Analisis Risiko Produksi Petani Padi Di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur

1

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PETANI PADI DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO, KABUPATEN
BOJONEGORO, PROVINSI JAWA TIMUR

NATASA APRIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

2

3

PERNYATAANMENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Risiko
Produksi Petani Padi di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, Kabupaten
Bojonegoro, Provinsi Jawa Timuradalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017

Natasa Apriana
NRP H351140201

4

RINGKASAN
NATASA APRIANA. Analisis Risiko Produksi Petani Padi di Daerah Aliran
Sungai Bengawan Solo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. Dibimbing
oleh ANNA FARIYANTI dan BURHANUDDIN.
Sektor pertanian di Kabupaten Bojonegoro memberikan kontribusi yang
cukup besar bagi perekonomian wilayah dan cadangan pangan khususnya padi.
Namun disisi lain, Kabupaten Bojonegoro terletak dibagian hilir dan wilayah

terluas yang dilalui oleh sungai Bengawan Solo. Hal ini menjadikan Kabupaten
Bojonegoro menjadi wilayah paling rentan banjir luapan sungai Bengawan Solo.
Fluktuasi produktivitas selama enam tahun terakhir di Kabupaten
Bojonegoro diduga karena adanya risiko produksi yang disebabkan oleh banjir.
Risiko produksi akan berpengaruh terhadap perilaku risiko petani dan pendapatan
usahatani. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk (1)
menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap kesenjangan produksi
sebagai indikator risiko produksi petani padi di Kecamatan Kanor (2)
menganalisis pendapatan usahatani padi dengan adanya risiko produksi di
Kecamatan Kanor dan (3) menganalisis preferensi risiko petani padi di Kecamatan
Kanor dan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari hasil
penelitian Pusat Studi Bencana IPB tahun 2016 yang dilaksanakan pada bulan
Maret - April 2016 di Desa Kegungprimpen, Kecamatan Kanor, Kabupaten
Bojonegoro dengan sampel yang digunakan yaitu 50 petani padi. Data yang
digunakan yaitu data usahatani padi pada musim tanam kedua tahun 2013 (dalam
kondisi banjir) dan musim tanam kedua tahun 2015 (dalam kondisi normal).
Model Just dan Pope digunakan untuk mengidentifikasi Risiko produksi dan
preferensi risiko.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel luas lahan dan dummy

bencana merupakan faktor peningkat risiko, sedangkan tenaga kerja, pestisida,
dan pupuk merupakan faktor pengurang risiko. Hasil analisis usahatani
menunjukan bahwa pendapatan usahatani dalam kondisi banjir merugikan petani,
namun untuk nilai ekspektasi pendapatan usahatani selama lima tahun terakhir
bernilai positif.Preferensi risiko petani secara keseluruhan menunjukkan bahwa
petani padi yang ada di Desa Kedungprimpen bersifat menyukai risiko(risk
taker). Faktor faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap preferensi risiko
padi yaitu aset,umur, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan formal, dan
penghasilan di luar usahatani.
Implikasi kebijakan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hasil
penelitian ini adalah petani dapat menggunakan varietas tahan banjir yang telah
disediakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro,mengatur pola tanam,
menambah tenaga kerja,pestisida,dan pupuk serta tidak menambah luas lahan
garapan untuk mengurangi risiko produksi. Pemerintah daerah dapat mengurangi
sumber risiko banjir dengan membangun tanggul, bendungan,menyediakan
pompa air, dan asuransi pertanian. Bagi perguruan tinggi dapat mengembangkan
teknologi untuk mengurangi risiko produksi.
Kata kunci : banjir, produksi padi, risiko, usahatani

5


SUMMARY
NATASA APRIANA. Risk Analysis of the Production Paddy Farmers in
Bengawan Solo Watershed, Bojonegoro District of East Java. Supervised by
ANNA FARIYANTI and BURHANUDDIN.
The agricultural sector in Bojonegoro regency contributes to the economy
of the region and food reserves in particular rice. But on the other hand,
Bojonegoro is located in the lower reaches and the extensive area traversed by the
Bengawan Solo watershed.This makes the Bojonegoro regency became the most
vulnerable region flood overflow the river Bengawan Solo River.
Fluctuations in productivity during the last six years in Bojonegoro is
suspected because of the risk of production caused by flooding. Risk production
will have an effect on the behavior of farmers and income. Under these
conditions, the study aims to (1) analyse the influence of production factors
against the production gap as an indicator risk production of paddy farmers in
Kanor (2) analyse the income of rice farming with risk production in Kanor, and
(3) analyze the risk preferences of the paddy farmers in Kanor and socio
economic factors affected it.
The data in this research used secondary data from the Research Center for
Disaster IPB 2016 held in March-April 2016 in the village of Kegungprimpen,

Kanor subdistrict, Bojonegoro Regency with the samples being used i.e. 50 paddy
farmers. The data used are data cropping paddy farmers both the second planting
season by 2013 (in flood condition) and the second planting season by 2015 (in
normal conditions).
Research results show that land area and variable dummy are risk
increasing factors, while labor, pesticides, and fertilizers are reducing risk factors.
The results of the analysis show that the income of farmer in flood conditions is
detrimental but the value of farming income expectations during the last five years
is positive. Risk preferences of farmers as a whole shows that paddy farmers in
the village Kedungprimpen are risk takers. Socio-economic factors that influence
risk preferences are assets, age, family, formal education, experience, and
earnings outside of farming.
Implications related to the results of this study is farmers can use of floodresistant varieties that have been provided by Department of agriculture District
Bojonegoro, set the pattern for planting, adding labor, pesticides, and fertilizers as
well as extensive arable land does not add to reduce risk production. Local
governments can reduce the risk of flooding with sources to build levees, dams,
providing water pumps, and agricultural insurance. For the College to develop
technology to reduce the risk production.
Key words: farming, flood, production of rice, risk


6

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PETANI PADI DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO, KABUPATEN
BOJONEGORO, PROVINSI JAWA TIMUR

NATASA APRIANA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno,M Adev

9

Judul Tesis
Nama
NIM


: Analisis Risiko Produksi Petani Padi di Daerah Aliran Sungai
Bengawan Solo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur
: Natasa Apriana
: H351140201

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Burhanuddin, MM
Anggota

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 15 Desember 2016

Tanggal Lulus :

10

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWTatas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan April 2016 ini
ialah risiko produksi dengan judul Analisis Risiko Produksi Petani Padi Di Daerah
Aliran Sungai Bengawan Solo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi dan
Bapak Dr Ir Burhanuddin,MM selaku dosen pembimbing atas motivasi,
bimbingan, dan segala bantuan yang diberikan hingga penyelesaian tesis ini.

