Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
4) Pemilihan Strategi Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran perlu diperhatikan strategi bagaimana yang hendak digunakan, karena penggunaan strategi pembelajaran sangat berpengaruh sekali terhadap hasil dan proses keberlangsungan pembelajaran itu sendiri. Oleh sebab itu maka sebelum menentukan strategi yang akan digunakan maka seorang guru terlebih dahulu melihat dan menganalisis materi pembelajaran yang hendak diberikan serta kondisi siswa dan kondisi lingkungan pembelajaran yang ada seperti sarana prasarana maupun fasilitas yang tersedia. Menurut Twelker (2000) dikutip oleh Riyanto mengemukakan bahwa pada dasarnya strategi pembelajaran mencakup empat hal, yaitu penetapan tujuan pengajaran, penetapan sistem pendekatan pembelajaran, pemilihan dan penetapan metode, teknik dan prosedur pembelajaran, penetapan kriteria keberhasilan proses pembelajaran dari dan dengan evaluasi yang digunakan (2009).
Dalam proses pembelajaran, guru harus menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tujuan pembelajaran ini terbagi atas tujuan pembelajaran ranah kognifit, afektif dan psikomotorik. Adanya perbedaan tujuan pembelajaran maka berimplikasi pula pada perbedaan strategi pembelajaran yang harus diterapkan, jadi dalam penerapan suatu strategi pembelajaran tidak bisa mengabaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Selain itu pendekatan pembelajaran dan pemilihan serta penetapan metode, teknik dan prosedur pembelajaran pun juga harus diperhatikan untuk menentukan suatu strategi pembelajaran yang diterapkan. Dalam pemilihan metode, teknik dan prosedur meliputi penetapan alat, media, sumber dan fasilitas pengajaran serta penetapan langkah-langkah strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran dan manajemen waktu). Penetapan kriteria keberhasilan suatu Selain itu pendekatan pembelajaran dan pemilihan serta penetapan metode, teknik dan prosedur pembelajaran pun juga harus diperhatikan untuk menentukan suatu strategi pembelajaran yang diterapkan. Dalam pemilihan metode, teknik dan prosedur meliputi penetapan alat, media, sumber dan fasilitas pengajaran serta penetapan langkah-langkah strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran dan manajemen waktu). Penetapan kriteria keberhasilan suatu
Strategi pembelajaran selalu berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran dan pendekatan proses pembelajaran yang didasarkan atas karakteristik dan kebutuhan belajar siswa dan kondisi lingkungan serta tujuan yang akan dicapai. Dari uraian mengenai pemilihan strategi pembelajaran diatas dapat dikatakan bahwa guru dapat memilih satu atau beberapa strategi sekaligus dan diterapkan secara bervariasi dengan ketentuan bahwa strategi yang digunakan tersebut sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, materi yang disampaikan, lingkungan, serta kemampuan pengajar atau guru untuk melaksanakan strategi yang dipilih tersebut.
b. Kajian Tentang Guru
Dalam dunia pendidikan kita tidak bisa terlepas dari perjuangan seorang guru. Secara sederhana, guru dapat diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sagala (2009) menjelaskan bahwa, “Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah” (hlm.21). Sedangkan menurut Hidayatulloh (2008) bahwa, “Guru harus memiliki komitmen yang kuat dalam melaksanakan pendidikan secara holistik yang berpusat pada potensi dan kebutuhan peserta didik” (hlm.3). Undang-undang No.2 Tahun 1989 dikutip oleh Sahertian (1994) mengenai sistem pendidikan nasional mengemukakan bahwa, “Guru adalah pembimbing, pengajar, dan pelatih” (hlm.8). Berhubungan dengan hal tersebut, Uno (2007) menyatakan bahwa, “…orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan” (hlm.15).
Seorang guru memiliki tanggung jawab yang sangat berat terhadap peningkatan mutu pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, terutama di negara kita Indonesia yang masih sangat jauh tertinggal dari negara-negara lain. Oleh sebab itu maka seorang guru harus benar-benar mampu mengentaskan Seorang guru memiliki tanggung jawab yang sangat berat terhadap peningkatan mutu pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, terutama di negara kita Indonesia yang masih sangat jauh tertinggal dari negara-negara lain. Oleh sebab itu maka seorang guru harus benar-benar mampu mengentaskan
Dari uraian mengenai pengertian guru di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang guru adalah seorang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan memiliki komitmen yang kuat dalam berlangsungnya proses pembelajaran. Dikatakan harus bertanggung jawab terhadap pendidikan baik disekolah maupun diluar sekolah karena pendidikan tidak hanya disekolah saja. pendidikan dapat terjadi di mana saja. Oleh karenanya seorang guru harus memiliki kompetensi dasar yang harus ditanamkan dalam dirinya. Berikut di bawah ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan profesi keguruan, antara lain meliputi: kompetensi, kode etik, tugas, dan tanggung jawab seorang guru, serta peranan seorang guru di dalam pembelajaran.
1) Kompetensi yang Harus dimiliki Guru
Dalam bahasa Inggris, istilah kompetensi mengandung tiga makna atau definisi, yaitu definisi pertama menunjukkan bahwa kompetensi itu pada dasarnya menunjukkan kepada kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Sedangkan definisi kedua menunjukkan lebih lanjut bahwa kompetensi itu pada dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang (kompeten) ialah yang memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (ketrampilan), pengetahuan, dan sebagainya untuk mengerjakan apa yang diperlukan. Kemudian definisi ketiga lebih jauh lagi ialah bahwa kompetensi itu menunjukkan kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan- tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan (Saud, 2009). Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 dikutip oleh Mulyasa (2007) bahwa, “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya” (hlm.25).
