Maximum Likelihood Classification MLC

citra multitemporal dengan proses pelaksanaannya dilakukan 2 tahap, dimana tahap pertama akan dilakukan klasifikasi pada masing-masing citra multitemporal dengan 5 waktu pengambilan untuk mendapatkan hasil sementara lahan sawah, tebu dan penggunaan lainnya, sedangkan tahap kedua adalah akan dilakukan proses overlay dengan pengabungan hasil klasifikasi pada tahap pertama sehingga akan memperoleh hasil klasifikasi baru, dimana lokasi tutupan yang dinyatakan sebagai sawah dan tebu pada citra yang digunakan akan tetap dipertahankan sebagai lahan sawah dan tebu, dengan skenario ini diharapkan mendapatkan data luas lahan sawah dan tebu serta sebarannya yang lebih akurat.

1. Maximum Likelihood Classification MLC

Metode klasifikasi MLC merupakan metode klasifikasi yang umum digunakan dalam klasifikasi citra. Metode ini mengelompokkan piksel yang belum diketahui identitasnya berdasarkan vektor rata-rata dan matrik ragam peragam dari setiap pola spektral kelas informasi. Piksel-piksel citra dimasukan menjadi salah satu kelas yang memiliki probabilitas peluang paling tinggi Klasifikasi dengan metode ini membutuhkan sejumlah training area. Training area dibuat berdasarkan interpretasi visual yang dipadukan dengan pengecekan lapangan. Menurut Lillesand dan Kiefer 1994, paling sedikit harus dikumpulkan sejumlah n + 1 pengamatan piksel untuk setiap pola latihan dimana n adalah jumlah saluran spektral. Namun pada prakteknya digunakan minimum sejumlah 10N sampai 100N piksel dengan penalaran lebih banyak piksel yang digunakan di dalam daerah latihan akan semakin besar nilai variannya sehingga akan semakin teliti hasilnya. Pada klasifikasi menggunakan metode kemungkinan maksimum maksimum likehood classification, tidak diberikan treshold sehingga tidak ada piksel dalam citra yang tidak terklasifikasi. Tingkat kemungkinan dalam klasifikasi adalah sama untuk semua kelas dikarenakan analis tidak memiliki informasi yang menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi diantara kelas penutupan lahan. Hasil klasifikasi mengunakan metode klasifikasi MLC masing-masing citra Landsat ETM+ yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 17, sedangkan sebaran penutuppenggunaan lahan hasil klasifikasi masing-masing citra Landsat ETM+ multitemporal dapat dilihat pada Gambar 18-22. Peta Gambar 18-23 merupakan hasil klasifikasi sementara penggunaan lahan sawah dan tebu pada tiap- tiap tanggal citra Landsat ETM+ yang digunakan dan merupakan hasil pengabungan keseluruhan kelas yang dipilih pada pengambilan training area. Gambar 17.Hasil Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Maximum Likelihood Tabel 8 dan Gambar 17 dapat dilihat bahwa luas lahan sawah masing-masing citra yang digunakan adalah pada citra tanggal 29 April 2002 menghasilkan luas lahan tertinggi yaitu 36.638 ha 68, diikuti citra tanggal 3 Desember 2000 dengan luas 34.556 ha 70, citra tanggal 15 Juli 2001 dengan luas 33.160 ha 68, citra tanggal 18 Juli 2002 dengan luas 28.923 ha dan yang terendah pada citra 31 Maret 2003 dengan luas 24.335 ha. Tingginya luasan lahan sawah yang dihasilkan citra tanggal 29 April 2002 dan 3 Desember 2000, dikarenakan kondisi lahan sawah dalam keadaan dominan air sehingga lebih mudah dipisahkan dengan kelas penggunaan disekitarnya terutama dengan lahan tebu. Luasan lahan tebu yang tertinggi diperoleh pada citra