Terimakasih kepada Bapak Dr Ir Suharno,M Adev selaku dosen penguji luar
komisi dan Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen wakil komisi program
studi yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis
ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Pusat Studi Bencana Institut Pertanian
Bogor (PSB IPB) dan ketua tim peneliti Bapak Dr Ir Burhanuddin,MM yang telah
memberikan kesempatan untuk bergabung dan memfasilitasi selama kegiatan
penelitian. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada petani padi di
Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro yang telah
membantu selama penelitian.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Subari, Ibu Siti
Munawaroh, Ali Nasihun,S.Farm, dan Iqbal Ramadhan atas doa dan kasih
sayangnya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa MSA, khususnya angkatan 2014 atas segala support dan inspirasinya.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan Bpk/Ibu/Sdr semua.
Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017


Natasa Apriana

11

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Produksi
sebagai Indiktor Risiko Produksi
Analisis Pendapatan Usahatani Padi
Preferensi Risiko dan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang
Mempengaruhinya
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Risiko Produksi
Teori Pendapatan Usahatani
Teori Preferensi Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Analisis Faktor-Faktoryang Mempengaruhi Kesenjangan Produksi
sebagai Indikator Risiko Produksi
Hipotesis
Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik
Pengujian Hipotesis
Analisis Pendapatan Usahatani dengan Adanya Risiko Produksi
Analisis Preferensi Risiko
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Gambaran Umum Kabupaten Bojonegoro
Gambaran Umum Kecamatan Kanor
Karateristik Petani Sampel
Identifikasi Risiko Produksi di Desa Kedungprimpen
Agribisnis Padi di Desa Kedungprimpen
Penggunaan Input dan Produksi Usahatani Padi
Harga Input dan Produksi Usahatani Padi
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PADI
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Produksi
sebagai Indikator Risiko Produksi

xiii
xiv
xiv
1
1
4
6
7
7
7
7
10
11
13
13
14
18
19
22
24
24
24
25
25
25
27
28
30
31
32
33
33
34
35
39
42
44
47
49
50
53

12

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DENGAN ADANYA RISIKO
PRODUKSI PADI
Penerimaan Usahatani Padi
Pengeluaran Usahatani Padi
Pendapatan Usahatani Padi
PREFERENSI RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI
YANG MEMPENGARUHINYA
Preferensi Risiko Petani padi
Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Preferensi Risiko
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

59
59
60
63
64
64
67
70
70
71
71
78
87

13

DAFTAR TABEL
Nomor
1. Frekuensi banjir dan kerusakan lahan sawah wilayah administratif
hilir DAS Bengawan Solo tahun 2011-2015
2. Luas panen, produksi dan produktivitas padi di Kabupaten
Bojonegoro tahun 2009-2014
3. Luas panen, produksi dan produktivitas padi di Kecamatan
Kanor Tahun 2009-2014
4. Komponen pendapatan usahatani padi
5. Luas panen tanaman pangan Kabupaten Bojonegoro tahun 2011-2014
6. Luas lahan berdasarkan ketersedian sarana irigasi di Kecamatan
Kanor tahun 2014
7. Keragaan umur petani di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor
Tahun 2016
8. Tingkat pendidikan petani padi di Desa Kedungprimpen,Kecamatan
Kanor Tahun 2016
9. Keragaan pengalaman petani padi di Desa Kedungprimpen,
Kecamatan Kanor Tahun 2016
10. Sebaran luas lahan garapan petani padi di Desa Kedungprimpen,
Kecamatan Kanor Tahun 2016
11. Sebaran penghasilan petani di luar usahatani
di Desa Kedungprimpen,Kecamatan Kanor Tahun 2016
12. Sebaran status lahan garapan petani padi di Desa Kedungprimpen,
Kecamatan Kanor Tahun 2016
13. Status usahatani petani padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan
Kanor Tahun 2016
14. Jumlah tanggungan keluarga petani petani padi di
Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016
15. Rata- rata penggunaan input dan produktivitas petani sampel
di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016
16. Rata -rata harga input dan produksi petani sampel
di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016
17. Statistik deskriptif produksi dan variabel-variabel yang berpengaruh
terhadap kesenjangan produksi
18. Hasil pengujian multikolinearitas model awal fungsi produksi
petani sampel di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor
19. Hasil pengujian multikolinearitas perbaikan model fungsi produksi
dan fungsi risiko produksi rata-rata petani padi di Desa
Kedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016
20. Hasil pendugaan fungsi produksi dan fungsi risiko produksi
usahatani padi petani sampel di Desa kedungprimpen,
Kecamatan Kanor tahun 2016
21. Rata-rata penerimaan usahatani padi petani sampel per hetar
pada musim tanam II tahun 2013 dan musim tanam II tahun 2015
22. Rata-rata pengeluaran usahatani padi petani sampel per hetar
pada musim tanam II tahun 2013 dan musim tanam II tahun 2015

2
3
5
30
34
35
36
37
37
38
38
38
39
39
46
48
50
51

52

53
60
61

14

23. Rata-rata pendapatan usahatani padi petani sampel per hetar
pada musim tanam II tahun 2013 dan musim tanam II tahun 2015
24. Preferensi risiko petani padi di Desa Kedungprimpen dalam
penggunaan input produksi
25. Hasil estimasi faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh pada
preferensi risiko petani padi di Desa Kedungprimpen

63
65
67

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Peta aliran DAS Bengawan Solo
Kurva produksi neoklasik
Respon produktivitas terhadap penggunaan pestisida dengan
kondisi curah hujan yang berbeda
Kurva Indiffenence yang menghubungkan varians income dengan
income yang diharapkan
Teori utilitas dari pilihan-pilihan yang mengandung risiko
Kerangka pemikiran operasional
Statistic d Durbin - Watson

1
16
17
20
21
23
28

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Luas lahan yang terkena banjir
Hasil regresi faktor produksi
Hasil regresi faktor risiko produksi
Hasil regresi faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi AR
Nilai AR tiap input petani padi pada MT II Tahun 2013
Nilai AR tiap input petani padi pada MT II Tahun 2013

