RELIGIUSITAS KELUARGA PELAKU BUNUH DIRI DI KECAMATAN TEPUS GUNUNGKIDUL

(1)

RELIGIUSITAS KELUARGA PELAKU BUNUH DIRI DI KECAMATAN

TEPUS GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) strata satu

pada Prodi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

Akar Bagaspati

NPM: 20120720119

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

Lamp : Skripsi Yogyakarta, 20 November 2016 Hal : Persetujuan

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah menerima dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka saya berpendapat bahwa skripsi saudara:

Nama : Akar Bagaspati

NPM : 20120720149

Judul :RELIGIUSITAS KELUARGA PELAKU BUNUH DIRI di KECAMATAN TEPUS KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Telah memenuhi syarat untuk diajukan pada ujian akhir tingkat sarjana pada Fakultas Agama Islam Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Bersama ini saya sampaikan naskah skripsi tersebut, dengan harapan dapat diterima dan segera dimunaqasyahkan.

Atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing

Dr. Akif Khilmiyah, M.A

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(3)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan:

Nama Mahasiswa : Akar Bagaspati

Nomor Mahasiswa : 20120720119

Program Studi : Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi mana pun, dan sepanjang pengetahuan saya dalam sekripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 20 November 2016, Yang membuat pernyataan


(4)

MOTTO

اً يحر ْمكب اك ّّ ّ إ ْمكسفْنأ اولتْقت َو

Artinya: Janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah sangat menyanyangi kalian. [QS An Nisa`: 29]


(5)

PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan skripsi ini kepada:

1. Kepada orang tua ayahanda Muttaqin, dan ibunda Imtikhanah yang selalu memberikan dorongan, semangat, serta kasih sayang yang tiada henti. .


(6)

KATA PENGANTAR

ُهُتاَكَرَ بَو ِها ُةَمْحَرَو ْمُكْيَلَع ُمَاّسلا

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Mahli Zainuddin, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. Abd. Madjid, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan saran, petunjuk dan bimbingan yang sangat berarti kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini.

3. Dr. H. Akif Khilmiyah, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

4.

Bapak, Ibu, Mas Puma, Mbak Inta, Mbak Erna yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.


(7)

6. Kepolisian Resort Gunungkidul dan Kepolisian Sektor Tepus yang telah membantu proses dalam penelitian

7. Petrus, Riyal, Mukhidi dan sahabat lainnya yang selalu mendukung dan memberikan suntingan semangat.

8. Semua staf pengajar, administrasi, perpustakaan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Allah Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi semua pihak dan pengembangan ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 20 November 2016


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA DINAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

E. Sistematika Pembahasan... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KER ANGKA TEORI ... 11

A. Tinjauan Pustaka ... 11

B. Kerangka Teori... 14

1. Religiusitas... 14

2. Aspek Religiusitas ... 14

3. Keluarga ... 17

4. Peran Keluarga ... 19

5. Pelaku Bunuh Diri... 21

6. Tipe-tipe Bunuh Diri ... 22

7. Faktor-faktor Penyebab bunuh diri ... 25


(9)

9. Tanda-tanda Pelaku sebelum Bunuh Diri ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Jenis Penelitian... 33

B. Lokasi Penelitian ... 33

C. Subyek Penelitian ... 34

D. Objek Penelitian ... 35

E. Metode Pengumpulan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Letak Geografis Kecamatan Tepus ... 41

B. Kondisi Demografis Kecamatan Tepus... 43

C. Infrastruktur... 46

D. Gambaran Religiusitas Keluarga Pelaku Bunuh Diri ... 49

E. Penyebab Pelaku Bunuh Diri... 59

F. Upaya mengatasi Rendahnya Religiusitas pada Keluarga Pelaku Bunuh Diri... 60

BAB V PENUTUP... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran-Saran ... 64

C. Penutup ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(10)

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana religiusitas keluarg pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul. Pendekatan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kasus, yang mana dilakukan di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul, dengan subjek penelitian keluarga dipilih berdasarkan jenis kelamin yang berbeda, usia yang berbeda, penyebab bunuh diri yang berbeda, dan metode bunuh diri yang berbeda untuk kemudian digali lagi secara khusus. Metode pengumpulan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan data reduksi yaitu kegiatan pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang berasal dari data lapangan.

Hasil penelitian religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul cukup rendah jika dilihat dari aspek keyakinan, aspek ibadah, dan aspek pengetahuan. Hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan agama kemudian kentalnya tradisi budaya sehingga mempengaruhi keyakinan beragama mereka.


(12)

ii

ABSTRACT

This study aims to determine how religiosity family a lot of people committing suicide in the district of Gunungkidul regency Tepus. This research approach using this type of case study, which was conducted in district Tepus Gunugkidul regency, with research subject families selected by the different sexes, different ages, causes of suicide are different, and the methods of suicide were different then dug up again specifically, methods of collecting use observation, interviews, and documentation. Analysis of the data using the data reduction that election activities, simplification and transformation of raw data derived from field data.

The results of study religiosity family suicides in the district of Guinugkidul regency Tepus quite low when viewed from the aspect of faith, religious aspects, and aspect of knowledge the the strong cultural tradition that affect their religious beliefs. Keyword: Religiosity family, Suicide


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bunuh diri merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Ketidakstabilan kondisi sosial-ekonomi, kemiskinan dan pengangguran, orientasi individualisme dan kolektivisme merupakan realitas yang kini sering dijumpai.1Fenomena tersebut berpotensi menjadi

sumber stres, dan jika stres itu cukup besar, lama atau spesifik maka akan mengganggu kesehatan jiwa individu.2

Ketidakmampuan individu mengelola stres akan mengarahkan perilaku individu pada perilaku destruktif, dimana puncak dari perilaku destruktif adalah bunuh diri.3Tindakan bunuh diri merupakan masalah serius

dalam kesehatan masyarakat dunia.Angka bunuh diri cenderung meningkat, baik di negara berkembang maupun Negara maju. Bahkan di negara kaya

1Sharma, B.R., Gupta M ., Sharma, S., Gupta, N., Relhan, N., Singh, H. 2007. Suicide in Northen India : Comparison of trends and review of literature.Journal of Forensic and Legal M edicine 14 : 318-326.

2

M aramis, Willy F, Albert A. 2009, Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya: Airlangga 24-26

3


(14)

sekalipun, bunuh diri menempati ranking sepuluh besar penyebab utama kematian dan tiga besar penyebab kematian pada usia.4

Fenomena bunuh diri kian meningkat di mana pun di berbagai belahan dunia tak pandang bulu negara kaya maupun miskin.Laporan WHO yang dirilis pada tanggal 7 September 2012 menunjukkan rata-rata satu juta orang di seluruh dunia bunuh diri setiap tahun.Ini berarti satu kasus bunuh diri untuk setiap 40 detik.Jumlah percobaan bunuh diri tahun 2011 juga 20 kali lebih tinggi dari di tahun 2010.WHO melihat bahwa 5 % orang di seluruh dunia mencoba bunuh diri sekurangnya sekali selama hidup mereka. Data terkini menunjukkan bahwa tindakan bunuh diri menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di dunia pada kelompok usia 15-35. Selanjutnya WHO regional Asia Tenggara melaporkan adanya peningkatan angka bunuh diri dari 10 per 100.000 orang pada tahun 1950 menjadi 18 per 100.000 orang pada tahun 1995. Estimasi kejadian bunuh diri mencapai 10-20 juta percobaan bunuh diri pertahun.Sebanyak 73% kasus bunuh diri terjadi di negara berkembang.Saat ini belum ada data pasti mengenai angka kejadian bunuh diri di Indonesia. Berdasarkan angka rata-rata bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 orang.5

Khususnya di Indonesian jika ditinjau lebih jauh lagi, Kabupaten Gunungkidul menempati peringkat tertinggi nasional (9 per 100.000), lebih

4Ida Rochmawati Nglalu Melihat Fenomena Bunuh Diri Dengan Mata Hati, Yogyakarta : Jejak Kata Kita, 2009:

5

5


(15)

tinggi dibanding kota metropolitan Jakarta (1 per 100.000).6Polres

Gunungkidul medokumentasikan telah terjadi 250 kasus bunuh diri pada rentang tahun 2005 – 2012.Rata-rata terjadi 31 kasus bunuh diri per tahunnya. Sementara itu pada bulan Januari sampai Oktober 2016 sudah tercatat 15 kasus bunuh diri yang didominasi gantung diri. Angka tersebut didominasi oleh usia lanjut (65 tahun keatas), kemudian usia dewasa tengah (40 - 65 tahun), selanjutnya usia dewasa muda (20 - 40 tahun) dan sebagian kecil sisanya adalah usia remaja (12 – 19 tahun).7

Kejadian bunuh diri selama 11 tahun tersebut terjadi hampir merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Jumlah kecamatan di Kabupaten Gunungkidul adalah 18 kecamatan, namun secara umum Kecamatan Semin, Karangmojo, Wonosari dan Tepus mendominasi kejadian bunuh diri, yaitu sekitar 4-5 kejadian per tahun. Polres Gunungkidul juga mendokumentasikan data mengenai tindakan percobaan bunuh diri.Data percobaan bunuh diri pada tahun 2007-Agustus 2013 tercatat 15 kasus. Angka tersebut didominasi oleh usia dewasa muda (20 - 40 tahun) sebanyak 10 kasus, selanjutnya dewasa tengah (40 - 65 tahun) sebanyak 2 kasus, kemudian usia remaja (12 – 19 tahun) sebanyak 2 kasus dan usia lanjut (diatas 65 tahun) sebanyak 1 kasus. Fenomena tersebut bahkan telah dibawa ke tingkat

6

Ida Rochmawati, Nglalu .... hal : 9.

