TINJAUAN PUSTAKA Sifat Kimia Beberapa Jenis Bambu pada Empat Tipe Ikatan Pembuluh.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bambu

Tanaman bambu termasuk ke dalam famili Gramineae, sub famili Bambusoideae, ordo Graminales dan kelas Monokotil Qisheng et al. 1999. Di dunia diketahui ada 1250 jenis bambu yang berasal dari 75 marga Sharma 1980 sedangkan menurut Widjaja 2001 di Indonesia tumbuh berbagai macam bambu yang tersebar di seluruh daerah, ada sekitar 143 jenis bambu yang telah diketahui sifat dan jenisnya. Jumlah tersebut berasal dari 9 marga yaitu Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum dan Thysostachys Sastradipraja et al. 1977; Widjaya 1980. Diantara hutan bambu di dunia, benua asia mempunyai area yang terluas, luas hutan bambu di Asia Tenggara lebih dari 10 juta ha. Beberapa spesies bambu dapat tumbuh pada daerah dengan suhu antara 40ºC sampai 50ºC, di beberapa tempat dapat bertahan pada daerah bersalju atau memiliki temperatur yang membekukan. Di beberapa negara bambu memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tropis. Di dunia bambu didistribusikan di 3 daerah yaitu Asia dan Lautan Pasifik, Amerika dan Afrika. Daerah Asia Tenggara merupakan pusat keaslian dan distribusi bambu di dunia ITTO 1994. Tanaman bambu mempunyai daerah penyebaran yang cukup luas baik penyebaran vertikal maupun horizontal. Dengan demikian hampir semua jenis bambu dapat tumbuh pada berbagai tempat di Indonesia. Perkembangbiakan bambu digunakan untuk kegiatan afforestasi dan reforestasi oleh petani. Perkembangbiakan generatif dilakukan dengan biji. Perkembangbiakan vegetatif dilakukan dengan melakukan pemotongan pada bagian batang, cabang atau akar rimpang Brandis 1900 dalam Liese 1987. Teknik pembibitan dilakukan dengan biji, stek batang, stek cabang dan rhizom. 2.2 Morfologi 2.2.1 Akar Rimpang Akar Rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Ada dua macam sistem percabangan akar rimpang yaitu pakimorf dicirikan oleh akar rimpangnya yang simpodial, leptomorf dicirikan oleh akar rimpangnya yang monopodial. Di Indonesia jenis-jenis bambu asli umumnya mempunyai sistem perakaran pakimorf, yang dicirikan oleh ruasnya yang pendek dengan leher yang pendek juga. Setiap akar rimpang mempunyai kuncup yang akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru yang akhirnya bagian yang tumbuh ke atas membentuk rebung dan kemudian menjadi buluh. Akar pakimorf bentuknya bervariasi, misalnya pada marga Dinoclhoa, Meloccana memiliki akar rimpang yang lehernya panjang tetapi ruasnya pendek dan tanpa kuncup, sehingga buluh tampak agak berjauhan dan tidak menggerombol Widjaja 2001.

2.2.2 Rebung

Rebung merupakan bambu muda yang muncul dari permukaan dasar rumpun atau rizhom. Pada awalnya berbentuk tunas yang pertumbuhannya lambat dan dalam perkembangannya berbentuk kerucut yang merupakan bentuk permulaan dari perkembangan batang. Rebung muncul pada musim hujan yang laju pertumbuhannya sangat tergantung dari jenis bambunya Forda 1996. Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh tua. Bulu pelepah rebung umumnya hitam tapi ada juga yang coklat atau putih dan beberapa bulu dapat menyebabkan kulit menjadi sangat gatal sedangkan yang lain tidak. Rebung selalu ditutupi oleh pelepah buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti perpanjangan ruasnya Widjaja 2001.

2.2.3 Buluh

Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Buluh terdiri atas ruas dan buku-buku. Beberapa jenis mempunyai ruas panjang, sperti Schizostachyum irate, S. sillicatum dan yang lain memiliki ruas pendek misalnya Bambusa vulgaris, B. blumeana, Melocanna baccifera, Phyllostachys aurea dan P. Nigra. Selain berbeda dalam panjang buluhnya beberapa jenis tertentu mempunyai diameter buluh yang berbeda. Jenis Dendrocalamus mempunyai diameter buluh tebesar diikuti oleh jenis-jenis dari marga Gigantochloa dan Bambusa. Setiap bambu memiliki panjang buku yang berbeda Widjaja 2001. Buluh memiliki pelepah yang merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas. Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu menutupi buluh ketika muda. Saat buluh tumbuh dewasa dan tinggi pada beberapa jenis bambu pelepahnya luruh tetapi jenis lain pelepahnya tetap menempel Widjaja 2001. Bambu adalah salah satu jenis tumbuhan yang cepat tumbuh dan dapat mencapai ketinggian maksimum 15 sampai 30 meter dalam waktu 2 sampai 4 bulan dengan rata-rata pertumbuhan harian sekitar 20 cm sampai dengan 100 cm dan diameter 5-15 cm Ueda 1960 dalam Liese 1987.

