MUATAN KEKERASAN DALAM TAYANGAN SINETRON REMAJA (Analisis Isi Pada Sinetron Diam-Diam Suka Di SCTV Episode 212-216)

(1)

MUATAN KEKERASAN DALAM TAYANGAN SINETRON REMAJA (Analisis Isi Pada Sinetron Diam-Diam Suka Di SCTV Episode 212-216)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Soraya Putri Pertiwi NIM : 08220338

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

(3)

iii KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Dengan selalu mengucap Alhamdulillahirobbil’alamin, rasa syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul :

MUATAN KEKERASAN DALAM TAYANGAN SINETRON REMAJA (Analisis Isi Pada Sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi

Kembali Di SCTV Episode 212-216)

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Ilmi Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam Skripsi ini penulis berusaha untuk mengetahui dan mendeskripsikan seberapa besar prosentase muatan kekerasan dan untuk mengetahui apa saja bentuk kekerasan yang ada pada tayangan sinetron remaja. Dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Namun penulis juga berharap skripsi ini dapat memberikan inspirasi dan menjadi referensi bagi peminat penelitian selanjutnya di bidang kajian ilmu komunikasi.


(4)

iv Tidak sedikit kesulitan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat terwujud tanpa bantuan dan dorongan dari bebagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan dan dorongan baik secara moral maupun materiil sehingga terselesaikannya skripsi ini, kepada :

1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW

2. Kedua orang tua saya H. Agus Salim dan ibunda Hj. Endang Setyo Rahayu yang selalu mendoakan saya, kakak perempuan saya Septania Ratna Juwita serta suaminya mas R. Sangga serta keponakan saya Sheila Ajwa Khansa Junesha tercinta, sepupu-sepupu saya Dwi Octora Puspita, Khoiru Nissa, dan Yusuf Ramadhan, Om dan tante saya H. Kusno dan Hj. Netty Brahma W, tercinta yang telah senantiasa tidak ada henti untuk mendoakan, memotivasi dan memberikan kasih sayang yang melimpah sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Himawan Sutanto, M.Si selaku dosen pembimbing I dan bapak Sugeng Winarno, MA selaku dosen pembimbing II yang telah sabar dalam menyampaikan ilmu, memberikan pencerahan, bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat segera terselesaikan.

4. Ibu Frida Kusumastuti, Dra, M.Si dan bapak Novin Farid Setyo W, M.Si selaku dosen Penguji skripsi. Terima kasih atas kritik dan sarannya untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi.


(5)

v Malang yang telah membantu dalam bentuk sumbangan pemikiran tentang hal-hal yang terkait dalam skripsi ini, serta telah memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat segera terselesaikan.

6. Seluruh penulis buku yang telah menjadi sumber inspirasi dan membantu dalam memberikan ilmu pengetahuan, wawasan serta pemahan tentang segala hal yang terkandung dalam penulisan skripsi ini.

7. Terima kasih untuk doa dan motivasinya teman-teman eMKa (mata kamera) Jatra Merie Ardhiana, Silvia Aria Sasmita, Dedy Lukman Hakim, Himawan Primaditya, Harris Kurniawan, Chiwa Chayyuwa Azzahroh, Adien Maharnoviyami, Ramadhana Fajarwati, Ilvit Kelnis Chang, dan Tri Utami Kartikasari.

8. Terima kasih untuk teman-teman crew Kedai Coret Citol, Sirok, Ucang dan Iyek yang selalu mendukung saya dan sering diijinkan datang telat agar bisa cepat menyelesaikan skripsi ini :p

9. Teman Kos BCT Blok D 10 Kiki, Putri, Feni, Prada, Dias, Ayu, dan Via terimakasih sudah menemani dan selalu memberi dukungan dan doa yang terbaik selama ini.

10.Terima kasih untuk kedua koder Novia Selpana dan Harris Kurniawan, atas kesempatan dan bantuannya, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.


(6)

vi 11.Serta kepada seluruh sahabat-sahabatku dan pihak lain yang juga turut

memberikan bantuan dan belum sempat saya sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dengan pahala yang berlipat.

Akhir kata dengan segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penulisan skripsi ini. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Malang, 17 Maret 2015


(7)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

D.1 Manfaat Akademis ... 9

D.2 Manfaat Praktis ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

E.1 Komunikasi Massa ... 10

E.1.1 Pengertian Komunikasi Massa ... 10

E.1.2 Fungsi Komunikasi Massa ... 12

E.2 Televisi Sebagai Komunikasi Massa ... 14


(8)

viii

E.4 Pemahaman Tentang Kekerasan ... 23

E.4.1 Bentuk-bentuk Kekerasan ... 26

E.4.2 Kekerasan Dalam Televisi ... 28

F. Analisis Isi ... 31

G. Definisi Konseptual ... 33

G.1 Sinetron ... 33

G.2 Kekerasan... 33

H. Metode Penelitian ... 34

H.1 Metode Dan Sifat Penelitian ... 34

H.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 35

H.3 Unit Analisis ... 36

H.4 Satuan Ukur ... 37

H.5 Sumber Data ... 37

H.6 Struktur Kategorisasi ... 37

H.7 Teknik Pengumpulan Data ... 41

H.8 Uji Reliabilitas ... 43

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 46

A. Sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali ... 46

A.1 Pemeran ... 47


(9)

ix A.3 Gambaran Umum Sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama

Bersemi Kembali ... 52

B. Profil SCTV ... 53

B.1 Sejarah ... 55

B.2 Galeri Logo ... 57

B.3 Slogan ... 58

B.4 Direksi dan Komisaris ... 59

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Uji Reliabilitas ... 61

A.1 Reliabilitas Peneliti dengan Koder 1 ... 62

A.2 Reliabilitas Peneliti dengan Koder 2 ... 65

B. Perolehan Data ... 68

D. Pembahasan ... 71

D.1 Kekerasan Fisik... 71

D.2 Kekerasan Psikologis ... 74

D.3 Kekerasan Fungsional ... 81

D.4 Kekerasan Relasional ... 84

D.5 Kekerasan Seksual ... 90

BAB IV PENUTUP ... 93


(10)

x 4.2 Saran ... 95

4.2.1 Saran Akademis ... 95 4.2.2 Saran Praktis ... 96 LAMPIRAN

1. Identitas Koder 1

2. Surat Pernyataan Koder 1 3. Identitas Koder 2

4. Surat Pernyataan Koder 2 5. Lembar Koding Peneliti 6. Lembar Koding Koder 1 7. Lembar Koding Koder 2

8. Peraturan KPI tentang Pelarangan dan Pembatasan Kekerasan 2012 DAFTAR PUSTAKA


(11)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Fungsi Komunikasi Massa Alexis S. Tan ... 14

Tabel 1.2 Contoh Coding Sheet ... 42

Tabel 1.3 Contoh Tabel Distribusi Frekuensi ... 43

Tabel 2.1 Pemeran Sinetron Diam-diam Suka: CLBK 1 ... 47

Tabel 2.2 Pemeran Sinetron Diam-diam Suka: CLBK 2 ... 48

Tabel 2.3 Pemeran Sinetron Diam-diam Suka: CLBK 3 ... 49

Tabel 2.4 Pemeran Sinetron Diam-diam Suka: CLBK 4 ... 49

Tabel 2.5 Pemeran Sinetron Diam-diam Suka: CLBK 5 ... 50

Tabel 2.6 Gambaran Umum Sinetron Diam-diam Suka: CLBK ... 52

Tabel 2.7 Daftar Direksi Utama ... 59

Tabel 2.8 Struktur Dewan Direksi SCTV Saat Ini ... 59

Tabel 2.9 Struktur Dewan Komisaris SCTV Saat ini ... 60

Tabel 3.1 Tabel Distribusi Frekuensi Peneliti dan Koder 1 ... 62

Tabel 3.2 Expected Agreement Peneliti dan Koder 1 ... 64

Tabel 3.3 Tabel Distribusi Frekuensi Peneliti dan Koder 2 ... 65

Tabel 3.4 Expected Agreement Peneliti dan Koder 2 ... 67

Tabel 3.5 Jenis Kekerasan Yang Paling Sering Ditayangkan ... 69

Tabel 3.6 Frekuensi Kemunculan Kekerasan Fisik... 72


(12)

xii

Tabel 3.8 Frekuensi Kemunculan Kekerasan Fungsional ... 81

Tabel 3.9 Frekuensi Kemunculan Kekerasan Relasional ... 85

Tabel 3.10 Frekuensi Kemunculan Kekerasan Seksual ... 90

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali . 46 Gambar 2.2 Logo Pertama SCTV ... 57

Gambar 2.3 Logo Kedua SCTV ... 57

Gambar 2.4 Logo Ketiga SCTV ... 57

Gambar 2.5 Logo Keempat SCTV ... 58

Gambar 2.6 Logo SCTV Saat Jeda Komersial... 58

Gambar 2.7 Logo 24 TahunSCTV ... 58

Gambar 3.1 Grafik Perbandingan Nilai Jenis Kekerasan... 70

Gambar 3.2 Diagram Jenis Kekerasan Paling Sering Ditayangkan ... 70

Gambar 3.3 Diagram Kekerasan Fisik Yang Sering Ditayangkan ... 72

Gambar 3.4 Adegan Mendorong Teman ... 73

Gambar 3.5 Diagram Kekerasan Psikologis Yang Sering Ditayangkan . 75 Gambar 3.6 Adegan Membentak Orang Yang Lebih Tua ... 76

Gambar 3.7 Adegan Membentak Sesama Teman ... 77


(13)

xiii

Gambar 3.9 Adegan Mengancam Teman... 79

Gambar 3.10 Adegan Memerintah Teman ... 80

Gambar 3.11 Diagram Kekerasan Fungsional Yang Sering Ditayangkan ... 82

Gambar 3.12 Adegan Memaksa Melakukan Sesuatu ... 82

Gambar 3.13 Adegan Menghambat Aktivitas ... 83

Gambar 3.13 Adegan Memaksa Kehadiran ... 84

Gambar 3.14 Diagram Kekerasan Relasional Yang Sering Ditayangkan ... 86

Gambar 3.15 Adegan Menyudutkan Teman ... 86

Gambar 3.16 Adegan Mempermalukan Teman ... 88

Gambar 3.17 Adegan Menggunjing Teman ... 89

Gambar 3.18 Diagram Kekerasan Seksual Yang Sering Ditayangkan ... 91

Gambar 3.19 Adegan Melecehkan Yang Mengarah Kepada Jenis Kelamin ... 92


(14)

xiv DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Badjuri, Adi. 2010. Jurnalistik Televisi.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media.

