PELANGGARAN NORMA SOSIAL DALAM PROGRAM ACARA SINETRON DI TELEVISI (Analisis Isi Pada Sinetron Religi Islam KTP di SCTV)

(1)

PELANGGARAN NORMA SOSIAL DALAM PROGRAM ACARA SINETRON DI TELEVISI

(Analisis Isi Pada Sinetron Religi Islam KTP di SCTV) SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh : Stevany Giar .P

06220026

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Stevany Giar Pramistasari NIM : 06220026

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : PELANGGARAN NORMA SOSIAL DALAM PROGRAM ACARA SINETRON DI TELEVISI

(Analisis Isi Pada Sinetron Religi Islam KTP di SCTV)

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS Pada Hari : Rabu

Tanggal : 08 Februari 2012 Tempat : Ruang 607

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

DR. Wahyudi, M.Si

Dewan Penguji:

1. Muslimin Machmud, Ph.D Penguji I ( )

2. Roziana Febrianita, S.Sos Penguji II ( )

3. Nurudin, S.Sos., M.Si Penguji III ( )


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan, kasih sayang-Nya serta yang terbaik kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul PELANGGARAN NORMA SOSIAL DALAM PROGRAM ACARA SINETRON DI TELEVISI (Analisis Isi pada Sinetron Religi Islam KTP di SCTV) sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Dengan ketulusan hati, Peneliti ingin menghanturkan banyak terima kasih kepada Bapak Nurudin,S.Sos., M.Si dan Bapak Sugeng Winarno, S.Sos., MA. selaku dosen pembimbing atas arahan, kesempatan, dukungan, kepercayaan, perhatian, dan kesabaran selama proses bimbingan sampai skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada Bapak Muslimin Machmud, Ph.D dan Ibu Roziana Febrianita, S.Sos selaku dosen penguji atas segala saran dan kritik membangun yang menyempurnakan skripsi ini. Kepada dosen Fakultas Hukum, Ibu Cekli, atas kesediaan waktu dan tutur kata membantu penjelasan terkait penelitian ini.

Terima Kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada keluarga besar: ayahanda Pramuyekti dan ibunda Sri Sugiarti, adik-adikku Leo dan Luthfi atas doa dan dukungannya yang tulus untuk seluruh proses studi saya selama di Malang. Ucapan terima kasih kepada teman-teman yang banyak membantu proses penyelesaian skripsi ini: Yusuf Sarbini, Meity R, Yusrina Z, Sofie, dan Hujja. Sahabat yang mendukung untuk segera menyelesaikan skripsi: Aditya Putri, Anggraini K, Tyagita D, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu terutama teman-teman di Kine Klub UMM. Kepada Johian, terima kasih untuk semua bantuan, dukungan, dan doanya sejak awal.

Harapan peneliti tentunya karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca. Peneliti sebagai makhluk-Nya, dengan rendah hati mengakui banyak kekurangan di dalam naskah ini sehingga saran dan kritik sangat diharapkan agar kelemahan yang ada dapat dikurangi.

Malang, 08 Februari 2012 Stevany Giar Pramistasari


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

PERNYATAAN ORISINALITAS iv

BERITA ACARA BIMBINGAN v

BERITA ACARA SEMINAR PROPOSAL vi

DAFTAR HADIR SEMINAR PROPOSAL vii

HALAMAN ABSTRAK viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Signifikansi Penelitian... 6

D.1. Signifikansi Akademis ... 6

D.2. Signifikansi Praktis ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 7

E.1. Komunikasi Massa ... 7

E.1.1. Pengertian Komunikasi Massa ……...………..7

E.1.2. Fungsi Komunikasi Massa ………...……... 9

E.2. Televisi Sebagai Medium Komunikasi Massa ………..………... 11

E.3. Format Acara Televisi ………..………. 14

E.5. Pengertian Sinetron ……..………. 15


(5)

E.7. Teori Tanggung Jawab Sosial ………... 19

E.8. Analisis Isi ………...…………. 20

F. Metode Penelitian ... 21

F.1. Tipe Penelitian ... 21

F.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 22

F.3. Unit Analisis dan Satuan ukur ... 22

F.4. Data Penelitian ... 23

F.5. Struktur Kategori ... 24

F.6. Tehnik Analisis Data ... 26

G. Uji Reabilitas ... 27

BAB II OBYEK PENELITIAN A. Profil Perusahaan SCTV ... 30

B. Program Acara SCTV... 32

C. Gambaran Umum Islam KTP ... 33

C.1. Jenis Program Acara ………...………..………….. 33

C.2. Kru Sinetron Islam KTP ………...………. 35

D. Sinopsis Sinetron Islam KTP ... 37

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data ………. 40

B. Uji Reabilitas ………..……… 65

B.1. Uji Reabilitas Peneliti dengan Koder I ..………. 68

B.2. Uji Reabilitas Peneliti dengan Koder II ...……… 73

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ……….77


(6)

B. Saran ...79

B.1. Saran Akademis ... 79

B.2. Saran Praktis ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Lembar Koding ... 26

Tabel 1.2. Tabel Pengungkapan Pelanggaran ... 28

Tabel 1.3. Tabel Distribusi Frekuensi Kemunculan Pelanggaran ... 28

Tabel 3.1. Tabel Pengungkapan Pelanggaran Norma Agama ... 41

Tabel 3.2. Tabel Pengungkapan Pelanggaran Norma Hukum ... 44

Tabel 3.3. Tabel Pengungkapan Pelanggaran Norma Kesopanan ... 50

Tabel 3.4. Tabel Frekuensi Kemunculan Pelanggaran Norma Sosial ... 59

Tabel 3.5. Tabel Ditribusi Kategori Pelanggaran Norma Sosial ... 60

Tabel 3.6. Tabel Frekuensi Kemunculan Pelanggaran Norma Agama ... 62

Tabel 3.7. Tabel Frekuensi Kemunculan Pelanggaran Norma Hukum ... 63

Tabel 3.8. Tabel Frekuensi Kemunculan Pelanggaran Norma Kesopanan ... 64

Tabel 3.9. Tabel Koding Peneliti ... 67

Tabel 3.10. Tabel Koding Koder I ... 67

Tabel 3.11. Tabel Koding Peneliti dan Koder I ... 68

Tabel 3.12. Tabel Koding Koder II ... 72


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Logo Surya Citra Televisi ... 30 Gambar 1.2. Logo Sinetron Islam KTP ... 33


(9)

Daftar Pustaka

A. Buku

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Kansil, C.S.T. 2001. Latihan Ujian: Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

____________. 2003. Pengantar Hukum Indonesia (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia). Jakarta: Balai Pustaka.

Krippendorff, Klaus. 1991. Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta : Rajawali Pers.

Krisyantono, Rachmat. 2008. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media.

Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media Televisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Listyarti, Retno. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan SMA Untuk Kelas X. Jakarta : Esis.

McQuail, Denis. 2000. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga.

Mufid, Muhammad. 2005. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta : Erlangga.