2.2.4 Percabangan

Percabangan pada umumnya terdapat di atas buku-buku. Cabang dapat digunakan sebagai ciri penting untuk membedakan marga bambu. Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa sistem percabangan memiliki satu cabang yang lebih besar daripada cabang lainnya yang lebih kecil. Cabang lateral bambu yang tumbuh pada batang utama, biasanya berkembang ketika buluh mencapai tinggi maksimum. Pada beberapa marga, cabang muncul tepat di atas tanah misalnya pada Bambusa dan menjadi rumpun pada sekitar dasar rumpun dengan duri atau tanpa duri Widjaja 2001. Batang bambu terdiri atas 3 bagian yaitu kulit, kayu dan bagian empulur. Kulit bambu adalah bagian terluar dari penampang lintang dinding batang, empulur adalah bagian batang yang berdekatan dengan rongga bambu yang tidak mengandung ikatan vaskular. Bagian kayu pada bambu adalah bagian diantara kulit dan empulur Qisheng 2001.

2.3 Ikatan Pembuluh

Struktur anatomi penampang melintang ruas batang bambu ditentukan oleh ikatan pembuluh baik dalam bentuk, ukuran susunan maupun jumlah Lwin et al. 1007; Liese 1980. Tampilan ikatan pembuluh melintasi batang berubah secara kontinyu dari bagian pinggir ke bagian pusat. Mendekati bagian pinggir, ikatan pembuluh menjadi semakin kecil dan banyak dengan hanya sedikit parenkim. Ikatan pembuluh berada di bawah kortek berbentuk bulat dalam irisan transversal. Ke arah tengah dinding batang ikatan pembuluh menjadi lebih besar dan lebih luas ruangannya sedangkan di dalam kebanyakan spesies ikatan pembuluh menunjukan ukuran maksimum dan bentuk yang karakteristik pada bagian pusat. Di bagian dalam ikatan pembuluh kembali menjadi lebih kecil. Di daerah pinggir batang, ikatan pembuluh kecil dan berjumlah banyak dan pada a c d b bagian dalam lebih besar dan lebih sedikit. Dalam batang, jumlah total ikatan pembuluh menurun dari pangkal ke bagian ujung Liese 1980. Gambar 1 Tipe ikatan pembuluh pada bambu, a = Tipe I, b = Tipe II, c = Tipe III dan d = Tipe IV, sumber : Liese dan Groser 1973 Menurut Liese dan Groser 1973, pada umumnya jenis bambu mempunyai ikatan serabut fibre bundle yang terpisah pada sisi dalam atau sisi luar ikatan vascular pusat. Ada empat tipe ikatan pembuluh, yaitu : a. Tipe I, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat central vascular strand yang hanya didukung oleh jaringan selubung sklerenkim dan ruang interseluler. b. Tipe II, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat yang hanya didukung oleh jaringan seperti selubung sklerenkim dan selubung ruang interseluler yang lebih besar dari ketiga tipe lainnya. c. Tipe III, ikatan pembuluh terdiri atas dua bagian yaitu ikatan pembuluh pusat dan satu ikatan serabut. Ikatan serabut terletak di sebelah dalam ikatan vaskuler pusat. Selubung ruang interseluler umumnya lebih kecil dari yang lain. d. Tipe IV, ikatan pembuluh terdiri atas tiga bagian yaitu ikatan pembuluh pusat dan dua ikatan serabut yang terletak di sebelah dalam dan luar dari ikatan vaskular pusat. 2.4 Jenis Bambu Menurut Tipe Ikatan Pembuluh 2.4.1 Arundinaria japonica Sieb. Zucc. ex Steud Arundinaria japonica Sieb. Zucc. Ex Steud adalah jenis bambu yang bukan asli Indonesia. Jenis ini tumbuh di Jepang Utara dan masyarakat sering menyebutntya yadake dan memiliki rebung yang tumbuh ketika musim panas dimulai yang disebut take-no-ko, digunakan pula sebagai bahan makanan yang biasa dicampur dengan asparagus ABS 2008. Bambu ini memiliki bentuk rumpun yang indah ramping, tidak tinggi dengan buluhnya yang kecil berdiameter 1-2 cm. Ruas batang pendek-pendek berukuran 15 cm dengan daun yang tebal dan ramping. Tidak bercabang, mengarah ke atas sehingga tampak daunnya tidak tumbuh ke samping. Karena bentuk rumpunnya yang ramping maka bambu ini banyak digunakan sebagai tanaman hias Sonisa 1995.

