziak dan Macy
(1996) melakukan pengukuran pertumbuhan cumi-cumi dengan metode
statolith diperoleh bahwa umur kurang dari satu tahun ukurannya dapat
mencapai sekitar 40–50 cm, tetapi sebagian besar masih kurang dari 30
cm. Selanjutnya masa hidup cumi-cumi hanya 6–9 bulan (Yang et al.
1983; Jackson,1994; dan Jackson, 2003 dalam Hanlon, at.al. 2004).
D. Populasi dan Distribusi
Populasi cumi-cumi semakin hari kian terancam keberadaanya,
mengingat kini makin meningkat intensitas pencemaran dan kerusakan
lingkungan di laut. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap
ekosistem laut terutama cumi-cumi yang ter-golong hewan yang amat
peka terhadap pencemaran. Sedikit saja terjadi perbedaan kualitas air
akan menghindar dari kawasan perairan tersebut, selain itu cumi-cumi
juga tidak bisa kawin kalau bukan pada habitat aslinya, sehingga sulit
untuk dibudidaya-kan (Baskoro, 2008).
xxxi
Menurut Soewito (1990) dalam Aras (2008), cumi-cumi menghuni
perairan dengan suhu antara 8–32 ºC dan salinitas 8,5–30‰. Terjadinya
kelimpahan cumi-cumi ditunjang oleh adanya zat hara yang terbawa arus
(run off) dari daratan. Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh zooplankton,
juvenile ikan ataupun ikan-ikan kecil yang merupakan makanan cumicumi.
Cumi-cumi pada siang hari berada didasar perairan, pada malam
hari cumi-cumi bergerak ke permukaan air.
Cumi-cumi biasanya
bermigrasi secara bergerombol (Scooling). Cumi-cumi sangat berasosiasi
dengan faktor lingkungan seperti salinitas, suhu dan kedalaman perairan.
Kedalaman perairan berpengaruh terhadap keberadaan cumi-cumi
(Brodziad and Hendrickson, 1999 dalam Tallo, 2006).
Migrasi harian cumi-cumi dipengaruhi pula oleh kehadiran predator
dan pe-nyebaran makanan.
bermigrasi
ke
daerah
Cumi-cumi dewasa pada umumnya
pemijahan
secara
bergerombol.
Genus
Ommastrphid diketahui memijah di daerah lepas pantai, sedangkan
Loligonid memijah di dekat pantai (in shore). Pada waktu bermigrasi ke
daerah dekat pantai untuk memijah, cumi-cumi jantan dari genus Loligo
tiba lebih dahulu di pantai dari betina. Cumi-cumi akan segera
meninggalkan suatu lingkungan perairan yang tercemar dan mencari
perairan yang lebih baik (Sauer et.al, 1999 dalam Tallo, 2006).
E. Kapsul Telur
xxxii
Istilah kapsul telur dimana di dalamnya terdapat telur-telur sering
disebut dalam menjelaskan perkembangan embrio. Kapsul pada mulanya
disebut chorion yang merupakan sekresi dari folikel selama tahap akhir
oogenesis. Telur yang telah matang dan bebas dari jaringan folikel,
dikeluarkan
melalui
saluran
telur
dengan
cara satu persatu atau
berturut-turut dalam satu rangkaian yang berisi beberapa telur pada satu
kali pelepasan telur (Boletzky, 1977; Segawa, 1987 dalam Aras, 2008).
Telur cumi-cumi yang ditempelkan umumnya berkumpul membentuk
koloni. Adapun bentuk telur cumi-cumi ditampilkan pada Gambar 3. dapat
mencapai 10 sampai 275 kapsul
xxxiii
Gambar 3. Telur Cumi-cumi (Aras, 2008)
Telur-telur yang telah dibuahi akan dikeluarkan satu per satu atau
dalam kapsul-kapsul gelatin kemudian diletakkan atau ditempelkan pada
karang, batu-batuan, ganggang, rumput laut atau benda lainnya. Telur
cumi-cumi saling melekat hingga menyerupai untaian buah anggur.
