FREKUENSI ARUS ROTOR RANGKAIAN EKIVALEN MOTOR INDUKSI

14 11. Bila n s = n r , tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada belitan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika n r n s.

2.5 FREKUENSI ARUS ROTOR

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan sumber . Tetapi ketika rotor sudah berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f 2 yaitu : 120 2 r s n n p f − = dengan mengalikan persamaan diatas dengan s s n n didapat : s s r s n n n n p f × − = 120 2 s r s s n n n pn f − × = 120 2 dimana, s r s n n n S − = dan 120 1 s pn f = maka frekuensi di rotor adalah : 1 2 f S f × × × × = = = = Hertz ………………………….…..…………………..2.7 Dari persamaan ini terlihat bahwa pada saat start dan rotor belum berputar, frekuensi pada stator dan rotor akan sama. Dalam keadaan rotor berputar, frekuensi arus motor dipengaruhi oleh slip f 2 =Sf 1 . Karena tegangan induksi dan reaktansi kumparan rotor merupakan fungsi frekuensi, maka harganya turut pula dipengaruhi oleh slip. Universitas Sumatera Utara 15 E 2s = 4,44 f 2 N 2 m = 4,44 S f 1 N 2 m E 2s = S E 2 Volt …………………..…………………….....…. 2.8 E 2 : ggl pada saat rotor diam n r = n s E 2s : ggl pada saat rotor berputar X 2s = 2 f 2 L 2 = 2 S f 1 L 2 X 2s = S X 2 ohm …………………………...………………..….2.9 X 2 : reaktansi pada saat rotor diam n r = n s X 2s : reaktansi pada saat rotor berputar

2.6 RANGKAIAN EKIVALEN MOTOR INDUKSI

Untuk menentukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga phasa, pertama - tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga phasa yang seimbang di dalam phasa-phasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan 1 V = 1 E + 1 I 1 1 jX R + + + + Volt …………………………………...….2.10 Di mana: 1 V = tegangan terminal stator Volt 1 E = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan Volt 1 I = arus stator Ampere 1 R = resistansi efektif stator Ohm 1 X = reaktansi bocor stator Ohm Universitas Sumatera Utara 16 Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua komponen, komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban 2 I menghasilkan suatu fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor. Komponen peneralan Φ I , merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah menjadi komponen rugi – rugi inti c I yang sephasa dengan 1 E dan komponen magnetisasi m I yang tertinggal dari 1 E sebesar ° 90 . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.8 berikut ini : 1 V 1 R 1 X 1 I c R m X Φ I c I m I 2 I 1 E Misalkan pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan phasa stator. Jumlah lilitan efektif tiap phasa pada lilitan stator banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah lilitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan E rotor yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan E 2s yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah E 2s = a E rotor Volt………………………………………..…..……..2.11 Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, lilitan-ampere masing-masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya I rotor dan arus I 2s pada rotor ekivalen haruslah : Universitas Sumatera Utara 17 I 2s = a I rotor Volt…………………………………………..……….2.12 Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip S 2 Z dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip rotor Z dari rotor yang sebenarnya haruslah sebagai berikut. s 2 Z = = = = = s 2 s 2 I E = = = = rotor rotor 2 I E a rotor 2 Z a Ohm …………………………….….2.13 Karena rotor terhubung singkat, hubungan antara ggl frekuensi slip E 2s yang dibangkitkan pada phasa patokan dari rotor patokan dan arus I 2s pada phasa tersebut adalah = = = = s 2 s 2 I E s 2 Z = 2 R + 2 jSX Ohm…………………………...…….2.14 Dimana S Z 2 = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap phasa berpatokan pada stator Ohm 2 R = tahanan rotor Ohm SX 2 = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip Ohm Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.14 dinyatakan dalam cara demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi 2 X didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator. Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E 2s dan ggl lawan stator E 1 . Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah S kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah Universitas Sumatera Utara 18 E 2s = S E 1 Volt…………………………………………………...……..2.15 Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I 2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif I 2s = I 2 Ampere....................................................................................2.16 Dengan membagi persamaan 2.15 dengan persamaan 2.16 didapatkan s 2 s 2 I E = 2 1 I SE Didapat hubungan = = = = s 2 s 2 I E 2 1 I SE = 2 R + 2 jSX Ohm………………………………………....2.17 Dengan membagi persamaan 2.22 dengan S, maka didapat : 2 1 I E = S R 2 + 2 jX Ohm…………………………………..……..2.18 Dari persamaan 2.14, 2.15 dan 2.18 maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut. s 2 E 1 E 2 R 2 SX 2 X S R 2 2 R 1 S 1 R 2 − 2 I 2 I 2 X 2 I 1 E dimana : S R 2 = S R 2 + 2 2 R R − Universitas Sumatera Utara 19 S R 2 = 2 R + 1 S 1 R 2 − − − − Ohm…………….………………………..….2.19 Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa pada masing – masing phasanya. Perhatikan gambar di bawah ini : 1 V 1 R 1 X 1 I c R m X Φ I c I m I 2 I 1 E 2 SX 2 I 2 R 2 SE Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar 2.10 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa akan dapat digambarkan sebagai berikut. 1 V 1 R 1 X c R m X 2 X 1 E 1 I I c I m I 2 I s R 2 Universitas Sumatera Utara 20 Atau seperti gambar berikut. 1 V 1 R 1 X c R m X 2 R 2 X 1 1 2 − s R 1 E 1 I I c I m I 2 I Dimana: 2 X = 2 2 X a 2 R = 2 2 R a Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar 30 sampai 40 dari arus beban penuh dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen c R dapat dihilangkan diabaikan. Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut. 1 V 1 R 1 X m X 2 R 2 X 1 1 2 − s R 1 E 1 I I 2 I Universitas Sumatera Utara 21

2.7 ALIRAN DAYA PADA MOTOR INDUKSI