Dengan demikian maka kompetensi itu dipandang sebagai pilarnya atau teras kinerja dari suatu profesi. Sementara itu Mulyasa (2007) menyimpulkan Dengan demikian maka kompetensi itu dipandang sebagai pilarnya atau teras kinerja dari suatu profesi. Sementara itu Mulyasa (2007) menyimpulkan
a) Kompetensi Pedagogik. Terdapat lima sub kompetensi dalam kompetensi pedagogik ini, yaitu: memahami peserta didik secara mendalam, merancang pembelajaran yang didalamnya meliputi memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi penbelajaran, dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.
b) Kompetensi Personal (Kepribadian). Kompetensi kepribadian terdiri dari lima sub kompetensi, yaitu kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia. Berkepribadian mantap dan stabil disini maksudnya adalah bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Sedangkan berkepribadian dewasa maksudnya adalah memiliki kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak merupakan indikator esensial dari sub kepribadian yang arif.
Memiliki kepribadian yang berwibawa maksudnya adalah memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Sub kompetensi selanjutnya ialah memiliki kepribadian yang berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan yaitu bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Menurut Suharsimi Arikunto dalam Sudarwan Danim (2010) menyatakan bahwa “Kompetensi personal guru adalah kemampuan guru untuk memiliki sikap/kepribadian yang ditampilkan dalam perilaku yang baik dan terpuji, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri dan dapat menjadi panutan atau teladan bagi orang lain terutama bagi siswanya” (hlm.58). Kompetensi kepribadian guru sangat penting untuk diperhatikan, karena dari kompetensi inilah akan sangat mewarnai kinerja dalam mengelola kelas dan berinteraksi dengan siswa.
c) Kompetensi sosial. Kompetensi sosial meliputi tiga sub kompetensi. Pertama, mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Kedua, mampu berkomunikasi dan bergaul dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Ketiga mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orangtua/wali peserta didik dan masyarakat. Menurut Uno (2007) bahwa, “Kompetensi sosial yang harus dimiliki seorang guru adalah menyangkut kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan mereka (seperti orangtua, tetangga, dan sesama teman)” (hlm.19).
d) Kompetensi profesional. Kompetensi ini terdiri dari dua sub kompetensi. Pertama, menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi, yaitu mampu memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, menguasai struktur dan metode keilmuan, yaitu menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan ataupun materi bidang studi. Menurut Uno (2007) bahwa, “Berdasarkan peran guru sebagai pengelola proses pembelajaran, harus memiliki kemampuan merencanakan sistem pembelajaran, melaksanakan sistem pembelajaran, mengevaluasi sistem pembelajaran, dan mengembangkan sistem pembelajaran” (hlm.19).
Jadi dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kompetensi guru lebih bersifat personal dan kompleks serta merupakan satu kesatuan yang Jadi dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kompetensi guru lebih bersifat personal dan kompleks serta merupakan satu kesatuan yang
2) Kode Etik, Tugas, dan Tanggung Jawab Seorang Guru
Dalam menjalankan suatu profesi, seseorang harus dibatasi oleh kode etik tertentu supaya suatu profesi tersebut betul-betul dijalankan sesuai norma dan aturan yang ditetapkan. Pada dasarnya penetapan kode etik juga bersangkutan dengan tugas yang dilaksanakan. Dalam hal ini kode etik dibuat untuk mengatur tugas keprofesian seseorang. Apabila kode etik yang telah disepakati tersebut dilanggar oleh seseorang yang bersangkutan maka suatu profesi tersebut mendapat penilaian yang tidak baik di mata masyarakat luas. Dalam kaitannya dengan profesi keguruan tidak terlepas dari adanya kode etik dalam mendidik siswa. Seorang guru memiliki kekuasaan dan kendali penuh dalam mengajar, namun seorang guru tidak diperbolehkan menguasai siswa dengan tindak kekerasan, karena tindakan tersebut merupakan tidakan yang melanggar kode etik seorang guru. Oleh sebab itu perlu diperhatikan batasan-batasannya baik itu kode etik, tugas maupun tanggung jawab yang harus diembannya.
Syaefudin (2009) mendefinisikan bahwa “Kode etik keprofesian pada hakekatnya merupakan suatu sistem peraturan atau perangkat prinsip-prinsip keperilakuan yang telah diterima oleh kelompok orang-orang yang tergabung dalam himpunan organisasi keprofesian tertentu” (hlm.78). Sedangkan menurut Mulyasa (2007) menyatakan bahwa, “Kode etik suatu profesi merupakan norma- norma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam pelaksanan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat” (hlm.43). Adapun maksud dan tujuan pokok diadakannya kode etik adalah untuk menjamin agar tugas-pekerjaan keprofesian itu terwujud sebagaimana mestinya dan kepentingan semua pihak terlindungi sebagaimana layaknya.
Berikut ini adalah kode etik guru Indonesia yang dikutip dari AD/ART PGRI (1994) oleh Syaefudin. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila; guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional; guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar; guru memelihara hubungan baik dengan orangtua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan; guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan mengingkatkan mutu dan martabat profesinya; guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial; guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian; guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan (2009).
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi. Kode etik hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang bersangkutan. Karena kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan, maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral yaitu akan mendapat celaan dari rekan-rekannya dan sanksi yang dianggap terberat adalah pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Mengingat kode etik profesi guru di atas maka seorang guru yang profesional juga akan betul-betul memahami apa yang telah menjadi tugas dan tanggung jawab terhadap profesinya. Profesi guru dalam kaitannya dalam proses pembelajaran ialah pengendalian proses pembelajaran itu sendiri merupakan tugas dan tanggung jawab guru.
