Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah

ABSTRAK
ELVI DWI YUNITASARI. Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi
Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan
Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh M. AGUS
SETIADI.
Penelitian tentang perbandingan kualitas hasil sinkronisasi estrus dilakukan
pada 20 ekor kambing peranakan etawah betina. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan respon estrus serta waktu timbulnya dan lamanya estrus
antara dua metode penyuntikan yang berbeda. Hewan dibagi menjadi dua
kelompok dan disinkronisasi dengan PGF2α dua kali penyuntikan dengan jarak 11
hari. Kelompok pertama dengan penyuntikan intravulva dan kelompok kedua
penyuntikan intramuskular. Pengamatan estrus dilakukan lima hari setelah
penyuntikan yang kedua dengan memasukkan pejantan pengusik. Pengamatan
dilakukan setiap pukul 09.00-10.00; 12.00-13.00 dan 16.00-17.00. Hasil
penelitian didapatkan kambing dengan penyuntikan intravulva memiliki respon
estrus lebih tinggi dari pada metode penyuntikan intramuskular (50%
dibandingkan 30%). Onset estrus lebih cepat pada metode penyuntikan intravulva
dari pada penyuntikan intramuskular (42.91±25.27 jam dibandingkan 56.48±29.81
jam). Durasi estrus lebih lama pada metode penyuntikan intravulva dari pada
penyuntikan intramuskular (55.33±28.47 jam dibandingkan 28.41±3.71 jam).
Pada penelitian ini dapat disimpulkan kualitas estrus dengan metode penyuntikan

intravulva lebih baik dari pada intramuskular.
Kata kunci : intramuskular, intravulva, peranakan etawah, sinkronisasi estrus

ABSTRACT
ELVI DWI YUNITASARI. The Comparation Quality of Estrous Synchronization
by Prostaglandin with Intramuscular Injection and Intravulva Injection in
Peranakan Etawah Goat. Supervised by M. AGUS SETIADI.
Study of Comparation Quality of Estrous Syncronization was done on 20
female peranakan etawah goats. This study was conducted to find out comparation
of respons estrous, onset of estrous, and duration of estrous after two different
methods. Animals were divided into two groups namely 10 goats were
synchronized using double dose injection of PGF2α with 11 days appart. The first
group was injected by intravulva’s method and the second group by
intramuscular’s method. The estrous characteristic were observed for 5 days after
second injection by introduced male goat in to the female. The estrous observation
was done for 3 times a day at 09.00-10.00; 12.00-13.00 and 16.00-17.00. Respon
of estrous in the intravulva’s method group was higher than intramuscular’s
method (50% vs. 30%). Onset of estrous in the intravulva’s method group was
faster than intramuscular’s method (42.91±25.27 hours vs. 56.48±29.81 hours).
Duration of estrous in the intravulva’s method group was longer than

intramuscular’s method (55.33±28.47 hours vs. 28.41±3.71 hours). It can be

concluded that quality of estrous by intravulva’s method was better than
intramuscular’s method.
Keywords: estrous synchronization, intramuscular, intravulva, peranakan etawah
goat

PERBANDINGAN KUALITAS HASIL SINKRONISASI
ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DENGAN
PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR DAN INTRAVULVA
PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH

ELVI DWI YUNITASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Kualitas
Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan
Intramuskular dan Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah adalah benar
karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2012
Elvi Dwi Yunitasari
NIM B04080036

ABSTRAK
ELVI DWI YUNITASARI. Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi
Estrus Menggunakan Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan
Intravulva pada Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh M. AGUS
SETIADI.

Penelitian tentang perbandingan kualitas hasil sinkronisasi estrus dilakukan
pada 20 ekor kambing peranakan etawah betina. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan respon estrus serta waktu timbulnya dan lamanya estrus
antara dua metode penyuntikan yang berbeda. Hewan dibagi menjadi dua
kelompok dan disinkronisasi dengan PGF2α dua kali penyuntikan dengan jarak 11
hari. Kelompok pertama dengan penyuntikan intravulva dan kelompok kedua
penyuntikan intramuskular. Pengamatan estrus dilakukan lima hari setelah
penyuntikan yang kedua dengan memasukkan pejantan pengusik. Pengamatan
dilakukan setiap pukul 09.00-10.00; 12.00-13.00 dan 16.00-17.00. Hasil
penelitian didapatkan kambing dengan penyuntikan intravulva memiliki respon
estrus lebih tinggi dari pada metode penyuntikan intramuskular (50%
dibandingkan 30%). Onset estrus lebih cepat pada metode penyuntikan intravulva
dari pada penyuntikan intramuskular (42.91±25.27 jam dibandingkan 56.48±29.81
jam). Durasi estrus lebih lama pada metode penyuntikan intravulva dari pada
penyuntikan intramuskular (55.33±28.47 jam dibandingkan 28.41±3.71 jam).
Pada penelitian ini dapat disimpulkan kualitas estrus dengan metode penyuntikan
intravulva lebih baik dari pada intramuskular.
Kata kunci : intramuskular, intravulva, peranakan etawah, sinkronisasi estrus

ABSTRACT

ELVI DWI YUNITASARI. The Comparation Quality of Estrous Synchronization
by Prostaglandin with Intramuscular Injection and Intravulva Injection in
Peranakan Etawah Goat. Supervised by M. AGUS SETIADI.
Study of Comparation Quality of Estrous Syncronization was done on 20
female peranakan etawah goats. This study was conducted to find out comparation
of respons estrous, onset of estrous, and duration of estrous after two different
methods. Animals were divided into two groups namely 10 goats were
synchronized using double dose injection of PGF2α with 11 days appart. The first
group was injected by intravulva’s method and the second group by
intramuscular’s method. The estrous characteristic were observed for 5 days after
second injection by introduced male goat in to the female. The estrous observation
was done for 3 times a day at 09.00-10.00; 12.00-13.00 and 16.00-17.00. Respon
of estrous in the intravulva’s method group was higher than intramuscular’s
method (50% vs. 30%). Onset of estrous in the intravulva’s method group was
faster than intramuscular’s method (42.91±25.27 hours vs. 56.48±29.81 hours).
Duration of estrous in the intravulva’s method group was longer than
intramuscular’s method (55.33±28.47 hours vs. 28.41±3.71 hours). It can be

concluded that quality of estrous by intravulva’s method was better than
intramuscular’s method.