Mulyana, Dedi. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Naratama. 2004. Menjadi Sutradara Televisi dengan Single dan Multi Camera. Jakarta: Grasindo.

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : Rajawali Press.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Suharsini, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Wimmer, Roger.D. 2003. Mass Media Research An Introduction. USA: Thompson Wadsworth.


(10)

B. Non Buku

Amrih Gunawan. 2010. suarapembaca.detik.com, diakses pada Sabtu, 2 Juli 2011 _____. 2010. cekricek.co.id/sinetron-“islam-ktp”

-religi-komedi-dengan-kecerdasan, diakses pada Sabtu, 2 Juli 2011

Chendahsari. chendah.blogspot.com/2008/01/pengertian-sinetron.html, diakses pada Sabtu, 2 Juli 2011

_____.hiburan.kompasiana.com/televisi/2011/02/22/sinetron-islam-ktp-satir-namun-mencerdaskan-dengan-pesan-agamis-dan-moral, diakses pada Sabtu, 2 Juli 2011

Iwan Awaluddin Yusuf. bincangmedia.wordpress.com/2009/11/22/menyoal-sinetron-sampah-di-televisi, diakses pada Sabtu, 2 Juli 2011

www.KPI.com, diakses pada Sabtu, 9 Juli 2011

Leon. leonheart94.blogspot.com/2009/11/apakah-norma-sosial-itu.html, diakses pada Minggu, 10 Juli 2011

Muhammad Rinjani Putra. 2010. Audience/ khalayak. Muhammadrinjaniputra blogspot.com/2010/03/audience-khalayak-pada-bab-ini-akan-html, diakses pada Minggu, 10 Juli 2011

www.sctv.co.id/company, diakses pada Minggu, 10 Juli 2011

_____. tabloidkabarfilm.blogspot.com/2011/02/sinetron-islam-ktp-bahlul.html, diakses pada Minggu, 10 Juli 2011


(11)

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Televisi merupakan salah satu media manusia untuk belajar. Benda ciptaan John Lodie Baird ini muncul untuk memberi tahu pada penontonnya bahwa segala sesuatu yang bersifat audio visual bisa masuk dalam kotak kecil itu dan menjadikan orang yang mempergunakannya tahu akan segala hal yang baru. Televisi adalah salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi pada masa sekarang ini, dimana informasi dan hiburan menjadi bagian penting dari masyarakat.

Seiring dengan perkembangan masyarakat saat ini, televisi lebih banyak menyuguhkan bermacam materi hiburan dibandingkan dengan media lainnya. Menurut teori behaviorisme law of effect, perilaku yang tidak mendatangkan kesenangan tidak akan diulangi; artinya kita tidak akan menggunakan media massa bila media massa tidak memberikan pemuasan pada kebutuhan kita (Rakhmat,2003:207).

Salah satu kesenangan yang saat ini sangat diminati adalah kesenangan terhadap sinetron. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya judul sinetron yang bermunculan di stasiun televisi. Dalam teori uses and gratification pengguna media memainkan peran aktif untuk memiliki dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik didalam usaha untuk mencari sumber media yang paling baik dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya teori uses and gratification mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin,2007:192).

Tayangan sinetron dengan judul yang berbeda biasanya mempunyai kesamaan tema dan cerita antara judul satu dengan judul yang lainnya. Hal tersebut bisa juga menjadi trend dalam pembuatan sinetron, tentu dengan mempertimbangkan keinginan dari audiensnya yang rata-rata


(12)

adalah kaum perempuan. Namun saat mendekati bulan Ramadhan, para pembuat sinetron mulai meluncurkan sinetron-sinetron dengan tema Islami atau biasa disebut dengan sinetron religi.

Dalam tabloid Cek&Ricek edisi 626, Rabu 25-31 Agustus 2010, salah satu sinetron religi yang mendapati rating tinggi dalam sebuah stasiun televisi adalah sinetron Islam KTP yang tayang di SCTV. Dari data terakhir lembaga survei AGB Nielsen, sinetron ini memiliki rating rata-rata mencapai 2,0 dan audience share 25,2%. Sinetron ini sebenarnya telah hadir sejak petengahan juli tahun 2010, namun masih tetap digemari dan berhasil mencapai angka 500 untuk episodenya. Hal ini jelas terkait banyaknya penonton yang menyukai tayangan ini selain tayangan sejenisnya yang bertema cinta atau persahabatan yang juga ditayangkan di stasiun yang sama, yaitu SCTV. Sinetron Islam KTP menyajikan jalan cerita yang ringan namun tetap bermakna. Bukan tanpa alasan jika pesan sinetron religi ini dibalut dialog segar. Agar lebih mudah sampai jika dibalut dengan nuansa komedi. Apalagi fenomena masyarakat saat ini masih cenderung lebih menyukai acara-acara komedi yang bisa mengundang tawa. Ada sebuah sinyalemen yang mengatakan bahwa; ada kerinduan masyarakat/penonton untuk kembali dapat menyaksikan suguhan sinetron sebagai salah satu hiburan yang bukan merupakan hiburan semata namun memberikan nilai lebih yaitu pembelajaran, pesan agamis dan moral yang sudah sangat jarang ditemukan dalam tayangan sinetron ditelevisi belakangan ini. Tayangan sinetron dengan tema cinta, perselingkuhan, rebutan harta dan jabatan serta kekerasan telah membawa dampak negatif yang berangsur namun pasti mencekoki masyarakat, meskipun lembaga sensor dan pihak - pihak terkait telah melakukan tugas yang semestinya. Dalam artikel di website surat kabar kompas, lahirnya sinetron - sinetron sederhana namun dengan konsep yang kuat tentu sangat diperlukan oleh masyarakat sebagai penonton. Sinetron popular seperti Si Doel Anak Sekolahan yang mampu bertahan hingga beberapa jilid barangkali bisa dijadikan rujukan bahwa sinetron tidak semata harus tayang dengan durasi yang panjang serta episode yang lumayan banyak, melainkan itu bisa terjadi dikarenakan memang masyarakat menyukai tayangan tersebut


(13)

karena memberikan “sesuatu” yang lain dari kebanyakan sinetron yang pernah ada. Begitupun sinetron Islam KTP yang bertahan hingga mencapai angka ratusan episode dan tayang secara stripping merupakan sebuah usaha dan kerja keras yang luar biasa. Cerita, setting, dan waktu dalam sinetron ini sengaja dibuat seperti hari-hari biasa yang dilewati oleh masyarakat kita saat ini. Setiap hari cerita yang disuguhkan selalu berbeda. Namun tetap mempunyai benang merah, yaitu bagaimana seharusnya seorang muslim bertingkah laku dan berjiwa seperti sebenar-benarnya muslim. Islam KTP, lazim menjadi idiom dalam masyarakat dalam merujuk sosok orang yang beragama Islam hanya dicap KTP saja tanpa menjalankan ibadah.