79
80
81
82
83
85

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sungai Bengawan Solo melintasi 2 Daerah Administratif tingkat I yaitu
Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Sungai Bengawan Solo
merupakan Sungai terpanjang di Pulau Jawa dengan panjang 548,53 km. Daerah
Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dibagi ke dalam tiga sub DAS yang
meliputi, Sub DAS Bengawan Solo Hulu, sub DAS Bengawan Solo Madiun, dan
sub DAS Bengawan Solo Hilir. Daerah-daerah yang dilewati oleh Sungai
Bengawan Solo antara lain, KabupatenWonogiri, KabupatenPacitan,
KabupatenSukoharjo, KabupatenKlaten, Kota Solo, KabupatenSragen,
KabupatenNgawi, KabupatenBlora, KabupatenBojonegoro, KabupatenTuban,
KabupatenLamongan dan bermuara di KabupatenGresik. Hulu Sungai Bengawan
Solo terletak di KabupatenWonogiri dan bermuara di KabupatenGresik. Wilayah
KabupatenBojonegoro merupakan wilayah terluas, sedangkan Kota Madiun
merupakan wilayah terkecil.
DAS Bengawan Solo berada dalam daerah yang beriklim tropis dengan
suhu udara, kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi dan relatif seragam
selama musim hujan. DAS Bengawan Solo memiliki dua musim, yaitu musim
kemarau pada bulan Mei sampai Oktober dan musim hujan pada bulan November
sampai April (BBWS 2012). Peta aliran DAS Bengawan Solo dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Peta aliran DAS Bengawan Solo
Sumber : BPBD (2015)
Pada tahun 1966terjadiBanjir besar di sub DAShulu Bengawan Solo. Luas
daerah genangan banjir di sebelah hulu Kota Surakarta sekitar 18.000 hektar dan
di Sragen sekitar 10.000 hektar. Hampir seluruh daerah Surakarta tergenang banjir
termasuk daerah perkotaaan. Tinggi genangan yang terjadi di Kota Surakarta
mencapai 1 sampai 2 m dan korban meninggal sebanyak 90 orang (BNPB 2013).
Pemerintah telah banyak membangun fasilitas pengendalian banjir
terutama pada daerah-daerah rawan banjir, sebagai upaya penanggulangan risiko

2

banjir (Hakim 2005). Fasilitas utama pengendali banjir DAS Bengawan Solo
adalah bendungan Waduk Gajah Mungkur yang terletak sekitar 55 km disebelah
hulu kota Surakarta. Fasilitas lain yang berfungsi sebagai pengendali
banjir,yaituFlood Forecasting and Warning System (FFDAS). Sistem tersebut
telah dipasang pada tahun 1982 sebagai peralatan tambahan bendungan untuk
memantau dan memperkirakan banjir yang masuk kedalam waduk dan
memberikan peringatan dini untuk daerah hilir. Selain itu, juga terdapat sejumlah
bangunan seperti bendungan dan embung. Namun kondisi Bengawan Solo saat ini
berbeda dengan kondisi sebelumnya(KLH 2013).
Purwanto (2014) menyatakan bahwa saat ini kondisi Bengawan Solo
mengalami kerusakan yang semakin parah. Seperti yang dikatakan oleh Koalisi
Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRUHA), bahwa kerusakannya sudah mencapai
92 persen. Bengawan Solo merupakan salah satu dari lima DAS di Indonesia yang
mengalami kerusakan parah, baik kerusakan di hulu maupun di hilir sungai.
Penyebab kerusakan antara lain disebabkan oleh erosi tanah, penebangan liar,
penambangan pasir yang tidak terkendali, pembuangan limbah rumah tangga dan
limbah pabrik. Tingkat erosi tanah Bengawan Solo telah mencapai batas yang
ditoleransi,yaitu 3.14 mm/tahun. Kerusakan lainnya yaitukondisi sungai semakin
dangkal, dikarenakan terjadi sedimentasi baik di hulu maupun di hilir serta
kerusakan tanggul akibat erosi (KLH 2013). Selain itu, perubahan iklim
menyebabkan banjir sulit untuk diprediksi (Marfai 2014).
Banjir akibat luapan sungai Bengawan Solo yang terjadi tiap tahun kususnya
di daerah hilir mengakibatkan kerugian disektor pertanian (Adisukma 2014).
Wilayah administratif yang terdapat pada hilir DAS Bengawan Solo, yaitu
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten
Gresik. Kabupaten Bojonegoro merupakan Kabupaten dengan frekuensi banjir
terbanyak dibandingkan dengan wilayah lain, yaitu mencapai 35 kali dengan total
kerusakan lahan 8 626 hektar, dapat dilihat pada Tabel 1.Hasil penelitian Raharjo
(2009) juga menunjukan bahwa Kabupaten Bojonegoro merupakan wilayah
paling rentan banjir sungai Bengawan Solo.
Tabel 1 Frekuensi banjir dan kerusakan lahan sawah wilayah administratif hilir
DAS Bengawan Solo tahun 2011-2015
No
Wilayah
Frekuensi Banjir
Kerusakan Lahan Sawah
(ha)
1
Bojonegoro
35
8626
2
Tuban
11
5644
3
Lamongan
8
2103
4
Gresik
14
4764
Sumber : BNPB (2016)
Disisi lain, Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu wilayah lumbung
pangan dan energi serta sentra produksi padi tertinggi ke 4 di provinsi Jawa Timur
dengan kontribusi mencapai 7 persen. Peyerapan tenaga kerja pada sektor
pertanian di Kabupaten Bojonegoro mencapai 41.6 persen (BPS 2015). Hal ini
menunjukan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Bojonegoro memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian wilayah dan cadangan pangan
kususnya padi.