7


(16)

internasional.8 Pada tanggal 13-17 September 2011, Ida Rochmawati dkk

mengangkat fenomena bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul sebagai bahan presentasi pada sebuah konferensi internasional yaitu Integrating Cultural perspective in the Understanding and Prevention of Suicide di Beijing.9

Menurut Ida Rochmawati, bunuh diri merupakan gangguan mental yang akut. Jika tidak ditangani dengan maksimal, sangat memungkinkan warga yang mengalami gangguan mental kuat tersebut memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri.Ida juga memaparkan sebuah teori berdasarkan penelitian bidang sosial dan kepribadian yang menyatakan bahwa beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan yang kuat untuk lari dari kesadaran diri yang menyakitkan.10

Lari dari realitas boleh jadi merupakan pilihan yang dapat ditoleransi ketimbang terus menerus dalam kesadaran yang menyakitkan.Sehingga nampaknya bunuh diri merupakan jalan pembebasan dari penderitaan.Permasalahan mengenai bunuh diri di Gunungkidul, khususnya di Kecamatan Tepus tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan harus segera ditemukan jalan kerluarnya, baik berupa pencegahan maupun penangana n.11

8

https://m.tempo.co/read/news/2013/12/27/173540481/bunuh-diri-meningkat-di-jawa-tengah-dan-yogyakarta. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2016

9

Rochmawati. I., Subandi, M .A., Hamsyah, F. 2011. Pulung gantung : a Cultural Believe of Suicidal Behaviour in Gunungkidul, Indonesia, Yogyakarta. Paper.Yogyakarta : Gadjah M ada University.

10

Ida Rochmawati, Nglalu .... hal : 9

11


(17)

Fenomena lain terjadinya kasus bunuh diri di Gunungkidul, sering dikenal dengan istilah pulung gantung. Istilah tersebut merujuk pada kepercayaan atau mitos terhadap alas an seseoang melakukan tindakan bunuh diri. seseorang dapat melakukan bunuh diri apabila menerima pulung atau wahyu berupa tanda bintang dari langit di malam hari. Bintang akan jatuh dengan cepat menuju rumah atau dekat rumah si korban bunuh diri. Keyakinan mendapat pulung ini seakan akan menjadi pembenar dan keyakinan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri dengan cara gantung. Kepercayaan atau mitos melihat pulung gantung akhirnya menjadi keyakinan dan memberikan pemahaman pembolehan terhadap bunuh diri.

Dra. Sumarni DW, M.kes seorang sosiolog dari UGM membenarkan pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa alasan seseorang melakukan bunuh diri karena tingkat religiusitas sebagian masyarakat masih rendah. Atau dengan istilah lain kurangnya memahamai agama dengan benar, karena masih adanya kepercayaan yang dianut sejak turun temurun.12

Dalam agama Islam perbuatan bunuh diri merupakan dosa besar yang diharamkan dan tidak akan diampuni dikarenakan besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan keharaman perbuatan bunuh diri disertai dengan dalil-dalilnya dari Al Qur`an dan As Sunnah.

12


(18)

إ ْمكس ْنأ اولتْ ت َ

اً يح ْمكب اك ّ

“Janganlah kalian membunuh diri-diri

kalian.Sesungguhnya Allah sangat menyayangi

kalian.” [QS An Nisa`: 29]

Dan juga pada Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya

Rasulullah SAW bersabda:

هسْ ن قن ْخي ي لا

ا نلا يف ا نعْطي ا نعْطي ي لا ا نلا يف ا ن ْخي

“Orang yang mencekik dirinya (bunuh diri) maka dia akan

mencekik dirinya di neraka, dan orang yang menusuk dirinya

maka dia akan menusuk dirinya di neraka.” [HR Al Bukhari

(1365)]

Membunuh diri adalah termasuk dari dosa-dosa besar. Dalilnya adalah

hadits Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah SAW

bersabda:

سو غْلا ني يْلا سْ نلا لْتق نْيدلاوْلا و ع ّاب ارْش ْْا رئابكْلا

“(Di antara) dosa-dosa besar adalah: Berbuat syirik terhadap

Allah, durhaka terhadap kedua orang tua, membunuh diri, dan

sumpah palsu.” [HR Al Bukhari (6675)]

Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengangkat fenomena bunuh diri kedalam sebuah penelitian studi kasus.Peneliti mengamati bahwa individu yang pernah melakukan percobaan bunuh diri pastinya tidak mengindahkan bahkan mengabaikan terang-terangan larangan agama yang telah diketahuinya.Sebagaimana yang telah penulis paparkan, dalil tentang larangan bunuh diri dangatlah jelas dan bahkan tidak mengandung makna ganda.Karena alasan tersebut itulah penulis mencoba untuk meneliti tentang


(19)

religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunung Kidul.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman religiusitas para keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul?

2. Apa penyebab pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul?

3. Bagaimana mengatasi rendahnya religiusitas pada keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunugkidul.

2. Untuk mengetahui penyebab bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul?

3. Untuk mengetahui bagaiaman mengatasi rendahnya religiusitas pada keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul.

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis


(20)

Kegunaan teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan pengetahuan dan menambah referensi tentang religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Masyarakat

Menambah wawasan dan meningkatan pemahaman masyarakat setempat mengenai pentingnya religiusitas yang harus dimiliki oleh setiap individu, terlebih kepada masing masing keluarga.Karena pada dasarnya religiusitas individu terbentuk dari keluarga yang memahami aspek aspek religiusitas itu sendiri.

b. Bagi Akademisi

Memberikan informasi sejauh mana religiusitas yang dimiliki oleh para keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunung Kidul, sehingga hal ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bisa menginspirasi para akademisi untuk melanjutkan dan mengembangkan penelitian yang serupa.

c. Bagi lembaga pemerintah maupun non pemerintah

Dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat kebijakan oleh pihak yang berwenang dalam meningkatkan religiusitas pada masyarakat di Kecamatan Tepus dan mencegah terjadinya kasus bunuh diri wilayah tersebut.


(21)

E. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini sistematika penulisannya secara lengkap.

Bab pertama membahas latar belakang masalah yang berkaitan dengan penelitian yaitu sedikit mengulas tentang gambaran umum religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul. Kemudian membahas tentang rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab kedua membahas tentang tinjauan pustaka berdasarkan penelitian terdahulu, yaitu penelitian yang berkaitan dengan religiusitas keluargadan pelaku bunuh diri. Kerangka teori yang berhubungan dengan variabel yang sudah ditentukan yaitu tentang relidiusitas dan pelaku bunuh diri.

Bab ketiga berisi tentang metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang berlokasi di Kecamatan Tepus,Kabupaten Gunungkidul. Dimana penelitian akan membahas mengenai pola asuh yang ada di Baledono. Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian setelah data diperoleh akan dianalisis dan disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Bab keempat berisi tentang gambaran umum Kecamatan Tepus, relifiusitas keluarga, pelaku bunuh diri dan pembahasan mengenai analisis


(22)

data yang diperoleh dalam penelitian sehingga didapat hasil yang sesuai dengan rumusan masalah, yang kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil yang didapat guna mendapatkan kesimpulan. Pembahasan hasil penelitian menyajikan data penelitian yang berupa data deskripsiberkenaan dengan variabel yang diteliti secara objektif.

Bab kelima berisi tentang kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian yaitu mengenai religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul, saran-saran yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti serta kata penutup yang penulis buat.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan tinjauan pustaka untuk mengetahui apakah penelitian di bidang yang sama sudah melakukan penelitian atau belum, sekaligus untuk menghindari plagiarisme dalam penelitian ini. Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka, penulis menemukan penelitian yang sudah dilakukan peneliti sebelumnya diantaranya:

Gunarto melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Religiusitas dan Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Persepsi Bunuh Diri Pada Siswa MTS Di Kabupaten Gunungkidul.Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan hasil penelitian menunjukan bahwa Pengaruh Religiusitas dan Status Sosial Ekonomi Keluarga berpengaruh pada tindakan bunuh diri pada siswa MTS di Gunungkidul.1

Persamaan dan Perbedaan yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Gunarto

1

Gunarto.2015. Pengaruh Religiusitas dan Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Persepsi Bunuh Diri Pada Siswa M TS Di Kabupaten Gunungkidul.Thesis M agister Studi Islam. Universitas M uhammadiyah Yogyakarta


(24)

lebih berfokus pada Pengaruh Religiusitas dan Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Persepsi Bunuh Diri Pada Siswa MTS Di Kabupaten Gunungkidul, sedangkan obyek yang akan peneliti lakukan lebih terfokus kepada religiusitas keluarga bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sonia Mahrudin. Penelitian ini berjudul Studi Analisis Koping Pelaku Percobaan Bunuh Diri Usia Dewasa Muda Di Kabupaten Gunungkidul.2Jenis penelitian yang

digunakan adalah kualitatif, dengan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan menunjukkan strategi coping yang bagus sangat diperlukan dalam mengatasi para pelaku yang gagal dalam perrcobaan aksi bunuh diri.

