KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

i

KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

MUHAMMAD ARAS

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

ii

TESIS
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI
TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU


Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Ilmu Perikanan

Disusun dan diajukan oleh

MUHAMMAD ARAS

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

iii

TESIS
KAJIAN DESAIN ATRAKTOR CUMI-CUMI

TERHADAP TINGKAH LAKU DALAM PELEKATAN TELUR
PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PERAIRAN
PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

Disusun dan diajukan oleh
MUHAMMAD ARAS
Nomor Pokok P3300209020
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada Tanggal 23 Juli 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui
Komisi Penasihat,

Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc
Ketua

Dr.M.Abduh Ibnu Hajar, S.Pi.,M.P
Anggota


Ketua Program Studi
Ilmu Perikanan,

Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.

Prof. Dr. Ir. H. Achmar Mallawa, DEA

Prof. Dr. Ir. Mursalim

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
Nomor mahasiswa
Program studi

:
:

:

Muhammad Aras
P3300209020
Ilmu Perikanan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
Tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.

Makassar,
Yang menyatakan,

Muhammad Aras

Mei 2013


v

PRAKATA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita masih sempat
untuk berpikir, berinspirasi dan kesempatan untuk terus berekspresi, serta
slawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW atas syafaatnya dan para
sahabat serta pegikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyusunan tesis ini, Penulis banyak mendapat dukungan dan
arahan dari berbagai pihak, keluarga dan handaitaulan, sahabat dan temanteman mahasiswa Pasca Sarjana 2009. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis hanya bisa berucap terima kasih tak terhingga.
Dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Najamuddin,M.Sc selaku pembimbing utama dan
Dr. M. Abduh Ibnu Hajar, S.Pi., MP. selaku pembimbing anggota, atas
bimbingan dan arahannya sejak awal hingga selesainya Tesis ini.
2. Bapak Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, para
Asisten Direktur, dan seluruh staf kepegawaian yang telah memberikan

fasilitas dan banyak membantu Penulis selama kuliah maupun penelitian.

vi

3. Seluruh

staf

Pascasarjana

pengajar Program
Universitas

Studi

Hasanuddin

Ilmu

Perikanan


atas

ilmu,

Program

didikan

dan

bimbingannya selama Penulis menimba ilmu di Pascasarjana UNHAS.
4. Prof. Dr. Ir, Achmar Mallawa, DEA.,

Prof. Dr. Ir. Sudirman, MP. dan

Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si. atas bimbingan dan masukannya sebagai tim
penguji dalam pembuatan tesis ini.
5. Semua pihak yang telah turut membantu, namun tidak mungkin dapat
Penulis sebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih belum sempurna, untuk itu
penulis

masih

mengharapkan

saran

dan

kritik

untuk

lebih

menyempurnakannya. Semoga Tesis ini dapat berguna bagi kita semua.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah kami menghaturkan sembah sujud
sebagai rasa terima kasih.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Februari 2013

Penulis

vii

ABSTRAK

MUHAMMAD ARAS. Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi
terhadap
Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang Berbeda di
Pulau Pute Anging Kabupaten. Barru (dibimbing oleh Najamuddin dan
M. Abduh Ibnu Hajar).
Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan
fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor
berdasarkan durasi waktu, dan frekuensi serta jumlah koloni telur yang
dilekatkan.
Desain penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif (studi kasus)
dengan eksprimental fishing dan pengamatan langsung kelapangan

terhadap tingkah laku cumi-cumi dalam pelekatan telur pada atraktor tali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atraktor tali, mampu
mempengaruhi cumi-cumi untuk melekatkan telurnya. Pelekatan telur
pertama kali pada hari ke-35 dan terakhir pada hari ke-60 sebanyak 16
koloni dengan jumlah polong telur 566 atau 1698 kapsul telur. Pelekatan
telur cumi-cumi pada atraktor tali, dilakukan sekaligus dengan interval
waktu 10-30 detik selama kurang lebih 15 menit dengan frekuensi ratarata 3-4 hari dan dilakukan pada pukul 06.00-07.00 dengan beberapa
pasangan. Untuk menjaga stok cumi-cumi, perlu memperbanyak
pemasangan atraktor pada suatu kawasan tertentu dengan
memperhatikan aspek ramah lingkungan.
Kata Kunci : Desain Atraktor, Cumi-cumi, Substrat Tali

viii

ABSTRACT

MUHAMMAD ARAS. Study of squid Attractor Design its Behaviour In
Sticking Eggs on Different Susbtrates in Pute Anging island, Barru
Regency (Supervised by Najamuddin and M. Abduh Ibnu Hajar.)
The research aimed to disclose and describe the squid behavior in

sticking eggs on rope attachment attractor based on the time duration,
frequency and the total of the egg colonies stuck.
This was a qualitative descriptive analisys research (a case study)
with the experimental fishing and direct observation in the field towards the
squid behaviour in sticking eggs on the rope attractor.
The research result indicates that rope attachment attractor is able
to influence the squids to stick their eggs. The first egg sticking is on the
35th day, and the last is on the 60th day as many as 16 colonies with the
total of 566 egg pods or 1.698 egg capsules. In sticking egg on the rope
attachment attractor, the squid perform it stimultaneously in the time
interval of 10 – 30 second for approximately 15 minutes with the frekuensi
of average 3 – 4 days, and it is carried out in the morning between 06 –
07.00 hours with several couples. To maintain the squid stock, it is
necessary to increase the attractor installations in the certain region by
focusing on the environmental friendly aspect.
Keywords: Attractor design, squid, rope substrate

ix

CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap

: Muhammad Aras, S.Pi

Nomor Pokok

: P 3300209020

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir

: Pare-pere, 15 Nop1969

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Bugis/Indonesia

Alamat Rumah

: Jl. A.Saripin No 48 Barru.
90711

Pekerjaan

: Dosen Politani Negeri Pangkep

Instansi

: Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Alamat Instansi

: Jl. Poros Makassar Pare-pere KM 83 Mandalle
Pangkep.

Program Studi

: Ilmu Perikanan

Tanggal Lulus

: 23 Juli 2013

Nomor Alumni

:

IPK

:

Predikat Kelulusan :
Judul Tesis

: Kajian Desain Atraktor Cumi-cumi terhadap Tingkah
Laku dalam Pelekatan Telur pada Substrat yang
Berbeda di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru

Pembimbing

: 1. Prof. Dr.Ir. Najamuddin, M.Sc
2. Dr.M.Abduh Ibnu Hajar, S.Pi.,M.Si

(Ketua)
(Anggota)

x

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL

i

HALAMAN PENGAJUAN

ii

HALAMAN PENGESAHAN

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

iv

PRAKATA

v

ABSTRAK

vii

CURRICULUM VITAE

ix

DAFTAR ISI

x

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

I.