tanggal 18 Juli 2002 dan 31 Maret 2003 dengan luasan masing-masing adalah 8.865 ha 18 dan 8.745 ha 18. Tingginya kelas lahan tebu ini diakibatkan pada citra tanggal tersebut secara umum lahan sawah dalam kondisi dominan vegetatif, sehingga sulit dipisahkan yang mengakibatkan banyak bias kelas salah klasifikasi. Citra pada tanggal 31 Maret 2003 juga berkualitas kurang baik karena banyak informasi tertutup awan dan secara visual juga memberikan kenampakan yang relatif homogen. Tabel 8. Luas PenutupPenggunaan Lahan Hasil Klasifikasi Citra Multitemporal dengan MLC Kelas 03-12-2000 15-7-2001 29-04-2002 18-07-2002 31-03-2003 Luas Ha Luas Ha Luas Ha Luas Ha Luas Ha Sawah 34,556 70 33,160 68 36,638 75 28,923 59 24,335 50 Tebu 5,590 11 6,756 14 4,738 10 7,706 16 8,661 18 MST 6,352 13 7,340 15 4,769 10 7,983 16 7,454 15 BST 2,519 5 1,761 4 2,872 6 4,406 9 4,976 10 Awan - - - - - - - - 3,591 7 49,017 100 49,017 100 49,017 100 49,017 100 49,017 100 Keterangan : MST : Mungkin Sawah atau Tebu BST : Bukan Sawah atau Tebu 48 Gambar 18. Hasil Klasifikasi MLC Citra Landsat ETM+ 3 Desember 2000. 49 Gambar 19. Hasil Klasifikasi MLC Citra Landsat ETM+ 15 Juli 2001. 50 Gambar 20. Hasil Klasifikasi MLC Citra Landsat ETM+ 29 April 2002. 51 Gambar 21. Hasil Klasifikasi MLC Citra Landsat ETM+ 18 Juli 2002. 52 Gambar 22. Hasil Klasifikasi MLC Citra Landsat ETM+ 31 Maret 2003. 53 Setelah didapatkan masing-masing luasan lahan sawah dan tebu beserta sebarannya pada tahap pertama maka akan dilanjutkan pada tahap kedua yaitu pengabungan kelas hasil klasifikasi dari tahap pertama, tujuan pengabungan ini adalah untuk mendapatkan hasil akhir luas dan sebaran lahan sawah dan tebu dilokasi penelitian. Hasil akhir pengabungan kelas lahan sawah dan tebu dapat dilihat pada Gambar 23, sedangan luasan penggunaan lahannya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas PenutupPenggunaan Lahan Hasil Klasifikasi Berjenjang Multistage dengan Metode MLC No Kelas Luas Ha 1 Sawah 38.415 78 2 Tebu 6.593 14 3 Kelas Lain 4.009 8 Total 49.019 100 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa luas lahan sawah hasil klasifikasi MLC adalah adalah 38.415 ha 78, tebu 6.593 ha 14 dan sebagai kelas lain 4.009 ha 8. Terdapat perbedaan luas antara klasifikasi MLC dan interpretasi lahan sawah dan tebu secara visual. Sebaran penggunaan lahan sawah dan tebu hasil penggabungan keseluruhan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ multitemporal disajikan pada Gambar 23. Dari Gambar 23 menunjukkan bahwa lahan sawah dan tebu tersebar dibagian utara lokasi penelitian ini yaitu Kecamatan Ciasem dengan terpusat pada wilayah pengelolaan Perum Sang Hyang Seri, sedangkan lahan tebu terkonsentrasi di Kecamatan Purwadadi. Terkonsentrasinya lahan tebu di Kecamatan Purwadadi dikarena diwilayah ini terdapat HGU Tanaman Tebu PG Rajawali III, namun demikian sebaran lahan tebu ini juga masih tersebar secara spot-spot kecil di daerah lain, kemungkinan ini merupakan bias dari hasil klasifikasi yang memiliki kemiripan spektral dengan tebu terutama pada saat kondisi lahan tebu setelah tebang yang memiliki kemiripan dengan lahan terbuka, selain itu pada saat sawah dan tebu berada fase vegetatif memiliki kenampakan yang sangat mirip yang mengakibatkan sulit membedakan antara tebu dan sawah. Gambar 23. Peta Sebaran Lahan Sawah dan Tebu Hasil Klasifikasi MLC. 55

2. Back Propagation Neural Network BPNN