Sistematika Penulisan

4.1.3 Analisa Sektor Unggulan dan Tipologi Klassen

Hal yang diperlukan untuk menganalisis sektor unggulan adalah perhitungan PB pada Shift-Share dan perhitungan SLQ pada LQ. Setelah dilakukan perhitungan pada kedua komponen tersebut seperti yang telah dilakukan sebelumnya, maka perlu dilakukan komparasi nilai keduanya pada tiap sektor. Komparasi nilai tersebut dilakukan untuk melakukan tipologi bagi tiap-tiap sektor, yang terdiri dari 4 (empat) kelas, yaitu : (1) sektor unggulan, (2) sektor berkembang, (3) sektor potensial, dan (4) sektor tertinggal. Berikut merupakan tabel komparasi nilai PB dan SLQ.

Tabel 1. 9 Komparasi Nilai PB dan SLQ

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur

Ulang Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi -5.281756157

Jasa Keuangan dan Asuransi -22.09958025

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahan dan Jaminan Sosial

Jasa Pendidikan -6.986040807

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -17.68992742

Jasa lainnya

Sumber: Hasil Analisa, 2016

PB>1

Pertanian,

Kehutanan dan

Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Transportasi dan Pergudangan

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Jasa Lainnya

SLQ<1 SLQ>1

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

PB<1

Sumber: Hasil Analisa, 2016

4.2 Analisa Sub-Sektor

4.2.1 Identifikasi Sub-Sektor Basis di Kabupaten Nganjuk

Untuk mengidentifikasi sub-sektor basis digunakan perhitungan SLQ dengan teknik LQ. Data yang digunakan adalah PDRB Kabupaten Nganjuk, dimana sektor yang dianalisis adalah sektor pertanian sebagai pengembangan konsep Agropolitan. Berikut merupakan hasil perhitungan SLQ sub-sektor Kabupaten Nganjuk.

Tabel 1. 10 Hasil Perhitungan SLQ Sub-Sektor Kabupaten Nganjuk

Sub-Sektor

Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian

1.16 0.87 1.17 1.19 1.19 Kehutanan dan Penebangan Kayu

0.96 1.01 1.03 1.07 1.16 Perikanan

Sumber: Hasil Analisa, 2016

Tabel diatas memperlihatkan bahwa sub-sektor pertanian yang menjadi basis di Kabupaten Nganjuk adalah sub-sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian dengan nilai SLQ sebesar 1.16 pada tahun 2014.

4.2.2 Identifikasi Pendapatan Bersih (PB) di Kabupaten Nganjuk

Dalam mengidentifikasi PB sub-sektor perekonoman di Kabupaten Nganjuk, teknik analisa yang digunakan sama seperti yang digunakan unuk menganalisis PB di sektor perekonomian. Hasil perhitungan KPP, KPPW dan PB dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. 11 Hasil Perhitungan Nilai Shift-Share Sub-Sektor Pertanian Kabupaten Nganjuk tahun 2014

Sub-Sektor

KPP

Keterangan KPPW

Keterangan PB

Spesialisasi dalam

Pertanian, Peternakan,

komoditas

Mempunyai Perburuan dan Jasa

36.1732 daya saing Pertanian

25.41673529 yang secara

nasional tumbuh cepat Spesialisasi dalam komoditas

Tidak Kehutanan dan

-19.6196614 mempunyai Penebangan Kayu

5.740046649 yang secara

13.8796 daya saing

nasional

tumbuh cepat Spesialisasi dalam

Mempunyai - Perikanan

- komoditas

yang secara

30.64219033 nasional

daya saing 25.8108

tumbuh lambat

Sumber: Hasil Analisa, 2016

4.2.3 Analisa Sub-Sektor Unggulan dan Tipologi Klassen

Hal yang diperlukan untuk menganalisis sub-sektor unggulan adalah perhitungan PB pada Shift-Share dan perhitungan SLQ pada LQ. Setelah dilakukan perhitungan pada kedua komponen tersebut seperti yang telah dilakukan sebelumnya, maka perlu dilakukan komparasi nilai keduanya pada tiap sub-sektor. Komparasi nilai tersebut dilakukan untuk melakukan tipologi bagi tiap-tiap sektor, yang terdiri dari 4 (empat) kelas, yaitu : (1) sub-sektor unggulan, (2) sub-sektor berkembang, (3) sub-sektor potensial, dan (4) sub-sektor tertinggal. Berikut merupakan tabel komparasi nilai PB dan SLQ.

Tabel 1. 12 Komparasi Nilai PB dan SLQ Sub-Sektor

PB

SLQ

1. Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

1.14 Pertanian

2. Kehutanan dan Penebangan Kayu

Sumber: Hasil Analisa, 2016

PB>1

 Pertanian,

peternakan, perburuan dan jasa

pertanian

SLQ<1 SLQ>1

 Kehutanan

dan penebangan kayu

 perikanan

PB<1

Sumber: Hasil Analisa, 2016

4.3 Analisa Komoditas

Berdasarkan analisis sub-sektor unggulan telah teridentifikasi bahwa sub-sektor pertanian yang termasuk sub-sektor unggulan adalah hanya Pertanian, Peternakan, Perburuan Berdasarkan analisis sub-sektor unggulan telah teridentifikasi bahwa sub-sektor pertanian yang termasuk sub-sektor unggulan adalah hanya Pertanian, Peternakan, Perburuan

Tabel 1. 13 Perhitungan Nilai SLQ Komoditas Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Kabupaten Nganjuk tahun 2014

Tanaman Pangan

Komoditas basis Tanaman Hortikultura

Komoditas basis Komoditas non

Komoditas basis Komoditas non

Jasa Pertanian dan Perburuan

basis

Sumber: Hasil Analisa, 2016

Berdasarkan perhitungan SLQ, terlihat bahwa komoditas yang menjadi basis pada Kabupaten Bondowoso adalah tanaman pangan, tanaman hortikultura, dan peternakan. Namun karena data yang berhasil didapat adalah komoditi pada tanaman pangan dan tanaman hortikultura, maka komoditas peternakan tidak dihitung.

4.3.1 Analisa Komoditas Tanaman Pangan

Analisis komoditas dibawah ini akan difokuskan pada komoditi tanaman pangan berdasarkan masing-masing kecamatan. Hasil perhitungan komoditi tanaman pangan di Kabupaten Nganjuk adalah sebagai berikut.