PENDAHULUAN

1

b. Latar Belakang

1

c. Rumusan Masalah

4

d. Tujuan Penelitian

4

e. Kegunaan Penelitian

5

f. Hipotesis Penelitian

5

g. Definisi Operasional

5

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-cumi

6
6

xi

B. Habitat dan Tingkah Laku

9

C. Reproduksi dan Siklus Hidup

10

D. Populasi dan Distribusi

12

E. Kapsul Telur

13

F. Atraktor Cumi-cumi

15

G. Penangkapan Cumi-cumi

18

H. Kerangka Pikir

18

III. METODE PENELITIAN

20

A. Waktu dan Tempat

20

B. Alat dan Bahan

20

C. Prosedur Kerja

21

1. Pemilihan Lokasi

21

2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi

22

3. Setting Atraktor Cumi-cumi

23

D. Metode Penelitian

24

1. Pengumpulan Data

24

2. Analisis Data

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

26

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

26

B. Parameter Oseonografi

29

C. Deskripsi Atraktor Cumi-cumi

31

1. Desain dan kontruksi
a. Desain Atraktor cumi-cumi

31
31

xii

b. Konstruksi Atraktor Cumi-cumi

32

1. Pelampung

32

2. Frame Rope

33

3. Penutup dan Rangka Penutup

34

4. Pemberat

35

5. Media pelekatan telur

36

6. Tali jangkar/pelampung/penghubung

37

7. Jangkar

37

8. Prosedur Pembuatan Atraktor

37

2. Pengoperasian Atraktor Cumi-cumi

39

D. Interaksi Organisme yang Berasosiasi

41

1. Organisme Penempel pada Atraktor

41

2. Organisme yang berasosiasi pada Atraktor

42

E. Efektifitas Desain Atraktor Cumi-cumi

43

1. Jumlah Koloni

43

2. Volume Koloni Telur pada Substrat

47

3. Daya Tahan Koloni pada Substrat

47

F. Tingkah Laku dalam Pelekatan Telur

49

1. Durasi/Periode Waktu Pelekatan Telur

51

2. Waktu dan Frekuensi Pelekatan Telur

53

3. Posisi Pelekatan Telur dalam Atraktor

55

4. Penetasan Telur Cumi-cumi

57

V. KESIMPULAN DAN SARAN

61

xiii

A. Kesimpulan

61

B. Saran

61

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL
Nomor

halaman

1. Parameter Oseonografi Lokasi Pagi dan Sore Hari

29

2. Rataan Parameter Oseonografi

30

3. Jumlah Koloni Telur Dalam Atraktor Cumi-cumi
4. Frekuensi Pelekatan Telur

44
54

xv

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Keluarga Chepalopoda

6

2. Anatomi Cumi-cumi

8

3. Telur Cumi-cumi

14

4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan

17

5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian

19

6. Setting Atraktor

23

7. Pulau Pute Anging

26

8. Denah Situasi Pulau Pute Anging.

28

9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor

33

10. Frame Rope dan Pipa Penguat

34

11. Penutup dan Rangka Penutup

35

12. Pemberat

36

13. Subtrat Pelekatn Telur

37

14. Bagian Sebuah Atraktor Cumi-cumi

39

15. Kegiatan Setting Atraktor Cumi-cumi

40

16. Organisme Menempel pada Atraktor Cumi-cumi

41

17. Distribusi dan Kecenderungan Keberadaan Organisme
yang berasosiasi pada Atraktor Cumi-cumi

43

18. Ikan Bayeman Ijo (Thallasoma quenqeuvittatum) dan Ikan
Baluran (Cheilinus trilobatus)

48

19. Tingkah Laku Cumi-cumi Sebelum dan pada Saat akan
Melekatkan Telur

50

xvi

20. Durasi Waktu Pelekatan Telur

52

21. Distribusi dan Aktivitas Cumi-cumi di Daerah Pemijahan

52

22. Telur yang Menempel pada Substrat Tali dan Posisi Telur
Pada Substrat Tali

55

23. Jumlah Polong dan Volume Koloni Telur Cumi-cumi pada
Setiap Substrat

56

24. Penampang Telur Umur 10 Menit dan Penampang Telur
Umur 14 Hari

57

25. Ukuran Larva Cumi-cumi Umur 10 Menit

59

xvii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

halaman

1. Jumlah Koloni Telur pada Substrat

66

2. Data parameter oseonografi

67

3. Daftar Bahan Satu Unit Atraktor Cumi-cumi

68

4. Iliustrasi Pembuatan Atraktor

69

5. Empat Jenis Bahan- Susbtrat

70

6. Tampak Sepasang Cumi-cumi Sedang Menuju ke Tempat
Pemijahan

70

7. Pengangkatan atraktor

71

8. Telur Cumi-cumi Umur 10 Menit, Telur Cumi-cumi Umur 14
hari, Telur Cumi-cumi Umur 28 hari

72

xviii

BAB I.
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Pemanfaatan berkelanjutan suatu sumber daya harus mencakup

tiga hal, yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pengelolaan perikanan
pada

tahap

awal

ketika

stok

masih

melimpah

bertujuan

pada

pengembangan kegiatan eksploitasi sumber daya untuk memaksimumkan
produksi dan produktivitas. Pada tahap selanjutnya ketika pemanfaatan
sumberdaya ikan meningkat sehingga kelestarian stok ikan mulai
terganggu,

pengelolaan

sumber

daya

perikanan

biasanya

mulai

memerhatikan unsur sosial (keadilan) dan lingkungan agar pemanfaatan
sumberdaya tersebut dapat berkelanjutan. Strategi yang diterapkan pada
tahap ini umumnya bertujuan untuk konservasi.
Cumi-cumi adalah salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai
ekonomis penting. Ketersedian cumi-cumi sebagai bahan makanan yang
berprotein tinggi saat ini hanya mengandalkan penangkapan dari alam,
sedangkan alam mempunyai keterbatasan daya dukung akibat adanya
tekanan penangkapan yang tak terkendali dan pencemaran lingkungan
laut. Salah satu upaya menjaga ketersediaan cumi-cumi di alam adalah
dengan menyiapkan atraktor cumi-cumi atau rumpon tempat memijah
pada waktu tertentu sekaligus sebagai fishing ground.

xix

Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan
paparan benua hingga kedalaman 400 meter. Kebiasaan cumi-cumi pada
saat akan memijah bermigrasi ke daerah pantai dan dilakukan secara
bergerombol (Hanlon, et.al. 2004 dan Tallo, 2006). Migrasi harian cumicumi dipengaruhi oleh kehadiran predator dan penyebaran makanan.
Siang hari biasanya berkelompok dekat dasar perairan dan akan
menyebar pada kolom perairan pada malam hari, Roper, et. Al. (1984)
dalam Tallo (2006), dan Downey, et.al. (2010).
Kebiasaan lain dari organisme ini dikemukanan oleh Brandt (1984)
dan Tulak (1999) bahwa cumi-cumi biasanya memilih kedalaman dan
berbagai tipe substrat untuk menempelkan telurnya. Adapun tipe substrat
yang dimaksud seperti rumput laut, lamun, sponge, batu-batuan, karang,
bubu bambu, daun kelapa, pipa PVC, tali maupun keranjang plastik. Letak
pemasangan substrat yang dipilih adalah pada tempat yang agak samar
dan tersembunyi. Lebih lanjut dijelaskan Baskoro (2007) bahwa cumicumi menempelkan telurnya di atraktor cumi-cumi pada kedalaman 4–7
meter.

Aras (2008) telah melakukan penelitian tentang penggunaan

rumpon/atraktor sebagai tempat bertelurnya cumi-cumi. Diperoleh hasil
bahwa terdapat banyak telur cumi-cumi menempel pada rumpon setelah
dipasang

selama 22–28 hari pada kedalaman 5 - 7 meter. Beberapa

hasil penelitian yang terkait, menunjukkan signifikansi atraktor cumi-cumi
dengan pelekatan telur.

xx

Atraktor cumi-cumi adalah suatu teknologi tepat guna yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan dan mempertahankan sumberdaya
cumi-cumi dan tidak merusak lingkungan serta berkelanjutan pada suatu
perairan.