3

Banjir menyebabkan produktivitas padi di Kabupaten Bojonegoro menjadi
fluktuatif. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Kabupaten Bojonegoro
berfluktuatif selama 6 tahun terkahir. Fluktuasi tersebut, diduga dikarenakan
adanya banjir sebagai faktor pengaruh risiko produksi yang berlangsung di
Kabupaten Bojonegoro. Luas panen tahun 2010 meningkat dari tahun 2009
kemudian menurun di tahun 2011. Trend positif luas panen mulai terlihat dari
tahun 2012 hingga tahun 2014 yang selalu meningkat. Hal ini disebabkan karena
pemerintah daerah Bojonegoro menerapkan ekstensifikasi lahan pertanian sebagai
salah satu upaya meningkatkan produksi (BPS 2015). Selain itu, peningkatan luas
panen juga disebabkan oleh banjir luapan sungai Bengawan Solo yang tidak
menimbulkan kerusakan lahan tanam (Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro
2015). Luas panen tahun 2014 meningkat sebesar 12.2 persen dibandingkan
dengan tahun 2013. Sedangkan produktivitas padi dari tahun 2009 sampai tahun
2011 menurun kemudian meningkat ditahun 2012. Namun pada tahun 2013 dan
tahun 2014 produktivitas padi menurun kembali. Perkembangan produktivitas
tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 5.8 persen dibandingkan dengan tahun
2013.Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas padi di Kabupaten
Bojonegoro dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Luaspanen, produksi dan produktivitas padi di KabupatenBojonegoro
tahun2009-2014
Uraian

Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)

Tahun
2009

2010

2011

2012

2013

2014

134758

147411

137925

133833

134546

150945

Perkembangan
2013-2014
(%)
12.2

871500

922440

707970

803059

802528

847857

5.6

6.46

6.25

5.13

6.04

5.96

5.61

-5.8

Sumber : BPS (2015)
Fluktuasi produktivitas padi di Kabupaten Bojonegoro dapat disebabkan
karena adanya risiko produksi seperti yang diungkapkan oleh Dillon (1979) yang
menyatakan bahwa risiko produksi dapat dilihat dari adanya variasi produksi yang
diterima petani. Risiko produksi disebabkan oleh faktor eksternal yang tidak dapat
dikendalikan oleh petani seperti banjir dan faktor internal yang dapat dikendalikan
oleh petani seperti manajemen penggunaan input (McConell dan Dillon 1997).
Hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003),Armah et al. (2010), dan Suriya et
al. (2012) menunjukkan bahwa gangguan stokastik alam seperti banjir merupakan
faktor risiko produksi yang menyebabkan kegagalan panen. Selain banjir, faktor
internal penggunaan input juga mempengaruhi risiko produksi, karena input
usahatani bisa bersifat pengurang risiko atau memperbesar risiko produksi (Just
dan Pope1976).Hasil penelitian Suharyanto (2015), Rahayu (2011),dan Saptana
(2011) menunjukan bahwa pestisida merupakan input yang dapat menurunkan
risiko produksi (risk decreasing), sedangkan hasil penelitianNurhapsa
(2013)menunjukan bahwa input pestisida kimia merupakan faktor yang dapat
meningkatkan risiko produksi (risk increasing).

4

Risiko produksi akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan
untuk mengalokasikan input produksi (Villano et al.2005). Perilaku petani dalam
menghadapirisiko produksi akan menjadi dasar bagi petani untuk membuat
keputusanmengenai seberapa besar alokasi input-input yang akan digunakan
dalam kegiatanusahataninya. Hasil penelitian Nurhapsa (2013) dan Hidayati
(2016) menunjukan bahwa preferensi risiko petani bersifat risk averse sehingga
jumlah penggunaan input-input produksi pada usahatani masih dibawah dosis
yang dianjurkan sehingga produktivitas masih rendah. Berbeda dengan hasil
penelitian Fauziyah (2010) yang menunjukan bahwa petani bersifat risk
takersehingga dalam penggunaan input-input produksi dilakukan secara optimal.
Petani yang bersifat risk taker memiliki tingkat produksi yang lebih besar
dibandingkan dengan yang bersifat risk averse.
Risiko produksi dalam usahatanidapat menyebabkan penurunan jumlah
produksi bahkan gagal panen yang berdampak terhadap pendapatan petani (Dillon
1977). Besar kecilnya pendapatan dalam usahatani dipengaruhi oleh penerimaan
(hasil produksi)dan pengeluaran (biaya produksi), sehingga apabila penerimaan
berubah maka pendapatan yang diterima petani juga berubah (Lumintang 2013).
Oleh karena itu, risiko produksi memegang peranan penting dalam pendapatan
usahatani petani.
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa fluktuasi produksi di
Kabupaten Bojonegoro dipengaruhi oleh faktor eksternal banjir dan faktor internal
penggunaan input yang dipengaruhi oleh perilaku petani yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap pendapatan petani. Sehingga perlu untuk dilakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan produksi
sebagai indikator risiko produksi padi, perilaku petani menghadapi risiko dan
pendapatan petani padi di Kabupaten Bojonegoro dengan adanya risiko produksi.

Perumusan Masalah
Kecamatan Kanor merupakan wilayah paling rentan banjir di Kabupaten
Bojonegoro.Banjir luapan sungai Bengawan Solo di Kecamatan Kanor terjadi
setiap tahun antara bulan Desember sampai Maretyaitu ketika kegiatan usahatani
padi petani di Kecamatan Kanor berada dalam periode musim tanam II (KATAM
2015).Banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan merata di sepanjang
daerah aliran sungai Bengawan Solo. Selain itu, Perubahan iklim yang terjadi
menyulitkan BMKG dalam memprediksi curah hujan sehingga sulit untuk
memprediksi banjir. Pada tahun 2011-2013banjir berlangsung pada akhir bulan
Desember sampai awal Januari selama 18 hari, ketika tanaman padi berumur 6070 hst. Hal ini menyebabkan lahan pertanian di Kecamatan Kanor terendam banjir
dan menyebabkan kegagalan panen, sedangkan pada tahun 2014-2015 banjir
berlangsung pada akhir bulan Februari sampai awal Maret, ketika petani telah
panen, sehinggabanjir tidak menyebabkan kegagalan panen.
Risiko produksi Kecamatan Kanor tidak hanya dipengaruhi oleh banjir
namun juga dipengaruhi oleh penggunaan input. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
3yang menunjukan bahwa pada tahun 2014 meskipun banjir tidak menyebabkan
risiko produksi, produktivitas padi di Kecamatan Kanor tetap menurun
dibandingkan tahun sebelumnya.

