Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta

ABSTRACT
RIZKY AGNESTYA ANDHINI. The Relationship Between Nutrients Intake and
Body Fat Composition with The Capacity of Endurance Athletes at School
Athletes Ragunan Jakarta. Under Direction of HADI RIYADI.
Purpose of this study is to analyze the relationship between nutrients
intake and body fat composition with the capacity of endurance athletes Ragunan
jakarta school athletes. The study was conducted in March to May 2011 by using
cross sectional study design. number of samples in this study were 33 athletes
who come from three types of sport that vary by level of exercise intensity that is
bultangkis sport athletes, wrestling, and athletics. data used are primary and
secondary data. Primary data includes measurements of anthropometric data
(weight, height, nutritional status, and body fat composition), nutrition knowledge
and food consumption. While for the secondary data includes a fitness test result
data as well as an overview of the school. The data were analyzed using Pearson
correlation test, Spearman correlation test, Independent Sampel T-test, and
ANOVA test. The results of this study include statistical test between gender with
fitness level (VO2max) is the relationship (r =-0.65 , p < 0.05). Pearson test
results showed the relationship between weight with a level of fitness (VO2Max)
(r = -0.397, p < 0.05). spearman test results showed no significant relationship
between nutritional status variable with the level of fitness (r = -0.031 ,p > 0.05).
Statistical test results between a variable percentage of body fat and fitness

levels showed a significant relationship (r = -0.651 ,p < 0.05). while for the test
analysis between variables with sufficient levels of nutrients that athletes fitness
levels showed a significant association was sufficient levels of iron
(r = 0.612 ,p < 0.05).
Based on sufficient levels of energy and other nutrients, almost all
samples have a relatively normal level of adequacy. As for the level of adequacy
of protein and fat from nearly all samples have sufficient levels that are
categorized as excess. In addition to sufficient levels of carbohydrates, as much
as 57.58% of the sample adequacy levels are still relatively less than the amount
that was recommended ( 130 km )

Angkat besi

Marathon/atletik

6

Catatan: Daftar yang resmi tentang pembagian ini belum ada, dan ini masih bisa
mengalami perubahan. Apabila ada suatu cabang olahraga yang belum
tercantum pada daftar ini, penggolongannya supaya disesuaikan dengan cabang

yang kira-kira sama aktivitasnya dengan yang ada di daftar .
Komposisi tubuh dan Kesegaran Jasmani
Komposisi tubuh seseorang dapat di ukur melalui berbagi cara misalnya
dengan mengukur berat jenis tubuh. Tubuh yang mempunyai berat jenis yang
tinggi berarti massa ototnya banyak sedangkan kadar lemak relatif kecil. Jumlah
cadangan lemak dibawah kulit dapat diukur menggunakan suatu alat yang di
sebut Skinfold calipers. Bagi seorang atlet, Komposisi tubuh jauh lebih penting
dari berat badan sendiri karena ketahanan jasmani atlet ditentukan oleh massa
otot yang membentuk tubuhnya. Karena itu dalam pembinaan ketahanan jasmani
seorang atlet baik dipusat-pusat latihan maupun diluar pusat latihan, haruslah
terdapat perpaduan yang serasi antara pengaturan makanan dengan latihan fisik
yang

diberikan.

Pemberian

makanan

yang


melebihi

kebutuhan

akan

mengakibatkan bertambahnya cadangan lemak, sehingga tidak mencapai
komposisi tubuh yang sesuai. Sebaliknya jika makanan yang kurang dari
kebutuhan akan mengakibatkan terhambatnya proses perkembangan pada otototot tubuh (Moehji 2003).
Persentasi lemak tubuh dari atlet berbeda tergantung dari jenis kelamin
dari tubuh atlet dan olahraganya. Estimasi tingkat minimum dari lemak
tubuh sesuai dengan kesehatan adalah 5% untuk pria dan 12% untuk
wanita. Namun demikian, persentasi dari lemak tubuh yang optimum untuk
seorang individu atlet kemungkinan jauh lebih tinggi daripada minimum ini
dan harus ditentukan pada dasar dari seorang individu (Macmillan 1995).
Kecukupan Zat Gizi Atlet
Seorang atlet yang kondisi fisiknya baik, dengan mudah dapat
mengkonsumsi kalori antara 4000 sampai 5000 kalori sehari. Memang sulit untuk
menentukan intake kalori atlet setiap hari oleh karena kebutuhan kalori bagi

setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang diantaranya, tinggi badan,
berat badan, kondisi fisik seseorang, serta jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan
selain olahraga dan sebagainya. Kebutuhan tenaga untuk masing–masing jenis
cabang olahraga tidak sama. Jika intake kalori kurang dari jumlah yang
diperlukan akan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan. Akan tetapi
jika intake kalori melebihi kebutuhan, maka akan terjadi perubahan pada

7

komposisi lemak tubuhnya, dimana kelebihan kalori akan diubah menjadi
cadangan lemak tubuh, jika hal demikian terjadi maka akan mempengaruhi
performance atlet yang bersangkutan, karena cadangan lemak yang berlebihan
akan menyebabkan atlit menjadi lamban. Hal ini penting sekali diperhatikan
terutama bagi atlet yang memerlukan reaksi cepat (Depkes RI & KONI Pusat
1997).
Aktivitas olahraga membutuhkan metabolisme optimal dan makronutrien
tergantung dari adanya dan ketersediaannya mikronutrien. Makronutrien dan
Mikrronutrien sangat dibutuhkan untuk menghasilkan energi sehingga atlet dapat
tampil maksimal dalam setiap aktivitas olahraga. Nilai protein yang dihasilkan
dari penguraian sempurna zat-zat gizi tersebut adalah 1 gram karbohidrat

menghasilkan 4 kalori, 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram protein
menghasilkan 4 kalori (deVries & Housh 1994).
Menu atlet harus disusun berdasarkan jumlah kebutuhan energi dan
komposisi

gizi

penghasil

energi

yang

seimbang.

Menu

makan

harus


mengandung karbohidrat sebanyak 60-70%, lemak 20-25% dan protein
sebanyak 10-15% dari total kebutuhan energi seorang atlet. Menu yang disusun
berdasarkan kebutuhan jumlah energi dan komposisi gizi penghasil energi
seimbang , serta dibuat dari bahan makanan yang mengandung kriteria 4 sehat 5
sempurna umumnya sudah mengandung vitamin dan mineral sesuai dengan
kebutuhan atlet (Depkes RI & KONI Pusat 1997).
Kecukupan Energi
Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot
berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan
energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan
sangat

sulit.

Perkembangan

ilmu

pengetahuan


sekarang

hanya

dapat

menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan (Primana
2000).
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap
hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa
komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal
metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor
pertumbuhan (Primana 2000).
Menurut Angka Kecukupan Gizi yang tercantum dalam Widyakarya
Pangan dan Gizi tahun 1998, rata-rata tingkat kecukupan energi yang harus

8

dipenuhi oleh seorang laki-laki yang berumur 16-19 tahun yang berprofesi bukan

sebagai atlet adalah 2500 kkal, sedangkan kebutuhan energi orang yang
berprofesi sebagai atlet akan lebih besar daripada non atlet. Oleh karena itu
penyusunan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet harus dimulai
dengan menentukan kebutuhan energi terlebih dahulu.
Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui sumbersumber energi yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran
karbohidrat, pembakaran lemak, serta kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan
protein. Diantara ketiganya, simpanan protein bukanlah merupakan sumber
energi yang langsung dapat digunakan oleh tubuh dan protein baru akan terpakai
jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi mampu untuk menghasilkan
energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan lemak maupun karbohidrat oleh
tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan ditentukan
oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan (Irawan 2007).
Kecukupan Protein
Protein dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat berasal dari
hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani seperti daging, ikan,
ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut protein hewani, sedangkan protein yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, dan tahu
disebut protein nabati. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan,
pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh
terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan tubuh

lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk
protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai
sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti
pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang
lebih 10-15 % dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein (Depkes
1993).
Penelitian membuktikan bahwa kegiatan olahraga yang teratur akan
meningkatkan kebutuhan protein bagi atlet dari cabang olahraga yang
mengkonsumsi protein antara 1,2–1,7 gram protein/kg BB/hari (±100–212 % dari
yang di anjurkan) dan atlet “endurence” antara 1,2–1,4 gram/kg BB/hari (±100 –
175 % dari yang dianjurkan) jumlah protein tersebut dapat diperoleh dari diit yang
mengandung 10-15% dari total kebutuhan energi, dimana jumlah tersebut tidak
akan berbahaya bagi kesehatan. Proporsi protein berubah sesuai dengan jumlah

9

energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya separuhnya berasal dari
protein hewani komposisi protein terdiri dari protein hewani dan protein nabati
dengan perbadingan 1:1 (Primana 2000).
Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses

pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan
kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih beresiko untuk
mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan atau
pertandingan olahraga yang berat (Irawan 2007).
Walaupun protein merupakan zat pembangun jaringan tubuh namun tidak
berarti makin tinggi konsumsi protein makin besar pembentukan otot.
Pembentukan massa otot dan kekuatanya ditentukan oleh latihan yang
terprogram dengan baik yang harus di tunjang oleh makanan yang cukup. Pada
prakteknya atlet harus mengutamakan makanan lebih banyak karbohidrat dari
pada lebih banyak protein (Husaini 2000).
Terlalu banyak mengkonsumsi protein, akan lebih sering mengalami
buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea. Urea
merupakan suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urine.
Terlalu sering ke toilet akan kurang menyenangkan karena dapat mengganggu
latihan, apalagi kalau sedang dalam kompetisi. Terlalu banyak atau sering
mengalami buang air kecil dapat juga memperberat kerja ginjal dan
meningkatkan resiko terhadap dehidrasi atau kekurangan cairan buat atlet
(Husaini 2000).
Selain itu, bahan makanan tinggi protein biasanya mengandung pula
tinggi


lemak.

Untuk

kesehatan

jantung,

pencegahan

kegemukan,

dan

peningkatan performa, sebaiknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi makanan
sumber lemak, terutama lemak hewani yang seringkali banyak terdapat dalam
bahan makanan berprotein tinggi (Husaini 2000).
Kecukupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan
sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk
berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat
dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati.
Selama beberapa menit, permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber
energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan glikogen hati.
Glikogen otot dipergunakan secara langsung oleh otot untuk pembentukan

10

energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang
akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot
(Depkes 1993).
Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan
berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan
10% berasal dari gula sederhana. Pemberian karbohidrat bagi seorang atlet
bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan glikogen hati yang
telah dipakai pada kontraksi otot. Pada atlet yang mempunyai simpanan glikogen
sangat sedikit, akan lebih cepat mengalami kelelahan dan kurang dalam
mencetak prestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari
total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari.
Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus dalam bentuk karbohidrat
kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes
1993). Ilyas (2007) di negara maju kebutuhan karbohidrat orang aktif atau atlet
yang melakukan latihan berat dan intensif adalah 60% dari kebutuhan energi
total (400-600 gram) sehari yang diberikan dalam bentuk karbohidrat kompleks.
Kebutuhan Lemak
Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, besarnya lebih dari
dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat dan protein. Namun, lemak
merupakan sumber energi yang tidak ekonomis pemakaiannya. Oleh karena
metabolisme lemak menghabiskan oksigen lebih banyak dibanding karbohidrat.
Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol.
Selain penghasil energi, lemak merupakan alat pengangkut vitamin yang larut
dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak yang esensial, misalnya asam
lemak linoleat. Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan
intensitas rendah sampai sedang (submaksimal) dan berlangsung dalam waktu
lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot
selama olahraga endurance (Primana 2000).
Atlet olahraga endurance, penggunaan energi sebagian besar berasal
dari lemak. Akan tetapi pada awal dan akhir melakukan olahraga endurance
kebanyakan energi berasal dari glukosa dan glikogen. Hal ini mengakibatkan
cadangan glikogen di dalam otot dan juga hati berkurang. Glikogen dalam otot
dan hati yang telah berkurang harus diisi kembali. Zat gizi dalam makanan yang
dapat mengisi kembali glikogen berasal dari karbohidrat. Sedangkan lemak