Burton, Graeme. 2011. Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kajian Televisi. Yogyakarta: Jalasutra.

Djamal, Hidajanto.,Fachruddin, Andi. 2011. Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Eriyanto. 2013. Analisis Isi: Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Fiske, Jhon. 1990. Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komrehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius.

Herawati, Erna. 2010. Kekerasan terhadap perempuan: tinjauan dalam berbagai disiplin ilmu & kasus kekerasan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kripendorff, Klaus. 1991. Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa sebuah Ananlisis Media Televisi.


(15)

xv _______. 2008. Komunikasi Massa: Analisis Interaktif Budaya Massa.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Labib, Muh. 2003. Potret Sinetron Indonesia Antara Realitas Virtual dan Realitas Sosial. Jakarta: Mandar Utama.

Martono, Nanang. 2012. Kekerasan Simbolik di Sekolah: Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

_______. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

McQuail, Denis. 2000. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarata: Erlangga.

Morissan. 2009. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

_______. 2005. Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi. Jakarta: Ramdina Prakasa.

Mulyana, Dedy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Naratama, 2004. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nuruddin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Severin, Werner J., James W., Tankard, Jr. 2007. Teori komunikasi: Sejarah Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan & Perempuan. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara


(16)

xvi Sumber Online:

Awaluddin, Yusuf. 15 April 2014. Menyoal Sinetron Sampah di televisi Sampah. http://bincangmedia.wordpress.com/2009/11/22/menyoal-sinetron-sampah-di-televisi/ (diakses pukul 14.28 WIB).

Ensiklopedia Bebas, Wikipedia Bahasa Indonesia. 4 September 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Diam-Diam_Suka:_Cinta_Lama_Bersemi_Kembali (diakses 11. 43).

Khumaini, Anwar. 20 Mei 2014. KPI: 10 Sinetron Ini Tak Layak Tonton.

http://www.merdeka.com/peristiwa/kpi-10-sinetron-ini-tak-layak-tonton.html (diakses pukul 16.45 WIB).

Komisi Penyiaran Indonesia, Lembaga Independen. 26 Maret 2014. Pedoman Perilaku Penyiaran(P3) dan Standar Program Siaran (SPS). http://www.kpi.go.id/download/regulasi/P3SPS_2012_Final.pdf (diakses pukul 17.35 WIB).

Pawilia, Amareta. 2 Mei 2014. Pengertian Drama Sandirawa, Film, Sinetron, Poera dan Operet (dalam seni kelas XI). http://amareta-

pawilia.blogspot.com/2011/11/pengertian-dramasandiwarafilmsinetronop.html (diakses pukul 10.34 WIB).

ST. 4 September 2014. Teguran Tertulis Program Sinetron “Diam-diam Suka” SCTV. http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-sanksi/32076-teguran-tertulis-program-sinetron-diam-diam-suka-sctv (diakses pukul 11.39). Yahya, Helmi, 15 Agustus 2014. Kasus Kekerasan Remaja Menurun , Tapi

Lebih Sadis. http://metro.sindonews.com/read/844340/31/kasus-kekerasan-remaja-menurun-tapi-lebih-sadis-1394792271 (diakses pukul 14.33).


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Televisi merupakan salah satu media massa modern yang mana perpaduan antara unsur radio (broadcast) dan film (moving picture). Para penonton di rumah-rumah tak mungkin menangkap siaran televisi, kalau tidak ada unsur-unsur radio. Dan tak mungkin dapat melihat gambar-gambar yang bergerak pada layar pesawat televisi, jika tak ada unsur-unsur film (Effendy, 2003:174). Maka dari itu televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual).

Perkembangan televisi saat ini begitu pesat dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang pesat. Secara kuantitas atau jumlah televisi di Indonesia saat ini yang semakin bertambah hingga terdapat satu televisi publik, dengan 13 televisi swasta nasional seperti, RCTI, SCTV, ANTV, MNC TV, METRO TV, GLOBAL TV, TV ONE, INDOSIAR, TRANS TV, TRANS 7, RAJAWALI TV, KOMPAS TV dan NET. Dan juga masih ada banyak televisi swasta lokal di beberapa daerah di Indonesia.

Televisi memiliki fungsi sama dengan media massa lainnya seperti surat kabar dan radio, yakni memberikan informasi, mendidik, menghibur dan membujuk (Naratama, 2004: 65). Maka dari itu stasiun televisimenyiarkan berbagai macam program acara untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Dasar dari format acara televisi terbagai menjadi tiga bagian, yaitu drama (tragedi, aksi, komedi, cinta,


(18)

2

legenda, horor), non drama (musik, magazineshow, variety show, repackaging game show, kuis), dan berita (features, sport, news) ( Naratama, 2004:65)

Dari banyaknya program acara televisi Indonesia, sinetron masih tetap menjadi primadona banyak pemirsanya. Hampir setiap televisi nasional di Indonesia menayangkan program acara sinetron dengan berbagai judul sinetron andalannya. Sinetron masih menjadi acara yang paling digemari karena banyak menampilkan artis-artis terkenal yang cantik dan tampan. Tidak lupa dengan alur ceritanya yang dibuat berseri dengan akhir yang menggantung membuat pemirsanya penasaran disetiap episodenya.

Pada awal tahun 2000-an yang menjadi puncak bagi dunia sinetron Indonesia. Dan mulai muncul beragam genre diantaranya sinetron religi, sinetron komedi, sinetron remaja, sinetron anak-anak, sinetron dewasa, sinetron horor, dan sinetron laga. Dari berbagai genre tersebut sinetron bergenre remaja masih mengambil tempat yang cukup “prestisius” di

masyarakat. Terbukti dengan selalu menduduki rating teratas.Dan hal tersebut pula yang menjadikan para produser masih memproduksi sinetron remaja hingga saat ini.

Sudah banyak judul sinetron yang mampu menarik remaja dengan pengemasan cerita yang dekat dengan keseharian mereka pada kehidupan sekolah dan pergaulan sehari-hari. Seperti sinetron pernikahan dini yang disiarkan di RCTI, big is beautiful disiarkan Global Tv, disini ada setan , sinetron kepompong, putih abu-abu, daim-diam suka yang disiarkan


(19)

3

SCTV, cinta cenat-cenut disiarkan Trans Tv, dan masih banyak lagi judul sinetron remaja yang telah tayang.

Namun ironisnya apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam sinetron tersebut sangat jauh dari nilai-nilai pendidikan. Bahkan, disalah satu sinetron, seorang guru digambarkan sebagai orang yang kikuk yang menjadi bahan olok-olokan atau ejekan oleh murid-muridnya. Contoh lain adalah pergaulan yang terkesan bebas antara siswa laki-laki dan perempuan, dan penggunaan seragam sekolah yang minim yang tidak pantas bagi siswi sekolah. Sinetron-sinetron tersebut biasanya juga menampilkan konflik yang hampir sama dan bahkan terasa dibuat-buat dan berlebihan yang kurang mencerminkan kehidupan remaja Indonesia sesungguhnya. Seperti adegan bullying, yakni adegan kekerasan kepada orang lain baik secara fisik ataupun secara ucapan misalnya dengan memperolok orang lain. Contoh mereka begitu mudahnya mengumbar kata-kata umpatan seperti tolol, bego, sialan, brengsek untuk mengekspresikan kekecewaan, kekesalan, amarah dan lainnya.

Gerbner (meminjam istilah Bandura) berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan. Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi lebih merupakan refleksi kejadian sekitar kita. Jika adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, ada kemungkinan yang sebenarnya terjadi juga begitu. Jadi, kekerasan televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini.


(20)

4

Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang dipertontonkan di televisi akan memperlihatkan seperti itulah hukum kita sekarang ini ( Nurudin, 2007: 170).

Dalam dunia persinetronan, produser mungkin dapat berdalih bahwa konflik yang ditampilkan sengaja diciptakan dengan menampilkan adegan bertengkar yang melibatkan kata-kata kasar hanya sekedar rekaan skenario agar cerita terlihat menarik dan adegannya terlihat wajar. Namun, jika hal ini dipertontonkan secara terus-menerus kepada pemirsa, yang sebagian besar remaja, secara tidak sadar hal yang demikian akan dianggap benar dan dibenarkan adanya. Selanjutnya, kekerasan fisik dan kekerasan verbal tersebut secara tidak sadar mungkin dapat teradopsi dalam perilaku keseharian mereka.