Fungsi dari atraktor cumi-cumi tersebut

sebagai tempat

menempelkan telurnya, sampai akhirnya telur-telur tersebut menetas.
Tingkat keberhasil atraktor dalam

menetaskan

telur

adalah 85%

(Baskoro, 2007). Hingga saat ini penggunaan atraktor untuk menarik
cumi-cumi
2006).

menempelkan

telurnya

belum

banyak dilakukan (Tallo,

Penelitian sebelumnya menunjukkan uji coba pemasangan

atraktor cumi-cumi menemukan telur cumi-cumi pada kedalam 5 dan 7
meter di Pulau Pute Anging Kabupaten Barru.
Pulau Pute Anging adalah salah satu pulau yang masuk dalam
wilayah Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Letaknya berada di
Selat Makassar dan di pesisir barat Kabupaten Barru. Pulau ini tidak luas,
jumlah penduduk sekitar 400 jiwa atau sekitar 100 kepala keluarga.
Sebagian besar mata pencahariaan penduduknya sebagai nelayan.
Umumnya alat penangkap ikan yang digunakan antara lain; jaring insang,
purse seine, pancing, dan bubu (Badan Statistik Barru, 2009).

Hasil

tangkapan khususnya cumi-cumi setiap keluarga nelayan rata-rata
sepuluh kilogram per bulan.
Pemasangan atraktor atau rumpon cumi-cumi di sekitar Pulau Pute
Anging dapat dikembangkan dengan tujuan utama yaitu memperkaya
sumberdaya cumi-cumi di kawasan perairan tersebut. Hal ini dikarenakan

xxi

atraktor tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan
sekaligus sebagai tempat cumi-cumi melekatkan telurnya.

Tentunya

dengan kondisi yang kondusif tersebut menjadi peluang dan harapan
untuk mendapatkan hasil tangkapan cumi-cumi yang lebih banyak tanpa
merusak lingkungan.

Manfaat lain dengan adanya atraktor cumi-cumi

dapat menjadi daerah yang menarik untuk dikembangkan sebagai daerah
ekowisata pantai, misalnya kegiatan penyelaman dan pemancingan serta
alih

teknologi

yang

mudah

kepada

masyarakat

dengan

tetap

memerhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Diharapkan dengan adanya kegiatan pemasangan atraktor cumicumi dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan nelayan. Pemasangan
atraktor dapat dilakukan secara berkesinambungan oleh masyarakat.
Berdasarkan analisis di atas, penelitian ini diarahkan untuk meneliti
substrat atau media penempelan telur pada atraktor yang disukai cumicumi yang pada saat ini belum banyak dikaji, Substrat atau media ini
merupakan komponen yang penting dalam sebuah atraktor cumi-cumi.
(http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detail-dttg/109/atraktor-cumi-cumi)
B. Rumusan Masalah
1. Di alam, cumi-cumi menempelkan telurnya pada berbagai substrat
saat akan menempelkan telurnya, tergantung benda yang ditemui
pada saat

itu,

namun belum diketahui/dipahami struktur/jenis

media yang bagaimana yang lebih disukai dan terbatasnya
informasi dalam mengungkap fenomena ini ?.

xxii

2. Fenomena perilaku cumi-cumi dalam menempelkan/melekatkan
telurnya belum banyak diungkap secara detail, baik terhadap durasi
waktu

penempelan

maupun

banyaknya

koloni

telur

yang

ditempelkan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang kajian disain atraktor terhadap tingkah laku
cumi-cumi dalam pelekatan telur pada substrat yang berbeda di
perairan Pulau Pute Anging Kab.Barru bertujuan :
1.

Menentukan efektifitas desain atraktor cumi-cumi berdasarkan
jenis media pelekatan telur.

2.

Mendeskripsikan

fenomena tingkah laku cumi-cumi dalam

pelekatan telurnya pada substrat yang berbeda berdasarkan
frekuensi pada substrat, durasi waktu pelekatan telur dan jumlah
koloni telur yang dilekatkan.
D. Kegunaan Penelitian
1.

Merekomendasikan desaian atraktor cumi-cumi berdasarkan jenis
substrat yang efektif kepada para nelayan dan pemerintah dalam
pengelolaan sumberdaya cumi-cumi berkelanjutan.

2.

Memberikan pemahaman kepada nelayan dan Dinas Perikanan
Kelautan tentang pentingnya menciptakan daerah pemijahan
cumi-cumi yang potensial dan berkelanjutan di daerah pantai
yang berkontribusi sebagai fishing ground cumi-cumi yang
optimal.

xxiii

E. Definisi Operasional.
1.

Substrat adalah media yang dipergunakan oleh cumi-cumi untuk
menempelkan telurnya.

2.

Koloni telur adalah kumpulan polong-polong telur cumi-cumi pada
substrat, biasanya dlakukan sekali pemijahan

3.

Polong telur adalah telur cumi-cumi yang berwarna transparan,
terbungkus oleh zat gelatin dan terdiri dari 1 sampai 5 kapsul
telur.

4.

Kapsul telur adalah telur cumi-cumi yang terdiri dari satu bakal
induvidu baru.

5.

Frame rope adalah bingkai atraktor cumi-cumi yang berbentuk
kotak dengan ukuran tertentu yang mempunyai 12 rusuk.

xxiv

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Cumi-Cumi
Cumi-cumi termasuk kedalam Phylum Mollusca, Cuvier 1798, Class
Cepha-lopoda, Schneider 1784, Sub-class Coleoidea, E. W. Berry 1928,
Order Teuthoidea, Naef 1928,

Suborder Myopsida, d'Orbigny 1845,

Family Loliginidae, d'Orbigny 1845. Ordo Theuthoidea merupakan ordo
terbesar dari Chepalopoda, terdiri dari 25 suku tetapi hanya empat suku
yang mempunyai nilai ekonomi, yaitu suku Loliginidae, Omastrephidae,
Onychoteuthidae dan Thysanoteuthidae. Dari suku Loliginidae ada
delapan marga, tetapi hanya tiga marga yang bernilai ekonomis, yaitu:
Loligo, Sepioteuthis dan Uroteuthis. Dari ketiga marga yang tersebut di
atas terdapat lima jenis yang bernilai ekonomis, yaitu: Loligo duvauceli,
Loligo edulis, Loligo singhalensis, Sepeteuthis lessoniana dan Uroteuthis
bartsschi, sedangkan tiga suku lainya masing-masing mempunyai satu
jenis yang bernilai ekonomis,

Onytchotethis banksi, Symplectoteuthis

oualanienis dan Thysanoteuthis rhombus.

xxv

Gambar 1. Keluarga Chepalopoda
Karakteristik khusus yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya tinta
yang terdapat di atas usus besar dan bermuara didekat anus. Bila cumicumi

diserang

musuhnya,

kantong

tinta

akan

berkontraksi

dan

mengeluarkan cairan berwarna hitam gelap melalui pipa ini. Hal ini
menyebabkan

terbentunya

awan

hitam

disekelilingnya

yang

memungkinkan cumi-cumi terhindar dari serangan. Cairan yang berwarna
hitam yang dikeluarkan mengandung butir-butir melanin (Jacobson, 2005).
Lebih lanjut Jacobson (2005) mengemukakan bahwa secara
morfologi tubuh cumi relatif panjang, langsing dan bagian belakang
meruncing (rhomboidal). Tubuh cumi-cumi dibedakan atas kepala, leher
dan badan. Kepala terletak di bagian ventral, memiliki dua mata yang
besar dan tidak berkelopak, berfungsi sebagai alat untuk melihat,
mempunyai pandangan mata yang sangat bagus.