Ada beberapa kemampuan yang dituntut dari guru agar dapat menumbuhkan minat dalam proses pembelajaran menurut Sudjana dan Arifin (1989) dikutip oleh Uno adalah sebagai berikut : mampu menjabarkan bahan Ada beberapa kemampuan yang dituntut dari guru agar dapat menumbuhkan minat dalam proses pembelajaran menurut Sudjana dan Arifin (1989) dikutip oleh Uno adalah sebagai berikut : mampu menjabarkan bahan
Menurut Uno, terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas guru dalam bidang profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan (2007). Dengan demikian agar seorang guru dapat melaksanakan taggung jawabnya, pihak-pihak yang berwenang hendaklah mendirikan dan menggunakan secara teratur melalui alat konsultasi yang diakui, yakni organisasi-organisasi guru mengenai hal-hal seperti kebijakan pendidikan, organisasi sekolah, dan perkembangan baru dalam jasa pendidikan.
Apabila tugas dan tanggung jawab profesi keguruan betul-betul dilaksanakan sesuai dengan kode etik yang telah disepakati maka dunia pendidikan kita tidak akan lagi mendengar kata kekerasan seorang guru terhadap murid seperti yang sering kita dengar pada siaran-siaran berita di televisi, radio maupun surat kabar-surat kabar yang beredar. Kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswanya merupakan suatu hal yang sangat tidak enak sekali kita dengar, seharusnya seorang guru dapat menjadi teladan bagi para anak didiknya. Sehingga dengan demikian seorang guru harus menunjukkan tingkah laku yang baik dan terpuji.
3) Peranan Guru
Peranan guru memiliki arti yang berbeda dengan tugas serta tanggung jawab guru. Peranan guru lebih condong pada fungsi seorang guru di dalam suatu Peranan guru memiliki arti yang berbeda dengan tugas serta tanggung jawab guru. Peranan guru lebih condong pada fungsi seorang guru di dalam suatu
1) Guru sebagai pengajar (teacher as instructor)
2) Guru sebagai pembimbing (teacher as counselor)
3) Guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist)
4) Guru sebagai pribadi (teacher as persons)
5) Guru sebagai penghubung (teacher as communicator)
6) Guru sebagai modernisator
7) Guru sebagai pembangun (teacher as contructor) Guru sebagai seorang pengajar lebih memfokuskan pada kegiatan mencerdaskan siswa secara akademik, yaitu menjadikan siswa lebih cerdas dan memiliki pengetahuan yang luas, sedangkan membimbing memiliki arti lebih pada kegiatan menuntun siswa yang mengalami kesulitan sehingga dalam kegiatan membimbing inilah seorang guru harus memiliki kesabaran yang ekstra. Guru berperan sebagai ilmuwan artinya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang lebih luas dan banyak, karena dalam peran ini seorang guru dipercaya sebagai seorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi. Guru sebagai pribadi artinya seorang guru ialah sama dengan insan yang lainnya, memiliki kepribadian, dan kehidupan sama seperti manusia lainnya. Dalam hal ini guru dituntut harus mempunyai kepribadian baik, sehingga dapat menjadi contoh bagi anak didiknya.
Menurut Hidayatulloh (2009) menyatakan bahwa, “Dalam proses pembelajaran seorang guru/pendidik sebagai cermin” (hlm.107). Makna cermin secara filosofi disini antara lain pendidik dijadikan tempat yang tepat untuk instropeksi, menerima dan menempatkan apa adanya, menerima kapan pun dan Menurut Hidayatulloh (2009) menyatakan bahwa, “Dalam proses pembelajaran seorang guru/pendidik sebagai cermin” (hlm.107). Makna cermin secara filosofi disini antara lain pendidik dijadikan tempat yang tepat untuk instropeksi, menerima dan menempatkan apa adanya, menerima kapan pun dan
Selain itu guru juga harus dapat berperan sebagai motivator, yakni seperti yang dijelaskan oleh Suwarna (2005) bahwa, “Guru diharapkan dapat membangkitkan gairah belajar siswa sehingga situasi tersebut tidak berlarut-larut dan pada akhirnya akan merugikan siswa sendiri” (hlm.13). “Guru juga berperan sebagai pelopor, artinya seorang guru hendaknya memiliki daya AKREP (Aktif dalam kegiatan, Kreatif dalam menciptakan ide-ide baru, dan Produktif dalam berkarya)” (Suwarna, 2005:15). Dengan demikian peran guru sebagai “ing ngarso sung tuladha” dapat terwujud. Sebagai pelopor guru senantiasa di depan, dapat digugu dan ditiru. Sehingga seorang guru tidak hanya sebagai pengajar saja, namun peranan guru lebih dari itu, antara lain seorang guru harus dapat menjadi fasilitator bagi para anak didiknya, seorang guru juga harus dapat menjadi motivator ketika siswa sedang enggan belajar, guru juga harus dapat menjadi pelopor dimana guru harus dapat dicontoh bagi para murid-muridnya.
