Pengembangan Metode Destruksi Unsur Tanah Jarang dari Tailing Pasir Timah Pulau Bangka

3

PENGEMBANGAN METODE DESTRUKSI UNSUR TANAH
JARANG DARI TAILING PASIR TIMAH PULAU BANGKA

FITRIA PRATIWI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
FITRIA PRATIWI. Pengembangan Metode Destruksi Unsur Tanah Jarang dari
Tailing Pasir Timah Pulau Bangka. Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan
ALADIN SIANIPAR.
Pemanfaatan tailing pasir timah secara efektif dan efisien memerlukan
pengembangan metode destruksi. Metode destruksi dikembangkan dengan
menggunakan NaOH pada suhu tinggi dan dilanjutkan dengan ekstraksi
hidrometalurgi. Pada tahap destruksi, jumlah NaOH, suhu, dan waktu destruksi

diragamkan. Kondisi optimum destruksi diperoleh pada suhu 600 ºC selama 1 jam
dengan nisbah jumlah tailing pasir timah:NaOH sebesar 1:2. Pada tahap ekstraksi
hidrometalurgi, jenis pelarut dipilih dan dilanjutkan dengan optimisasi volume,
suhu, dan waktu. Pelarut HCl dapat melarutkan dengan sempurna tailing pasir
timah hasil destruksi. Kondisi optimum untuk melarutkan 1 gram hasil destruksi
dicapai pada suhu 150 ºC selama 2 jam dengan menggunakan 30 mL HCl.
Dengan metode ini, unsur tanah jarang dapat larut sebanyak 90-100%.
Kata kunci: destruksi, ekstraksi hidrometalurgi, unsur tanah jarang

ABSTRACT
FITRIA PRATIWI. Development of Destruction Method for Rare Earth Elements
from Tin Sand Tailing of Bangka Island. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and
ALADIN SIANIPAR.
Effective and efficien utilization of tin sand tailing requires development
of destruction method. Destruction method was developed by using NaOH at high
temperature and followed by hydrometallurgy extraction. At destruction stage,
amount NaOH, temperature, and destrusction time were varied. An optimum
destruction was obtained at 600 ºC for 1 hour with tailing:NaOH ratio of 1:2. At
hydrometallurgy extraction, solvent was chosen and continued by volume,
temperature, and time optimitations. HCl solvent could perfectly dissolved tin

sand tailing. The Optimum condition for dissolving 1 gram solid phase from the
destruction process reached at 150 ºC during 2 hours by using 30 mL HCl. With
this method, rare earth elements could dissolved 90-100%.
Keywords: destruction, extraction hydrometallurgy, rare earth elements

PENGEMBANGAN METODE DESTRUKSI UNSUR TANAH
JARANG DARI TAILING PASIR TIMAH PULAU BANGKA

FITRIA PRATIWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012


Judul : Pengembangan Metode Destruksi Unsur Tanah Jarang dari Tailing Pasir
Timah Pulau Bangka
Nama : Fitria Pratiwi
NIM : G44070061

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Deden Saprudin, S.Si M.Si
NIP. 19680518 199412 1 001

Aladin Sianipar, S.Si M.Si

Diketahui
Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB


Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.
NIP 195012271976032002

Tanggal lulus :

PRAKATA
Penulis panjatkan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
kasih sayang-Nya dan ilmu-Nyalah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
yang berjudul “Pengembangan Metode Destruksi Unsur Tanah Jarang dari Tailing
Pasir Timah Pulau Bangka” dari bulan April sampai bulan November 2011 di
Laboratorium Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Pusat Survey
Geologi Bandung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Deden Saprudin, S.Si,
M.Si selaku pembimbing pertama dan Bapak Aladin Sianipar, S.Si, M.Si selaku
pembimbing kedua yang selalu memberikan motivasi, ilmu, dan doanya kepada
penulis selama penelitian berlangsung sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Irfany
Agustiani, S.Si dan Bapak Ir. Joko Subandrio, M.Si yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Pusat

Survey Geologi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suherman, Ibu Nunung,
dan semua staf di Laboratorium Analitik yang telah membantu penulis dalam hal
pemakaian bahan dan alat selama penelitian berlangsung di Laboratorium Analitik
serta ucapan terima kasih disampaikan kepada mamah, ayah, dan keluarga yang
telah memberikan kasih sayang, semangat dan doanya. Akhir kata, semoga karya
ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Bogor, November 2011

Fitria Pratiwi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, 28 Maret 1989 dari pasangan Ibu Enok
Karyati, SPd dan Bapak Odjak. Penulis merupakan anak keempat dari lima
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Tunas
Harapan Pindad Bandung pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri Pindad Tiga pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Tiga Puluh Bandung pada tahun 2004.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 25 Bandung
pada tahun 2007 dan pada tahun tersebut penulis lulus seleksi masuk IPB melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) serta diterima di
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penulis selama mengikuti perkuliahan aktif mengikuti organisasi FORCES
(Forum of Scientific Studies) IPB pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama
(TPB) pada tahun ajaran 2008/2009, Kimia Lingkungan untuk mahasiswa Kimia
pada tahun ajaran 2009/2010, Kimia Fisik untuk Program Ekstensi pada tahun
ajaran 2009/2010, Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik untuk Program
Ekstensi pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga pernah menjadi tentor Kimia
TPB di Lembaga Bimbingan Belajar Avogadro, di Lembaga Bimbingan External
and Exchange Program International Association of Students in Agricultural
Smart Course (EXPRESS), dan di organisasi FORCES pada tahun ajaran
2008/2009. Penulis juga pernah mengikuti Praktik Lapang di PT Jhonson Home
Hygiene Product dari bulan Juli sampai Agustus 2010.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ix
PENDAHULUAN................................................................................................................... 1

METODE ..................................................................................................................................
Bahan dan Alat ............................................................................................
Lingkup Kerja .............................................................................................

2
2
2

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 4
Destruksi Tailing Pasir Timah dengan NaOH ............................................ 4
Optimisasi Waktu Destruksi ....................................................................... 7
Optimisasi Suhu Destruksi .......................................................................... 8
Optimisasi Pelarut Asam Mineral ............................................................... 9
Optimisasi Komposisi Ekstraksi Hidrometalurgi ....................................... 10
Optimisasi Waktu Ekstraksi Hidrometalurgi .............................................. 10
Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi................................................. 11
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 12
Simpulan ..................................................................................................... 12
Saran ............................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12

LAMPIRAN .............................................................................................................................. 14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Komponen Mayor dan Minor Tailing Pasir Timah Sebelum Proses destruksi 4
Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Proses Destruksi…………………….... 4
Massa Fase Padat Sebelum Destruksi dan Sesudah Destruksi ....................... 5
Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Sesudah
Destruksi pada 1:0,5 ......................................................................................... 5
5 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Setelah
Destruksi pada 1:2 ............................................................................................ 6
6 Total Kadar Unsur Tanah Jarang pada Berbagai Perbandingan...................... 7
7 Optimisasi Waktu Destruksi pada 1 jam………………………………......... 7
8 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Sesudah
Destruksi pada Waktu 1 jam………………………………………………... 7
9 Total Kadar Unsur Tanah Jarang pada Berbagai Suhu……………………… 8
10 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Setelah
Destruksi pada suhu Optimum 600 ºC.……................................................ 8
11 Optimisasi Pelarut Asam Mineral………………………………………….. 9
12 Optimisasi Komposisi Esktraksi Hidrometalurgi…………………………... 10