Pelindung tambahan gelatin yang membungkus masing-masing telur tadi
akan mengeras saat bersentuhan dengan air laut Telur-telur diletakkan
berserakan atau berkelompok
dalam untaian kemudian akan menetas
setelah enam minggu atau lebih. Diameter telur antara 0,8–20 mm dan
jumlahnya bervariasi sekitar 60 butir atau lebih dalam satu kelompok.
Cumi-cumi tidak mengenal tahap kehidupan sebagai larva,
dimana
setelah telur menetas bentuknya seperti induknya (Roper, et al. 1984).
Cumi-cumi meletakkan telur dalam tumpukan yang dibungkus jelly
atau kapsul yang memiliki bentuk menyerupai gulungan spiral. Jumlah
minimum telur
pada setiap kapsul yang ditemukan pada Sepioteuthis
lesoniana adalah dua butir. Jumlah telur normal pada setiap kapsul adalah
tiga atau lebih setiap kapsul (Segawa, 1987 dalam Aras, 2008).
F. Atraktor Cumi-Cumi
xxxiv
Salah satu alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal
masyarakat nelayan sebagai alat pemikat ikan adalah rumpon atau biasa
disebut juga atraktor. Alat ini tersusun dari beberapa komponen, antara
lain rakit, atraktor, tali rumpon, dan jangkar Samples dan Sproul (1985)
dalam Tadjuddah (2009) menyatakan bahwa tertariknya ikan yang berada
di sekitar rumpon disebabkan karena: Rumpon sebagai tempat berteduh
(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; Rumpon sebagai
tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; Rumpon
sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu;
Rumpon sebagai tempat ber-lindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu;
Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-ikan
tertentu yang beruaya.
Von Brandt (1984), menyatakan bahwa metode yang sangat
sederhana untuk memikat cumi-cumi untuk meletakkan telurnya adalah
dengan menenggelamkan ranting pohon ke dalam perairan.
Atraktor cumi-cumi merupakan jenis rumpon yang dibuat dengan
konstruksi yang sangat sederhana, yaitu berbentuk seperti bunga dengan
diameter 120 cm dan tinggi 35 cm, terbuat dari bahan kawat, plastik atau
besi yang tidak mudah berkarat. Agar cumi-cumi betah berada di dalam
atraktor, ditempatkan serabut-serabut dari tali agar mirip tumbuhan laut
sebagai tempat cumi-cumi meletakkan telurnya dan pada bagian atasnya
ditutupi lembaran plastik hitam (warna gelap) dimaksudkan agar cahaya
matahari tidak menembus pada tempat cumi-cumi akan melepaskan
xxxv
telurnya (Baskoro, 2007).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemasangan
atraktor cumi-cumi dalam perairan menggunakan sistem long line. Dalam
satu unit terdiri dari 10 buah atraktor yang dipasang memanjang
diletakkan di dasar perairan sekitar terumbu karang dengan kondisi
perairan yang jernih dan arus yang tidak terlalu kuat, kedalaman 5–7
meter dari permukaan laut. Biasanya sekitar satu bulan pasca diletakkan
atraktor, baru terlihat ada telur cumi-cumi di alat tersebut dan akhirnya
akan menetas dan menjadi cumi-cumi baru yang siap menjadi dewasa.
Beberapa bentuk atraktor cumi-cumi terlihat pada Gambar 4 Dibawah ini.
A
B
xxxvi
C
Keterangan:
A. Bahan Dasar dari Ban Bekas
B. Bahan Dasar Kawat Galvanisir
C. Bahan Dasar Bambu
Gambar 4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan Dasar
(http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detaildttg/109/ atraktor-cumi-cumi).
G. Penangkapan Cumi-cumi
Jenis cumi-cumi yang banyak tertangkap diperairan Indonesia
(Paparan Sunda, Selat Makassar, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut
Maluku, Laut Seram, Laut Banda dan Laut Arafura) adalah Loligo edulis,
L. sinensis, L. duvaucelii, L. singhalensis, L. ujii, Sepiteuthis
lessoniana, dan Nototodarus philippi-nensis (Mallawa, 2006).