11

dalam tubuh selain dapat diganti kembali oleh lemak, juga dapat diganti oleh
karbohidrat dan protein dalam makanan.
Walaupun atlet olahraga endurance pembentukan energi sebagian besar
berasal dari lemak, namun atlet tidak boleh mengkonsumsi lemak secara
berlebihan. Diet tinggi lemak oleh atlet sering mengakibatkan peningakatan
trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti
aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet
akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000).
Anjuran untuk seorang atlet dalam konsumsi lemak yaitu kurangi
konsumsi lemak secara berlebihan dan tidak lebih dari 30% total energi. Setiap
makanan tidak harus digoreng, tetapi dibakar atau direbus. Atlet juga dianjurkan
untuk mengkonsumsi kolesterol tidak melebihi 300 mg per hari (Primana 2000).
Kecukupan Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur
dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan ko
faktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas
latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vitamin B dan C)
meningkat

sesuai

dengan

meningkatnya

kebutuhan

energi.

Penelitian

menunjukkan bahwa deplesi besi tingkat moderate dihubungkan dengan
berkurangnya

performance latihan. Tambahan beberapa vitamin dan mineral

yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan olahraga seperti vitamin A,
B, C, D, E dan K, mineral seperti Ca, Fe, Na, K, P, Mg, Cu, Zn, Mn, J, Cr, Se
dan F. Kecukupan vitamin dan mineral bagi atlet yang melakukan olahraga berat
akan meningkat seperti hal nya zat-zat gizi sumber energi dan protein.
Pemenuhan kecukupan vitamin dan mineral dari bahan makanan sering sulit
dipenuhi oleh karena tidak mudah mengkonsumsi sayur dan buah-buahan dalam
jumlah yang dapat memenuhi kebutuhannya (Clark 1996 dalam Minhardja 2000)
Vitamin A
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan
merupakan

nama

generik

yang

menyatakan

semua

retinoid

dan

prekursor/provitamin, A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti
retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada
sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Selain berperan dalam proses
penglihatan, vitamin A juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan

12

perkembangan reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004).
Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh
sebab itu intake vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan
performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006)
intake vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun
sebaiknya lebih dari 900 µg dan tidak melebihi 2800 µg. Kelebihan konsumsi
vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek
teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf
pusat dan tulang otot.
Vitamin C
Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat
merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen,
katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan
antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga
berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam
aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan
dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman
radikal bebas (Chen 2000).
Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60
mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat
melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang
terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan
Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga
1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan.
Kalsium
Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih
tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak
yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan
tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih
sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai
pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG
tahun 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun
adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.

13

Zat Besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu
sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai
reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir
semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk
menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal
sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam
bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004).
Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk
remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk
remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja
wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg.
Kebutuhan Air
Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Kebutuhan tubuh manusia akan air dalam sehari sesuai dengan
banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh. Pada keadaan normal
dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat
yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1500 –2000 ml sehari.
Saat berolahraga kebutuhan air tentu akan lebih banyak dibanding dalam
keadaan istirahat. Oleh karena saat berolahraga suhu tubuh meningkat dan
tubuh menjadi panas. Tubuh yang panas berusaha untuk menjadi dingin dengan
cara berkeringat (Williams 1995).
Asupan air bagi atlet harus mencukupi untuk dapat mempertahankan
keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. Banyaknya jumlah air yang
komponen terbesar dimana proporsinya mencapai 60 – 70% berat badan orang
dewasa.