Tabel 1. 14 Perhitungan Nilai SLQ Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Nganjuk tahun 2014

Kecamatan Sawahan

Padi Sawah

0.582020412 Komoditas non basis

Padi Tegal

Komoditas non basis

Jagung

Komoditas non basis

Ketela Pohon

Komoditas basis

Ketela Rambat

Komoditas basis

Kacang Tanah

Komoditas basis

Kedelai

0 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Ngetos

Padi Sawah

0.906452903 Komoditas non basis

Padi Tegal

0.967894811 Komoditas non basis

Jagung

0.841472892 Komoditas non basis

Ketela Pohon

2.560257676 Komoditas basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0.387193687 Komoditas non basis

Kedelai

0 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Berbek

Padi Sawah

0.91951893 Komoditas non basis

Padi Tegal

0.490013453 Komoditas non basis

Jagung

1.081135843 Komoditas basis

Ketela Pohon

1.883630393 Komoditas basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

3.291630892 Komoditas basis

Kedelai

0 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Loceret

Padi Sawah

0.742228611 Komoditas non basis

Padi Tegal

0.924838029 Komoditas non basis

Jagung

0.904184128 Komoditas non basis

Ketela Pohon

2.842601598 Komoditas basis

Ketela Rambat

4.869342123 Komoditas basis

Kacang Tanah

2.359652591 Komoditas basis

Kedelai

1.687796162 Komoditas basis

Kacang Hijau

3.740894677 Komoditas basis

Kecamatan Pace

Padi Sawah

0.802871956 Komoditas non basis

Padi Tegal

1.368044638 Komoditas basis

Jagung

1.370137162 Komoditas basis

Ketela Pohon

1.540942635 Komoditas basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0.040793253 Komoditas non basis

Kedelai

0.412217459 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0.619453292 Komoditas non basis

Kecamatan Tanjunganom

Padi Sawah

1.18745515 Komoditas basis

Padi Tegal

0.532915235 Komoditas non basis

Jagung

1.015996778 Komoditas basis

Ketela Pohon

0.008225893 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0.670921488 Komoditas non basis

Kedelai

0.173994669 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Prambon

Padi Sawah

1.193093016 Komoditas basis

Padi Tegal

0.452411558 Komoditas non basis

Jagung

1.008997454 Komoditas basis

Ketela Pohon

0 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

1.218035279 Komoditas basis

Kedelai

0.186392733 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Ngronggot

Padi Sawah

1.02350247 Komoditas basis

Padi Tegal

0.815110429 Komoditas non basis

Jagung

1.382198011 Komoditas basis

Ketela Pohon

0.080697886 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

1.652521652 Komoditas basis

Kedelai

0.099295787 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Kertosono

Padi Sawah

0.908037773 Komoditas non basis

Padi Tegal

0 Komoditas non basis

Jagung

1.867290389 Komoditas basis

Ketela Pohon

0 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

0.039125753 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Patianrowo

Padi Sawah

1.044099247 Komoditas basis

Padi Tegal

2.174876754 Komoditas basis

Jagung

1.173535143 Komoditas basis

Ketela Pohon

0 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

0 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Baron

Padi Sawah

0.966789036 Komoditas non basis

Padi Tegal

2.533062829 Komoditas basis

Jagung

1.278501532 Komoditas basis

Ketela Pohon

0.021746892 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0.716896253 Komoditas non basis

Kedelai

0.317781295 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0.366137937 Komoditas non basis

Kecamatan Gondang

Padi Sawah

1.159354147 Komoditas basis

Padi Tegal

0.962327737 Komoditas non basis

Jagung

0.618250242 Komoditas non basis

Ketela Pohon

0.122403871 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

4.038690474 Komoditas basis

Kacang Hijau

2.753605056 Komoditas basis

Kecamatan Sukomoro

Padi Sawah

1.204604035 Komoditas basis

Padi Tegal

0 Komoditas non basis

Jagung

0.986469563 Komoditas non basis

Ketela Pohon

0 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

0.948191252 Komoditas non basis

Kacang Hijau

Komoditas non basis

Kecamatan Nganjuk

Padi Sawah

1.312695762 Komoditas basis

Padi Tegal

0 Komoditas non basis

Jagung

0.617088614 Komoditas non basis

Ketela Pohon

0 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

1.828367936 Komoditas basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Bagor

Padi Sawah

1.173837019 Komoditas basis

Padi Tegal

2.229103411 Komoditas basis

Jagung

0.361694175 Komoditas non basis

Ketela Pohon

0.357638843 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

3.138250391 Komoditas basis

Kacang Hijau

10.29710482 Komoditas basis

Kecamatan Wilangan

Padi Sawah

0.889940511 Komoditas non basis

Padi Tegal

1.247922569 Komoditas basis

Jagung

0.730595475 Komoditas non basis

Ketela Pohon

2.630985199 Komoditas basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

0.973178093 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Rejoso

Padi Sawah

1.195693867 Komoditas basis

Padi Tegal

0.221573412 Komoditas non basis

Jagung

0.713645074 Komoditas non basis

Ketela Pohon

0 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

3.75660048 Komoditas basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Ngluyu

Padi Sawah

0.806493025 Komoditas non basis

Padi Tegal

1.560834863 Komoditas basis

Jagung

1.864901081 Komoditas basis

Ketela Pohon

0.109845057 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

0 Komoditas non basis

Kedelai

0 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Lengkong

Padi Sawah

1.240231318 Komoditas basis

Padi Tegal

1.240139857 Komoditas basis

Jagung

0.556873134 Komoditas non basis

Ketela Pohon

0.626630979 Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

1.540508307 Komoditas basis

Kedelai

0.039328442 Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Kecamatan Jatilaken

Padi Sawah

0.991454347 Komoditas non basis

Padi Tegal

2.450222145 Komoditas basis

Jagung

1.136912698 Komoditas basis

Ketela Pohon

Komoditas non basis

Ketela Rambat

0 Komoditas non basis

Kacang Tanah

Komoditas basis

Kedelai

Komoditas non basis

Kacang Hijau

0 Komoditas non basis

Sumber: Hasil Analisa, 2016

Berdasarkan hasil analisis komoditas pada duapuluh (20) kecamatan di Kabupaten Nganjuk seperti diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

Tabel Komoditas Basis Tanaman Pangan per Kecamatan di Kabupaten Nganjuk tahun 2014