Di sisi lain Sindonews.com memuat kabar mengenai kasus kekerasan yang melibatkan remaja pada 14 Maret 2014. Kendatisecara kuantitas menurun, Polda Metro Jaya melihat kualitas kekerasan yang terjadi dikalangan remaja semakin meningkat. Hal tersebut dikemukakan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, dalam melakukan penganiyaan saat ini kualitas dari kekerasan mengalami peningkatan. Dengan dapat dilihat dari alat-alat yang digunakan untuk melakukan kekerasannya (14/3/2014). Hal ini dapat dibuktikan dari data yang dimiliki Polda Metro Jaya terkait pembunuhan pada bulan Januari 2012 ada sebanyak enam laporan, Februari tiga laporan dan Maret ada 11 laporan. Sedangkan pada tahun 2013 pada Januari ada enam laporan dan Februari satu laporan dan Maret ada tiga laporan. Kabid menegaskan, dalam kasus


(21)

5

kekerasan yang melibatkan remaja memang tidak terlepas dari sifat labil yang dimiliki pada remaja. Sehingga apa yang dilakukan para remaja adalah untuk menunjukkam eksistensinya (sindonews.com).

Bertolak dari keprihatinan atas kasus kekerasan yang melibatkan remaja yang meskipun kuantitasnya menurun tetapi kualitasnya semakin meningkat. Hal ini mungkin dapat menyebabkan para orang tua merasa khawatir terhadap anak-anak mereka. Akhir-akhir ini, kekerasan tersebut bahkan terjadi di sekolah dan lingkungan tempat tinggal yang seharusnya aman bagi anak-anak dan remaja. Sejumlah pihak menduga media khususnya televisi sebagai salah satu pemicu munculnya tindak kekerasan tersebut. Seperti yang diberitakan merdeka.com, pada tanggal 14 Mei 2014 lalu.

Bahwa KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia menerbitkan nama-nama judul sinetron yang tak layak tonton. Berdasarkan paparan Agatha Lily, selaku komisioner KPI sepanjang tahun 2013 sampai dengan April 2014, KPI menerima sebanyak 1600-an pengaduan masyarakat terhadap sinetron dan FTV yang dianggap meresahkan dan membahayakan pertumbuhan fisik dan mental anak serta mempengaruhi perilaku kekerasan terhadap anak. Adapun pelanggaran tersebut meliputi: bullying, kekerasan fisik, kekerasan verbal, menampilkan percobaan pembunuhan, adegan percobaan bunuh diri, menampilkan remaja menggunakan testpack

karena hamil di luar nikah, adanya percobaan pemerkosaan dan sebagainya. Sinetron yang bermasalah dan tidak layak tonton tersebut adalah: Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda RCTI, Sinetron Pashmina


(22)

6

Aisha RCTI, Sinetron ABG Jadi Manten SCTV, Sinetron Ganteng-ganteng Serigala SCTV, Sinetron Diam-diam Suka SCTV(www.merdeka.com).

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, tak terkecuali dengan sinetron Diam-Diam Suka di SCTV. Sinetron tersebut juga termasuk dalam sinetron yang tak layak tonton karena beberapa adegan kekerasan yang ditampilkan. Sinetron Diam-Diam Suka mendapat teguran oleh Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selaku pembuat regulasi penyiaran media massa di Indonesia. Seperti dikutip dalam situs www.kpi.go.id, sinetron Diam-Diam Suka mendapat teguran tertulis pada tanggal 20 Mei 2014, no. Surat 1095/K/KPI/05/14, menyatakan bahwa dari pantauan dan hasil analisis KPI telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisis Peyiaran Indonesia tahun 2012, pada tayangan tanggal 13 April 2014 pukul 18.28 WIB. Dalam tayangan tersebut menayangkan secara eksplisit adegan perkelahian dan saling pukul antar remaja. Jenis pelanggaran ini dikategoriakan sebagai pelanggran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja, penggolongan program siaran dan pembatsan adegan kekerasan. Kemudian KPI pusat memutuskan untuk menjatuhkan sanksi administratif teguran tertulis dan meminta dalam waktu 7 (tujuh) hari ke depan sejak tanggal surat tersebut dikeluarkan, untuk membenahi program sinetron Diam-Diam Suka yang sarat intimidasi/bulliying dan kekerasan mengingat banyak pihak mensinyalir


(23)

7

tindakan tersebut menjadi slah satu pemicu kekerasan terhadap anak-anak dan remaja saat ini.

Mulai tanggal 30 April 2014 muncul sekuel terbaru sinetron Diam-Diam Suka yang berjudul Diam-Diam-Diam-Diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali. Sinetron ini masih sama diproduksi oleh Screen play Productions, dan masih berlanjut sebagai Diam-Diam Suka mulai episode 171. Ide ceritanya merupakan kelanjutan dari sekuel sebelumnya, yang bercerita tentang para murid SMA yang memasuki dunia perkuliahan dan diperankan oleh artis yang sama dengan sekuel sebelumnya.

Namun dari tayangan sekuel terbaru sinetron tersebut, peneliti menduga masih ada adegan yang mengandung unsur kekerasan di dalamnya sama seperti dengan sekuel sebelumnya. Karena para pemain dan karakter yang ditampilkan sama hanya berbeda ide cerita saja. Dari bercerita tentang murid SMA kemudian mulai memasuki dunia perkuliahan.

Oleh karena sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali adalah sekuel yang ingin menyamai sukses dari sinetron sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti isi tayangan pada episode 212 sampai dengan episode 216, sebulan setelah tayangan tersebut mendapat teguran. Mengingat KPI melayangkan teguran tertulis kepada sinetron Diam-diam Suka tanggal 20 Mei 2014 dan harus menindak lanjuti agar membenahi programnya.


(24)

8

Maka dari itu, penelitian ini memfokuskan bagaimana media massa yakni televisi menerapkan fungsi penyiaran melalui sebuah tayangan sinetron dengan menggunakan analisis isi. Dengan metode analisis isi maka akan diketahui pembuktian adanya frekuensi kecenderungan isi kekerasan yang terkandung dalam sebuah tayangan sinetron remaja tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah yaitu

1. Apa saja bentuk kekerasan yang ditampilkan dari sinetron remaja Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali di SCTV episode 212 sampai dengan 216?

2. Seberapa banyak frekuensi kemunculan muatan kekerasan yang terdapat pada tayangan sinetron remaja Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali di SCTV episode 212 sampai dengan 216?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan seberapa besar prosentase muatan kekerasan dan untuk mengetahui apa saja bentuk kekerasan yang ada pada tayangan sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali di SCTV pada episode 212 sampai dengan episode 216.


(25)

9

D. Manfaat Penelitian D.2 Manfaat Akademis

Diharapkan nantinya penelitian ini bisa dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai kajian analisis isi pada sinetron remaja tentang kekerasan dan dapat dijadikan bahan untuk penelitian lebih lanjut tentang kekerasan dalam sinetron remaja. Selain itu juga agar dapat dijadikan referensi serta komparasi untuk penelitian sejenis.

D.1 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi khalayak mengenai kekerasan yang terdapat dalam sinetron remaja di televisi, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, dan masyarakat bisa lebih kritis dalam mengidentifikasi pesan kekerasan yang terdapat dalam sinetron remaja. Dan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi cerminan para insan pertelevisian dalam memproduksi program tayangan khususnya untuk sinetron remaja yang lebih berkualitas.

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini, maka berikut ini akan diuraikan beberapa definisi dan pemikiran terhadap konsep-konsep yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian.


(26)

10

E.1 Komunikasi Massa

E.1.1 Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk dari komunikasi yang juga merupakan salah satu bidang kajian dari sekian banyak bidang yang dipelajari oleh ilmu komunikasi. Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (televisi, radio, dan film) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditunjukkan pada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat serentak dan selintas (Mulyana, 2005: 75).

Menurut Michael W. Gamble dan teri Kwal Gamble (1986) dalam Nurudin (2007:8) mengemukakan bahwa sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula seperti surat kabar, majalah televisi, film, atau gabungan diantara media tersebut.

b. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menebarkan pesan bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain.


(27)

11

c. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini didapatkan dan diterima oleh banyak orang.

d. Sebagai sumber komunikasi massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal seseorang tetapi lembaga.

e. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi), artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa.

f. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda, kalau dalam jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya komunikasi antar personal, dalam komunikasi ini umpan balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed).

Bentuk-bentuk media massa antara lain media elektronik yaitu televisi dan radio, media cetak yaitu koran, majalah, tabloid buku. Selain itu media massa dengan teknologi baru juga ada film dan internet. Apapun itu media massa dengan teknologi baru akan duduk berdampingan dengan media lama, yang mungkin tak akan hilang.

Biasanya teknologi komunikasi yang baru tidak bisa sepenuhnya menggantikan teknologi lama, tetapi ia mungkin menyebabkan teknologi lama mengambil peran baru. Contohnya televisi tidak menggantikan radio tetapi membawa radio ke sistem pemrograman yang baru, termasuk acara perbincangan dan format musik yang spesifik.


(28)

12

Salah satu perubahan teknologi baru itu menyebabkan dipertanyakan kembali definisi komunikasi itu sendiri, menurut Wright dalam bukunya Massa communication A Sociological Perspective, komunikasi massa bisa didefinisikan dalam tiga ciri:

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiensyang relatif besar, heterogen, dan anonim.