Keywords: estrous synchronization, intramuscular, intravulva, peranakan etawah
goat

 

PERBANDINGAN KUALITAS HASIL SINKRONISASI
ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DENGAN
PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR DAN INTRAVULVA
PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH

ELVI DWI YUNITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2012

Judul Skripsi : Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan
Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan Intravulva
pada Kambing Peranakan Etawah
Nama
: Elvi Dwi Yunitasari
NIM
: B04080036

Disetujui oleh

Prof Dr drh Mohamad Agus Setiadi
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, Ph. D, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala. yang
telah memberikan kemampuan kepada Penulis untuk merampungkan penelitian
yang berjudul “Perbandingan Kualitas Hasil Sinkronisasi Estrus Menggunakan
Prostaglandin dengan Penyuntikan Intramuskular dan Intravulva pada Kambing
Peranakan Etawah” sehingga bisa selesai tepat pada waktunya. Penelitian ini
berlangsung selama 17 hari yaitu tanggal 27 Juli 2011 sampai tanggal 12 Agustus
2011 di Kawasan Pengembangan Pertanian Terpadu di Hambalang Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr drh M. Agus Setiadi
selaku Pembimbing, atas bimbingan dan arahan yang diberikan dalam penelitian
ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada drh Edo dan drh Angga selaku
dokter hewan beserta pekerja di Kawasan Pengembangan Pertanian Terpadu di
Hambalang Bogor. Ucapan terima kasih diberikan juga kepada Kadek Dwi
Setiawan sebagai teman sepenelitian dan keluarga besar FKH IPB angkatan 45.
Selain itu, tidak lupa kepada ayah dan ibu tercinta, kakak Sigit Panji Eko Wibowo
dan seluruh pihak yang membantu dalam penelitian ini Adit, Farida, Ella,
keluarga besar Wisma Jelita yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.

Penulis berharap semoga penelitian ini bisa bermanfaat, baik bagi Penulis pribadi
maupun Pembaca.

Bogor, Desember 2012
Elvi Dwi Yunitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN



Latar Belakang




Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA

2

Profil Kambing Peranakan Etawah



Siklus Estrus pada Kambing Peranakan Etawah




Sinkronisasi estrus



Hormon Prostaglandin



METODE

7

Tempat dan Waktu



Alat dan Bahan



Hewan Coba



Metode Percobaan

8

Pemilihan Resipien



Perlakuan Hormonal



Penentuan Status Estrus dan Parameter Pengukuran



Prosedur Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN


14 

Simpulan

14

Saran

14 

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva
2 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan
Intramuskular
3 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva
4 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan
Intramuskular
5 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva
6 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan
Intramuskular
7 Karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan
intravulva dan intramuskular

10 
10 
11 
11 
13 
13 
14 

 

DAFTAR GAMBAR
1 Kambing peranakan etawah jantan
2 Kambing peranakan etawah betina
3 Perubahan relatif pada tingkatan sirkulasi hormon dan perubahan
ovarium selama siklus estrus
4 Perubahan respon hormon pada endometrium selama siklus estrus
5 Struktur kimia dari PGF2α
6 Vaskularisasi utero-ovarian pada kambing dan rute perjalanan PGF2α
7 Metode penyuntikan intravulva dan intramuskular
8 Teknik penyuntian PGF2α
 










1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini peternakan kambing perah merupakan komoditas baru di
Indonesia yang memiliki prospek pengembangan yang baik dan telah banyak
diminati oleh masyarakat karena dinilai banyak memiliki keuntungan.
Pemeliharaan ternak kambing perah merupakan salah satu alternatif upaya
diversifikasi ternak perah selain sapi (Budiarsana dan Sutama 2001a). Kambing
perah yang banyak dikembangkan di Indonesia salah satunya adalah kambing
peranakan etawah (PE) (Aziz 2011) yang merupakan kambing lokal tipe dwiguna
(penghasil daging dan susu) (Budiarsana dan Sutama 2001b).
Populasi kambing mengalami pertumbuhan pada sepuluh tahun terakhir
dan awal abad 21 di beberapa negara (Fonseca et al. 2005) namun di Indonesia
masih terdapat kendala yang dihadapi dalam peningkatan populasi pada
peternakan kambing PE yaitu rendahnya hasil perkawinan. Hal ini disebabkan
oleh kesalahan deteksi estrus terutama dalam menentukan waktu estrus yang tepat.
Kambing PE memiliki tanda-tanda berahi yang kurang jelas dibandingkan ternak
lain (Budiarsana dan Sutama 2001b), oleh karenanya diperlukan upaya untuk
memperjelas tanda-tanda estrus misalnya dengan teknik sinkronisasi estrus.
Sinkronisasi estrus merupakan upaya untuk menyerentakkan estrus pada
hewan betina dengan memanipulasi hormon reproduksinya agar hewan
mengalami estrus secara bersamaan pada hari yang relatif sama sekitar 2-3 hari
(Yudhie 2009). Teknologi sinkronisasi dapat digunakan untuk manipulasi estrus
dan ovulasi sehingga memiliki ketepatan waktu dalam melakukan inseminasi yang
dapat menambah keuntungan dalam produksi ternak secara masal (Blitek et al.
2010).
Sinkronisasi estrus dapat diaplikasikan menggunakan berbagai hormon.
Perlakuan hormonal merupakan kunci dalam memanipulasi proses reproduksi
diantaranya timbulnya waktu estrus dan ovulasi (Blitek et al. 2010). Salah satu
hormon yang umum digunakan adalah PGF2α yang memiliki target sasaran
corpus luteum (CL) yang berada pada ovarium (Shangha et al. 2002).
Mekanisme kerja PGF2α memiliki sifat yang unik yaitu melalui sistem
counter current yaitu melalui mekanisme perembesan perembesan dari vena ke
arteri (Peters et al. 1980., diacu dalam Hafez dan Hafez 2000) tanpa melalui
sistem sirkulasi darah sistemik, sehingga aplikasi hormon PGF2α secara lokal akan
memiliki reaksi yang berbeda. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk
melihat respon dan kualitas estrus terbaik antara penyuntikan intramuskular dan
intravulva.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sinkronisasi estrus pada kambing peranakan etawah
adalah :
1. Mengetahui respon estrus antara penyuntikan hormon PGF2α secara
intramuskular dan intravulva

2

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan
penyuntikan yang berbeda.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan akan mempermudah dalam menentukan
waktu yang tepat untuk melakukan perkawinan pada ternak.

TINJAUAN PUSTAKA
Profil Kambing Peranakan Etawah
Kambing peranakan etawah (PE) merupakan hasil persilangan kambing
etawah yang berasal dari Jamnapari India dengan kambing lokal jawarandu atau
kambing kacang. Kambing PE ini dikembangbiakkan di daerah perbukitan
Menoreh sebelah barat Yogyakarta dan di Kaligesing, Purworejo. Kambing PE
memiliki berbagai keunggulan diantaranya penghasil susu, daging, pupuk dan
kulit. Menurut Aziz (2011) pada masa laktasi kambing PE mampu menghasilkan
0.8–2.5 liter/hari Sedangkan menurut Budiarsana dan Sutama (2001a)1.5-3.5
liter/hari. Bobot badan kambing PE jantan dewasa antara 65–90 kg dan yang
betina antara 45–70 kg. Ciri khas kambing PE adalah postur tubuh tinggi, untuk
ternak jantan dewasa tinggi gumba atau pundak 90–110 cm (Gambar 1) dan betina
70–90 cm (Gambar 2). Kaki panjang dan bagian paha ditumbuhi rambut panjang,
bagian atas hidung tampak cembung, telinga panjang (25-40 cm) terkulai ke
bawah, serta warna rambut umumnya putih dengan belang hitam atau coklat tetapi
ada juga yang polos putih, hitam atau coklat (Anonim 2011).