Kecamatan

Komoditas Basis

Sawahan Ketela Pohon, Ketela Rambat, Kacang Tanah Ngetos

Ketela Pohon

Berbek

Jagung, Ketela Pohon, Kacang Tanah

Loceret Ketela Pohon, Ketela Rambat, Kacang Tanah, Kedelai, Kacang Hijau

Pace

Padi Tegal, Jagung, Ketela Pohon

Tanjunganom

Padi Sawah, Jagung

Prambon

Padi Sawah, Jagung, Kacang Tanah

Ngronggot

Padi Sawah, Jagung, Kacang Tanah

Kertosono

Jagung

Patianrowo

Padi Sawah, Padi Tegal, Jagung

Baron

Padi Tegal, Jagung

Gondang

Padi Sawah, Kedelai, Kacang Hijau

Sukomoro

Padi Sawah

Nganjuk

Padi Sawah, Kedelai

Bagor Padi Sawah, Padi Tegal, Kedelai, Kacang Hijau Wilangan

Padi Tegal, Ketela Pohon

Rejoso

Padi Sawah, Kedelai

Ngluyu

Padi Tegal, Jagung

Lengkong

Padi Sawah, Padi Tegal, Kacang Tanah

Jatilaken

Padi Tegal, Jagung, Kacang Tanah

Sumber: Hasil Analisa, 2016

4.3.2 Analisa Komoditas Tanaman Hortikultura

Analisis komoditas dibawah ini akan difokuskan pada komoditi tanaman hortikultura berdasarkan masing-masing kecamatan. Hasil perhitungan komoditi tanaman hortikultura di Kabupaten Nganjuk adalah sebagai berikut.

Tabel 1. 15 Perhitungan Nilai SLQ Komoditas Tanaman Hortikultura Kabupaten Nganjuk

Tahun 2014

Kecamatan Sawahan

Bawang Merah

0.126706545 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

Komoditas basis

Sawi

Komoditas basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0 Komoditas non basis

Kecamatan Ngetos

Bawang Merah

0.387945828 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0 Komoditas non basis

Kecamatan Berbek

Bawang Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

0 Komoditas non basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

Komoditas basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0 Komoditas non basis

Kecamatan Loceret

Bawang Merah

0.629681834 Komoditas non basis

Cabe Merah

Komoditas basis

Cabe Rawit

Komoditas non basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

2.072169698 Komoditas basis

Garbis

8.91411936 Komoditas basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0.33254319 Komoditas non basis

Kecamatan Pace

Bawang Merah

0.085145068 Komoditas non basis

Cabe Merah

Komoditas basis

Cabe Rawit

Komoditas non basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

8.584196655 Komoditas basis

Kecamatan Tanjunganom

Bawang Merah

Komoditas non basis

Cabe Merah

Komoditas basis

Cabe Rawit

0 Komoditas non basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

1.512977914 Komoditas basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

15.64465985 Komoditas basis

Kecamatan Prambon

Bawang Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

0 Komoditas non basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

19.10916361 Komoditas basis

Kecamatan Ngronggot

Bawang Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Merah

Komoditas basis

Cabe Rawit

0 Komoditas non basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

Komoditas basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

8.512117016 Komoditas basis

Kecamatan Kertosono

Komoditas

SLQ

Keterangan

Bawang Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Merah

Komoditas basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

36.03186493 Komoditas basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

14.73293099 Komoditas basis

Kecamatan Patianrowo

Bawang Merah

0.007778351 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

7.533021255 Komoditas basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

37.83570249 Komoditas basis

Melon

2.623639535 Komoditas basis

Kecamatan Baron

Bawang Merah

0.37882207 Komoditas non basis

Cabe Merah

Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas non basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

3.695003997 Komoditas basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

8.673562699 Komoditas basis

Kecamatan Gondang

Bawang Merah

0.928879718 Komoditas non basis

Cabe Merah

Komoditas basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

3.357502946 Komoditas basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0.821695962 Komoditas non basis

Kecamatan Sukomoro

Bawang Merah

1.014881173 Komoditas basis

Cabe Merah

Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas non basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

Komoditas basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0.760357189 Komoditas non basis

Kecamatan Nganjuk

Bawang Merah

1.12959985 Komoditas basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas non basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0.64764505 Komoditas non basis

Kecamatan Bagor

Bawang Merah

1.164965014 Komoditas basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas non basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0.045150622 Komoditas non basis

Kecamatan Wilangan

Bawang Merah

1.160893527 Komoditas basis

Cabe Merah

Komoditas non basis

Cabe Rawit

0 Komoditas non basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

7.722903385 Komoditas basis

Melon

0.089766806 Komoditas non basis

Kecamatan Rejoso

Bawang Merah

Komoditas basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

0 Komoditas non basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0 Komoditas non basis

Kecamatan Ngluyu

Komoditas

SLQ

Keterangan

Bawang Merah

0.98088441 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

0 Komoditas non basis

Kecamatan Lengkong

Bawang Merah

0.041803543 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

0 Komoditas non basis

Terong

Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

8.565966537 Komoditas basis

Garbis

57.09515179 Komoditas basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

1.955886652 Komoditas basis

Kecamatan Jatikalen

Bawang Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Merah

0 Komoditas non basis

Cabe Rawit

Komoditas basis

Kacang Panjang

Komoditas basis

Terong

0 Komoditas non basis

Sawi

0 Komoditas non basis

Kentang

0 Komoditas non basis

Semangka

0 Komoditas non basis

Garbis

0 Komoditas non basis

Tomat

0 Komoditas non basis

Melon

2.220371263 Komoditas basis

Sumber: Hasil Analisa, 2016

Berdasarkan hasil analisis komoditas pada duapuluh (20) kecamatan di Kabupaten Nganjuk seperti diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

Tabel 1. 16 Komoditas Basis Tanaman Pangan per Kecamatan di Kabupaten Nganjuk tahun 2014

Kecamatan

Komoditas Basis

Sawahan

Cabe rawit, Kacang Panjang, Terong, Sawi

Ngetos

Cabe Rawit, Kacang Panjang

Berbek

Kentang

Loceret Cabe Merah, Kacang Panjang, Semangka, Garbis Pace

Cabe Merah, Melon

Tanjunganom Cabe Merah, Kacang Panjang, Semangka, Melon Prambon

Kacang Panjang, Melon

Ngronggot Cabe Merah, Kacang Panjang, Terong, Melon Kertosono

Cabe Merah, Cabe Rawit, Garbis, Melon

Patianrowo

Cabe Rawit, Semangka, Tomat, Melon

Baron

Kacang Panjang, Semangka, Melon

Gondang

Cabe Merah, Cabe Rawit, Semangka

Sukomoro

Bawang Merah, Kacang Panjang, Sawi

Nganjuk

Bawang Merah

Bagor

Bawang Merah

Wilangan

Bawang Merah, Tomat

Rejoso

Bawang Merah, Tomat

Ngluyu

Cabe Rawit

Lengkong

Cabe Rawit, Semangka, Garbis, Melon

Jatilaken

Cabe Rawit, Kacang Panjang, Melon

Sumber: Hasil Analisa, 2016

BAB V KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH

5.1 Pengembangan Wilayah

Pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Dalam melakukan perencanaan pembangunan perlu ditetapkan skala prioritas karena setiap wilayah memiliki keterbatasan sumber daya, selain itu pengembangan wilayah juga dipandang dari keterpaduan nilai sektoral, spasial, dan keterpaduan antarpelaku pembangunan (Rustiadi, et al, 2009).