Leher pendek dan

badan berbentuk tabung dengan sirip lateral berbentuk segitiga di setiap
sisinya. Pada kepala terdapat mulut yang dikelilingi oleh empat pasang
tangan dan sepasang tentakel (8 tangan dan 2 tentakel panjang). Pada
permukaan dalam tangan dan tentakel terdapat batil isap yang berbentuk
mangkok terletak pada ujung tentakel. Gigi khitin atau kait terletak pada
tepi batil isap untuk memperkuat melekatnya mangsa yang diperolehnya.
Pada posterior kepala terdapat sifon atau corong berotot yang berfungsi
sebagai kemudi. Jika ia ingin bergerak ke belakang, sifon akan
menyemburkan air ke arah depan, sehingga tubuhnya bertolak ke

xxvi

belakang. Sedangkan gerakan maju ke depan menggunakan sirip dan
tentakelnya. Di bagian perut, tepatnya pada sifon akan ditemukan cairan
tinta berwarna hitam yang mengandung pigmen melanin. Fungsinya untuk
melindungi diri. Jika dalam keadaan bahaya cumi-cumi menyemprotkan
tinta hitam ke luar sehingga air menjadi keruh. Pada saat itu cumi-cumi
dapat meloloskan diri dari lawan.

Pada anterior badan terdapat

endoskeleton. Sistem skeletal terdiri atas endoskeleton yang berbentuk
pen atau bulu dan beberapa tulang rawan. Beberapa tulang rawan
tersebut membentuk artikulasi untuk sifon dan mantel, yang lain
melindungi ganglia dan menyokong mata. Endoskeleton yang berbentuk
pen tersebut homolog dengan cangkang pada Mollusca lain. Pada Loligo
endoskeleton tersebut (cangkang) terletak di dalam rongga mantel
berwarna putih transparan, tipis dan terbuat dari bahan kitin. Mantel
berwarna putih dengan bintik-bintik merah ungu sampai kehitaman dan
diselubungi selaput tipis berlendir.
Gambar 2.

Selengkapnya dapat dilihat pada

xxvii

(http://www.google.co.id/imglanding?q=morfologi%20cumi-cumi&imgurl)
Gambar 2. Anatomi Cumi-cumi

Sistem saraf yang berkembang baik yang dipusatkan dikepala,
berenang dengan cepat, menunjukkan emosi, berubah warna dengan
cepat dengan kromatofor, dan dapat merayap di dasar atau berenang
didekat dasar. Kelompok hewan ini ber-badan lunak dan tidak mempunyai
cangkang yang tebal, mantelnya menyelimuti sekeliling tubuhnya
membentuk kerah yang agak longgar pada bagian leher. Jenis yang
paling umum dijumpai adalah antara lain cumi-cumi (Loligo vulgaris)
dengan tubuh yang langsing. Kerangkanya tipis dan bening yang terdapat
didalam tubuhnya. (Nontji. 2002).

B. Habitat dan Tingkah Laku
Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan
paparan benua hingga kedalaman 400 meter. Beberapa spesies cumicumi hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi digolongkan sebagai
organisme pelagik, tetapi kadang-kadang digolongkan sebagai organisme
demersal karena sering berada di dasar perairan. Cumi-cumi melakukan
pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok didekat dasar
perairan dan akan menyebar pada daerah permukaan pada malam hari
(Brodziak, 1999 dalam Tallo, 2006).

xxviii

Cumi-cumi tergolong hewan pemakan daging (karnivora) oleh
sebab itu semua biota laut yang bisa masuk mulutnya akan dimakan
seperti kerang, ikan dan hewan laut lainnya. Cumi-cumi menangkap
mangsanya dengan menggunakan jari-jarinya yang mempunyai mangkok
pengisap, giginya menyerupai paruh betet yang tajam. Cumi-cumi ada
yang hidup dilaut dalam dan ukurannya sangat besar (Baskoro 2007).
Cumi-cumi sangat terbantu selama berburu dengan adanya alat
peraba (tentakel) pada mulutnya.

Tentakel yang seperti cambuk ini

biasanya tetap tergulung dalam kantung yang terletak di bawah lenganlengannya. Ketika menemukan mangsa, cumi-cumi menjulurkan tentakel
untuk menyergapnya. Makhluk ini bergantung pada lengan-lengannya
yang jumlahnya delapan.

Ia mampu dengan mudah mencabik-cabik

seekor kepiting menjadi serpihan kecil dengan menggunakan paruhnya.
Cumi-cumi menggunakan paruhnya dengan begitu terampil sehingga
mampu dengan baik melubangi kulit cangkang kepiting dan mengeluarkan
dagingnya dengan lidah.
C. Reproduksi dan Siklus Hidup
Cumi-cumi

berproduksi

secara

seksual.

Cumi-cumi

betina

mengeluarkan ba-nyak benang telur ke dalam air, sedangkan yang jantan
mengeluarkan sperma. Cumi-cumi mempunyai sifat dimorfil seksual, yaitu
perbedaan morfologi antara betina dan jantan. Perbedaan yang umum
adalah cumi-cumi betina lebih besar dari pada cumi-cumi jantan.
Perbedaan kelamin juga dapat dilihat bahwa pada jantan lengan empat

xxix

berubah menjadi alat kopulasi yang disebut hektokotil yang berfungsi
menyalurkan sperma ke betina. Ketika melakukan kopulasi, hektokotil
telah berisi sperma dan di-masukkan ke dalam rongga mantel betina
kemudian sperma akan membuahi telur-telur pada cumi-cumi betina.
Sebelum melakukan kopulasi cumi-cumi jantan akan mengambil sperma
dari alat genitalianya. Sperma akan dikemas dalam tabung khitin, yang
dinamakan spermatofor yang ukurannya sekitar 10–15 mm. Dalam satu
hari jantan dapat memproduksi kurang lebih 12 spermatofor (Roper et
al.1984).
Di bawah kulit cumi-cumi tersusun sebuah lapisan padat kantungkantung pewarna lentur yang disebut kromatofora. Dengan menggunakan
lapisan ini, cumi-cumi dapat mengubah penampakan warna kulitnya yang
tidak hanya membantu dalam penyamaran akan tetapi juga sebagai
sarana komunikasi. Seekor cumi-cumi jantan menunjukkan warna yang
berbeda ketika kawin dengan warna yang digunakan ketika menghadapi
musuhnya. Saat cumi-cumi jantan bercumbu dengan cumi-cumi betina,
kulitnya berwarna kebiruan. Jika jantan lain datang mendekat pada waktu
ini, ia menampakkan warna kemerahan pada separuh tubuhnya yang
terlihat oleh jantan yang datang itu. Merah adalah warna peringatan yang
digunakan saat menantang atau melakukan serangan (Roper et al.1984).
Terdapat

pula

rancangan

sempurna

pada

sistem

perkembangbiakan cumi-cumi. Telurnya memiliki permukaan lengket yang
memungkinkannya menempel pada rongga-rongga di kedalaman lautan.

xxx

Janin yang ada dalam telur memakan sari makanan yang telah tersedia
dalam telur tersebut hingga siap menetas. Janin ini memecah selubung
telur dengan cabang kecil mirip sikat pada bagian ekornya. Setiap seluk
beluknya telah dirancang dan bekerja sebagaimana direncanakan. Seekor
induk cumi-cumi rata-rata mampu menghasilkan sekitar 500 butir telur
(Baskoro, 2007).
Menurut Summers (1971); Lange (1982) dalam Jacobson (2005),
cumi-cumi mempunyai jangka waktu hidup 1–2 tahun. Brodziak dan Macy
(1996) melakukan pengukuran pertumbuhan cumi-cumi dengan metode
statolith diperoleh bahwa umur kurang dari satu tahun ukurannya dapat
mencapai sekitar 40–50 cm, tetapi sebagian besar masih kurang dari 30
cm. Selanjutnya masa hidup cumi-cumi hanya 6–9 bulan (Yang et al.
1983; Jackson,1994; dan Jackson, 2003 dalam Hanlon, at.al. 2004).