13 Optimisasi Waktu Ekstraksi Hidrometalurgi pada 2 jam…………………... 11
14 Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi pada 150 ºC…………………... 11
15 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Didestruksi dan Sesudah
Mengalami Kelarutan menggunakan HCl………………………………….. 12

1
2
3
4

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil analisis pasir timah Pulau Bangka oleh Pusat Survey Geologi ............. 15
2 Diagram alir penelitian.................................................................................... 16
3 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang fosfat, dan silika pada
optimisasi tailing massa pasir timah terhadap NaOH ..................................... 20
4 Data fase padat hasil destruksi ........................................................................ 20
5 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang fosfat, dan silika pada
optimisasi waktu destruksi……………………………………………......... 21
6 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang fosfat, dan silika pada

optimisasi suhu destruksi…………............................................................. 22
7 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi pelarut
asam mineral………………………............................................................. 23
8 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi
komposisi ekstraksi hidrometalurgi……….………………………………. 24
9 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi waktu
ekstraksi hidrometalurgi……………………............................................... 25
10 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang, data kelarutan
unsur tanah jarang pada optimisasi suhu ekstraksi hidrometalurgi….…….. 26
11 Tabel data kelarutan unsur tanah jarang menggunakan ICP-MS………….. 27

PENDAHULUAN
Pulau Bangka merupakan pulau penghasil
timah yang terletak di pesisir timur Sumatera
bagian Selatan. Timah di Pulau Bangka
pertama kali ditambang tahun 1709 di Sungai
Olin Toboali oleh orang Johor yang
berpengalaman menambang di Semenanjung
Malaka. Pada tahun 2008 terdapat bijih timah
sebesar 67.824 ton (PT.Timah Persero 2008)

dan untuk mendapatkan logam timahnya maka
bijih timah dilebur terlebih dahulu. Hasil dari
proses peleburan bijih timah menghasilkan
tailing, yaitu bahan sisa yang berasal dari
proses pengolahan atau pemurnian bahan
galian (Tjhiaw dan Djohan 2009). Menurut
Utomo (2008) tailing dihasilkan dari operasi
pertambangan dalam jumlah yang sangat
besar, sekitar 97 % dari bijih yang diolah oleh
pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai
tailing. Menurut Senaring (2011) tailing
merupakan limbah dikarenakan dengan
jumlah
yang
begitu
banyak
tidak
dimanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu
tailing harus dimanfaatkan dengan baik agar
limbah tailing dapat dikurangi. Berdasarkan
analisis oleh Pusat Survey Geologi 2011,
tailing pasir timah memiliki matriks
komponen mayor berupa ilmenit dan silika,
sedangkan komponen minornya adalah unsur
tanah jarang dalam bentuk garam fosfat
(Lampiran 1).
Komponen minor tailing pasir timah, yaitu
unsur tanah jarang yang merupakan 15 unsur
lantanida, belum dapat diolah secara optimal
padahal unsur tanah jarang memiliki banyak
kegunaan, yaitu sebagai semikonduktor,
superkonduktor, serta laser sehingga dari
tahun ke tahun unsur tanah jarang sangat
dibutuhkan (El-Taher 2006), contohnya
Neodimium memiliki kegunaan dalam hal
peralatan rumah, seperti televisi berwarna,
lampu pijar, dan lampu hemat energi, selain
itu dapat dijadikan magnet permanen.
Kegunaan
dari
unsur
tanah
jarang
menyebabkan unsur tanah jarang menjadi
unsur yang memiliki harga yang mahal.
Dengan demikian diperlukan suatu metode
untuk mengolah unsur tanah jarang sehingga
unsur tanah jarang dapat diperoleh (Purwani
2008).
Pengolahan unsur tanah jarang diawali
dengan proses destruksi, yaitu suatu perlakuan
untuk melarutkan atau mengubah sampel
menjadi bentuk materi yang dapat diukur
sehingga kandungan yang terdapat di
dalamnya dapat dianalisis. Metode destruksi
dilakukan sebelum menganalisis unsur

tertentu dalam suatu sampel karena tidak
semua metode analisis dapat digunakan secara
langsung. Metode destruksi yang umum
dilakukan adalah destruksi terbuka dengan
teknik detruksi basah. Pada metode destruksi
konvensional dengan teknik destruksi basah,
pelarutan berlangsung lambat sehingga
banyak pelarut yang hilang karena menguap.
Karena itu, dikembangkan proses destruksi
tertutup dalam bejana bom teflon yang
prosesnya berlangsung pada suhu rendah dan
tekanan tinggi (Mulyani 2007).
Berdasarkan penelitian Mulyani (2007),
destruksi dengan menggunakan bom teflon
pada berbagai sampel tanah memberikan hasil
analisis yang lebih tinggi dibandingkan
dengan destruksi secara konvensional. Akan
tetapi, berdasarkan penelitian Khaldun (2009),
destruksi unsur tanah jarang menggunakan
bom teflon tidak memberikan hasil yang
optimal karena masih terdapat 60 % unsur
tanah jarang tidak terdestruksi secara
sempurna. Proses destruksi unsur tanah jarang
yang kurang sempurna memberikan hasil
analisis unsur yang tidak optimal dan akan
memengaruhi perolehan unsur tanah jarang
dalam tahap pemisahan (Senovita 2008).
Metode destruksi terbuka dengan teknik
destruksi basah, yaitu penambahan pelarut
asam kepada sampel dalam gelas kimia dapat
menghasilkan proses pendestruksian yang
tidak
optimal
dikarenakan
pelarutan
berlangsung lambat sehingga banyak pelarut
yang hilang karena menguap (Mulyani 2007).
Selain itu menurut Affandi (2000) destruksi
basah pada uranium hanya menghasilkan 60
% sehingga diperlukan metode destruksi
terbuka dengan teknik destruksi basa sebab
destruksi basa dapat memisahkan thorium
yang merupakan unsur radioaktif dari sampel
monasit kemudian limbah yang dihasilkan
dari basa dapat digunakan sebagai pupuk
(Khaldun 2009). Metode destruksi terbuka
memiliki kelebihan dibandingkan dengan
menggunakan bom teflon, karena dapat
digunakan pada skala laboratorium bahkan
industri. Metode destruksi terbuka dapat
mendestruksi sampel apapun dengan suhu
berapapun,
sedangkan
bom
teflon
penggunaannya masih terbatas dalam skala
laboratorium dan masih terbatas pada sampelsampel tertentu saja karena bergantung pada
karakteristik sampel tersebut. Selain itu, titik
leleh teflon hanya 342 ºC, padahal agar
analisis unsur dalam tanah lebih mudah,
senyawa dalam tanah harus diubah dahulu
menjadi bentuk oksidanya dengan dilebur
pada suhu 800 ºC (Mulyani 2007).

