Identifikasi Horison Argilik dengan Metode Irisan Tipis pada Ultisol di Arboretum USU Kwala Bekala

IDENTIFIKASI HORISON ARGILIK DENGAN METODE IRISAN TIPIS PADA ULTISOL DI ARBORETUM USU KWALA BEKALA
SKRIPSI Oleh:
CHRISTIAN NATANAEL TARIGAN 090301003
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

IDENTIFIKASI HORISON ARGILIK DENGAN METODE IRISAN TIPIS PADA ULTISOL DI ARBORETUM USU KWALA BEKALA
SKRIPSI Oleh:
CHRISTIAN NATANAEL TARIGAN 090301003/ILMU TANAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi : Identifikasi Horison Argilik dengan Metode Irisan Tipis pada

Ultisol di Arboretum USU Kwala Bekala

Nama


: Christian Natanael Tarigan

NIM : 090301003

Departemen : Agroekoteknologi

Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Purba Marpaung, SU. Ketua

Kemala Sari Lubis, S.P., M.P. Anggota

Mengetahui,

Ir. T. Sabrina, MAgr, Sc. PhD Ketua Departemen Agroekoteknologi
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Christian Natanael Tarigan : Identifikasi Horison Argilik dengan Metode Irisan Tipis pada Ultisol di Arboretum USU Kwala Bekala, Dibimbing oleh Purba Marpaung dan Kemala Sari Lubis Identifikasi argilik untuk tanah podsolik coklat kemerahaan (setara utisol) yang belum pernah diteliti di daerah ini, sebagai petunjuk eluviasi/illuviasi liat. untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan arboretum kampus baru usu Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang (50 mdpl.). Pada Januari – April 2013 menggunakan metode irisan tipis melihat selaput liat pada ultisol di setiap lapisan menggunakan mikroskop petrothin. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat selaput liat pada setiap horison ultisol, tidak benar horison bt pada ultisol kampus baru usu kwala bekala kecamatan pancur batu kabupaten deli serdang adalah argilik dan tanah arboretum kampus baru usu lebih sesuai dengan horison kambic dan termasuk ordo inseptisol. Kata kunci : Irisan tipis, Ultisol, Argilik
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Christian Natanael Tarigan : Identification of Argilic Horizon with Thin Section method in Ultisol at USU Arboretum Kwala Bekala, supervised by PURBA MARPAUNG and KEMALA SARI LUBIS Identification argillic for brown podzolic soil kemerahaan (utisol equivalent) that have not been studied in this area, as the instructions eluviasi / illuviasi clay. for it is an area of research has been done at New Campus USU Arboretum Land Kwala Bekala Pancur Batu Subdistrict , Deli Serdang regency (50 meters above sea level), In January - April 2013 using the method of thin section of clay skin in ultisol look at each layer using a microscope petrothin. The results showed there was no clay lining on every horizon ultisol, horizon bt at New Campus USU Arboretum Land Kwala Bekala Pancur Batu Subdistrict , Deli Serdang regency not true is argillic new campus arboretum usu more in line with the horizon kambic and including order inseptisol. Keywords: Thin section, Ultisol, Argillic
ii
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan pada tanggal 25 Desember 1991 dari Ayah Drs. Hendry Tarigan dan Ibu Mariani Br. Sembiring. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 21 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan. Penulis memilih program studi Ilmu Tanah, Departemen Agroekoteknologi
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi, Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah, Ikatan Mahasiswa Karo Fakultas Pertanian dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Pertanian, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Perbanyakan Vegetatif, Laboratorium Pengelolaan Tanah dan Air, dan Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Hortikultura , selain itu penulis juga menjadi asisten laboratorium di Universitas Metodish Indonesia yaitu Laboratorium Dasar Ilmu Tanah, Laboratorium Kesuburan Tanah dan Pemupukan dan Laboratorium Pengelolaan Tanah dan Air.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PTP. Nusantara III kebun Rambutan tebing tinggi dari tanggal 12 Juli sampai dengan 09 Agustus 2012.
iii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Horison Argilik dengan Metode Irisan Tipis pada Ultisol di Arboretum USU Kwala Bekala”.
Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ir. Purba Marpaung, SU. dan kemala Sari Lubis, SP, MP. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis. Khusus untuk bapak Dr. Dani Hakim dosen di Teknologi Mineralogi dan Batubara Bandung dan Prof. Bambang dosen di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya dalam pembuatan dan interpretasi irisan tipis.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ..........................................................................................................i ABSTRACT ..........................................................................................................ii RIWAYAT HIDUP.............................................................................................iii KATA PENGANTAR ........................................................................................iv DAFTAR ISI ......................................................................................................v DAFTAR TABEL...............................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................viii PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................1 Tujuan Penelitian .........................................................................................2 Kegunaan Penelitian ....................