Gambar 1 Kambing peranakan etawah jantan

3

Gambar 2 Kambing peranakan etawah betina
Siklus Estrus pada Kambing Peranakan Etawah
Pada kambing PE, pubertas yang ditandai dengan estrus pertama terjadi
pada umur 6-12 bulan dan dikawinkan setelah umur 1 tahun mengingat organ
reproduksi belum sempurna. Pada masa estrus, disertai juga ovulasi (Mulyono
2005). Lindsay et al. (1982) berpendapat bahwa ovulasi merupakan suatu proses
keluarnya sel telur dari ovarium akibat rupturnya folikel yang matang. Lamanya
estrus atau durasi estrus hanya terjadi beberapa saat, yaitu sewaktu hormon
estrogen pada puncaknya (24-48 jam). Siklus estrus merupakan terjadinya estrus
ke estrus berikutnya (Mulyono 2005). Menurut Hafez dan Hafez (2000)
panjangnya satu siklus estrus berbeda pada setiap spesies. Pada sapi, babi dan
kambing memerlukan waktu 20 sampai 21 hari. Menurut Mulyono (2005)
kambing memiliki jumlah ovum 2-3 buah per siklus. Perubahan sirkulasi hormon
dan ovarium selama siklus estrus dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3

Perubahan relatif pada tingkatan sirkulasi hormon dan perubahan
ovarium selama siklus estrus (Hafez dan Hafez 2000)

Menurut Hafez dan Hafez (2000), estrus dikarakterisasi oleh tingginya kadar
estrogen yang bersirkulasi. Endometrium mengalami kenaikan ekspresi dari
estrogen receptor (ER) dan progesterone receptor (PR). Folikel yang telah
mengalami ovulasi akan berubah menjadi corpus hemoragikum (CH) dan secara
perlahan berubah menjadi CL yang merupakan sebuah kelenjar endokrin

4

sementara yang dibentuk dari dinding folikel de Graff setelah mengeluarkan ovum,
melalui berbagai mekanisme kompleks yang meliputi morfologi dan perubahan
biokimia (Sangha et al. 2002).
Siklus estrus secara umum dibagi menjadi 4 fase, yaitu proestrus, estrus,
metestrus, dan diestrus. Berdasarkan perubahan-perubahan dalam ovarium, siklus
estrus dapat dibedakan menjadi 2 fase yaitu fase folikel meliputi proestrus dan
estrus, serta fase luteal meliputi metestrus dan diestrus (Mulyono 2005).

Gambar 4 Perubahan respon hormon pada endometrium selama siklus estrus
(Hafez dan Hafez 2000)
Gambar 4 menunjukkan respon hormon pada endometrium selama siklus
estrus. Jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesteron di endometrium tinggi
antara estrus hingga hari ke 12 selama siklus. Progesteron mempengaruhi
endometrium uterus mengeluarkan PGF2α dalam jumlah yang sangat sedikit dan
ternyata lebih intensif untuk stimulasi estrogen atau oksitosin yang disebut dengan
progesterone block. Pada hari ke 14, jumlah paparan progesteron mengalami
penurunan terhadap reseptor progesteron sehingga terjadi kenaikan ekspresi dari
reseptor estrogen dan disebut estrogen dominance. Hal ini menyebabkan sintesis
reseptor oksitosin meningkat di endometrium, sehingga endometrium menjadi
sensitif terhadap oksitosin. Stimulasi oksitosin dimediasi terus oleh kenaikan
reseptor oksitosin di endometrium. Reseptor oksitosin berperan merubah asam
arachidonic menjadi prostaglandin dan menghasilkan pengeluaran dan luteolisis
PGF2α secara berkala (Hafez dan Hafez 2000).
Kambing betina mengalami berahi dapat dilihat dari beberapa tanda
diantaranya vulva mengalami oedema, kemerahan, dan sering mengeluarkan
lendir, tingkah laku libido meningkat, selau gelisah, mengembek (ribut) terus;
nafsu makan turun; ekor selalu digerak-gerakkan serta diam saat dinaiki oleh
pejantan. Pergerakan ekor pada betina adalah suatu tanda yang pasti dari
timbulnya berahi (Tomaszewska et al. 1991).
Sinkronisasi Estrus
Sinkronisasi estrus merupakan upaya untuk menyerentakkan estrus pada
hewan betina dengan memanipulasi hormon reproduksinya agar hewan
mengalami estrus secara bersamaan pada hari yang relatif sama sekitar 2-3 hari.
Manfaat lain dari sinkronisasi estrus, peternak dapat mengatur pola produksi
hewan dengan mengatur perkawinan, penyapihan, serta penjualan ternak sesuai
dengan berat dan umur yang dikehendaki. Selain itu sinkronisasi estrus digunakan