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audien secara serempak dan sifatnya sementara.

3. Komunikator cenderung berada atau beroprasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar (Severin, 2007: 4).

Sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali di SCTV

merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang cara penyampaian komunikasinya menggunakan media elektronik yaitu televisi sebagai saluran medianya, yang ditujukan untuk masyarakat umum. Selain itu, sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali juga memenuhi salah satu fungsi komunikasi massa, yaitu sebagai fungsi hiburan.

E.1.2 Fungsi Komunikasi Massa

Ada banyak pendapat yang dikemukakan untuk mengupas fungsi-fungsi komunikasi massa. Sama dengan definisi komunikasi massa, fungsi-fungsi komunikasi massa juga mempunyai latar belakang dan tujuan yang berbeda satu sama lain. Meskipun satu pendapat dengan pendapat lain


(29)

13

berbeda, tetapi titik tekan mereka kemungkinan sama. Misalnya, ada yang mengatakan bahwa fungsi media massa itu mendidik, tetapi ada pendapat yang mengatakan fungsi itu sudah tercakup dalam pewarisan sosial. Apapun yang dikemukakan, setidaknya ada benang merah bahwa fungsi komunikasi massa secara umum bisa dikemukakan, seperti informasi, pendidikan, dan hiburan (Nurudin, 2007: 63).

Beberapa ahli telah menyimpulkan tentang fungsi komunikasi massa, salah satunya menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney antara lain: (1) to inform (menginformasikan), (2) to entertain (memberi hiburan), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmision of the culture

(transmisi budaya) (Nurudin, 2007: 64).

Sedangkan fungsi khusus dari komunikasi massa, diantaranyaadalah untuk menginformasikan (to inform), media memberikan informasi kepada khalayak baik berupa pengetahuan tentang informasi, baik berupa berita, pesan, tayangan, musik, kuliner dan sebagainya. Mendidik (to educate), media massa memberikan pendidikan kepada khalayak, berupa tayangan yang mendidik. Menghibur (to entertain), media massa memberi hiburan untuk mendapatkan perkataan dari khalayak sebanyak mungkin sehingga dapat menjual kepada para pengiklan (Effendy, 2003: 55). Alexis S. Tan dalam (Nurudin, 2007: 65), menyederhanakan fungsi-fungsi komunikasi massa dalam sebuah tabel sebagai berikut:


(30)

14

Tabel 1.1

Fungsi Komunikasi Massa Alexis S.Tan

E.2 Televisi Sebagai Komunikasi Massa

Menurut pendapat Bitter, proses komunikasi massa selain melibatkan unsur – unsur komunikasi sebagaimana umumnya juga

No. Tujuan

Komunikator (Penjaga Sistem)

Tujuan Komunikan

(Menyesuaikan diri pada sistem: pemuasan kebutuhan) 1. 2. 3. 4. Memberi informasi Mendidik Mempersuasi Menyenangkan, memuaskan kebutuhan komunikan

Mempelajari ancaman dan peluang, memahami lingkungan, menguji kenyataan, meraih

keputusan.

Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya, memepelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya.

Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku, dan aturan yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya.

Menggembirakan, mengendorkan urat saraf, menghibur, dan mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.


(31)

15

membutuhkan peran media massa sebagai alat untuk menyampaikan atau menyebarkan informasi (Nurudin, 2007: 7).

Komunikasi massa media televisi sendiri memiliki arti proses komunikasi terjadi antara komunikator dan komunikan (massa) melalui sebuah media yaitu televisi. Dalam hal ini lembaga penyelenggaraan komunikasi yang dimaksud bukanlah perorangan melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks dan juga dengan pembiayaan yang sangat besar pula.

Televisi sejatinya bersifat transitory (hanya meneruskan), maka pesan pesan yang disampaikannya melalui media tersebut hanya bisa dilihat dan didengar sekilas dan tak dapat diulang. Pesan-pesan televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual) (Kuswandi, 1996:16)

Oleh karena televisi bersifat transitory (hanya meneruskan) maka isi pesan yang disampaikan haruslah singkat dan jelas agar audience dapat menerima pesan dengan baik karena media ini tidak dapat mengulanginya. Cara penyampaianya baik dari segi kata juga harus jelas agar audience

tidak salah menafsirkan pesan yang dimaksud dan sesuai dengan apa yang dimaui oleh media ini. Yang terakhir intonasi suara yang dihasikan serta artikulasinya harus tepat dan baik (Kuswandi, 1996:18).

Posisi dan perana media televisi dalam operasionalnya si masyarakatnya, tidak berbeda dengan media cetak dan radio. Robert K. Avery dalam bukunya “Communication and The Media” dan Stanford B.


(32)

16

Weinberg dalam “Messeges – A Reader in Human Communication“,

Random House, New York 1980, mengungkapakan tiga fungsi media:

1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan. 2. The correlation of the part of society in responding to the

environment, yaitu mengadakan korelasi antara informasi ada yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi.

3. The transmission of the social heritage from one generation to the next, maksudnya ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Ketiga fungsi di atas pada dasarnya memberikan suatu penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara untuk menyambung atau menyampaikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Tepatlah apabila ketiga fungsi yang dinyatakan oleh Harold Laswell tersebut menjadi kewajiban yang perlu dilakukan oleh media massa pada umumnya (Kuswandi, 1996: 24).

Televisi sendiri adalah sebuah mediatelekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suaranya, baik itu yang berbentuk monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele ("jauh") dari bahasa Yunani dan visio ("penglihatan") dari bahasa Latin, sehingga televisi dapat juga diartikan sebagai “alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media berupa visual atau penglihatan. Televisi adalah jenis media massa yang


(33)

17

paling banyak memiliki pengguna dikarenakan memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan media yang lain, diantaranya adalah:

1. Bersifat Pandang – Dengar

Televisi merupakan jenis media massa yang sangat berbeda dengan media-media massa lain yang sudah ada dan hanya bisa dilihat seperti surat kabar atau Koran dan majalah , dan hanya bisa didengar saja seperti radio. Televisi merupakan media yang tidak hanya bisa dilihat dantapi bisa juga didengar. Hal ini yang membuat televisi memiliki kekuatan sugestif yang tinggi pada para khalayak. Pengaruh sugestif tinggi inilah yang membawa nilai positif dan juga baik khususnya bagi dunia pendidikan di Indonesia.

2. Menghadirkan Realitas Sosial

Menghadirkan realitas sosial yang sama seperti aslinya juga salah satu kelebihan dari media televisi. Pengaruh kuat yang timbul setelah mengkonsumsi media yang membuat khalayak memiliki lebih banyak pengalaman. Karena televisi menyajikan visualisasi yang didukung oleh kekuatan suara yang membuat suatu hal sulit dimengerti menjadi sangat mudah untuk dimengerti. Dengan demikian, kelebihan ini dapat dimanfaatkan secara baik dan maksimal dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia.

3. Simultaneous

Televisi memiliki kelebihan lain yakni mampu menyampaikan segala informasi secara serempak kepada banyak orang yang tersebar di berbagai tempat dalam waktu yang sama persis


(34)

18

(simultaneous). Sifat inilah yang tidak dimiliki oleh media cetak. Media cetak membutuhkan waktu yang relative lebih lama dibandingkan dengan televisi untuk menyebarkan informasi terlebih untuk daerah-daerah yang jauh dari tempat percetakan.

4. Memberi Rasa Kedekatan

Televisi menjadi media yang paling efektif dalam proses komunikasi dengan khalayak. Karena secara umum program di televisi disajikan dengan pendekatan yang persuasif kepada khalayaknya, hal ini terjadi karena media televisi kebanyakan menggunakan sapaan yang memberi kesan sangat dekat, tidak berjarak dan seperti halnya kehidupan sehari-hari. Televisi juga didukung oleh visual yang menarik, sehingga jika potensi itu dikelola dengan baik untuk misi pendidikan maka akan diperoleh pengaruh yang sangat besar.

5. Menghibur

Hiburan adalah hal yang paling dicari oleh khalayak yang menikmati media televisi. Oleh sebab itu setiap stasiun televisi yang memproduksi program-program siaran televisi pasti memasukan aspek hiburan di dalamnya. (Badjuri, 2010:14-16).

E.3 Pemahaman Sinetron

Sinetron merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang berarti sebuah karya cipta seni budaya, dan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita


(35)

19

video melalui proses elektronik lalu ditayangkan melalui stasiun televisi. Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan (amareta-pawilia.blogspot.com).

Sedangkan dalam tulisan Iwan Awaludiddin Yusuf selaku dosen program studi ilmu komunikasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, pengertian sinetron sendiri, jika ditilik dari konsep yang sederhana bisa didefinisikan sebagai sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Di Indonesia istilah ini pertama kali dicetuskan oleh pengarang dan penulis skenario Arswendo Atmiloto. Jadi, penyebutan “sinetron” sesungguhnya khasm istilah Imdonesia karena dalam bahasa inggrtis sinetron disebut opera sabun (soap opera) sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela (bincangmedia.wordpress.com).