Selama pertandingan yang memerlukan ketahanan seperti maraton

atau jalan cepat harus diperhatikan pengisian cadangan zat cair. Keadaan
dehidrasi, gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta

pengaturan suhu

tubuh dapat menimbulkan kelelahan dan membahayakan. Kehilangan air yang
melebihi 4 – 5% dari berat badan dapat mengganggu penampilan atlet. Dehidrasi
berat secara potensial dapat menyebabkan temperatur tubuh meningkat dan
mengarah ke heat stroke serta dapat berakibat fatal.

Karena itu para atlet

khususnya yang melakukan kegiatan endurance harus menyadari pentingnya

14

minum cairan selama latihan maupun sesudahnya, walaupun belum terasa haus
(Primana 2000).
Pengaturan Makan Pada Atlet
Makanan Selama Latihan
Tujuan dari pemusatan latihan adalah meningkatkan ketrampilan teknik,
taktik dan meningkatkan kesegaran jasmani termasuk ketrampilan atlet bagi yang
status gizinya sudah baik, latihan dan pembinaan langsung bisa dilakukan tetapi
bila status gizinya kurang, anemia dan sebagainya maka status gizinya harus
diperbaiki terlebih dahulu disamping melakukan serangkaian latihan rutin.
Sedangkan yang bergizi lebih, berat badan diturunkan terlebih dahulu tanpa
mengganggu latihan rutin, kebutuhan kalori antara 3000–5000, volume makanan
dipilih bahan makanan yang mengandung kalori tinggi tetapi volumenya kecil,
lemak perlu ditambahkan untuk melezatkan makanan dan pelarut beberapa
vitamin terutama B Kompleks. Disamping itu, mineral yang terdiri dari kalsium
dan ferum terutama untuk atlet wanita (Sedyanti 2000).
Makanan Menjelang Pertandingan
Air adalah nutrient yang paling penting karena sewaktu melakukan latihan
berat selalu disertai dengan pengeluaran keringat yang banyak. Tubuh manusia
terdiri dari kurang lebih 55% dari cairan dalam pertandingan-pertandingan,
seorang atlet bisa kehilangan keringat 2-4 liter perjam dalam keadaan biasa
hanya 1.5

liter perjamnya. Makan yang dianjurkan 3 atau 4 jam sebelum

pertandingan atlet makan menu ringan, dengan tujuan agar pada waktu
pertandingan lambung sudah kosong. Menu hendaknya terdiri dari makanan
yang telah terbiasa dikonsumsi oleh atlet. Dan menjelang pertandingan makanan
yang paling penting menurut kepentingan kepercayaan atlet masing-masing,
karena sangat penting artinya secara psikologis akan memberikan kepercayaan
pada dirinya. 2 jam sebelum pertandingan dianjurkan minum sebanyak 3 gelas
(600cc) (Sedyanti 2000).
Makanan Saat Pertandingan
Untuk mempertahankan status hidrasi dan keseimbangan maka selama
pertandingan harus diselingi minum dengan interval 10 -15 menit minum cairan
100 – 200cc (1 gelas). Penggunaan larutan yang lebih pekat atau tablet garam
tidak dianjurkan karena bisa menimbulkan mual dan muntah. Pengosongan
lambung ditentukan oleh volume dan konsentrasi cairan yang diberikan. Larutan
dengan konsentrasi tinggi merupakan larutan yang hipertonis dengan efek