Tokoh utama sinetron Islam KTP adalah Ustaz Ali yang diperankan Idrus Mardani. Ustaz Ali memiliki cara-cara yang unik ketika memberikan nasihat atau penyadaran bagi orang lain. Selain Idrus Mardani, sinetron ini dibintangi artis-artis muda lainnya, seperti Reza Aditya (Mamat), Aiman Ricky (Karyo), Martina Aisyah (Sabina), Lionil Hendrick (Jinan), dan Qubil (Mahdit). Dalam sinetron ataupun film, karakter protagonis dan anatagonis jelas sangat diperlukan untuk mendukung konflik yang terjadi dalam cerita. Dari sekian banyak tokoh protagonis sebagai contoh orang Islam yang berakhlak baik yang ada dalam sinetron ini, tokoh Mahdit yang biasa disapa Bang Mahdit oleh orang-orang disekitarnya dengan karakter kuatnya sebagai orang kaya raya sombong sangat diingat penonton setianya. Didampingi dengan pengikut-pengikutnya yang haus akan hartanya, Mahdit merajalela menindas warga disekitarnya yang kurang mampu. Celetukan sarkasme yang keluar dari mulutnya serta tindakannya yang sewenang-wenang dalam sinetron ini merupakan buatan dari penulis scenario. Namun sebagai penulis naskah sinetron, seharusnya punya etika dan dasar penulisan yang benar serta memperkirakankan dampaknya bagi penonton. Selain berdakwah tentang Islam pastilah hal-hal yang berkaitan dengan sosial turut serta di pertontonkan karena sinetron ini tayang pada jam prime time. Salah satu dampak tidak baik dari sinetron ini adalah banyaknya anak-anak yang mengikuti gaya bicara Mahdit yang terkenal suka mengucapkan “bahlul” yang dalam bahasa arab


(14)

yang berarti bodoh. Dalam situs jejaring sosial pun banyak komentar mengenai fenomena ini. Seperti yang ditulis oleh salah satu pengguna situs youtube yang menuliskan komentarnya pada tanggal 12 april 2011 di bawah video sinetron Islam KTP yang di unggah salah seorang penggemar sinetron ini.

“Kenapa sinetron2 skrg ini TIDAK SEHAT, pemikiran dangkal.Apalagi watak bang madid yg menyalak, muakk...Anak2 kecil skrg jd makin fasih bilang BUAAHHLULL dgn fasihnya.BaHluL yg bikin sinetron”. (86oopss 5 bulan yang lalu)

Kritik bernada sama juga muncul dalam surat pembaca yang dikirim oleh Amrih Gunawan di salah satu situs komersil sebagai berikut,

“Jakarta, Rabu 15/12/2010 - Melalui surat pembaca ini saya ingin menyampaikan kritik terhadap sinetron Islam KTP yang ditayangkan SCTV setiap hari jam 18.30 WIB. Di tengah-tengah upaya masyarakat kita untuk memberikan pendidikan dan contoh perilaku yang baik kepada anak-anak saya menilai isi sinetron Islam KTP jauh dari tujuan itu. Pembaca sekalian dapat mengamati sendiri bahwa hampir dalam setiap dialognya dipenuhi kata-kata "bahlul" yang artinya bodoh. Bukan hanya sekali dua kali tetapi frekuensinya sangat dominan. Disamping itu, di setiap scene juga berisi ejekan, makian, dan kata-kata yang menurut penilaian saya sangat tidak pantas disaksikan. Bukan hanya oleh anak-anak bahkan termasuk

oleh orang dewasa.

Saya sangat menyayangkan penayangan sinetron semacam itu. Apalagi pada waktu-waktu di mana anak-anak umumnya masih menonton televisi”

Mendengarkan keluhan yang disampaikan masyarakat melalui website Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), pihak lembaga yang bertugas menjaga siaran televisi nasional itu pun melayangkan surat teguran untuk Islam KTP. Melalui surat bertanggal 17 Januari 2011 dengan nomor 44/K/KPI/01/11, KPI menegur tertulis yang kedua kalinya pada stasiun SCTV


(15)

selaku penayang program sinetron Islam KTP, karena dianggap melakukan pelanggaran. Pelanggaran itu disebutkan, pada program Islam KTP menayangkan adegan beberapa tokoh yang selalu menghina atau merendahkan tokoh atau kelompok lain. Namun ternyata, pihak sinetron Islam KTP tidak mengindahkan surat teguran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tetap munculnya pelanggaran dalam dialog maupun adegan sinetron yang tayang tiap hari ini.

Atas dasar itulah penulis tertarik untuk meneliti sinetron Islam KTP yang disitu terdapat beberapa adegan dan dialog yang menurut penulis melanggar norma sosial yang seharusnya tidak ditampilkan dalam alur cerita untuk memberi contoh baik pada penonton. Analisis isi akan menjadi metode analisis dalam penelitian ini. Dalam analisis isi akan dicari pembuktian adanya pelanggaran norma sosial dalam sinetron tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah, seberapa banyak frekuensi munculnya pelanggaran norma sosial dalam sinetron Islam KTP yang tayang di SCTV?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak frekuensi pelanggaran norma sosial yang muncul dalam sinetron Islam KTP yang tayang di SCTV.

D. SIGNIFIKANSI PENELITIAN 1. Manfaat Akademis

A. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi masalah penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan studi sinetron atau perfilman.


(16)

B. Dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya yang berkaitan dengan konsentrasi Audio Visual mengenai kajian pelanggaran norma pada program televisi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan pengetahuan bagi mahasiswa atau masyarakat umum tentang bagaimana sinetron dapat menjadi salah satu wadah umtuk menyampaikan pesan berupa penyampaian norma sosial serta meningkatkan kemampuan lebih kritis dalam melihat fenomena di masyarakat.

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1. Komunikasi Massa

E.1.1. Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk dari ilmu komunikasi yang juga merupakan salah satu bidang kajian dari sekian banyak bidang yang dipelajari oleh ilmu komunikasi. Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (televisi, radio, dan film) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditunjukkan pada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas ( Mulyana, 2005:75).

Menurut Gamble dalam Nurudin (2007:8) mengemukakan bahwa sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memeancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan


(17)

tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula seperti surat kabar, majalah, televsi, film, atau gabungan di antara media tersebut.

b. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menebarkan pesan bermaksud mencoba berbagi atau mengetahui satu sama lain.

c. Pesan adalah milik publik, artinya bahwa pesan ini dapat didapatkan dan diterima oleh banyak orang.

d. Sebagai sumber komunikasi massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan, dengan kata lain komunikatornya tidak berasal dari seseorang tetapi lembaga.

e. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi), artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa.

f. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda, kalau dalam jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya komunikasi antar personal, dalam komunikasi ini umpan balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed).

Wilbur Schramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter dan encoder. Komunikasi massa men-decode lingkungan sekitar kita, mengawasi kemungkinan timbulnya, mengawasi terjadinya persetujuan dan juga efek-efek dari hiburan. Komunikasi massa meninterpretasikan hal-hal yang di-decode sehingga dapat mengambil kebijakan terhadap efek, menjaga berlangsungnya interaksi serta membantu anggota-anggota masyarakat menikmati kehidupan. Komunikasi massa juga meng-encode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada anggota-anggota


(18)

masyarakat. Peluang ini dimungkinkan karena kommunikasi massa mempunyai kemampuan memperluas pandangan, pendengaran dalam jarak yang hampir tidak terbatas dan dapat melipat gandakan suara dan kata-kata secara luas (Wiryanto,2006:10-11).