Sinetron adalah sebuah sinema eletronik tentang sebuah cerita yang ada di dalamnya membawa misi tertentu kepada pemirsa. Misi ini dapat berbentuk pesan moral untuk pemirsa atau realitas moral yang ada di kehidupan masyarakat sehari-hari (Kuswandi, 2008: 120). Sedangkan definisi lainnya tentang sinetron yaitu, sinetron merupakan drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masing-masing tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir certita sinetron cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian (open ended). Cerita dibuat


(36)

berpanjang-20

panjang selama masih ada audien yang menyukainya. Penayangan sinetron biasanya terbagi dalam bebgerapa episode. Sinetron yg memiliki episode terbatas disebut dengan miniseri. Episode dalam suatu miniseri merupakan bagian dari cerita keseluruhan (Morrisan, 2009: 213-214).

Dalam buku Onong Uchana Effendy (2003:193), sinetron atau sinema elektronik tampil sebagai tandingan terhadap film teatrikal yang diputar di gedung-gedung bioskop dan menjadi primadina hiburan masyarakat sejak kondisi perfilman nasional mengalami keterpurukan pada dekade 1990-an. Seiring booming industri pertelevisian dan menjamurnya era selebriti instan bentukan televisi, sinetron merajai program layar kaca. Sinetron pada umunya menceritakan tentang kehidupan sehari-hari manusia yang diwarnai konflik berkepanjangan. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron doawali dengan perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter masing-masing. Beberapa karakter yang berbeda menimbulkan konflik yang makin lama makin besar sehingga dari jalan cerita yang ditentukan oleh penulis skenario.

Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron diawali dengan perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakteristik masing-masing. Berbagai karakter yang berbeda menimbulkan konflik yang makin lama makin besar sehingga sampai pada titik klimaksnya. Akhir dari suatu sinetron dapat bahagia maupun sedih, tergantung dari jalan cerita yang ditentukan oleh penulis skenario.


(37)

21

Di negara lain sinetron disebut dengan opera sabun (soap opera

atau daytime serial). Dikatakan demikian karena pada faktanya program sinetron pertama kali disiarkan di radio pada siang hari dan digemari banyak ibu rumah tangga. Saat program ini berlangsung, iklan yang banyak dipasang adalah produk atau barang yang terkait dengan kebersihan seperti deterjen dan sabun mandi. Saat ini, istilah sinetron tidak lagi merupakan akronim, melainkan sudah menjadi genre acara tersendiri di layar kaca. Sinetron pada prime-time saat ini cenderung dimaknai program sinetron unggulan. Istilah unggulan disini dikaitkan untuk menunjukkan bahwa sinetron ini diandalkan oleh stasiun televisi untuk meraih rating dan ditempatkan pada prime-time.

Menurut Muh Labib (2003:85) di dalam sinetron ada dua kategori besar atas dasar tema ceritanya, yaitu:

1. Sinetron drama. Merupakan komposisi cerita atau kisah, syair lagu-lagu yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang melibatkan konflik atau emosi yang dikemas secara khusus untuk ditayangkan di televisi. Sinetron drama ini pun dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:

a. Drama keluarga. Mengangkat persoalan-persoalan keluarga dengan pemeran seluruh anggota keluarga (anak-anak, remaja, ayah dan ibu).

b. Drama komedi situasi. Drama yang berisi kelucuan-kelucuan dan menciptakan serta mengajak pemirsa tertawa.


(38)

22

c. Drama misteri. Mengangkat masalah misteri atau menciptakan situasi yang mencekam.

2. Sinetron laga. Merupakan sinetron yang banyak menceritakan dan mengisahkan perkelahian sebagia menu utamanya. Sinetron laga ini pun dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:

a. Laga drama. Merupakan drama yang mengangkat pertatungan-pertarungan dengan setting masa kini.

b. Laga misteri kolosal. Mengangkat pertarungan-pertarungan dengan tema misteri dengan pemeran dalam jumlah besar.

Ada empat kategori jenis sinetronmenurut Muh Labib (2003:83), yaitu:

1. Sinetron seri. Adalah sinetron yang memiliki banyak episode, tetapi masing-masing episode tidak memiliki hubungan sebab akibat.

2. Sinetron serial. Adalah sinetron yang memiliki banyak episode dan masing-masing episode memiliki hubungan sebab akibat. 3. Sinetron mini seri. Adalah sinetron yang hanya memiliki tiga

sampai enam episode saja.

4. Sinetron lepas. Adalah sinetron yang hanya satu eposide, sehingga ceritanya langsung selesai.

Dalam penelitian ini sinetron yang akan dianalisa termasuk kedalam tema sinetron drama karena menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang melibatkan konflik


(39)

23

atau emosi yang dikemas secara khusus untuk ditayangkan di televisi, dan termasuk pula dalam tema sinetron remaja karena para pemeran dan ide cerita yang disampaikan sebagian besar mengenai kehidupan remaja sehari-sehari. Sedangkan untuk kategori jenis sinetron termasuk kedalam kategori serial karena dalam setiap episodenya menampilkan sebab akibat dari masing-masing episodenya.

Sendjaya dalam Kuswandi (2008:121), menyebutkan sebuah sinetron seyogyanya memiliki karakteristik, yaitu:

Pertama, mempunyai gaya atau style terdiri dari aspek artistiknya, orisinalitas, penggunaan bahasa film dan simbol-simbol yang tepat, penataan artistik seperti cahaya, screen-directing, dan art-directing, fotografi yang bagus, penyampaian sajian dramatik, yang harmonis, adanya unsur suspense dan teaser.

Kedua, memiliki isi cerita termasuk didsalamnya hubungan logis dalam alur ceita, irama dramatik, visi dan orientasi, karakteristik tokoh, permasalahan/tema yang aktual dan kontekstual.

Ketiga, memiliki karakter dan format medium, penguasaan teknik peralatan dengan kemungkinan-kemungkinannya, manajemen produksi. Untuk mencapai itu, sebuah sinetron diusahakan agar memenuhi kualitas standar lebih dulu, yaitu basic instinct human-being.

E.5 Pemahaman Tentang Kekerasan

Kamus ensiklopedi Wikipedia dan Encarta mendefinisikan kekerasan dalam perspektif yang terbatas yaitu sebagai segala bentuk aplikasi kekuatan yang disengaja maupun tidak disengaja maupun tidak


(40)

24

disengaja yang menyebabkan luka-luka atau kematian pada benda hidup. Aplikasi itu juga meliputi ancaman terhadap fisik dengan menggunakan kata-kata mengancam terhadap fisik dengan menggunakan kata-kata mengancam, atau bahkan tindakan kekerasan nyata pada fisik. (Herawati, 2010: 87).

Menurut Fashri (2007), kekerasan dalam makna pertama banyak dibahas dari aspek biologi, fisiologi, dan psikologi, ketika perilakukekerasan dimaknai sebagai sebuah kecenderungan biologis sebagai hasil bawaan atau akibat adanya faktor genetika yang mendominasi munculnya kekerasan. Konsepsi makna keduamengasumsikan bahwa kekerasan bukan hanya berasal dari tindakan aktor atau kelompok melainkan karena dorongan biologis semata, yang diperluas oleh adanya struktur yang berperan menghasilkan kekerasan. Struktur dalam hal ini masih dimaknai secara konvensional, yaitu struktur negara dan aparatnya. Pemaknaan ketigaberupaya melihat kekerasan sebagai serangkaian jejaring dialektis antara aktor dan struktur. Definisi ini menunjukkan adanya hubungan dialektis antara kekerasan, aktor, dan struktur, serta setiap hubungan kekerasan yang membentuk jejaring yang saling berkaitan (Martono, 2012: 38-39).

Kekerasan bisa didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan (P. Lardellier, 2003:18). Dalam kekerasan terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal, moral, psikologis atau melalui gambar. Penggunaan kekuatan, manipulasi,


(41)

25

fitnah, pemberitaan yang tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, dan penghinaan merupakan ungkapan nyata kekerasan (Haryatmoko, 2007: 120).

Kekerasan dalam film, fiksi, siaran dan iklan menjadi bagian dari industri budaya yang tujuan utamanya ialah mengejar rating program tinggi dan sukses pasar. Program yang berisi kekerasan sangat jarang mempertimbangkan aspek pendidikan, etis, dan efek traumatisme penonton (Haryatmoko, 2007: 121).

Weiner, Zhan dan Sagi dalam Djannah dan kawan-kawan, (2003: 11) menyatakan, kekerasan (violence) sebagai

the threat, attempt or use of physical force by one or more person that result in physical or non phsical harm to one or more other person.

Pandangan senada juga dilontarkan oleh Senn dalam Code (2002: 484),

in traditional discourse, academics have defined violence primarily as physical acts commited by an individual or individuals with the intent to cause harm to objects or persons.

Sementara itu, menurut Noerhadi dalam Subono (2000: 25), kekerasan mempunyai ciri khas pemaksaan yang dapat mengambil wujud persuasif dan fisik, atau gabungan keduanya. Pemaksaan berarti terjadi pelecehan hak-haknya secara total, eksistensinya sebagai manusia dengan akal, rasa, kehendak dan integritas tubuhnya tidak dipedulikan lagi (Sunarto: 2009: 56).

Pemahaman lain tentang kekerasan ditawarkan oleh Francois Chirpaz: “Kekerasan adalah kekuatan yang sedemikian rupa dan tanpa


(42)

26

juga mematikan entah dengan memisahkan orang dari kehidupannya atau dengan menghancurkan dasar kehidupannya atau dengan menghancurkan dasar kehidupannya. Melalui penderitaan atau kesengsaraan yang diakibatkannya, kekerasan tampak sebagai representasi kejahatan yang diderita manusia, tetapi bisa juga ia lakukan terhadap orang lain” (2000:226). Jadi kekerasan tidak harus dalam bentuk fisik, tetapi bisa psikologis seseorang, bisa cara berpikirnya, dan bisa afeksinya (Haryatmoko, 2007:120).