15

osmotis yang menarik air masuk lambung menjadi isotonis (kosong). Akibat lain
yang bisa terjadi dehidrasi tubuh yang bertambah karena sebagian cairan masuk
Lambung (Dirham 1987).
Efek Tidak Terpenuhinya Kalori
Kekurangan energi atau tidak terpenuhinya kalori terjadi bila konsumsi
kalori dalam makanan kurang dari kalori yang dikeluarkan. Tubuh bahkan
mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari
berat badan seharusnya (ideal) bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan
menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa menyebabkan penurunan
berat badan dan kerusakan jaringan tubuh (Almatsier 2004).
Peranan Gizi terhadap Prestasi Olahraga
Semua atlet menginginkan untuk meningkatkan performa mereka, dan
banyak atlet yang memang serius untuk meningkatkan kariernya dalam olahraga,
meluangkan banyak waktu untuk berlatih. Sehingga prestasi olahraga yang tinggi
perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang
penting untuk mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang
dikeluarkan untuk olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang
masuk dari makanan. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi
sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga.
Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu.
Disamping itu harus jadi pengganti sel-sel yang rusak (Suharjo, Clara M.Kusharto
1999)
Metode Pengukuran Recall 2 x 24 Jam
Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu dapat dilakukan
dengan metode recall 24 jam. Prinsip dari metode ini adalah mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam
metode ini, responden diminta menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu. Data konsumsi yang dicatat mulai bangun pagi di hari
kemarin sampai istirahat tidur malam harinya. Selain itu juga, pengambilan data
recall yang dicatat dapat dimulai saat dilakukan wawancara mundur ke belakang
sampai 24 jam (Supariasa et al 2001) .
Data yang diperoleh dari recall 24 jam bersifat kualitatif. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti
dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-

16

lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa data recall minimal dua kali 24 jam, dapat
menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang optimal dalam memberikan variasi
yang lebih besar tentang intake harian individu
Kelebihan metode recall 24 jam adalah mudah melaksanakannya, murah,
cepat, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf dan dapat memberikan
gambaran nyata mengenai apa yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga
dapat dihitung intake zat gizi sehari. Sementara itu, kekurangan metode recall 24
jam yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya
dilakukan recall untuk satu hari, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat
responden dan lain-lain (Supariasa et al 2001).
Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh
seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi
atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang
berarti (Riyadi 2007). Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani
sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi
tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu
masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas
fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari.
Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan
karena itu jelas berbeda dengan aktifitas fisik serta latihan fisik yang merupakan
tipe perilaku lainnya. Umumnya dianggap bahwa kebugaran fisik dapat
diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan
kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran yang berkaitan dengan
kesehatan meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot,
komposisi lemak tubuh dan kelenturan (fleksibiltas). Sedangkan kebugaran yang
berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan
ketahanan otot, komposisi lemak tubuh, kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot
(muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney J et al .
2008).
Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis
kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok.
Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang

17

lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang
penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007).
VO2 Max
Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang
dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2max
adalah jumlah maksimum oksigen dalam satu mililiter dapat digunakan dalam
satu menit per kilogram berat badan. Individu yang berada dalam kondisi sehat
memiliki nilai VO2max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih
baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa seorang individu dapat meningkatkan VO2max
dengan melakukan aktivitas yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut
jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan
normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai ratarata VO2max untuk atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk atlet
perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter/menit (Anonim 1997).
Salah satu cara untuk mengukur Vo2Max adalah dengan metode Cooper
Test , metode ini cukup sederhana. Dimana atlet melakukan lari atau jalan
selama 12 menit pada lintasan lari sepanjang 400 meter. Setelah waktu habis
jarak yang dicapai oleh atlet tersebut dicatat.

Selain itu dapat juga dengan

menggunakan metode Havard Step Test, tes ini adalah pengukuran yang paling
tua untuk mengetahui kemampuan aerobik yang dibuat oleh Brouha pada tahun
1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya tahan
jantung-paru,

aerobic

power,

cardiovascular

endurance,

cardiorespiration

endurance, dan kebugaran aerobik yang mempunyai arti yang kira-kira sama.
Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard, USA, jadi nama tes ini dimulai
dengan nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik
turun bangku selama 5 (lima) menit. Disamping dari kedua tes diatas, beberapa
cara juga dapat dilakukan untuk mengetahui kapasitas VO2Max, seperti : tes lari
2.4 Km, bersepedah statis selama 6 menit, Bakle test, Treadmill, serta Conconi
Test.
Faktor-faktor yang mempengaruhi VO2max
Pengeluaran energi pada aktivitas aerobik dapat dipengaruhi oleh:


Kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan
oksigen dalam mengurangi bahan bakar.