Sedangkan ciri-ciri komunikasi massa, menurut Elizabeth Noelle Neumann (Rakmat,1994) adalah sebagai berikut: 1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis, 2. Bersfat satu arah, artinya tidak ada interaksi antar peserta-peserta komunikasi, 3. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada public yabg tidak terbatas dan anonim, 4. Mempunyai public yang secara tersebar.

Sinetron Islam KTP merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang cara penyampaian komunikasinya menggunakan media elektronik yaitu televisi sebagai saluran medianya, ditujukan untuk masyarakat umum. Selain itu, sinetron Islam KTP juga memenuhi salah satu fungsi komunikasi massa, yaitu sebagai fungsi hiburan.

E.1.2. Fungsi Komunikasi Massa

Fungsi komunikasi massa menurut Nurudin dalam bukunya, Pengantar Komunikasi Massa (2007), terdiri dari:

a. Fungsi Informasi. Merupakan fungsi paling penting yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah berita-berita yang disajikan. Selain film, sinetron pun termasuk media komunikasi. Sinetron juga memberika informasi. Sinetron yang tidak mmberikan informasi biasanya hanya mementingkan aspek hiburan.

b. Fungsi hiburan. Fungsi hiburan umtuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan fungsi-fungsi yang lain. Karena sebagian besar msyarakat masih menjadikan televisi sebagai media hiburan dan perekat keluarga karena dapat ditonton bersama-sama.


(19)

c. Fungsi persuasi. Banyak hal yang dibaca, didengar, dan dilihat khalayak penuh dengan kepentingan persuasif. Bagi Josep A. Devito (1997) fungsi persuasif dianggap sebagai fungsi yang paling penting dalam komunikasi massa. Media massa dalam beberapa kasus dapat menunjukkan sebuah etika, mana etika yang baik dan mana yang buruk. d. Fungsi transmisi budaya. Menurut pendapat Charles R. Wright, dalam masyarakat

fungsi ini dapat meningkatkan kohesivitas sosial, memperluas dasar norma, dan melanjutkan sosialisasi.

e. Mendorong kohesi sosial. Kohesi yang dimaksud disini adalah penyatuan. Artinya media massa mendorong masyarakat untuk bersatu.Paul Lazarfeld dan Robert K. Merton pernah mengatakan bahwa media juga mempunyai fungsi “racun pembius”, artinya bila media massa tidak dikelola secara professional, berdasarkan moral yang baik, sangat berbahaya bagi masyarakat.

f. Pengawasan. Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: a). Pengawasan peringatan, ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari bencana alam atau serangan militer dan b). pengawasan instrumental, penyampaian informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.

g. Fungsi korelasi. Fungsi yang menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya. Misalnya, masyarakat ingin agar pemerintah menjalankan prinsip demokrasi yang benar. Komunikasi antar masyarakat dengan pemerintah dapat dihubungkan lewat media massa.

h. Pewarisan sosial. Dalam hal ini media massa berfungsi sebagai seorang pendidik, baik pendidikan formal maupun informal yang mencoba meneruskan atau mewariskan suatu ilmu pengetahuan, nilai, norma, pranata, dan etika.


(20)

i. Melawan kekusasaan dan kekuatan represif. Media massa bisa menjadi sebuah alat untuk melawan kekuasaan dan kekuatan represif, misalnya saat terjadi kasus skandal anggota KPK yang justru melakukan tindak korupsi.

j. Menggugat hubungan trikotomi. Dalam kajian komunikasi hubungan trikotomi melibatkan pemerintah, pers, dan masyarakat. Ketiga pihak ini sulit mencapai kesepakatan karena perbedaan kepentingan. Media massa melalui berita-berita yang berbobot mengungkap peristiwa aktual dan memberitakannya agar masyarakat mengerti.

E.2. Televisi Sebagai Medium Komunikasi Massa

Ada dua jenis media komunikasi massa yaitu media elekronik dan media cetak. Yang termasuk media eletronik adalah televisi dan radio, sedangkan yang termasuk media cetak adalah koran, majalah, buku, dan lain-lain.Media massa yang pertama kali ditemukan adalah media cetak. Setelah perkembangan tehknologi semakin maju maka ditemukanlah media elekttronik berupa radio dan televisi. Karena kelebihannya dalm hal penyebaran informasi lebih unggul, maka masyarakat sekarang lebih banyak menggunakan media massa elektronik terutama televisi.

Televisi merupakan salah satu media manusia untuk belajar. Benda ciptaan John Lodie Baird ini muncul untuk memberi tahu pada penontonnya bahwa segala sesuatu yang bersifat audio visual bisa masuk dalam kotak kecil itu dan menjadikan orang yang mempergunakannya tahu akan segala hal yang baru. Televisi adalah salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi pada masa sekarang ini, dimana informasi menjadi bagian penting dari masyarakat.

Televisi yang dimaksudkan disini adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, yaitu: pesannya bersifat umum, komunikannya heterogen, berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, dan sasarannya menimbulkan keserempakan.


(21)

Seperti media massa lainnya, televisi juga memiliki tiga fungsi inti, yaitu:

1. Fungsi hiburan. Di kebanyakan Negara, terutama yang masayarakatnya bersifat agraris, fungsi hiburan yang melekat pada televisi tampaknya dominan. Sebagian besar alokasi waktu masa siaran diisi oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena pada layer televisi dapat ditampilkan gambar hidup beserta suaranya bagai kenyataan, dan dapat dinikmati dirumah oleh seluruh khalayak

2. Fungsi pendidikan. Sesuai dengan makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan nalar masyarakat, stasuin televisi menayangkan acara-acara pendidikan tertentu secara teratur, misalnya pelajaran matematika, bahasa, dan lain-lain. Selain acara pendidikan yang dilakukan secara berkesinambungan seperti disebutkan di atas, stasiun televisi juga menyiarkan berbagai acara yang secara implisit mengandung pendidikan.

3. Fungsi penerangan/informasi. Masyarakat memberi perhatian yang besar kepada televisi karena dianggap sebagai media yang mampu memberikan informasi yang amat memuaskan. Hal ini disebabkan dua faktor yang terdapat pada media audio visual itu, yang pertama dalah faktor “immediacy” dan kedua adalah faktor “realism” Immediacy mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yang disiarkan televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa saat peristiwa itu berlangsung. Realism mengandung makna kenyataan. Ini berarti bahwa televisi menyiarkan informasinya secara audio dan visual dengan perantara mikrofon dan kamera sesuai dengan kenyataan.

Menurut Kuswandi, kekuatan atau kelebihan dan kekurangan televisi dibandingkan media massa lainnya adalah:


(22)

a. Menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel, fiber yang dipancarkan (transmisi) melalui satelit.

b. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar.

c. Nilai aktualisasi terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat cepat.

d. Daya rangsang seorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif).

e. Informasi atau berta-berita yang disampaikan lebih singkat, jelas, dan sistematis, sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi.