E.5.1 Bentuk-bentuk Kekerasan

Terdapat beberapa bentuk-bentuk kekerasan antara lain (Sunarto, 2009: 137):

a. Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau dengan alat/senjata, menganiaya, menyiksa, membunuh serta perbuatan lain yang relevan.

b. Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai, atau tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman, atau orang tua).


(43)

27

c. Kekerasan seksual adalah melakukan tindakan yang mengarah ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, pornografi, kawin paksa.

d. Kekerasan finansial adalah tindakan mengambil, mencuri uang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya.

e. Kekerasan spiritual adalah merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu.

f. Kekerasan fungsional adalah memaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, menghalangi atau menghambat aktivitas atau pekerjaan tertentu, memaksa kehadiran tanpa dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki dan lain-lain yang relevan.

g. Kekerasan relasional adalah kekerasan yang berakibat negatif pada hubungan antar personal atau hubungan sosial di tengah


(44)

28

masyarakat, seperti menggunjingkan, mempermalukan, menyudutkan, memusuhi, melalaikan tanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan diri sendiri.

E.5.2 Kekerasan dalam Televisi

Gerbner (meminjam istilah Bandura) berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan. Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi lebih merupakan refleksi kejadian sekitar kita. Jika adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, ada kemungkinan yang sebenarnya terjadi juga begitu. Jadi, kekerasan televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang dipertontonkan di televisi akan memperlihatkan seperti itulah hukum kita sekarang ini ( Nurudin, 2007: 170).

Corner (1995) menunjukkan sejumlah kontradiksi yang menarik dalam penggambaran dan evaluasi terhadap tayangan kekerasan di televisi. Misalnya, ada kekerasan kriminal dan non kriminal: kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang memegang kekuasaan dimaafkan; sementara kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang dianggap di luar hukum dikutuk dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi kita „mengizinkan‟ sebuah representasi kekerasan di layar kaca


(45)

29

yang tidak proposional. Kita tidak lagi memaafkan kesenangan publik dalam kekerasan, namun kita „memaafkan‟ kesenangan dalam menonton tayamgan kekerasan yang termediasi di televisi (Burton, 2011: 321).

Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media televisi di Amerika Serikat oleh American Psychological Association pada tahum 1995, seperti dikutip olehShopie Jehel dalam Haryatmoko (2007: 124), ada tiga kesimpulan menarik yang perlu mendapat perhatian serius: pertama, mempresentasikan program kekerasan meningkatkan perilaku agresif; kedua, memperlihatkan secara berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban; ketiga, tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa, betapa berbahayanya dunia (Haryatmoko, 2007: 124).

Dalam hal ini sinetron sebagai produk dari televisi, bisa dijadikan sebagai alat bagi sutradara untuk menyampaikan sebuah pesan bagi para pemirsanya. Pesan dalam media sendiri bersifat umum karena ditunjukkan untuk umum dan mengenai kepentingan umum. Pesan dalam sinetron memiliki pengaruh bagi penontonnya. Melalui sinetron maka dapat mengkomunikasikan nilai-nilai ataupun kebudayaan dari berbagai kondisi. Sinetron merangkum realitas dalam sebuah drama fiksi dan menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya, kepada penonton dan juga merpakan media komunikasi


(46)

30

yang efektif dalam mengkomunikasikan nilai-nilai kepada masyarakat.

Pesan kekerasan yang ditunjukkan dalam sinetron sekarang ini makin mengkhawatirkan terutamanya pada sinetron remaja. Banyak judul sinetron remaja yang telah tayang, tetapi tidak sedikit juga pada sinetron-sinetron tersebut yang menambahkan bumbu adegan dan dialog kekerasan didalamnya. Seperti adeganbullying yaitu tindakan penindasan, intimidasi, atau pemalakan, adegan tawuran yang biasanya dilakukan di lingkungan sekolah, dan hal-hal yang mengidentifikasikan kekerasan lainnya. Hal ini seakan diabaikan oleh para produsen sinetron remaja, padahal remaja tergolong dalam masa-masa yang masih rentan dan labil. Karena dapat mempengaruhi tindakan imitasi dengan apa yang dilihatnya melalui adegan dan dialog dalam sinetron.

Sophie Jehel dalam Haryatmoko (2007: 124) mau meyakinkan betapa merusak pengaruh presentasi kekerasan dalam media bagi anak. Menurutnya, anak membutuhkan rasa aman supaya bisa menemukan tempatnya dalam masyarakat. Konfrontasi dengan kekerasan dalam media merupakan penderitaan. Meskipun ada ekspresi senang, puas, atau tertarik terhadap kekerasan dalam media, sering tanpa disadari anak sebetulnya bergulat dalam suatu perjuangan, kegelisahan, dan ditatapkan pada berbagai pertanyaan. Dalam situasi itu, anak terpaksa harus melindungi diri dengan


(47)

31

mengembangkan mekanisme pertahanan yang berakibat bahwa anak lebih banyak berhadapan dengan stres, kegelisahan atau rasa malu.

Dengan demikian, dalam hal ini remaja dan juga anak harus dikerahkan untuk mempertahankan diri. Dampaknya, energi tersita sehingga justru kurang kesempatan untuk membangun identitas secara positif. Investasi dalam kegiatan konstruktif dan pemenuhan akan minatnya menjadi terhambat. Terlebih lagi, dalam masa pertumbuhan, gambar kekerasan bisa mempengaruhi perilaku dan persepsi remaja dan anak tentang dunia.

F. Analisis Isi

Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.Sebagai suatu teknik penelitian, analisis isi mencakup prosedur-prosedur khusus untuk pemrosesan data ilmiah. Sebagaimana semua teknik penelitian, ia bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan “fakta” dan panduan praktis pelaksanaannya. Ia adalah sebuah alat.

Suatu alat ilmu pengetahuan harus handal (reliabel), terutama ketika peneliti lain, dalam waktu dan barangkali keadaan yang berbeda, menerapkan teknik yang sama terhadap data yang sama, maka hasilnya harus sama. Ini adalah tuntutan agar analisis isi replikabel (Krippendorff, 1991: 15).


(48)

32

Analisis isi banyak dipakai dalam lapangan ilmu komunikasi. Bahkan, analisis isi merupakan salah satu metode utama dalam disiplin ilmu komunikasi. Analisis isi terutama dipakai untuk menganalisis isi media cetak maupun elektronik. Di luar itu, analisis isi juga dipakai untuk mempelajari isi semua konteks komunikasi baik komunikasi antarpribadi, kelompok maupun organisasi. Asalkan terdapat dokumen yang tersedia, analisis dapat diterapkan (Eriyanto, 2013: 10).

Metode analisis isi adalah metode yang digunakan untuk meriset atau menganalisis isi komunikasi secara obyektif, sistematik, dan kuantitatif. Sistematik berarti bahwa segala proses analisis harus tersusun secara sistematis, mulai dari penentuan isi komunikasi yang dianalisis, cara menganalisisnya, maupun kategori yang dipakai untuk menganalisis. Obyektif berarti bahwa peneliti harus mengesampingkan faktor-faktor yang bersifat subyektif atau bias personal, sehingga hasil analisis benar-benar relatif sama. Analisis isi harus dikuantitatifkan dalam bentuk angka-angka (Kriyantono, 2008: 60).

Metode analisis isi yang paling awal dan palingsentral seringkali disebut sebagai analisis isi “tradisional”. Analisis ini diyakini sebagai metode analisis yang menguraikan objektivitas, sistematis, dan kuantitatif dari pengejawantahan komunikasi itu sendiri. Pendekatan dasar dalam menerapkan analsis isi adalah:

1. Memilih contoh (sample) 2. Menerapkan kerangka kategori 3. Memilih satuan analisis


(49)

33

4. Menetukan satuan ukur

5. Mengungkapkan hasil sebagai distribusi menyeluruh atau per contoh dalam hubungannya dengan frekuensi keterjadian (McQuail, 2000: 179).

G. Defini Konseptual 1. Sinetron

Sinetron adalah sebuah sinema eletronik tentang sebuah cerita yang ada di dalamnya membawa misi tertentu kepada pemirsa. Misi ini dapat berbentuk pesan moral untuk pemirsa atau realitas moral yang ada di kehidupan masyarakat sehari-hari (Kuswandi, 2008: 120).

Sinetron merupakan drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masing-masing tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir certita sinetron cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian (open ended). Cerita dibuat berpanjang-panjang selama masih ada audien yang menyukainya (Morrisan, 2009: 13).

2. Kekerasan

Kamus ensiklopedi Wikipedia dan Encarta mendefinisikan kekerasan dalam perspektif yang terbatas yaitu sebagai segala bentuk aplikasi kekuatan yang disengaja maupun tidak disengaja yang menyebabkan luka-luka atau kematian pada benda hidup. Aplikasi itu juga meliputi ancaman terhadap fisik dengan menggunakan


(50)

kata-34

katamengancam, atau bahkan tindakan kekerasan nyata pada fisik (Herawati, 2010: 87).

