Organ lapis pertama atau lembaga tinggi negara

a. Organ lapis pertama atau lembaga tinggi negara

1) Presiden dan Wakil Presiden

a) Presiden

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurutt Undang-Undang Dasar”. Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan dalam pasal ini menunjuk kepada pengertian Presiden menurut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem pemerintahan presidensial, tidak terdapat pembedaan atau tidak perlu diadakan pembedaan antara Presiden selaku kedudukan kepala negara dan Presiden selaku kepala pemerintahan. Presiden adalah Presiden, yaitu jabatan yan memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar. Dalam UUD 1945 juga tidak terdapat ketentuan yang mengatur tentang adanya kedudukan kepala negara (head of state) ataupun kedudukan kepala pemerintahan (head of government). Adapun yang menjadi kewenangan dari Presiden dalam UUD 1945 yaitu : (1) mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada

DPR (Pasal 5 ayat (1)); (2) menetapkan peraturan pemerintah (Pasal 5 ayat (2)); (3) memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10); (4) menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (1));

(5) menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12); (6) mengangkat duta dan konsul (Pasal 13 ayat (1));

commit to user

pertimbangan MA (Pasal 14 ayat (1)); (8) memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan

pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat (2)); (9) memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang (Pasal 15); (10) membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang (Pasal 16);

(11) mengangkat dan memberhentikan para menteri (Pasal 17

ayat (2)); (12) membahas dan melakukan persetujuan bersama dengan DPR setiap rancangan undang-undang (Pasal 20 ayat (2)); (13) mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang (Pasal 20 ayat (4));

(14) menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti

undang-undang (Pasal 22 ayat (1)); (15) mengajukan RUU anggaran pendapatan dan belanja negara untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat (2));

(16) meresmikan anggota BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat (1)); (17) menetapkan hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial

kepada DPR (Pasal 24A ayat (3)); (18) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR (Pasal 24B ayat (3)); (19) menetapkan sembilan orang anggota hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh MA, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden (Pasal 24C ayat (3));

commit to user

b) Wakil Presiden

Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUD 1945 menegaskan, “Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”, sehingga jelas wakil presiden merupakan pembantu bagi presiden dalam melakukan kewajiban kepresidenan. Dimana wakil presiden bertindak mewakili presiden dalam hal presiden berhalangan untuk menghadiri kegiatan tertentu atau melakukan sesuatu dalam lingkungan kewajiban konstitusional presiden. Dalam berbagai kesempatan dimana presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusionalnya karena sesuatu alasan yang dapat dibenarkan secara hukum, maka wakil presiden dapat bertindak sebagai pengganti presiden. Sementara itu, dalam berbagai kesempatan yang lain, wakil presiden juga dapat bertindak sebagai pendamping bagi presiden dalam melakukan kewajibannya, kemudian kedudukan wakil presiden adalah seorang pejabat publik.

Kedudukan seorang wakil presiden juga tidak dapat dipisahkan dengan presiden sebagai satu kesatuan pasangan jabatan yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Karena itu, kedudukan wakil presiden jauh lebih tinggi dan jauh lebih penting daripada jabatan menteri. Meskipun dalam hal melakukan perbuatan pidana, masing- masing presiden dan wakil presiden bertanggung jawab secara sendiri-sendiri sebagai individu (person), tetapi dalam rangka pertanggungjawaban politik kepada rakyat, presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan jabatan.

Dengan demikian, wakil presiden mempunyai lima kemungkinan posisi terhadap presiden, yaitu: (1) sebagai wakil yang mewakili presiden;

commit to user

(3) sebagai pembantu yang membantu presiden; (4) sebagai pendamping yang mendampingi presiden; (5) sebagai wakil presiden yang bersifat mandiri.

Dalam menjalankan kelima posisi tersebut, maka secara konstitusional, presiden dan wakil presiden harus bertindak sebagai satu kesatuan subjek jabatan institusional kepresidenan. Presiden dan wakil presiden itu ada dua orang yang menduduki satu kesatuan subjek hukum lembaga kepresidenan.