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA Ultisol...........................................................................................................3 Argilik ..........................................................................................................5 Irisan Tipis ...................................................................................................7 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ........................................................................................13 Bahan dan Alat.............................................................................................13 Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data ...................................................14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ..............................................................................................................17 Pembahasan...................................................................................................24 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................................25 Saran..............................................................................................................25 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….... 26 LAMPIRAN…………………………………………………………….….. 28
v
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No Hal 1. Profil Tanah di arboretum USU Kwala Bekala, Kecamatan Pancur
Batu, Kabupaten Deli Serdang ................................................................. 18 2. Analisis Tekstur Tanah menggunakan Metode Pipet................................. 18 3. Sifat Fisika Tanah Ultisol di arboretum USU Kwala Bekala, Kecama
-tan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang .............................................. 19 4. Sifat Kimia Tanah Ultisol di arboretum USU Kwala Bekala, Keca-
matan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang............................................ 19 5. Kapasitas Tukar Kation dan Kapasitas Tukar kation Liat .......................... 19
vi
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No Hal 1. Struktur Prismatik pada Mikromorfologi..................................................... 8 2. Irisan tipis suatu contoh tanah diatas mikroskop ........................................ 9 3. Coating perpindahan liat dari horison A ke B ultisol................................... 9 4. Fotomikrograf sayatan tipis contoh BA II (a) nikol silang (b) nikol
sejajar .......................................................................................................... 20 5. Fotomikrograf sayatan tipis contoh Bt II (a) nikol silang (b) nikol
sejajar ........................................................................................................... 21 6. Fotomikrograf sayatan tipis contoh Bw II (a) nikol silang (b) nikol
sejajar ........................................................................................................... 23
vii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN No Hal 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium .............. 1 2. Lokasi pengambilan sampel tanah ultisol pada profil tanah Kampus
Baru USU Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang............................................................................................................ 5 3. Pelabelan sampel tanah ultisol dalam kubiena boks .................................. 5 4. Pengemasan sampel tanah ultisol dalam kubiena boks di kotak kayu.. ..... 6 5. Peta lokasi penelitian.................................................................................. 6
viii
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Christian Natanael Tarigan : Identifikasi Horison Argilik dengan Metode Irisan Tipis pada Ultisol di Arboretum USU Kwala Bekala, Dibimbing oleh Purba Marpaung dan Kemala Sari Lubis Identifikasi argilik untuk tanah podsolik coklat kemerahaan (setara utisol) yang belum pernah diteliti di daerah ini, sebagai petunjuk eluviasi/illuviasi liat. untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan arboretum kampus baru usu Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang (50 mdpl.). Pada Januari – April 2013 menggunakan metode irisan tipis melihat selaput liat pada ultisol di setiap lapisan menggunakan mikroskop petrothin. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat selaput liat pada setiap horison ultisol, tidak benar horison bt pada ultisol kampus baru usu kwala bekala kecamatan pancur batu kabupaten deli serdang adalah argilik dan tanah arboretum kampus baru usu lebih sesuai dengan horison kambic dan termasuk ordo inseptisol. Kata kunci : Irisan tipis, Ultisol, Argilik
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Christian Natanael Tarigan : Identification of Argilic Horizon with Thin Section method in Ultisol at USU Arboretum Kwala Bekala, supervised by PURBA MARPAUNG and KEMALA SARI LUBIS Identification argillic for brown podzolic soil kemerahaan (utisol equivalent) that have not been studied in this area, as the instructions eluviasi / illuviasi clay. for it is an area of research has been done at New Campus USU Arboretum Land Kwala Bekala Pancur Batu Subdistrict , Deli Serdang regency (50 meters above sea level), In January - April 2013 using the method of thin section of clay skin in ultisol look at each layer using a microscope petrothin. The results showed there was no clay lining on every horizon ultisol, horizon bt at New Campus USU Arboretum Land Kwala Bekala Pancur Batu Subdistrict , Deli Serdang regency not true is argillic new campus arboretum usu more in line with the horizon kambic and including order inseptisol. Keywords: Thin section, Ultisol, Argillic
ii