Pengembangan wilayah sebagai program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi dalam Ambardi dan Socia, 2002).

Misra (1982) dalam Primasto (2008) menyebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan yang harmonis melalui beberapa aspek, seperti aspek ekonomi, aspek fisik, dan aspek sosial budaya. Pengembangan wilayah yang pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu dengan kesejahteraan masyarakatnya yang rata-rata membaik, serta menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya (Sirojuzilam, 2005).

Pengembangan wilayah merupakan suatu usaha untuk memberdayakan masyarakat dengan potensi sumber daya alam yang ada di sekitar wilayah tersebut dengan menggunakan teknologi yang sesuai kebutuhan agar dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah tersebut (Alkadri et al, 1999). Agar pengembangan suatu wilayah dapat tercapai maka konsep pengembangan wilayah harus mengacu pada potensi wilayah tersebut (Alkadri et al, 1998 dalam Tarigan, 2003). Potensi wilayah tersebut dapat terlihat melalui perubahan produktivitas wilayah Pengembangan wilayah merupakan suatu usaha untuk memberdayakan masyarakat dengan potensi sumber daya alam yang ada di sekitar wilayah tersebut dengan menggunakan teknologi yang sesuai kebutuhan agar dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah tersebut (Alkadri et al, 1999). Agar pengembangan suatu wilayah dapat tercapai maka konsep pengembangan wilayah harus mengacu pada potensi wilayah tersebut (Alkadri et al, 1998 dalam Tarigan, 2003). Potensi wilayah tersebut dapat terlihat melalui perubahan produktivitas wilayah

Pengembangan wilayah sendiri menurut Alkadri et al (1999) memiliki 2 (dua) fungsi utama, yakni fungsi ekologis dan fungsi ekonomi. Yang dimaksud dengan fungsi ekologis adalah pengembangan wilayah yang dilakukan bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sedangkan fungsi ekonomisnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menciptakan sentra-sentra produksi sekaligus membangun prasarana dan adanya layanan logistik.

Rondinrlli (1995) dalam Sinaga et al (2012) mengungkapkan indeks tingkat perkembangan wilayah dapat dilihat secara sederhana dalam 3 (tiga) indikator, yaitu:

a. Karakteristik sosial ekonomi dan demografi, di ukur melalui pendapatan per kapita, kebutuhan fisik minimum, produk domestik regional bruto, investasi jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, jumlah usia harapan hidup, tingkat kematian bayi per 100 penduduk, jumlah fasilitas kesehatan.

b. Kontribusi industri dan produksi pertanian, di ukur melalui persentase penyerapan tenaga kerja jumlah perusahaan komersial, luas total lahan pertanian dan produktivitas pertanian, luas lahan sawah, dan luas lahan pertanian untuk hidup layak.

c. Transportasi, di ukur melalui kualitas jalan, kepadatan jalan, tipe, dan panjang jalan. Dalam penulisan makalah ini, membahas mengenai pengembangan ekonomi wilayah melalui potensi agribisnis, sehingga bukan hanya aspek ekonomi yang dibutuhkan namun juga terkait sumber daya yang dimiliki. Bukan hanya sumber daya alam, namun juga sumber daya manusia yang ada pada wilayah tersebut serta aspek fisik seperti ketersediaan sarana dan prasarana yang mampu mendukung kegiatan agribisnis sehingga mampu meningkatkan ekonomi wilayah tersebut.

5.2 Pengembangan Ekonomi Wilayah

Pengembangan ekonomi wilayah adalah suatu proses untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu wilayah dengan mengelola sumber daya alam dan memanfaatkan sumber daya buatan, sumber daya manusia, dana, dan teknologi untuk menciptakan berbagai peluang dalam rangka menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi (Rony, 2010).

Pembangunan ekonomi juga diartikan sebagai sarana realisasi diri seseorang dilihat dari pembangunan yang harus bisa mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mengurangi ketidaksetaraan (Seers, dalam Ali 2012).

Myrdal (1997) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan hasil bekerjanya faktor ekonomi dan non ekonomi yang terjalin secara kumulatif. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Todaro (2004) bahwa untuk mengukur pengembangan perekonomian tidak cukup hanya menggunakan tolak ukur ekonomi (kemiskinan, tersedianya lapangan pekerjaan, dan penyediaan tenaga kerja, serta berkuangnya disparitas pendapatan) melainkan juga tolak ukur non ekonomi seperti tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, serta kecukupan kebutuhan perumahan.

Dalam pengembangan ekonomi wilayah, menurut Todaro dan Smith (2006) harus memiliki 3 (tiga) tujuan inti. Tujuan tersebut adalah:

1. Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) atau peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai kultural dan kemanusiaan, yang semuanya tidak hanya memperbaiki kesejahteraan materiil, tetapi juga menumbuhkan harga diri pada pribadi yang bersangkutan atau disebut sebagai self esteem.

3. Perluasan pilihan-pilihan dan sosial atau ability to choose bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan perbudakan dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau indikator bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Dalam pengembangan ekonomi terdapat kriteria daerah dengan ekonomi tertinggal. Menurut kementerian pembangunan daerah tertinggal Tahun 2013, indikator tersebut adalah:

1. Perekonomian masyarakat dengan indikator utama persentase keluarga miskin dan konsumsi perkapita.

2. Sumber daya manusia dengan indikator utama angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf.

3. Prasarana (infrastruktur) dengan indikator utama adalah jumlah jalan dengan permukaan terluas aspal/beton, jalan diperkeras, jalan tanah, dan jalan lainnya, persentase penggunaan listrik, telepon, air bersih, jumlah desa dengan pasar tanpa bangunan permanen, jumlah prasarana kesehatan per 1.000 penduduk, jumlah dokter per 1.000 penduduk, jumlah SD-SMP per 1.000 penduduk.

