KOMUNIKASI POLITIK PASANGAN SRI RAHAYU – PRIYATMOKO SEBAGAI CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA MALANG (Studipada Tim Sukses PDI-P Sri Rahayu – Priyatmoko)

SKRIPSI

KOMUNIKASI POLITIK PASANGAN SRI RAHAYU –
PRIYATMOKO SEBAGAI CALON WALIKOTA DAN WAKIL
WALIKOTA MALANG
(Studipada Tim Sukses PDI-P Sri Rahayu – Priyatmoko)

Oleh :
MUHAMMAD FU’AD
07220386
AUDIO VISUAL

Dosen Pembimbing :
1.

Sugeng Winarno, MA

2.

Nasrullah, M.Si


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013

DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7

BAB II Tinjauan Pustaka
A. Komunikasi Politik ................................................................................. 8
B. Komunikator Politik Sebagai Partisipan Politik ..................................... 16

C. Unsur-Unsur Komunikasi Politik............................................................ 22

BAB III SAJIAN DATA DAN PEMABAHASAN
A. Tipe Penelitian ....................................................................................... 31
B. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 31
C. Waktu Penelitian .................................................................................... 31
D. Lokasi Penelitian .................................................................................... 32
E. Objek Penelitian ..................................................................................... 32
F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 32
G. Teknik Analisa Data................................................................................ 33
H. Teknik Keabsahan Data .......................................................................... 34

BAB IV SAJIAN DAN ANALISA DATA
A. Deskripsi PDIP ........................................................................................ 35
B. Sajian Data .............................................................................................. 42

1. Komunikator Politik .......................................................................... 43
2. Pesan Politik ...................................................................................... 47
3. Media politik ..................................................................................... 49
4. Sasaran Politik ................................................................................... 52

C. Pembahasan ............................................................................................. 54

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 62
B. Saran ....................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar, 2003. Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-AplikasiStrategi Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Budiardjo, Miriam, 1956. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.
Dan Nimmo, 2001. Komunikasi Politik: Hubungan Antara Khalayak dan
Efek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
_________. 2000. Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media).
Terjemahan: Tjun Surjaman. Cetakan III. Bandung : Remadja
Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana.1999. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Jakarta
: PT Pustaka Utama Grafi

Firmanzah, 2011. Mengelola Partai Politik. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Fisher, B Aubrey. 1978. Teori-Teori Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik : Konsep, Teori dan Strategi. PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hamidi. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Universitas Muhammadiyah
Malang. UMM Press
McQuail, Denis. 1989. Teori Komunikasi Massa. Terj. Agus Dharma dan
Aminuddin. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Alamat website:
Penulis: Mohammad Ali Andrias,S.IP.,M.Si
http://king-andrias.blogspot.com/2012/04/partisipasi-dalam-politikkonsekuensi.html
http://pupoetri.blogspot.com/2011/10/pengertian-komunikasi-politik.html


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika kita pandang dari transformasi yang sangat penting dalam abad ke-20
adalah persaingan politik yang semakin tinggi dihampir semua negara. Hal ini juga
disertai dengan semakin banyaknya negara yang mengadopsi sistem demokrasi. Di
era ini, bahkan negara-negara yang tadinya totaliter, termasuk Indonesia pada masa
Orde Baru, pun harus belajar menerapkan demokrasi yang sesungguhnya. Memang
pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto menggunakan demokrasi sebagai
landasan pemerintahannya. Tapi, dalam pelaksanaannya banyak sekali yang
melenceng. Kekuasaaan Soeharto pada masa jayanya tak ubahnya dengan kekuasaan
raja-raja feodal. Proses demokrasi dipelintir begitu rupa, sehingga dalam pemilu
selalu saja Soeharto dan para kroninya tetap berada di pucuk kekuasaan pemerintah.
Tapi desakan dari dalam maupun luar membuat gerakan reformasi berkembang dan
akhirnya menjatuhkan kekuasaan Soeharto. Indonesia harus belajar lagi untuk
menerapkan demokrasi dalam jalurnya yang benar (Firmansyah, 2011:15).
Dalam demokrasi yang tidak dipoles-poles untuk sekedar menjadi hiasan
bibir, peralihan dan pergantiaan kekuasaan dilakukan melalui suatu mekanisme yang
disebut sebagai pemilihan umum. Masing-masing peserta pemilu memiliki

kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan dipilih. Praktik-praktik represif dan
manipulatif yang sering kali terjadi dalam sistem otoriter tidak dapat lagi digunakan.
1