D. Populasi dan Distribusi
Populasi cumi-cumi semakin hari kian terancam keberadaanya,
mengingat kini makin meningkat intensitas pencemaran dan kerusakan
lingkungan di laut. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap
ekosistem laut terutama cumi-cumi yang ter-golong hewan yang amat
peka terhadap pencemaran. Sedikit saja terjadi perbedaan kualitas air
akan menghindar dari kawasan perairan tersebut, selain itu cumi-cumi
juga tidak bisa kawin kalau bukan pada habitat aslinya, sehingga sulit
untuk dibudidaya-kan (Baskoro, 2008).

xxxi

Menurut Soewito (1990) dalam Aras (2008), cumi-cumi menghuni
perairan dengan suhu antara 8–32 ºC dan salinitas 8,5–30‰. Terjadinya
kelimpahan cumi-cumi ditunjang oleh adanya zat hara yang terbawa arus
(run off) dari daratan. Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh zooplankton,
juvenile ikan ataupun ikan-ikan kecil yang merupakan makanan cumicumi.
Cumi-cumi pada siang hari berada didasar perairan, pada malam
hari cumi-cumi bergerak ke permukaan air.

Cumi-cumi biasanya

bermigrasi secara bergerombol (Scooling). Cumi-cumi sangat berasosiasi
dengan faktor lingkungan seperti salinitas, suhu dan kedalaman perairan.
Kedalaman perairan berpengaruh terhadap keberadaan cumi-cumi
(Brodziad and Hendrickson, 1999 dalam Tallo, 2006).
Migrasi harian cumi-cumi dipengaruhi pula oleh kehadiran predator
dan pe-nyebaran makanan.
bermigrasi

ke

daerah

Cumi-cumi dewasa pada umumnya

pemijahan

secara

bergerombol.

Genus

Ommastrphid diketahui memijah di daerah lepas pantai, sedangkan
Loligonid memijah di dekat pantai (in shore). Pada waktu bermigrasi ke
daerah dekat pantai untuk memijah, cumi-cumi jantan dari genus Loligo
tiba lebih dahulu di pantai dari betina. Cumi-cumi akan segera
meninggalkan suatu lingkungan perairan yang tercemar dan mencari
perairan yang lebih baik (Sauer et.al, 1999 dalam Tallo, 2006).

E. Kapsul Telur

xxxii

Istilah kapsul telur dimana di dalamnya terdapat telur-telur sering
disebut dalam menjelaskan perkembangan embrio. Kapsul pada mulanya
disebut chorion yang merupakan sekresi dari folikel selama tahap akhir
oogenesis. Telur yang telah matang dan bebas dari jaringan folikel,
dikeluarkan

melalui

saluran

telur

dengan

cara satu persatu atau

berturut-turut dalam satu rangkaian yang berisi beberapa telur pada satu
kali pelepasan telur (Boletzky, 1977; Segawa, 1987 dalam Aras, 2008).
Telur cumi-cumi yang ditempelkan umumnya berkumpul membentuk
koloni. Adapun bentuk telur cumi-cumi ditampilkan pada Gambar 3. dapat
mencapai 10 sampai 275 kapsul

xxxiii

Gambar 3. Telur Cumi-cumi (Aras, 2008)
Telur-telur yang telah dibuahi akan dikeluarkan satu per satu atau
dalam kapsul-kapsul gelatin kemudian diletakkan atau ditempelkan pada
karang, batu-batuan, ganggang, rumput laut atau benda lainnya. Telur
cumi-cumi saling melekat hingga menyerupai untaian buah anggur.
Pelindung tambahan gelatin yang membungkus masing-masing telur tadi
akan mengeras saat bersentuhan dengan air laut Telur-telur diletakkan
berserakan atau berkelompok

dalam untaian kemudian akan menetas

setelah enam minggu atau lebih. Diameter telur antara 0,8–20 mm dan
jumlahnya bervariasi sekitar 60 butir atau lebih dalam satu kelompok.
Cumi-cumi tidak mengenal tahap kehidupan sebagai larva,

dimana

setelah telur menetas bentuknya seperti induknya (Roper, et al. 1984).
Cumi-cumi meletakkan telur dalam tumpukan yang dibungkus jelly
atau kapsul yang memiliki bentuk menyerupai gulungan spiral. Jumlah
minimum telur

pada setiap kapsul yang ditemukan pada Sepioteuthis

lesoniana adalah dua butir. Jumlah telur normal pada setiap kapsul adalah
tiga atau lebih setiap kapsul (Segawa, 1987 dalam Aras, 2008).

F. Atraktor Cumi-Cumi

xxxiv

Salah satu alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal
masyarakat nelayan sebagai alat pemikat ikan adalah rumpon atau biasa
disebut juga atraktor. Alat ini tersusun dari beberapa komponen, antara
lain rakit, atraktor, tali rumpon, dan jangkar Samples dan Sproul (1985)
dalam Tadjuddah (2009) menyatakan bahwa tertariknya ikan yang berada
di sekitar rumpon disebabkan karena: Rumpon sebagai tempat berteduh
(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; Rumpon sebagai
tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; Rumpon
sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu;
Rumpon sebagai tempat ber-lindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu;
Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-ikan
tertentu yang beruaya.
Von Brandt (1984), menyatakan bahwa metode yang sangat
sederhana untuk memikat cumi-cumi untuk meletakkan telurnya adalah
dengan menenggelamkan ranting pohon ke dalam perairan.
Atraktor cumi-cumi merupakan jenis rumpon yang dibuat dengan
konstruksi yang sangat sederhana, yaitu berbentuk seperti bunga dengan
diameter 120 cm dan tinggi 35 cm, terbuat dari bahan kawat, plastik atau
besi yang tidak mudah berkarat. Agar cumi-cumi betah berada di dalam
atraktor, ditempatkan serabut-serabut dari tali agar mirip tumbuhan laut
sebagai tempat cumi-cumi meletakkan telurnya dan pada bagian atasnya
ditutupi lembaran plastik hitam (warna gelap) dimaksudkan agar cahaya
matahari tidak menembus pada tempat cumi-cumi akan melepaskan

xxxv

telurnya (Baskoro, 2007).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemasangan

atraktor cumi-cumi dalam perairan menggunakan sistem long line. Dalam
satu unit terdiri dari 10 buah atraktor yang dipasang memanjang
diletakkan di dasar perairan sekitar terumbu karang dengan kondisi
perairan yang jernih dan arus yang tidak terlalu kuat, kedalaman 5–7
meter dari permukaan laut. Biasanya sekitar satu bulan pasca diletakkan
atraktor, baru terlihat ada telur cumi-cumi di alat tersebut dan akhirnya
akan menetas dan menjadi cumi-cumi baru yang siap menjadi dewasa.
Beberapa bentuk atraktor cumi-cumi terlihat pada Gambar 4 Dibawah ini.