c. Tinjauan Tentang Akselerasi
Dewasa ini sering kita jumpai para anak-anak yang cerdas. Hal ini dikarenakan kesejahteraan jaman sekarang dibandingkan jaman dahulu sangat berbeda jauh. Anak-anak jaman sekarang saat masih dalam kandungan sudah mendapatkan asupan gizi yang cukup. Sedangkan orang-orang jaman dahulu untuk makan sehari-hari masih sangat terbatas. Peningkatan kesejahteraan dari jaman dahulu hingga sekarang juga akan berpengaruh pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Melihat peningkatan kualitas hidup inilah maka pemerintah juga memperhatikan pula kualitas pendidikannya, yaitu dengan memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki bakat dan kecerdasan luar biasa. Adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan Dewasa ini sering kita jumpai para anak-anak yang cerdas. Hal ini dikarenakan kesejahteraan jaman sekarang dibandingkan jaman dahulu sangat berbeda jauh. Anak-anak jaman sekarang saat masih dalam kandungan sudah mendapatkan asupan gizi yang cukup. Sedangkan orang-orang jaman dahulu untuk makan sehari-hari masih sangat terbatas. Peningkatan kesejahteraan dari jaman dahulu hingga sekarang juga akan berpengaruh pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Melihat peningkatan kualitas hidup inilah maka pemerintah juga memperhatikan pula kualitas pendidikannya, yaitu dengan memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki bakat dan kecerdasan luar biasa. Adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan
Dalam bukunya Hawadi mengutip pada Celangelo (1991) menyebutkan bahwa, istilah akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery) , dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai model pelayanan, pengertian akselerasi termasuk juga taman kanak-kanak atau perguruan tinggi pada usia muda, meloncat kelas, dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas di atasnya (2004). Djarwono (2008) menjelaskan bahwa, “Program akselerasi adalah program pelayanan yang diberikan kepada siswa dengan tingkat keberbakatan tinggi, agar dapat menyelesaikan masa belajarnya lebih cepat dari siswa yang lain (program regular)” (hlm.33). Sedangkan Menurut Tirtonegoro (2001), “Percepatan (acceleration) yaitu cara penanganan anak supernormal dengan memperbolehkan naik kelas secara meloncat atau menyelesaikan program reguler didalam jangka waktu yang lebih singkat” (hlm.104).
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa akselerasi adalah suatu program pembelajaran yang dilakukan dalam jangka waktu yang dipersingkat dan diperuntukkan bagi siswa atau peserta didik yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa dengan manajemen pengelolaan khusus, mulai dari kurikulum, strategi pembelajaran, dan strandar minimal kelulusan hasil belajar. Dan umumnya pendidikan di SMP ditempuh selama tiga tahun dapat ditempuh selama dua tahun. Dari setiap program yang sedang maupun akan dijalankan sudah pasti ada kelemahan, kelebihan atau manfaat, dan tujuannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa tujuan, manfaat, dan kelemahan dari program akselerasi itu sendiri.
1) Tujuan, manfaat, dan kelemahan program akselerasi
Suatu program apapun yang dibuat dan dilaksanakan, sudah dipastikan memiliki tujuan, manfaat, serta kelemahan. Begitu pula dengan penyelenggaran program akselerasi pendidikan yang ditujukan bagi siswa yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa baik dibidang akademik maupun non akademik. Dalam pelaksanaan program percepatan belajar sebelumnya telah dirumuskan beberapa tujuan dari diadakannya program tersebut, serta dipikirkan secara matang-matang apa menfaatnya bagi pemerintah, sekolah dan masyarakat, kemudian sampai pada Suatu program apapun yang dibuat dan dilaksanakan, sudah dipastikan memiliki tujuan, manfaat, serta kelemahan. Begitu pula dengan penyelenggaran program akselerasi pendidikan yang ditujukan bagi siswa yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa baik dibidang akademik maupun non akademik. Dalam pelaksanaan program percepatan belajar sebelumnya telah dirumuskan beberapa tujuan dari diadakannya program tersebut, serta dipikirkan secara matang-matang apa menfaatnya bagi pemerintah, sekolah dan masyarakat, kemudian sampai pada
Dalam penyelenggaraan program percepatan (akselerasi) memiliki tujuan yang menjadi harapan dari pemerintah, yaitu Menurut Hawadi penyelenggaraan program akselerasi bertujuan: memberikan pelayanan pendidikan kepada anak berbakat akademik untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal; memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan program pendidikan di tingkat SLTP lebih cepat, yaitu dalam waktu 2 tahun; mengembangkan kemampuan berfikir dan bernalar siswa secara lebih komprehensif dan optimal; serta mengembangkan kreativitas siswa secara optimal (2002).
Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa tujuan dari adanya program akselerasi itu sendiri yaitu memberikan pelayan bagi siswa berbakat untuk dapat menyelesaikan program pendidikannya lebih cepat dan mampu berfikir komprehensif serta optimal dan kreatif. Penyelenggaraan program percepatan ini semata-mata untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, sehingga dengan meningkatnya kualitas SDM di Indonesia negara kita mampu bersaing dengan negara lain dalam menghadapi tantangan global. Apabila suatu negara tidak mampu bersaing serta tidak mampu menghadapi tantangan global, maka negara tersebut akan menduduki prestasi dibawah serta akan tertinggal dari negara lain. Oleh sebab itu sebelum menyelenggarakan suatu program maka perlu dipertimbangkan pula manfaat-manfaat dari penyelenggaraan program tersebut.
Southern dan Jones (1991) dikutip oleh Hawadi menyebutkan beberapa keuntungan atau manfaat dari dijalankanya program akselerasi bagi anak berbakat, antara lain sebagai berikut: meningkatkan efisiensi, maksudnya siswa yang telah siap dengan bahan-bahan pengajaran dan menguasai kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih efisien; meningkatkan efektifitas, yakni siswa yang terikat belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan dan menguasai ketrampilan-ketrampilan sebelumya merupakan siswa yang paling efektif; penghargaan, maksudnya siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya memperoleh penghargaan atas perestasi yang dicapainya; Southern dan Jones (1991) dikutip oleh Hawadi menyebutkan beberapa keuntungan atau manfaat dari dijalankanya program akselerasi bagi anak berbakat, antara lain sebagai berikut: meningkatkan efisiensi, maksudnya siswa yang telah siap dengan bahan-bahan pengajaran dan menguasai kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih efisien; meningkatkan efektifitas, yakni siswa yang terikat belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan dan menguasai ketrampilan-ketrampilan sebelumya merupakan siswa yang paling efektif; penghargaan, maksudnya siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya memperoleh penghargaan atas perestasi yang dicapainya;
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa manfaat dari program akselerasi ditinjau dari berbagai hal, terutama yang paling dapat dirasakan ialah meningkatkan waktu untuk berkarir, dikarenakan waktu penyelesaian belajar yang lebih cepat dari waktu belajar pada proses pembelajaran reguler lainnya. Dengan waktu penyelesaian belajar yang lebih cepat dapat menciptakan generasi muda yang cerdas, sehingga bagi mereka yang memiliki bakat serta kecerdasan yang istimewa tidak perlu mengikuti pembelajaran seperti pada umumnya yaitu menempuh pendidikan selama tiga tahun, karena dirasa hanya akan membuang- buang waktu.