Tallo (2006) menjelaskan bahwa penangkapan cumi-cumi yang
paling intensif adalah pada musin memijah dimana cumi-cumi yang
tertangkap sebagian besar telah matang gonad. Akibat penangkapan
yang berlebih
tanpa memperhatikan faktor biologi dan ekologi
kesempatan cumi-cumi untuk berkembang biak sangat terbatas.
maka
xxxvii
Pemanfaatan sumberdaya perikanan cumi-cumi melalui kegiatan
penangkapan
sudah saatnya disertai upaya pengaturan penangkapan
dan kegiatan budidaya yang meliputi upaya pemijahan (hatchery) dan
pelepasan benih ke alam. Upaya ini dapat memperbaiki kerusakan
sumberdaya cumi-cumi karena dapat di lakukan pengkayaan stok untuk
memperbaiki dan mempertahankan kelestarian sumberdaya cumi-cumi.
Salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung upaya budidaya
cumi-cumi adalah adanya ketersediaan telur dan keberhasilan pemijahan
(Tallo,2006).
H. Kerangka Pikir
xxxviii
Gambar 5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian
xxxix
xl
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Pute Anging Kabupaten
Barru. Waktu penelitian selama 3 bulan, (Oktober – Desember 2012)
B. Alat dan Bahan Penelitian
No
Nama Alat/bahan
Spesifikasi
Jumlah
Kegunaan
Alat
1 Perahu sampan bermotor
1 unit
Sarana transfortasi dan pengambilan data
2 CCTV bawah air
non merek
1 unit
Melihat aktifitas cumi-cumi dalam air
3 Kamera foto
2 unit
Mengambil foto-foto yang diperlukan
4 Casing Kamera bawah air
Sony Cyber-shot,
12,1 mp
Seashell 40 m
1 unit
5 Global Positioning System
Garmin CX80a
1 unit
Rumah kamera kedap air untuk mengambil foto
dalam air
Menentukan posisi atraktor cumi-cumi
6 Hand refratometer
1 unit
Alat ukur untuk menentukan salinitas air laut
7 Termometer
1 unit
Alat ukur untuk menentukan suhu air laut
8 Secci disk
1 unit
Alat ukur untuk menentukan kecerahan air laut
9 Layangan arus
1 unit
Dipakai pada pengukuran arus laut
10 Stop watch
Digital
1 unit
Dipakai pada pengukuran arus laut
11 Sigmat
Ketelitian 0.1 mm
1 unit
12 Mistar/meteran
Ketelitian 1 cm
1 unit
Alat ukur untuk menentukan panjang lebar telur
cumi-cumi
Alat ukur untuk menentukan kedalaman perairan.