Persaingan politik menjadi suatu konsep yang sangat penting saat ini. Pemerintahan
Indonesia yang menganut sistem multipartai membuat satu partai harus bersaing
dengan partai lainnya. Untuk dapat keluar sebagai pemenang dalam Pemilu, partai
politik perlu bersaing dengan partai lain. Karena memang satu sama lain berusaha
untuk mendapatkan suara terbanyak dan keluar sebagai pemenang Pemilu. Ide
persaingan politik sebenarnya bukanlah hal baru.
Schattscheneider melihat bahwa demokrasi merupakan sistem yang berbasis
persaingan antarpartai politik dan pemilihlah yang menentukan sebagai pihak yang
berada diluar sistem dan organisasi partai. Meadow dalam Nimmo juga membuat
definisi bahwa “political communcation refers to any exchange of symbol or
messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for
political system.” Disini Meadow memberi tekanan bahwa simbol-simbol atau pesan
yang disampaikan itu secara signifikan dibentuk atau memiliki konsekuensi terhadap
sistem politik. Akan tetapi, Nimmo sendiri yang mengutip Meadow dalam bukunya
itu hanya memberi tekanan pada pengaturan umat manusia yang dilakukan dibawah
kondisi konflik, sebagaimana disebutkan “communication (activity) considered

political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human
conduct under the condition of conflict. Baik Meadow maupun Dan Nimmo,
termasuk Gabriel Almond adalah sarjana-sarjana politik keluaran 1950-an dengan
aliran behavioristik yang melihat politik tidak saja membahas masalah negara,
melainkan dalam hubungannya dengan komunikasi (media massa) dan opini public
(Hafied, 2009:35).
2

Pengertian Komunikasi Politik menurut Nimno, Politik berasal dari kata
“polis” yang berarti negara, kota, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara
negara (kota) dan masyarakatnya. Kata “polis” ini berkembang menjadi “politicos”
yang artinya kewarganegaraan. Dari kata “politicos” menjadi ”politera” yang berarti
hak-hak kewarganegaraan (Sumarno, 1989:8).
Secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik, diantaranya Dan
Nimmo (2000:8) mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang
mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam berbagai hal
orang berbeda satu sama lain – jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif ,
perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang
perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka
menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan

masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik.
Dari beberapa pengertian di atas, jelas komunikasi politik adalah suatu proses
komunikasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik.
Faktor ini pula yang membedakan dengan disiplin komunikasi lainnya seperti
komunikasi pembangunan, komunikasi pendidikan, komunikasi bisnis, komunikasi
antar budaya, komunikasi organisasi, komunikasi keluarga dan lain semacamnya.
Perbedaan itu terletak pada isi pesan. Artinya komunikasi politik memiliki pesan
yang bermuatan politik, sementara komunikasi pendidikan memiliki pesan yang
bermuatan masalah-masalah pendidikan. Jadi untuk membedakan antara satu disiplin

3

Dengan displin lainnya dalam studi ilmu komunikasi, terletak pada sifat atau isi
pesannya.
Dalam pemilihan umum tipe-tipe orang politikus, profesional dan aktivis
yang memainkan peran kepemimpinan dalam komunikasi politik. Politikus, baik
representasi maupun ideolog, berkomunikasi untuk kepentingan para pemilih atau
untuk kepentingan tujuan. Juru bicara kelompok terorganisasi dan pemuka pendapat
memainkan peran yang jauh lebih aktif dalam komunikasi politik dibandingkan
warga negara pada umumnya.

Dalam hal ini kita menekankan peran kepemimpinan komunikator politik, kita
juga mengemukakan bahwa para pengikut politik pun adalah komunikator. Lebih dari
itu, kita membedakan orang yang merupakan pengikut politik mereka yang menaruh
minat aktif dalam politik dan bukan pengikut politik (mereka yang tidak tahu-menahu
tentang urusan politik). Kemudian, kita memperkenalkan perbedaan tambahan
diantara mereka yang atentif, menaruh minat dan acuh tak acuh terhadap politik.
Perhatian kita terdapat pada pengikut yang atentif dan berminat politik atau bukan
pada pengikut. Dalam komunikasi politik, partisipan adalah anggota khalayak yang
aktif yang tidak hanya memperhatikan apa yang dikatakan oleh para pemimpin
politik, tetapi juga menanggapi dan bertukar pesan dengan para pemimpin itu.
Ringkasnya, partisipan politik melakukan kegiatan bersama dan bersama-sama
dengan para pemimpin politik, yaitu mereka sama-sama merupakan komunikator
politik.

4

Mengingat pada tahun 2013 tepatnya bulan 5 (Mei) Kota Malang kembali
diramaikan dengan adanya perhalatan akbar yakni diadakannya Pemilihan Umum
(Pemilu) Walikota dan/atau Wakil Walikota Malang. Kita ketahui bahwa pemilihan
umum adalah ajang yang paling ditunggu-tunggu oleh para publik figur di daerah.