Penelitian ini bertujuan mengembangkan
metode destruksi unsur tanah jarang dari
tailing pasir timah Pulau Bangka dengan
sistem destruksi terbuka. Akan dilakukan
optimisasi sistem leburan basa serta optimisasi
sistem ekstraksi hidrometalurgi oleh asam
mineral terhadap hasil destruksi leburan basa.
Pendestruksian unsur tanah jarang dari tailing
pasir timah menggunakan basa yang
dilanjutkan dengan ekstraksi hidrometalurgi
diharapkan menghasilkan unsur tanah jarang
yang tinggi. Oleh karena itu, unsur tanah
jarang dalam penelitian ini akan didestruksi
menggunakan metode destruksi terbuka
dengan teknik destruksi basa. Metode
destruksi terbuka yang dimaksud adalah
sistem leburan basa yang dilanjutkan dengan
ekstraksi hidrometalurgi. Optimisasi massa
sampel, tailing pasir timah terhadap massa
basa akan dilakukan, begitu juga optimisasi
suhu dan waktu proses destruksi. Pada tahap
ekstraksi hidrometalurgi akan dilakukan
optimisasi massa fase padat hasil destruksi
terhadap asam mineral, selain dilakukan
optimisasi suhu pemanasan dan waktu.
Selanjutnya unsur tanah jarang dianalisis
menggunakan XRF (El-Taher 2006) dan
spektrometri massa-plasma gandeng induktif
(ICP-MS) (Krachler et al 2002).

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tailing pasir timah dari
Pulau Bangka, polivinil alkohol, asam borat,
alkohol, akuades, NaOH (p), asam mineral
yang terdiri atas larutan piranha (H2SO4 98%
dan H2O2 30%) 7:3, akuaregia, HNO3 65%,
H2SO4 98%, dan HCl 37%. Alat-alat yang
digunakan adalah XRF tipe ARL Advent+ XP,
ICP-MS, cawan zirkon, tanur, hot plate, oven,
alat pembuat pelet, cincin pelet, mortar,
mortir, pH universal, desikator, neraca
analitik, gegep, serta peralatan gelas yang
dibutuhkan dalam tahap destruksi dan
ekstraksi hidrometalurgi.
.
Lingkup Kerja
Penelitian yang dilakukan terdiri atas 3
tahap (Lampiran 2), yaitu destruksi tailing
pasir timah dengan NaOH, ekstraksi
hidrometalurgi, dan analisis dengan XRF dan
ICP-MS. Tahap destruksi yang dilakukan,
yaitu destruksi tailing pasir timah dengan
NaOH kemudian optimisasi suhu dan waktu

destruksi. Tahap ekstraksi hidrometalurgi juga
dioptimisasi, yaitu, optimisasi pelarut asam
mineral, komposisi dalam tahap ekstraksi
hidrometalurgi, yaitu nisbah massa 1 g tailing
pasir timah hasil destruksi dengan asam
mineral, suhu, dan waktu. Semua fase padat
dari tailing pasir timah sebelum dan sesudah
tahapan destruksi dianalisis menggunakan
XRF, sedangkan untuk fase cairan dianalisis
menggunakan ICP-MS.
Destruksi Tailing Pasir Timah dengan
NaOH
Tailing pasir timah yang berukuran 200
mesh dan NaOH (p) ditimbang di dalam cawan
zirkon menggunakan neraca analitik dengan
ragam massa tailing pasir timah per massa
NaOH 1:0,5 (A), 1:1 (B), 1:2 (C), dan 1:3 (D)
kemudian diaduk menggunakan spatula lalu
dilebur dalam tanur pada suhu 600 ºC selama
2 jam. Cawan zirkon yang berisi tailing pasir
timah hasil leburan basa kemudian
didinginkan di dalam desikator lalu direndam
di dalam gelas kimia yang berisi akuades 300
mL. Setelah tailing pasir timah hasil leburan
basa tersebut lepas dari cawan zirkon
kemudian cawan zirkon diangkat. Pada tahap
perendaman ini terdapat fase padat dan cairan.
Oleh karena itu dilakukan penyaringan untuk
mendapatkan fase padatnya. Fase padat
tersebut setelah disaring, dilakukan pencucian
menggunakan akuades hingga pH 6 kemudian
dikeringkan menggunakan hot plate dan
ditimbang fase padatnya sedangkan fase
cairan ditampung. Fase padat dianalisis
menggunakan XRF.
Optimisasi Waktu Destruksi
Tailing pasir timah yang berukuran 200
mesh dan NaOH (p) ditimbang di dalam cawan
zirkon menggunakan neraca analitik pada
komposisi destruksi yang optimum. Suhu
destruksi yang digunakan adalah 400 ºC
dengan ragam waktu dari 30 menit, 1 jam, 1
jam 30 menit, 2 jam, 2 jam 30 menit, dan 3
jam. Cawan zirkon yang berisi tailing pasir
timah hasil leburan basa kemudian
didinginkan di dalam desikator lalu direndam
di dalam gelas kimia yang berisi akuades 300
mL. Setelah tailing pasir timah hasil leburan
basa tersebut lepas dari cawan zirkon
kemudian cawan zirkon diangkat. Pada tahap
perendaman ini terdapat fase padat dan cairan.
Oleh karena itu dilakukan penyaringan untuk
mendapatkan fase padatnya. Fase padat
tersebut setelah disaring, dilakukan pencucian

3

menggunakan akuades hingga pH 6 kemudian
dikeringkan menggunakan hot plate dan
ditimbang fase padatnya sedangkan fase
cairan ditampung. Fase padat dianalisis
menggunakan XRF.
Optimisasi Suhu Destruksi
Tailing pasir timah yang berukuran 200
mesh dan NaOH (p) ditimbang di dalam cawan
zirkon menggunakan neraca analitik pada
komposisi dan waktu destruksi yang optimum.
ragam suhu yang digunakan dari 400, 500,
600, 700, dan 800 ºC. Cawan zirkon yang
berisi tailing pasir timah hasil leburan basa
kemudian didinginkan di dalam desikator lalu
direndam di dalam gelas kimia yang berisi
akuades 300 mL. Setelah tailing pasir timah
hasil leburan basa tersebut lepas dari cawan
zirkon kemudian cawan zirkon diangkat. Pada
tahap perendaman ini terdapat fase padat dan
cairan. Oleh karena itu dilakukan penyaringan
untuk mendapatkan fase padatnya. Fase padat
tersebut setelah disaring, dilakukan pencucian
menggunakan akuades hingga pH 6 kemudian
dikeringkan menggunakan hot plate dan
ditimbang fase padatnya sedangkan fase
cairan ditampung. Fase padat dianalisis
menggunakan XRF.
Optimisasi Pelarut Asam Mineral
Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak
1 g diekstraksi dengan asam mineral, yaitu
larutan piranha (H2SO4 98% + H2O2 30%) 7:3,
akuaregia, H2SO4 98%, HNO3 65%, dan HCl
37% masing-masing duplo sebanyak 100 mL
pada suhu 150 ºC selama 2 jam di dalam gelas
kimia kemudian diaduk menggunakan batang
pengaduk. Pemanasan pada tahap ini
menggunakan hot plate. Pada 1 jam pertama
ditambahkan akuades sebanyak 100 mL.
Setelah 2 jam, proses pemanasan dihentikan
kemudian didiamkan sampai fase cairan dan
fase padatnya terpisah. Setelah terpisah
dilakukan dekantasi untuk mendapatkan fase
cairan. Fase padat hasil ekstraksi kemudian
dikeringkan lalu ditimbang dan fase cairanya
ditampung untuk dianalisis menggunakan
ICP-MS.
Optimisasi Komposisi Ekstraksi
Hidrometalurgi
Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak
1 g diekstraksi dengan pelarut asam mineral
yang optimum sebanyak duplo dengan ragam
volume pelarut optimum dari 10, 20, 25, 30,