A

B

xxxvi

C

Keterangan:
A. Bahan Dasar dari Ban Bekas
B. Bahan Dasar Kawat Galvanisir
C. Bahan Dasar Bambu
Gambar 4. Atraktor Cumi-cumi dari Berbagai Bahan Dasar
(http://www.kp3k.dkp.go.id/ttg/detaildttg/109/ atraktor-cumi-cumi).

G. Penangkapan Cumi-cumi
Jenis cumi-cumi yang banyak tertangkap diperairan Indonesia
(Paparan Sunda, Selat Makassar, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut
Maluku, Laut Seram, Laut Banda dan Laut Arafura) adalah Loligo edulis,
L. sinensis, L. duvaucelii, L. singhalensis, L. ujii, Sepiteuthis
lessoniana, dan Nototodarus philippi-nensis (Mallawa, 2006).
Tallo (2006) menjelaskan bahwa penangkapan cumi-cumi yang
paling intensif adalah pada musin memijah dimana cumi-cumi yang
tertangkap sebagian besar telah matang gonad. Akibat penangkapan
yang berlebih

tanpa memperhatikan faktor biologi dan ekologi

kesempatan cumi-cumi untuk berkembang biak sangat terbatas.

maka

xxxvii

Pemanfaatan sumberdaya perikanan cumi-cumi melalui kegiatan
penangkapan

sudah saatnya disertai upaya pengaturan penangkapan

dan kegiatan budidaya yang meliputi upaya pemijahan (hatchery) dan
pelepasan benih ke alam. Upaya ini dapat memperbaiki kerusakan
sumberdaya cumi-cumi karena dapat di lakukan pengkayaan stok untuk
memperbaiki dan mempertahankan kelestarian sumberdaya cumi-cumi.
Salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung upaya budidaya
cumi-cumi adalah adanya ketersediaan telur dan keberhasilan pemijahan
(Tallo,2006).
H. Kerangka Pikir

xxxviii

Gambar 5. Lay Out Kerangka Pikir Penelitian

xxxix

xl

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Pute Anging Kabupaten
Barru. Waktu penelitian selama 3 bulan, (Oktober – Desember 2012)
B. Alat dan Bahan Penelitian
No

Nama Alat/bahan

Spesifikasi

Jumlah

Kegunaan

Alat
1 Perahu sampan bermotor

1 unit

Sarana transfortasi dan pengambilan data

2 CCTV bawah air

non merek

1 unit

Melihat aktifitas cumi-cumi dalam air

3 Kamera foto

2 unit

Mengambil foto-foto yang diperlukan

4 Casing Kamera bawah air

Sony Cyber-shot,
12,1 mp
Seashell 40 m

1 unit

5 Global Positioning System

Garmin CX80a

1 unit

Rumah kamera kedap air untuk mengambil foto
dalam air
Menentukan posisi atraktor cumi-cumi

6 Hand refratometer

1 unit

Alat ukur untuk menentukan salinitas air laut

7 Termometer

1 unit

Alat ukur untuk menentukan suhu air laut

8 Secci disk

1 unit

Alat ukur untuk menentukan kecerahan air laut

9 Layangan arus

1 unit

Dipakai pada pengukuran arus laut

10 Stop watch

Digital

1 unit

Dipakai pada pengukuran arus laut

11 Sigmat

Ketelitian 0.1 mm

1 unit

12 Mistar/meteran

Ketelitian 1 cm

1 unit

Alat ukur untuk menentukan panjang lebar telur
cumi-cumi
Alat ukur untuk menentukan kedalaman perairan.

13 Alat scuba diving

tecnisub

2 unit

14 Gunting/pisau

Stainless steel

1 unit

Digunakan untuk pengambilan data dalam air
dan setting atraktor
Alat yang dipergunakan untuk memotong tali

15 Senter kedap air

Plastik

1 unit

Alat penerangan dalam air

16 Atraktor cumi-cumi

Berbentuk kotak

4 unit

Dipergunakan untuk menarik cumi-cumi untuk
bertelur

xli

Bahan untuk atraktor cumi-cumi
1 Pelampung
a. Pelampung Tanda

Styrofoam

1 buah

b. Pelampung atraktor

Styrofoam

16 buah Mengangkat sisi bagian atas atraktor agar
berdiri dalam laut

a. Frame rope vertikal
b. Fr rope atas
c. Fr rope bawah
3 Media Pelekatan Telur

Polyetheline
Polyetheline
Polyetheline

16 buah Tiang atraktor
16 buah Bingkai atas
16 buah Bingkai bawah

a. Plastik
b. Papan
c. Tali
d. Lembaran Jaring
4 Pemberat

Plastik tebal
Kayu ulin
Katun dia.10mm
Poliamida, 50x8mata

16 lembar Tempat penempelan telur
16 lembar Tempat penempelan telur
32 helai Tempat penempelan telur
4 lembar Tempat penempelan telur

Sebagai tanda dimana atraktor ditempatkan

2 Frame rope (Fr)

a. Pemberat atraktor
b. Jangkar

Semen cor bertulang 16 buah Menenggelamkan atraktor
besi
1 buah Penahan atraktor dari arus

C. Prosedur Kerja
1. Pemilihan Lokasi.
Pemilihan lokasi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
yang sesuai untuk pemasangan atraktor. Kedudukan atraktor di
dasar perairan harus stabil walaupun terjadi pergerakan arus yang
kuat. Persyaratan untuk lokasi penempatan atraktor cumi-cumi
adalah :

xlii

a. Dasar perairan berpasir atau pasir karang,
b. Kondisi air jernih sampai kedalam 4-5 meter
c. Kedalaman 3-7 meter dengan topografi dasar laut agak landai
(Baskoro dkk, 2011)
d. Dekat dengan terumbu karang dan padang lamun.
e. Kecepatan arus pada daerah tersebut tidak lebih dari 0,5 knot
(Baskoro dkk, 2011)
f. Sering ditemukan cumi-cumi bertelur pada lokasi tersebut.

2. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi.
Desain atraktor cumi-cumi

yang

dibuat adalah atraktor

berbentuk kotak dengan sistem pelampung dan pemberat. Desain
ini mempunyai performance yang baik, stabil dalam air, material
yang dipergunakan mempunyai daya tahan yang baik terhadap air
laut dan tersedia banyak di pasaran dengan harga yang terjangkau,
disamping itu pengangkutan alat yang mudah karena dapat dilipat
dan dibongkar pasang serta teknik pembuatan alat yang relatif
gampang (150 menit per unit atraktor).
Untuk mendapatkan gambaran tentang desain atraktor yang
dirancang, semua bahan yang dipergunakan diukur panjang, lebar,
diameter,

jenis bahan, jenis simpul atau sambungan yang

dipergunakan, kemudian diuji coba dalam air untuk melihat
kestabilan, daya tenggelam dan daya apungnya.

xliii

Kontruksi atraktor cumi-cumi terbuat dari bahan dasar tali
polyetheline (PE) dan pipa pralon (PVC) yang dirangkai sehingga
berbentuk kotak empat persegi panjang. Atraktor yang dibuat
sebanyak 4 unit atraktor cumi-cumi.
Atraktor cumi-cumi terdiri dari pelampung, bingkai atraktor
(frame rope), penutup atraktor, material pelekatan telur, tali-temali
dan pemberat.