2) Dewan Perwakilan Rakyat

Mengenai kewenangan DPR menurut UUD 1945 dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 ayat (1) dan (2));

b) memberikan persetujuan bersama (Pasal 20 ayat (1) dan (2)):

c) menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang

tertentu dengan mengikutsertakannya dalam pembahasan (Pasal 22D ayat (1) dan (2));

d) memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D ayat (2));

e) menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat (2));

f) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU APBN dan kebijakan pemerintah (Pasal 20A ayat (1) dan Pasal 22D ayat (3));

g) membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan DPD terhadap pelaksanaan UU mengenai otonomi

commit to user

hubungan pusat dan daerah, sumberdaya alam dan

h) sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22F ayat (1));

i) memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 22F ayat (1));

j) membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh BPK (Pasal 22E ayat (2) dan (3));

k) memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial (Pasal 24B ayat (3);

l) memberikan persetujuan calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden (Pasal 24A ayat (3));

m) mengajukan 3 (tiga) orang calon anggota hakim konstitusi kepada Presiden untuk ditetapkan (Pasal 24C ayat (3)); n) memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan dalam pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 13 ayat (2) dan (3) dan Pasal 14 ayat (2));

o) memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjabjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang (Pasal 11 ayat (2));

3) Dewan Perwakilan Daerah

Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) semula dimaksudkan dalam rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang terdiri atas DPR

commit to user

legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem double check yang memungkinkan representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas (Jimly Asshidiqqie, 2005: 88). Yang satu merupakan cerminan representasi politik di DPR, sedangkan yang lain mencerminkan prinsip representasi territorial atau regional di DPD.

Akan tetapi, ide bikameralisme atau struktur parlemen dua kamar itu mendapat tantangan yang keras dari kelompok konservatif di Panitia Ad Hoc Badan Pekerja MPR 1999-2000 yang membahas rancangan Perubahan UUD 1945, sehingga yang disepakati adalah rumusan yang sekarang yang tidak dapat disebut mengenai sistem bikameral sama sekali. Dalam ketentuan UUD 1945 dewasa ini, jelas terlihat bahwa DPD tidaklah mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan fungsi pengawasan. Karena itu, kedudukannya hanya bersifat penunjang atau auxiliary terhadap fungsi DPR, sehingga DPD paling jauh hanya dapat disebut sebagai co-legislator, daripada legislator yang sepenuhnya.

Menurut UUD 1945, kewenangan DPD adalah sebagai

berikut:

a) mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah (Pasal 22D ayat (1)), dan ikut membahas RUU tersebut (Pasal 22D ayat (2));

b) memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D ayat (2));

c) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, UU pembentukan, pemekaran, dan

commit to user

sumberdaya alam, dan sumberdaya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D ayat (3));

d) memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK (Pasal 23F ayat (1));

e) menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK (Pasal 23E ayat (2));

Dengan demikian, jelaslah bahwa fungsi DPD itu hanyalah sebagai co-legislator disamping DPR. Sifat tugasnya hanya menunjang (auxiliary agency) terhadap tugas-tugas konstitusional DPR. Dalam proses pembentukan suatu undang-undang atau legislasi, DPD tidak mempunyai kekuasaan untuk memutuskan atau berperan dalam proses pengambilan keputusan sama sekali. Padahal, persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD lebih berat daripada persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPR. Artinya, kualitas legitimasi anggota DPD itu sama sekali tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas kewenangannya sebagai wakil rakyat daerah (regional representatives).

4) Majelis Permusyawaratan Rakyat

Mengenai kewenangan MPR menurut UUD 1945 dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) mengubah dan menetapkan UUD 1945 (Pasal 3 ayat (1));

b) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat (2));

c) memutus usul DPR berdasarkan putusan MKRI untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya (Pasal 7A dan Pasal 7B ayat (7));

d) melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya (Pasal 8 ayat (1));

commit to user

apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya paling lambat dalam waktu enam puluh hari (Pasal

8 ayat (2));

f) memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya (Pasal 8 ayat (3));

5) Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya atau biasa disebut sebagai the guardian of the constitution . Adapun kewenangannya yang diatur oleh UUD 1945, yaitu :

a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (Pasal 24C ayat (1));

b) memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara (Pasal 24C ayat (1));

c) memutus pembubaran partai politik (Pasal 24C ayat (1));

d) memutus perselisihan hasil pemilu (Pasal 24C ayat (1));

e) memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945 (Pasal 24C ayat (2))