Perbedaan penelitian yang di lakukan oleh Sonia Mahrudin dengan yang peneliti lakukan terletak pada obyek yang akan diteliti, Sonia melakukan penelitian dengan obyeknya adalah para pelaku yang pernah melakukan percobaan bunuh diri, sedangkan obyek yang akan peneliti lakukan adalah keluarga pelaku bunuh diri. Untuk persamaannya terletak pada metode yang digunakan, metode yang digunakan menggunakan metode kualitatif, artinya metode ini sama dengan apa yang dilakukan oleh peneliti. Kemudian lokasi penelitianya sama di Gunungkidul.

2Sonia, 2015, Studi Analisis Koping Pelaku Percobaan Bunuh Diri Usia Dewasa M uda Di Kabupaten


(25)

Demikian penelitian yang dilakukan Danar.Penelitian ini berjudul

Konstruksi dan Atribusi Fenomena Tindakan Bunuh Diri Dalam Media Online dan Keluarga Pelaku di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Yogyakarta.3Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, artinya metode

tersebut sama dengan metode yang digunakan oleh peneliti, dengan hasil penelitian bahwa media dan masyarakat memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat fenomena bunuh diri. Perbedaan pemaknaan dikarenakan beberapa media mendapatkan informasi peristiwa bunuh diri secara terbatas, hanya melalui pengamatan sekilas dan wawancara dengan narasumber, sedangkan masyarakat memperoleh informasi tindakan bunuh diri dari pengalaman-pengalaman, lingkungan sosial, kepercayaan tentang mitos dan sumber informasi yang lain seperti media yang berbeda.

Ketiga penelitian di atas memiliki kesamaan pada aspek variable dan tempat penelitian. Sedangkan perbedaan yang akan dilakukan oleh peneliti yakni pada subyek penelitian, dimana peneliti akan membahas tentang religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul.

3

Danar, 2015, Konstruksi dan Atribusi Fenomena Tindakan Bunuh Diri Dalam M edia Online dan Keluarga Pelaku di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Yogyakarta Thesis Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surakarta.


(26)

B. Kerangka Teoritik 1. Religiusitas

a. Pengertian Religiusitas

Religiusitas merupakan kata sifat dari religious (Inggris) ”connected

with religion or with particular religion” merupakan kata sifat dari

religion (bahasa inggris) religie (bahasa belanda). Religiusitas dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan agama, jiwa, keagamaan, kesalehan.4Lebih lanjut Glock dan Stark menyatakan bahwa religiusitas

bukan sesuatu yang tunggal, namun suatu system yang terdiri dari beberapa aspek.

1) Aspek keyakinan (religious belief)

Merupakan bagian dasar keberagamaan individu aspek ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut.

2) Aspek ibadah (religious practice)

4

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka. Cet 1. 1988 : 733.


(27)

Merupakan bentuk dari perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

3) Aspek penghayatan (religious feeling).

Hal ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau diidentifikasikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan.

4) Aspek pengetahuan (religious knowledge)

Aspek ini meninjau sejauh mana individu mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya terutama yang ada di dalam kitab suci atau sumber lainya.

5) Aspek pengamalan (religious effect) aspek ini berkaitan dengan sejauh mana individu mengamalkan ajaran agama yang dianutnya di kehidupan sosial yang dijalaninya.5

Bila dilihat dari kelima aspek diatas, maka bisa dikatakan bahwa konsep Glock dan Stark lebih komplek dan menyeluruh.

William James dalam konsep religiusitasnya membagi religiusitas menjadi dua tipe, yaitu the healthy minded dan the sick soul. Kedua tipe ini pada dasarnya merupakan predisposisi kepribadian

5


(28)

seseorang untuk melihat dunia sesuai dengan persepsi mereka, sehingga akan berpengaruh terhadap cara pandang keagamaan mereka. Teori William James berkesimpulan bahwa orang yang memiliki the healthy minded (jiwa yang sehat) secara kognitif melihat segala sesuatu yang baik dan selalu optimis melihat masa depan. Ketika berhubungan dengan orang lain, akan cenderung terbuka. Mereka adalah orang yang ekstravert, berorientasi ke luar, yang menerima pandangan dan pemikiran keberagamaan dari orang lain. Sebaliknya, orang yang memiliki tipe beragama intravert, secara kognitif mereka lebih mengembangkan sikap pesimis, yaitu selalu melihat sisi negatif dalam memandang segala sesuatu. Secara pribadi kelompok ini lebih bersifat introvert, berorientasi pada diri sendiri dan tertutup.6

Konsep Gordon Allport ini lebih menekankan aspek pengamalan (religious feeling) dan religious effect.Allport pun mendasari konsepnya ini dengan teori motivasi dalam orientasi religius intrinsik dan ekstrinsik.Bila diamati dan dibandingkan dengan konsep Glock dan Stark, konsep ini belumlah komplek dalam mengukur religiusitas.

Allen dalam penjelasan Subandi membagi religiusitas menjadi dua, yaitu commited religion dan consensual religion.Commited religion

yaitu tipe keberagamaan yang menggunakan perspektif abstrak dan filosofis, ide-ide dan pemahaman agama mempunyai makna yang jelas

6


(29)

dan mengkaitkan agama dengan kehidupan sehari-hari.Sedangkan tipe

consensual religion berusaha menyederhanakan agama secara kognitif saja dan pemahaman tidak terdiferensiasi dengan baik.7

Ancok dan Suroso mengemukakan konsep religiusitas dalam perspektif Islam. Religiusitas adalah sebuah sistem yang menyeluruh dalam keberagamaan seorang muslim. Setiap muslim, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak diperintahkan untuk berislam. Tauchid adalah intisari Islam.Suatu tindakan tidak dapat disebut sebagai Islam tanpa dilandasi oleh kepercayaan kepada Allah.Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu akidah, syariah dan akhlaq. Tiga bagian tersebut, satu dengan yang lain saling berhubungan. Akidah adalah sistem kepercayaan dan dasar bagi syariah dan akhlak.Tidak ada syariah dan akhlak Islam tanpa akidah Islam.8

Berdasarkan pemaparan pandangan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah sistem yang menyeluruh dalam keberagamaan individu yang memengaruhi keyakinan, amalan dan perilakunya dalam kehidupan.Sistem tersebut menjadikan individu merasakan dan mengalami adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia serta hanya kepada Allah, manusia merasa bergantung dan berserah diri.

7Subandi. Psikologi Agama ....hal : 149.

8Ancok, Djamaludin dan Suroso, Fuat Nashori, Psikologi Islam Solusi Islam Atas Problem- Problem Psikologi,


(30)

2. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Undang-undang Perlindungan anak Nomor 23 tahun 2002 menyatakan sebagaimana dikutip Firstyana (2013: 14) bahwa Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga segaris lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 9

Sedangkan pengertian keluarga menurut beberapa ahli sangat bervariasi, seperti yang dikutip oleh Aman, Grendy Hendrastomo, dan Nur Hidayah menyatakan bahwa:

Lembaga keluarga ialah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan, atau adopsi.Keluarga terbentuk atas satuan sosial yang terbatas, yaitu antara dua orang (laki-laki dan perempuan) yang mengadakan ikatan tertentu yang disebut perkawinan.Secara berangsur angsur anggota keluarga semakin meluas yaitu dengan kelahiran atau adopsi anak-anak.10

Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan perilaku dan perkembangan emosi anak, oleh karena itu keluarga harus mampu menjalankan fungsinya dengan baik yaitu dengan cara memenuhi kebutuhan anak baik yang bersifat fisiologis maupun

9Perpustakaan Nasional RI, Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002, BAB I Tentang

Ketentuan Umum, Pasal 1 nomor 3 (Yogyakarta: New M erah Putih, 2009), hal. 12.

10Aman, Grendy Hendrastomo, dan Nur Hiday ah


(31)

psikologis. Adapun fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.11

b. Peran Keluarga

Jika berbicara peranan keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia atau anak, maka hal ini sesuai dengan teori

“Kebutuhan Dasar” dari Maslow.Menurut Maslow keluarga merupakan

lembaga pertama yang paling tepat dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun teori kebutuhan dasar Maslow dapat digambarkan dalam segitiga hierarki kebutuhan manusia sebagai berikut:

1) Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan manusia yang paling dasar dan paling kuat untuk mempertahankan hidup secara fisik yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur, pakaian, dan oksigen. Manusia jika mengalami kekurangan kebutuhan fisiologis , kebanyakan dari mereka akan mengabaikan atau menahan semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya terpenuhi. Kebutuhan fisiologis dapat mempengaruhi tingkah laku manusia dapat dipilih dan diidentifikasikan secara lebih tepat sesuai dengan kebutuhan individu masing-masing. Pada dasarnya tingkat kebutuhan manusia berbeda sehingga tidak ada patokan kebutuhan fisiologis lebih


(32)

penting dari kebutuhan lain yang lebih tinggi. Jadi semua kebutuhan manusia tersebut pada intinya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan atau berdiri sendiri.

2) Fungsi rasa aman dan perlindungan

Maslow menyebutkan bahwa kebutuhan akan rasa aman muncul segera setelah kebutuhan fisiologis tercukupi. Karena kebutuhan akan rasa aman pada manusia biasanya dapat dirasakan pada orang-orang dewasa yang normal dan sehat. Cara untuk mengetahui apakah seseorang sudah merasa aman dan terlindungi adalah dengan melihat tingkah laku mereka.

3) Rasa cinta memiliki-dimiliki

Kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki menurut Maslow merupakan kebutuhan manusia yang menginginkan hubungan penuh kasih sayang dengan orang lain yang ada disekelilingnya dan kebutuhan akan rasa memiliki di tengah kelompoknya, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat secara luas. Kebutuhan ini merupakan perwujudan akan penerimaan yang baik dari orang-orang di sekelilingnya.