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanah merupakan tubuh tanah di permukaan bumi yang tersusun atas
horizon atau lapisan yang berada di atas bahan induk atau batuan yang terbentuk sebagai hasil interaksi faktor-faktor pembentuk tanah yaitu iklim, organism, bahan induk, relief dan waktu. Proses pembentukan tanah dimulai dari pelapukan batuan menjadi bahan induk atau horison C. Selanjutnya terbentuk horison A, B disertai perubahan mineral yang lazim disebut perkembangan tanah.
Kandungan mineral liat sangat penting diketahui karena mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia tanah. Dengan mengetahui jenis mineral liat, dapat diketahui kesuburan tanah dan kemampuan tanah. Mineral juga berperan sebagai indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator muatan tanah serta lingkungan pembentukannya (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Kawasan hutan pendidikan (Arboretum) seluas 30 ha Kwala Bekala terletak di bagian selatan kampus baru USU, berupa taman hutan raya dalam kegiatan akademik Fakultas Pertanian, sebagai kawasan wilayah hijau. Dimana di arboretum sendiri telah banyak dilakukan penelitian antara lain adalah penelitian menentukan tingkat perkembangan tanah menurut metode morfologi tanah, mineral liat dan mineral indeks yang dilakukan oleh Carey (2009) yang menunjukkan bahwa tanah berdasarkan mineral liat tergolong dengan tingkat perkembangan awal dan berkembang
Lebih lanjut Kuhon (2009) juga mengkaji pola distribusi mineral liat berdasarkan tingkat perkembangan tanah diperoleh bahwa tingkat perkembangan tanah lanjut yang menurut klasifikasi Dudal-Supraptohardjo (1961) termasuk
Universitas Sumatera Utara

2
Podsolik Coklat Kemerahan (setara Ultisol) dengan tingkat perkembangan tanah tua (lanjut) mengandung mineral liat alofan-A dan imogolit dengan pola distribusi mineral liatnya masing-masing maksimum dan berkurang.
Bahkan Saragih dan Sihaloho masing-masing pada tahun 2012 telah menentukan struktur formula mineral liat pada daerah tersebut yang menunjukkan hasil bahwa pada ultisol mineral yang diperoleh adalah mineral kaolinit tidak murni lagi dengan terjadinya subtitusi isomorf pada tetrahedral, begitu pula pada entisol. Walaupun 4 orang peneliti tersebut telah meneliti mineral liat dan bahkan sampai pada struktur formulanya, namun belum ada penelitian mengenai horison argilik yang merupakan horison penciri pada tanah ultisol pada profil podsolik coklat kemerahan (nama setara ultisol) akibat sulit ditentukan sehingga digunakan irisan tipis.
Horison argilik yang belum diidentifikasi oleh peneliti terdahulu inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengidentifikasi horison argilik dengan metode irisan tipis pada Ultisol (pedon ke 3) di arboretum USU Kwala Bekala.
Tujuan Penelitian Menentukan apakah ultisol pada arboretum Kampus Baru USU Kwala
Bekala Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang mempunyai horison penciri argilik.
Kegunaan Penelitian - Mendapatkan hasil penelitian yang lebih tepat mengenai ada atau tidaknya horison argilik
Universitas Sumatera Utara