18



Kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen
ke sistem jaringan otot.
Nilai VO2 maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan
berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Tabel 1 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet

Wanita (ml/kg/min)
Age

Very Poor

Poor

Fair

Good

Excellent

Superior

13-19

41.9

20-29

41.0

30-39

40.0

40-49

36.9

50-59

35.7

60+

31.4

Tabel 2 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet

Laki-laki (ml/kg/min)
Age

Very Poor

Poor

Fair

Good

Excellent

Superior

13-19

55.9

20-29

52.4

30-39

49.4

40-49

48.0

50-59

45.3

60+

44.2

Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet (Jenis Olahraga)
Jenis Olahraga
Bolabasket
Bersepeda
Senam
Sepakbola
Skating
Berenang
Atletik
Atletik
Bola voli
Angkat berat
Gulat

Umur
18-30
18-26
18-22
22-28
18-24
10-25
18-39
40-75
18-22
20-30
20-30

Laki-laki
40-60
62-74
52-58
54-64
56-73
50-70
60-85
40-60

Perempuan
43-60
47-57
35-50
50-60
44-55
40-60
50-75
35-60
40-56

38-52
52-65

Sumber: Mackenzie 1997
Tes Balke
Tes Balke merupakan salah satu metode untuk mengukur VO2 maksimum
atau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15

19

menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu
tersebut. Untuk menghitung berapa VO2 maksimum atlet tersebut maka
digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempu oleh atlet tersebut.
Total VO2 maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3
Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji balke yang telah
dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh latihan seorang atlet untuk meningkatkan VO2 maksimum atlet
tersebut (Anonim 1997).
Hasil pengukuran tes balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:


Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban



Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes



Emosi atlet



Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet



Waktu pelaksanaan tes



Asupan kafein atlet



Waktu makan terakhir atlet



Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym)



Pengetahuan atlet



Akurasi pengukuran



Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk
melakukan tes



\

Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji.

20

KERANGKA PEMIKIRAN
Sekolah Atlet Ragunan Jakarta merupakan salah satu pusat pendidikan
untuk melatih para atlet yang membutuhkan kesehatan dan status gizi yang baik.
Hal ini bertujuan untuk mendukung aktivitas belajar dan aktifitas fisik baik di
sekolah, lapangan maupun di asrama. Kualitas makanan yang dikonsumsi oleh
siswa SMA Ragunan Negeri Jakarta berpengaruh terhadap prestasi olahraga
mereka. Menurut Moeloek dan Arjatmo (1984), keadaan gizi dan prestasi
olahraga mempunyai hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, pihak asrama
harus menyediakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi zat gizi
sampel melalui penyelenggaraan makanan di asrama. Penyelenggaraan
makanan yang baik dari segi kualitas dan kuantitas akan menghasilkan makanan
yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masing-masing sampel.
Selain itu, setiap makanan yang dikonsumsi oleh atlet juga erat kaitannya
dengan seberapa besarnya daya tahan tubuh dari atlet tersebut. Kapasitas daya
tahan tubuh atlet dapat dilihat dari status gizi maupun dari derajat kesehatan tiap
atletnya. Dimana setiap atlet juga memiliki tingkat preferensi yang berbeda-beda
terhadap menu makanan yang disajikan oleh pihak asrama. Karena selama
tinggal di asrama, para atlet tidak hanya mengkonsumsi makanan dari dalam
asrama saja, namun juga sering mengkonsumsi makanan dari luar asrama
(kantin, warung, dan pedagang kaki lima). Total konsumsi energi dan zat gizi
sampel diperoleh dari konsumsi makanan yang disediakan oleh asrama dan
makanan dari luar asrama. Konsumsi pangan setiap sampel dipengaruhi oleh
preferensi, kebiasaan makan dan sosial budaya asal daerah masing-masing
sampel.
Makanan yang dikonsumsi baik makanan yang disediakan oleh pihak
sekolah maupun makanan yang diperoleh dari luar sekolah secara tidak
langsung akan mempengaruhi tingkat kecukupan energi serta zat gizi lain seperti
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral sampel. Apabila tingkat
kecukupan akan zat gizi baik maka akan berpengaruh langsung terhadap status
gizi sampel. Status gizi yang baik pun akan berdampak pada tingkat kesehatan
sampel yang nantinya akan dapat mementukan dalam pencapaian prestasi
sampel.