35, 40, 60, 80, dan 100 mL di dalam gelas
kimia kemudian diaduk menggunakan batang
pengaduk. Suhu yang digunakan adalah 150
ºC dengan waktu 2 jam. Pemanasan pada
tahap ini menggunakan hot plate. Pada 1 jam
pertama ditambahkan akuades sebanyak 100
mL. Setelah 2 jam, proses pemanasan
dihentikan kemudian didiamkan sampai fase
cairan dan fase padatnya terpisah. Setelah
terpisah
dilakukan
dekantasi
untuk
mendapatkan fase cairan. Fase padat hasil
ekstraksi
kemudian
dikeringkan
lalu
ditimbang dan fase cairanya ditampung untuk
dianalisis menggunakan ICP-MS.
Optimisasi Waktu Ekstraksi
Hidrometalurgi
Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak
1 g diekstraksi dengan pelarut asam mineral
yang optimum pada komposisi ekstraksi
hidrometalurgi yang optimum dan ragam
waktu yang digunakan dari 1 jam, 1,5 jam, 2
jam, 2,5 jam, dan 3 jam. Suhu yang digunakan
adalah 150 ºC. Penambahan akuades 100 mL
pada tahap ini disesuaikan pada waktunya.
Contoh pada waktu 1 jam maka penambahan
akuades pada waktu 30 menit pertama.
Pemanasan pada tahap ini menggunakan hot
plate. Setelah waktu yang ditentukan telah
habis maka proses pemanasan dihentikan
kemudian didiamkan sampai fase cairan dan
fase padatnya terpisah. Setelah terpisah
dilakukan dekantasi untuk mendapatkan fase
cairan.
Fase
padat
hasil
ekstraksi
hidrometalurgi kemudian dikeringkan lalu
ditimbang dan fase cairanya ditampung untuk
dianalisis menggunakan ICP-MS.
Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi
Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak
1 g diekstraksi dengan pelarut asam mineral
yang optimum pada komposisi ekstraksi
hidrometalurgi yang optimum dan pada waktu
yang optimum sebanyak duplo dengan ragam
suhu yang digunakan adalah 100, 150, dan
200 ºC. Penambahan akuades 100 mL
disesuaikan pada waktu yang optimum.
Pemanasan pada tahap ini menggunakan hot
plate. Setelah waktu optimum yang ditentukan
telah habis maka proses pemanasan dihentikan
kemudian didiamkan sampai fase cairan dan
fase padatnya terpisah. Setelah terpisah
dilakukan dekantasi untuk mendapatkan fase
cairan. Fase padat hasil ekstraksi kemudian
dikeringkan lalu ditimbang dan fase cairanya
ditampung untuk dianalisis menggunakan

ICP-MS.
Analisis Menggunakan XRF
Tahapan preparasi menggunakan XRF
sebagai berikut, tailing pasir timah (sebelum
perlakuan dan sesudah perlakuan destruksi)
sebanyak 5 g yang sudah berukuran 200 mesh
ditimbang, ditambahkan polivinil alkohol
sebanyak 1 g kemudian dicampurkan dengan
cara digerus di mortar. Setelah itu dilakukan
tekan dengan alat pembuat pelet. Cincin pelet
dipanaskan terlebih dahulu dalam oven sekitar
15 menit kemudian dipasang dan ditambahkan
asam borat 2 g lalu diisi dengan sampel yang
sudah digerus. Cross bar ditutup dan
tombolnya ditekan maka akan muncul gaya
tekan yang diberikan dan waktu yang
diperlukan untuk terjadinya pelet. Setelah itu
dibuka cross bar. Pelet yang sudah jadi
diambil dan dimasukan oven selama 15 menit
yang selanjutnya dianalisis menggunakan
XRF, alat tekan pelet dibersihkan dengan
penyedot debu serta alkohol.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Destruksi Tailing Pasir Timah dengan
NaOH
Pemisahan unsur tanah jarang sulit
dilakukan karena pembentukan unsur tanah
jarang
di
alam
bersamaan
dengan
terbentuknya mineral-mineral lain, seperti
basnasit, monasit, dan senotim, selain itu
unsur tanah jarang memiliki sifat kimia dan
fisika yang hampir sama padahal unsur tanah
jarang memiliki banyak kegunaan (Unal
2007). Dengan demikian diperlukan suatu
perlakuan awal untuk memperoleh unsur
tanah jarang, yaitu destruksi. Destruksi yang
dilakukan adalah destruksi terbuka yang
terdiri atas leburan basa dan ekstraksi
hidrometalurgi. Menurut Herman (2009),
unsur tanah jarang terkonsentrasi dalam fase
silikat sehingga jika silika terleburkan banyak
oleh NaOH akan menyebabkan unsur tanah
jarang meningkat.
Tailing pasir timah memiliki komponen
mayor silika dan ilmenit (TiO2 dan Fe2O3)
sedangkan komponen minornya berupa unsur
tanah jarang (Lampiran 1). Kadar silika
sebelum destruksi dengan NaOH sebesar 6,17
% sedangkan kadar TiO2 dan Fe2O3 masingmasing sebesar 55,58% dan 26,30%. Total
kadar unsur tanah jarangnya sebesar 0,825%
(Gambar 1).

Gambar 1 Komponen mayor dan minor
tailing pasir timah sebelum proses
destruksi.
Unsur tanah jarang sebelum didestruksi
terdapat Ce, Y, La, dan Nd yang masingmasing kadarnya adalah 0,336%, 0,200%,
0,165%, dan 0,124% (Gambar 2). Semua
komponen mayor dan minor tersebut saling
berikatan satu sama lain karena unsur tanah
jarang dapat membentuk senyawa kompleks
yang menyebabkan unsur tanah jarang dapat
berada pada bentuk fosfat, karbonat, silikat,
oksida, dan florida (Suprapto 2009).

Gambar 2 Kadar unsur tanah jarang sebelum
proses destruksi.
Pada saat destruksi dengan NaOH terjadi
reaksi sebagai berikut (Senovita 2008)

5

(Ln,Th)PO4 (p) + NaOH (p)
Ln(OH)3 (p) + Th(OH)4 (p)

Na3PO4 (aq) +

Hasil reaksi akan terbentuk Th(OH)4 yang
berbentuk padatan sehingga thorium dapat
dipisahkan dari sampel monasit dikarenakan
thorium adalah unsur radioaktif. Pada tahap
ini terjadi peleburan tailing pasir timah oleh
NaOH yang menyebabkan silika menjadi
silika alkali yang dapat larut dengan air dan
fosfat alkali yang dapat larut dengan air
sedangkan unsur tanah jarang sebagian besar
akan larut dalam asam mineral . Adanya
peleburan oleh NaOH dan pencucian oleh
akuades menyebabkan massa akhir fase padat
setelah didestruksi (Lampiran 3) mengalami
penurunan (Gambar 3).