4. Kemampuan keuangan daerah dengan indikator utama celah fiskal.

5. Aksesibilitas dengan indikator jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan lebih besar dari 5 (lima) km.

Todaro (1998) menjelaskan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pendayagunaan tenaga kerja, pengurangan tingkat kemiskinan, serta kebijaksanaan untuk distribusi pendapatan. Sedangkan menurut Taigan (2005) pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dengan adanya pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, dan kenaikan added value. Pertambahan pendapatan masyarakat menggambarkan pendapatan masyarakat yang di ukur dengan nilai riil atau konstan. Pertambahan pendapatan tersebut berupa pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut, baik berupa modal, tenaga kerja, maupun teknologi. Kenaikan pendapatan/pertambahan pendapatan ini juga dapat menggambarkan kemakmuran suatu daerah, dimana kemakmuran derah bukan hanya ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut melainkan juga dapat dilihat melalui pendapatan yang mengalir ke luar wilayah maupun sebaliknya.

Upaya pengembangan ekonomi wilayah dapat dijadikan sebagai parameter apakah wilayah tersebut makmur ataupun tidak apabila kesejahteraan masyarakatnya terjamin. Menurut Todaro kesejahteraan masyarakat dapat di ukur melalui tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, harga diri, maupun keleluasaan dalam memilih. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah melalui peningkatan faktor produksi, baik berupa modal, maupun tenaga kerja. Selain itu, kesejahteraan masyarakat juga yang dapat di ukur melalui aspek ekonomi (kemiskinan, tersedianya lapangan pekerjaan, penyediaan lapangan Upaya pengembangan ekonomi wilayah dapat dijadikan sebagai parameter apakah wilayah tersebut makmur ataupun tidak apabila kesejahteraan masyarakatnya terjamin. Menurut Todaro kesejahteraan masyarakat dapat di ukur melalui tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, harga diri, maupun keleluasaan dalam memilih. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah melalui peningkatan faktor produksi, baik berupa modal, maupun tenaga kerja. Selain itu, kesejahteraan masyarakat juga yang dapat di ukur melalui aspek ekonomi (kemiskinan, tersedianya lapangan pekerjaan, penyediaan lapangan

5.3 Konsep Agropolitan

Dalam konteks spasial, proses pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak berimbang. Hal ini terutama bisa dilihat dari interaksi antara desa-kota yang secara empiris seringkali menunjukkan suatu hubungan yang saling memperlemah. Berkembangnya kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah (trickle down effect), tetapi justru menimbulkan efek pengurasan sumberdaya dari wilayah di sekitarnya (backwash effect).

Pada konsep agropolitan, strategi pengembangan harus menciptakan perekonomian perdesaan yang mandiri dan hubungan yang minimal pada ekonomi metropolis. Strategi ini mengharuskan setiap daerah memiliki otonomi dan sumber daya yang cukup untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri. Kunci keberhasilan pengembangan agropolitan adalah dengan memposisikan wilayah ini dalam suatu unit pemerintahan yang mempunyai otonomi sendiri dan mampu merencanakan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Pemerintah pusat lebih berperan untuk mendorong melalui dukungan material, keuangan, dan sumber daya teknis terhadap inisiatif pembangunan yang berasal dari daerah.

Menurut Friedmann dan Douglass (1976) menyebutkan bahwa kondisi yang diperlukan untuk keberhasilan pengembangan agropolitan atau strategi untuk menafsirkan ide pembangunan perdesaan dipercepat dari konsep agropolitan adalah sebagai berikut:

Mengubah daerah perdesaan dengan cara memperkenalkan gaya hidup kota (urbanism) yang telah disesuaikan pada lingkungan perdesaan tertentu. Ini berarti bahwa tidak lagi Mengubah daerah perdesaan dengan cara memperkenalkan gaya hidup kota (urbanism) yang telah disesuaikan pada lingkungan perdesaan tertentu. Ini berarti bahwa tidak lagi

Memperluas hubungan sosial pedesaan sampai ke luar batas-batas daerahnya, sehingga terbentuk ruang sosio ekonomi, dan politik yang lebih luas, atau agropolitan distrik (agropolitan district dapat disesuaikan untuk dipakai sebagai dasar satuan tempat pemukiman untuk kota-kota besar atau pusat kota-kota tertentu yang berada di sekitarnya dan yang selalu berkembang).

Memperkecil keretakan sosial (social dislocation) dalam proses pembangunan, memelihara kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman, dan memberikan kepuasan pribadi dalam sosial dalam membangun suatu masyarakat baru.

Menstabilkan pendapatan antara masyarakat desa dengan kota melalui penambahan kesempatan kerja yang produktif dan khususnya mendukung kegiatan pertanian dengan kegiatan non pertanian di dalam lingkungan masyarakat yang sama.

Memanfaatkan tenaga kerja secara efektif dan mengarahkan pada usaha pengembangan sumber-sumber daya alam secara luas di tiap agropolitan district, termasuk peningkatan hasil pertanian, proyek-proyek untuk memelihara dan mengendalikan air, pekerjaan umum di pedesaan, memperluas pemberian jasa-jasa untuk pedesaan dan industri yang berkaitan dengan pertanian.

Merangkai agropolitan districts menjadi jaringan regional dengan cara membangun dan memperbaiki sarana hubungan agropolitan districts dan yang ke kota-kota besar, dan menempatkan pada daerah (regional) jasa-jasa tertentu dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang dapat menbutuhkan tenaga kerja yang lebih besar daripada yang terdapat dalam satu district.

Menyusun suatu pemerintahan dan perencanaan yang sesuai dengan lingkungannya yang dapat mengendalikan pemberian prioritas-prioritas pembangunan dan pelaksanaannya pada penduduk daerahnya, yang berupa pemberian wewenang kepada agropolitan district untuk mengambil keputusan sendiri agar mereka dapat Menyusun suatu pemerintahan dan perencanaan yang sesuai dengan lingkungannya yang dapat mengendalikan pemberian prioritas-prioritas pembangunan dan pelaksanaannya pada penduduk daerahnya, yang berupa pemberian wewenang kepada agropolitan district untuk mengambil keputusan sendiri agar mereka dapat

Menyediakan sumber-sumber keuangan untuk membangun agropolitan dengan cara: 1) menanam kembali bagian terbesar dari tabungan setempat pada tiap-tiap district, 2) menerapkan sistem bekerja sebagai pengganti pajak bagi semua anggota masyarakat yang telah dewasa, 3) mengalihkan dana pembangunan dari pusat-pusat kota dan kawasan industri khusus untuk pembangunan agropolitan, dan 4) memperbaiki nilai tukar barang-barang yang merugikan antara petani dan penduduk kota agar lebih menguntungkan petani.