Komisi Pemilian Umum Daerah (KPUD) Kota Malang, Jawa Timur
melakukan pengundian nomor urut dan deklarasi damai calon Walikota Malang 2013.
Dalam penetapan KPUD Malang menentukan enam pasangan calon yang lolos untuk
mengikuti Pilkada Kota Malang periode 2013 – 2018. Setelah mendapatkan nomor
urut tiap-tiap pasangan mempercayai angka yang di dapat adalah angka keramat.
Berdasarkan hasil penetapan pasangan calon yang melalui undian secara acak dapat
diketahui, pasangan Dwi Cahyono – Nuruddin mendapat nomor urut 1, Sri Rahayu –
Priyatmoko 2, Heri Pudji – Sofyan Edi J nomor 3, Mujaiz – Yunar Mulya nomor 4,
Dono Arif nomor 5, M Anton – Sutiaji nomor 6.
Sebelum dilakukannya Pilkada Malang 2013, Laboratorium Ilmu Politik dan
Rekayasa Kebijakan (Lapora) FISIP Universitas Brawijaya Malang merilis
elektabilitas pasangan Cawali dan Wawali yang akan maju di Pilkada 2013 Kota
Malang. Dengan 30 enumator yang terdiri dari mahasiswa FISIP, 600 koresponden
dari 5 kecamatan di Kota Malang, serta Margin Error hanya sekitar 3,8 persen
menyatakan bahwa pasangan abah Anton dan Sutiaji yang diusung Gerindra dan PKB
mendulang elektabilitas tertinggi dengan suara 41,5% dan disusul dengan pasangan
Sri Rahayu dan Priyatmoko dari PDIP dengan 24,2% Heri Pudji – Sofyan Edi
menempati urutan ketiga dari PAN dan Golkar dengan 21,6% suara, Dono dan Arif

5


dari partai Demokrat, PKS, Hanura menempati urutan keempat dengan 5,2% suara,
dan pasangan Independen Dwi-Udin dan Mujais-Yunar masing-masing meraih 5,2%
suara dan 2,1% suara.
Dalam penelitan ini penelti tertarik dengan keberadaan pasangan Sri Rahayu
dan Priyatmoko. Sri Rahayu sendiri adalah salah satu anggota DPR RI komisi IX
sehingga menarik bagi peneliti untuk memilihnya sebagai obyek penelitian ini. Selain
itu juga mengapa Sri Rahayu yang di pilih oleh peneliti adalah karena Sri Rahayu ini
juga memenangkan persaingan dengan Heri Pudji yang saat itu sebagai istri ketua
PDIP Malang.
Dari PDI P kota Malang sendiri pada tahun 2003 juga membawa wakilnya
yaitu Peni Suprapto menjabat sebagai walikota Malang selama dua periode sampai
tahun 2013 ini. Adapun hal menarik lain yaitu terjadinya konflik di partai PDI P itu
sendiri. Konflik ini terjadi ketika hasil rekomendasi dari DPP PDI P pusat telah
keluar, dari surat hasil rekomendasi itu juga menyebutkan pemecatan Ketua Dewan
Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Malang Peni Suparto
dan Sekretaris DPC Wijianto, dan menunjuk Eddy Rumpoko sebagai pelaksana
harian bersama Sekretaris Priyatmoko Oetomo. Sebelumnya, pencalonan Walikota
Malang melalui PDIP Kota Malang berlangsung panas. Terjadi perebutan pengaruh
untuk mendapatkan rekomendasi dari PDIP Pusat. Sri Rahayu bertarung dengan Heri
Pudji Utami, Bendahara DPC PDIP yang juga istri Ketua DPC PDIP Kota Malang
Peni Suparto. Perseteruan ini memuncak saat Peni Suparto menggalang mosi tidak
percaya kepada Ketua DPD PDIP Jawa Timur Sirmadji. Mosi tidak percaya

6

menggelinding hingga terkumpul 31 PAC. Massa penentang Sirmadji menduduki
kantor DPD PDIP. Sehingga DPP PDIP pun turun tangan mengatasinya, dengan
memanggil seluruh pengurus PAC dan DPD PDIP Jawa Timur.
Berangkat dari latar belakang di atas menurut asumsi penulis bahwa sangat
penting mendalami tentang komunikasi politik yang akan dilakukan oleh kedua calon
di atas.

Sehingga dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengkaji lebih

mendalam dengan judul, “Komunikasi Politik Pasangan Sri Rahayu Dan
Priyatmoko Sebagai Calon Walikota Malang”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana komunikasi politik yang dilakukan Sri Rahayu sebagai calon
walikota Malang dari PDI Perjuangan Kota Malang ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi politik dari
pasangan Sri Rahayu dan Priyatmoko sebagai calon walikota Malang dari PDI
Perjuangan Kota Malang.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian pada nantinya yakni
sebagai berikut:
7

a. Manfaat Praktis
1) Dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan para
politisi dalam menarik simpatisan dalam ajang pemilihan umum.
2) Diharapkan dapat digunakan untuk perkembangan ilmu komunikasi pada
khususnya yang berkaitan dengan komunikasi politik dalam menarik
simpatisan.
b. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan oleh peneliti dapat menjadi referensi dan
tambahan keilmuan bagi peneliti sendiri pada khususnya, serta menambah
wawasan tentang pola komunikasi politik yang digunakan oleh sebuah partai
politik di Indonesia

8