Noerhadi dalam Sunarto (2009: 56) kekerasan mempunyai ciri khas pemaksaan yang dapat mengambil wujud persuasif dan fisik, atau gabungan keduanya. Pemaksaan berarti terjadi pelecehan terhadap kehendak pihak lain yang mengalami pelecehan hak-haknya secara total, eksistensinya sebagai manusia dengan akal, rasa, kehendak, integritas tubuhnya tidak dipedulikan lagi.

Kekerasan bisa didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan (P. Lardellier, 2003:18). Dalam kekerasan terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal, moral, psikologis atau melalui gambar. Penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, dan penghinaan merupakan ungkapan nyata kekerasan (Haryatmoko, 2007: 120).

H. Metode Penelitian

H.1 Metode dan Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi kuantitatif. Analisis isi ini secara umum berupaya mengungkapkan berbagai informasi dibalik data yang disajikan di media atau teks, yang dapat berupa kata, arti (makna), gambar, simbil ide, tema, atau beberapa pesan yang dikomunikasikan (Neuman dalam Martono, 2010: 76).


(51)

35

Analisis isi berfungsi baik dalam skala besar, makin banyak kategori yang dianalisis, maka makin akurat pula analisisnya. Analisisnya berjalan melalui identifikasi dan perhitungan unit-unit terpilih dalam sebuah sistem komunikasi. Menurut John Fiske, analisis isi harus nonselektif, analisisnya mencakup keseluruhan pesan atau sistem pesan, atau secara tepat pada sampel yang tersedia, dan analisisnya dilakukan pada pesan yang eksplisit sebagai kebalikan dari bentuk yang lebih literer pada analisis tekstual yang memilih pada bidang tertentu dari pesan untuk dikaji secara khusus (Fiske, 1990:189).

Analisis isi bersifat kuantitatif, dengan menggunakan perangkat statistik sebagai analisis, hal ini dapat mempermudah penelitian membuat kesimpulan secara ringkas dan obyektif. Oleh karena itu, dalam analisis isi kuantifikasi menjadi penting untuk mempermudah peneliti dalam mempresentasikan konsep-konsep kekerasan secara akurat.

H.2 Ruang Lingkup Penelitian

Yang termasuk dalam ruang lingkup penelitian ini adalah sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembaliepisode 212-216yang ditayangkan di SCTV,yang tayang setiap haripukul 18.15. Peneliti mengambil data dengan mengunduh melalui youtube. Penelitian ini diarahkan pada dialog dan akting yang mengandung kekerasan. Sinetron tersebut berdurasi masing-masing kurang lebih satu jam.


(52)

36

H. 3 Unit Analisis

Dalam penelitian ini, bentuk unit analisis yang digunakan oleh peneliti adalah unit pencatatan. Unit ini berkaitan dengan bagian apa dari isi yang akan dicatat, dihitung, dan dianalisis (Eriyanto, 2013:64). Jika unit sampling hanya menentukan isi apa yang dianalisis, sementara unit pencatatan berbicara mengenai bagian apa dari isi yang akan dicatat, dihitung dan dianalisis.

Ada lima jenis unit pencatatan, namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan unit pencatatan jenis unit sintaksis. Unit sintaksis adalah unit analisis yang menggunakan elemen atau bagian bahasa dari suatu isi. Untuk bahasa gambar (film, sinetron televisi, film, kartun, dan iklan televisi), bahasa ini dapat berupa potongan adegan (scene) dan sebagainya (Eriyanto, 2011:71). Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah per scene yang mengandung unsur-unsur kekerasandalam tayangan sinetronDiam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembaliepisode 212-216.

Batasan dalam penentuan scene adalah berdasarkan suatu ruang dan waktu yang mempunyai kesamaan gagasan. Karena dibatasi tempat dan waktu, jika tempat dan waktu berubah, maka berubah pula scenenya. Dalam penentuan scene adalah melihat langsung dan mengamati sinetron tersebut serta membagi atau memilah beberapa scene atau adegan yang memiliki muatan kekerasan yang meliputi kategori kekerasan yang sudah ditentukan sebelumnya.


(53)

37

H.4 Satuan Ukur

Satuan ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemunculan kategori adegan kekerasan yang telah ditentukan oleh peneliti yang terdapat pada setiap detik yang muncul dalam sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali.

H.5 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah berupa video sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembaliyang telah peneliti unduh melalui situs youtubedan diunggah oleh akun Alin Lina. Masing-masing dari video tersebut berdurasi:

1. Episode 212 berdurasi41: 09 2. Episode 213 berdurasi 53:42 3. Episode 214 berdurasi 35:44 4. Episode 215 berdurasi 57:10 5. Episode 216 berdurasi 57:18

H.6 Struktur Kategorisasi

Yang terpenting dalam analisis isi adalah kategorisasi yang digunakan untuk mengklasifikasikan isi media. Ketepatan dalam melaksanakan kategorisasi ini akan memperjelas tentang topik penelitian. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi, validitas serta hasil-hasilnya sangat bergantung pada kategori-kategorinya. Kategori dalam penelitian ini berpangkal pada kekerasan itu sendiri. Adapun yang


(54)

38

menjadi indikasi kekerasan yang diambil dari definisi yang dijelaskan menurut Sunarto (2009: 137), mengenai bentuk-bentuk kekerasan yang antara lain:

1. Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan cara memukul, mendorong, menampar, melempar barang ke tubuh, menganiaya, menyiksa. Yang termasuk dalam kategori kekerasan fisik adalah:

a. Mendorong dinilai jika pelaku mendorong tubuh korban. Kekerasan ini akan digolongkan pada kekerasan jenis mendorong.

b. Memukul dinilai jika pelaku memukul korban hingga tampak memar dan luka.

c. Penamparan dinilai dengan perbuatan menampar bagian pipi korban hingga mengalami luka maupun yang tidak tampak lukanya.

d. Melempar barang ke tubuh korban dinilai apabila pelaku melemparkan atau membanting barang hingga ke tubuh korban. Khususnya yang dilakukan secara sengaja.

2. Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, mengancam, merendahkan, memerintah, atau tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman, atau orang tua). Kategori kekerasan psikologis yang dimaksud disini adalah perbuatan seperti:


(55)

39

a. Ancaman dinilai jika pelaku mengeluarkan kata-kata yang bernada ancaman. Misalnya kata-kata “Lo sekali lagi kayak gitu sama kakak gua awas lo!”, “Gua hajar lo!” dan seterusnya. b. Kata-kata yang merendahkan dinilai jika pelaku mengeluarkan kata-kata yang merendahkan nilai dari seseorang sehingga korban merasa rendah diri. Misalnya “Ih cupu banget sih lo!”, dan sebagainya.

c. Membentak dinilai jika pelaku mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi.

d. Memerintah yang dinilai jika pelaku memerintahkan korban dengan seenaknya untuk melakukan sesuai yang diperintahkan.

3. Kekerasan fungsional adalah memaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, menghalangi atau menghambat aktivitas atau pekerjaan tertentu, memaksa kehadiran tanpa dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki dan lain-lain yang relevan. Kategori kekerasan fungsioanal yang dimaksud disini adalah:

a. Memaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai keinginan korban.

b. Menghalangi dan menghambat aktivitas pekerjaan tertentu. c. Memaksa kehadiran tanpa dikehendaki.

4. Kekerasan relasional adalah kekerasan yang berakibat negatif pada hubungan antar personal atau hubungan sosial ditengah masyarakat dan pelemahan harga diri, seperti menggunjingkan, mempermalukan,


(56)

40

menyudutkan, melalaikan tanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan diri sendiri. Kategori kekerasan relasional yang dimaksud disini adalah:

a. Menggunjing teman atau saudara, hal tersebut dilakukan saat pelaku membicarakan kejelekan atau kelemahan orang lain sehingga lawan bicara terpengaruh dan menganggap bahwa orang yang sedang dibicarakan tersebut memang tidak baik sesuai ucapan pelaku.

b. Mempermalukan teman atau saudara, hal ini dilakukan oleh pelaku dihadapan banyak orang denagn memerintah korban untuk melakukan sesuatu hal yang tidak pantas sehingga korban merasa tidak nyaman dengan hal tersebut.

c. Menyudutkan teman atau saudara, hal tersebut dilakukan saat pelaku mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang membuat korban merasa kecil hati.

d. Melalaikan tanggung jawab, kategori ini dilakukan jika pelaku tidak mengindahkan atau memperdulikan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

5. Kekerasan seksual adalah melakukan tindakan yang mengarah ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium dan atau melakuakan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak


(57)

41

disukai, pornografi, kawin paksa. Kekerasan seksual yang dimaksud disini adalah perbuatan seperti:

a. Meraba bagian tubuh korban secara paksa.

b. Mencium tanpa persetujuan korban, ciuman dapat dilakukan dimanapun, misalnya pipi, bibir, maupun anggota badan yang lain.

c. Mengucapkan ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks.

H.7 Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan teknik observasi dan telaah dokumen. Observasi dalam hal ini dilakukan dengan cara melihat langsung dan mengamati video tersebut. Sedangkan dokumen yang dipergunakan adalah video hasil download melalui youtube yakni sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali.

Untuk langkah pertama yang dilakukan adalah melihat dan mengamati video sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali tersebut. Kemudian dilakukan pemilihan untuk memperoleh data yang terdapat pada scene-scene atau adegan-adegan yang mengandung unsur kekerasan. Selanjutnya data dimasukkan kedalam kategorisasi kekerasan yang telah ditetapkan. Dan untuk mempermudah pengkategorisasian, maka dibuat dalam bentuk lembar koding atau coding sheet.