5

Tabel 3Luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di KecamatanKanor,
Kabupaten Bojonegoro tahun 2011-2014
Uraian
2011
2012
2013
2014
Perkembangan
2013-2014 (%)
Luas panen 10280.00
7239.00
4238.00 4653.00
9.80
(Ha)
Produksi
61141.35 44040.06 31686.93
33664
6.24
(Ton)
Produktivitas
5.94
6.08
7.47
7.23
-3.2
(Ton/Ha)
Sumber : BPS (2015)
Faktor internal penggunaan input seperti luas lahan, benih, pupuk, tenaga
kerja,dan pestisida juga berpengaruh terhadap produksi pertanian.Penggunaan
inputyang tidak sesuai dengan standar yang dianjurkan dapat mempengaruhi hasil
yang diperoleh.Jumlah dan jenis input yang digunakan petani akan mempengaruhi
risiko produksi yang dihadapi oleh petani, karena input usahatani bisa bersifat
pengurang risiko atau meningkatkan risiko produksi. Seperti yang dinyatakan oleh
Robison dan Barry (1987),Villano (2005),dan Fariyanti (2008)bahwa input
pestisida merupakan input yang bersifat pengurang risiko, sehingga keberhasilan
pengendalian hama dan penyakit akan berpengaruh terhadap penurunan risiko
produksi. Berbeda dengan hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003) yang
menunjukan bahwa input pestisida merupakan input yang dapat meningkatkan
risiko. Hasil penelitian Khumbakar (2001) menunjukan bahwa tenaga kerja dapat
menurunkan risiko dan Guan dan Wu (2009) menunjukan bahwa pupuk
merupakan input yang dapat menurunkan risiko.
Risiko produksi berpengaruh terhadap hasil panen yang dapat merugikan
petani. Hasil panen yang berfluktuasi akan mengakibatkan pendapatan usahatani
padi petani juga mengalami fluktuasi. Risiko dapat berdampak besar terhadap
pendapatan petani. Kahan (2008) menjelaskan dalam setiap proses produksi,
petani harus mempertimbangkan risiko yang dihadapi dibandingkan dengan
keuntungan yang akan didapat. Hasil penelitian Armah et al. (2010), Brown et al.
(2011) dan Suriya et al. (2012) menunjukkan bahwa banjir menyebabkan
kegagalan panen dan mengurangi pendapatan petani.
Disisi lain, fluktuasi produktivitas usahatani menunjukan bahwa usahatani
padi di Kecamatan kanor mempunyai risiko produksi. Dengan adanya risiko
produksi tersebut, tidak membuat petani meninggalkan usahatani. Sehingga hal ini
menjadi penting untuk dikaji mengenai perilaku petani dalam menghadapi risiko
produksi usahatani padi. Sikap petani terhadap risiko berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi yaitu
apabila petani berani menanggung risiko (risk taker) maka akan lebih optimal
dalam mengalokasikan faktor produksi sehingga efisiensi juga lebih tinggi (Shinta
(2011),Espinoza dan Rand (2015)). Hal ini senada dengan pernyataan Ellis(1988)
yang menyatakan bahwa jumlah input yang digunakan oleh petani
yangbersifatrisk averse akan berbeda dengan jumlah input yang dialokasikan oleh
petani yang bersifat risk netral atau risk taker.

6

Perilaku risiko produksi petani dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu
petani yang menyukai risiko (risk taker), petani yang netral terhadap risiko (risk
neutral), dan petani yang selalu menghindari risiko (risk averse). Perilaku petani
dalam menghadapi risiko produksi akan menjadi dasar bagi petani untuk membuat
keputusan mengenai seberapa besar alokasi input-input yang akan digunakan
dalam kegiatan usahataninya. Perilaku risiko petani dipengaruhi oleh faktor faktor
sosial ekonomi yang melekat pada diri petani. Seperti yang diungkapkan Guan
dan Wu (2009) dalam hasil uji hubungan antara preferensi risiko dengan faktor
sosial ekonomi petani menunjukkan bahwa umur dan pendidikan petani tidak
berpengaruh pada preferensi risiko petani, sedangkan jumlah anggota keluarga
yang terlibat dalam usahatani dan besarnya subsidi berpengaruh pada preferensi
risiko petani. Penelitian lain dilakukan oleh Rahayu (2011) menunjukan bahwa
preferensi risiko petani dipengaruhi oleh faktor pendapatan di luar usahatani padi,
pengalaman usahatani, dan status kepemilikan lahan berpengaruh positif pada
preferensi petani padi organik yang bersifat risk taker.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan
usahatani padi di Kecamatan Kanor terdapat risiko produksi yang diduga
dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu banjir dan faktor internal yaitu penggunaan
input produksi. Namun hal ini tidak menjadikan petani padi di Kecamatan Kanor
meninggalkan usahatani tersebut. Disisi lain, adanya risiko produksi akan
berdampak pada pendapatan usahatani padi.Berdasarkan uraian diatas, maka
perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Apa saja faktor-faktor produksi yang mempengaruhi kesenjangan produksi
sebagai indikator risiko produksi padi di Kecamatan Kanor?
2. Apakah risiko produksi mempengaruhipendapatan usahatani padi di
Kecamatan Kanor?
3. Apa sajafaktor sosial ekonomi yang mempengaruhi preferensi risiko produksi?

Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasipengaruh faktor-faktor produksi terhadap kesenjangan
produksi sebagai indikator risiko produksi padi di Kecamatan Kanor
2. Menganalisis pendapatan usahatani padi dengan adanya risiko produksi di
Kecamatan Kanor
3. Mengidentifikasipreferensi risiko produksi di Kecamatan Kanor dan faktor
sosial ekonomi yang mempengaruhinya

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai :

7

1. Sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk
menetapkan kebijakan-kebijakan yang tepat dalam rangka mengatasi risiko
produksi padi yang terdapat di Kecamatan Kanor.
2. Informasi bagi petani tentang perilaku risiko produksi mereka dan kegiatankegiatan yang bisa petani lakukan untuk mengurangi risiko produksi.
3. Sumbangan pemikiran bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian terbatas pada petani yang mengusahakan tanaman padi
yang berlokasi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor, Kabupaten
Bojonegoro. Analisis risiko produksi hanya terbatas pada risiko produksi yang
disebabkan oleh bencana banjir, tidak memperhatikan sumber risiko yang
disebabkan oleh lainnya, seperti hamadan penyakit tanaman dan risiko harga.
Penetapan variabel input produksi disesuaikan dengan penggunaan input di
lapangan dan berdasarkan studi literatur. Analisis pendapatan usahatani padi akan
menggunakan data usahatani pada dua waktu, yaitu pada musim tanam kedua
tahun 2013 dalam kondisi banjirdan pada musim tanam kedua tahun 2015 dalam
kondisi normal.