21

Sistem Penyelenggaraan
Makanan

Preferensi Atlet
Terhadap
Penyelenggaraan
Makanan

Makanan Pelatnas
Makanan Luar
Kebiasaan
Makan

Konsumsi

Tingkat Kecukupan
Energi dan Zat Gizi

Status Gizi

Kesehatan

Kapasitas Daya
Tahan Tubuh

Prestasi
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan anatara asupan zat gizi dan komposisi lemak
tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan Jakarta

Keterangan :
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti

22

METODOLOGI
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan
hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap
kapasitas daya tahan tubuh atlet. Penelitian ini mengambil sampel dari suatu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok. Penelitian ini dilaksanankan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan
Maret - April 2011.
Jumlah dan Cara Penarikan Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar sebagai atlet dari
3 cabang olahraga yang berbeda di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta sebagai.
Cabang-cabang olahraga yang dipilih berdasarkan tingkat intensitas yang
berbeda (intensitas sedang, berat dan berat sekali) yaitu dari cabang bulutangkis
sebanyak 12 orang, cabang atletik sebanyak 13 orang, dan cabang gulat
sebanyak 8 orang. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora
yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara
purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa sampel merupakan
siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta baik kelas I, II, dan III. Selain itu, sampel
tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak
tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah
sampel sebanyak 33 atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel dan penyebaran
kuesioner. Data primer ini meliputi, karakteristik sampel (jenis kelamin, usia, dan
status gizi, pengukuran antropometri, serta komposisi lemak tubuh. Sedangkan
data sekundernya meliputi data hasil tes kebugaran (tes balke) dan gambaran
umum mengenai profil sekolah.
Faktor-faktor yang dianalisis terdiri dari : pengukuran antropometri
sampel, komposisi lemak tubuh yang diwakili oleh pengukuran lemak tubuh
menggunakan skinfold thickness, tingkat kecukupan kalori sampel terhadap
makanan yang disediakan oleh menza, dan pengukuran VO2max.

23

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
No
1.

Jenis data
Karakteristik sampel

2.

Antropometri sampel
dan status gizi

Variabel
Jenis kelamin
Usia
Berat badan

Cara pengumpulan data
Melalui pengisian kuesioner
Berat badan diukur dengan
menggunakan timbangan
injak
Tinggi badan diukur dengan
menggunakan microtouise
dengan ketelitian 0.1 cm
IMT dihitung dengan
menggunakan rumus IMT/U
Pengisian kuesioner oleh
sampel

Tinggi badan
IMT/U
3.

Pengetahuan gizi

4.

Konsumsi pangan

Pertanyaan
mengenai gizi dan
gizi olahraga
Kebiasaan makan

5.

Komposisi lemak tubuh

Konsumsi makan
% total lemak tubuh

6.

Tingkat kebugaran

Nilai VO2 max

Pengisian kuesioner oleh
sampel
Metode Recall 2 x 24 jam
Pengukuran langsung
menggunakan Skinfold
Thickness
Hasil tes balke

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data
dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang
(cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara
menyusun

kode-kode

tertentu

sebagai

panduan

dalam

mengentri

dan

pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu
dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam
memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan
program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi
16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji
korelasi Pearson dan Spearman.
Data

karakteristik

sampel

diperoleh

dengan

cara

menggunakan

pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan
memberikan gambaran mengenai atlet yang dijadikan sebagai sampel.
Data antropometri sampel yang diukur berupa data tinggi badan, berat
badan yang pada akhirnya digunakan untuk mengukur data status gizi. Indikator
status

gizi

contoh

yang

tergolong

sebagai

kelompok

remaja

dihitung

menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh. Nilai IMT diperoleh dari nilai berat
badan dan tinggi badan, dengan rumus:

24

Untuk kategori remaja, metode pengukuran status gizi menurut
antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi
antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT
menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja.
Indikator ini memerlukan informasi mengenai um