Mengukur Demokrasi Ekonomi Indonesia bab

Mengukur Demokrasi Ekonomi Indonesia
Awan Santosa1

BPS kembali merilis hasil pengukuran Indek Demokrasi Indonesia (IDI). Disebutkan
bahwa pada tahun 2014 IDI yang terdiri dari aspek kebebasan sipil, hak-hak politik, dan
lembaga demokrasi berada pada posisi 73,04, yang masuk dalam kategori sedang.
Pengukuran IDI setiap tahunnya kiranya patut diapresiasi, namun kiranya ada yang terlewat
dalam langkah baik ini, yaitu soal demokrasi ekonomi. Bagaimana bisa?
Soekarno dalam pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 telah mempertanyakan
merajalelanya kaum kapitalis di Barat sungguhpun di sana sudah ada Badan Perwakilan
Rakyat sebagai salah satu parameter umum demokrasi. Hal ini menurut Soekarno karena
yang dinamakan demokrasi di Barat hanyalah demokrasi politik semata, tanpa adanya
keadilan sosial dan demokrasi ekonomi.
Muhammad Hatta pun memiliki pandangan serupa. Dalam berbagai kesempatan Hatta
selalu menyampaikan bahwa demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan
persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Bahkan
menurut Hatta tanpa demokrasi ekonomi manusia belum merdeka, karena persamaan dan
persaudaraan belum ada.
Demokrasi ekonomi pada akhirnya disepakati sebagai amanat Pasal 33 ayat (1) UUD
1945, di mana perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan. Pada bagian Penjelasan disebutkan bahwa dalam Pasal 33 tercantum dasar

demokrasi ekonomi, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah
pimpinan dan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Sayang kiranya pemerintah belum memiliki ukuran resmi soal demokrasi ekonomi, yang
lebih populer disebut ekonomi kerakyatan ini. Ekonomi kerakyatan masih sebatas konsep
yang bersifat filosofis, normatif, dan politis. Belum tersedianya ukuran resmi menjadikan
agenda-agenda ekonomi kerakyatan baik di tingkat nasional maupun daerah terlalu abstrak
dan tidak memiliki arah yang jelas.
Akibatnya seperti telah disinyalir Soekarno-Hatta, perekonomian kita sampai hari ini di
bawah pemerintahan Jokowi justru dikendalikan oleh segelintir pemodal, yang menguasai
minyak, gas, hutan, batubara, sawit, emas, bank, perusahaan besar, pasar, ritel, dan distribusi
daging, bawang, kedelai, serta berbagai komoditi impor lainnya. Pada akhirnya kemiskinan,
pengangguran, dan ketimpangan masih menjadi persoalan serius di negeri berkelimpahan
sumber daya ini. Data terbaru yang baru saja dirilis tahun 2015 menunjukkan bahwa 1% elit
menguasai 50% kekayaan di republik ini.

Indeks Demokrasi Ekonomi Indonesia (IDEI)
1

Direktur Mubyarto Institute dan Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta,
email: satriaegalita@yahoo.com, ph: 08161691650


1

Demikian urgensi pengukuran demokrasi ekonomi sebagai penjabaran amanat konsitusi
dalam pengelolaan ekonomi. Sebagai jawaban terhadap kekosongan ini penulis sejak tahun
2009 telah merumuskan Indeks Demokrasi Ekonomi Indonesia (IDEI). Indeks ini disusun
dengan melibatkan 10 pakar ekonomi kerakyatan Indonesia yang berasal dari kalangan
akademisi UGM, IPB, Unibraw, UII, dan UMY, peneliti, serta aktivis gerakan sosial,
IDEI disusun menggunakan metode Deplhi yang menekankan pada penilaian ahli
(expert judgement) pada dimensi dan variabel yang dijabarkan dari pasal-pasal ekonomi
dalam kontitusi. Dengan berpijak pada pengertian demokrasi ekonomi dalam Penjelasan
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, IDEI terbagi menjadi tiga dimensi yaitu Dimensi Produksi,
Dimensi Alokasi, dan Dimensi Penguasaan Faktor Produksi.
Dimensi Produksi merupakan penjabaran dari amanat “produksi dikerjakan oleh semua”
yang diperkuat dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 di mana tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dimensi ini diwakili oleh tiga
variabel, yaitu tingkat pengangguran terbuka, tingkat pengangguran terselubung, dan rasio
upah buruh terhadap total omset perusahaan.
Adapun Dimensi Alokasi merupakan manifes “produksi untuk semua” yang dilandasi
pula Pasal 34 UUD 1945 yang mengamantkan agar setiap fakir miskin dan anak-anak