2. Kekurangan televisi:

a. Karena bersifat transitory maka isi pesannya tidak dapat di memori oleh pemirsa. b. Media televisi terikat oleh waktu tontonan, sedangkan media cetak dapat dibaca kapan saja dan dimana saja.

c. Televisi tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara langsung dan vulgar seperti halnya media cetak atau media lainnya. Hal ini karena faktor penyebaran siaran televisi begitu luas kepada massa yang heterogen, juga karena kepentingan politik dn stabilitas keamanan negara.

d. Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis massa, sedangkan media cetak lebih mengandalkan efek rasionalitas.

Komunikasi massa yang dilakukan oleh media televisi menyajikan berbagai hal yang bisa memberikan kepuasan kepada khalayak, betapapun kecilnya pemuasan yang diberikan televisi. Terpaan media banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau eksternal. Tetapi untuk melanjutkan terpaan diperlukan motif dan pemuasannya (Kuswandi,1996:23).


(23)

E.3. Format Acara Televisi

Ada tiga bagian dari format cara televisi, yaitu drama, non drama, dan berita. Format acara tersebut bisa dikategorikan menjadi fiksi, non fiksi, dan news sport.

Fiksi (drama) adalah sebuah format televisi yang diproduksi dan diciptakan melalui proses imajinasi kreatif dari kisah-kisah atau fiksi yang direkayasa dan dikreasi ulang. Format yang digunakan merupakan interpretasi dari kisah kehidupan yang diwujudkan dalam suatu runtutan cerita dalam sejumlah adegan. Adegan tersebut akan menggabungkan antara realitas hidup dengan fiksi atau imajinasi khayalan para kreatornya. Contoh: drama percintaan, tragedy,horror, komedi, legenda, action, dan sebagainya.

Non fiksi (non drama) adalah format televisi yang diproduksi dan diciptakan melalui proses pengolahan imajinasi kreatif da realitas kehidupan sehari-hari tanpa harus menginterpretasi ulang. Non drama bukanlah cerita fiksi dari setiap pelakunya. Untuk itu format-format program acara non drama merupakan sebuah runtutan pertunjukan kreatif yang mengutamakan unsure hiburan yang dipenuhi dengan aksi, gaya, dan musik. Contoh: talk show, konser musik, dan variety show.

Berita dan olahraga adalah sebuah format acara televisi yang diproduksi berdasarkan informasi dan fakta atas kejadian dan peristiwa yang berlangsung pada kehidupan sehari-hari. Format ini memerlukan nilai-nilai faktual dan aktual yang disajikan dengan ketepatan dan kecepatan waktu dimana dibutuhkan sifat liputan yang independent. Contoh: berita ekonomi, liputan siang, dan laporan olahraga (Naratama,2004:64). Sinetron Islam KTP yang menjadi obyek penelitian kali ini termasuk dalam format acara drama (fiksi) karena cerita yang diperankan oleh pelaku merupakan hasil buatan dari penulis skenario.


(24)

E.4. Pengertian Sinetron

Dalam artikel yang ditulis oleh Chendah, sinetron merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang berarti sebuah karya cipta seni budaya, dan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video melalui proses elektronik lalu ditayangkan melalui stasiun televisi. Sedangkan dalam tulisan Iwan Awaluddin Yusuf selaku dosen program studi ilmu komunikasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, pengertian sinetron sendiri, jika ditilik dari konsep yang sederhana bisa didefinisikan sebagai sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Di Indonesia, istilah ini pertama kali dicetuskan oleh pengarang dan penulis skenario Arswendo Atmowiloto. Jadi, penyebutan “sinetron” sesungguhnya khas istilah Indonesia karena dalam bahasa Inggris sinetron disebut opera sabun (soap opera) sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela.

Dalam buku Onong Uchana Effendy (2003:193), sinetron atau sinema elektronik tampil sebagai tandingan terhadap film teatrikal yang diputar di gedung-gedung bioskop dan menjadi primadona hiburan masyarakat sejak kondisi perfilman nasional mengalami ketepurukan pada dekade 1990-an. Seiring booming industri pertelevisian dan menjamurnya era selebriti instan bentukan televisi, sinetron merajai program layar kaca. Sinetron pada umumnya menceritakan tentang kehidupan sehari-hari manusia yang diwarnai konflik berkepanjangan. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron diwali dengan perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter masing-masing. Beberapa karakter yang berbeda menimbulkan konflik yang makin lama makin besar sehingga sampai pada klimaksnya. Akhir dari suatu sinetron dapat bahagia ataupun sedih, tergantung dari jalan cerita yang ditentukan oleh penulis skenario.


(25)

E.5. Pengertian Norma

Norma adalah peraturan yang disepakati dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Norma adalah aturan main dalam kehidupan bermasyarakat yang bertujuan agar tidak ada benturan kepentingan antar anggota masyarakat. Kita juga mengenal istilah norma etika dan norma fisika. Norma etika atau biasa disebut norma sosial adalah norma yang mengatur tingkah laku manusia. Sedang norma fisika adalah norma yang mengatur peredaran alam semesta (Listyarti,2004:43). Dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada berbagai benturan kepentingan diantara anggotanya. Hal tersebut terjadi karena setiap orang memiliki tujuan hidup yang berbeda. Untuk menyamakan maksud dan tujuan tersebut, diperlukan peraturan yang fleksibel, sederhana, dan ditaati bersama. Aturan tersebut kemudian dikenal dengan sebutan norma.

Norma bertujuan untuk membatasi tingkah laku manusia dan menjembatani benturan kepentingan yang ada. Dalam masyarakat Indonesia sedikitnya dikenal empat macam norma sosial, yaitu:

1. Norma agama. Norma agama bersumber dari Tuhan (kitab suci).Norma ini hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Bersifat tegas, namun sanksinya tidak bisa langsung diterima. Bentuk sanksi dari pelanggaran norma agama adalah dosa. Pemeluk agama yakin bahwa jika norma ini dilanggar pelakunya akan menerima siksa di akherat. Contoh pelanggaran norma ini adalah tidak melaksanakan kewajiban beragama dan melakukan kebohongan.

2. Norma hukum. Dibuat oleh Negara atau pemerintah yang berdaulat. Biasanya tertulis dalam kitab undang-undang hukum (di Indonesia dikenal sebagai KUH pidana, KUH perdata, KUH dagang, dan KUH acara pidana) yang sifatnya tegas dan memaksa. Contohnya menyiksa, membunuh, memperkosa, atau korupsi. Sanksinya bisa macam-macam, dalam bentuk denda atau penjara (hukuman badan).