13 Alat scuba diving
tecnisub
2 unit
14 Gunting/pisau
Stainless steel
1 unit
Digunakan untuk pengambilan data dalam air
dan setting atraktor
Alat yang dipergunakan untuk memotong tali
15 Senter kedap air
Plastik
1 unit
Alat penerangan dalam air
16 Atraktor cumi-cumi
Berbentuk kotak
4 unit
Dipergunakan untuk menarik cumi-cumi untuk
bertelur
xli
Bahan untuk atraktor cumi-cumi
1 Pelampung
a. Pelampung Tanda
Styrofoam
1 buah
b. Pelampung atraktor
Styrofoam
16 buah Mengangkat sisi bagian atas atraktor agar
berdiri dalam laut
a. Frame rope vertikal
b. Fr rope atas
c. Fr rope bawah
3 Media Pelekatan Telur
Polyetheline
Polyetheline
Polyetheline
16 buah Tiang atraktor
16 buah Bingkai atas
16 buah Bingkai bawah
a. Plastik
b. Papan
c. Tali
d. Lembaran Jaring
4 Pemberat
Plastik tebal
Kayu ulin
Katun dia.10mm
Poliamida, 50x8mata
16 lembar Tempat penempelan telur
16 lembar Tempat penempelan telur
32 helai Tempat penempelan telur
4 lembar Tempat penempelan telur
Sebagai tanda dimana atraktor ditempatkan
2 Frame rope (Fr)
a. Pemberat atraktor
b. Jangkar
Semen cor bertulang 16 buah Menenggelamkan atraktor
besi
1 buah Penahan atraktor dari arus
C. Prosedur Kerja
1. Pemilihan Lokasi.
Pemilihan lokasi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
yang sesuai untuk pemasangan atraktor. Kedudukan atraktor di
dasar perairan harus stabil walaupun terjadi pergerakan arus yang
kuat. Persyaratan untuk lokasi penempatan atraktor cumi-cumi
adalah :
xlii
a. Dasar perairan berpasir atau pasir karang,
b. Kondisi air jernih sampai kedalam 4-5 meter
c. Kedalaman 3-7 meter dengan topografi dasar laut agak landai
(Baskoro dkk, 2011)
d. Dekat dengan terumbu karang dan padang lamun.
e. Kecepatan arus pada daerah tersebut tidak lebih dari 0,5 knot
(Baskoro dkk, 2011)
f. Sering ditemukan cumi-cumi bertelur pada lokasi tersebut.
2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi.
Desain atraktor cumi-cumi
yang
dibuat adalah atraktor
berbentuk kotak dengan sistem pelampung dan pemberat. Desain
ini mempunyai performance yang baik, stabil dalam air, material
yang dipergunakan mempunyai daya tahan yang baik terhadap air
laut dan tersedia banyak di pasaran dengan harga yang terjangkau,
disamping itu pengangkutan alat yang mudah karena dapat dilipat
dan dibongkar pasang serta teknik pembuatan alat yang relatif
gampang (150 menit per unit atraktor).
Untuk mendapatkan gambaran tentang desain atraktor yang
dirancang, semua bahan yang dipergunakan diukur panjang, lebar,
diameter,
jenis bahan, jenis simpul atau sambungan yang
dipergunakan, kemudian diuji coba dalam air untuk melihat
kestabilan, daya tenggelam dan daya apungnya.
xliii
Kontruksi atraktor cumi-cumi terbuat dari bahan dasar tali
polyetheline (PE) dan pipa pralon (PVC) yang dirangkai sehingga
berbentuk kotak empat persegi panjang. Atraktor yang dibuat
sebanyak 4 unit atraktor cumi-cumi.
Atraktor cumi-cumi terdiri dari pelampung, bingkai atraktor
(frame rope), penutup atraktor, material pelekatan telur, tali-temali
dan pemberat.
3. Setting Atraktor Cumi-cumi
Pemasangan atraktor dalam perairan dilakukan secara acak
pada kedalaman 3 - 4 meter, tiap atraktor saling terikat dengan
lainnya. Jarak setiap atraktor adalah 1 meter agar cumi-cumi bebas
memilih atraktor yang mana yang ia sukai/pilih untuk menempelkan
telurnya. Peletakan atraktor cumi-cumi dalam air dilakukan dengan
menyelam untuk memposisikan atraktor sesuai dengan keinginan
peneliti. Setting atraktor dapat dilihat pada Gambar 5
xliv
Gambar 6. Setting Atraktor
D. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan
dokumentasi
dan
data
dilakukan
wawancara
dengan
dengan
observasi,
nelayan
cumi-cumi.
Observasi dilakukan ke lapangan dengan melakukan eksperimental
fishing (mengoperasikan atraktor cumi-cumi). Pengambilan data
telur dilakukan dengan menyelam dan menaikkan atraktor dibawah
permukaan air kemudian melakukan pengamatan langsung dengan
menggunakan masker selam, senter,
mengambilan foto atau
gambar bergerak jika diperlukan sedangkan pengamatan tingkah
laku cumi-cumi pada saat pemijahan dilakukan dipermukaan air
dengan masker selam dan senter kedap air.
Telur-telur
yang
dilekatkan pada substrat kemudian dicatat jumlahnya, posisi tempat
xlv
dilekatkan, waktu pelekatan, frekuensi pelekatan, durasi pelekatan,
kondisi fisik atraktor (ukuran, dimensi, bahan) interaksi organisme
disekitar atraktor dan tingkah laku cumi-cumi pada saat akan
melekatkan telurnya pada substrat. Informasi tingkah laku cumicumi di daerah pemijahan
juga didapat dari beberapa nelayan
cumi-cumi. Semua data yang terkumpul
kemudian ditabulasi
selanjutnya diadakan analisis data. Waktu Pengumpulan data
dilakukan pada pagi dan sore hari yaitu pada pukul 06.00 – 07.00
dan 17.00 – 18.00.
2. Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil observasi, dokumentasi dan
wawancara kemudian dianalisis secara induktif,
sehingga dapat
diberikan gambaran atau kesimpulan akhir yang tepat mengenai
hal-hal
yang
sebenarnya
terjadi.
Fakta-fakta
empiris
yang
ditemukan kemudian dicocokkan dengan landasan teori yang ada.
xlvi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Pulau Pute Anging adalah sebuah pulau kecil di wilayah kabupaten
Barru bagian Selatan, tepatnya di desa Lasitae kecamatan Tanete Rilau..
Pute anging terletak
±3 mil sebelah Barat dari pelabuhan Perikanan
Polejiwa Pekkae Kabupaten Barru (Gambar 7)
Gambar 7. Pulau Pute Anging
xlvii
Pulau ini dikelilingi batu karang dan sedikit padang lamun mulai dari
Selatan ke Utara melalui Barat, sedangkan pada bagian Timur sedikit
kearah Selatan dan Utara berpasir campur karang pasir. Pada bagian
ini juga penduduk daerah ini membangun dermaga Pute Anging dan
aktivitas tambat kapal/perahu para nelayan.
Daerah penangkapan cumi-cumi yang paling
potensial
pada
bagian Utara dan Selatan Barat Daya. Bagian Utara perairannya agak
landai banyak hidup buluh babi, teripang
dan hewan laut lainnya,
berkarang tapi sebagian besar telah hancur. Banyak ditumbuhi tumbuhan
lamun. Pada bagian Timur dasar perairan sedikit curam dengan dasar
berpasir sedikit lumpur (ada dermaga Pute Anging). Di atas dermaga
nelayan
sering
melakukan
pemancingan
penangkapan cumi-cumi dilakukan
nelayan
cumi-cumi.
Waktu
pada pagi dan sore hari
dengan menggunakan pancing ulur. Jenis cumi-cumi yang tertangkap
adalah cumi-cumi yang berkulit tebal (Sepioteuthis lessoniana)
Lokasi penelitian berada sebelah Selatan dermaga kira-kira 50
meter dari dermaga pada titik koordinat 04° 29' 13" Lintang Selatan dan
119° 34' 23" Bujur Timur. Keadaan fisik lokasi adalah : 1) Airnya jernih,
pada kedalaman tiga meter dasar perairan masih tampak dengan jelas, 2)
berpasir dan sedikit lumpur campur pecahan karang (rubble) , 3) sering
ditemukan telur cumi-cumi, 4) Kecepatan arus tidak melebihi 0,5 knot, 5)
bukan daerah penangkapan ikan.
Baskoro (2011) menjelaskan bahwa
persyaratan untuk lokasi pemasangan atraktor cumi-cumi adalah :
xlviii
1. Tidak keruh (jernih),
2. Dasar perairan tidak berlumpur (pasir atau karang campur pasir),
3. Kedalaman perairan 3 – 7 meter,
4. Kecepatan arus tidak lebih dari 0,5 knot dan
5. Daerah migrasi cumi-cumi.
Keadaan
fisik
lokasi
tersebut
memenuhi
persyaratan
untuk
pemasangan atraktor cumi-cumi dan pengembangan selanjutnya. Denah
situasi Pulau pute anging dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Denah Situasi Pulau Pute Anging
xlix
B. Parameter Oseonografi
Parameter oseonografi yang diukur pada saat penelitian adalah
suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus permukaan
tempat
dimana atraktor dipasang. Keadaan oseonografi perairan pada saat itu
antara lain : suhu terendah dan tertinggi adalah 29,5 dan 31,9°C, rataan
suhu
pada pagi dan sore hari masing-masing
29,84 dan
31,03°C.
Salinitas 28,5 dan 33‰, rataan salinitas pada waktu pagi dan sore hari
adalah 30,46 dan 31,15‰.
Kecerahan 3,5 dan 5,5 meter, rataan
kecerahan pagi dan sore hari adalah 4,36 dan 3,88 meter. Kecepatan arus
1 dan 22 cm/detik, rataan
6 dan 9 cm/detik.
