BAB III
DEMOKRASI DI INDONESIA
A. Demokrasi Indonesia
Sepanjang masa kemerdekaannya, bangsa Indonesia telah mencoba menerapkan bermacam-macam demokrasi. Hingga tahun 1959, dijalankan suatu praktik demokrasi yang
cenderung pada sistem Demokrasi Liberal, sebagaimana berlaku di negara-negara Barat yang bersifat individualistik. Pada tahun 1959-1966 diterapkan Demokrasi Terpimpin, yang dalam
praktiknya cenderung otoriter. Mulai tahun 1966 hingga berakhirnya masa Orde Baru pada tahun 1998 diterapkan Demokrasi Pancasila. Model ini pun tidak mendorong tumbuhnya
partisipasi rakyat. Berbagai macam demokrasi yang diterapkan di Indonesia itu pada umumnya belum sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, karena tidak tersedianya ruang
yang cukup untuk mengekspresikan kebebasan warga negara. Berdasar pengalaman sejarah, tidak sedikit penguasa yang cenderung bertindak otoriter, diktaktor, membatasi partisipasi
rakyat dan lain-lain. Mengapa demikian? Ya, sebab penguasa itu sering merasa terganggu kekusaannya akibat partisipasi rakyat terhadap pemerintahan. Partisipasiitu dapat berupa
usul, saran, kritik, protes, unjuk rasa atau penggunaan kebebasan menyatakan pendapat lainnya. Sesudah bergulirnya reformasi pada tahun 1998, kebebasan berbicara dan
menyatakan pendapat, kebebasan memilih, kebebasan berpolitik dan lain-lain semakin bebas.
Freedom House pada Tahun 2006 memasukkan negara RepublikIndonesiasebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika danIndia. Puja-puji atas demokrasi terus
mengalir dari berbagai kalangan, lembaga-lembaga prosedural demokrasi terus kita sempurnakan dan dibangun. lembaga legislatif dari system satu kamar unicameral dirubah
menjadi system dua kamar bekameral. System yang sentralistik diganti menjadi desentralistik seiring dikuatkannya otonomi daerah.
Namun langkah di atas belum sepenuhnya menjadi pijakan bersama dalam membangun kehidupan berwarganegara yang civilized. Fenomena politik yang menyeruak
sekarang ini belakangan mengarah pada arus balik yang cenderung mempertanyakan kembali demokrasi dibanding dengan otoriter untuk mensejahterakan rakyat. Demokrasi
sekarang ini dianggap oleh sebagian menjengkelkan. Cara yang ditempuh memusingkan, hasil yang diraih jarang memuaskan.
Penerapan Demokrasi dinilai sebagian kalangan tidak memberikan kesejahteraan tetapi justru melahirkan pertikaian dan pemiskinan. Rakyat yang seharusnya diposisikan
sebagai penguasa tertinggi, ironisnya selalu dipinggirkan. Keadaan itulah yang menjadikan demokrasi gampang mendatangkan banyak kekecewaan. Kondisi buruk diperparah elite
politik dan aparat penegak hukum yang menunjukkan aksi-aksi blunder. Banyak perilaku wakil rakyat yang tidak mencerminkan aspirasi pemilihnya, bahkan opini publik sengaja
disingkirkan guna mencapai aneka kepentingan sesaat. Banyak kasus-kasus yang amat mencederai perasaan rakyat sehingga mudah ditampilkan dan mengundang kegeraman.
Kondisi itu dikuatkan dengan pernyataan mantan Wapres Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa demokrasi cuma cara, alat atau proses, dan bukan tujuan. Demokrasi
boleh di nomorduakan di bawah tujuan utama peningkatan dan pencapaian kesejahteraan rakyat. Apakah ini kejenuhan dan kemuakan terhadap demokrasi? Jika elit Politik diselimuti
gejala ketidakpercayaan terhadap demokrasi bagaimana dengan rakyat yang terlanjur percaya pada janji-janji mereka?
Di tengah eforia kebebasan, kepentingan sempit sangat mungkin menjadi penumpang gelap. Atas nama kebebasan setiap kepentingan mendapat tempat aktualisasi tanpa peduli hak
asasi orang lain. Aturan main diabaikan untuk mencapai puncak kekuasaan yang mereka pahami sebagai realitas yang inheren dalam politik.
B. Perkembangan Demokrasi di Indonesia