terlantar dipelihara oleh negara. Variabel yang mengindikasikan realisasi amanat ini adalah
proporsi belanja jaminan sosial bagi penduduk miskin dan rasio pendapatan 40% kelompok
terbawah terhadap total pendapatan.
Sementara Dimensi Penguasaan Faktor Produksi merupakan realisasi produksi yang
semestinya dibawah pimpinan dan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Demi tujuan
ini maka negara harus memiliki kontrol atas berbagai sumber daya material Indonesia. Hal
ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) yang mengamanatkan penguasaan negara atas
cabang-cabang produksi yang penting, serta bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya.
Dimensi ini diwakili oleh delapan variabel modalitas material, yaitu Rasio APBD
Terhadap PDRB, Rasio PAD Terhadap APBD, Rasio Pembiayaan Domestik Terhadap APBD,
Rasio APBD Terhadap Total Omzet Hasil Eksplotasi SDA, Rasio Investasi Domestik
Terhadap Total Investasi, Rasio Investasi UMKM Terhadap PDRB, Rasio Kredit Terhadap
Tabungan, dan Rata-Rata Luas Kepemilikan Lahan.
Di samping itu, dimensi ini juga didasarkan pada amanat pasal 31 UUD 1945 dimana
tiap-tiap warga negara berhak atas pengajaran. Modalitas intelektual masyarakat dalam
memimpin dan atau mengawasi kegiatan produksi diwakili oleh tiga variabel, yaitu rasio
belanja pendidikan terhadap APBD, rasio belanja kesehatan terhadap APBD, dan tingkat
partisipasi sekolah.
Selain itu, perlunya modalitas institusional sesuai amanat Pasal 28 dan 33 ayat (1) UUD

1945 diwakili oleh lima variabel, yaitu Rasio Anggota Koperasi Terhadap Total Jumlah
Penduduk, Rasio Volume Usaha Koperasi Terhadap PDRB, Rasio Perusahaan Memiliki
Serikat Pekerja, Rasio Anggota Serikat Pekerja Terhadap Total Jumlah Pekerja, dan Rasio
Perusahaan Yang Memiliki Pola Kepemilikan Saham Oleh Pekerja.
Skor IDEI berada pada interval antara 0-0,33 yang berkategori rendah, 0,34-0,66
berkategori sedang, dan 0,67-1,00 termasuk dalam kategori derajat demokrasi ekonomi
tinggi. Data-data dikumpulkan dari publikasi resmi BPS dan lembaga formal yang relevan,
diperkuat dengan survey, wawancara mendalam, dan focus group discussion dengan
parapihak terkait. Analisis per skor IDEI langsung dapat diproyeksikan ke dalam penyusunan
2

RPJMD, APBD, Perda, dan program-program kerakyatan yang relevan.
Implementasi Pengukuran IDEI
IDEI perlu senantiasa diperbaiki agar semakin mendekati esensi realisasi demokrasi
ekonomi Indonesia. Sampai saat ini penulis sudah melakukan ujicoba pengukuran IDEI
untuk dua Kabupeten di Jawa dan Luar Jawa. Hasil pengukuran IDEI di salah satu
Kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur mendapatkan skor 0,286, yang merupakan indikasi
awal bahwa derajat ekonomi kerakyatan, kontrol masyarakat atas perekonomian di
Kabupeten tersebut tergolong masih rendah.
Sementara itu pengukuran di salah satu Kabupaten di DIY menghasilkan skor IDEI

sebesar 0,49, yang berarti derajat ekonomi kerakyatan Kabupaten tersebut tergolong sedang.
Dalam hal ini aspek yang masih perlu diperhatikan adalah minimnya peran koperasi dan
UMKM dalam perekonomian, serta rendahnya demokratisasi ekonomi di tempat kerja.
Belum ada perusahaan yang melibatkan pekerja dalam kepemilikan dan pengambilan
keputusan di perusahaan.
Demikian, tentu kita sangat berharap Presiden, dalam hal ini melalui Bappenas, BPS,
maupun Kementerian terkait yang memiliki mandat dan kewenangan, melakukan
pengukuran IDEI ini secara menyeluruh dan berkelanjutan. Hal ini agar realisasi ekonomi
kerakyatan tidak lagi tergantung “selera” perencana pembangunan, pembuat kebijakan, dan
para calon pemimpin yang akan bertarung di pemilihan.
Data IDEI yang akurat akan menjadi pedoman bersama bagi Pemerintah, DPR, dan
segenap komponen bangsa untuk melaksanakan demokrasi ekonomi secara konsisten,
terarah, dan terukur. IDEI yang senantiasa diukur secara berkala akan menjadi penanda
demokratisasi ekonomi, yaitu terjadinya transfer kuasa dan pengambilan keputusan ekonomi
dari segelintir elit ke kebanyakan orang. Semoga

3

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1