4) Harga diri atau penghargaan

Maslow mengemukakan bahwa setiap orang memiliki kebutuhan akan penghargaan terhadap dirinya baik dari diri sendiri, maupun penghargaan dari orang lain. Penghargaan akan diri sendiri meliputi


(33)

kebutuhan yang muncul dari dalam diri sendiri seperti kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidak ketegantungan dan kebebasan. Kebutuhan penghargaan dari orang lain meliputi perhatian, kedudukan, nama baik, dan pengakuan dari masyarakat.

5) Aktualisasi diri

Maslow mengatakan bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan harus dimulai dari yang paling penting kemudian meningkat pada kebutuhan yang tidak terlalu penting. Apabila kebutuhan dasar seorang telah terpenuhi, maka akan lebih mudah bagi orang tersebut untuk mencapai kebutuhan tertingginya yaitu aktualisasi diri.12

3. Pelaku Bunuh Diri

a. Pengertian Bunuh Diri

Nock, et.all mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan sengaja seseorang untuk mengakhiri hidupnya.13 Munif mendefinisikan bunuh

diri sebagai upaya sistematik untuk menghilangkan nyawa diri sendiri dengan menempuh berbagai macam cara. Sedangkan secara kedokteran bunuh diri disebut sebagai upaya penghentian semua fungsi organ dalam

12

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal. 71-77.

13

Nock,M .K, Borges,G, Bromed,E.J. Suicide and Suicidal Behavior. NIH Public Acces Author manuscript. October 2008. Hal 34.


(34)

tubuh manusia hingga tercipta kondisi kematian.14Bridge, et.all

mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan diri sendiri dengan sengaja merusak dengan niatan untuk mengakhiri hidup.15

Ida mengatakan bahwa bunuh diri merupakan masalah kompleks.Hasil interaksi yang rumit antara faktor biologis, genetis, psikologis, sosial, kultural dan lingkungan. Bunuh diri bukan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan suatu perilaku atau satu bentuk atau cara menuju kematian. Lebih lanjut Rochmawati menjelaskan bahwa bunuh diri pada umumnya merupakan cry for help untuk melepaskan diri dari situasi yang tidak menyenangkan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka bisa disimpulkan bahwa bunuh diriadalah tindakan sistematik menghentikan hidup sendiri yang dilakukan individu itu sendiri atas keinginanya, hal itu dilakukan karena factor psikologis, sosial, dan lingkungan. Bunuh diri merupakan cara paling tragis bagi seseorang dalam mengakhiri hidupnya.

b. Tipe-tipe Bunuh Diri

Emile (1951) yang dijelaskan oleh Gunarto (2015) menemukan fenomena sosiologis yang menarik ketika mengumpulkan catatan dari berbagai pelaku bunuh diri. Dia menyimpulkan bahwa bunuh diri terdiri dari 3 tipe, yaitu :

14M unif Tauchid. Bunuh Diri is Solution. Yogyakarta.Grafindo Litera M edia.2005. Hal : 2.

15Bridge,J.A, Goldstein,T.R, Brent,D.D . Adolescent Suicide and Suicidal Behavior.Journal of Child Psychology


(35)

1) Bunuh diri tipe Egosentrik (Egoistic Suicide)

Bunuh diri tipe ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keterikatan dengan keluarga, masyarakat atau komunitas tertentu.Mereka merasa terasing dari lingkungan dan tidak memiliki dukungan sosial yang penting sebagai alasan untuk tetap hidup.Bunuh diri jenis ini mempunyai kencenderungan yang semakin meningkat, meskipun termasuk jenis yang mudah diprediksi (predictable).Perkiraan tersebut bisa dikenali dari ciri kepribadian serta respon seseorang terhadap kegagalan.Orang ini umumnya suka meminta perhatian untuk eksistensi dirinya.

2) Bunuh diri ripe Alfruistik (Alfruistik Suicide)

Bunuh diri jenis ini berhubungan dengan kehormatan seseorang atau berkaitan atau kelompok dan dianggap sebagai respon sebagai tuntutan sosial.Mereka merupakan bagian yang mengorbankan diri untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik untuk kelompok mereka dan masyarakat.Seperti bom bunuh diri dan budaya harakiri

di Jepang.

3) Bunuh diri tipe Anomik (Anomik Suicide)

Bunuh diri tipe iniAnomik dipicu oleh perubahan mendadak dalam hubungna masyarkat.Bunuh diri tipe anomik disebabkan oleh stress, misalnya akibat permasalahan ekonomi atau faktor lingkungan yang penuh tekanan.Kemungkinan bunuh diri ini tidak bisa diprediksi,


(36)

sehingga menyebabkan ketidak seimbangan dalam masyarakat dan menyebabkan peluang bunuh diri semakin besar.16

Ida menyampaikan empat tipe bunuh diri ditinjau dari alasan pelaku bunuh diri, yaitu :

a) Bunuh diri tipe Histrionik atau tipe Impulsif.

Pelaku bunuh diri pada tipe ini melakukan bunuh diri hanya untuk mencari perhatian dari orang-orang terdekat.Pelaku mencari ketegangan yang ditimbulkan oleh usaha bunuh diri. Kondisi tersebut menimbulkan perasaan puas karena pelaku senang akan spekulasi. Ciri khasnya adalah percobaan bunuh diri bersifat melebih-lebihkan dan dilakukan secara berulang- ulang. b) Bunuh diri karena merasa hilang harapan

Pelaku bunuh diri tipe ini merasa bahwa tidak ada lagi pilihan dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam kehidupannya.Pelaku merasa jalan keluar satu-satunya adalah bunuh diri.

c) Bunuh diri karena halusinasi

Pelaku bunuh diri tipe ini mengalami halusinasi auditorik tipe memerintah (commanding) yang menyuruhnya untuk melakukan tindakan bunuh diri.Halusinasi ini biasanya dapat ditemui pada psikotik maupun pada pengguna zat psikoaktif.

16


(37)

d) Bunuh diri tipe rasional

Alasan-alasan yang rasional menurut kepercayaannya.Misalnya para teroris yang melakukan bom bunuh diri.Mereka menilai perbuatannya itu adalah tindakan yang mulia, mati suci sebagai martir.Contoh lainnya adalah orang yang bunuh diri setelah orang yang dikasihinya meninggal dunia.Mereka beranggapan bahwa dengan bunuh diri dan mati, mereka dapat bertemu dengan orang yang dikasihinya Pelaku bunuh diri tipe ini melakukan suatu tindakan bunuh diri didasarkan atas.17

c. Faktor-faktor penyebab Bunuh Diri

Horney berpendapat bahwa ada empat faktor utama yang mendasari bunuh diri, yaitu tidak ada harapan, penderitaan, keterasingan (alienation) dan pencarian kejayaan ( search and glory). Sartorius menyatakan bahwa kecenderungan depresi yang akut sebagai gangguan suasana hati memberikan sumbangan bagi ide bunuh diri pada anak muda.18

Perrotto menyebutkan bahwa karakteristik pelaku bunuh diri dapat dikelompokkan menjadi :

1) Usia

17

Ida Rochmawati, Nglalu .... hal : 12-13

18

Agustina Esti Purwaningsih. Ide Bunuh Diri Pada Remaja SM U di Wonosari Yogyakarta Ditinjau dari Depresi dan Tingkat Religiusitas.Skripsi.Semarang : UNIKA, 2008 hal. 14


(38)

Umumnya pelaku bunuh diri terdapat pada dua golongan usia, yaitu usia remaja dan usia di atas 45 tahun. Usia bukanlah satusatunya alasan mengapa individu melakukan bunuh diri, namun bila dikombinasikan dengan faktor lain seperti kondisi fisik maka usia turut memberikan sumbangan bagi potensi munculnya bunuh diri. Apabila diamati, tindakan bunuh diri banyak dilakukan usia lanjut (di atas 45 tahun) dibanding dengan pelaku di usia remaja.

2) Jenis Kelamin

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aldridge, pria lebih banyak melakukan bunuh diri daripada wanita.Namun wanita lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan pria.Senada dengan penelitian Aldridge tersebut, Bridge dkk menyatakan bahwa pria lebih banyak melakukan tindakan bunuh diri dibanding wanita, tetapi percobaan bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh wanita.Hal ini kemungkinan terjadi karena pria biasanya enggan membicarakan permasalahannya.Mereka juga sulit mengekspresikan perasaan.Di samping itu, pria memiliki tuntutan lebih berat menyangkut tanggung jawabnya kepada keluarga. Faktor lain adalah dukungan sosial wanita lebih baik ketimbang pria.19

19

Bridge,J.A, Goldstein,T.R dan Brent,D,A. Adolescent Suicide and Suicidal Behavior. Journal of Child Psychology and Psychiatry.47:3/4. 2006. 373


(39)

3) Ras dan Etnis

Menurut data statistik di Amerika Serikat, pria kulit putih dua kali lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan pria keturunan Afrika-Amerika. Sedangkan pada wanita serta para lanjut usia berjenis kelamin pria yang berasal dari keturunan Afrika-Amerika dilaporkan juga lebih sedikit melakukan bunuh diri dibandingkan mereka yang berkulit putih.