2.4.2 Cephalostacyum perginale Munro.

Cephalostacyum perginale atau dikenal dengan bambu tinwa merupakan spesies bambu yang tersebar di daerah temperate Cina, India dan Indo-China. Tipe akar pendek, parkimorf, berbatang tegak dan lurus dengan panjang 10-30 m berwarna hijau. Diameter 50-75 mm dan memiliki pelepah dengan panjang 10-15 cm.

2.4.3 Dendrocalamus strictus Roxb

Spesies ini memenuhi dari 53 dari total bambu di India dan salah satu spesies predominan dari bambu di Uttar Pardesh, Madhya Pradesh dan Western Ghats. Distribusinya meluas di daerah yang sedikit lebih kering dan kering sepanjang dararan rendah dan daerah berbukit di atas ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Bambu ini dapat beradaptasi pada suhu rendah seperti 5 o C dan suhu tinggi 45 o C. Bambu ini mengalami kerontokan daun, rapat dan berumbai. Batang memiliki panjang 8-16 m, diameter 2.5-8 cm. Warna daun hijau kebiruan ketika muda, hijau pudar ketika sudah dewasa, batang cukup membengkok diatas setengah ketinggiannya, node agak kembung, dasar nodenya berakar, Menurut CTAHR 1997 Dendrocalamus strictus tahan pada situasi musim kemarau dan mampu hidup pada suhu rendah. Spesies ini dalah satu dari dua spesies bambu di India. Bambu ini cocok untuk reklamasi dari tanah berjurang. Dan intensif sebagai bahan baku kertas dan juga digunakan untuk konstruksi, pertanian, alat musik, furniture dan sebagainya. Rebung muda digunakan sebagai bahan makanan. Rebusan daun, batang dan bagian yang berpasir dapat digunakan sebagai obat tradisional.

2.4.4 Dendrocalamus giganteus Munro

Pada awalnya Yunan Normal University di China mengumumkan bahwa mereka telah menemukan Dendrocalamus giganteus dengan panjang 46 meter dengan diameter 36 cm dan dikembangkan di hutan tanaman di Cina barat daya. Bagian batang telah digunakan di beberapa negara tropis untuk pipa dan ember timba. Agar tumbuh dengan baik perlu ditanam di daerah dengan suhu dan kelembapan tinggi ABS 2008. Menurut Benzoa dan Rauch 1997 bambu ini memiliki tinggi 80-100 kaki, diameter 5 inchi, tipe tangkai berumpun, digunakan untuk konstruksi rumah, pulp dan kertas, furniture, keranjang rebungnya bisa dimakan dan memiliki tinggi yang sangat mengagumkan.

2.5 Sifat Kimia Bambu

Sifat kimia bambu bervariasi berdasar spesies, kondisi pertumbuhan, umur dan bagian batang bambu dan faktor-faktor eksternal topografi dan efek musim Othman et al. 1995; Lwin et al. 2007. Komposisi bahan berkayu mendekati 50 karbon, 6 hidrogen dan 44 oksigen dengan rata-rata kadar abu 0.2-0.3 dan nilai nitrogen 0.1 atau kurang Bodig dan Jayne 1993. Pada bambu, komponen utama kimianya adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin sedangkan komponen minor adalah tanin, lilin, dan garam anorganik Othman et al. 1995. Menurut Higuchi 1985 dalam Lwin et al. 2007, komposisi kimia bambu secara umum sama dengan kayu daun lebar kecuali ekstrak alkalin, abu dan kadar silika yang tinggi. Banyak hubungan diantara komposisi kimia dan penggunaannya. Bambu terdiri atas sekitar 50-70 holoselulosa, 30 pentosan dan 20-25 lignin. Kadar silika 0.5-5 dan mempengaruhi pemotongan dan kualitas pulping. Kadar silika yang tinggi terdapat pada epidermis Liese 1992