destruksi. Pada perbandingan ini total kadar
unsur tanah jarang mengalami kenaikan
sebesar 0,8651% dibandingkan sebelum
destruksi, yaitu 0.825%. Kenaikan kadar
unsur tanah jarang ini disebabkan menurunya
masing-masing kadar silika dan fosfat sebesar
2,79% dan 0,0543%. Penurunan massa fase
padat setelah destruksi disebabkan juga
terdestruksinya ilmenit (FeTiO2) dalam tailing
pasir timah. Kadar TiO2 dan Fe2O3 masingmasing sebesar 51,26% dan 26,54%. Kadar
tersebut tidak jauh berbeda dengan kadar
sebelum didestruksi (Lampiran 1). Pada A
TiO2 dan Fe2O3 tidak terlebur banyak oleh
NaOH sehingga sebagian besar masih berada
pada fase padatnya dikarenakan jumlah NaOH
yang digunakan dalam jumlah kecil.
Peningkatan kadar NaOH dalam destruksi
pada perbandingan B-D menyebabkan
penurunan massa fase padat akibat terleburnya
NaOH (28,03-69,77%) namun tidak diikuti
dengan penurunan kadar silika. Hal ini
menunjukan bahwa silika yang ada dalam
tailing pasir timah ada dalam bentuk yang
mudah bereaksi dengan NaOH (amorf) dan
sukar bereaksi dengan NaOH yang dalam
bentuk kristalin.

Gambar 3 Massa fase padat sebelum
destruksi (A(1), B(1), C(1), D(1))
dan sesudah destruksi (A(2), B(2),
C(2), D(2)).
Penggunaan NaOH pada saat destruksi
dengan perbandingan A terjadi penurunan
massa fase padat sebesar 10% (Lampiran 3).
Penurunan massa fase padat dikarenakan
terjadinya peleburan oleh NaOH. Peleburan
tersebut mengakibatkan kenaikan kadar Ce,
La, dan Nd sedangkan Y mengalami
penurunan kadar (Lampiran 3). Peningkatan
kadar Ce, La, dan Nd menunjukan bahwa Ce,
La, dan Nd tidak terleburkan oleh NaOH
sedangkan Y terleburkan oleh NaOH (Gambar
4). Dengan tidak terleburnya NaOH
mengakibatkan Ce, La, dan Nd berada pada
fase padatnya, Y sebagian berada pada fase
cairan ketika dalam tahap perendaman
menggunakan
akuades
setelah
proses

Gambar 4 Perubahan kadar unsur tanah
jarang sebelum destruksi (Ce(1),
Y(1), La(1), Nd(1)) dan sesudah
destruksi pada 1:0,5 (Ce(2), Y(2),
La(2), Nd(2)).
Pada perbandingan B massa fase padat
terlebur sebesar 28,03%. Pada perbandingan
ini semua unsur tanah jarang mengalami
penurunan kadar yang diikuti penurunan kadar
silika dan kadar fosfat, yaitu masing-masing
sebesar 2,34% dan 0%. Total kadar unsur

6

tanah jarang pada perbandingan B sebesar
0,5811% (Lampiran 3). Dengan demikian
pada perbandingan ini silika yang ada di
tailing pasir timah bersifat amorf sehingga
unsur tanah jarang ikut terlebur juga yang
menyebabkan total kadar unsur tanah jarang
menjadi kecil dan sebagian unsur tanah jarang
berada pada fase cairanya ketika dalam proses
perendaman menggunakan akuades setelah
destruksi. Perbandingan B pun terjadi
destruksi ilmenit. Kadar TiO2 dan Fe2O3
masing-masing sebesar 46,67% dan 25,04%.
Hasil tersebut menunjukan bahwa ilmenit
cukup terlebur banyak oleh NaOH yang
menyebabkan sebagian berada pada fase
cairanya.
Pada perbandingan C yang merupakan
perbandingan yang optimum menghasilkan
penurunan massa fase padat sebesar 43,38%
dengan total kadar unsur tanah jarang sebesar
0,616%, kadar silika 3,92% dan kadar fosfat
0% (Lampiran 3). Pada perbandingan ini
hanya Y yang mengalami peningkatan kadar
sebesar 0,2090 %, sedangkan Ce, La, dan Nd
mengalami penurunan kadar masing-masing
sebesar 0,2110%, 0,1260%, dan 0,0700%
(Gambar 5).

Gambar 5 Perubahan kadar unsur tanah
jarang sebelum destruksi (Ce(1),
Y(1), La(1), Nd(1)) dan setelah
destruksi (Ce(2), Y(2), La(2),
Nd(2)) pada 1:2.
Berdasarkan hasil tersebut maka dengan
penambahan NaOH yang banyak Y tidak
terleburkan yang mengakibatkan Y berada
pada fase padatnya. Kadar silika pada
perbandingan C ini merupakan kadar silika
yang terbesar (Lampiran 3). Dengan ini maka

silika yang berada pada tailing pasir timah
berada dalam bentuk kristalin yang
menyebabkan unsur tanah jarang tidak banyak
ikut terlebur. Kadar TiO2 dan Fe2O3 pada
perbandingan C masing-masing sebesar
41,51% dan 30,21%. Berdasarkan hasil kadar
tersebut TiO2 lebih banyak terleburkan NaOH
dibandingkan Fe2O3 dikarenakan TiO2
mengalami penurunan kadar dibandingkan
sebelum
destruksi.
Dengan
demikian
terjadinya peningkatan kadar Fe2O3 setelah
didestruksi karena tidak terlebur NaOH maka
Fe2O3 berada pada fase padat sedangkan TiO2
sebagian berada pada fase cairan. Pada
penurunan dan peningkatan kadar TiO2 dan
Fe2O3 disebabkan juga oleh bentuk silika
yang terikat pada ilmenit tersebut.
Perbandingan D menghasilkan penurunan
massa fase padat sebesar 69,77% dengan total
kadar unsur tanah jarang sebesar 0,639%,
kadar silika 3,09% dan kadar fosfat 0%. Pada
perbandingan ini pun hanya Y yang tidak
terleburkan oleh NaOH dengan kadar Y
0,2330% sedangkan Ce, La, dan Nd
mengalami peleburan oleh NaOH dengan
masing-masing kadar sebesar 0,2130%,
0,1230%, dan 0,0700% (Lampiran 3). Hal ini
disebabkan reaksi NaOH dengan setiap unsur
tanah jarang berbeda. Perbandingan D ini
merupakan perbandingan yang menghasilkan
peleburan yang cukup tinggi, yaitu sebesar
69,77%. Dengan hasil tersebut maka banyak
sampel yang terlebur NaOH akan tetapi unsur
tanah jarangnya tidak ikut banyak terlebur.
Hal ini ditunjukan dengan total kadar unsur
tanah jarang pada perbandingan D yang
menghasilkan total kadar unsur tanah jarang
terbesar. Hal ini disebabkan silika yang berada
pada tailing pasir timah ini berada dalam
bentuk kristalin sedangkan silika yang berada
pada sampel berada dalam bentuk amorf.
Gambar 6 menunjukan total kadar unsur
tanah jarang pada berbagai perbandingan.
Perbandingan C merupakan perbandingan
optimum karena sudah cukup untuk
mendestruksi unsur tanah jarang. Berdasarkan
hasil penelitian Senovita (2008), jumlah
NaOH yang dibutuhkan untuk proses
peleburan akan selalu lebih banyak dari
jumlah monasit karena setiap fosfat dan logam
lantanida mengikat tiga buah basa sesuai
dengan hasil penelitiannya bahwa pada 35:65
merupakan komposisi destruksi optimum
dengan menggunakan metode bom teflon
menghasilkan kadar total unsur tanah jarang
Pada 35:65 sebesar 29,99%. Menurut
Sulaeman et al (2006) pemisahan unsur tanah
jarang sangat sukar dilakukan karena ion-ion