5

untuk mengatasi permasalahan aplikasi inseminasi buatan menuju ke optimalisasi
hasil konsepsinya (Yudhie 2009).
Prinsip sinkronisasi estrus adalah dengan memperpanjang atau
memperpendek daya hidup CL (Hafez dan Hafez 2000). Menurut Drion et al.
(2001), pada kambing dan domba, induksi estrus atau sinkronisasi dan super
ovulasi paling umum menggunakan gonadotropin.Yudhie (2009) berpendapat
bahwa siklus estrus dapat diperpanjang dengan pemberian progesteron. Menurut
Booth dan McDonald (1982) progesteron dihasilkan dari sel luteal dari CL.
Meskipun demikian, progesteron dapat juga diisolasi dari kelenjar adrenal dan
plasenta dibeberapa hewan. Selain itu progesteron atau progestagen
(fluorogestone acetate, medroxy progesterone acetate atau norgestomet) bekerja
dengan memperpanjang daya hidup dari CL (Drion et al. 2001). Progesteron
berfungsi untuk menjaga kebuntingan. Mekanisme aksi dari progesteron berada di
uterus yang menyebabkan myometrium menjadi tenang dan menyebabkan
kelenjar endometrium mensekresikan uterine milk (Booth dan McDonald 1982).
Mekanisme kerja progesteron dalam sinkronisasi estrus adalah dosis besar
progesteron yang diberikan dapat menghambat pengeluaran GnRH dan
gonadotropin pada kelenjar pituitary (Booth dan McDonald 1982). Pencegahan
pelepasan hormon gonadotropin (LH dan FSH) dapat mencegah timbulnya estrus,
sehingga apabila implant progesteron dicabut akan menyebabkan hormon
gonadotropin diproduksi dalam jumlah banyak yang dapat menstimulasi mitosis
dari sel granulosa dan pembentukan cairan folikuler dalam proses folikulogenesis.
Folikel-folikel yang matang akan mengeluarkan estrogen (Hafez dan Hafez 2000).
Kenaikan konsentrasi estrogen menyebabkan hewan menunjukkan tingkah laku
estrus (Zanetti et al. 2010) yang disertai ovulasi 48-72 jam berikutnya (Hafez dan
Hafez 2000).
Progesteron dapat diaplikasikan melalui rute injeksi, oral, dan implant
dengan syarat hewan tidak dalam keadaan ovulasi maupun estrus (Lindsay et al.,
1982). Romano (2004) berpendapat bahwa pada kambing, fluorogestone acetate
(FGA) dan medroxyprogesterone acetate (MAP) yang diaplikasikan implant
intravaginal lebih efektif digunakan untuk sinkronisasi estrus. Progesteron lainnya
yang dapat digunakan untuk sinkronisasi estrus adalah controlled internal drug
release (CIDR), CIDR-B dan CIDR-G.
Metode lain yang digunakan adalah mempercepat siklus estrus dengan
memperpendek daya hidup CL, salah satunya dengan pemberian prostaglandin
yang bekerja saat hewan dalam fase luteal (Martemucci dan D’Alessandro 2011).
Jenis prostaglandin yang digunakan untuk melisiskan CL adalah PGF2α.
Prostaglandin yang diberikan akan segera melisiskan CL dan diharapkan dalam
waktu 2-3 hari CL akan lisis dengan sempurna dan estrus akan terjadi (Yudhie
2009). Pendapat lain mengatakan bahwa estrus akan terjadi secara serentak dalam
waktu 2-4 hari setelah pemberian PGF2α (Booth dan McDonald 1982). Pada
metode penyuntikan dapat dilakukan dengan sekali suntik maupun dua kali suntik
(double injection) dengan interval waktu 11-12 hari (Yudhie 2009).
PGF2α yang diinjeksikan saat sinkronisasi akan berinteraksi dari sel ke sel
kemudian masuk ke pembuluh darah dan mengikuti aliran darah hingga sampai
pada pembuluh darah uteroovarian. PGF2α menyebabkan luteolisis melalui
konstriksi pembuluh darah uteroovarian sehingga darah yang dialirkan jumlahnya
sedikit, sebagai akibatnya terjadi iskemia dan starvasi (Booth dan McDonald,

6

1982). Starvasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan asupan energi
dan unsur-unsurnutrisi essensial yang diperlukan sel sehinggamengakibatkan
terjadinya perubahan perubahan proses metabolisme unsur-unsur utama di dalam
sel (Syahputra 2003). Iskemia dan starvasi di sel luteal menyebabkan terjadinya
regresi CL dan hewan akan menunjukkan gejala estrus (Booth dan McDonald
1982).

Hormon Prostaglandin
Menurut Hafez dan Hafez (2000) prostaglandin pertama kali diisolasi dari
cairan kelenjar aksesoris alat kelamin, dinamakan prostaglandin karena awalnya
dikumpulkan dari kelenjar prostat.Seluruh prostaglandin dibentuk dari 20 karbon
yang terdiri dari asam lemak tak jenuh dengan sebuah cincin siklopentana. Asam
arakhidonat yang merupakan asam lemak essensial adalah prekursor prostaglandin
yang erat hubungannya dengan sistem reproduksi yang terdiri dari PGF2α dan
prostaglandin E2(PE2).
Menurut Booth dan McDonald (1982), nama PGF dikarenakan zat tersebut
terdiri dari fosfat dan nama PGE karena terdiri dari eter. Pada PGF terdapat
kelompok hidroksil pada posisi C9, sedangkan pada PGE terdapat keton pada
posisi C9. PGF2α terdapat ikatan rangkap dua. Prostaglandin jenis ini merupakan
hormon penting pada sistem reproduksi hewan. Sruktur PGF2α dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 5 Struktur kimia dari PGF2α (Hafez dan Hafez 2000)
Sebagian besar prostaglandin bekerja lokal dan berinteraksi dari sel ke sel.
Tidak seperti hormon yang lainnya, prostaglandin tidak terlokalisasi pada jaringan
khusus. Prostaglandin dialirkan melalui darah menuju target di organ reproduksi.
(Hafez dan Hafez 2000).
Perbedaan mekanisme kerja antara PGF2α dan PGE2. PGF2α bersifat
luteolitik dan PGE2 bersifat luteoprotektif namun keduanya sama-sama dihasilkan
di endometrium (Blitek et al. 2010). Menurut Hafez dan Hafez (2000) PGF2α
berperan dalam rupturnya CL dan PGE2 berperan dalam pembentukan kembali
CL, terutama dalam pembentukan CL. Mekanisme aksi PGF2α dalam melisiskan
CL dapat dilihat pada Gambar 6

7

Gambar 6 Vaskularisasi utero-ovarian pada kambing dan rute perjalanan PGF2α
(Peters et al. 1980., diacu dalam Hafez dan Hafez 2000)
Dalam siklus reproduksi normal, CL dapat mempengaruhi uterus untuk
menghasilkan zat luteolitik yang dapat melisiskan CL kembali. Zat luteolitik yang
dihasilkan oleh endometrium dari uterus ini adalah PGF2α yang masuk ke dalam
vena uterina menuju ke ovarium. PGF2α ditemukan dalam darah vena uterina
dalam konsentrasi tinggi pada hari ke-15 dari siklus berahi (Hardjopranjoto 1995).
PGF2α menyebabkan luteolisis melalui konstriksi pembuluh darah uteroovarian
sehingga darah yang dialirkan jumlahnya sedikit akibatnya terjadi iskhemia dan
starvasi di sel luteal. Pendapat lain mengatakan bahwa kemungkinan aktivitas
PGF2α bertentangan langsung dengan sintesis progesteron (Booth dan McDonald
1982).

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 27 Juli 2011 sampai tanggal 12
Agustus 2011. Tempat penelitian adalah Kawasan Pengembangan Pertanian
Terpadu di Hambalang Bogor.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah apron, tisu, kapas dan
syringe. Bahan-bahan yang dipakai untuk penelitian ini adalah preparat hormon
prostaglandin dengan merek Noroprost® dan alkohol.

8

Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan adalah 20 ekor kambing PE betina dan 1 ekor
kambing jantan yang memiliki kondisi yang baik serta berumur minimal satu
tahun yang ditandai dengan tanggalnya gigi seri satu (dewasa kelamin).