4) Masalah hubungan Interpersonal dan Ekonomi

Hasil penelitian Robins menyatakan bahwa seperempat dari jumlah keseluruhan pelaku bunuh diri mengalami kehilangan hubungan interpersonal yang akrab (hangat). Selain itu kondisi keuangan yang menurun dapat memunculkan dorongan untuk bunuh diri. Biasanya si pelaku beranggapan bahwa mereka tidak akan mampu lagi melakukan kebiasaan sehari-hari yang selama ini mereka jalani. Kondisi ini membuat si pelaku merasa malu dan tidak sanggup lagi bertahan dalam situasi lingkungan yang terkesan menuduh atau menilai keberadaan mereka.

Menurut Guidelines on the Management of Suicidal Patient

bulan Juli 1993, 94 % orang yang meninggal karena bunuh diri disebabkan karena menderita sakit mental, kecenderungan depresi yang tinggi, penggunaan alkohol atau schizophrenia. Hal ini mengingatkan bahwa meningkatnya kematian anak muda yang disebabkan oleh bunuh


(40)

diri kemungkinan merupakan reflek dari sejumlah tekanan sosial yang diikuti oleh kurangnya strategi management kesehatan.20

Mayoritas pelaku tindakan bunuh diri mengalami sejumlah pengalaman hidup yang penuh tekanan (stress) sebelum kematiannya.Ida menyebutkan beberapa stressor penyebab bunuh diri, yaitu :

a. Masalah interpersonal seperti perpisahan dengan pasangan, keluarga, teman, kekasih, penolakan dari keluarga dan teman.

b. Kehilangan, misalnya kehilangan secara finansial, kematian.

c. Perubahan dalam masyarakat, misalnya perubahan ekonomi dan politik yang sangat cepat.

d. Rasa malu dan rasa takut kesalahannya akan diketahui orang lain.21

Otsuki dkk menyebutkan beberapa faktor penyebab bunuh diri pada remaja yaitu, adanya stressor dalam kehidupannya, pemberitaan yang salah dalam media massa, sejarah bunuh dirianggota keluarga, status, sosial ekonomi, imigran, perilaku seksual yang menyimpang dan

biological risk factors.22

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan bunuh diri adalah ketiadaan harapan (hopeless), ketidakberdayaan (helpless), depresi, usia, jenis kelamin,

20

Agustina Esti Purwaningsih. Ide Bunuh Diri Pada Remaja SM U di Wonosari Yogyakarta Ditinjau dari Depresi dan Tingkat Religiusitas.Skripsi.Semarang : UNIKA, 2008 hal. 14-16

21

Ida Rochmawati, Nglalu .... hal : 7

22Otsuki,M.K, Kim,T, Peterson,P. Youth Suicide Fact Sheet. University of California.Spring 2000:3-4.


(41)

masalah interpersonal, status sosial ekonomi, konflik dalam keluarga, kehilangan, rasa takut, budaya, doktrin sesat, serta menurunnya kepercayaan beragama (religiusitas)

d. Metode Bunuh Diri

Bridge dkk menyebutkan tiga metode terbanyak dalam kasus bunuh diri remaja di Amerika Serikat, yaitu dengan senjata api, gantung diri dan meminum racun.23 Senada dengan Bridge, Otsuki

mengungkapkan bahwa bunuh diri dengan senjata api menempati urutan teratas dalam metode bunuh diri remaja. Kemudian disusul dengan metode gantung diri dan meminum racun.Perbedaan jenis kelamin juga membedakan pengambilan metode dalam bunuh diri.Wanita lebih suka untuk meracuni diri mereka sedangkan laki-laki lebih suka untuk menembak diri mereka sendiri.24

Gunarto dalam penjelasan Sudhita mengungkapkan bahwa selama kurun waktu 2006 – 2009 terdapat 227 kasus bunuh diri pada kalangan pelajar di Bali. Metode atau cara bunuh diri yang dilakukan oleh pelajar di Bali sebanyak 94 % dengan gantung diri dan sebesar 6% dengan cara minum air keras atau air untuk sepuh logam.25Ida

menjelaskan bahwa sebagian besar pelaku bunuh diri di Gunungkidul pada tahun 2005-2008 menggunakan metode gantung diri untuk

23

Otsuki,M .K, Kim,T, Peterson,P. Youth… hal :3-4.

24

Otsuki,M .K, Kim,T, Peterson,P. Youth… hal : 1

25


(42)

mewujudkan niatnya mengakhiri nyawanya sendiri sebesar 94,74 %. Belum diketahui secara pasti, mengapa cara itu menjadi metode paling favorit, mengingat secara logika, apapun metodenya tentulah akan sangat menyakitkan secara fisik bagi pelaku itu sendiri.26

Munif dalam penjelasan Gunarto menjelaskan bahwa bunuh diri tidak lepas dari usaha untuk melukai bagian tertentu dari tubuh agar terjadi kematian.27Menurut kedokteran, salah satu penyebab kematian

adalah karena adanya kegagalan salah satu atau lebih dalam tubuh. Dengan demikian bunuh diri dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Bunuh diri dengan menggagalkan sistem otak.

Maksud dari bunuh diri dengan menggagalkan sistem otak adalah pelaku sengaja melukai ataupun menyakiti organ tubuh manusia pada bagian kepala atau tepatnya bagian otak.Biasanya pelaku bunuh diri tipe ini melakukannya dengan menjatuhkan dari ketinggian, menembak kepala atau menabrakkan kepala kepada benda-benda keras.

2. Bunuh diri dengan menggagalkan pernafasan.

Bunuh diri dengan cara ini biasanya dilakukan dengan gantung diri, menghirup gas beracun atau menenggelamkan diri.

26

Ida Rochmawati. Nglalu ... hal. 63.

27

Gunarto.2015. Pengaruh Religiusitas dan Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Persepsi Bunuh Diri Pada Siswa M TS Di Kabupaten Gunungkidul.Thesis M agister Studi Islam.Universitas M uhammadiyah Yogyakarta.


(43)

3. Bunuh diri dengan merusak sistem kardiovaskular.

Bunuh diri dengan cara ini antara lain yaitu memotong nadi pergelangan tangan, menusuk diri atau meledakkan diri dengan bom.28

e. Tanda-tanda sebelum bunuh diri

Sehubungan dengan perilaku dan kondisi yang nampak berupa tanda-tanda pada subyek yang hendak melakukan bunuh diri, Davison dan Neale, mengungkapkan sepuluh hukum mengenai tanda-tanda bunuh diri, sebagai berikut:

1) Pada umumnya tujuan seseorang ketika bunuh diri adalah mencarii jalan keluar dari permusuhan.

2) Sasaran seseorang ketika bunuh diri adalah penghentian taraf kesadaran.

3) Stimulus yang mendorong seseorang ketika bunuh diri adalah sakit psikis yang sulit ditoleransi.

4) Stressor yang dialami seseorang ketika bunuh diri adalah kebutuhan psikis yang tidak terpenuhi.

5) Emosi yang menyertai seseorang ketika bunuh diri adalah ketiadaan harapan (hopeless) atau ketidak berdayaan (helpless).

6) Kondisi kognitif seseorang ketika bunuh diri adalah kebingungan (ambivalensi).

28


(44)

7) Kondisi persepsi seseorang ketika bunuh diri adalah kekakuan atau pikiran yang sempit (constriction).

8) Pada umumnya tindakan seseorang ketika bunuh diri adalah agresi. 9) Reaksi interpersonal yang dilakukan seseorang ketika bunuh diri

adalah cry for help.

Tindakan yang menetap pada diri seseorang ketika bunuh diri adalah pola coping yang berulang sepanjang hidupnya.29


(45)

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Agustina menjelaskan penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar dan ditujukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena-fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaanya dengan fenomena lain.1

Penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan mengetahui Religiusitas keluarga pelaku Bunuh Diri di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunung Kidul.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian menyatakan pokok persoalan apa yang terjadi pusat perhatian dalam penelitian. Hal ini karena suatu penelitian kualitatif dimulai dari suatu yang kosong atau tanpa ada masalah, baik masalah yang bersumber dari penalaran atau keputusan ilmiah.2Penelitian dilakukan di Kecamatan

Tepus Kabupaten Gunungkidul.Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan

1

Nana syaodih sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012:72

2


(47)

subjek.Pertimbangan yang dimaksud adalah tingginya frekuensi tindakan bunuh diri.Teknik pengumpulan yang dugunakan peneliti salah satunya adalah wawancara langsung dengan partisipan. Dengan menggunakan tipe wawancara ini maka peneliti dapat memperoleh keterangan yang akurat dan langsung dari sumber yang akan diteliti. Kemudian pertimbangan kenapa dilakukan penelitian di Kecamatan tepus adalah banyak orang yang mengenal Tepus dengan keindahan lokasi wisatanya tanpa mereka tahu ada sebuah fenomena mengerikan yang tidak terjadi di tempat manapun di Indonesia, yaitu fenomena bunuh diri.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian atau informan adalah orang bisa memberikan informasi-informasi utama yang dibutuhkan dalam data penelitian kita.Narasumber atau informan itulah yang peneliti maksud dengan subyek penelitian.3Adapun cara dalam penentuan sampel penelti menggunakan purposive sampling. Hal ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas tujuan tertentu. Dalam buku metode penelitiannya, sugiono menjelaskan bahwa

purposive sampling adalah teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. Proses yang dilakukan adalah peneliti meminta daftar pelaku bunuh diri yang terjadi sepanjang tahun 2014-2015 di Kepolisian Resor

3

Prastowo.Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz M edia. 2011.