2.6 Komponen Kimia Struktural Kayu

Komponen kimia kayu dapat dibedakan menjadi komponen-komponen makromolekul utama dinding sel selulosa, poliosa hemiselulosa dan lignin yang terdapat pada semua kayu dan komponen minor zat ekstraktif dan zat-zat mineral Fengel dan Weegener 1995. Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai atau mikrofibril dari D-glukosa sampai sebanyak 14.000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas berpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hidrogen Fessenden 1982. Selulosa merupakan struktur dasar sel tanaman sehingga merupakan bahan alam yang paling penting dibuat oleh organisme hidup. Selulosa merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya oleh β-D-Glukosa. Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi sehingga organisme primitif seperti rumput laut, flagelata dan bakteria. Wardrop 1970 dalam Fengel dan Weegener 1995. Menurut Cross dan Bevan 1912 alfa selulosa adalah istilah untuk selulosa kayu yang tidak larut dalam natrium hidroksida kuat. Menurut Casey 1980 kertas yang memiliki kadar alfa selulosa yang tinggi atau viskositas yang tinggi pada umumnya mengandung serat berkualitas tinggi dan memiliki derajat stabilitas yang tinggi. Di samping selulosa dalam kayu maupun dalam jaringan tanaman yang lain terdapat sejumlah polisakarida yang disebut poliosa atau hemiselulosa. Menurut Bauer 1970 dalam Weegener 1995 hemiselulosa adalah selulosa berantai pendek atau berbobot molekul rendah. Hemiselulosa disusun oleh berbagai unit gula atau anhidro yang membentuk poliosa dan dapat dibagi menjadi kelompok seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksi heksosa. Rantai utama poliosa dapat terdiri hanya satu unit seperti xilan, atau terdiri dari dua unit atau lebih. Lignin bukan karbohidrat, tetapi lebih bersifat aromatis Tsoumis 1991. Lignin merupakan polimer dari unit-unit fenil propana. Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur strukturnya. Yang disebut lignin guaiasil yang terdapat di hampir semua kayu daun jarum sebagian besar merupakan produk polimerisasi dari konifer alkohol. Lignin guaiasil-siringil, khas kayu daun lebar adalah koopolimer dari koniferil dan sinapil alkohol dengan nisbah berfariasi dari 4 : 1 hingga 1: 2 untuk kedua unit monomer Sjostrom 1995.

2.7 Komponen Kimia Non Struktural

Komponen kimia non struktural kayu mengandung zat-zat dengan bobot molekul rendah. Meskipun komponen tersebut hanya memberikan saham beberapa persen pada masa kayu, mereka dapat memberikan pengaruh yang besar pada sifat dan kualitas pengolahan kayu. Beberapa komponen seperti ion- ion logam tertentu sangat penting bagi kehidupan pohon Fengel dan Weegener 1995. Klasifikasi yang dapat dibuat adalah zat organik dan anorganik. Bahan organik lazim disebut zat ekstraktif. Sebagian bahan anorganik secara ringkas disebut abu. Zat-zat tersebut dapat dibedakan berdasarkan analisis kelarutan dalam air dan pelarut organik. Gugus-gugus utama senyawa kimia yang merupakan komponen kimia kayu dengan bobot molekul rendah adalah senyawa aromatik fenolat, terpena, asam alifatik, alkohol, senyawa anorganik, monosakarida dan disakarida Sjostrom 1995. Bagian dari kayu yang beranekaragam, meskipun biasanya berupakan bagian kecil, larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif terdiri atas jumlah yang sangat besar dari senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Ekstraktif dapat dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstra seluler dan berat molekul rendah. Tipe konstituen yang mirip terdapat dalam yang disebut eksudat, yang dibentuk oleh pohon melalui proses metabolisme skunder setelah kerusakan mekanik atau penyerangan oleh serangga atau jamur Sjostrom 1995. Kadar dan komposisi ekstraktif berbeda diantara spesies kayu berdasarkan letak geografi dan musim. Pada sisi lain komposisi ekstraktif dapat digunakan untuk determinasi kayu-kayu tertentu yang sukar dibedakan secara anatomi. Ekstraktif terkonsentrasi dalam saluran resin dan sel-sel parenkim jari- jari: jumlah yang rendah juga terdapat dalam lamela tengah, interseluler dan dinding sel trakeid dan serabut libiform. Ekstraktif juga dapat mempengaruhi kekuatan pulp, perekatan dan pengerjaan kayu akhir maupun sifat-sifat pengeringan Fengel dan Weegener 1995. Kayu memiliki komponen anorganik yang rendah. Komponen utama abu adalah kalium, kalsium, dan magnesium maupun silika. Kayu mengandung komponen-komponen anorganik yang berwujud abu yang jarang melebihi 1 dari berat kayu kering. Abu ini berasal dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding sel dan lumen. Endapan yang khas adalah berbagai karbonat, silikat, oksalat dan fospat. Komponen logam yang paling banyak jumlahnya adalah kalsium yang diikuti kalium dan magnesium Sjostrom 1995. Logam-logam terikat secara parsial dengan gugus-gugus karboksil yang terdapat dalam xilan dan pektin atau seperti logam-logam berat misalnya besi dan mangan. Menurut Tsoumis 1991 menyatakan bahwa beberapa zat anorganik seperti garam kalsium dan silika tidak larut terhadap bahan pelarut organik netral alkohol, benzene, aseton, eter dan pelarutan-pelarutan dengan air tetapi zat-zat ini ditetapkan juga sebagai zat ekstraktif karena zat-zat ini bukan merupakan komponen dari dinding sel. Atas dasar tersebut maka semua zat anorganik abu kayu dapat ditetapkan sebagai zat ekstraktif.

III. METODOLOGI