Keadaan parameter
oseonografi dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Parameter Oseonografi Pagi dan Sore Hari
Parameter
Oseonografi
Pagi
Sore
Range
Suhu (°C)
29,1 – 30,0
30,3 – 31,9
29,1 – 31,9
Salinitas (‰)
28,5 – 32,0
29 – 33
28,5 – 33,0
Kecerahan (m)
3,5 -5,5
3,5 – 5,0
3,5 - 5
Arus (cm/det)
1 - 20
1 – 22
1 - 22
l
Tabel 2. Rataan Parameter Oseonografi
Parameter
Oseonografi
Suhu (°C)
Salinitas
(‰)
Kecerahan
(m)
Arus
(cm/det)
Pagi
29,84
30,46
4,36
6
Sore
31,03
31,15
3,33
9
Parameter oseonografi seperti suhu yang relatif stabil, salinitas dan
kecerahan telah memenuhi persyaratan kehidupan cumi-cumi, sehingga
tidak mengganggu aktivitas pemijahan cumi-cumi pada lokasi ini.
Toleransi Cephalopoda terhadap suhu bersifat spesifik pada setiap
spesies dengan kecenderungan memiliki kisaran yang lebar, sebaliknya
terhadap salinitas sangat terbatas karena hampir seluruhnya bersifat
stenohalin (kecuali Lolliguncula spp), Namun demikian kebanyakan
spesies dapat hidup dengan layak pada kisaran salinitas 27 - 38‰
Boletzky dan Hanlon (1983) dalam Syarifuddin (2002). Nabhitabata (1996)
mengatakan bahwa parameter oseonografi bagi kehidupan chepalopoda
adalah : oksigen terlarut : > 5mg/liter, salinitas 25-35 ‰, suhu 28 – 32°C,
pH 7-8.5, jarak pandang sebaik mungkin. Cumi-cumi yang berkulit tebal
(Sepioteutis lessoniana) dapat mentolirir perairan yang memiliki salinitas
pada kisaran 21,8 – 36,6‰. Parameter oseonografi untuk perairan tropis,
li
suhu 25 – 32 derajat Celcius , Salinitas 30 - 34 ‰. Oksigen terlarut 6 - 8
mg/liter dan pH 7-8. Parameter seperti suhu dan salinitas merupakan
faktor pembatas di laut, Nybakken (1988).
Pengamatan performance atraktor cumi-cumi terhadap faktor
oseonografi antara lain yang paling berpengaruh adalah kecepatan arus,
Arus perairan dapat mempengaruhi suatu alat yang ada dalam perairan.
Arus yang kuat dapat menggeser posisi atraktor sedikit demi sedikit ke
arah kedalaman, sehingga atraktor meninggalkan posisinya, Berdasarkan
data pengamatan selama 2 bulan, arah arus rata-rata dari arah Utara
menuju ke Selatan dengan kecepatan arus tertinggi adalah 22 cm/detik
(0,4 knot). Kecepatan arus ini masih memenuhi persyaratan untuk lokasi
penempatan atraktor yang diisyaratkan yaitu tidak lebih dari 0,5 knot,
Baskoro dkk, (2011).
C. Deskripsi Atraktor Cumi-Cumi
1. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
a. Desain Atraktor Cumi-cumi
Desain atraktor cumi-cumi berbentuk kotak persegi dengan
ukuran 100 x 100 x 40 cm. Desain ini memanfaatkan fungsi
pelampung dengan pemberat, terbentuk karena adanya gaya tarik
menarik antara pelampung dan pemberat. Desain ini juga dapat
dilipat, dibongkar dan dipasang kembali untuk memudahkan dalam
pengangkutan. Desain atraktor cumi-cumi sangat fleksibel dan
dapat berbentuk model apa saja,
yang terpenting adalah dapat
lii
merangsang cumi-cumi untuk menempelkan telurnya. Tallo (2006),
membuat atraktor cumi-cumi berbentuk kotak persegi dari bahan
bambu, Baskoro dkk (2007), mendesain atraktor cumi-cumi
berbentuk bunga mekar dari bahan besi harmonika dan yang
berbentuk kotak
dari
ban bekas. Atraktor cumi-cumi yang
dioperasikan di Pulau Bangka Belitung berbentuk bundar dan kotak
dari bahan drum bekas dan kayu.
b. Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
Bentuk sempurna atraktor cumi-cumi ini dapat dilihat setelah
ditanam di dalam air, terbentuk karena adanya tekanan ke atas
oleh beberapa pelampung terpasang dan daya tarik kebawah oleh
beberapa pemberat terpasang.