(48)

Gunungkidul. Dari daftar pelaku bunuh diri itu nanti dipilih lagi berdasarkan alamat yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, usia yang berbeda, penyebab bunuh diri yang berbeda, dan metode bunuh diri yang berbeda. Jika daftar tersebut sudah didapatkan maka peneliti langsung menuju ke alamat pelaku untuk selanjutnya meminta izin ketua RT untuk melakukan wawancara ke keluarga pelaku, setelah mendapat izin peneliti langsung menuju kediaman pelaku untuk melakukan wawancara.

D. Objek Penelitian

Obyek penelitian adalah apa yang akan diselidiki dalam kegiatan penelitian. Beberapa persoalan sekiranya perlu kita pahami agar bias menentukan dan menyusun obyek penelitian dalam metode penelitian kita ini dengan baik, yaitu berkaitan dengan apa itu obyek penelitian dalam penelitian kualitatif, dan criteria apa apa saja yang layak dijadikan obyek penelitian kita. Disini yang menjadi obyek penelitian adalah keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatn Tepus Kabupaten Gunungkidul.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus trampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui:


(49)

Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diteliti. Observasi semacam ini dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang obyek penelitian.4Peneliti melakukan observasi langsung dan juga observasi

partisipan, selanjutnya mengadakan pencatatan yang ditemukan terhadap gejala-gejala yang ditemukan di lapangan.

2. Wawancara

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara terstruktur.wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Peneliti menggunakan teknik wawancara terstuktur agar fokus pada pokok permasalahan penelitian.5

Wawancara dilakukan kepada subjek penelitian yang telah dikemukakan di awal dengan menggunakaan alat perekam untuk memperoleh hasil wawancara yang akurat dan agar tidak kehilanga informasi.

3. Dokumentasi

Suharsmi menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan6. Dalam penelitian ini, dokumentasi data bunuh diri

4

M oleong, Lexy J, 2014. M etodologi Penelitian Kuantitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 174

5

Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: 133


(50)

diperoleh dari Polres Gunungkidul dan Polsek Tepus, kemudian untuk daftar penduduk Tepus diperoleh dari kantor Kecamatan Tepus.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh Moeleng 7.

Analisis data dimulai dengan menyusun dan menyempurnakan hasil analisis data dengan menyusun hasil fakta-fakta di lapangan.Kemudian peneliti berpadu dengan situasi yang diteliti, pengumpulan data lebih diintensifkan dengan wawancara, dan pengumpulan data yang lebih intensif.

Dalam pengumpulan data peneliti benar-benar melihat, mendengarkan, membaca, dan merasakan apa yang ada pada saat penelitian dilaksanakan. Sedangkan untuk analisa penelitian mengacu pada model Miles dan Huberman yakni dengan me-reduksi data (data reduction), yaitu kegiatan pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang berasal dari data lapangan.

Reduksi data berlangsung selama proses penelitian hingga tersusunnya laporan akhir penelitian. Yang kedua yaitu penyajian data (data display) yang merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dalam teks naratif. Penyusunan informasi tersebut dilakukan secara sistematis dalam bentuk

7


(51)

tema-tema pembahasan, sehingga mudah dipahami makna-makna yang terkandung didalamnya.Dan yang terakhir adalah menarik kesimpulan atau verifikasi.Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan sebuah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih samar sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas, dapat berupa hubungan kasual, interaktif, hipotesis atau teori.

Ada beberapa proses dan tahapan dalam analisis data penelitian kualitatif ini, diantaranya sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan meliputi perumusan dan pembatasan masalah serta merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diarahkan kepada kegiatan pengumpulan data, kemudian merumuskan situasi penelitian, satuan dan lokasi yang dipilih serta informan-informan sebagai sumber data.

b. Pengumpulan data

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti berusaha menciptakan hubungan baik, menumbuhkan kepercayaan akrab dengan individu-individu dan kelompok yang menjadi summber data.Peneliti memulai wawancara dengan beberapa informan yang diilih.Pengumpulan data melalui interview dilengkapi dengan data pengumpulan dan data dokumen. c. Pengumpulan data dasar


(52)

Setelah peneliti dengan situasi yang diteliti, pengumpulan data lebih diintensifkan dengan wawancara yang lebih mendalam dan juga observasi serta pengumpulan data yang lebih intensif. Mendengarkan dan merasakan apa yang ada dengan penuh perhatian. Sementara pengumpulan data terus berjalan, analisis mulai dilakukan, dan keduanya terus dilakukan berdampingan sampai tidak ditemukan data baru lagi.Setelah pola-pola dasar terbentuk.Peneliti mengidentifikasi ide-ide dan fakta-fakta yang membutuhkan dalam fase penutup.

d. Pengumpulan data penutup

Pengumpulan data berakhir ketika penulis meninggalkan lokasi penelitian dan tidak melakukan pengumpulan data lagi.Batas akhir penelitian tidak bisa ditentukan sebelumnya seperti penelitian kuantitatif. Tetapi dalam proses penelitianya sendiri akhir masa penelitian terkait dengan masalah, kedalaman, dan kelengkapan yang diteliti. peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan atau tidak diperlukan lagi.

e. Melengkapi

Langkah melengkapi merupakan kegiatan menyempurnakan hasil analisis data dan menyusun cara menyajikannya. Analisis data dengan menyusun fakta-fakta hasil lapangan kemudian peneliti membuat tabel, diagram, dan bentuk-bentuk pemanduan fakta lainya. Hasil analisis data diagram, bagan, dan tabel tersebut diinterpretasikan, dikembangkan


(53)

menjadi proposisi dan prinsip-prinsip8. Dalam hal ini peneliti menganalisis

semua data yang sudah dikumpulkan untuk dideskripsikan.Yang harus dilakukan peneliti adalah menyatukan semua data yang telah diperoleh.Kemudian peneliti membuat hasil dari data tersebut.Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.Setelah tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substansif.

8Sukmadinata, Nana Syaodih, 2012. M etode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdyakarya,


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Letak Geografis

Kecamatan tepus terletak di sebelah selatan ibukota Gunungkidul. Di sebelah utara berbatasan dengan kecamatan semanu, di sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Girisubo, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjungsari. Kecamatan Tepus terdiri atas lima desa yaitu Sidoharjo, Tepus, Purwodadi, Giripanggang, dan Sumberwungu dan dilamnya ada 83 dusun, 84 RW, dan 358 RT. Berikut peneliti tampilkan bentuk Kecamatan Tepus berdasarkan administrasi,

Tabel 1.Jumlah Dusun, RW, RT

Desa Dusun RW RT

Sidoharjo 11 11 51

Tepus 20 20 89

Purwodadi 19 19 73

Giripanggung 14 15 60

Sumberwungu 19 19 85

Jumlah 83 84 358


(55)

Desa Tepus adalah Desa yang paling luas wilayahnya dibandingkan desa-desa lainnya, kemudian disusul oleh Desa Purwodadi, Giripanggung, Sumberwungu, dan Sidoharjo,

Tabel 2. Luas Desa dan presentasi luas desa

Desa Luas Desa Presentasi Luas desa terhadap luas Kecamatan

Sidoharjo 1.604,29 15,29

Tepus 2.885,48 27,22

Purwodadi 2.169,48 20,68

Giripanggung 2.035,98 19,40

Sumberwungu 1.826,98 17,41

Sumber: Arsip Kantor Kecamatan Tepus (2015)

Jarak kelima desa ke kantor Kecamatan berbeda-beda. Desa Sidoharjo adalah desa paling dekat dengan Kantor Kecamatan dan yang paling jauh jaraknya dari Desa Purwodadi adalah yang paling jauh dari Kantor Kecamatan.

B. Kondisi Demografis

Dilihat dari perkembanganya, desa-desa di Kecamatan Tepus dikategorikan sebagai desa swadaya dan desa swakarya, belum ada yang dikategorikan sebagai desa swasembada.Desa Sidoharjo dan Desa Tepus tergolong desa swakarya yaitu desa peralihan desa-desa swadaya menuju desa swasembada yang bercirikan sebagai berikut.


(56)

2. Sudah mulai mempergunakan alat-alat dan teknologi.

3. Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari perekonomian.

4. Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain.

5. Jalur lalu lintas antara desa sudah agak lancer.

Sementara itu Desa Purwodadi, Sumberwungu, dan Giripanggung termasuk desa swadaya.Dengan demikian, ketiga desa ini adalah desa-desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Daerah terisolir dengan daerah lainya. 2. Penduduknya jarang.

3. Mata pencarian homogeny yang bersifat argraris. 4. Bersifat tertutup.

5. Masyarakat memegang teguh adat. 6. Teknologi masih rendah.

7. Sarana dan prasarana sangat kurang. 8. Hubungan antar manusia sangat erat. 9. Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.

Di Kecamatan Tepus terdapat 9322 rumah tangga.Satu rumah tangga ada berpenghuni 4 orang.Rumah tangga paling banyak ditemukan di Desa Tepus, namun demikian komposisi di setiap Desa cukup merata. Hal yang


(57)

menrika adalah dari seluruh total rumah tangga yang ada, tidak semua rumah tangga (KRT) adalah laki-laki. Ada 1107 rumah tangga yang KRTnya adalah perempuan.

Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga menurut jenis kelamin

Desa Laki-laki Perempuan Jmlah

Sidoharjo 1532 176 1708

Tepus 2119 227 2446

Purwodadi 1690 269 1959

Giripanggung 1519 174 1693

Sumberwungu 1493 123 1616

Jumlah 8353 1107 9322

Sumber: Arsip Kantor Kecamatan Tepus (2015)

Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Tepus adalah 33.240 orang yang terdiri atas 15.863 laki-laki dan 17.377 perempuan. Mereka ini sebagiam besar sudah dewasa, yaitu ada 30.567 orang dan sebagian kecil masih anak-anak yaitu ada 7.831 anak. Dari lima desa yang ada tampak bahwa penduduk di Desa Tepus tercatat paling tinggi yaitu sejumlah 10-018 orang, disusul kemudian oleh desa purwodadi. Sementara itu, penduduk di tiga Desa lainnya jumlahnya kurang lebih sama.


(58)

Tabel 4, Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan sex ratio

Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

Sidoharjo 2970 3209 6179

Tepus 3995 4329 8324

Purwodadi 3212 3549 6761

Giripanggung 2957 3224 6181

Sumberwungu 3729 3066 5795

Jumlah 15863 17377 33240

Sumber: Arsip Kantor Kecamatan Tepus (2015)

Dilihat dari tahapan keluarganya, di Kecamatan Tepus tampak bahwa tidak begitu mencolok perbedaan antara jumlah keluarga Pra Sejahtera. Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II dan Keluarga Sejahtera III. Melihat kategorisasi/pengelompokan keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraannya in penting, mengingat adanya indikasi bahwa korban bunuh diri di Kecamatan Tepus sebagian besar kondisi ekonominya miskin.

Tabel 5.Jumlah keluarga Desa Pra Keluarga

Sejahtera Keluarga Sejahtera I Keluarga Sejahtera II Keluarga Sejahtera III

Sidoharjo 604 631 255 482

Tepus 526 1229 761 343

Purwodadi 703 645 353 482

Giripanggung 919 557 346 423

Sumberwungu 532 670 453 514


(59)

Sumber: Arsip Kantor Kecamatan Tepus (2015)

C. Infrastruktur

Dilihat dari fasilitas infrastrukturnya secara kualitatif masing-,masing desa di Kecamatan Tepus memiliki fasilitas yang berbeda-beda. Fasilitas pendidikan misalnya, Desa Sidoharjo memiliki fasilitas yang paling lengkap mulai dari TK, SD, SLTP, hingga SLTA. Selain sekolah di bawah dinas pendidikan, fasilitas sekolah yang non pendidikan pun ada juga di Kecamatan ini yaitu 4 ibtidaiyah yang ada di Desa Tepus, Purwodadi, dan Sumberwungu. Melihat aspek pendidikan di dalam konteks bunuh diri ini penting mengingat adanya indikasi bahwa tingkat pendidikan korban bunuh diri di Kecamatan Tepus sebagian adalah lulusan SR, SD, dan SLTP.

Tabel 6. Jumlah sekolah di Tepus

Desa TK SD SLTP SLTA

Sidoharjo 3 4 1 1

Tepus 3 5 - -

Purwodadi 2 5 - -

Giripanggung 2 5 1 1

Sumberwungu 6 5 1 -

Jumlah 16 24 3 2

Sumber: Arsip Kantor Kecamatan Tepus (2015)

Untuk pelayanan kesehatan masyarakat, di Kecamatan Tepus tersedia dua Puskesmas di Desa Sidoharjo dan Purwodadi.Selain itu, ada juga tiga pustu di Tepus, Giripanggung, dan Sumberwungu. Alternatif lain ada tiga


(60)

tempat dokter praktek di Desa Sidoharjo, dan Purwodadi. Untuk pelayanan masyarakat yang terkait dengan Layanan Keluarga Berencana (KB) di masing-masing desa ada Pembina Pembina Keluarga Berencana Desa. Tempat layanan kesehatan ini didukung dengan jumlah tenaga kesehatan yaitu empat dokter, 14 paramedis, 18 dukun bayi, 23 tukang pijat, dan satu dukun sunat.1

Secara kuantitas, fasilitas tempat peribadatan di Kecamatan Tepus sudah memadai. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Tepus beragama islam, yaitu sejumlah 37.296 umat. Untuk melakukan ibadah pemeluk agama islam ini bisa melakukan ibadah di tempat-tempat peribadatan yang sudah ada yaitu 86 masjid, 16 mushola dan satu langgar. Sementara itu jumlah pemeluk agama Kristen 350 umat, dan pemeluk agama Katholik adalah 212 umat.(Lihat Tabel 5)

Tabel 7.Jumlah pemeluk Agama

Desa Islam Kristen Katholik Hindu Budha Jumlah

Sidoharjo 6131 48 - - - 6179

Tepus 6995 6 133 - - 8324

Purwodadi 6758 - 3 - - 6761

Giripanggung 6047 93 47 - - 6181

Sumberwungu 6572 271 39 - - 5795

Jumlah 37909 350 212 - - 3395

Sumber: Arsip Kantor Kecamatan Tepus (2015)

1


(61)

Untuk melakukan ibadah, fasilitas yang sudah tersedia ada 5 gereja, dan satu kapel (Lihat tabel 8).Melihat sisi keagamaan di dalam konteks bunuh diri di Kecamatan Tepus ini perlu dilakukan mengingat adanya indikasi bahwa ada kaitan erat antara korban bunuh diri dan agama yang dipeluknya.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh setiawan diketahui bahwa sebagian pelaku berlatar belakang agama Islam. Hal itu merupakan sesuatu yang ironi karena dalam Islam sendiri perbuatan bunuh diri merupakan salah satu dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah.

Tabel 8.Jumlah tempat ibadah

Desa Masjid Mushola Langgar Gereja Kapel

Sidoharjo 11 2 1 1 -

Tepus 23 3 - - 1

Puwodadi 14 2 - - -

Giripanggung 18 6 - - -

Sumberwungu 20 3 - - -

Jumlah 86 16 1 - 1

Sumber: Arsip Kantor Kecamatan Tepus (2015)

Untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat di Kecamatan Tepus tersedia empat pasar, dua pasar desa, dua pasar negeri.Dari kelima desa yang ada di Kecamatan Tepus hanya Desa Sumberwungu yang belum memiliki pasar. Bahkan disana tidak ada took dan kios. Untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi terdekat mereka mengandalkan 30 warung yang ada.di desa tersebut (Lihat Tabel 7). Ketersediaan fasilitas pendukung seperti pasar, took, kios,


(62)

dan warung ini bertujuan untuk melihat gambaran sejauh mana pelaku bunuh diri di Tepus memiliki akses terhadap kebutuhan ekonomi, baik sisi konsumsi maupun produksi. Dari sisi produksi ini ada kaitannya dengan bagaimana petani di Tepus memiliki akses pasar ke luar.Mengingat sebagian besar pelaku bunuh diri di Tepus ini adalah petani.

Berdasarkan keterangan diatas maka bisa peneliti jelaskan bahwa Kecamatan Tepus adalah suatu daerah yang memiliki tiga desa yang dikategorikan sebagai desa swadaya dan dua desa yang menuju swasembada.Kecamatan Tepus termasuk daerah yang memiliki kekayaan wisata alamnya, karena di dalam wilayah kecamatan ini ada banyak objek wisata bahari yang dapat dikunjungi.Selain itu Kecamatan Tepus juga memiliki banyak fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh publik, seperti sekolah, pasar utama, dan sebagainya.

D. Gambaran Religiusitas Keluarga pelaku bunuh diri.

Gambaran Religiusitas keluarga pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus cukup beragam.Hal itu dibuktikan dengan wawancara yang dilakukan peneliti kepada keluarga yang anggota keluarganya pernah melakukan bunuh diri.

Nggeh om neng bunuh diri niku kan mboten angsal, tapi teng riki biasa tonggo-tonggo ngarani keno pulung gantung. Sedangkan niku ontene pun ket mbiyen.(Wawancara dengan TKN, 2 November 2016)

TKN mengatakan bahwa dia tidak menyalahkan maupun membenarkan bunuh diri yang menimpa anggota keluarganya, karena disitu ia bependapat bahwa


(63)

bunuh diri itu disebabkan oleh suatu mitos yang bernama pulung gantungyang telah terjadi sejak zaman dahulu, dan ia mengatakan bahwa pulung gantung sendiri bisa menimpa siapa baik itu keluarganya maupun orang lain. Kedangkalan akan ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang menyebabkan orang sepeti pak TKN masih mempercayai mitos, padahal mitos ini hanyalah imajinasi mereka saja yang kemudian diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka.

Pak SY memiliki pendapat lain dalam pemahaman bunuh diri dalam agama islam,

Mboten apik mas, tapi mripun maleh nek sakit pun diobati tapi nggak sembuh-sembuh rasanya gimana to mas? Mesti jengkel karo risi. (Wawancara dengan pak SY, 2 November 2016)

Dari bahasa yang digunakan oleh pak SY, disini peneliti berpendapat bahwa pak SY memahami bunuh diri sebagai sebuah keputusan yang bisa diambil ketika seseorang dalam kondisi terdesak dalam menghadapi suatu masalah.Tentunya hal itu tidak bisa diterima, mengingat bunuh diri memiliki dampak negative untuk kedepannya baik untuk pelaku maupun keluarganya. Dampak untuk pelaku diantaranya dia telah melakukan dosa besar yang tidak akan diampuni lagi oleh Allah, karena pintu taubat telah tertutup baginya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah dalam hadistnya:

siapa yang bunnuh diri dengan senjata tajam, maka senjata itu akan akan ditusuk-tusuknya sendiri dengan tangan ke perutnya di neraka untuk selama-lamanya, dan barang siapa bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung maka ia akan menjatuhkan dirinya pula nanti (berulang-ulang) ke neraka untuk selama lamanya. (HR, Muslim).