(58)

42

Tabel 1.2 Contoh Coding Sheet

Episode 212 Sinetron Diam-diam Suka: CLBKKeterangan: (√ ) = ada, (−) = tidak ada

Scene

Durasi

(detik)

Kategori Kekerasan Kekerasan Fisik Kekerasan

Psikologis Kekerasan Fungsional Kekerasan Relasional Kekerasan Seksual A 1 A 2 A 3 A 4 B 1 B 2 B 3 B 4 C 1 C 2 C 3 D 1 D 2 D 3 D 4 E 1 E 2 E 3 Total Keterangan:

A1 : mendorong B1 : mengancam

A2 : memukul B2 : merendahkan

A3 : menampar B3 : membentak

A4 : melempar barang ke tubuh B4 : memerintah

C1 : memaksa melakukan sesuatu D1 : menggunjing yang tidak sesuai keinginan D2 : mempermalukan C2 : menghambat aktivitas pekerjaan tertentu D3 : menyudutkan

C3 : memaksa kehadiran tanpa dikehendaki D4 : melailaikan tanggung jawab

E 1: Meraba bagian tubuh secara paksa E2: Mencium tanpa persetujuan

E3: Ucapan melecehkan yang mengarah kepada jenis kelamin

Kemudian data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah perhitungan guna mengetahui banyaknya frekuensi


(59)

43

kemunculan masing-masing kategori. Adapun tabel distribusi frekuensi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi

Episode 212-216

Kategori Frekuensi Durasi

Kekerasan Fisik Kekerasan Psikologis Kekerasan Fungsional Kekerasan Relasional Kekerasan Seksual

TOTAL

Selanjutnya lewat tabel distribusi frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif, peneliti melakukan penghitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai prosentase frekuensi kemunculan kekerasan yang terdapat dalam video sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali.

H. 8 Uji Reliabilitas

Suatu alat ilmu pengetahuan harus handal (reliable) terutama ketika peneliti lain, dalam waktu dan keadaan yang berbeda menerapkan teknik yang sama terhadap data yang sama, maka hasilnya harus sama. Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diabaikan bila dipakai lebih


(60)

44

dari satu kali mengukur gejala yang sama. Kategori ini berjumlah relatif banyak sehingga diperlukan uji reabilitas untuk mengukur konsistensi kategori (Bungin, 2005: 159).

Oleh karena itu sebelum penelitian dilakukan, peneliti akan meminta dua orang lain (peneliti pembantu) untuk melakukan pengkodingan terhadap tayangan kekerasan atau disebut sebagai coder

atau hakim. Coder yang dipakai dalam penelitian ini harus mengetahui analisis isi,dapat mengerti dengan baik kategori yang dipakai dalam penelitian, dan definisi dari masing-masing kategori (Eriyanto, 2011:254). Untuk itu mengukurnya digunakan rumus Ole R. Holsty (1969) (Eriyanto, 2011: 290) yaitu:

C.R

=

Keterangan :

C.R = Coeficient Reliability/ Reliabilitas Antar-Coder

M = Jumlah coding yang sama (disetujui oleh masing-masing coder)

N1 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 1

N2 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 2

Penyempurnaan untuk memperkuat hasil reliabilitas menggunakan formula scott dengan menggunakan Pi indeks yaitu:

ρi =


(61)

45

Keterangan :

Ρi = Nilai keterhandalan

Observed agreement = Nila yang disetujui antar pengokode yaitu nilai C.R

Expected agreement = Persetujuan yang diharapkan yaitu jumlah proporsi yang dikuadratkan (Kriyantono, 2008: 238).


(1)

menyudutkan, melalaikan tanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan diri sendiri. Kategori kekerasan relasional yang dimaksud disini adalah:

a. Menggunjing teman atau saudara, hal tersebut dilakukan saat pelaku membicarakan kejelekan atau kelemahan orang lain sehingga lawan bicara terpengaruh dan menganggap bahwa orang yang sedang dibicarakan tersebut memang tidak baik sesuai ucapan pelaku.

b. Mempermalukan teman atau saudara, hal ini dilakukan oleh pelaku dihadapan banyak orang denagn memerintah korban untuk melakukan sesuatu hal yang tidak pantas sehingga korban merasa tidak nyaman dengan hal tersebut.

c. Menyudutkan teman atau saudara, hal tersebut dilakukan saat pelaku mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang membuat korban merasa kecil hati.

d. Melalaikan tanggung jawab, kategori ini dilakukan jika pelaku tidak mengindahkan atau memperdulikan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

5. Kekerasan seksual adalah melakukan tindakan yang mengarah ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium dan atau melakuakan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak


(2)

disukai, pornografi, kawin paksa. Kekerasan seksual yang dimaksud disini adalah perbuatan seperti:

a. Meraba bagian tubuh korban secara paksa.

b. Mencium tanpa persetujuan korban, ciuman dapat dilakukan dimanapun, misalnya pipi, bibir, maupun anggota badan yang lain.

c. Mengucapkan ucapan-ucapan yang merendahkan dan

melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks.

H.7 Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan teknik observasi dan telaah dokumen. Observasi dalam hal ini dilakukan dengan cara melihat langsung dan mengamati video tersebut. Sedangkan dokumen yang dipergunakan adalah video hasil download melalui youtube yakni sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali.

Untuk langkah pertama yang dilakukan adalah melihat dan mengamati video sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali tersebut. Kemudian dilakukan pemilihan untuk memperoleh data yang terdapat pada scene-scene atau adegan-adegan yang mengandung unsur kekerasan. Selanjutnya data dimasukkan kedalam kategorisasi kekerasan yang telah ditetapkan. Dan untuk mempermudah pengkategorisasian, maka dibuat dalam bentuk lembar koding atau coding sheet.


(3)

Tabel 1.2

Contoh Coding Sheet

Episode 212 Sinetron Diam-diam Suka: CLBKKeterangan: (√ ) = ada, (−) = tidak ada

Scene

Durasi

(detik)

Kategori Kekerasan Kekerasan Fisik Kekerasan

Psikologis Kekerasan Fungsional Kekerasan Relasional Kekerasan Seksual A 1 A 2 A 3 A 4 B 1 B 2 B 3 B 4 C 1 C 2 C 3 D 1 D 2 D 3 D 4 E 1 E 2 E 3 Total Keterangan:

A1 : mendorong B1 : mengancam

A2 : memukul B2 : merendahkan

A3 : menampar B3 : membentak

A4 : melempar barang ke tubuh B4 : memerintah

C1 : memaksa melakukan sesuatu D1 : menggunjing

yang tidak sesuai keinginan D2 : mempermalukan

C2 : menghambat aktivitas pekerjaan tertentu D3 : menyudutkan

C3 : memaksa kehadiran tanpa dikehendaki D4 : melailaikan tanggung jawab

E 1: Meraba bagian tubuh secara paksa E2: Mencium tanpa persetujuan

E3: Ucapan melecehkan yang mengarah kepada jenis kelamin

Kemudian data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah perhitungan guna mengetahui banyaknya frekuensi


(4)

kemunculan masing-masing kategori. Adapun tabel distribusi frekuensi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi

Episode 212-216

Kategori Frekuensi Durasi

Kekerasan Fisik Kekerasan Psikologis Kekerasan Fungsional Kekerasan Relasional Kekerasan Seksual

TOTAL

Selanjutnya lewat tabel distribusi frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif, peneliti melakukan penghitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai prosentase frekuensi kemunculan kekerasan yang terdapat dalam video sinetron Diam-diam Suka: Cinta Lama Bersemi Kembali.

H. 8 Uji Reliabilitas

Suatu alat ilmu pengetahuan harus handal (reliable) terutama ketika peneliti lain, dalam waktu dan keadaan yang berbeda menerapkan teknik yang sama terhadap data yang sama, maka hasilnya harus sama. Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat


(5)

dari satu kali mengukur gejala yang sama. Kategori ini berjumlah relatif banyak sehingga diperlukan uji reabilitas untuk mengukur konsistensi kategori (Bungin, 2005: 159).

Oleh karena itu sebelum penelitian dilakukan, peneliti akan meminta dua orang lain (peneliti pembantu) untuk melakukan pengkodingan terhadap tayangan kekerasan atau disebut sebagai coder atau hakim. Coder yang dipakai dalam penelitian ini harus mengetahui analisis isi,dapat mengerti dengan baik kategori yang dipakai dalam penelitian, dan definisi dari masing-masing kategori (Eriyanto, 2011:254). Untuk itu mengukurnya digunakan rumus Ole R. Holsty (1969) (Eriyanto, 2011: 290) yaitu:

C.R=

Keterangan :

C.R = Coeficient Reliability/ Reliabilitas Antar-Coder

M = Jumlah coding yang sama (disetujui oleh masing-masing coder) N1 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 1

N2 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 2

Penyempurnaan untuk memperkuat hasil reliabilitas menggunakan formula scott dengan menggunakan Pi indeks yaitu:

ρi =


(6)

Keterangan :

Ρi = Nilai keterhandalan

Observed agreement = Nila yang disetujui antar pengokode yaitu nilai C.R

Expected agreement = Persetujuan yang diharapkan yaitu jumlah proporsi yang dikuadratkan (Kriyantono, 2008: 238).