Seiring berjalannya waktu, suatu penyelenggaran program pendidikan dalam hal ini program percepatan belajar (akselerasi) akan diketahui kelemahan- kelemahannya. Diharapkan dengan mengetahui kelemahan-kelemahan tersebut dapat menjadi suatu refleksi untuk memperbaiki suatu program. Southern dan Jones (1991) dikutip oleh Hawadi, menyebutkan empat hal yang berpotensi negatif dalam (kelemahan) proses akselerasi bagi anak berbakat, yaitu ditinjau dari segi akademik, penyesuaian sosial, kesempatan kegiatan ekstrakurikuler, serta dari segi penyesuaian emosional (2004).
Sisi negatif dilihat dari segi akademik yaitu terletak pada bahan ajar yang terlalu tinggi bagi siswa akseleren. Hal ini akan membuat mereka menjadi siswa yang tertinggal di belakang kelompok teman barunya, dan akan menjadi siswa yang berprestasi sedang-sedang saja, bahkan siswa akseleren yang gagal. Selain itu tuntutan sebagai siswa sebagian besar pada produk akademik konvergen sehingga siswa akseleren akan kehilangan kesempatan mengembangkan kemampuan berfikir kreatif dan divergen, dll.
Dilihat dari segi penyesuaian sosial, siswa akan didorong untuk berprestasi dalam bidang akademiknya sehingga mereka kekurangan waktu beraktivitas dengan teman sebayanya. Siswa juga akan kehilangan aktivitas sosial yang penting dalam usia sebenarnya. Hal ini menyebabkan mereka menyesal kehilangan kesempatan tersebut dan akan mengarahkannya dalam social mal adjustment selaku orang dewasa kelak.
Dilihat dari kesempatan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, siswa akselerasi umumnya dituntut menggunakan waktunya untuk belajar, sehingga waktu untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler berkurang. Sedangkan dari segi penyesuaian emosional, siswa akseleren pada akhirnya akan mengalami burn out dibawah tekanan yang ada dan mungkin menjadi underachiever. Siswa akseleren akan mudah frustasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi. Siswa yang mengalami sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya akan menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain. Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleren kehilangan kesempatan untuk mengembangkan hobi.
Dari uraian mengenai kelemahan akselerasi di atas, kelemahan dari program akselerasi juga dapat kita lihat dari berbagai hal. Kita tahu bahwa setiap program yang sedang, akan, atau telah dilaksanakan pasti memiliki kelebihan dan juga kelemahan. Sama halnya dengan penyelenggaraan akselerasi ini walaupun hanya sedikit, namun program ini juga memberi pengaruh negatif baik dari segi akademik, sosial, maupun emosional. Oleh sebab itu seorang guru atau pihak- pihak yang bersangkutan langsung dengan siswa yaitu orangtua harus mampu menghadapi dan membimbing siswa akselerasi dengan benar. Harus mampu menyesuaikan diri dengan siswa serta guru juga harus mampu menjadi orangtua pengganti di sekolah. Di sini peran seorang guru konseling sangat penting dan harus mampu mencarikan solusi terhadap apa yang dikeluhkan siswa. Guru konseling harus berperan lebih aktif dalam melakukan pendekatan terhadap siswa akselerasi.
2) Panduan dan Manajemen Program Kelas Akselerasi
Sejarah awal munculnya program akselerasi di Indonesia diawali dari pemberian Beasiswa Bakat dan Prestasi oleh pemerintah pada tahun ajaran 1974/1975, ini dianggap sebagai upaya awal pemerintah dalam merintis pemberian perhatian khusus bagi anak didik yang berbakat intelektual dan prestasi. Pada tahun 1982, Balitbang Dikbud membentuk Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Tahun 1984 Balitbang Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, dan SMA di satu daerah perkotaan (Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur). Perintisan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat ini pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian pimpinan dan kebijakan di jajaran Depdikbud.
Pada tahun 1994 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan program Sekolah Unggul (Schools of Excellence) di seluruh propinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka bakat dan kreativitas yang dimilikinya. Namun akhirnya, program ini dianggap tidak cukup memberikan dampak positif pada siswa berbakat untuk mengembangkan potensi intelektualnya yang tinggi. Menurut Hawadi (2004) menyatakan bahwa,
Keluhan yang muncul di lapangan secara bersamaan didukung oleh temuan studi oleh Reni Akbar- Hawadi, dkk pada tahun 1997 terhadap 20 SMA Unggulan di Indonesia yang menunjukkan 21,75 % siswa SMA Unggulan hanya mempunyai kecerdasan umum yang berfungsi pada taraf di bawah rata-rata, sedangkan mereka yang tergolong anak memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa hanya 9,7 % (hlm.5).