Dalam melakukan fungsi peradilan dalam keempat bidang kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan penafsiran terhadap UUD 1945 sebagai satu-satunya lembaga yang

commit to user

Karena itu, disamping sebagai pengawal konstitusi, MK juga biasa disebut sebagai the Sole Interpreter of the Constitution. Jika dibandingkan dengan sesama lembaga tinggi negara lainnya, MK mempunyai posisi yang unik (Jimly Asshidiqqie, 2010: 27). Dimana MPR yang menetapkan UUD 1945, sedangkan MK yang mengawalnya. DPR yang membentuk UU, tetapi MK yang membatalkannya jika terbukti bertentangan dengan UUD 1945. MA mengadili semua perkara pelanggaran hukum dibawah UUD 1945, sedangkan MK mengadili perkara pelanggaran UUD 1945. Jika DPR ingin mengajukan tuntutan pemberhentian terhadap presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya, maka sebelum diajukan ke MPR untuk diambil putusan, tuntutan tersebut diajukan lebih dulu untuk pembuktiannya secara hukum. Semua lembaga-lembaga negara tersebut saling berselisih pendapat atau bersengketa dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya satu sama lain, maka yang memutus final dan mengikat persengketaan itu adalah Mahkamah Konstitusi.

6) Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Agung mempunyai kewenangan menurut UUD 1945 sebagai berikut :

a) melakukan kekuasaan kehakiman (Pasal 24 ayat (2));

b) mengadili pada tingkat kasasi (Pasal 24A ayat (2);

c) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang terhadap undang-undang (Pasal 24A ayat (1));

d) mengajukan 3 (tiga) orang calon hakim konstitusi untuk ditetapkan sebagai hakim konstitusi oleh Presiden (Pasal 24C ayat (3));

e) wewenang lain yang diberikan oleh UU (Pasal 24A ayat (1));

commit to user

Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai kewenangan menurut UUD 1945 sebagai berikut:

a) memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara (Pasal 23E ayat (1));

b) menyerahkan hasil pemeriksaan keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya (Pasal 23E ayat (2);

Dalam kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara dan kewenangannya yang besar, fungsi BPK pada pokoknya terdiri atas tiga bidang, yaitu fungsi operatif, fungsi justisi, dan fungsi advisory. Bentuk pelaksanaan ketiga fungsi itu adalah fungsi operatif berupa pemeriksaan, pengawasan, dan penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan negara, kemudian fungsi justisi berupa kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang menimbulkan kerugian keuangan dan kekayaan negara, dan fungsi advisory yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah terkait pengurusan dan pengelolaan keuangan negara.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAN PERANCANGAN TELECOMMUNICATION CABLING INFRASTRUCTURE DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODE PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ANALYSIS AND DESIGN OF TELECOMMUNICATION CABLIN

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN SPACE PLANNING PADA DATA CENTER DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SPACE PLANNING IN DATA CENTER IN T

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN SECURITY SYSTEM DALAM RANCANGAN BERDASARKAN STANDAR EN506002-5 DENGAN METODE PPDIOO LIFE- CYCLE APPROACH STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SECURITY SYSTEM IN DESIGN BASED ON EN506002-5 ST

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN POWER DISTRIBUTION DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFOKABUPATEN BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODOLOGI PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH

1 1 10

ANALISIS DAN PERANCANGAN KONSTRUKSI BANGUNAN DATA CENTER DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600-2-1 DENGAN METODE PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ANALYSIS AND DESIGN OF CONSTRUCTION OF DATA CENTER BUILDING IN BANDUNG REGENCY GOVERNMENT US

0 0 9

ANALISIS DAN PERANCANGAN FASILITAS DATA CENTER BERDASARKAN SITE SELECTION STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF DATA CENTER FACILITY BASED ON SITE SELECTION ANSIBICSI 002 ST

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN ENVIRONMENTAL CONTROL DATA CENTER DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFO KABUPATEN BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODOLOGI PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ENVIRONMENTAL CONTROL DATA CENTER ANALYSIS AND DESIGN

0 0 9

ANALISIS DAMPAK MALWARE BERDASARKAN API CALL DENGAN METODE ANOMALI MALWARE IMPACT ANALYSIS BASED ON API CALL USING ANOMALY METHOD

0 6 10

ANALISIS CABLING DESIGN CONSIDERATION BUILDING AUTOMATION SYSTEM DI DATA CENTER DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN STATISTIK PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS: DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BA

0 0 8

PERAN LEMBAGA JOGLO TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHATANI PADI ORGANIK SKRIPSI

0 3 94