7

tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia

Gambar 6 Total kadar unsur tanah jarang
pada berbagai perbandingan.
yang sangat mirip terutama dalam pelarut air.
Hal tersebut antara lain disebabkan oleh
ukuran jari-jari ion yang kecil dan hampir
sama (semuanya mempunyai elektron terluar
pada orbital 5f), bermuatan besar (+3).
Dengan demikian dalam air sama-sama
mengalami hidrasi yang kuat. Namun
demikian, serium memiliki sifat anomali
dibandingkan dengan unsur tanah jarang
lainnya, yaitu serium merupakan satu-satunya
unsur tanah jarang yang dapat mempunyai
bilangan oksidasi +4 sehingga Ce sulit larut
dalam air.

Nd
dengan
masing-masing
kadarnya
0,1630%, 0,0835%, 0,0840%, dan 0,0281%.

Gambar 7 Optimisasi waktu destruksi
pada 1 jam.
Gambar 8 menunjukan bahwa pada waktu 1
jam mengalami penurunan kadar unsur tanah
jarang setelah didestruksi dikarenakan unsur
tanah jarangnya terleburkan NaOH dan ketika
proses perendaman oleh akudes menyebabkan
unsur tanah jarangnya berada sebagian di fase
cairan, selain itu pada semua berbagai waktu
tersebut terjadi penurunan kadar ketika setelah
didestruksi.

Optimisasi Waktu Destruksi
Optimisasi waktu dilakukan setelah
diperoleh hasil optimisasi destruksi dengan
NaOH. Waktu destruksi diragamkan dari
waktu 30 menit hingga 3 jam pada suhu 400
ºC dengan selang waktu 30 menit dengan hasil
sebagaimana terlampir pada (Lampiran 4).
Waktu 1 jam merupakan waktu optimum
destruksi. Pengoptimuman ini ditunjukan
dengan kadar total kadar unsur tanah
jarangnya 0,3586% yang terbesar (Gambar 7)
kemudian kadar silika 3,94%, dan kadar fosfat
0,0081%. Gambar 7 menunjukan total kadar
unsur tanah jarang pada berbagai waktu. Total
kadar unsur tanah jarang pada 0,5 jam, 1,5
jam, 2 jam, 2,5 jam dan 3 jam masing-masing
sebesar 0,321%, 0,2637%, 0,2735%, 0,2904
%, 0,3433%. Unsur tanah jarang yang berada
pada optimisasi 1 jam adalah Ce, Y, La, dan

Gambar 8 Perubahan kadar unsur tanah
jarang sebelum destruksi (Ce(1),
Y(1), La(1), Nd(1)) dan sesudah
destruksi pada waktu 1 jam
(Ce(2), Y(2), La(2), Nd(2).
Kadar TiO2 dan Fe2O3 pada waktu 1 jam

8

sebesar 53,56% dan 27,19%. Berdasarkan
hasil tersebut kadar Fe2O3 mengalami
peningkatan dan kadar TiO2 mengalami
penurunan setelah didestruksi. Akan tetapi
penurunan dan peningkatan kadar tersebut
tidak terlalu berbeda. Kadar TiO2 pada waktu
30 menit, 1,5 jam, 2 jam, 2,5 jam, dan 3 jam
masing-masing sebesar 51,65%, 51,58%,
52,30%, 51,96%, dan 51,23%. Hasil tersebut
menunjukan terjadi penurunan kadar setelah
didestruksi walaupun penurunannya tidak
terlalu berbeda. Senyawa Fe2O3 dan TiO2 jika
dilihat dari hasil destruksi pada berbagai
waktu belum terleburkan banyak oleh NaOH
sehingga sebagian besar berada pada fase
padatnya. Dengan demikian pengaruh waktu
pada kadar Fe2O3 dan TiO2 tidak terlalu
berpengaruh. Kadar silika dan fosfat juga pada
berbagai waktu optimisasi tidak terlalu
berbeda (Lampiran 4).

Akan tetapi kadar fosfat pada suhu 600 dan
800 ºC memiliki kadar yang sama namun total
kadar unsur tanah jarangnya lebih kecil
dibandingkan pada suhu 600 ºC (Lampiran 5).
Hal ini disebabkan karena unsur tanah jarang
yang berada pada tailing pasir timah dalam
bentuk fosfat sehingga ketika terjadi
peleburan oleh NaOH dan perendaman oleh
akuades maka fosfat akan terlarutkan yang
menyebabkan kadar unsur tanah jarang
menjadi lebih tinggi.
Unsur tanah jarang yang berada pada hasil
optimisasi suhu destruksi adalah Ce, Y, La,
dan Nd dengan masing-masing kadar
0,1800%, 0,1930%, 0,1180%, dan 0,0639%.
Gambar 10 menunjukan adanya penurunan
kadar unsur tanah jarang setelah didestruksi
akibat suhu pada suhu optimum, yaitu 600 ºC
tetapi penurunan kadar setiap unsur tanah
jarang pada setiap suhu tidak terlalu berbeda
(Lampiran 5).

Optimisasi Suhu Destruksi
Optimisasi suhu dilakukan setelah
diperoleh hasil optimisasi destruksi dengan
NaOH dan waktu destruksi. Suhu yang
digunakan diragamkan dari 400, 500, 600,
700, dan 800 ºC. Optimisasi suhu yang
diperoleh pada 600 ºC sebab total kadar unsur
tanah jarangnya lebih besar, yaitu 0,5549%
(Gambar 9) dibandingkan pada suhu lainya,
yaitu 400 ºC 0,3586%, 500 ºC 0,4305%, 700
ºC 0,4822%, dan 800 ºC 0,3483%, walaupun
kadar silikanya sebesar 3,86% tidak terlalu
jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar
silika pada suhu lainya. Begitu juga kadar
fosfat, kadar fosfat pada suhu 600 ºC, yaitu
0,0057% lebih kecil dibandingkan kadar
fosfat pada suhu lainya (Lampiran 5).
Gambar 10 Perubahan kadar sebelum
destruksi ( Ce(1), Y(1), La(1),
Nd1) dan setelah destruksi pada
suhu optimum 600 ºC (Ce(2),
Y(2), La(2), Nd(2)).

Gambar 9 Total kadar unsur tanah jarang
pada berbagai suhu.