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Produksi sebagai
Indikator Risiko Produksi
Produktivitas padi sangat ditentukan oleh penggunaan faktor-faktor
produksi seperti luas lahan, benih, pupuk, tenaga kerja, dan pestisida. Salah satu
metode analisis yang digunakan untuk mencari faktor-fakor yang mempengaruhi
produksi yaitu dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang diolah
dengan regesi linier berganda. Beberapa studi yang melakukannya antara lain
Diantoro et al.(2009),Mahanantoet al.(2009),Meisheng (2009),Ionita et al.
(2010),Rahayu (2011),Yuan (2011),Prabandari et al.(2013),Alfiati et al. (2014),
dan Ningsih (2016).Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan pada masingmasing pengaruh input terhadap output produksi.
Input luas lahan berhubungan dengan tingkat kesuburan tanah. Lahan
dengan tingkat kesuburan tinggi akan mempengaruhi peningkatan produksi. Hasil
penelitian Ningsih (2016) di Desa Belung, Poncokusumo, Malang menunjukan
bahwa secara signifikan peningkatan luas lahan akan meningkatkan produksi
kubis petani karena kondisi lahan yang subur. Hasil penelitian Diantoro et
al.(2009)juga
menunjukan
bahwa
penambahan
input
luas
lahan
akanmeningkatkan produksi namun tidak signifikan pada selang kepercayaan 10
persen. Hasil berbeda ditunjukan oleh Alfiati (2014) yang menunjukan bahwa
secara signifikan, penambahan luas lahan akanmengurangi produksi. Hal ini
disebabkan karena tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun dan kondisi
irigasi yang rusak sehingga lahan pertanian sulit mendapatkan pasokan air.

8

Tingkat kesuburan tanah dapat dipengaruhi oleh penggunaan pupuk.
Pupuk mengandung unsur hara penting baik mikro maupun makro yang
dibutuhkan oleh tanah. Penggunaan pupuk sesuai dengan aturan yang
direkomendasikan oleh Kementrian Pertanian secara signifikan mampu
meningkatkan produksi pertanian (Yuan 2011). Meisheng (2009) juga
menunjukan bahwa penggunaan pupuk dapat meningkatkan produksi meskipun
belum secara nyata signifikan. Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan
aturan tentunya akan memberikan dampak negatif terhadap produksi pertanian
(Alfiati 2014).
Input benih merupakan salah satu aspek penting dalam budidaya pertanian.
Penggunaan
benih unggul secara nyata mampu meningkakan produksi
pertanian(Rahayu 2011). Namun disisi lain, penggunaan benih unggul secara terus
menerus akan mengurangi tingkat ketahanan terhadap hama dan penyakit tanaman
sehingga penambahan penggunaan benih akan mengurangi produksi (Prabandari
et al.2013). Untuk mengatasi hal tersebut, petani mulai memproduksi benih lokal
sebagai salah satu upaya penanggulangan hama dan penyakit tanaman. Hasil
penelitian Alfiati (2014) menunjukan bahwa penggunaan benih lokal berpengaruh
meningkatkan produksi.
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang secara langsung
maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga
kerja terkandung unsur fisik, pikiran serta kemampuan yang dimiliki tenaga kerja
tersebut. Oleh karena itu, keahlian tenaga kerja menjadi faktor penting dalam
peningkatan produksi (Prabandari et al. 2013). Rubinos et al. (2007) dalam hasil
penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan input tenaga kerja pada usahatani
padi di Magsaysay berpengaruh positif terhadap produksi. Penambahan tenaga
kerja akan diikuti dengan meningkatnya output. Hartoyo et al. (2004) menyatakan
bahwa input tenaga kerja mempunyai pengaruh positif terhadap produksi
padi.Penggunaan tenaga kerja yang tidak terampil dalam kegiatan budidaya
pertanian akan menurunkan produksi (Ionita et al. 2010)
Kegiatan usahatani tidak terlepas dari adanya hama dan penyakit tanaman.
Penggunaan benih secara terus menerus dan kondisi curah hujan merupakan
beberapa sumber hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit tanaman akan
lebih cepat berkembang biak pada kondisi curah hujan tinggi. Penggunaan
pestisida tidak hanya memberikan dampak positif terhadap penanggulangan hama
dan penyakit tanaman namun juga dapat mengakibatkan dampak negatif. Oleh
karena itu, dalam penggunaan pestisida terdapat aturan yang direkomendasikan
oleh Kementrian Pertanian sebagai stakeholder kegiatan usahatani. Penggunaan
pestisida secara tepat dapat meningkatkan produksi pertanian (Mahananto et
al.2009). Namun banyak petani dalam aplikasinya yang menggunakan pestisida
tidak sesuai dengan anjuran. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
pendampingan secara intensif dari penyuluh pertanian sehingga petani tidak
memiliki informasi yang tepat dalam penggunaan pestisida tersebut. Penggunaan
pestisida yang tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan dapat menyebabkan
dampak negatif terhadap tanaman sehingga penggunaan pestisida menyebabkan
produksi menurun (Rahayu 2011).
Pada penelitian ini akan diindetifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi di Kecamatan Kanor dengan menggunakan fungsi produksi CobbDouglas. Penelitian ini berbeda dengan yang lain karena dalam faktor produksi