3 - Sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pertanian di

Fakultas Pertanian Univeritas Sumatera Utara, Medan
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Ultisol Ultisol hanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu tanah rata-rata
lebih dari 8ºC. Ultisol adalah tanah dengan horison argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah kurang dari 35 %. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian yang terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Daerah-daerah ini direncanakan sebagai daerah perluasan areal pertanian dan pembinaan transmigrasi. Sebagian besar merupakan hutan tropika dan padang alang-alang. Problema tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan (Hardjowigeno, 1993).
Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah kering sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan liat tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian tanah laterik serta sebagian besar tanah podsolik, terutama tanah Podsolik Merah Kuning (Munir, 1996).
Tingkat pelapukan Ultisol berjalan lebih cepat pada daerah-daerah beriklim humid dengan suhu dan curah hujan tinggi. Proses pencucian intensif menyebabkan kejenuhan basa rendah. Karena itu Ultisol miskin secara kimia dan secara fisika dengan adanya horison B argilik membatasi agihan pertumbuhan dan
Universitas Sumatera Utara

5
penetrasi akar tanaman. Selain itu Ultisol mempunyai kendala kemasaman tanah, kejenuhan Al dan KTK rendah, kandungan N, P, K tanah rendah serta sangat peka terhadap erosi (Munir, 1996).
Ultisol telah mengalami translokasi lempung (clay) dan juga pelindian (leaching), yang dicirikan oleh horison argilik. Untuk meningkatkan produktivitas tanahnya dapat dilakukan dengan pemupukan dosis tinggi dan pemberian bahan organik (Darmawijaya, 1990).
Menurut Mohr dan Van Baren (1972) dalam Munir (1996) faktor-faktor pembentuk tanah yang paling dominan pada pembentukan ultisol adalah: a. Iklim, rata-rata curah hujan dari 2.500-3.500 mm per tahun, terdapat lebih
dari tiga bulan kering Af-Am (koppen) serta A, B, dan C (Smith Ferguson). b. Bahan induk, umumnya berupa tuff masam, batu pasir serta bahan-bahan
endapan sari pasir masam. c. Topografi atau bentuk permukaan tanahnya bervariasi dari bergelombang
sampai berbukit dengan ketinggian di atas permukaan lebih dari 3 m. d. Vegetasi utama umumnya berupa hutan tropik basah, padang alang-alang,
melastoma dan paku-pakuan. Perkembangan tanah adalah proses pembentukan tanah lanjut setelah
terbentuknya horizon C. Banyak cara untuk menentukan perkembangan tanah yaitu: - Berdasarkan morfologi tanah, dinilai kelengkapan horizon tanah penyusun
morfologi tanah. Berikut ini urutan perkembangan tanah (yang awal lebih berkembang daripada dibelakangnya) : A-E-Bt-C; A-Bt-C;A-C;C-R;R.