(26)

Dalam buku Prof.Drs.C.S.T. Kansil (2003:89-90), hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. 3. Norma kesopanan. Norma ini muncul dari pergaulan segolongan masyarakat. Norma ini

berbeda-beda bentuknya, aturannya, ataupun sanksinya antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Apalagi jika sudah menyangkut wilayah yang berbeda, perbedaannya pasti akan lebih nyata. Contoh hormat pada orang tua, tidak berpakaian seronok, tidak melakukan pelecehan seksual atau menghina orang lain. Jika norma ini dilanggar, pelaku akan menerima sanksi berupa celaan, cemoohan, atau pengucilan oleh orang lain.

4. Norma kesusilaan. Norma kesusilaan bersumber dari hati nurani sesorang. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa hati nurani selalu benar, hati nurani tidak pernah bohong dan tidak pernah dapat dibohongi. Biasanya norma ini berkaitan dengan kejujuran dan keikhlasan. Contoh perbuatan yang tidak sesuai norma ini diantaranya praktik korupsi atau suap yang dilakukan oleh para pejabat Negara atau karyawan perusahaan swasta. Sanksi norma kesusilaan adalah misalnya pengucilan oleh masyarakat terhadap pelaku (Listyarti,2004:45).

Fungsi norma sosial adalah :

a. Sebagai aturan atau pedoman tingkah laku dalam masyarakat. b. Sebagai alat untuk menertibkan dan menstabilkan kehidupan sosial. c. Sebagai sistem kontrol sosial dalam masyarakat.

E.6. Teori Tanggung Jawab Sosial (Social Responbility Theory)

Teori ini berkembang di Amerika Serikat pada abad ke-20. Terori ini terbentuk dari tulisan W.E. Hockin, Komisi Kebebasan Pers, para pelaksanan media,dan kode-kode etik media massa. Asumsi dari teori ini adalah bahwa kebebasan harus disertai tanggung jawab yang sepadan. Pendorong utamanya adalah tumbuhnya kesadaran bahwa dalam hal-hal tertentu yang penting,


(27)

pasar bebas telah gagal untuk memenuhi janji akan kebebasan pers dan untuk menyampaikan maslahat yag diharapkan bagi masyarakat.Dari asumsi di atas, dapat dilihat bahwa teori anggung jawab sosial harus berusaha menggabungkan tiga prinsip, yaitu prinsip kebebasan dan pilihan individual, prinsip kebebasan media dan prinsip kewjiban media terhadap masyarakat. Teori ini dapat diterapkan secara luas, karena meliputi beberapa media cetak privat dan lembaga siaran publik, yang dapat dipertanggungjawabkan melalui berbagai bentuk prosedur demokratis pada masyarakat.

Adapun prinsip utama teori tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut (DenisMcQuail, 1994:117) :

1. Media seyogyanya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu terhadap masyarakat.

2. Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau professional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektivitas, dan kesiembangan.

3. Dalam menerima dan menetapkan kewajiban tersebut, seyogyanya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada.

4. Media seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik dan agama.

5. Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab.

6. Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat digunakan untuk mengamankan kepentingan umum.


(28)

7. Wartawan dan media professional seyogyanya bertanggungjawab terhadap masyarakat dan juga kepada majikan serta pasar.

E.7. Analisis Isi

Menurut Berelson dalam analisis isi mendefinisikannya sebagai “tehnik penelitian untuk mendeskripsikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak” (Krippendorf, 1991:16). Menurut Baud dalam buku Denis McQuail yang berjudul Mass Communication Theory (2000), analisis isi adalah suatu tehnik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang terpilih. Dan tujuan dilakukan analisis terhadap isi pesan komunikasi tersebut adalah:

1. Mendekripsikan dan membuat perbandingan terhadap isi media. 2. Membuat perbandingan anatara isi media dengan media realitas social.

3. Isi media merupakan refleksi dari nilai-nilai sosial dan budaya serta sistem kepercayaan masyarakat.

4. Mengetahui fungsi dan letak media 5. Mengevaluasi media performance. 6. Mengetahui apakah ada bias media.

Metode analisis isi yang paling awal dan paling sentral seringkali disebut sebagai analisis isi “tradisional”. Analisis ini diyakini sebagai metode analisis yang menguraikan objektvitas, sistematis, dan kuantitatif dari pengejawantahan komunikasi itu sendiri. Pendekatan dasar dalam menerapkan analisis isi adalah:

1. Memilih contoh (sample) 2. Menerapkan kerangka kategoti 3. Memilih satuan analisis


(29)

5. Mengungkap hasil sebagai distribusi menyeluruh atau per contoh dalam hubungannya dengan frekuensi keterjadian (McQuail, 2000:179).

F. METODE PENELITIAN F.1. Tipe Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka tipe dari penelitian ini menggunakan metode analisis isi bersifat kuantitatif. .Dimana tujuannya untuk mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif. Mendeskripsikan secara objektif berarti cara pandang pribadi dan bisa yang mungkin ditimbulkan oleh peneliti tidak boleh masuk dalam temuan penelitian. Mendeskripsikan secara sistematis artinya isi yang hendak dianalisis hendaknya diseleksi dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Mendeskripsikan secara kuantitatif artinya tujuan dari analisis adalah mempresentasikan kerangka pesan secara akurat. Untuk itu kuantitatif menjadi penting untuk memperoleh objektifitas yang dimaksud, dengan syarat harus menggambarkan dengan tepat (Krisyantono, 2008:230).

F.2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sinetron Islam KTP yang tayang di SCTV setiap pukul 19.00 wib sampai 21.00 wib episode 496 dan 497 karya sutradara Agus Elias. Penelitian ini diarahkan pada adegan/scene dan dialog yang akan dibuktikan mengandung unsur pelanggaran norma sosial dalam sinetron.

F.3. Unit Analisis dan Satuan ukur

Penelitian ini memiliki unit analisis berupa scene/adegan dan dialog yang terdapat dalam sinetron Islam KTP, dimana scene tersebut dianggap mengandung unsur pelanggaran


(30)

norma sosial dalam sinetron. Dengan keseluruhan scene dalam sinetron yang berdurasi kurang lebih 80menit/episode akan dianalisis dari sisi audio dan visual yang mengandung pelanggaran norma yang dirasa kurang pantas ditampilkan dalam sinetron.

1. Unit Analisis Audio

Unit analisis audio atau suara dalam film adalah segala bentuk suara yang keluar dari gambar, yakni dialog, yang diucapkan oleh pemain dalam menokohkan karakter dalam cerita tersebut. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal yang digunakan semua karakter di dalam maupun di luar cerita (narasi).

2. Unit Analisis Visual

Unit analisis visual adalah keseluruhan gambar dalam film yang berupa akting dari para pemain, shoot, insert gambar, yang termasuk dalam kategori ini adalah aktivitas yang dilakukan oleh tokoh adalah yang menngandung pelanggaran norma sosial. Visual atau gambar bisa berupa gambaran dari tindakan atau perbuatan yang mengarah pada pelanggaran norma sosial.

Satuan ukur dalam penelitian ini adalah frekuensi kemunculan scene yang dianggap mewakili bentuk-bentuk visual dan audio dari kategori yang terdapat dalam sinetron Islam KTP.