Kota agropolitan dapat merupakan kota menengah atau kota kecil atau kota kecamatan atau kota perdesaan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland dan atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor secara luas seperti usaha pertanian (on-farm dan off-farm), industri kecil, kepariwisataan, jasa pelayanan dan lain-lain.

5.4 Ciri-ciri Kawasan Agropolitan

Kawasan agropolitan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian (agribisnis)

2. Sebagian besar kegiatan dikawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan

3. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat interdependensi/timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya dan 3. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat interdependensi/timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya dan

4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh berbeda dengan di kota. Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan agropolitan bila dapat

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan), serta berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha dari komoditi unggulannya.

2. Memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis, yaitu: Pertama, Pasar, baik pasar untuk hasil-hasil pertanian, pasar sarana pertanian, alat dan mesin pertanian, maupun pasar jasa pelayanan termasuk pasar lelang, gudang tempat penyimpanan dan prosesing hasil pertanian sebelum dipasarkan; Kedua, Lembaga keuangan sebagai sumber modal untuk kegiatan agribisnis; Ketiga, Memiliki kelembagaan petani yang dinamis dan terbuka terhadap perkembangan teknologi, Keempat, Balai penyuluhan pertanian yang berfungsi sebagai klinik konsultasi agribisnis; Kelima, Percobaan/pengkajian teknologi agribisnis untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah kawasan agropolitan; Keenam, Jaringan jalan yang memadai dan aksesbilitas dengan daerah lainnya serta sarana irigasi yang kesemuanya untuk mendukung usaha pertanian yang efesien; Ketujuh, Memiliki sarana dan prsarana kesejahteraan sosial yang memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi dan lain-lain; Kedelapan, Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumber daya alam, kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan desa terjamin. Menurut Badrudin (1999) untuk mengurangi efek polarisasi maka konsep agropolitan

disarankan memerlukan suatu pola pertumbuhan yang spesifik yaitu:

1. Dirancang untuk daerah pertumbuhan yang mempunyai luas relatif sempit untuk ukuran Indonesia yaitu pada sekitar kecamatan;

2. Adanya kemandirian dalam penyusunan dan penetapan perencanaan pembangunan di wilayah tersebut;

3. Terdapat pembagian yang jelas antara tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian;

4. Terdapat sumber daya di wilayah tersebut yang dapat dikembangkan untuk kegiatan sektor industri;

5. Ketersediaan teknologi lokal serta kemungkinan pemanfaatannya.

5.5 Kriteria Penetapan Kawasan Agropolitan

Suatu kawasan agropolitan ditetapkan oleh kriteria-kriteria sebagai berikut (Rustiadi dan Sugimin Pranoto, 2007):

a. Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. Komoditas dan produk olahan pertanian unggulan menjadi salah satu persyaratan penting bila akan mengembangkan kawasan agropolitan. Komoditas pertanian unggulan yang dimaksud seperti tanaman pangan (jagung, padi), hortikultura, perkebunan perikanan, dan peternakan.

b. Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik. Daya dukung lahan untuk pengembanagn agropolitan harus sesuai syarat dengan jenis komoditas unggulan yang akan dikembangkan meliputi: kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan kesesuaian lahan.

c. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai. Untuk memperoleh hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan perlu luas lahan yang memadai dalam mencapai skala ekonomi dan cakupan ekonomi.

d. Tersedianya dukungan prasarana dan sarana produksi yang memadai untuk mendukung kelancaran usaha tani dan pemasaran hasil produksi, antara lain jalan poros desa, pasar, irigasi, terminal, listrik, dsb. Menurut Soenarno (2001), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

pengembangan akwasan agropolitan, antara lain:

1. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai:

a. Pusat perdagangan dan transportasi pertanian

b. Penyedia jasa pendukung pertanian b. Penyedia jasa pendukung pertanian

d. Penyedia pekerja non-pertanian

e. Pusat agropolitan dan hinterlandnya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi dan kabupaten.

2. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai:

a. Pusat produksi pertanian

b. Intensifikasi pertanian

c. Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian

d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian

3. Penetapan sektor unggulan:

a. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung sektor hilirnya.

b. Kegiatan agribisnis yang banayk melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai kearifan lokal)

c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor.

4. Dukungan sistem infrastruktur Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan akwasan agropolitan antaranya: jaringan jalan, irigasi, sumbersumber air, dan ajringan utilitas.

5. Dukungan Kelembagaan

a. Dukungan kelembagaan pendukung pengembangan kawasan agripolitan yang merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat seperti lembaga penyuluhan dan penelitian.

b. Pengembangan sistem kelembagaan insentif

disinsentif pengembangan kawasan agropolitan.

dan

6. Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan agropolitan secara mandiri.

7. Usaha agribisnis yang dimiliki masyarakat tani di kawasan mampu dikembangkan lebih 7. Usaha agribisnis yang dimiliki masyarakat tani di kawasan mampu dikembangkan lebih

Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup tercapai guna menjamin budidaya kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem yang berkelanjutan dalam RTRK/ RDTRK yang disepakati.

5.6 Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Lain

Keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor lain dapat mempengaruhi pertumbuhan atau pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan sektor pertanian dapat menunjang pertumbuhan sektor lain melalui keterkaitan yang dimiliki maka secara agregat pertumbuhan ekonomi akan meningkat (Kuznets 1964 dalam Todaro, 2003).

Todaro (2004) juga menyebutkan bahwa linkages kuat antarsektor merupakan salah satu cara agar perekonomian dapat meningkat. Dengan kuatnya keterkaitan antarsektor, maka dapat membuat wilayah untuk mampu memenuhi kebutuhan dari wilayahnya maupun untuk memenuhi kebutuhan wilayah di sekitarnya sehingga harga-harga yang ada di wilayah tersebut dapat terkendalikan. Ferguson (1965) dalam Meta (2013) menyebutkan bahwa terciptanya price stability (stabilitas harga) untuk meciptakan rasa aman atau tenteram dalam perasaan masyarakat. Harga yang tidak stabil membuat masyarakat merasa waswas, misalnya apakah harta atau simpanan yang diperoleh dengan kerja keras, nilai riil atau manfaat berjkurang di kemudian hari.