Pada tahun 2000 program dimaksud dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi program pendidikan nasional. Pada kesempatan tersebut Mendiknas melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetapan Sekolah Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 (sebelas) sekolah yakni satu SD, lima SMP, dan lima SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian pada tahun pelajaran 2001/2002 diputuskan penetapan kebijakan pendiseminasian program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa propinsi di Indonesia. Pada tahun 2001, Pada tahun 2000 program dimaksud dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi program pendidikan nasional. Pada kesempatan tersebut Mendiknas melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetapan Sekolah Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 (sebelas) sekolah yakni satu SD, lima SMP, dan lima SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian pada tahun pelajaran 2001/2002 diputuskan penetapan kebijakan pendiseminasian program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa propinsi di Indonesia. Pada tahun 2001,
Dari uraian sejarah munculnya akselerasi di Indonesia di atas, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya pemerintah telah memperhatikan para siswa yang memiliki bakat dan kecerdasan intelektual di atas rata-rata siswa pada umumnya yaitu dimulai dari pemberian beasiswa bagi mereka yang berprestasi hingga sekarang dapat kita rasakan dan lihat perhatian pemerintah tersebut yang terlihat dengan dibuat kebijakan pada sekolah yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk membuka program kelas akselerasi untuk memfasilitasi mereka para peserta didik yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Sehingga agar program ini tidak hanya sekedar konsep saja, perlu adanya standart penjaminan mutu dari pelaksanaan program akselerasi ini, dengan demikian apa yang menjadi rencana, harapan dan realitas dapat berjalan seimbang.
Pada dasarnya Standar Penjaminan Mutu Pendidikan Program Akselerasi sama dengan SPMP sekolah RSBI/SBI. Sistem belajar mandiri menurut Ika Umaya (2009) menjelaskan bahwa, Sekolah-sekolah yang telah bertaraf Internasional, Standar Penjaminan Mutu Pendidikannya ialah telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) + X (OECD), artinya tambahan X (OECD) disini ialah OECD singkatan dari Organization for Economic Co-operation and Development atau sebuah organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat (1) yang dimuat pada Sistem belajar mandiri ditulis oleh Ika Umaya (2009) memberikan pengertian bahwa, “Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dari uraian di atas bermaksud bahwa sekolah atau madarasah internasional adalah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasioanl Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Dari uraian di atas bermaksud bahwa sekolah atau madarasah internasional adalah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasioanl Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan
Beberapa panduan yang perlu diperhatikan agar program akselerasi tercapai secara memadai adalah sebagai berikut: dilakukan evaluasi psikologis yang komprehensif untuk mengetahui berfungsinya kemampuan intelektual dan kepribadian siswa, disamping tingkat penguasaan akademiknya; dibutuhkan IQ diatas 125 bagi siswa yang kurang menunjukkan prestasi akademiknya; bebas dari problem emosional dan sosial, yang ditunjukkan dengan adanya persistensi dan motivasi dalam derajat yang tinggi; memiliki fisik sehat; tidak ada tekanan dari orang tua, tetapi atas kemauan anak sendiri; guru memiliki sikap positif terhadap siswa akseleren; guru concern terhadap kematangan sosial emosional siswa, yang dibuktikan dari masukan orang tua dan psikolog; sebaiknya dilakukan pada awal tahun ajaran dan didukung pada pertengahan tahun ajaran; ada masa percobaan selama enam minggu yang diikuti dengan pelayanan konseling (Hawadi, 2004).
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa diperlukan kegiatan untuk memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan panduan-panduan dalam penyelenggaraan akselerasi agar tetap terjaga kualitas dan makna dari konsep akselerasi itu sendiri. Selain itu dalam penyelenggaraan program akselerasi juga telah ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika suatu sekolah atau madrasah hendak membuka program kelas akselerasi. Tidak hanya syarat saja yang diperhatikan, namun manajemen penyelenggaraannya pun juga penting untuk diperhaikan dan betul-betuk dilaksanakan. Berikut dibawah ini dijelaskan beberapa syarat atau prosedur mendirikan akselerasi dan manajemen penyelenggaraan akselerasi.
1) Syarat atau Prosedur Mendirikan Program Kelas Akselerasi
Menurut prosedur yang terdapat pada website asosiasi CIBI Nasional (2011) Prosedur pembukaan program akselerasi
bahwa, Setiap sekolah/madrasah diberi peluang untuk menyelenggarakan program layanan bahwa, Setiap sekolah/madrasah diberi peluang untuk menyelenggarakan program layanan
1) Melakukan sosialisasi, persiapan, dan pelatihan. Narasumber kegiatan: Asosiasi CI+BI Nasional, pejabat dinas Pendidikan dan pihak lain terkait.
2) Melakukan analisis SWOT
3) Menyusun studi kelayakan, yang mencakup komponen-komponen: Latar belakang dan tujuan pendirian program, sumber input peserta didik, kurikulum dan pengembangannya, model pembelajaran dan sistem penilaian, ketersediaan dan serta kesiapan tenaga pendidik dan kependidikan,
ketersediaan
fasilitas,
lingkungan penunjang penyelenggaraan program, ukungan masyarakat dan perguruan tinggi, dan sumber pembiayaan yang mencakup biaya operasional dan pengembangan.
4) Mengajukan proposal kepada Dinas Pendidikan Propinsi dengan rekomendasi dari Dinas Kabupaten/Kota dan Asosiasi anak cerdas dan berbakat istimewa setempat.
Sekolah atau madrasah yang dapat membuka layanan program akselerasi adalah sekolah/madrasah yang telah memiliki nilai akreditasi A. Sehingga dengan demikian terlihat bahwa pemerintah tidak membebaskan semua sekolah atau madrasah dapat membuka program kelas akselerasi, namun pemerintah juga menentukan syarat-syarat dan prosedur pada sekolah ataupun madrasah yang hendak mendirikan sekolah dengan membuka program kelas akselerasi. Sekolah yang dapat membuka kelas akselerasi ialah sekolah yang benar-benar memiliki akreditasi A dan sekolah yang sudah RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional).
Alasan pemerintah menentukan kriteria sekolah diperbolehkannya menyelenggarakan program akselerasi adalah sekolah yang telah dinyatakan sebagai sekolah SSBI maupun RSBI serta memiliki akreditasi A, karena sekolah-sekolah tersebut telah memiliki peralatan atau saranan dan prasarana serta fasilitas penunjang pembelajaran yang lebih maju dari pada sekolah- sekolah yang tarafnya lebih rendah dari sekolah tersebut, sehingga pembelajaran menjadi lebih lancar.