F.4. Data Penelitian

Pada penelitian ini sumber diperoleh dari 2 cara, yaitu :

a. Data Primer : berupa dokumentasi sinetron Islam KTP yang tayang di SCTV yang diakses melalui sarana rekam dengan kamera SLR merk Canon.


(31)

b. Data Sekunder : diperoleh melalui kepustakaan yang ada, berupa buku, internet, maupun bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian untuk mendukung keakuratan data.

F.5. Struktur Kategori

Bernald Barelson mengatakan bahwa analisis ini tidak bisa lebih baik daripada kategori-kategorinya untuk menciptakan kategori-kategori tersebut. Hendaknya ada tiga kategori yang perlu diperhatikan : 1) kategori harus relevan dengan tujuan studinya, 2) kategori-kategori hendaknya fungsional, 3) harus dapat dikendalikan.

Berdasarkan dari rumusan masalah yang ingin diteliti, pelanggaran norma sosial yang akan dimasukkan untuk memudahkan menganalisis sinetron ini, kategori tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Pelanggaran norma Agama.

Norma agama ini hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan . Sanksi yang diterima nanti adalah surga atau neraka. Indikator pelanggarannya adalah :

a). Kelakuan atau perkataan manusia yang melanggar larangan Tuhan namun tidak mempunyai sanksi hukum, seperti berbohong (mengatakan sesuatu yang tidak benar pada orang lain) dan tidak melaksanakan kewajiban beribadah.

Contoh pada episode 497:

Bang Mahdit menyebarkan kebohongan pada warga dan istri keduanya bahwa dia sudah mati, agar dapat berduaan dengan wanita lain yang mirip dengan mantan istri pertamanya.


(32)

Norma hukum dibuat oleh Negara dan mempunyai sanksi tegas. Dalam kategorisasi ini, yang akan diteliti adalah norma hukum masyarakat yang mempunyai sanksi pidana. Melakukan apa yang dilarang oleh Negara merupakan pelanggaran norma ini. Indikator pelanggarannya adalah :

a). Tindakan yang melanggar hukum dan terdapat dalam Kitab-kitab Hukum Pidana, seperti korupsi (mengambil hak atau harta orang lain yang bukan miliknya untuk diri sendiri), pemerasan (memaksa orang lain memberikan apa yang ia punya dengan cara keras) dan fitnah (komunikasi pada satu orang atau lebih atas fakta palsu yang dapat mempengaruhi reputasi sesorang).

Contoh pada episode 496:

Kedua hansip yang diminta warga memberikan uang untuk Mahdit malah memakai uang tersebut untuk membeli makan siang (mengkorupsi harta Mahdit untuk kepentingan sendiri).

c. Pelanggaran norma kesopanan.

Dalam hal ini terkait dengan kesopanan yang mencerminkan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Melakukan hal yang tidak sopan merupakan pelanggaran norma ini. Indikator pelanggarannya adalah :

a). Bertindak atau berkata yang melanggar sopan santun, namun tidak mengandung kriminalitas. Seperti membentak (memarahi dengan suara keras), menghina (merendahkan orang lain sehingga menyakiti perasaan) dan tidak menghormati orang tua.Contoh pada episode 496:

- Mahdit : Atagfirullah!! Siapa ni,siapa yang nyiram gue?! (membentak warga yang tidak sengaja menyiram Mahdit dengan air).

- Mahdit : Ya Allah Ya Rabb, memang dasar warga madesu (masa depan suram), gak tau diri, merakbal ente! (menghina warga yang menyiramkan air tersebut).


(33)

F.6. Tehnik Analisis Data

Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan tipe statistik deskripstif ini menggunakan tabel frekuensi yang tujuannya untuk membuat peneliti mengetahui bagaimana distribusi frekuensi dari data penelitian. Setelah melakukan pengamatan terhadap sinetron dan memperoleh data perdetik tentang unsur pelanggaran norma, kemudian data tersebut dimasukkan kedalam kategorisasi yang telah ditetapkan. Pada saat melakukan kategorisasi peneliti membuat tabel frekuensi untuk mempermudah memprosentasikan kategori yang telah diteliti. Kemudian dihitung banyaknya frekuensi.

Contoh lembar koding yang dibuat peneliti: Tabel 1.1 Lembar Koding

Episode Scene Detik Pelanggaran Norma

NA NH NS

A V A V A V

1 2 3 Jumlah

Ket: peneliti akan memberi tanda (v) bila terdapat kategorisasi dalam tiap scene, dan akan diberi tanda (-) bila tidak terdapat item kategorisasi.

A : Audio V : Visual NA : Norma Agama

NH : Norma Hukum NS : Norma kesopanan


(34)

G. UJI REABILITAS

Untuk menguji reabilitas terhadap kategori yang dibuat oleh periset dilakukan dengan menggunakan rumus R. Holsty, disini periset melakukan dengan cara mengkoding sample kedalam kategorisasi. Kegiatan ini dilakukan oleh periset atau pengkoding dan dibantu oleh seorang periset atau pengkoding lain yang ditunjuk sebagai pembanding atau hakim. Uji ini dikenal dengan uji antar kode. Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan menggunakan rumus Holsty, yaitu:

Reliabilitas

 

2 1

2 N N

M CR

  Ket:

CR : Coefisien R. Holsty

M : jumlah koding atau pernyataan yang disepakati oleh peneliti dan pengkoding dua N1, N2 : total jumlah koding atau pernyataan yang diberi oleh pengkoding dan pengkoding dua.

Data kemudian dimasukan dalam tabel pengungkapan pelanggaran untuk mendeskripsikan bentuk pelanggaran yang terjadi pada masing-masing kategori di tiap-tiap durasi. Adapun tabel pengungkapan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2

Tabel Pengungkapan Pelanggaran


(35)

Selanjutnya melalui tabel tersebut dilakukan analisa deskriptif, dimana peneliti melakukan interpretasi atau penafsiran untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai seberapa sering persentase unsure pelanggaran yang terdapat dalam sinetron Islam KTP. Setelah data kemunculan pelanggaran dideskripsikan, hasil analisis tersebut dimasukan dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah penghitungan guna mengetahui frekuensi kemunculan pelanggaran dari masing-masing kategori sebagai hasil akhirnya. Adapun tabel distribusi frekuensi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3

Tabel Distribusi Frekuensi Kemunculan Pelanggaran No Kategori Pelanggaran Frekuensi Durasi yang Muncul %

1. Norma Agama 2. Norma Hukum 3. Norma Kesopanan

Penyempurnaan untuk memperkuat hasil reabilitas menggunakan formula Scott (Wimmer, 2003 : 157) dengan menggunakan Pi indeks, yaitu:

Pi = % observed agreement - % expected agreement 1 - % expected agreement

Keterangan :

Pi = nilai keterhandalan

Observed agreement = nilai pernyataan yang disetujui antar pengkode yaitu nilai C.R Expected agreement = persetujuan yang diharapkan


(36)

dalam suatu kategori yang sama nilainya matematisnya, dinyatakan dalam jumlah hasil pengukuran dari proposi seluruh tema

Menurut Wimmer dan Dominick dalam Mass Media Research (2003:159) jika nilai keterhandalan diatas 0, 75 maka dinilai reliabel.