Universitas Sumatera Utara

6
- Berdasarkan nisbah SiO2-R2O3 (Al2O3 + Fe2O3). Tanah dengan nisbah lebih dari satu lebih berkembang daripada kurang dari satu.
- Berdasarkan mineral primer, ditentukan mineral resisten dan mudah lapuk. Tanah dengan mineral resisten yang dominan lebih berkembang daripada yang didominasi mineral mudah lapuk.
- Berdasarkan mineral liat, ditentukan jenis dan jumlah mineral liat penyusun tanah. Tingkat perkembangan tanah ditentukan berdasarkan susunan mineral liat yaitu tanah dengan mineral gibsit>kaolinit>montmorilonit>alofan. (> berarti lebih berkembang).
- Berdasarkan mineral indeks oleh Van Wambekke. Khusus kajian ini bahwa tanah berkembang dari solum bahan asal yang homogen (homogeny original) seperti horizon C. Partikel pasir kasar dari mineral resisten dipergunakan sebagai mineral indeks. Dengan menggunakan tabel model sederhana Van Wambekke dapat diketahui tingkat perkembangan tanah dan bahkan dapat dihitung besar erosi atau pencucian (Marpaung, 2011).
Argilik Argilan pada horison B, seringkali dalam bentuk microlaminated yang
secara umum bentuk laminasinya sempurna. Warnanya berkaitan dengan warna plasma, warna interferesinya (interference colour) lemah sampai sedang, dari abuabu sampai kuning pucat. Bila liat kaolinit dominan, keteraturan susunan dan struktur bahan halus atau plasmik fabriknya (plasmic fabric) cenderung insepik atau undulik, plasmanya tampak berlilin (waxy). Bila matriks tanahnya kaya seskuioksida, maka insepik plasmik fabrik akan tertutup dan berubah menjadi isotik. Warna plasma berkisar dari merah ke kuning. Butiran kasarnya (skeleton
Universitas Sumatera Utara

7
grain ) terdiri dari mineral yang resisten, didominasi oleh kuarsa dan sedikit mineral mudah lapuk yang dapat dihitung, seperti bioti, feldspar dan muskovit. (Fedoroff dan Eswaran, 1985)
Proses pembentukan horison penimbunan liat yang tidak menghasilkan argilik apabila (1) jumlah penimbunan liat yang tidak memenuhi argilik, meskipun ada selaput liat, (2) jumlah penimbunan liat memenuhi argilik tapi tidak ada selaput liat, atau (3) jumlah penimbunan liat tidak memenuhi argilik dan tidak ada selaput liat.(Buol, dkk, 1980)
Beberapa proses yang diduga dapat menyebabkan terbentuknya penimbunan liat adalah : (1) terjadinya hancuran tiklim dengan intensitas tinggi pada bagian atas solum tanah, sehingga terjadi disintegrasi mineral primer menjadi mineral sekunder (liat), yang selanjutnya terangkut ke bawah oleh air perkolasi,dan diendapkan di horison B, dan (2) terjadinya pembentukan liat in situ pada horison B. (Birkeland, 1974).
Terjadinya selaput liat berkaitan dengan akumulasi liat dalam bentuk koloid, selaput liat, atau selaput tipis liat (clay film). Selaput tipis liat tersusun dari kristal-kristal liat alumino-sillikat illuviasi yang terorientasi, yang oleh Buol dan Hole (1961) disebut dengan “clay skin” dan oleh Brewer (1976) disebut “illuviation argilan” untuk mendeskripsi adanya alumino-sillikat liat yang mengalami translokasi.
Apabila masih terdapat horison elluviasi dan tidak terdapat diskontiunitas litologi diantara horison tersebut dan horison illuviasi, serta tidak terdapat lapisan bajak yang langsung berada di atas lapisan illuvial, maka horison illuvial harus mengandung lebih banyak liat total dibandin horison eluvial sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara

8

a. Apabila sebagian horison eluvial memiliki fraksi halus-halus dengan kandungan liat total kurang dari 15 persen maka horison argilik harus mengandung minimal 3 persen (secara absolut) liat lebih banyak
b. Apabila horison eluvial memiliki fraksi tanah halus dengan kandungan liat 15 sampai 40 persen, maka horison argilik harus mempunyai kandungan liat minimal 1,2 kali lebih banyak dibandingkan horison eluvial; atau
c. Apabila horison eluvial memiliki fraksi tanah halus dengan kandungan liat total 40 persen atau lebih, maka horison argilik harus mengandung minimal 8 persen (secara absolut) liat lebih banyak. (Soil Survey Staff, 1998)
Irisan Tipis Mikromorfologi tanah merupakan cabang ilmu tanah. Dalam studi
mikromorfologi tanah, contoh tanah terlebih dahulu disiapkan dalam ukuran irisan tipis, kemudian fenomena yang ada di dalamnya diperiksa menggunakan mikroskop. Dengan mengetahui susunan bentuk, orientasi, pola distribusi, struktur dan lain-lain. Fenomena yang terjadi dapat diinterpretasi, baik mengenai komposisi tanah, hubungan antar komponen maupun dinamika proses yang telah, sedang atau diperkirakan akan terjadi di dalam tanah. Dengan demikian prospektif pula untuk dikembangkan dan diterapkan bagi berbagai penggunaan diluar bidang ilmu tanah (Hardjowigeno, 1994)
Konsep awal terminologi mikromorfologi oleh Brewer adalah S - matriks, yaitu material dari tanah yang material ini terdiri atas simpel peds (primer) atau bagian gabungan tubuh dari material tanah, di dalam kenampakan gejala pedologi yang meliputi komposisi dari plasma, skeleton grains dan pori dan tak terjadi gambaran proses pedologi kecuali bagian plasma (Buol, dkk, 1980)
Universitas Sumatera Utara

9 Tipe utama dari mikrostruktur di mikromorfologi adalah Struktur berbutir tunggal, Struktur butir berjembatan, Struktur butir pellicular, Struktur butir beragregat mikro, Struktur butir berkanal, Struktur berbutir kompak, Struktur berongga, Struktur sepon, Struktur berkanal, Struktur berkamar, Struktur bergelembung, Struktur remah, Struktur gumpal membulat, Struktur gumpal bersudut, Struktur berlempeng, Struktur prismatik, Struktur berekahan, Struktur beretakan, struktur masif, Struktur kompleks (Bullock, dkk, 1985).
Gambar 1. Struktur Prismatik Pada Mikromorfologi Mikromorfologi tanah adalah sifat morfologi tanah yang hanya dapat
dilihat dengan bantuan alat optik, kegunaan mempelajari mikromorfologi tanah adalah untuk membantu penelitian genesis tanah, bagian mikro tanah dipelajari dengan membuat irisan tipis yang kemudian diperiksa di bawah mikroskop petrograti, Banyak pembelajaran dari mikromorfologi mendesain kita untuk dapat mengerti genesis tanah (Bullock, dkk, 1985)
Universitas Sumatera Utara

10
Gambar 2. Irisan tipis suatu contoh tanah diatas mikroskop Mikromorfologi juga penting umtuk mempelajari interaksi tanah tanaman.
Argillan yang tercampur dengan besi oksida dapat menghambat penyerapan unsur hara K oleh tanaman, argillan dapat menghambat penyerapan unsur hara P, K, dan sedikit N oleh tanaman (Hardjowigeno, 1994).
Dalam pedologi analisis fabrik keduanya termasuk distribusi dan tinjauan orientasi dari semua tingkatan level. Ini adalah bagian yang sangat kompleks dalam pendeksripsian dari struktur karena ini tidak hanya mencakup bagian komposis penyusun kumpulan (plasma, skeleton grains dan pori) dari satu ke yang lain tetapi juga komposisi individu (Brewer, 1964).
Gambar 3. Coating perpindahan liat dari horison A ke B ultisol
Universitas Sumatera Utara