Dalam hal ini, sektor pertanian dapat memiliki keterkaitan dengan sektor lain melalui 4 (empat) media, yakni keterkaitan produk, keterkaitan investasi, keterkaitan konsumsi, dan keterkaitan fiskal. Keterkaitan melalui 4 (empat) media ini dapat dijelaskan dengan beberapa contoh, yaitu:

1. Keterkaitan Produk Penggunaan produk dari sektor pertanian dapat digunakan oleh sektor lain sebagai bahan baku sektor tersebut.

2. Keterkaitan Konsumsi

Ketrkaitan konsumsi ini dapat dilihat melalui tren yang berkembang di masyarakat dimana antar satu produk dengan produk yang lain saling menguntungkan terlihat dari pola konsumsi masyarakat.

3. Keterkaitan Investasi Pendapatan yang besar ketika sektor pertanian mengalami peningkatan produksi yang dapat digunakan sebagai modal. Modal ini digunakan untuk tujuan investasi ke sektor non pertanian. Sehingga, ada transfer modal dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

4. Keterkaitan Fiskal Pajak yang ditarik dari sektor pertanian dan digunakan untuk membiayai investasi atau pelayanan pemerintahan (Sahara dan D.S. Priyarsono, 2006). Ada berbagai teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan antarsektor mempengaruhi

perekonomian suatu negara. Keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor dengan sektor lain dalam perekonomian. Keterkaitan ke belakang menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi sedangkan keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor, maka dapat membuat wilayah untuk mampu memenuhi kebutuhan dari wilayahnya maupun untuk memenuhi kebutuhan wilayah di sekitarnya sehingga harga-harga yang ada di wilayah tersebut dapat terkendalikan.

5.7 Hubungan Faktor Distribusi dengan Lembaga Keuangan

Secara umum, faktor distribusi sangat berpengaruh dalam pembentukan harga jual di pasaran. Faktor-faktor terebut meliputi biaya transportasi dan rantai distribusi. Rantai distribusi tersebut berawal dari petani  pengepul/tengkulak  pengecer  konsumen. Kedua faktor tersebut merupakan 2 (dua) hal yang saling berpengaruh. Biaya transportasi memiliki implikasi yang besar terhadap proses pendistribusian. Semakin tinggi biaya transportasi maka semakin besar kemungkinan petani menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak  pengecer  konsumen. Selain biaya transportasi dalam pendistribusian tanaman pertanian kerusakan Secara umum, faktor distribusi sangat berpengaruh dalam pembentukan harga jual di pasaran. Faktor-faktor terebut meliputi biaya transportasi dan rantai distribusi. Rantai distribusi tersebut berawal dari petani  pengepul/tengkulak  pengecer  konsumen. Kedua faktor tersebut merupakan 2 (dua) hal yang saling berpengaruh. Biaya transportasi memiliki implikasi yang besar terhadap proses pendistribusian. Semakin tinggi biaya transportasi maka semakin besar kemungkinan petani menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak  pengecer  konsumen. Selain biaya transportasi dalam pendistribusian tanaman pertanian kerusakan

Pembangunan sektor pertanian tidak terlepas dari adanya para pemilik modal. Mereka ikut serta dalam persaingan pasar pertanian untuk mencari hasil-hasil pertaian dari para petani untuk dibeli dan memperoleh keuntungan. Sedikitnya lembaga yang berfungsi sebagai unit simpan pinjam bagi petani membuat petani menjual hasil pertanian kepada tengkulak. Dalam rangka pemasaran hasil-hasil pertanian peran tengkulak sangat dibutuhkan oleh para petani di daerah perdesaan. Adapun alasan petani untuk menggunakan jasa tengkulak dalam menjual hasil panen adalah:

1. Karena tidak memiliki kendaraan angkut sendiri. Petani merasa dipermudah dengan adanya tengkulak yang mendatangi mereka dengan sekaligus membawa kendaraan pengangkut sehingga petani tidak perlu menyewa kendaraan lagi. Petani lebih memilih menjual kepada tengkulak dengan harga rendah di bawah harga pasar untuk segera mendapatkan uang daripada hasil panen segera layu dan tidak laku untuk dijual.

2. Karena petani sudah sering meminjam modal berupa bibit dan pupuk kepada tengkulak karena merasa lebih mudah sedangkan tengkulak juga merasa diuntungkan karena petani menjual hasil panen kepada tengkulak yang memberikan modal bibit dan pupuk tadi pada saat panen (Pranatayana, 2013).

Dilihat dari interaksi petani dan tengkulak yang cenderung merugikan petani, pembentukan, dan pemberdayaan koperasi petani, tentunya merupakan suatu solusi aplikatif yang memiliki prospek untuk menyejahterakan masyarakat, khususnya petani. Harga jual produk pertanian yang dihasilkan petani dapat dijaga, sekalipun terjadi panen raya yang mengakibatkan keanjlokan harga secara signifikan di pasaran. Praktek-praktek monopoli pemasaran produk pertanian pun dapat dicegah ataupun diminimalisir. Pemberdayaan koperasi tani akan mampu memberdayakan petani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya (Pranatayana, 2013).

5.8 Konsep Pengemangan Agropolitan Kabupaten Nganjuk

Konsep Agropolitan pada dasarnya adalah konsep pengembangan wilayah dimana konsep ini menitikberatkan pada pengembangan komoditas-komoditas unggulan pada sektor pertanian di suatu wilayah. Dengan kecenderungan kegagalan model pembangunan di suatu daerah yang secara umum menyebabkan perekonomian di daerah tersebut yang tidak berkembang sehingga menyebabkan pembangunan terhambat. Dengan terhambatanya pembangunan di suatu daerah, maka dapat pula menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah tertinggal atau menyebabkan disparitas antarwilayah. Dengan begitu model-model pengembangan kemandirian di daerah terus menerus digali. Disini akan tentang bagaimana mengembangkan Konsep Agropolitan sebagai pendorong kemandirian pembangunan di daerah.

Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur yang mempunyai potensi sumber daya pertanian yang cukup besar. Wilayah Kabupaten Nganjuk merupakan lokasi yang berpotensi dapat diandalkan dalam perekonomian wilayah dalam hal pengembangan komoditas unggulan dan pendapatan dalam sektor pertanian.

Berdasarkan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nganjuk pada bagian rencana struktur ruang pengembangan sektor ekonomi bertumpu pada sektor pertanian. Kawasan perdesaan dan perkotaan diarahkan menjadi kawasan agropolitan. Pengembangan agropolitan pada Kabupaten Nganjuk lebih difokuskan pada pengembangan sektor pertanian dengan komoditas unggulan berupa bawang merah.