2) Manajemen Penyelenggaraan Program Akselerasi
Di dalam menyelenggarakan program percepatan belajar atau Di dalam menyelenggarakan program percepatan belajar atau
Menurut Latifah Lubis dalam Hawadi menerangkan bahwa, Rekrutmen peserta program akselerasi didasarkan atas dua tahap, yaitu tahap 1 dan tahap 2. Tahap 1 dilakukan dengan meneliti dokumen data seleksi penerimaan siswa baru dan kriteria lolos pada tahap ini didasarkan atas kriteria tertentu yang berdasarkan skor data tersebut, antara lain: Nilai Ebtanas Murni Sekolah Dasar, Skor tes seleksi akademis, Skor tes psikologi yang terdiri atas tiga kluster, yaitu inteligensi, kreativitas dan task commitment (2004).
Tahap 2: Penyaringan. Tahap penyaringan ini dilakukan dengan dua strategi berikut : Pertama, strategi informasi data subjektif yaitu diperoleh dari proses pengamatan yang bersifat kumulatif. Informasi dapat diperoleh melalui check list perilaku, nominasi oleh guru, nominasi oleh orang tua, teman sebaya, dan nominasi dari diri sendiri. Kedua, strategi informasi data objektif yaitu diperoleh melalui alat-alat tes lebih lengkap yang dapat memberikan informasi yang lebih beragam, seperti tes weschler Intelligence Scale for Children adaptasi Indonesia dengan sepuluh subtes, dan Baterai Tes Kreativitas verbal dengan enam subtes.
Kegiatan pembelajaran meliputi: guru kelas akselerasi, kurikulum akselerasi, strategi pembelajaran, dan evaluasi belajar serta laporan hasil belajar. Guru yang mengajar di kelas akselerasi adalah guru-guru yang biasa yang juga mengajar program reguler. Namun sebelumnya mereka telah dipersiapkan dalam suatu lokakarya dan workshop sehingga mereka memiliki pemahaman tentang perlunya layanan pendidikan bagi anak-anak berbakat, ketrampilan menyusun Program Kerja Guru (PKG), pemilihan strategi pembelajaran, penyusunan catatan lapangan, serta melakukan evaluasi pengajaran bagi program akselerasi.
Menurut Hamalik (2003) menyatakan bahwa, “Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa” (hlm.65). Muatan meteri kurikulum untuk program akselerasi tidak jauh berbeda dengan kurikulum standart yang digunakan untuk program reguler. Perbedaannnya terletak pada penyusunan kembali struktur program pengajaran dalam alokasi waktu yang lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum standar yang biasanya ditempuh siswa SLTP dalam tiga tahun menjadi hanya dua tahun. Pada tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas 1 ditambah dengan setengan materi kelas 2. Kemudian di tahun kedua, mereka akan memepelajari materi kelas 2 yang tersisa dan seluruh materi kelas 3.
Pengaturan kembali program pembelajaran pada kurikulum dilakukan tanpa mengurangi isi kurikulum. Kuncinya terletak pada analisis materi kurikulum dengan kalender akademis yang dibuat khusus. Seperti diketahui untuk siswa yang berbakat intelektual dengan keberbakatan tinggi, tidak semua materi kurikulum standar perlu disampaikan dalam bentuk tatap muka dan atau dengan irama belajar yang sama dengan siswa reguler. Oleh karena itu, setiap guru yang mengajar dikelas akselerasi perlu terlebih dahulu melakukan analisis materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila memenuhi kriteria berikut ini: konsep dasar, konsep yang menjadi dasar untuk konsep berikut, konsep yang berguna untuk aplikasi, konsep yang sering muncul pada ujian nasional. Materi pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang esensial diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri.
Harus disadari bahwa pendidikan untuk siswa berbakat intelektual tinggi berbeda dengan siswa lainnya (reguler) dan seharusnya menekankan aktivitas intelektual. Pembelajaran untuk program akselerasi harus diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai dengan tingkat kemampuan yang lebih tinggi dari pada siswa reguler, serta menekankan perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi. Kegiatan pembelajaran selanjautnya yaitu kegiatan mengevaluasi pembelajaran. Evaluasi belajar yang Harus disadari bahwa pendidikan untuk siswa berbakat intelektual tinggi berbeda dengan siswa lainnya (reguler) dan seharusnya menekankan aktivitas intelektual. Pembelajaran untuk program akselerasi harus diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai dengan tingkat kemampuan yang lebih tinggi dari pada siswa reguler, serta menekankan perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi. Kegiatan pembelajaran selanjautnya yaitu kegiatan mengevaluasi pembelajaran. Evaluasi belajar yang
Dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat mencolok pada sistem kurikulum dan strategi pembelajarannya. Perbedaan tersebut dikarenakan oleh peserta didik memililki tingkat kecerdasan akademik yang berbeda dari peserta didik kelas reguler. Selain itu juga dikarenakan waktu pembelajaran yang ditempuh tidak sama dengan kelas reguler. Sehingga membuat guru dan pihak-pihak yang bersangkutan harus menyusun kurikulum dan strategi mengajar yang berbeda pula. Dengan demikian dalam penyelenggaraan program kelas akselerasi harus benar-benar memiliki manajemen yang khusus dan telah diperhitungkan secara matang-matang, baik mulai dari sistem rekrutmen siswa, hingga sistem kegiatan pembelajaran dalam kelas akselerasi itu sendiri yang meliputi guru pengajar kelas akselerasi, kurikulum yang digunakan, strategi pembelajaran yang dipilih, hingga sistem evaluasi untuk siswa akselerasi.
3) Sekolah Akselerasi di Indonesia Masa Kini.