Metode Penelitian
Pemilihan Resipien
Pemilihan resipien dilakukan dengan pemeriksaan USG pada beberapa
kambing betina. Hewan yang tidak bunting dipilih sebagai resipien.

Perlakuan Hormonal Sinkronisasi
Kambing dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 10
ekor kambing betina yang mendapat perlakuan injeksi secara intravulva dan
kelompok kedua terdiri dari 10 ekor diinjeksi secara intramuskular (IM). Metode
penyuntikan intravulva dilakukan dengan injeksi hormon pada vulva hewan.
Metode penyuntikkan intramuskular dilakukan dengan injeksi hormon pada celah
yang dibentuk antara musculus semimembranosus dan musculus semitendinosus.
Kedua otot tersebut berada di regio caudal femur (Nurhidayat et al. 2010). Posisi
penyuntikan dapat dilihat pada Gambar 7.

(a)
(b)
Gambar 7 Tempat penyuntikan (a) Metode Intravulva, (b) Intramuskular
Sinkronisasi estrus dilakukan dengan menggunakan hormon PGF2α
sebanyak 1 ml per ekor dengan kandungan zat aktif dinoprost 5 mg (0.5% w/v).
Metode injeksi yang digunakan merupakan metode double injection dengan
selang waktu 11 hari seperti yang terlihat pada gambar 8.

9

A

B

Hari ke- 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 6 – 7 – 8 – 9 – 10 – 11 – 12 – 13 – 14 – 15 – 16 - 17
C
Gambar 8 Teknik penyuntian PGF2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan
kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada
pukul 09.00-10.00, 12.00-13.00, dan 16.00-17.00
Penentuan Status Estrus dan Parameter Pengukuran
Status estrus ditentukan dengan dimasukkannya pejantan pengusik pada
kelompok kambing betina. Kambing betina yang menunjukkan gejala diam saat
dinaiki pejantan pengusik merupakan kambing dengan status estrus puncak.
Pengamatan dilakukan 3 kali sehari selama 1 jam yaitu pada pukul 09.00-10.00;
12.00-13.00 dan 16.00-17.00. Penentuan status estrus ini dilakukan 5 hari
berturut-turut setelah injeksi kedua. Parameter pengukuran yang digunakan yaitu:
1. Respon Estrus
Respon estrus merupakan jumlah hewan yang menunjukkan gejala
estrus setelah perlakuan sinkronisasi.
Respon estrus
x 100%
2. Onset Estrus
Onset estrus merupakan waktu timbulnya estrus dihitung mulai
dari injeksi kedua sampai pertama kali timbul gejala estrus.
3. Durasi Estrus
Durasi estrus atau lamanya estrus dihitung mulai dari pertama kali
hewan menunjukkan gejala estrus sampai dengan estrus yang terakhir.

Analisis data
Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan persentase kejadian
estrus (respon estrus), durasi estrus, onset estrus serta tingkat keseragaman estrus
dari kedua kelompok perlakuan penyuntikan pada hewan coba. Analisa data
ditentukan dengan ada tidaknya perbedaan yang nyata antara respon estrus, onset
estrus, durasi estrus serta tingkat keseragaman estrus dan diuji statistik dengan uji
sampel dengan menggunakan uji t.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyuntikan hormon PGF2α terdapat beberapa metode yang telah umum
digunakan yaitu intravulva dan intramuskular, selain itu dapat diaplikasikan
dengan metode intrauterin. Beberapa hasil pengamatan parameter estrus dapat
dilihat sebagai berikut :

10

Respon Estrus
Senyawa prostaglandin menyebabkan terjadinya estrus dengan melisiskan
CL secara serentak selama masa dari pertengahan sampai akhir dari siklus dan
hanya efektif bila CL yang sedang aktif untuk dilisiskan, oleh sebab itu diperlukan
dua kali perlakuan dengan jarak 8-12 hari (Tomaszewska et al. 1991). Penelitian
ini menggunakan PGF2α dengan zat aktif dinoprost dengan pertimbangan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Stevenson dan Phatak (2010) yang menyatakan
bahwa dinoprost lebih efektif daripada cloprostenol dalam menurunkan
konsentrasi progesteron pada sapi dalam 72 jam.
Hasil pengamatan respon estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α
yang kedua dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva
Kode
Umur Hewan
Hewan
(tahun)
M14
1.5
M77
4
M25
2.5
K22
2.5
M61
3.5
K13
1.5
M53
2.5
H14
3.5
M30
2.5
K20
1.5
Keterangan : + : Hewan menunjukkan gejala estrus
- : Hewan tidak menunjukkan gejala estrus

Respon
+
+
+
+
+
-

Tabel 2 Respon estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular
Kode
Umur Hewan
Hewan
(tahun)
K08
2.5
M91
3.5
K24
1.5
S00
2.5
M52
2.5
K14
1.5
K12
2.5
K18
1.5
K23
1.5
S01
1.5
Keterangan : + : Hewan menunjukkan gejala estrus
- : Hewan tidak menunjukkan gejala estrus

Respon
+
+
+
-

Respon estrus yang ditunjukkan melalui presentase kejadian estrus lebih
tinggi pada kambing dengan metode penyuntikan intravulva dari pada metode
penyuntikan intramuskular. Hasil penelitian didapatkan 50% kambing atau 5 dari
10 ekor kambing menunjukkan respon estrus pada pemberian PGF2α dengan
metode penyuntikan intravulva, sedangkan pada penyuntikan intramuskular hanya
30% kambing atau 3 dari 10 ekor kambing. Respon estrus yang rendah
kemungkinan dapat disebabkan karena kurangnya dosis hormon yang diberikan.
Dosis penyuntikan hormon PGF2α pada kambing adalah 6-8 mg (Arthur 1996)
atau 10-15 mg secara intramuskular pada kambing atau domba (Booth dan

11

McDonald 1982), sedangkan pada penelitian ini diberikan PGF2α dengan dosis 5
mg. Pertimbangan penggunaan dosis tersebut didasarkan pada perkiraan bobot
kambing yang digunakan adalah 1/5 dari bobot sapi, dimana Noroprost® yang
digunakan dengan ketentuan 5 ml per ekor sapi yang mengandung 25 mg
dinoprost sehingga diambil keputusan menggunakan hormon sebanyak 1 ml per
ekor kambing yang mengandung dinoprost 5 mg.
Siregar et al. (2010) berpendapat bahwa pada penyuntikan hormon PGF2α
secara intravulva memberikan respon estrus lebih banyak karena lokasinya yang
lebih mudah untuk didistribusikan melalui mekanisme counter current. Pada
vulva hormon PGF2α yang disuntikkan mula-mula berada pada sel-sel di bawah
kulit. Menurut Hardjopranjoto (1995), secara anatomi lapisan dalam bibir vulva
berupa mukosa yang bergambung dengan vestibulum vaginae di depannya.
Pemberian darah sama dengan pada vagina yaitu arteri uterina. Arteri ovarica
(pensuplai darah pada ovarium) dan vena uterina terletak sangat berdekatan
sehingga memungkinkan perpindahan hormon seperti PGF2α dan steroid dari
pembuluh vena ke arteri.
Semakin banyaknya hewan yang menunjukkan gejala estrus maka dapat
dikatakan bahwa metode tersebut tepat untuk diaplikasikan. Berdasarkan
banyaknya respon estrus maka metode penyuntikan intravulva dapat dijadikan
pilihan yang tepat dalam melakukan sinkronisasi estrus pada kambing PE.