Berdasarkan data dari Kabupaten Nganjuk dalam Angka, beberapa kecamatan di Kabupaten Nganjuk yang memiliki komoditas unggulan bawang merah, antara lain Kecamatan Sukomoro, Kecamatan Gondang, Kecamatan Rejoso, Kecamatan Bagor, dan Kecamatan Wilangan. Hal ini dikarenakan kecamatan-kecamatan tersebut merupakan wilayah yang memiliki produksi bawang merah paling besar tiap tahunnya. Mengacu kepada arahan di dokumen tata ruang dan didukung dengan kondisi eksisting demikian, dilakukanlah pengembangan konsep agropolitan pada 5 (lima) kecamatan tersebut.

5.9 Metode Perhitungan

5.9.1 Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya dapat berupa jumlah tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan lain yang dapat digunakan sebagai kriteria.

Teknik analisis ini belum bisa memberikan kesimpulan akhir dari sektor-sektor yang teridentifikasi sebagai sektor strategis. Namun untuk tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan suatu daerah dalam sektor yang teridentifikasi. Rumus matematika yang digunakan untuk membandingkan kemampuan sektor-sektor dari daerah tersebut adalah:

Dimana: Vik = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada Kecamatan Kenjeran Vk = Pendapatan (tenaga kerja) total Kecamatan Kenjeran Vip = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada Kota Surabaya Vp = Pendapatan (tenaga kerja) total Kota Surabaya

Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang dihasilkan adalah:

a) Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari pada tingkat wilayah acuan.

b) Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari pada tingkat wilayah acuan.

c) Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah acuan.

Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan. Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain.

Keunggulan Analisis Location Quotient (LQ):

Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan dengan mudah dan cepat. LQ dapat digunakan sebagai alat analisis awal untuk suatu daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat analisis lainnya. Karena demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap perubahan spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Perubahan tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula diketahui dengan membandingkan LQ dari tahun ke tahun.

Kelemahan Analisis Location Quotient (LQ):

Perlu diketahui bahwa nilai LQ dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai hasil perhitungannya bias, karena tingkat disagregasi peubah spesialisasi, pemilihan peubah acuan, pemilihan entity yang diperbandingkan, pemilihan tahun dan kualitas data. Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah masalah time lag. Hal ini diakui, bahwa base multiplier atau pengganda tidak berlangsung secara tepat, karena membutuhkan time lag antara respon dari sektor basis terhadap permintaan dari luar wilayah dan respon dari sektor non basis terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah mengabaikan masalah time lag ini, namun dalam jangka panjang masalah ini pasti terjadi.

5.9.2 Analisis Shift-Share (SS)

Metoda ini digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor unggulan daerah dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah acuan (wilayah yang lebih luas) dalam dua atau lebih kurun waktu. Analisis ini bertolak pada asumsi bahwa pertumbuhan sektor daerah sama dengan pada tingkat wilayah acuan, membagi perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi daerah (lokal) dalam tiga komponen:

1) Komponen Pertumbuhan Wilayah Acuan (KPW), yaitu mengukur kinerja perubahan ekonomi pada perekonomian acuan. Hal ini diartikan bahwa daerah yang bersangkutan tumbuh karena dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan secara umum.

2) Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP), yaitu mengukur perbedaan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat. Apabila komponen ini pada salah satu sektor wilayah acuan bernilai positif, berarti sektor tersebut berkembang dalam perekonomian acuan. Sebaliknya jika negatif, sektor tersebut menurun kinerjanya.

3) Komponen Pergeseran atau Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPK), yaitu mengukur kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor yang sama pada perekonomian acuan. Apabila komponen ini pada salah satu sektor positif, maka daya saing sektor lokal meningkat dibandingkan sektor yang sama pada ekonomi acuan, dan apabila negatif terjadi sebaliknya. Dengan demikian apabila perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi kota adalah

PEK, maka persamaannya dapat diformulasikan sebagai berikut (Ma‟rif, 2000:3):

Dimana: Yt = Indikator ekonomi wilayah nasional, akhir tahun analisis/jumlah total PDRB tingkat 1 pada tahun 2010 Yo = Indikator ekonomi wilayah nasional, awal tahun analisis/jumlah total PDRB tingkat 1 pada tahun 2005

Dimana: Yit = Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun 2014

Yio = Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun 2010 tahun awal Yt = Indikator ekonomi wilayah nasional, akhir tahunanalisis / jumlah total PDRB tingkat 1 pada tahun 2014 Yo = Indikator ekonomi wilayah nasional, awal tahun analisis/ jumlahtotal PDRB tingkat 1 pada tahun 2010

Dimana: yit = Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i pada tingkat 2 tahun 2014 yio = Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i pada tingkat 2 tahun 2010 Yit = Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, akhir tahun analisis / jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun 2014 Yio = Indikator ekonomi wilayah nasional sektor i, awal tahun analisis/ jumlah PDRB sektor i pada tingkat 1 tahun 2010

Dimana: KPP = Komponen Pertumbuhan Proporsional KPPW = Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Keunggulan Analisis Shift-Share (SS):

a) Digunakan untuk memperileh gambaran rinci mengenai pergeseran struktur ekonomi

b) Menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor perekonomian daerah terhadap wilayah acuan b) Menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor perekonomian daerah terhadap wilayah acuan

d) Menggambarkan sektor yang posisinya relatif lemah, namun dianggap strategis untuk dipacu (pertimbangan penyerapan tenaga kerja)

Kelemahan Analisis Shift-Share (SS):

a) Asumsi yang digunakan bahwa sektor-sektor ekonomi acuan tumbuh dengan tingkat yang sama

b) Pergeseran posisi sektor dianggap linier.

DAFTAR PUSTAKA

2011. Peraturan Daerah Kabupaten Nganjuk Nomor 02 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nganjuk Tahun 2010-2030.

2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Kabupaten Nganjuk Tahun 2014-2018.

2015. Kabupaten Nganjuk Dalam Angka 2015. BPS Kabupaten Nganjuk.

Ma‟rif, Samsul. 2002. Ekonomi Wilayah dan Kota, Ekonomika dalam Perencanaan Identifikasi Sektor Strategis. Diktat Kuliah PWK UNDIP Semarang.

Nawanir, Hanif. 2003. Studi Pengembangan Ekonomi dan Keruangan Kota Sawahlunto Pascatambang. Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63