Menurut Ari Kristianawati (2010) pada Integritas dunia pendidikan kita bahwa, dunia pendidikan di negeri ini semakin memprihatinkan, tidak lain hanya menjadi lembaga bisnis yang mencari keuntungan setinggi-tingginya dari para konsumennya, yaitu para siswa dan orangtua siswa. Menarik perhatian konsumen dengan menjanjikan penempatan dunia pendidikan sebagai sesuatu yang unggul dan berkualitas, ternyata dinilai oleh pemerhati pendidikan kritis sebagai suatu strategi untuk menaikkan biaya pendidikan setinggi langit. Apabila ditelaah kualitas berbagai unit pendidikan semacam sekolah berstandar internasional, sekolah unggulan, kelas akselerasi sebagian besar masih diragukan karena dalam fakta kualitas pendidikan nasional negara kita masih tertinggal dari negara-negara lain, bahkan ketinggalan dengan indeks mutu pendidikan negara lainnya seperti Vietnam atau Malaysia.
Di atas telah dijabarkan beberapa syarat-syarat ketentuan menjadi siswa akselerasi. Begitu banyak syarat yang telah ditentukan oleh pemerintah, namun pada kenyataannya dalam penyaringan siswa akselerasi hanya berlaku sebagian Di atas telah dijabarkan beberapa syarat-syarat ketentuan menjadi siswa akselerasi. Begitu banyak syarat yang telah ditentukan oleh pemerintah, namun pada kenyataannya dalam penyaringan siswa akselerasi hanya berlaku sebagian
Pendidikan di Indonesia dewasa ini dijadikan lahan politik uang bagi mereka pihak yang berwenang. Dengan dalih dibuka program pendidikan yang mengadopsi dari luar negeri yaitu akselerasi yang bertujuan untuk menghasilkan generasi muda yang cerdas dan mampu menjawab persoalan tantangan global, namun pada kenyataannya dibalik tujuan tersebut sebagian besar pendidikan hanyalah dijadikan ajang untuk bermain politik bagi mereka yang memiliki kekayaan dan kekuasaan. Mengingat negara kita yang juga kapitalis maka pendidikan negara kita kini sudah tidak lagi sungkan-sungkan untuk dibeli. Dari sini dapat dikemukakan bahwa, mereka yang memiliki kekayaan dapat mengabulkan keinginannya termasuk pula dalam sistem pendidikan.
d. Guru Dalam Strategi Pembelajaran Kelas Akselerasi
Pada dasarnya kualitas pendidikan dipengaruhi oleh penyempurnaan sistemik terhadap seluruh komponen pendidikan seperti peningkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah (Mulyasa, 2007). Guru merupakan komponen paling menentukan dalam suatu proses pembelajaran, karena ditangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Seorang guru memegang peranan utama dalam pembangunan pendidikan, yaitu menentukan keberhasilan peserta didik dan terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.
Keberhasilan program percepatan belajar (akselerasi) sangat ditentukan oleh kemampuan guru dan pengelola. Guru merupakan ujung tombak Keberhasilan program percepatan belajar (akselerasi) sangat ditentukan oleh kemampuan guru dan pengelola. Guru merupakan ujung tombak
Dalam menentukan strategi pembelajaran seorang guru juga harus menyesuaikan kondisi siswa yang hendak dihadapi, yaitu siswa kelas akselerasi yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi. Dengan melihat kondisi ini, seorang guru harus benar-benar menentukan strategi pembelajaran yang bagaimanakah yang sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran kelas akselerasi. Agar suatu pembelajaran mudah diterima oleh siswa akselerasi, maka di dalam menentukan strategi pembelajaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu metode apa yang hendak digunakan, kemudian teknik dan penerapan pendekatan pembelajarannya.
Selain itu, guru juga harus benar-benar memahami apakah strategi yang digunakan tersebut sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, materi yang disampaikan, lingkungan, serta kemampuan pengajar atau guru untuk melaksanakan strategi yang dipilih tersebut. Pemilihan atau penentuan strategi pembelajaran inilah yang nantinya akan membawa pada berhasil atau tidaknya pembelajaran yang dilakukan dalam kelas akselerasi. Apabila seorang guru menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan pada siswa akselerasi, maka dimungkinkan pembelajaran juga akan berhasil. Namun apabila strategi yang digunakan itu tidak tepat atau tidak sesuai untuk siswa akselerasi, maka peluang proses pembelajaran untuk berhasil pun juga sangat tipis.
2. Hasil Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya penelitian telah ada acuan yang mendasari atau penelitian yang sejenis. Oleh karena itu, dirasa perlu mengenal penelitian yang terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Berikut dibawah ini adalah beberapa contoh penelitian yang relevan :
Penelitian sejenis yang berkaitan dengan strategi pembelajaran yaitu di lakukan oleh Suwartono (2002) dengan judul “Strategi Belajar Siswa Berprestasi Bahasa Inggris Di SMU Negeri 1 Purwokerto” , menyatakan bahwa secara umum siswa menggunakan strategi belajar secara bervariasi. Siswa berprestasi bahasa Inggris memiliki kemampuan menjaga keseimbangan dalam menggunakan strategi belajar, bukan hanya strategi-strategi untuk memproses informasi bahasa, tetapi juga strategi-strategi yang berkait dengan pengaturan pembelajaran, interaksi sosial, serta aktifasi fungsi afektif.
Penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan akselerasi yaitu dilakukan oleh Haritsatul Fitriyah (2010) dengan judul “Pelaksanaan Program Kelas Akselerasi di SMP Negeri I Sragen Tahun Ajaran 2009-2010” , menyatakan bahwa pelaksanaan program kelas akselerasi di SMP Negeri I Sragen belum sepenuhnya berjalan baik. Terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum berdiferensiasi. Pelaksanaan program kelas akselerasi berjalan baik adalah pada aspek perekrutan peserta didik, tenaga didik, PBM, pembiayaan dan sarana prasarana.