Penurunan tersebut dikarenakan ikut
terleburnya oleh NaOH
dan ketika
perendaman oleh akuades ada sebagian yang
berada pada fase cairan. Pengaruh suhu
berpengaruh terhadap total kadar unsur tanah
jarang. Suhu 400 ºC belum dapat meleburkan
tailing pasir timah karena suhu tersebut cukup
rendah yang menyebabkan total kadar unsur
tanah jarang menjadi lebih kecil dibandingkan
suhu yang lainya (Lampiran 5).
Menurut Senovita (2008) seiring dengan

9

bertambahnya suhu pemanasan, kadar unsur
tanah jarang akan meningkat. Dengan
semakin bertambahnya suhu, energi yang
diberikan pada proses destruksi semakin besar
sehingga reaksi peleburan monasit dengan
NaOH dapat berjalan sempurna. Jika suhu
dinaikan laju reaksi akan meningkat karena
semakin banyak tumbukan. Namun setelah
suhu 600 ºC, total kadar unsur tanah jarang
mengalami penurunan (Lampiran 5). Suhu
yang semakin tinggi bukan berarti akan
memberikan total kadar unsur tanah jarang
yang besar pula karena pada suatu titik
tertentu reaksi akan mulai berjalan konstan.
Kadar TiO2 pada suhu 400, 500, 600, 700,
dan 800 ºC sebesar 53,56%, 49,23%, 35,32%,
42,03%, dan 41,89%. Hasil kadar tersebut
mengalami penurunan setelah destruksi,
artinya TiO2 terleburkan NaOH, sebagian
berada pada fase cairanya sedangkan kadar
Fe2O3 pada suhu 400, 500, 600, 700, dan 800
ºC masing-masing sebesar 27,19%, 24,36%,
30,70%, 25,84%, dan 22,73%. Kadar Fe2O3
pada suhu selain 600 ºC mengalami
penurunan kadar setelah didestruksi akibat
terleburnya oleh NaOH dan ketika proses
perendaman ada sebagian yang berada pada
fase cairan. Pada suhu 600 ºC karena kadar
setelah didestruksi meningkat maka Fe2O3
berada pada fase padat.

dapat digunakan untuk mendestruksi logam
anorganik adalah HNO3 dan akuaregia
sedangkan menurut Trisunaryanti et al (2002)
untuk melarutkan logam dapat menggunakan
akuaregia dan H2SO4 karena kombinasi
pelarut asam ini telah banyak digunakan
dalam mendekomposisi padatan anorganik
dan dapat memberikan dekomposisi yang
sempurna. Akuaregia mempunyai kemampuan
yang sangat tinggi sebagai agen pengoksidasi
karena adanya agen aktif nitrosil klorida dan
klorin sebagai hasil reaksi antara HNO3 dan
HCl. Daya oksidasinya yang sangat tinggi
menyebabkan akuaregia dapat melarutkan
hampir semua logam, termasuk logam mulia
seperti Au, Pt, Pd dan logam lain yang tahan
panas. Pada tahap ini sebanyak duplo masingmasing volume 100 mL melarutkan 1 g tailing
pasir timah hasil destruksi dan diperoleh
pelarut yang optimum adalah HCl 37%
(Gambar 11) dengan rerata residu asam yang
dihasilkan sebesar 0,0141 g (Lampiran 6).
Semakin sedikit residu asam yang dihasilkan
maka akan semakin banyak unsur tanah jarang
yang larut.

Optimisasi Pelarut Asam Mineral
Unsur tanah jarang yang sudah dilebur
menggunakan NaOH kemudian dilanjutkan
dengan ekstraksi hidrometalurgi, yaitu proses
ekstraksi yang dilakukan pada temperatur
yang relatif rendah dengan cara pelindian
dengan media cairan (Affandi et al 2000).
Istilah proses pelindian yang selektif dipakai
dengan tujuan agar dapat memilih pelarut
tertentu yang dapat melarutkan logam
berharga tanpa melarutkan pengotornya
(Hamzah 2008). Kelarutan unsur tanah jarang
dilanjutkan setelah destruksi NaOH karena
teknik destruksi yang digunakan adalah
destruksi kering. Destruksi kering merupakan
perombakan sampel dengan jalan pengabuan
dalam tanur pada suhu 600-850 ºC yang akan
membentuk oksida. Oksida ini kemudian
dilarutkan ke dalam pelarut asam (Wahidin
2009).
Parameter penting dalam tahap ini adalah
rerata residu asam serta keefisienan dari
pelarut, suhu dan waktu. Pelarut asam yang
digunakan diantaranya HNO3 65%, HCl 37%,
H2SO4 98%, akuaregia, dan larutan piranha.
Menurut Kacaribu (2008) pelarut asam yang

Gambar 11 Optimisasi pelarut asam
mineral.
Berdasarkan hasil penelitian, rerata residu
asam yang dihasilkan dari pelarut H2SO4 98%,
HNO3 65%, larutan piranha dan akuaregia
masing-masing sebesar 0,1093 g, 0,5069 g,
0,2692 g, dan 0,0846 g (Lampiran 6) sehingga
HCl merupakan pelarut yang optimum karena
menghasilkan rerata residu asam yang
terkecil. Menurut Mulyani (2007) pelarut HCl
merupakan pelarut yang bukan termasuk ke
dalam pengoksidasi akan tetapi pelarut
tersebut dapat membentuk klorida yang dapat
larut dengan hampir semua elemen, kecuali

10

Hg, Pb, dan Ag selain itu berdasarkan
penelitian Sulaeman et al (2008) HCl
digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan
dan mengasamkan unsur tanah jarang, selain
itu HCl dijadikan fase penerima pada proses
pemisahan unsur tanah jarang menggunakan
metode SLM (supported liquid membrane)
yang menyebabkan unsur tanah jarang banyak
berpindah ketika konsentrasi HCl semakin
tinggi.
Optimisasi Komposisi Ekstraksi
Hidrometalurgi
Optimisasi yang dilakukan, yaitu dengan
melarutkan 1 g tailing massa pasir timah hasil
peleburan NaOH dengan HCl 37% pada suhu
150 ºC dan waktu 2 jam. Volume HCl 37%
diragamkan dari 10, 20, 25, 30, 35, 40, 60, 80,
sampai 100 mL dan diperoleh volume
optimum adalah 30 mL dengan rerata residu
asamnya sebesar 0,0246 g (Gambar 12).
Tahap ini dilakukan sebanyak duplo. Rerata
residu asam yang dihasilkan dari 10, 20, 25,
30, 35, 40, 60, 80, dan 100 mL masing-masing
sebesar 0,0919 g, 0,0544 g, 0,0409 g, 0,0246
g, 0,0239 g, 0,02385 g, 0,0237 g, 0,0166 g,
dan 0,0141 g (Lampiran 7). Berdasarkan data
diatas maka semakin banyak jumlah HCl yang
ditambahkan
akan
semakin
banyak
melarutkan unsur tanah jarang dan residu
asam yang diperoleh akan semakin kecil
walaupun pada volume 40 mL terdapat
kenaikan rerata residu asam. Akan tetapi
peningkatanya tidak terlau berbeda.
Menurut Sulaeman et al (2006) semakin
konsentrasi HCl tinggi maka unsur tanah
jarang akan semakin larut. Rerata residu asam
yang terkecil memang menjadi parameter
yang penting akan tatapi keefisienan dari
jumlah pelarut diperhitungkan juga. Jika
dilihat rerata residu asam dari 100 mL yang
paling terkecil maka 100 mL merupakan
volume yang optimum. Akan tetapi rerata
residu asam dari 30 mL sudah menunjukan
kekostanan dan penurunan yang tidak terlalu
berbeda (Lampiran 7) sehingga 30 mL sudah
cukup untuk melarutkan 1 g tailing pasir
timah hasil destruksi. Selain itu, volume 30
mL lebih sedikit dibandingkan 100 mL
sehingga lebih efisien.