Onset Estrus
Onset estrus merupakan waktu timbulnya estrus dihitung mulai dari injeksi
kedua sampai pertama kali timbul gejala estrus (Fonseca et al. 2005). Hasil
pengamatan onset estrus pada kambing setelah penyuntikan PGF2α yang kedua
dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva
Kode
Hewan
M25
K22
M61
H14
M30

Umur Hewan
(tahun)
2.5
2.5
3.5
3.5
2.5
Rata-rata ( )

Onset Estrus
(jam)
70.50
29.10
22.31
22.30
70.36
42.91

Tabel 4 Onset estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular
Kode
Hewan
K08
M91
K18

Umur Hewan
(tahun)
2.5
3.5
1.5
Rata-rata ( )

Onset Estrus
(jam)
22.25
70.43
76.75
56.48

Onset estrus pada penyuntikan intravulva berkisar 22.30-70.50 jam dengan
rata-rata 42.91 jam, sedangkan pada metode penyuntikan intramuskular onset
estrus berkisar 22.25-76.75 jam dengan rata-rata 56.48 jam. Pada penelitian ini

12

dengan melihat rata-rata dapat dikatakan onset estrus pada metode penyuntikan
intravulva lebih cepat dari pada metode penyuntikan intramuskular. Hasil
penelitian Setiadi dan Aepul (2010) pada domba garut didapatkan onset estrus
yang lebih lama yaitu 32.63±3.07 pada penyuntikan PGF2α secara intamuskular.
Ras hewan juga mempengaruhi perbedaan dari onset estrus (Tambing et al. 2001).
Perbedaan onset estrus pada kedua metode tersebut diduga berkaitan erat
dengan lokasi penyuntikan intravulva yang memungkinkan hormon PGF2α lebih
mudah untuk didistribusikan langsung melalui mekanisme counter current
(Siregar et al. 2010), oleh sebab itu pada penyuntikan intravulva memiliki onset
estrus yang lebih pendek dari pada penyuntikan intramuskular. Faktor umur juga
memberikan kontribusi mengenai perbedaan onset estrus pada kedua metode
penyuntikan tersebut. Pada penyuntikan secara intravulva memiliki rata-rata umur
kambing yang lebih tua daripada kelompok hewan penyuntikan intramuskular dan
dimungkinkan memiliki pertumbuhan folikel yang lebih cepat, dimana dalam
pertumbuhan folikel akan dihasilkan cukup banyak estrogen yang menyebabkan
ternak menunjukkan tanda-tanda estrus (Tomaszewska et al. 1991).
PGF2α dalam siklus reproduksi normal, dihasilkan oleh endometrium dari
uterus, kemudian dalam perjalanannya PGF2α masuk ke dalam vena uterina
menuju ke ovarium. PGF2α ditemukan dalam darah vena uterina dalam
konsentrasi tinggi pada hari ke-15 dari siklus estrus (Hardjopranjoto 1995).
Tingginya kadar PGF2α yang bersifat luteolitik dalam arteri menyebabkan
vasokonstriktor pembuluh darah uteroovarian sehingga aliran darah menuju CL
berkurang. Hal ini mengakibatkan iskhemia dan starvasi pada CL (Booth dan
McDonald 1982). Iskemia merupakan keadaan sel yang kekurangan oksigen dan
starvasi merupakan keadaan sel yang kekurangan kalori (Murray et al. 1996),
dengan demikian lisisnya sel granulosa pada CL dikontrol vaskularisasi darah,
transpor oksigen, nutrisi serta hormon, disamping itu hipertofi pada sel granulosa
CL, hiperplasi dari jaringan ikat fibroblas dan vaskularisasi darah yang minim
pada CL berkontribusi dalam penurunan ukuran dari CL (Sangha et al. 2002).
Apabila terjadi regresi pada CL maka akan terjadi ovulasi dan hewan memberikan
respon estrus (Booth dan McDonald 1982).
Normalnya kambing akan mengalami estrus dengan onset estrus 1-3 hari
setelah injeksi kedua PGF2α dengan dosis 10-15 mg secara intramuskular (Booth
dan McDonald 1982). Semakin cepat onset estrus yang diperoleh maka
mengindikasikan semakin tepat pula metode tersebut untuk diaplikasikan karena
akan mempermudah peternak untuk segera melakukan perkawinan pada ternaknya,
sehingga lebih meningkatkan efesiensi waktu dalam manajemen peternakan
khususnya untuk menikatkan populasi ternak. Berdasarkan onset estrus maka
metode penyuntikan intravulva dapat dijadikan pilihan yang tepat dalam
melakukan sinkronisasi estrus pada kambing PE.

Durasi Estrus
Durasi estrus atau lamanya estrus adalah waktu yang dihitung mulai dari
pertama kali hewan menunjukkan gejala estrus sampai dengan estrus yang
terakhir (Fonseca et al. 2005). Hasil pengamatan durasi estrus pada kambing
setelah penyuntikan PGF2α yang kedua dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

13

Tabel 5 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intravulva
Kode
Hewan
M25
K22
M61
H14
M30

Umur Hewan
(tahun)
2.5
2.5
3.5
3.5
2.5
Rata-rata ( )

Durasi Estrus
(jam)
30.58
48.08
96.15
71.80
30.06
55.33

Tabel 6 Durasi estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan intramuskular
Kode
Hewan
K08
M91
K18

Umur Hewan
(tahun)
2.5
3.5
1.5
Rata-rata ( )