(64)

Kemudian dampak lain untuk keluarga yang ditinggalkan oleh pelaku adalah akan menanggung beban yang bertambah berat. Terutama si pelaku yang bunuh diri adalah seorang suami, yang tidak lain adalah pejuang kehidupan keluarganya. Anaknya terancam hidup yatim dan tidak ada lagi yang menjamin kebutuan hidup istri dan anak anaknya. Dan tentunya si pelaku akan memberikan aib bagi keluarga dan keturunannya. Dilihat dari kesimpulan diatas bisa kita lihat bersama bahwa masih ada yang membenarkan seseorang untuk melakukan bunuh diri.Tidak peduli seberapa besar masalah itu yang jelas bunuh diri sangat dilarang oleh ajaran manapun.Karena kita sebagai manusia pastinya pernah memiliki masalah dalam hidup, cuma akhirnya bagaimana dengan bijak kita bisa menyelesaikan masalah tersebut.Tidak menutup kemungkinan para keluarga pelaku bunuh diri juga pasti memiliki masalah dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Disini peneliti ingin mengetahui contoh masalah apa yang biasa terjadi kemudian bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah tersebut

Nek kaleh sederek, keluarga Alhamdulillah mboten.Nek tiang dusun niku omongane iseh dijogo ngoten lo.Nek dusun dusun ngoten lo. Pun nate kulo ngomongi nek ngampil selang paralon dibalekke malih, tapi tanggane kulo malah ngarani selange mboten angsal diampil, lebar niku dekne marani kulo ngandani njok sisan tak genahke bar niku nggeh biasa maleh.(wawancara dengan pak BJ 2 November 2016)

Masalah seperti itu biasa terjadi dimasyarakat desa, jangan heran jika mereka bisa menyelesaikan masalah itu dengan mudah karena kita tahu sendiri


(65)

masyarakat desa masih menjunjung tinggi kerukunan. Sehingga jika ada masalah yang entah itu kecil atau besar maka mereka akan menyelesaikan masalah itu dengan cara baik baik.

Pendapat sama diutarakan oleh pak SM

Misale kaleh lek-lek kulo sing kulon niku, misale pakane kulo dijipuk paleng tak takoni..”ndak koe pek pakanku?”njok taktegur. Sesuk sesuk ojo dipakakke maleh..aku iseh repot, aku yo nduwe sapi nduwe wedus, nek pakakku mbok wekke nang wedusmu la wedusku mangan opo?”. tur nek dusun niku cok cok nduwe masalah kaleh riku-riku nggeh mboten tau dowo-dowo, koyo padu njok meneng menengan nggeh mboten. (Wawancara dengan pak SM, 3 November 2016)

Permasalahan tersebut biasa terjadi mengingat mayoritas penduduk di Kecamatan Tepus adalah petani dan peternak.Disini sikap yang diambil oleh pak SM ketika terjadi suatu masalah yang dihadapinya sudah bagus, mengingat pak SM ketika menegur pamannya menggunakan bahasa yang halus tanpa menunjukan rasa permusuhan. Kerukunan dan perdamaian menjadi sesuatu yang sangat dijaga oleh masyarakat desa, mereka akan segera menyelesaikan masalah yang terjadi dan sebisa mungkin menghindari konflik. Akan tetapi ada suatu masalah serius yang menimpa pada masyarakat di Kecamatan Tepus.Masalah itu berkaitan dengan perilaku pemujaan dan ketaatan yang harus dilakukan seseorang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya.Disini peneliti melakukan pengamatan dan mengambil sholat untuk dijadikan tolak ukur bagaimana seseorang menunjukan komitmen terhadap agamanya.Dari pengamatan tersebut


(1)

PERTANYAAN WAWANCARA

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui bahwa dalam islam bunuh diri itu dilarang? ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

2. Bagaimana Bapak/Ibu menyelesaikan masalah?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

3. Apakah Bapak/Ibu rutin menjalankan ibadah sholat wajib?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

4. Berapa kali Bapak/Ibu menjalankan ibadah sholat dalam sehari?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

5. Apakah Bapak/Ibu rutin menjalankan ibadah sholat sunah dhuha dan tahajud? ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________


(2)

6. Berapa sering Bapak/Ibu menjalankan ibadah sholat sunah dan tahjud dalam seminggu?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

7. Apakah Bapak/Ibu rutin membaca Al-Quran?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

8. Berapa kali seminggu Bapak/Ibu membaca Al-Quran?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

9. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang zakat?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

10.Apakah Bapak/Ibu pernah membantu orang lain??

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________


(3)

11.Bantuan itu dalam bentuk apa?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

12.Apa penyebab pelaku melakukan bunuh diri?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

13.Apa tanda-tanda pelaku sebelum bunuh diri?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________

14.Bagaimana cara pelaku melakukan bunuh diri?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ____________________


(4)

Identitas Narasumber

Catatan Lapangan No Nama

narasumber

Jenis kelamin

Usia Nama pelaku

Alamat Hubungan dengan pelaku 1 TKN Laki-laki 43 MN Singkil,

Tepus, Gunungkidul

Kakak kandung 2 SY Laki-laki 47 KW Cepogo,

Tepus, Gunungkidul

Anak kandung

3 BJ Laki-laki 45 WT Palgading, Tepus, Gunungkidul

Anak kandung

4 SM Laki-laki 38 PO Sumberwungu, Tepus, Gunungkidul

Adik kandung

5 LM Laki-laki 46 NJ Pulegundes, Tepus, Gunungkidul

Anak kandung

7 PY Laki-laki 40 MT Wunut, Tepus, Gunungkidul

Kakak kandung 8 SM Perempuan 35 YD Sidoharjo,

Tepus, Gunungkidul

Ibu kandung

9 KSN Perempuan 49 WR Pudak, Tepus, Gunungkidul

Anak kandung

10 JF Laki-laki 51 RY Giripanggung, Tepus, Gunungkidul

Kakak kandung 11 RH Laki-laki 35 HT Pulekulon,

Tepus, Gunungkidul


(5)

1. Pada hari Selasa, 1 November 2016 peneliti mencari data siapa saja pelaku bunuh diri di Kecamatan Tepus ke Kepolisian Sektor Tepus.

2. Pada hari Selasa, 1 November 2016 peneliti meminta data kependudukan, wilayah, dan fasilitas yang ada di Kecamatan Tepus.

3. Pada hari Selasa 1 November 2016 peneliti mulai observasi kebeberapa keluarga yang akan dijadikan subjek penelitian.

4. Pada hari Rabu 2 November 2016 peneliti berkunjung kerumah TKN untuk wawancara tentang pengetahuan bunuh diri dalam islam.

5. Pada hari Rabu 2 November 2016 peneliti berkunjung kerumah SY untuk wancara tentang pengetahuan bunuh diri dalam islam.

6. Pada hari Rabu 2 November 2016 peneliti berkunjung kerumah BJ untuk wawancara tentang masalah yang biasa dihadapi.

7. Pada hari Kamis 3 November 2016 peneliti berkunjung kerumah pak SM untuk wawancara tenatang masalah yang biasa dihadapi.

8. Pada hari Rabu 3 November 2016 peneliti berkunjung kerumah TKN untuk wawancara tentang aktifitas sholat wajib dan penyebab ayahnya bunuh diri. 9. Pada hari Kamis 4 November 2016 peneliti berkunjung kerumah LM untuk

wawancara tentang kebiasaan membaca Al-Quran.

10.Pada hari Kamis 5 November 2016 penelti berkunjung kerumah PY untuk wawancara tentang kebiasaan membaca Al-Quran.

11.Pada hari Rabu 8 November 2016 peneliti berkunjung kerumah SY untuk wawancara tentang penyebab ayahnya KS bunuh diri.

12.Pada hari Rabu 8 November peneliti berkunjung ke rumah ke MN untuk wawancara tentang penyebab anaknya PJ bunuh diri.

13.Pada hari Sabtu 12 November 2016 peneliti berkunjung ke rumah SM untuk wawancara tentang penyebab anaknya YD bunuh diri.

14.Pada hari Rabu 8 November 2016 peneliti berkunjung kerumah SY untuk wawancara tentang tanda-tanda ayahnya KS bunuh diri.


(6)

15.Pada hari Minggu 13 November 2016 peneliti berkunjung ke rumah pak KSN untuk wawancara tentang tanda-tanda bunuh diri ayahnya WR bunuh diri. 16.Pada hari pada hari Senin 14 November 2016 peneliti berkunjung ke rumah JF

untuk wawancara tentang tanda-tanda bunuh diri adiknya RY.

17.Pada hari Senin 14 November 2016 peneliti berkunjung ke rumah RH untuk wawancara tentang cara yang digunakan adiknya HT untuk bunuh diri.

18.Pada hari Minggu 13 November 2016 peneliti berkunjung ke rumah pak KSN untuk wawancara tentang cara yang digunakan ayahnya WR untuk bunuh diri 19.Pada hari Rabu 8 November 2016 peneliti berkunjung ke rumah MNuntuk

wawancara tentang kakaknya PJ bunuh diri.

20. Pada hari kamis 15 November 2016 peneliti berkunjung ke Kepolisian Resort Gunungkidul untuk menanyakan upaya apa saja yang sudah dilakukan oleh kepolisian dalam mengatasi masalah bunuh diri ini.