3. Setting Atraktor Cumi-cumi
Pemasangan atraktor dalam perairan dilakukan secara acak
pada kedalaman 3 - 4 meter, tiap atraktor saling terikat dengan
lainnya. Jarak setiap atraktor adalah 1 meter agar cumi-cumi bebas
memilih atraktor yang mana yang ia sukai/pilih untuk menempelkan
telurnya. Peletakan atraktor cumi-cumi dalam air dilakukan dengan
menyelam untuk memposisikan atraktor sesuai dengan keinginan
peneliti. Setting atraktor dapat dilihat pada Gambar 5

xliv

Gambar 6. Setting Atraktor
D. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan
dokumentasi

dan

data

dilakukan

wawancara

dengan

dengan

observasi,

nelayan

cumi-cumi.

Observasi dilakukan ke lapangan dengan melakukan eksperimental
fishing (mengoperasikan atraktor cumi-cumi). Pengambilan data
telur dilakukan dengan menyelam dan menaikkan atraktor dibawah
permukaan air kemudian melakukan pengamatan langsung dengan
menggunakan masker selam, senter,

mengambilan foto atau

gambar bergerak jika diperlukan sedangkan pengamatan tingkah
laku cumi-cumi pada saat pemijahan dilakukan dipermukaan air
dengan masker selam dan senter kedap air.

Telur-telur

yang

dilekatkan pada substrat kemudian dicatat jumlahnya, posisi tempat

xlv

dilekatkan, waktu pelekatan, frekuensi pelekatan, durasi pelekatan,
kondisi fisik atraktor (ukuran, dimensi, bahan) interaksi organisme
disekitar atraktor dan tingkah laku cumi-cumi pada saat akan
melekatkan telurnya pada substrat. Informasi tingkah laku cumicumi di daerah pemijahan

juga didapat dari beberapa nelayan

cumi-cumi. Semua data yang terkumpul

kemudian ditabulasi

selanjutnya diadakan analisis data. Waktu Pengumpulan data
dilakukan pada pagi dan sore hari yaitu pada pukul 06.00 – 07.00
dan 17.00 – 18.00.

2. Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil observasi, dokumentasi dan
wawancara kemudian dianalisis secara induktif,

sehingga dapat

diberikan gambaran atau kesimpulan akhir yang tepat mengenai
hal-hal

yang

sebenarnya

terjadi.

Fakta-fakta

empiris

yang

ditemukan kemudian dicocokkan dengan landasan teori yang ada.

xlvi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Pulau Pute Anging adalah sebuah pulau kecil di wilayah kabupaten
Barru bagian Selatan, tepatnya di desa Lasitae kecamatan Tanete Rilau..
Pute anging terletak

±3 mil sebelah Barat dari pelabuhan Perikanan

Polejiwa Pekkae Kabupaten Barru (Gambar 7)

Gambar 7. Pulau Pute Anging

xlvii

Pulau ini dikelilingi batu karang dan sedikit padang lamun mulai dari
Selatan ke Utara melalui Barat, sedangkan pada bagian Timur sedikit
kearah Selatan dan Utara berpasir campur karang pasir. Pada bagian
ini juga penduduk daerah ini membangun dermaga Pute Anging dan
aktivitas tambat kapal/perahu para nelayan.
Daerah penangkapan cumi-cumi yang paling

potensial

pada

bagian Utara dan Selatan Barat Daya. Bagian Utara perairannya agak
landai banyak hidup buluh babi, teripang

dan hewan laut lainnya,

berkarang tapi sebagian besar telah hancur. Banyak ditumbuhi tumbuhan
lamun. Pada bagian Timur dasar perairan sedikit curam dengan dasar
berpasir sedikit lumpur (ada dermaga Pute Anging). Di atas dermaga
nelayan

sering

melakukan

pemancingan

penangkapan cumi-cumi dilakukan

nelayan

cumi-cumi.

Waktu

pada pagi dan sore hari

dengan menggunakan pancing ulur. Jenis cumi-cumi yang tertangkap
adalah cumi-cumi yang berkulit tebal (Sepioteuthis lessoniana)
Lokasi penelitian berada sebelah Selatan dermaga kira-kira 50
meter dari dermaga pada titik koordinat 04° 29' 13" Lintang Selatan dan
119° 34' 23" Bujur Timur. Keadaan fisik lokasi adalah : 1) Airnya jernih,
pada kedalaman tiga meter dasar perairan masih tampak dengan jelas, 2)
berpasir dan sedikit lumpur campur pecahan karang (rubble) , 3) sering
ditemukan telur cumi-cumi, 4) Kecepatan arus tidak melebihi 0,5 knot, 5)
bukan daerah penangkapan ikan.

Baskoro (2011) menjelaskan bahwa

persyaratan untuk lokasi pemasangan atraktor cumi-cumi adalah :

xlviii

1. Tidak keruh (jernih),
2. Dasar perairan tidak berlumpur (pasir atau karang campur pasir),
3. Kedalaman perairan 3 – 7 meter,
4. Kecepatan arus tidak lebih dari 0,5 knot dan
5. Daerah migrasi cumi-cumi.
Keadaan

fisik

lokasi

tersebut

memenuhi

persyaratan

untuk

pemasangan atraktor cumi-cumi dan pengembangan selanjutnya. Denah
situasi Pulau pute anging dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Denah Situasi Pulau Pute Anging

xlix

B. Parameter Oseonografi
Parameter oseonografi yang diukur pada saat penelitian adalah
suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus permukaan

tempat

dimana atraktor dipasang. Keadaan oseonografi perairan pada saat itu
antara lain : suhu terendah dan tertinggi adalah 29,5 dan 31,9°C, rataan
suhu

pada pagi dan sore hari masing-masing

29,84 dan

31,03°C.

Salinitas 28,5 dan 33‰, rataan salinitas pada waktu pagi dan sore hari
adalah 30,46 dan 31,15‰.

Kecerahan 3,5 dan 5,5 meter, rataan

kecerahan pagi dan sore hari adalah 4,36 dan 3,88 meter. Kecepatan arus
1 dan 22 cm/detik, rataan

6 dan 9 cm/detik.