9

yang digunakan terdapat variabel sumber risiko produksi yang dibuat dalam
veriabel Dummy bencana.
Fungsi produksi model Just dan Pope terdiri atas fungsi produksi ratarata(mean production function) dan fungsi produksi varian (variance
productionfunction). Hasil estimasi fungsi produksi model Just dan Pope akan
mengungkapkan bahwa beberapa input dapat menjadi faktor yang bersifat
meningkatkan risiko produksi (risk inducing factors) danfaktor pengurang risiko
produksi (risk reducing factors) (Robison dan Barry 1987).Beberapa metodologi
telah banyak dikembangkan untuk menganalisis risiko produksi. Beberapa
diantaranya yaitu, model yang dikembangkan oleh Just and Pope (1976)dan
model yang dikembangkan oleh Khumbakar (2002). Rahayu (2011),Kurniati
(2012), Zakirin et al.(2013),Prihtanti (2014),dan Suharyanto (2015)menggunakan
model
yang
dikembangkan
oleh
Just
dan
Pope,
sedangkan
Saptana(2011),Nurhapsa (2013),dan Hidayati (2016), menggunakan model yang
dikembangkan oleh Khumbakar.
Risiko yang sering terjadi disebabkan oleh budidaya yang masih
bergantung pada kondisi alam seperti musim, curah hujan, hama, dan penyakit,
serta bencana alam. Selain itu, risiko juga disebabkan oleh faktor internal seperti
penggunaan berbagai input produksi. Dalam model ini, fungsi produksi maupun
risiko dipengaruhioleh variabel bencana alam banjir dan variabel input seperti
lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Model yang akan digunakan
dalam penelitian ini menggunakan model Just dan Pope.
Penambahan luas lahan pada kegiatan usahatani non organik dengan
manajemen yang baik akanmenurunkan risiko produksi (Suharyanto 2015).
Berbeda dengan kegiatan usahatani organik yang cenderung memiliki risiko
produksi lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non organik. Hasil penelitian
Hidayati (2016)pada kubis organik menunjukan bahwa luas lahan merupakan
faktor peningkat risiko produksi (risk increasing). Hal ini berhubungan dengan
budidaya kubis organik yang memberikan risiko produksi lebih tinggi
dibandingkan dengan budidaya kubis non organik. Sehingga kegiatan diversifikasi
tanaman dipilih oleh petani sebagai upaya dalam menurunkan risiko produksi.
Robison dan Barry (1987) menjelaskan bahwa input benih dan pupuk
merupakan faktor peningkat risiko. Hal ini dikarenakan penggunaan benih dan
pupuk telah memiliki aturan penggunaan. Sehingga penggunaan pupuk dan benih
yang tidak sesuai dengan aturan yang dianjurkan dapat meningkatkan risiko
produksi (Hidayati 2016). Hasil penelitian Guan dan Wu (2009)dan Asnah et
al.(2015)menunjukan bahwa penambahan penggunaan input benih dan pupuk
dapat mengurangi risiko produksi (risk decreasing).Hal ini berhubungan dengan
kualitas benih yang digunakan dan tingkat kesuburan lahan yang masih
membutuhkan unsur hara dari pupuk.
Just dan Pope (1976) menjelaskan bahwa salah satu input yang dapat
menurunkan risiko produksi adalah input pestisida. Hal ini dikarenakan
penggunaan pestisida hanya akan digunakan pada saat terdapat hama dan penyakit
tanaman. Sehingga penggunaan pestisida akan menurunkan risiko produksi
(Suharyanto 2015). Fariyanti (2008) menunjukan bahwa jika rumahtangga petani
sampel mengaplikasikan obat-obatan tepat pada waktunya maka produksi yang
dihasilkan akan stabil. Dengan produksi yang stabil menggambarkan bahwa
variasi produksi yang dialami rumahtangga petani sangat kecil atau tidak ada.

10

Pada kegiatan usahatani kentang, petani menggunakan pestisida dengan tepat
waktu sehingga pestisida mampu menurunkan risiko, sedangkan pada kegiatan
produksi kubis, petani menggunakan pestisida tidak tepat waktu sehingga
menimbulkan variasi yang lebih besar. Oleh karena itu, penggunaan pestisida
yang tidak tepat mampu dapat menigkatkan risiko produksi (Espinoza dan Rand
(2015),Nurhapsa (2013)).
Penggunaan input tenaga kerja berhubungan dengan keterampilan atau
keahlian. Penggunaan tenaga kerja dengan keterampilan yang baik akan
menurunkan risiko produksi (Fauziyah (2010) dan Kurniati (2012). Namun
penggunaan teaga kerja yang tidak sesuai dengan keahliannya akan meningkatkan
risiko produksi (Saptana 2011).
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kesenjangan produksi menggunakan model Just dan Pope.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena dalam variabel
independen menggunakan dummy bencana banjir.

Analisis Pendapatan Usahatani Padi
Besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usahatani
tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat
produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja.
Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani berharap dapat meningkatkan
pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Harga dan
produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian. Besar kecilnya
pendapatan usahatani padi di pengaruhi oleh penerimaan dan biaya produksi
sehingga bila harga dan produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani
juga berubah (Lumintang 2013).
Pendapatan usahatani tiap petani berbeda berdasarkan ketepatan dalam
penggunaan input, pengaruh iklim, dan pengetahuan dalam penerapan teknologi.
Penelitian mengenai pendapatan berdasarkan penggunaan teknologi dilakukan
oleh Machmuddin (2016) dan Novianto (2009) yang manyatakan bahwa
pendapatan pada lahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan lahan
konvensional. Penerapan teknologi lain dengan menggunakan program PTT
menunjukan bahwa pendapatan petani padi yang mengikuti program PTT lebih
baik dibandingkan dengan petani yang tidak mengikuti program PTT (Hidayat et
al. 2012 dan Putri et al. 2013). Penelitian lain dilakukan oleh Asmarantaka et al.
(2011) menganalisis tingkat pendapatan usahatani tebu di Lampung menunjukkan
bahwa pendapatan total adalah sebesar Rp 22 141 936.02. R/C rasio atas biaya
total sebesar 1.94. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani tebu masih
menguntungkan bagi petani.
Penelitian berdasarkan pengaruh iklim dilakukan oleh Ambarsari (2014)
yang melakukan penelitian tentang pendapatan petani bersih usahatani padi di
Kabupaten Indramayu berdasarkan musim tanam. Pada musim tanam pertama
(musim hujan) pendapatan lebih besar dari musim tanam kedua, yaitu sebesar
Rp14 766 370 per ha dan pada musim tanam kedua (musim kemarau) pendapatan
petani hanya sebesar Rp12 668 336.83 per ha. Pendapatan pada musim tanam

11

kedua mengalami penurunan disebabkan oleh adanya risiko produksi hama
penyakit dan kekeringan.
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan usahatani padi yang
sama digunakan seperti pada penelitian Machmuddin (2016), Novianto
(2009),Hidayat et al.(2012), Putri et al.(2013),Asmarantaka (2011),dan Ambarsari
(2014). Penelitian ini berbeda dengan yang lain karenaperhitungan analisis
usahatani akan diakomodasi dengan adanya risiko produksi padi di Kecamatan
Kanor menggunakan probabilitas banjir selama lima tahun terkhir.