(1)

b. Data Sekunder : diperoleh melalui kepustakaan yang ada, berupa buku, internet, maupun bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian untuk mendukung keakuratan data.

F.5. Struktur Kategori

Bernald Barelson mengatakan bahwa analisis ini tidak bisa lebih baik daripada kategori-kategorinya untuk menciptakan kategori-kategori tersebut. Hendaknya ada tiga kategori yang perlu diperhatikan : 1) kategori harus relevan dengan tujuan studinya, 2) kategori-kategori hendaknya fungsional, 3) harus dapat dikendalikan.

Berdasarkan dari rumusan masalah yang ingin diteliti, pelanggaran norma sosial yang akan dimasukkan untuk memudahkan menganalisis sinetron ini, kategori tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Pelanggaran norma Agama.

Norma agama ini hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan . Sanksi yang diterima nanti adalah surga atau neraka. Indikator pelanggarannya adalah :

a). Kelakuan atau perkataan manusia yang melanggar larangan Tuhan namun tidak mempunyai sanksi hukum, seperti berbohong (mengatakan sesuatu yang tidak benar pada orang lain) dan tidak melaksanakan kewajiban beribadah.

Contoh pada episode 497:

Bang Mahdit menyebarkan kebohongan pada warga dan istri keduanya bahwa dia sudah mati, agar dapat berduaan dengan wanita lain yang mirip dengan mantan istri pertamanya.


(2)

Norma hukum dibuat oleh Negara dan mempunyai sanksi tegas. Dalam kategorisasi ini, yang akan diteliti adalah norma hukum masyarakat yang mempunyai sanksi pidana. Melakukan apa yang dilarang oleh Negara merupakan pelanggaran norma ini. Indikator pelanggarannya adalah :

a). Tindakan yang melanggar hukum dan terdapat dalam Kitab-kitab Hukum Pidana, seperti korupsi (mengambil hak atau harta orang lain yang bukan miliknya untuk diri sendiri), pemerasan (memaksa orang lain memberikan apa yang ia punya dengan cara keras) dan fitnah (komunikasi pada satu orang atau lebih atas fakta palsu yang dapat mempengaruhi reputasi sesorang).

Contoh pada episode 496:

Kedua hansip yang diminta warga memberikan uang untuk Mahdit malah memakai uang tersebut untuk membeli makan siang (mengkorupsi harta Mahdit untuk kepentingan sendiri).

c. Pelanggaran norma kesopanan.

Dalam hal ini terkait dengan kesopanan yang mencerminkan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Melakukan hal yang tidak sopan merupakan pelanggaran norma ini. Indikator pelanggarannya adalah :

a). Bertindak atau berkata yang melanggar sopan santun, namun tidak mengandung kriminalitas. Seperti membentak (memarahi dengan suara keras), menghina (merendahkan orang lain sehingga menyakiti perasaan) dan tidak menghormati orang tua.Contoh pada episode 496:

- Mahdit : Atagfirullah!! Siapa ni,siapa yang nyiram gue?! (membentak warga yang tidak sengaja menyiram Mahdit dengan air).

- Mahdit : Ya Allah Ya Rabb, memang dasar warga madesu (masa depan suram), gak tau diri, merakbal ente! (menghina warga yang menyiramkan air tersebut).


(3)

F.6. Tehnik Analisis Data

Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan tipe statistik deskripstif ini menggunakan tabel frekuensi yang tujuannya untuk membuat peneliti mengetahui bagaimana distribusi frekuensi dari data penelitian. Setelah melakukan pengamatan terhadap sinetron dan memperoleh data perdetik tentang unsur pelanggaran norma, kemudian data tersebut dimasukkan kedalam kategorisasi yang telah ditetapkan. Pada saat melakukan kategorisasi peneliti membuat tabel frekuensi untuk mempermudah memprosentasikan kategori yang telah diteliti. Kemudian dihitung banyaknya frekuensi.

Contoh lembar koding yang dibuat peneliti: Tabel 1.1 Lembar Koding

Episode Scene Detik Pelanggaran Norma

NA NH NS

A V A V A V

1 2 3 Jumlah

Ket: peneliti akan memberi tanda (v) bila terdapat kategorisasi dalam tiap scene, dan akan diberi tanda (-) bila tidak terdapat item kategorisasi.

A : Audio V : Visual NA : Norma Agama

NH : Norma Hukum NS : Norma kesopanan


(4)

G. UJI REABILITAS

Untuk menguji reabilitas terhadap kategori yang dibuat oleh periset dilakukan dengan menggunakan rumus R. Holsty, disini periset melakukan dengan cara mengkoding sample kedalam kategorisasi. Kegiatan ini dilakukan oleh periset atau pengkoding dan dibantu oleh seorang periset atau pengkoding lain yang ditunjuk sebagai pembanding atau hakim. Uji ini dikenal dengan uji antar kode. Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan menggunakan rumus Holsty, yaitu:

Reliabilitas

 

2 1

2

N N

M CR

  Ket:

CR : Coefisien R. Holsty

M : jumlah koding atau pernyataan yang disepakati oleh peneliti dan pengkoding dua N1, N2 : total jumlah koding atau pernyataan yang diberi oleh pengkoding dan pengkoding dua.

Data kemudian dimasukan dalam tabel pengungkapan pelanggaran untuk mendeskripsikan bentuk pelanggaran yang terjadi pada masing-masing kategori di tiap-tiap durasi. Adapun tabel pengungkapan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2

Tabel Pengungkapan Pelanggaran


(5)

Selanjutnya melalui tabel tersebut dilakukan analisa deskriptif, dimana peneliti melakukan interpretasi atau penafsiran untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai seberapa sering persentase unsure pelanggaran yang terdapat dalam sinetron Islam KTP. Setelah data kemunculan pelanggaran dideskripsikan, hasil analisis tersebut dimasukan dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah penghitungan guna mengetahui frekuensi kemunculan pelanggaran dari masing-masing kategori sebagai hasil akhirnya. Adapun tabel distribusi frekuensi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3

Tabel Distribusi Frekuensi Kemunculan Pelanggaran No Kategori Pelanggaran Frekuensi Durasi yang Muncul %

1. Norma Agama 2. Norma Hukum 3. Norma Kesopanan

Penyempurnaan untuk memperkuat hasil reabilitas menggunakan formula Scott (Wimmer, 2003 : 157) dengan menggunakan Pi indeks, yaitu:

Pi = % observed agreement - % expected agreement 1 - % expected agreement

Keterangan :

Pi = nilai keterhandalan

Observed agreement = nilai pernyataan yang disetujui antar pengkode yaitu nilai C.R Expected agreement = persetujuan yang diharapkan


(6)

dalam suatu kategori yang sama nilainya matematisnya, dinyatakan dalam jumlah hasil pengukuran dari proposi seluruh tema

Menurut Wimmer dan Dominick dalam Mass Media Research (2003:159) jika nilai keterhandalan diatas 0, 75 maka dinilai reliabel.