11
Bagian tanah atau ped terdiri dari 4 type yang direkomendasi di studi lapangan USDA yaitu : spheroidal peds, blocky peds, lempeng, dan prisma dimana tingkatan dari kekuatan bahagian tanah dibagi menjadi terbangun kuat, terbangun sedang, terbangun dengan lemah (Bullock, dkk, 1985).
Pengambilan contoh tanah perlu diperhatikan 4 aspek penting yaitu : 1) unit yang akan dijadikan sampel, 2) waktu pengambilan sampel, 3) nomor sampel yang diambil dari beberapa unit dan, 4) metode mengamankan sampel yang diambil (Bullock, dkk, 1985).
Menurut Fan, dkk (2007) Terdapat pengaruh intensitas dan kekuatan hujan pada mikromorfologi dari kehilangan permukaan yang terkena 5 dan 60 mm hujan dengan lambat dan perlakuan sebelumnya yang baik adalah pembasahan cepat yaitu agregat yang stabil. Bahkan pembasahan lambat tidak bisa mencegah disintegrasi agregat lemah. Intensitas hujan 60 mm pada atas dan bawah piring menunjukkan adanya zona padat di permukaan tanah. Tampaknya ada proporsi materi yang lebih besar kasar, mungkin termasuk mikroaggregat, ini menunjukkan bahwa kekuatan kerak tanah sebelum perlakuan oleh pembasahan lambat lebih lemah dari itu dalam kasus pembasahan cepat karena kehadiran terus-menerus dari agregat yang stabil, meskipun mikroaggregat, dan, akibatnya, mengurangi tingkat pemadatan
Irisan yang sangat tipis ( kaolinit > montmorilonit > alofan (> berarti lebih berkembang).
Dapat dipastikan tanah yang tadinya disetarakan ultisol tidak benar karena tanpa selaput liat, maka tanpa argilik sebagai syarat mutlak ultisol, sesuai dengan Darmawijaya (1990) yang menyatakan Ultisol adalah tanah yang telah mengalami
Universitas Sumatera Utara

29 translokasi lempung (clay) dan juga pelindian (leaching), yang dicirikan oleh horison argilik.
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Tidak terdapat selaput liat (clay skin) pada gambar irisan tipis Ultisol Arboretum kampus baru USU Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. 2. Tidak benar horison Bt pada tanah Ultisol kampus baru USU Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang adalah argilik 3. Tanah Arboretum kampus baru USU Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang lebih sesuai dengan horison kambic dan termasuk ordo inceptisol.
Saran Klasifikasi yang lebih tepat pada tanah di Arboretum USU Kwala Bekala,
Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang perlu dikaji kembali.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanah. 2005. Laboratorium Mineral Tanah. Badan Litbang Pertanian. Unit Pelayanan Jasa Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Birkeland. P.W. 1974. Pedology. Weathering And Geomorphological Research. Oxfoard University. New York. London. Toronto

Brewer, R. 1964. Fabric and Mineral Analysis of Soils. John Wiley & Sons, Inc, New York
Buol, S. W. D., F. D. Hole dan R. J. Mc. Craken. 1980. Soil Genesis and Classification, Second Edition, The Lowa State University Press, Ames.
Bullock, P., N. Fedoroff, A. Jongerius, G. Stoops, T. Tursina, and U. Babel. 1985. Handbook for soil thin section description. Waine research publication, wolverhampton. 152 p.
Buurman, P., Antoine, G.J dan Klaas, G. J. 2007. Comparison of michigan and dutch podzolized soils : organic matter characterization by micromorphology and pyrolysis- GC/MS. Soil Sci. Soc. Am. J. 72 : 1344 1356
Carey, J. S. 2009. Perbandingan Tingkat Perkembangan Tanah Menurut Metode Morfologi Tanah, Mineral Liat dan Mineral Indeks Van Wambeke padaTiga Pedon Pewakil di Arboretum Kampus USU Kwala Bekala. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.Medan. Hal 18.
Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Halaman 196, 198, 210.
Fan, Y., T. Lei., I. Shainberg dan Q. Cai. 2007. Wetting Rate and Rain Depth Effect on Crust Strength and Micromorphology. Soil Sci. Soc. Am. J. 72 : 1604 - 1610
Fedoroff. N and H. Eswaran