Terbentuk menyerupai kotak
dengan ukuran tertentu. Bagian-bagian sebuah atraktor adalah
sebagai berikut :
1. Pelampung
a. Pelampung Tanda
Pelampung tanda berfungsi sebagai tanda dimana
atraktor diletakkan, biasanya dilengkapi dengan simbol-simbol
atau bendera
(Gambar 9).
Pelampung tanda terdiri dari
pelampung, pemberat, tiang, dan bendera/simbol.
b. Pelampung Atraktor Cumi-cumi
Pelampung atraktor terbuat dari bahan sterofoam yang
dipadatkan, dipasang pada setiap frame rope dalam lubang
liii
pelampung yang tersedia, tepat dibawah penutup atraktor dan
tidak terikat sehingga bebas bergerak dalam frame rope,
biasanya jenis pelampung ini memiliki lubang khusus untuk
keperluan tersebut, Daya apung tiap pelampung antara 13001500 gram dengan ukuran 15 x 10 cm berbentuk lonjong
(Gambar 9). Fungsi pelampung untuk mengangkat frame rope
agar atraktor terbentuk dengan baik. Terdapat banyak
dipasaran dengan bermacam-macam bentuk dan ukuran.
Gambar 9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor
2. Frame Rope
Frame rope dibuat dari bahan tali PE (polyetheline)
berdiameter 12 mm, 10 mm dan 8 mm yang berfungsi sebagai
bingkai atraktor yang berbentuk kotak yang mempunyai 6 sisi
dengan ukuran 40 x 100 x 100 cm.
Sisi-sisi vertikal (tiang)
menggunakan tali PE yang lebih besar yaitu 12 mm, karena akan
menahan
gaya
tarik
antara
pelampung
dan
pemberat,
sedangkan sisi-sisi horizontalnya menggunakan tali PE yang
liv
lebih kecil yaitu 10 mm dan 8mm karena hanya sebagai pemberi
bentuk. Pada frame rope yang di sisi atas dipergunakan pipa
pralon berdiameter 1 inch yang dibuat kedap air sedangkan pada
frame rope sisi bawah dipergunakan pipa pralon ½ inch yang
tidak kedap air melainkan tali frame rope sisi bawah dimasukkan
kedalam lubang pipa, (Gambar 10).
Keterangan gambar : A = Pipa penguat
B dan C = Frame rope
Gambar 10. Frame Rope dan Pipa Penguat
3. Penutup dan Rangka Penutup Atraktor
Penutup atraktor cumi-cumi berfungsi sebagai penghalang
sinar matahari langsung, agar suasana dalam atraktor menjadi
remang-remang. Penutup atraktor dari bahan karet berwarna
hitam, tahan terhadap air.
Bahan material ini biasanya
dipergunakan untuk pelapis atap genteng rumah, (Gambar 11 B).
Ukuran penutup yang dipergunakan adalah 110 x 110 cm dan
dipasang pada rangka penutup dari pipa pralon/PVC. Selain
lv
fungsinya sebagai rangka penguat
ia juga berfungsi sebagai
pembuka atraktor secara horizontal, pelampung bantu dan
tempat menggantungkan substrat pelekatan telur.
Rangka
penutup dibuat kedap air dengan beberapa batang pipa pralon
dan sambungan siku (L) dan T. (Sambungan L dan T masingmasing 4 buah) dibuat dengan bentuk persegi panjang dengan
ukuran 100 x 100 sentimeter (Gambar 11 A dan C).
Gambar 11. Penutup dan Rangka Penutup
4. Pemberat
Pemberat berfungsi menenggelamkan frame