Gambar 12 Optimisasi komposisi
esktraksi hidrometalurgi.
Optimisasi Waktu Ekstraksi
Hidrometalurgi
Optimisasi ini dilakukan sebanyak duplo
dan optimisasi ini dilakukan juga setelah
diperoleh pelarut dan komposisi ekstraksi
hidrometalurgi yang optimum. Waktu yang
digunakan kemudian diragamkan dari 1 jam,
1,5 jam, 2 jam, 2,5 jam, dan 3 jam. Pada tahap
ini suhu yang digunakan masih 150 ºC.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa
waktu yang optimum adalah pada 2 jam
dengan rerata residu asamnya adalah 0,0246 g
(Gambar 13). Rerata residu asam tersebut
bukanlah yang terkecil karena yang terkecil
adalah pada 2,5 jam, yaitu 0,0208 g dan yang
terbesar ada pada waktu 1 jam sebesar 0,0352
g. Waktu 2,5 jam bukan merupakan waktu
optimum walaupun rerata residu asamnya
terkecil sebab waktu 2 jam lebih efisien untuk
menghemat energi, selain itu rerata residu
asamnya tidak jauh berbeda dibandingkan
dengan waktu 2 jam. Pada waktu 1 jam
belum cukup melarutkan unsur tanah jarang
dikarenakan waktunya yang singkat sehingga
reaksi yang terjadi belum optimal. Waktu 1,5
jam rerata residu asamnya sebesar 0,0261 g
dan waktu 3 jam sebesar 0,0240 g. Semakin
lama waktu menurut Senovita (2008) akan
memungkinkan interaksi antar molekul
menjadi lebih optimal. Hal ini terlihat dari
rerata residu asam dari waktu 1 jam sampai
2,5 jam mengalami penurunan yang
diakibatkan sebagian berada pada fase cairan
karena terjadi proses kelarutan walaupun pada

11

3 jam mengalami peningkatan rerata residu
asam yang tidak jauh berbeda (Lampiran 8).
Kenaikan kelarutan dari 1 jam ke 1,5 jam
cukup besar sedangkan dari 1,5 jam ke 2 jam
kenaikan mulai konstan sehingga 2 jam dipilih
sebagai waktu yang optimum. Pada waktu 2,5
jam ke 3 jam terjadi penurunan kelarutan
unsur tanah jarang tetapi penurunan tersebut
tidak terlalu besar (Lampiran 8). Peningkatan
rerata residu asam pada 3 jam dibandingkan
pada waktu yang lainya dikarenakan banyak
fase padatnya yang tidak larut dalam HCl
dibandingkan pada waktu lainya.

Gambar 13 Optimisasi waktu ekstraksi
hidrometalurgi pada 2 jam.
Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi
Optimisasi suhu ektsraksi hidrometalurgi
tailing pasir timah dilakukan setelah diperoleh
optimisasi pelarut asam mineral, komposisi,
dan waktu esktraksi hidrometalurgi. Pada
tahap optimisasi ini dilakukan juga sebanyak
duplo. Ragam suhu yang digunakan, yaitu dari
100, 150, dan 200 ºC. Optimisasi yang
diperoleh adalah pada suhu 150 ºC dengan
rerata residu asam sebesar 0,0282 g (Gambar
14). Pada suhu 100 dan 200 ºC rerata
residunya masing-masing sebesar 0,0314 g
dan 0,0254 g. Berdasarkan hasil tersebut,
rerata residu asam yang terkecil berada pada
suhu 200 ºC tatapi 200 ºC bukan merupakan
suhu optimum pada tahap ini karena suhu 200
ºC cukup tinggi sehingga memungkinkan
pelarut asam mineral akan menguap. Selain
itu, suhu tersebut akan menghabiskan banyak
energi yang menyebabkan tidak efektif
dibandingkan pada suhu 150 ºC.

Perbedaan antara rerata residu asam pada suhu
150 dan 200 ºC tidak jauh berbeda (Lampiran
9). Pada suhu 100 ºC belum dapat melarutkan
unsur tanah jarang dengan baik dikarenakan
pengaruh suhu yang rendah. Hal ini dapat
dilihat pada rerata residu asamnya yang
terbesar. Rerata residu asam yang besar
menunjukan bahwa banyak unsur tanah jarang
yang belum larut. Kelarutan dari suhu 100 ke
150 ºC dan dari 150 ke 200 ºC mengalami
kenaikan kelarutan, kenaikan tersebut tidak
jauh
berbeda
(Lampiran
9).

Gambar 14 Optimisasi suhu ekstraksi
hidrometalurgi pada 150 ºC.
Unsur tanah jarang yang sudah larut dengan
HCl pada parameter ekstraksi hidrometalurgi
yang optimum dianalisis menggunakan ICPMS. Hasil dari ICP-MS terdapat kadar Ce, Y,
La, dan Nd masing-masing sebesar 0.2603%,
0,1555%, 0,1194%, dan 0,0970%. Total kadar
unsur tanah jarangnya 0,6322% (Lampiran
10). Hasil kadar tersebut menunjukan bahwa
Ce, Y, La, dan Nd mengalami kelarutan
dengan baik menggunakan HCl sebab HCl
dapat melarutkan Ce, Y, La, dan Nd masingmasing sebesar 77,47%, 77,75%, 72,36%, dan
78,22% (Lampiran 10). Hasil kelarutan unsur
tanah jarang tersebut yang tidak mencapai
100% dikarenakan ada sebagian unsur tanah
jarang yang berada pada fase cairan ketika
proses destruksi NaOH. Kelarutan unsur tanah
jarang yang berada pada fase cairan ketika
destruksi menggunakan NaOH adalah sisa
dari hasil kelarutan unsur tanah jarang
menggunakan asam. Kadar unsur tanah jarang
dari hasil kelarutan menggunakan HCl
menunjukan hasil yang tidak terlalu jauh
berbeda dibandingkan dengan kadar awal

unsur tanah jarang sebelum didestruksi.
Artinya, kadar kelarutan unsur tanah jarang
mendekati kadar awal unsur tanah jarang
sebelum didestruksi karena kadar kelarutan
unsur tanah jarang menggunakan HCl tidak
boleh melebihi kadar awal unsur tanah jarang
sebelum didestruksi.

unsur tanah jarang dari sampel sehingga unsur
tanah jarang dapat dengan mudah dianalisis.

DAFTAR PUSTAKA
Affandi K, Sarip U, Alwi G, Sudaryanto S.
2000. Pengolahan soil rirang secara flotasi
dan pelindian asam. Di dalam: Prosiding
Seminar Pranata Nuklir dan Teknisi
Litkayasa; Jakarta, 8 Maret 2000. P2BGNBatan. hlm 105-120.
El-Taher A. 2006. Rare earth elements in
Egyptian granite by instrumental neutron
activation analysis. Di dalam: Proceedings
of the 2nd Environmental Physics
Conference; Alexandria, 18-22 February
2006. Assuit Branch, Egypt: Physics
Department, Faculty of Science, Al-Azher