Keadaan parameter

oseonografi dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Parameter Oseonografi Pagi dan Sore Hari

Parameter
Oseonografi

Pagi

Sore

Range

Suhu (°C)

29,1 – 30,0

30,3 – 31,9

29,1 – 31,9

Salinitas (‰)

28,5 – 32,0

29 – 33

28,5 – 33,0

Kecerahan (m)

3,5 -5,5

3,5 – 5,0

3,5 - 5

Arus (cm/det)

1 - 20

1 – 22

1 - 22

l

Tabel 2. Rataan Parameter Oseonografi

Parameter
Oseonografi

Suhu (°C)

Salinitas
(‰)

Kecerahan
(m)

Arus
(cm/det)

Pagi

29,84

30,46

4,36

6

Sore

31,03

31,15

3,33

9

Parameter oseonografi seperti suhu yang relatif stabil, salinitas dan
kecerahan telah memenuhi persyaratan kehidupan cumi-cumi, sehingga
tidak mengganggu aktivitas pemijahan cumi-cumi pada lokasi ini.
Toleransi Cephalopoda terhadap suhu bersifat spesifik pada setiap
spesies dengan kecenderungan memiliki kisaran yang lebar, sebaliknya
terhadap salinitas sangat terbatas karena hampir seluruhnya bersifat
stenohalin (kecuali Lolliguncula spp), Namun demikian kebanyakan
spesies dapat hidup dengan layak pada kisaran salinitas 27 - 38‰
Boletzky dan Hanlon (1983) dalam Syarifuddin (2002). Nabhitabata (1996)
mengatakan bahwa parameter oseonografi bagi kehidupan chepalopoda
adalah : oksigen terlarut : > 5mg/liter, salinitas 25-35 ‰, suhu 28 – 32°C,
pH 7-8.5, jarak pandang sebaik mungkin. Cumi-cumi yang berkulit tebal
(Sepioteutis lessoniana) dapat mentolirir perairan yang memiliki salinitas
pada kisaran 21,8 – 36,6‰. Parameter oseonografi untuk perairan tropis,

li

suhu 25 – 32 derajat Celcius , Salinitas 30 - 34 ‰. Oksigen terlarut 6 - 8
mg/liter dan pH 7-8. Parameter seperti suhu dan salinitas merupakan
faktor pembatas di laut, Nybakken (1988).
Pengamatan performance atraktor cumi-cumi terhadap faktor
oseonografi antara lain yang paling berpengaruh adalah kecepatan arus,
Arus perairan dapat mempengaruhi suatu alat yang ada dalam perairan.
Arus yang kuat dapat menggeser posisi atraktor sedikit demi sedikit ke
arah kedalaman, sehingga atraktor meninggalkan posisinya, Berdasarkan
data pengamatan selama 2 bulan, arah arus rata-rata dari arah Utara
menuju ke Selatan dengan kecepatan arus tertinggi adalah 22 cm/detik
(0,4 knot). Kecepatan arus ini masih memenuhi persyaratan untuk lokasi
penempatan atraktor yang diisyaratkan yaitu tidak lebih dari 0,5 knot,
Baskoro dkk, (2011).
C. Deskripsi Atraktor Cumi-Cumi
1. Desain dan Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
a. Desain Atraktor Cumi-cumi
Desain atraktor cumi-cumi berbentuk kotak persegi dengan
ukuran 100 x 100 x 40 cm. Desain ini memanfaatkan fungsi
pelampung dengan pemberat, terbentuk karena adanya gaya tarik
menarik antara pelampung dan pemberat. Desain ini juga dapat
dilipat, dibongkar dan dipasang kembali untuk memudahkan dalam
pengangkutan. Desain atraktor cumi-cumi sangat fleksibel dan
dapat berbentuk model apa saja,

yang terpenting adalah dapat

lii

merangsang cumi-cumi untuk menempelkan telurnya. Tallo (2006),
membuat atraktor cumi-cumi berbentuk kotak persegi dari bahan
bambu, Baskoro dkk (2007), mendesain atraktor cumi-cumi
berbentuk bunga mekar dari bahan besi harmonika dan yang
berbentuk kotak

dari

ban bekas. Atraktor cumi-cumi yang

dioperasikan di Pulau Bangka Belitung berbentuk bundar dan kotak
dari bahan drum bekas dan kayu.
b. Kontruksi Atraktor Cumi-cumi
Bentuk sempurna atraktor cumi-cumi ini dapat dilihat setelah
ditanam di dalam air, terbentuk karena adanya tekanan ke atas
oleh beberapa pelampung terpasang dan daya tarik kebawah oleh
beberapa pemberat terpasang.

Terbentuk menyerupai kotak

dengan ukuran tertentu. Bagian-bagian sebuah atraktor adalah
sebagai berikut :
1. Pelampung
a. Pelampung Tanda
Pelampung tanda berfungsi sebagai tanda dimana
atraktor diletakkan, biasanya dilengkapi dengan simbol-simbol
atau bendera

(Gambar 9).

Pelampung tanda terdiri dari

pelampung, pemberat, tiang, dan bendera/simbol.
b. Pelampung Atraktor Cumi-cumi
Pelampung atraktor terbuat dari bahan sterofoam yang
dipadatkan, dipasang pada setiap frame rope dalam lubang

liii

pelampung yang tersedia, tepat dibawah penutup atraktor dan
tidak terikat sehingga bebas bergerak dalam frame rope,
biasanya jenis pelampung ini memiliki lubang khusus untuk
keperluan tersebut, Daya apung tiap pelampung antara 13001500 gram dengan ukuran 15 x 10 cm berbentuk lonjong
(Gambar 9). Fungsi pelampung untuk mengangkat frame rope
agar atraktor terbentuk dengan baik. Terdapat banyak
dipasaran dengan bermacam-macam bentuk dan ukuran.

Gambar 9. Pelampung Tanda dan Pelampung Atraktor
2. Frame Rope
Frame rope dibuat dari bahan tali PE (polyetheline)
berdiameter 12 mm, 10 mm dan 8 mm yang berfungsi sebagai
bingkai atraktor yang berbentuk kotak yang mempunyai 6 sisi
dengan ukuran 40 x 100 x 100 cm.

Sisi-sisi vertikal (tiang)

menggunakan tali PE yang lebih besar yaitu 12 mm, karena akan
menahan

gaya

tarik

antara

pelampung

dan

pemberat,

sedangkan sisi-sisi horizontalnya menggunakan tali PE yang

liv

lebih kecil yaitu 10 mm dan 8mm karena hanya sebagai pemberi
bentuk. Pada frame rope yang di sisi atas dipergunakan pipa
pralon berdiameter 1 inch yang dibuat kedap air sedangkan pada
frame rope sisi bawah dipergunakan pipa pralon ½ inch yang
tidak kedap air melainkan tali frame rope sisi bawah dimasukkan
kedalam lubang pipa, (Gambar 10).

Keterangan gambar : A = Pipa penguat
B dan C = Frame rope
Gambar 10. Frame Rope dan Pipa Penguat
3. Penutup dan Rangka Penutup Atraktor
Penutup atraktor cumi-cumi berfungsi sebagai penghalang
sinar matahari langsung, agar suasana dalam atraktor menjadi
remang-remang. Penutup atraktor dari bahan karet berwarna
hitam, tahan terhadap air.

Bahan material ini biasanya

dipergunakan untuk pelapis atap genteng rumah, (Gambar 11 B).
Ukuran penutup yang dipergunakan adalah 110 x 110 cm dan
dipasang pada rangka penutup dari pipa pralon/PVC. Selain

lv

fungsinya sebagai rangka penguat

ia juga berfungsi sebagai

pembuka atraktor secara horizontal, pelampung bantu dan
tempat menggantungkan substrat pelekatan telur.

Rangka

penutup dibuat kedap air dengan beberapa batang pipa pralon
dan sambungan siku (L) dan T. (Sambungan L dan T masingmasing 4 buah) dibuat dengan bentuk persegi panjang dengan
ukuran 100 x 100 sentimeter (Gambar 11 A dan C).

Gambar 11. Penutup dan Rangka Penutup
4. Pemberat
Pemberat berfungsi menenggelamkan frame