Durasi Estrus
(jam)
30.38
30.73
24.13
28.41

Pada metode penyuntikan intravulva durasi estrus berkisar 30.06-96.15 jam
dengan rata-rata 55.33 jam, sedangkan pada metode intramuskular durasi estrus
berkisar 24.13-30.73 jam dengan rata-rata 28.41 jam. Pada metode penyuntikan
intravulva didapatkan rata-rata durasi estrus yang lebih lama dibandingkan pada
metode penyuntikan intramuskular. Perbedaan durasi estrus dari kedua metode
tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kadar prostaglandin yang
sampai pada CL. Hafez dan Hafez (2000) berpendapat bahwa ada sebagian
prostaglandin yang mengendap di darah, sehingga ada kemungkinan pada metode
penyuntikan intravulva memiliki kadar prostaglandin yang lebih tinggi untuk
melisiskan CL mengingat rute perjalanan prostaglandin pada pembuluh darah
lebih pendek jaraknya dari pada metode penyuntikan intramuskular.
Lama birahi pada kambing PE adalah 25-40 jam (Tambing et al. 2001),
pada penelitian ini didapatkan metode penyuntikan intravulva memiliki rata-rata
durasi estrus lebih lama yaitu 55.33 jam. Durasi estrus pada kambing kacang
antara 32-45 jam, kambing Boer 37 jam (Tambing et al. 2001), domba garut
30.95±4.32 (Setiadi dan Aepul 2010). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
selain oleh adanya perbedaan bangsa dan tata laksana pemeliharaan terutama
pengelolaan reproduksi, juga oleh faktor gelombang pertumbuhan folikel (follicle
development wave). Perbedaan lamanya estrus juga bergantung pada jumlah dan
kualitas folikel yang berbeda. Jumlah folikel yang banyak berkorelasi pula dengan
estrogen yang dihasilkan juga semakin banyak sehingga dimungkinkan durasi
estrus yang dihasilkan akan lama. Gelombang pertumbuhan folikel dalam satu
siklus berahi pada kambing saat ini belum diketahui dengan pasti, sehingga sangat
sulit untuk menentukan dengan tepat aplikasi hormonal untuk program
penyerentakan estrus dan waktu inseminasi karena waktu ovulasi tidak diketahui.
Kontrol gelombang pertumbuhan folikel sangat penting dalam program
superovulasi dan sinkronisasi estrus, yaitu mempengaruhi lama siklus estrus dan
panjang fase luteal (Tambing et al. 2001).

14

Perbedaan karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan
intravulva dan intramuskular dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7

Karakteristik estrus pada kelompok kambing metode penyuntikan
intravulva dan intramuskular

Metode Penyuntikan

Respon estrus
(%)

± SD
(jam)

Onset estrus
Durasi estrus
Intravulva
50
42.91 ± 25.27a
55.33 ± 28.47a
Intramuskular
30
56.48 ± 29.81a
28.41 ± 3.71a
Ket: Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(p>0.05)

Kualitas estrus yang dihasilkan pada metode penyuntikan intravulva dapat
dikatakan lebih baik dengan melihat onset estrus yang lebih cepat dan durasi
estrus yang lebih lama daripada metode penyuntikan intramuskular, namun
menurut perhitungan statistik kedua metode penyuntikan tersebut tidak berbeda
nyata (P>0.05). Hal tersebut mengindikasikan metode penyuntikan intravulva
lebih tepat untuk diaplikasikan pada kambing PE. Deteksi birahi yang tepat
merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan. Hal ini penting dalam
program inseminasi buatan sehingga inseminasi dapat dilakukan pada saat yang
tepat (Tomaszewska et al. 1991).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil kualitas
estrus pada metode penyuntikan intravulva lebih baik dari pada intramuskular.
Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut tentang hormonal dan keadaan folikel.

DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2011. Cara budidaya ternak kambing etawa. [terhubung berkala]
http://budidayanews.blogspot.com/2011/02/cara-budidaya-ternakkambing-etawa.html [10 Juli 2011].
Arthur GH, Noakes DE, Pearson H, Parkinson TJ. 1996. Veterinary Reproduction
and Obstetrics. Ed ke-7. London: The Bath Pr.
Aziz A. 2011. Mengenal kambing peranakan etawa (PE). [terhubung berkala]
http://www.etawafarm.com/2011/12/mengenal-kambing-peranakanetawa_pe.html [10 Juli 2011].
Blitek A, Waclawik A, Kaczmarek MM, Kiewisz J, Ziecik AJ. 2010. Effect of
estrus induction on prostaglandin content and prostaglandin synthesis

15

enzyme expression in the uterus of early pregnant pigs. Theriogenology
73:1244-1256.
Booth NH, McDonald LE. 1982. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Ed
ke-5. Iowa: Iowa State University Pr.
Budiarsana IGM, Sutama IK. 2001a. Efisiensi produksi susu kambing peranakan
etawah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner; Bogor, 17-18 Sep 2001. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. hlm:427-433.
Budiarsana IGM, Sutama IK. 2001b. Fertilitas kambing peranakan etawah pada
perkawinan alami dan inseminasi buatan. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 17-18 Sep 2001. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm:85-92.
Drion PV et al. 2001. Four years of induction/ synchronization of estrus in dairy
goats: effect on the evolution of eCG binding rate in relation with the
parameters of reproduction.Reprod. Nutr. Dev. 41:401-412.
Fonseca JF, Bruschi JH, Santos ICC, Viana JHM, Magalhaes ACM. 2005.
Induction of estrus in non-lactating dairy goats with different estrous
synchrony protocols. Anim. Reprod. Sci.85:117-124.
Hafez B dan Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7.
Philadelphia: Lippincot William and Wilkins.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya: Airlangga
University Pr.
Lindsay DR, Entwistle KW, Winantea A. 1982. Reproduction in Domestic
Livestock in Indonesia. Melbourne: University of Queensland Pr.
Martemucci G, D’Alessandro AG. 2011. Synchronization of oestrus and ovulation
by short time combined FGA, PGF2α, GnRH, eCG treatments for natural
AI fixed-time. Anim. Reprod. Sci. 123:32-39.
Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 1996. Biokimia Harper.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Nurhidayat, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S, Nisa C, Novelina S,
Supratikno. 2010. Atlas Neuro-Angiologi dan Organologi Kambing.
Bogor: Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi Departemen Anatomi
dan Farmakologi FKH IPB.
Peters P dan McNatty KP.1980. Corpus Luteum Function. Di dalam: Hafez B dan
Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia:
Lippincot William and Wilkins.
Romano JE. 2004. Synchronization of estrus using CIDR, FGA or MAP
intravaginal pessaries during the breeding season in Nubian goats. Small
Rumin. Res. 55:15-19.
Sangha GK, Sharma RK, Guraya SS. 2002. Biology of corpus luteum in small
ruminants. Rumin. Res. 43:53-64.
Siregar TN, Armansyah T, Sayuti A, Syafruddin. 2010. Tampilan reproduksi
kambing betina lokal yang induksi berahinya dilakukan dengan sistem
sinkronisasi singkat. J. Veteriner. 11 (1):30-35.