Preferensi Risikodan Faktor–Faktor Sosial Ekonomi yang
Mempengaruhinya
Setiap aktivitas atau kegiatan yang diambil oleh pengambil keputusan atau
petani selalu dihadapkan pada risiko. Setiap pengambil keputusan atau petani
memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam menghadapi risiko. Ada petani yang
berperilaku sebagai penggemar risiko, netral terhadap risiko dan menghindari
risiko. Beberapa metode analisis yang digunakan untuk melihat perilaku petani
dalam menghadapi risiko yaitu model Khumbakar dan model Arrow-Pratt Just
dan Pope.
Nurhapsa (2013), meneliti mengenai perilaku risiko petani terhadap
penerapan varietas unggul pada usahatani kentang di Kabupaten Enrekang
Provinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan model Khumbhakar. Perilaku
petani yang menanam kentang varietas granola dan yang menanam kentang
varietas kalosi terhadap input bibit adalah risk averse dan rata-rata perilaku risiko
petani yang menanam kentang varietas granola dan petani yang menanam kentang
varietas kalosi terhadap penggunaan input-input adalah risk averse. Petani yang
berperilaku menghindari risiko akan mengalokasikan input yang lebih rendah
sehingga berdampak pada produktivitas yang rendah. Hal tersebut ditunjukkan
dengan penggunaan input-input pada usahatani kentang varietas granola dan
usahatani kentang varietas kalosi masih di bawah dosis anjuran sehingga
produktivitas usahatani kentang varietas granola dan usahatani kentang varietas
kalosi masih rendah.Penelitian lain menggunakan model Khumbakar dilakukan
oleh Fauziyah (2010) tentang pengaruh perilaku risiko produksi petani terhadap
alokasi input usahatani tembakau. Perilaku resiko produksi petani tembakau
pegunungan yang menggunakan sistem kemitraan tergolong sebagai petani risk
taker. Sedangkan pada petani tembakau pegunungan dengan sistem swadaya,
petani tembakau tegal dengan sistem kemitraan maupun petani tembakau sawah
dengan sistem kemitraan dan sistem swadaya, semuanya berperilaku risk averse,
sementara itu satu-satunya kelompok petani tembakau yang berperilaku risk
neutral adalah petani tembakau tegalan yang menggunakan sistem swadaya.
Perbedaan perilaku risiko produksi ini, membawa konsekuensi yang berbeda yaitu
petani yang risk averse menghasilkan tingkat produktivitas dan efisiensi teknis
yang lebih rendah dibandingkan dengan petani yang risk taker. Sikap risk taker
yang ditunjukkan oleh petani yang menggunakan sistem kemitraan, menjadi
gambaran bahwa sistem usahatani kemitraan mampu mereduksi ketakutan petani
terhadap risiko. Hidayati (2016) juga menggunakan model Khumbakar untuk
melihat perilaku petani kubis menghadapi risiko. Hasil penelitian menunjukan

12

bahwa Preferensi risiko petani kubis organik terhadap penggunaan input-input
produksi bersifat risk averse, sedangkan preferensi risiko produksi petani kubis
non organik bersifat risk taker. Teknologi organik yang belum terstandar baik dari
sisi pembuatan input-input produksi maupun dari sisi dosis penggunaannya
menyebabkan petani kubis organik bersifat risk averse. Preferensi risiko petani
kubis organik yang risk averse memiliki konsekuensi pada lambatnya penerapan
pertanian organik dan petani masih mengusahakan kubis non organik selain
mengusahakan kubis organik.
Model Arrow-Pratt dengan maksimisasi utilitas dilakukan oleh
Gardebroek (2006) dan Rahayu (2011). Gardebroek (2006) menganalisis
perbandingan antara preferensi risiko petani organik dan non organik. Hasil
penelitian menunjukan bahwa petani organik lebih bersifat menghindari risiko
karena kegiatan usahatani organik lebih risiko dibandingkan dengan
konvensional. Berbeda dengan hasil penelitian Rahayu (2011) yang menunjukan
bahwa lebih banyak petani padi organik bersifat risk taker dibandingkan dengan
kelompok petani padi non organik.
Vieder et al. (2015) menggunakan model expected utility
theorydanprospect theory untuk menganalisis preferensi risiko petani di Vietnam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, preferensi risiko berhubungan dengan tingkat
pendapatan. Petani dengan pendapatan kecil dan tidak adanya kredit modal lebih
memilih bersifat risk averse. Risiko kerugian menyebabkan petani menghindari
kegiatan demi kebutuhan ekonomi. Berbeda dengan petani yang memiliki
pendapatan tinggi dan tingkat kesejahteraan tinggi lebih bersifat berani
menghadapi risiko karena adanya jaminan terhadap pendapatan mereka. Secara
keseluruhan, rata-rata petani di Vietnam bersifat netral terhadap risiko.Hasil
penelitian sama dengan Roe (2011) yang membandingkan antara preferensi petani
dengan pemilik usaha di United State dilihat dari tingkat pendapatan. Petani
dengan tingkat pendapatan rendah lebih menghindari risiko dibandingkan dengan
pemilik usaha. Tetapi petani dengan pendapatan tinggi memiliki sifat berani
menghadapi risiko sama seperti para pemilik usaha.
Pada penelitian ini perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi padi
di Kecamatan Kanor dianalisimenggunakan fungsi absolute risk aversion AR(y)
yang dihubungkan dengan fungsi utilitas (pendapatan usahatani padi) yang
dimiliki petani U(π) seperti yang dilakukan oleh Gardebroek (2006) dan Rahayu
(2011). Perbedaan penelitian ini dengan yang penelitian lain yaitu pada lokasi
penelitian.
Perilaku petani dalam menghadapi risiko dipengaruhi oleh karakteristik
sosial ekonomi yang ada pada diri petani. Guan dan Wu (2009) mengasumsikan
nilai preferensi risiko (AR) petani mempunyai hubungan linier dengan tingkat
kesejahteraan petani (didekati dengan nilai kekayaan petani), umur, tingkat
pendidikan, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam proses produksi dan
jumlah subsidi yang diterima petani. Disimpulkan bahwa preferensi risiko petani
dipengaruhi oleh status kesejahteraan, tingkat pendidikan, umur petani, subsidi
yang diterima petani dan jumlah keluarga petani yang terlibat dalam usahatani.
Semakin tinggi pendidikan petani maka semakin berani menanggung risiko.
Petani dengan pendidikan rendah relatif enggan menanggung risiko. Petani
dengan pendidikan tinggi akan mempunyai daya nalar yang lebih tinggi darip