16

Stevenson JS, Phatak AP. 2010. Rates of luteolysis and pregnancy in dairy cows
after treatment with cloprostenol or dinoprost. Theriogenology 73:11271138.
Setiadi MA, Aepul. 2010. Estrous characteristic in garut sheep after estrous
synchronization using prostaglandin and progesterone-CIDR. Proc.
SEAVSA congress; Bogor, 20-22 Juli 2010. Bogor: IPB Pr. hlm: 121122.
Syahputra
M.
2003.
Biokimia
starvasi.
[terhubung
berkala]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3553/1/biokimia-syah
putra1.pdf [30September 2011].
Tambing NS, Gazali M, Purwantara B. 2001. Pemberdayaan teknologi inseminasi
buatan pada ternak kambing. Wartazoa. Vol.11 No.1
Tomaszewska, Wodzicka M, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991.
Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Yudhie. 2009. Teknik sinkronisasi estrus pada sapi. [terhubung
berkala]http://yudhiestar.blogspot.com/2009/12/teknik-sinkronisasi-estruspada-sapi.html [20September 2011].
Zanetti EDS, Polegato BF, Duarte JMB. 2010. Comparasion of two methods of
synchronization of estrus in brown brocket deer (Mazama gouazoubira).
Anim. Reprod. Sci. 117:266-274.

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 9 Juni 1990 di Malang, Jawa Timur dari ayahanda
Joko Mahendrantoro dan ibunda Heny Sulistyawati. Penulis merupakan anak
kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 1996 sampai tahun 2002 penulis
menyelesaikan studi pendidikan dasar di SD Negeri Mulyo Agung 3, tahun 2005
lulus dari MTs Negeri 1 Malang, dan pada tahun 2008 penulis menyelesaikan
studi di SMA Negeri 8 Malang. Pada tahun 2008 penulis masuk perguruan tinggi
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi dan
kegiatan kampus. Penulis sempat aktif dalam kepengurusan Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) Malang. Selain itu, penulis pernah aktif sebagai
anggota Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (IMAJATIM) bidang kewirausahaan dan
Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB sebagai anggota pasif. Penulis aktif pula
pada Himpunan Profesi Satwa Liar (SATLI) FKH IPB sebagai bendahara 2 tahun
kepengurusan 2009/2010 dan sebagai ketua bidang kewirausahaan tahun
kepengurusan 2010/2011.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini peternakan kambing perah merupakan komoditas baru di
Indonesia yang memiliki prospek pengembangan yang baik dan telah banyak
diminati oleh masyarakat karena dinilai banyak memiliki keuntungan.
Pemeliharaan ternak kambing perah merupakan salah satu alternatif upaya
diversifikasi ternak perah selain sapi (Budiarsana dan Sutama 2001a). Kambing
perah yang banyak dikembangkan di Indonesia salah satunya adalah kambing
peranakan etawah (PE) (Aziz 2011) yang merupakan kambing lokal tipe dwiguna
(penghasil daging dan susu) (Budiarsana dan Sutama 2001b).
Populasi kambing mengalami pertumbuhan pada sepuluh tahun terakhir
dan awal abad 21 di beberapa negara (Fonseca et al. 2005) namun di Indonesia
masih terdapat kendala yang dihadapi dalam peningkatan populasi pada
peternakan kambing PE yaitu rendahnya hasil perkawinan. Hal ini disebabkan
oleh kesalahan deteksi estrus terutama dalam menentukan waktu estrus yang tepat.
Kambing PE memiliki tanda-tanda berahi yang kurang jelas dibandingkan ternak
lain (Budiarsana dan Sutama 2001b), oleh karenanya diperlukan upaya untuk
memperjelas tanda-tanda estrus misalnya dengan teknik sinkronisasi estrus.
Sinkronisasi estrus merupakan upaya untuk menyerentakkan estrus pada
hewan betina dengan memanipulasi hormon reproduksinya agar hewan
mengalami estrus secara bersamaan pada hari yang relatif sama sekitar 2-3 hari
(Yudhie 2009). Teknologi sinkronisasi dapat digunakan untuk manipulasi estrus
dan ovulasi sehingga memiliki ketepatan waktu dalam melakukan inseminasi yang
dapat menambah keuntungan dalam produksi ternak secara masal (Blitek et al.
2010).
Sinkronisasi estrus dapat diaplikasikan menggunakan berbagai hormon.
Perlakuan hormonal merupakan kunci dalam memanipulasi proses reproduksi
diantaranya timbulnya waktu estrus dan ovulasi (Blitek et al. 2010). Salah satu
hormon yang umum digunakan adalah PGF2α yang memiliki target sasaran
corpus luteum (CL) yang berada pada ovarium (Shangha et al. 2002).
Mekanisme kerja PGF2α memiliki sifat yang unik yaitu melalui sistem
counter current yaitu melalui mekanisme perembesan perembesan dari vena ke
arteri (Peters et al. 1980., diacu dalam Hafez dan Hafez 2000) tanpa melalui
sistem sirkulasi darah sistemik, sehingga aplikasi hormon PGF2α secara lokal akan
memiliki reaksi yang berbeda. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk
melihat respon dan kualitas estrus terbaik antara penyuntikan intramuskular dan
intravulva.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sinkronisasi estrus pada kambing peranakan etawah
adalah :
1. Mengetahui respon estrus antara penyuntikan hormon PGF2α secara
intramuskular dan intravulva

2

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan
penyuntikan yang berbeda.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan akan mempermudah dalam menentukan
waktu yang tepat untuk melakukan perkawinan pada ternak.

TINJAUAN PUSTAKA
Profil Kambing Peranakan Etawah
Kambing peranakan etawah (PE) merupakan hasil persilangan kambing
etawah yang berasal dari Jamnapari India dengan kambing lokal jawarandu atau
kambing kacang. Kambing PE ini dikembangbiakkan di daerah perbukitan
Menoreh sebelah barat Yogyakarta dan di Kaligesing, Purworejo. Kambing PE
memiliki berbagai keunggulan diantaranya penghasil susu, daging, pupuk dan
kulit. Menurut Aziz (2011) pada masa laktasi kambing PE mampu menghasilkan
0.8–2.5 liter/hari Sedangkan menurut Budiarsana dan Sutama (2001a)1.5-3.5
liter/hari. Bobot badan kambing PE jantan dewasa antara 65–90 kg dan yang
betina antara 45–70 kg. Ciri khas kambing PE adalah postur tubuh tinggi, untuk
ternak jantan dewasa tinggi gumba atau pundak 90–110 cm (Gambar 1) dan betina
70–90 cm (Gambar 2). Kaki panjang dan bagian paha ditumbuhi rambut panjang,
bagian atas hidung tampak cembung, telinga panjang (25-40 cm) terkulai ke
bawah, serta warna rambut umumnya putih dengan belang hitam atau coklat tetapi
ada juga yang polos putih, hitam atau coklat (Anonim 2011).

Gambar 1 Kambing peranakan etawah jantan

2

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan
penyuntikan yang berbeda.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan