PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENGINE STAND COROLA 4A-FE

(1)

i

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENGINE STAND COROLA 4A-FE TUGAS AKHIR

Disusun dan Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya

Disusun Oleh :

Anang Wahyulianto (20133020007)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN OTOMOTIF & MANUFAKTUR

POLITEKNIK MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

xi DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 2

1.3. Perumusan Masalah ... 3

1.4. Batasan Masalah ... 3

1.5. Tujuan ... 4

1.6. Metodologi ... 4

1.7.Sistematika Penulisan ... 5

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka ... 6

2.2. Pemilihan Bahan dan Proses ... 7


(3)

xii

2.4. Pengertian Sistem Pengecatan ... 9

2.5. Teknik Penyemprotan ... 11

2.6. Penggunaan Air Spray Gun ... 14

2.7. Pengelasan ... 16

BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Diagram Penelitian ... 29

3.2 Alat dan Bahan ... 30

3.3 Konsep Perancangan ... 37

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Perancangan ... 42

4.2. Perhitungan Rancangan ... 43

4.3. Proses Pengujian Inventor ... 52

4.4. Proses Pembuatan Engine ... 54

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 64

5.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(4)

(5)

(6)

(7)

viii

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENGINE STAND COROLA 4A-FE ANANG WAHYULIANTO

20133020007 ABSTRAK

Pada saat ini kegiatan perancangan dan pengujian sebuah desain produk tidak dapat dipisahkan dari penggunaan program – program komputer. Berbagai program komputer, seperti AutoCad, SAP, ANSYS, Midas, StandPro, dan Abaqus, sudah sering digunakan untuk mempermudah dalam melakukan analisis maupun perancangan.

Metode yang digunakan “Perancangan dan pembuatan Engine Stand Corola 4A-FE” dari proses desain rancangan awal menggunakan software AutoCAD 2013, perhitungan secara manual kekuatan desain rancangan, pembuatan rangka engine stand, dan proses finising.

Hasil proses desain awal engine stand menggunakan software AutoCAD 2013 dengan menggunakan unit satuan ukur milimeter (mm), desain dibuat berdasarkan

sketch gambar racangan awal. Setelah gambar rancangan awal dengan menggunakan AutoCAD 2013, hasil perhitungan beban pada masing-masing tumpuan dudukan mesin dengan asumsi beban total dari engine seberat 450 Kg dapat dilihat dari diagram SFD, BMD, dan NFD pada masing-masing dudukan mesin.


(8)

ix

DESIGN AND MANUFACTURE OF ENGINE STAND COROLA 4A-FE ANANG WAHYULIANTO

20133020007 ABSTRACK

At this time the activities of the design and testing of a product design can not be separated from the use of computer programs. Various computer programs such as, AutoCad, SAP, ANSYS, Midas, StandPro, dan Abaqus, it has often been used to facilitate the analysis and design.

The method used “DESIGN AND MANUFACTURE OF ENGINE STAND COROLA 4A-FE” the initial draft of the design process using software AutoCAD 2013, manual calculation design power design, manufacture engine stand, and finishing process.

The results of the initial design process engine stand using AutoCad 2013 software using millimeter unit, design created by the initial sketch design image. After the initial design drawings using AutoCAD 2013load calculation result in each engine cradle footstool assuming a total load of 450 kg engine can be viewed programs SFD, BMD, and NFD on each engine cradle.


(9)

1 1.1. Latar Belakang

Pada proses pembuatan rancangan dan pengujian desain engine stand dapat di uji menggunakan software komputer, seperti AutoCad, SAP, ANSYS, Midas, StandPro, dan Abaqus, sudah sering digunakan untuk mempermudah dalam melakukan analisis maupun perancangan.

Pada pembuatan engine stand mahasiswa membahas mengenai proses pembuatan proses perancangan desain menggunakan software AutoCAD, dan Inventor. Dengan adanya program AutoCAD maka desain rancangan dapat dirancang sehingga kita dapat mengetahui bentuk desain rancangan awal yang akan kita buat.

Setelah desain awal dari rangka yang akan dibuat selesai maka tahapan selanjutnya adalah proses pembuatan rangka. Proses pembuatan rangka yang tidak tepat akan menpersulit proses kerja dan dapat menyebabkan material terbuang dikarenakan perencaan yang salah. Oleh karena itu dalam setiap perancangan dan pembuatan rangka dari sebuah mesin perlu melalui tahapan-tahapan agar rangka yang akan dibuat sesuai dengan desain awal yang telah direncanakan.

Teknologi pada otomotif seperti sekarang ini mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Seperti kemajuan teknologi pada mesin, chasis, bodi dan tidak ketinggalan pula dalam bidang pengecatannya. Pada engine stand


(10)

pada rangka sehingga engine stand terlihat lebih menarik.Untuk itu perlu dilakukannya tahap-tahap maupun perencanaan yang matang agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam pengecatan

1.2. Identifikasi Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka Indentifikasi masalah dalam tugas akhir Engine Stand Corola 4A-FE antara Lain :

1. Belum adanya rancangan desain awal dari engine stand Corola 4A-FE yang akan dibuat.

2. Belum adanya proses pembuatan rancang bangun engine stand corola 4A-FE yang tepat agar proses pembuatan rangka berjalan dengan baik. 3. Sering terjadi kegagalan dalam proses pengecatan dikarenakan

persiapan permukaan yang kurang tepat dan proses pengecatan yang salah.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas maka permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mendesain rancangan awal dari engine stand corola 4A-FE yang akan dibuat?

2. Bagaimana proses pembuatan rangka dari engine stand corola 4A-FE yang akan dibuat?

3. Bagaimana proses finising dari rancang bangun engine stand corola 4A-FE yang akan dibuat?


(11)

1.1. Batasan Masalah

Untuk mempermudah fokus pembahasan dalam penyusunan tugas akhir ini, maka penulis perlu membuat batas masalah. Batasan masalah tugas akhir ini antara lain:

1. Pada tugas akhir hanya membahas mengenai proses pembuatan Stand Engine Corola 4A-FE dari desain awal hingga proses pengecatan

2. Tidak membahas kekuatan material.

3. Tidak melakukan pengujian secara manual baik itu uji tarik, tekan dan bending pada desain.

4. Software yang digunakan pada desain menggunakan AutoCAD 2013. 5. Perhitungan kekuatan desain dilakukan menggunakan rumus beban statis. 6. Hanya menghitung kekuatan pada baut dudukan mesin menggunakan

rumus. 1.2. Tujuan

Tujuan " Engine Stand Corola 4A-FE " adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui proses desain awal stand engine dari Engine Stand Corola 4A-FE menggunakan AutoCAD.

2. Mengetahui proses pembuatan rangka dari engine stand Corola 4A-FE. 3. Mengetahui proses finishing pada rangka engine stand Corola 4A-FE


(12)

1.3. Metodologi

Metode yang digunakan dalam pembuatan laporan ini adalah :

1. Praktik langsung ialah suatu metode dalam memperoleh data dengan cara pelaksanaan tugas akhir itu sendiri.

2. Konsultasi ialah suatu metode untuk memperoleh data dengan cara mewawancarai secara langsung dosen pembimbing terhadap tugas akhir yang dilakukan.

3. Studi kepustakaan ialah suatu metode dengan cara membaca buku-buku kuliah, literatur majalah dan sumber-sumber lainnya yang mendukung dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir.

1.4. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, ringkas, teratur dan mudah dimengerti maka disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut :

1. Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, rumusan masalah, metodologi dan sistematika penulisan.

2. Dasar Teori

Berisi tentang kajian pustaka, Perhitungan desain, Pengelasan, dan proses pengecatan

3. Proses Pembuatan rangka engine stand

Berisi tentang proses pembuatan rancangan secara 2D dan 3D, proses pembutan rangka engine stand, dan Pengecatan rangka engine stand


(13)

4. Pembahasan

Membahas tentang prosedur Perhitungan kekuatan desain secara manual menggunakan rumus, hasil proses pembuatan rangka engine stand, hasil proses pengecatan pada rangka engine stand, dan membahas tentang evaluasi dan kendala.

5. Penutup


(14)

6

2.1. Kajian Pustaka

Bayu Agung Setiawan (2015) melakukan rancang bangun dan proyek akhir

engine stand Toyota yaris, pelaksanaan perakitan telah dilaksanakan agar dalam perakitan komponen EFI Toyota yaris tidak terjadi kesalahan dalam pemasangannya dan komponen EFI dapat terpasang dengan baik dan benar, sehingga sistem EFI pada engine Toyota yaris setelah dirakit dapat bekerja secara optimal. Hasil Analisis yang di peroleh setelah melakukan pembuatan engine stand Toyota yaris di peroleh dimensi 115 cm x 85 cm x 87 cm. Dari perhitungan manual nilai tegangan yang terjadi pada batang penumpu A sebesar 36,13 N/mm2, penumpu B sebesar 17,91 N/mm2, dan penumpu C sebesar 22,62 N/mm2, Perhitungan sambungan kekuatan las pada tumpuan engine pada rangka sebesar 3,19 Mpa

Diyanto Mira (2012) membuat prototype engine stand mesin diesel komatsu series 114 mengatakan untuk merancang sebuah engine stand perlu dilakukan perhitungan rangka, perhitungan las, dan perhitungan pegas pada rangka engine stand. hasil dari pembuatan engine stand diesel antara lain panjang total (p) = 3750 mm, lebar (b) = 1000 mm, Tinggi (t) = 2173 mm. Desain dari rancangan engine stand ini mampu menahan beban sebesar 1020,75 kg.

Ahmad Mustaqim (2012) melakukan rancangan alat/mesin pengerol pipa dengan dimensi alat/mesin pengerol pipa 700 mm x 500 mm x 700 mm dengan


(15)

sistem transmisi yang digunakan adalah gear sprocket dan rantai. Gear sprocket yangdigunakanada4buah menggunakan dayamotorlistriksebesar1HPdengan kecepatan 1400 rpm. Mengatakan untuk Keamanan bagi operator diutamakan sepertipadabagiankomponenyang berputardiberipenutupdanbagianrangkaian elektrikditempatkanpada posisiyang aman yaitu disamping dan ditutup. Rangka mesin terbuat dari bahan dasar plat siku berukuran 40 mm x 40 mm x 4 mm dengan jenis baja St 42. Bahan dasar poros menggunakan besi As St 37 dengan ukuran diameter1 in.

2.2. Pemilihan Bahan dan Proses

Pemilihan bahan yang ada di sekitar manusia jarang sekali dipikirkan. Orang yang merancang rumah, mobil, aircraft, clothing, furniture dan produk lain atau sistem memberikan banyak perhatian untuk memilih bahan yang dipergunakannya. Pemilihan bahan ini dapat membuat atau merusak kelangsungan hidup perusahaan. Plastik terdiri dari ratusan jenis yang kisarannya dari sangat lunak sampai yang benar-benar keras, murah sampai sangat mahal dan transparan sampai yang tak tembus cahaya (Opaque). Kayu juga dapat digunakan dalam banyak variasi, berkisar dari sangat lunak, ringan sampai yang sangat berat dan keras. Logam dikombinasikan dengan unsur logam lain atau non logam yang dikenal sebagai paduan (alloy) termasuk beberapa variasi baja (besi dan karbon), aluminium alloy, brass (copper dan zinc). Baja adalah produksi logam yang paling umum yang dapat ditemukan dalam kerangka mobil, rel dan roda kereta dan lain-lain. (G Niemann, 1996)


(16)

2.3. Baja Karbon

Baja merupakan salah satu jenis logam yangbanyak digunakan dengan unsur karbon sebagai salah satu dasar campurannya. Di samping itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti Sulfur (S), Fosfor (P), Silikon (Si), Mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

A.Baja karbon rendah

Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit.

B.Baja karbon menegah

Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C–0,6%C (medium carbon steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah.


(17)

C.Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mengandung 0,6%C– 1,5%C dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas.

2.3.1. Baja karbon ST 37

Baja karbon rendah (ST 37) memiliki kandungan karbon kurang dari 0,3 %. Baja ini sering dipakai juga untuk konstruksi-konstruksi mesin yang saling bergesekan seperti roda gigi, poros, dll karena sangat ulet. Namun kekerasan pemukaan dari baja tersebut tergolong rendah sehingga sebelum digunakan untuk konstruksikonstruksi yang disebutkan di atas, maka perlu dimodifikasi atau memperbaiki sifat kekerasan pada permukaannya. Baja karbon rendah ini tidak dapat dikeraskan secara konvensional tetapi melalui penambahan karbon dengan proses carburizing. Jenis baja karbon ST 37 untuk keperluan pembuatan komponen mesin yang distandarkan menurut kekuatan tarik mempunyai kekutan tarik 37-45 Kg/mm2

2.4. Pengertian Sistem Pengecatan

Pengecatan (painting) adalah suatu proses aplikasi cat dalam betuk cair pada sebuah obyek, untuk membuat lapisan tipis yang kemudian untuk memuat lapisan yang keras atau lapisan cat. Fungsi dari pengecatan itu sendiri dapat dilihat melalui beberapa aspek antara lain. (Gunadi, 2013)


(18)

2.4.1.Jenis Cat

Dalam proses pengecatan, jenis cat dapat digolongkan menjadi beberapa macam. (Gunadi, 2013)

1. Heat Polymerization (jenis bakar)

Heat polymerization adalah tipe one component yang mengeras apabila dipanaskan pada temperatur tinggi kira-kira 1400C (2840F). Cat jenis ini apabila dipanaskan pada suhu antara 1400C, maka suatu reaksi kimia berlangsung di dalam resin, mengakibatkan cat mengerin g dan struktur hubungan menyilang yang dihasilkan begitu rapatnya sehingga setelah cat mengering seluruhnya cat tidak akan larut oleh thiner .

2. Jenis Urethane (Jenis Two Component )

Cat ini disebut urethane karena alkhohol (OH) yang terkandung di dalam komponen utama dan isocyanate yang terkandung di dalam hardener bereaksi membentuk struktur hubungan menyilang (cross lingking) yang disebut tingkatan urethane . Cat ini menghasilkan kemampuan coating yang baik termasuk ketahanan kilap, cuaca, solvent, serta tekstur yang halus. Akan tetapi cat ini pengeringannya lambat sehingga diperlukan alat pengering ( drying equipment) untuk mengeringkan dengan benar.

3. Jenis Lacquer (Solvent Evaporation)

Cat jenis ini mengering dengan cepat sehingga mudah penggunaannya, tetapi tidak banyak digunakan sebanyak yang tersebut di atas, karena tidak sekuat cat - cat jenis two component yang kini banyak digunakan.


(19)

2.5. Teknik Penyemprotan

Kunci keberhasilan dalam pengecatan tergantung pada teknik penyemprotan. Betapa pun bagusnya cat tidak akan menjamin terwujudnya hasil pengecatan yang baik jika tanpa adanya pengetahuan tentang teknik penyemprotan. (Gunadi, 2013)

2.5.1.Persiapan Cat

Beberapa langkah yang harus dikerjakan sebelum pengulasan cat warna pada benda kerja, yaitu teknik mencampur, mengaduk, dan menyaring cat. Sebelum cat disemprotkan ke benda kerja harus diaduk terlebih dahulu agar kekentalannya merata di semua bagian cat (homogen). Pengadukan harus dilakukan karena dalam keadaan diam zat warna (pigmen ) akan cenderung mengendap. (Gunadi, 2013)

2.5.2.Pencampuran pengeras cat (Hardener)

Dalam pencampuran cat dengan hardener kadarnya harus tepat. Apabila kadarnya kurang menyebabkan hasilnya pengecatan mudah retak, kurang mengkilap, kekerasan kurang, daya tahan minyak kurang bagus dan akan mengkerut bila di cat ulang. Jika terlalu banyak menimbulkan ketidak sempurnaan pengeringan, ketahanan air berkurang dan menimbulkan blister bintik air dalam lapisan cat. (Gunadi, 2013)

2.5.3.Pencampuran Pengencer Cat ( Thinner)

Pemakaian thiner yang salah menyebabkan sifat, mutu dan daya tahan menjadi berubah atau bahkan tidak bias digunakan sama sekali. Pengenceran akan merubah viskositas dan harus selalu dicek agar hasil pengecatan maksimal. Jika


(20)

pemilihan dan pengukuran viskositas cat salah dapat menimbulkan problem, yaitu thinner yang terlalu cepat mengering menyebabkan permukaan kasar, cat berlubang jarum atau berkulit jeruk. Bila terlalu lambat kering cat akan meleleh, warna belang -belang, bekas goresan amplas terlihat, cat tipis dan kering kurang sempurna. Untuk cat yang terlalu kental, permukaan akan menjadi kasar, kering kurang, lubang jarum, bekas goresan amplas terlihat, cat tipis dan penurunan daya kilap. Jika terlalu encer maka menyebabkan cat akan meleleh, warna belang -belang, bekas goresan amplas terlihat, cat tipis dan kering yang kurang sempurna. Viskositas yang dianjurkan untuk top coat antara 16,5 – 19 cc/detik dan cat primer sebesar 20-21 cc/detik. Cat yang telah tercampur selanjutnya diuji kekentalannya dengan viscometer atau mencocokkan warna cat dengan warna pada tutup kaleng atau petunjuk warna (liflet) . Flow rate (aliran rata -rata pada fluida) untuk top coat antara 800 -1000 cc/menit. Perbandingan yang terlalu pekat akan menghasilkan warna yang terkesan gelap dari pada warna pada kertas petunjuk dan perbandingan yang terlalu encer memberikan kesan lebih terang. Kemudian campuran disaring, biasanya dengan filter nylon dengan ukuran ≠300 mesh.

(Gunadi, 2013)

2.5.4.Operasi Penyemprotan

Ada beberapa hal yang harus d iperhatikan dalam pengoperasian spray gun yaitu (Gunadi, 2013):

1. Pengaturan Alat Semprot

Sebelum melakukan pengecatan hendaknya mengatur besar kecilnya aliran cat ya ng keluar, besar kecilnya angin yang keluar dan besar kecilnya


(21)

kembang penyemprotan agar diperoleh hasil yang optimum. Bila pen yetelan tidak dilakukan dengan baik, maka hasil pengecatan tidak akan sempurna. Permukaan menjadi tidak rata, meleleh, kasar, kurang mengkilap dan cacat-cacat lain . Sedangkan tekanan kerja angin untuk pengecatan sebesar 50-60 Psi atau 4,5 Kg/cm2

2. Gerak Alat Semprot

Gerak alat semprot harus tegak lurus dengan permukaan yang akan disemprot bila tidak akan berakibat kurang ratanya ketebalan cat yang dihasilkan Untuk mencapai ketebalan yang sama dapat dilakukan pola tumpang tindih ( over lapping) sebesar 50%.

3. Kecepatan Gerak Alat Semprot

Kecepatan gerak alat semprot hendaknya stabil, baik dengan arah horizontal maupun vertical. Jika pelan cat akan meleleh, bika kecepatan geraknya cepat maka hasil pengecatan kurang rata. Jika kecepatan geraknya tidak stabil akan dihasilkan cat yang tidak rata dan kurang mengkilap. Kecepatan gerak spray gun harus konstan, yang dianjurkan kira-kira 1200 mm/detik (12 ft/detik) .

4. Jarak Penyemprotan

Untuk penyemprotan pada masing -masing cat berbeda, tergantung dari proses obyek yang dicat. Bila terlalu dekat, cat akan meleleh dan bila dilakukan pada pengecatan metalik akan menimbulkan problem belang-belang (partikel metaliknya mengepul). Bila jaraknya terlalu jauh permukaan akan menjadi kasar. Untuk jarak penyemprotan yang tidak


(22)

teratur akan mengakibatkan hasil pengecatan tidak rata dan kurang mengkilap. Jarak spray gun secara umum sebesar 15 -20 cm, untuk jenis Acrylic Lacquer : 15 -10 cm dan Enamel : 20 -25 cm.

2.6. Penggunaan Air Spray Gun. 2.6.1.Teknik Memegang Spray Gun

Gambar 2.1. Cara Memegang Spray Gun (Astra Motor, 1995)

Spray gun dipegang dengan tangan kanan. yaitu dengan cara spray gun ditahan den gan ibu jari, telunjuk dan kelingking, sedangkan trigger ditarik dengan jari tengah dan jari manis.

2.6.2.Teknik Menggunakan Spray Gun

Agar menghasilkan pengecatan yang baik maka gerakan spray gun harus diatur. Beberapa hal yang mempengaruhi gerakan hasil pengecatan :

1. Jarak spray gun yaitu jika terlalu dekat maka cat akan mengumpul dan meleleh. Pada jarak yang jauh maka volume cat yang disemprotkan sedikit sehingga lapisan yang dihasilkan akan tipis dan kasar. Jarak yang ideal yaitu 100-200 mm.


(23)

Gambar 2.2. Jarak Penyemprotan (Astra Motor, 1995)

2. Sudut spray gun yaitu spray gun harus tegak lurus pada bidang yang dicat pada saat dilakukan penyemprotan dan dilakukan secara konsisten.

Gambar 2.3. Gerakan Horisontal (Astra Motor, 1995)

3. Kecapatan langkah spray gun yaitu kecepatan gerakan spray gun. Apabila terlalu lambat maka lapisan yang dihasilkan akan tebal dan dapat meleleh, jika terlalu cepat maka akan menghasilkan lapisan yang tipis. Biasanya kecepatan langkah yang baik antara 900-1200 mm/detik. 4. Overlapping (pola tumpang tindih) yaitu agar permukaan penyemprotan

rata. Pada saat cat disemprotkan maka bagian tepi lebih tebal daripada bagian tengah sehingga digunakan pola tumpang tindih agar permukaan cat rata biasanya yang dipakai adalah 1/2 sampai 2/3.


(24)

Gambar 2.4. Bentuk Pengabutan (Astra Motor ,1995)

Gambar 2.5. Gerakan Over Lapping (Astra Motor ,1995) 2.7. Pengelasan

2.7.1.Pengertian Pengelasan

Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang disambung. Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat menahan kekuatan yang tinggi, mudah pelaksanaannya, serta cukup ekonomis. Namun kelemahan yang paling utama adalah terjadinya perubahan struktur mikro bahan yang dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis dari bahan yang dilas.

Sebagian besar logam akan berkarat (korosi) ketika bersentuan dengan udara atau uap air, sebagai contoh adalah logam besi mempunyai karat, dan


(25)

alumunium mempunyai lapisan putih di permukaannya. Pemanasan dapat mempercepat proses korosi tersebut. Jika karat, kotoran, atau material lain ikut tercampur ke dalam cairan logam lasan dapat menyebabkan kekroposan deposit logam lasan yang terbentuk sehingga menyebabkan cacat pada sambungan las

Las Busur Listrik atau yang biasa disebut SMAW (Shielded Metal Arch Welding) merupakan jenis pengelasan yang menggunakan bahan tambah terbungkus atau elektroda atau yang biasa disebut busur listrik. Busur listrik digunakan untuk melelehkan kedua logam yang akan disambung. Terjadinya nyala busur listrik tersebut diakibatkan oleh perbedaan tegangan listrik antara kedua kutub. Perbedaan tegangan listrik tersebut biasa disebut dengan tegangan busur nyala. Besar tegangan busur nyala ini antara 20 volt sampai 40 volt. Untuk penyalaannya, elektroda digesekkan pada logam terlebih dahulu agar terjadi percikan sehingga busur elektroda akan menyala. Setelah elektroda menyala atur jarak dari logam dengan elektroda dan atur pula sudut pengelasannya. Antara ujung elektroda dengan permukaan logam akan terjadi busur nyala. Suhu busur nyala ini biasanya mencapai 5000 ° C.(Riswan D, 2010):

Elektroda RD 260 adalah kawat las tipe titania tinggi yang hanya untuk pengelasan vertical /tegak lurus. Kawat las ini memiliki penetrasi yang dangkal dan tidak terdapat slag inclusion.


(26)

Gambar 2.6. Prinsip Kerja Las Listrik (Riswan D, 2010) 2.7.2.Klasifikasi Proses Las

Sambungan las adalah ikatan dua buah logam atau lebih yang terjadi karena adanya proses difusi dari logam tersebut. Proses difusi dalam sambungan las dapat dilakukan dengan kondisi padat maupun cair. Dalam terminologi las, kondisi padat disebut Solid state welding (SSW) atau Presure welding dan kondisi cair disebut Liquid statewelding (LSW) atau Fusionwelding.

Proses SSW biasanya dilakukan dengan tekanan sehingga proses ini disebut juga Presure welding . Proses SSW memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat menyambung dua buah material atau lebih yang tidak sama, proses cepat, presisi, dan hampir tidak memiliki daerah terpengaruh panas ( heat affected zone / HAZ). Namun demikian SSW juga mempunyai kelemahan yaitu persiapan sambungan dan prosesnya rumit, sehingga dibutuhkan ketelitihan sangat tinggi.

LSW merupakan proses las yang sangat populer di kalangan masyarakat kita, sambungan las terjadi karena adanya pencairan ujung kedua material yang disambung. Energi panas yang digunakan untuk mencairkan material berasal dari busur listrik, tahanan listrik, pembakaran gas, dan juga beberapa cara lain diantaranya adalah sinar laser, sinar electron, dan busur plasma. Penyambungan


(27)

material dengan cara ini mempunyai persyaratan material harus sama, karena untuk mendapatkan sambungan yang sempurna suhu material harus sama, jika tidak proses penyambungan tidak akan terjadi. Kelebihan metode pengelasan ini adalah proses dan persiapan sambungan tidak rumit, biaya murah, pelaksanaannya mudah. Kelemahannya adalah memerlukan juru las yang terampil, terjadinya HAZ yang menyebabkan perubahan sifat bahan, dan ada potensi kecelakaan dan terganggunya kesehatan juru las. (Riswan D, 2010)

2.7.3.Reaksi Kimia Selama Proses Las

Dalam proses LSW bagian dari logam yang dilas harus dipanasi sampai mencair. Pemanasan logam dengan temperature yang sangat tinggi ini dapat megakibatkan terjadinya reaksi kimia antara logam tersebut dengan oksigen dan nitrogen yang ada dalam udara. Jika selama proses las cairan logam las ( welding pool) tidak dilindungi dari pengaruh udara, maka logam akan bereaksi dengan oksigen dan nitrogen membentuk Oxides dan Nitrides yang dapat menyebabkan logam tersebut menjadi getas dan keropos karena adanya kotoran (slag inclutions), sedangkan kandungan unsur Karbon dalam logam akan membentuk gas CO yang dapat mengakibatkan adanya rongga dalam logam las (caviety).

Reaksi kimia lainnyapun bisa terjadi dalam cairan logam las (welding pool). Gas hidrogen dan uap air juga dapat menyebabkan cacat las (welding defect). Hidrogen yang bereaksi dengan Oxides yang ada dalam logam dasar dapat menyebabkan terjadinya uap yang mengakibatkan terjadnya porositas pada logam lasan. (Riswan D, 2010)


(28)

2.7.4.Melindungi Cairan Logam Las dari Pengaruh Udara Luar

Tipe energi panas yang digunakan untuk pencairan logam dan teknik pelindungan cairan logam las sangat berpengaruh terhadap perubahan komposisi kimiawi dalam deposit logam lasan. Ketika nyala oksidasi dalam las karbit Oxy-acetylene welding/ OAW akan merubah besi menjadi Oxides sehingga deposit las keropos karena Oxides tersebut tercampur di dalamnya. Untuk mengelas baja karbon akan lebih baik bila digunakan nyala netral. Pengelasan logam dengan OAW, cairan logam dilindungi dari udara luar oleh reduksi gas hasil pembakaran gas Acetylene.

Dalam teknik pengelasan SMAW , proses pelindungan logam lasan dilakukan dua tahap. Ketika logam las dalam kondisi cair di lindungi oleh bermacam-macam gas hasil pembakaran elektroda las dan ketika sedang membeku cairan ini dilindungi oleh lapisan terak yang terbentu dari fluks yang membeku.

2.7.5.Perubahan Sifat Logam Setelah Proses Las

Pencairan logam saat pengelasan menye babkan adanya perubahan fasa logam dari padat hingga mencair. Ketika logam cair mulai membeku akibat pendinginan cepat, maka akan terjadi perubahan struktur mikro dalam deposit logam las dan logam dasar yang terkena pengaruh panas Heat Affected Zone. Struktur mikro dalam logam lasan biasanya berbentuk columnar, sedangkan pada daerah HAZ terdapat perubahan yang sangat bervariasi. Sebagai contoh, pengelasan baja karbon tinggi sebelumnya berbentuk pearlite, maka setelah


(29)

pengelasan struktur mikronya tidak hanya pearlite, tetapi juga terdapat bainite dan

martensite.

Gambar 2.7 Struktur Mikro Baja Karbon (G Nieman, 1996) 2.7.6.Distribusi Temperatur Pengelasan

Distribusi temperatur pada logam dasar yang sangat bervariasi telah menyebabkan berbagai macam perlakuan panas terhadap daerah HAZ logam tersebut. Logam lasan mengalami pemanasan hingga termperatur 1500 oC dan daerah HAZ bervariasi mulai 200 °C hingga 1100 °C (lihat Gambar 2.8). Temperatur 1500 °C pada logam lasan menyebabkan pencairan dan ketika membeku membentk struktur mikro columnar. Temperatur 200° C hingga 1100° C menyebabkan perubahan struktur mikro pada logam dasar baik ukuran maupun bentuknya. (G Nieman, 1996)


(30)

Gambar 2.9. Perlakuan Panas Logam Las (G Nieman, 1996) 2.7.6.Distorsi Sambungan Las Akibat Panas

Setiap logam yang dipanaskan mengalami pemuaian dan ketika pendinginan akan mengalami penyusutan. Fenomena ini menyebabkan adanya ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas. Ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas ini menurut istilah metalurgi dinamakan distorsi.

Gambar 2.10. Struktur Makro Sambungan Las (G Nieman, 1996)

Distorsi dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) distorsi longitudinal, 2) distorsi transfersal, dan 3) distorsi angular. Distorsi longi tudinal terjadi akibat adanya ekspansi dan konstraksi deposit logam las di sepanjang jalur las yang menyebabkan tarikan dan dorongan pada logam dasar yang dilas. Distorsi transfersal terjadi tegak lurus terhadap jalur las yang dapat mengakibatkan tarikan ke arah sumbu tegak jalur las. Distorsi angular menyebabkan efek gerakan sayap


(31)

burung yang biasanya terjadi karena pengelasan di satu sisi logam dasar. (G Nieman , 1996)

Gambar 2.11. Macam-macam Distorsi (G Nieman, 1996) 2.7.7.Ruang Lingkup Pekerjaan Las

Industri manufaktur tidak dapat terlepas dari penyambungan logam. Penyambungan logam dilakukan dengan berbagai tujuan, diantaranya adalah untuk membuat suatu barang yang tidak mungkin di lakukan dengan teknik lain, memudahkan pekerjaan, serta dapat menekan biaya produksi. Proses penyambungan logam yang banyak digunakan dalam industri manufaktur adalah las. Pengelasan logam merupakan pilihan yang cukup tepat. Pengelasan tidak membutuhkan waktu lama, konstruksi ringan, kekuatan sambungan cukup baik, serta biaya relatif murah.

Penerapan sambungan las sangat luas. Sambungan las banyak digunakan pada konstruksi jembatan, gedung, industri otomotif, industri peralatan rumah tangga, bahkan industri barang dengan bahan plastikpun banyak menggunakan proses las tersebut. (Riswan D, 2010)


(32)

Gambar 2.12. Sambungan Las pada Pipa (Riswan D, 2010) 2.7.8.Pengaruh Posisi Proses Las Terhadap Keterampilan Juru Las

Sebagaian besar pekerjaan las dilakukan dengan proses LSW (Liquid state welding) atau proses las dalam kondisi cair. Proses las yang dilakukan dengan kondisi cair ini, posisi saat pengelasan berlangsung sangat berpengaruh terhadap bentuk deposit logam las yang terbentuk. Tidak semua juru las mahir di semua posisi, posisi di bawah tangan (down hand) merupakan posisi ya ng paling mudah untuk dilakukan, namun ketika mengelas pipa logam dengan posisi miring akan sangat sulit dilakukan. Juru las yang dapat melakukan pengelasan ini adalah juru las kelas satu yang dilengkapi dengan sertifikat standar internasional.

Dalam dunia industri posisi las diberi kode tertentu agar pada saat pengelasan dilakukan tidak terjadi kekeliruan menentukan juru las dan prosedur pengelasan. Ada dua sistim pengkodean yang banyak dikenal, yaitu sistim yang ditetapkan oleh American Welding Society (AWS) dan sistim International Standard Organisation (ISO).

Berdasarkan kode yang ditetapkan oleh AWS, posisi las dikaitkan pada jenis teknik sambungan las, jika sambungan berkampuh ( groove ) maka kode posisinya dengan huruf G, untuk posisi down-hand 1G, horisontal 2G, vertikal 3G,


(33)

over-head 4G, pipa dengan sumbu horisontal 5G, dan pipa mi ring 45° 6G. Jika sambungan las tidak berkampuh/tumpul ( fillet ) maka kodenya adalah F, untuk posisi down-hand 1F, horisontal 2F, vertikal 3F, dan over-head 4F.

Sistim kode posisi las yang ditetapkan ISO berbeda dengan AWS. Kode posisi las menurut ISO didasarkan pada posisi elektroda saat pengelasan dilakukan, untuk pengelasan plat diberi kode PA, PB, PC, PD , dan PE, sedangkan pengelasan pipa naik PF dan pipa turun PG. (Riswan D, 2010)

Gambar 2.13. Kode ISO Posisi Las Flat (Riswan D, 2010)

Gambar 2.14. Kode ISO Posisi Las Pipa (Riswan D, 2010) 2.7.9.Klasifikasi Bentuk Sambungan Las

Ada beberapa bentuk dasar sambungan las yang biasa dilakukan dalam penyambungan logam, bentuk tersebut adalah butt joint, fillet joint, lap joint edge joint, dan out-side corner joint. Berbagai bentuk dasar sambungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.15.


(34)

Gambar 2.15. Berbagai Bentuk Sambungan Las (Riswan D, 2010) 2.7.10.Beberapa Variabel yang Berkaitan dengan Pekerjaan Las.

Penyambungan logam dengan proses pengelasan tidak dapat dilakukan sembarangan, banyak variabel yang harus diperhatikan agar kualitas sambungan sesuai standar yang dipersyaratkan oleh suatu lembaga internas ional yang berkaitan dengan pekerjaan las. Variabel tersebut adalah bahan, proses, metode, keselamatan dan kesehatan kerja, peralatan, sumber daya manusia, lingkungan, serta pemeriksaan kualitas sambungan las.

Dalam proses pengelasan logam, bahan yang akan disambung harus diidentifikasi dengan baik. Dengan dikenalinya bahan yang akan dilas, dapat ditentukan prosedur pengelasan yang benar, pemilihan juru las ya ng sesuai, serta pemilihan mesin dan alat yang tepat .


(35)

Metode pengelasan logam yang meliputi prosedur pengelasan, prosedur perlakuan panas, desain sambungan, serta teknik pengelasan disesuaikan dengan jenis bahan, peralatan, serta posisi peng elasan saat sambungan las dibuat. Aspek efektifitas, efisiens i proses, dan pertimbangan ekonomis berkaitan erat dengan pemilihan peralatan las. Pengelasan logam stainless steel akan berkualitas bagus jika menggunakan las TIG, namun akan lebih murah bila ddilas dengan las listrik, sehingga pemilihan mesin dan peralatan las sebaiknya disesuaikan dengan tujuan pengelasan serta biaya operasionalnya.

Dalam pelaksanaan pekerjaan las dibutuhkan Sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sesuai standar yang ada. Kualifikasi harus mengikuti standar-standar internasional seperti International Institut of Welding (IIW),

American Welding Society (AWS) , dan masih banyak lembaga-lembaga international di bidang pengelasan logam yang lain. Berdasarkan standar

International Institut of Welding (IIW), profesi las terdiri dari WeldingEngineer

(WE), Welding Technologist (WT), Welding Practitioneer (WP), serta Welder (W). Profesi Welding Engineer mempunyai tugas untuk menentukan prosedur pengelasan dan prosedur pengujian. Seorang WeldingTechnologist bertugas untuk menterjemahkan prosedur-prosedur tersebut kepada profesi las yang mempunyai level di bawahnya.

Untuk melatih juru las ( Welder ) dibutuhkan seorang Welding Practititoneer dan yang melakukan pengelasan adalah Welder (juru las). Lingkungan pada waktu pengelasan dilakukan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas las. Pengelasan yang dilaksanakan pada kondisi


(36)

lingkungan sangat ekstrim, diperlukan prosedur khusus agar kualitas sambungan terjamin dengan baik. Pengelasan kapal yang terpaksa dilakukan di dalam air memerlukan mesin las yang dilengkapi dengan satu unit peralatan yang dapat melindungi elektroda dari sentuhan air.

Disamping itu juga dibutuhkan Welder yang sesuai dengan pekerjaan tersebut, pengelasan dalam air cukup sulit dilakukan karena adanya tekanan gas pelindung terhadap dinding kapal. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) juga perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pengelasan. Seorang juru las tidak dapat bekerja dengan baik jika dia tidak menggunakan pakaian dan peralatan keamanan kerja yang pada gilirannya sambungan las yang dihasilkan akan berkualitas tidak baik. Disamping itu jika peralatan K3 kurang memadahi apabila terjadi kecelakaan tidak dapat diantisipasi secara tepat dan cepat. Sambungan las yang telah dibuat harus diperiksa agar dapat diketahui kualitasnya. Sambungan las harus dibongkar jika terjadi cacat-cacat yang melampaui batas yang dipersyaratkan. Pemeriksaan dilakukan oleh seorang Welding Inspector (WI). Pemeriksaan las menggunakan uji visual, sinar-X, Ultrasonic, serta masih banyak metode lainnya. (Riswan D, 2010)


(37)

29

BAB III

METODE PERANCANGAN

3.1. Diagram Alir Penelitian

Tidak Tidak

Ya

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Mulai

Merancang Desain dan Study Literatur

Proses Pembuatan Rangka -Pemotongan pipa -Proses pengelasan -Proses penggerindaan Proses Finishing -Proses pendempulan -Pengecatan -Pernis Quality Control Hasil Analisis Pembuatan Laporan Kesimpulan Selesai


(38)

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang di gunakan untuk pembuatan Engine Stand Mesin EFI Toyota Corolla meliputi beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk membuat proses perancangan Engine Stand tersebut antara lain :

3.2.1.Alat

Pada penbuatan Engine Stand Mesin EFI Toyota Corolla peralatan yang digunakan adalah biasanya alat tersebut digunakan pada bengkel – bemgkel dan digunakan pada industri, adapun peralatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mesin gerinda tangan

Mesin gerin da adalah Jenis mesin ini cenderung memiliki ukuran yang kecil dengan mata gerinda sedang. Karena bentuknya yang kecil mesin ini bisa dibawa kemana-mana dengan mudah. Mesin ini lebih sering digunakan untuk perataan permukaan, seperti misalnya membuang beram hasil pengeboran, pemotongan, menghilangkan hasil lasan, dan lain sebagainya.

Gambar 3.2. Gerinda Tangan 2. Mesin gerinda potong

Jenis mesin ini memliki ukuran yang sedang dengan mata gerinda tipis dan cenderung lebar. Mesin ini berfungsi sebagai alat potong.


(39)

Gambar 3.3. Gerinda Potong 3. Mesin gerinda duduk

Mesin gerinda ini memiliki mata gerinda yang tebal, dan ukuran mesin ini cenderung besar. Mesin ini berfungsi sebagai pengasah atau pembuat sudut mata potong pada peralatan potong seperti halnya mata bor, pisau frais, pahat bubut, dan alat potong lainnya.

Gambar 3.4. Gerinda Duduk 4. Mistar siku

Mistar siku merupakan sebuah alat ukur yang berbentuk siku dengan spesifikasi yaitu daun dan blok yang terbuat dari baja. Fungsi dari mistar siku ialah untuk membuat garis-garis sejajar dan untuk mengeset benda kerja supaya tegak lurus.


(40)

Gambar 3.5. Mistar Siku 5. Roll meter

Roll meter adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur benda kerja yang panjangnya melebihi ukuran dari mistar baja, atau dapat dikatakan untuk mengukur benda-benda yang panjang.

Gambar 3.6. Roll Meter 6. Mesin las busur listril (SMAW)

Las Busur Listrik atau yang biasa disebut SMAW (Shielded Metal Arch Welding) merupakan jenis pengelasan yang menggunakan bahan tambah terbungkus atau elektroda atau yang biasa disebut busur listrik. Busur listrik digunakan untuk melelehkan kedua logam yang akan disambung. Terjadinya nyala busur listrik tersebut diakibatkan oleh perbedaan tegangan listrik antara kedua kutub. Perbedaan tegangan listrik tersebut biasa disebut dengan tegangan busur nyala. Besar tegangan busur nyala ini antara 20 volt


(41)

sampai 40 volt. Untuk penyalaannya, elektroda digesekkan pada logam terlebih dahulu agar terjadi percikan sehingga busur elektroda akan menyala. Setelah elektroda menyala atur jarak dari logam dengan elektroda dan atur pula sudut pengelasannya. Antara ujung elektroda dengan permukaan logam akan terjadi busur nyala. Suhu busur nyala ini biasanya mencapai 5000 ° C.

Gambar 3.7. las smaw 7. Ragum

Ragum adalah suatu alat penjepit untuk menjepit benda kerja yang akan dikikir, dipahat, digergaji, di tap, di snei, dan lain lain. Ragum ini dibuat dengan cara di cor dan dituang untuk ragum ukuran besar. Cara penggunaannya dengan cara memutar tangkai (handle) ragum. Maka mulut ragum akan menjepit atau membuka/melepas benda kerja yang sedang dikerjakan.


(42)

8. Kaca las

Kaca las akan melindungi mata dari sinar las yang menyilaukan, sinar

ultra violet, dan infra red. nyala-nyala ini akan mampu merusak penglihatan mata juru las, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.

Gambar 3.9. Kaca Las (Risman D, 2010) 9. Palu terak

Palu terak adalah alat untuk membersihkan terak dari hasil pengelasan. Dalam menggunakan palu terak ini jangan sampai membuat luka pada hasil pengelasan maupun pada base metalnya. karena luka bekas pukulan adalah merupakan cacat pengelasan. Palu terak sebelum digunakan dicek ketajamannya dan kondisinya. Apabila sudah tumpul, maka harus ditajamkan dengan menggerindanya. Setelah selesai menggunakannya, tempatkan palu terak pada tempatnya secara rapi.


(43)

10. Masker

Untuk mengurangi dampak dari asap yang ditimbulkan pada saat proses pengelasan benda kerja.

Gambar 3.11. Masker (Risman D,2010) 11. Toolbox

Alat untuk membantu dalam proses pemasangan objek yang menggunakan pengikat baut.

Gambar 3.12. Toolbox 12. Kikir

Kikir terbuat dari baja karbon tinggi yang ditempa dan disesuaikan dengan ukuran panjang, bentuk, jenis dan gigi pemotongnya. Adapun fungsi utama dari kikir adalah untuk mengikir dan meratakan permukaan benda kerja, Ukuran panjang sebuah kikir adalah panjang badan ditambah dengan tangkainya.


(44)

Gambar 3.13. Kikir (Risman D, 2010) 13. Spraygrun

Spray Gun Adalah suatu peralatan pengecatan yang menggunakan udara kompresor untuk mengaplikasikan cat yang diatomisasikan pada permukaan benda kerja .

Gambar 3.14. Spray grun (Astra Motor, 1995) 14. Kompresor

Gambar 3.15. Kompresor (Astra Motor, 1995)

Alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan fluida mampu mampat, yaitu gas atau udara. tujuan meningkatkan tekanan dapat


(45)

untuk mengalirkan atau kebutuhan proses dalam suatu system proses yang lebih besar (dapat system fisika maupun kimia contohnya pada pabrik-pabrik kimia untuk kebutuhan reaksi). Secara umum kompresor dibagi menjadi dua jenis yaitu dinamik dan perpindahan positif.

3.3. Konsep Perancangan

Konsep perancangan Engine Stand Toyota Corolla 4A-FE di antara lain : 3.3.1.Pembuatan Desain Rangka Engine Stand

Pembuatan desain dari rangka engine stand corola 4A-FE didesain menggunakan AutoCAD 2013, dimana prosesnya meliputi pengaturan unit gambar, sketsa awal, penggambaran 2D dan 3D.

3.3.2.Langkah Pembuatan Rangka Engine Stand. 1. Mempersiapkan alat dan bahan

Pertama mempersiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam prosen pembuatan engine stand, supaya mudah untuk mengerjakan.

2. Memotong Material

Memotong pipa silinder, besi siku L, plat besi di potong sesuai dengan ukuran rancangan pembuatan stand.

3. Menyambung material rangka

Material yang sudah di potongi disambung menggunakan las listrik. 4. Memasang dudukan roda

Setelah membuat dudukan roda selesai langkah selanjutnya dipasang pada rangka dan di las menggunakan las listrik.


(46)

Dipasang pada rangka dengan posisi ukuran sama dengan dudukan engine kemudian di las menggunakan las listrik.

6. Merapikan rangka

Setelah perancangan rangka selesai perlu perapian pada sambungan las karena terjadi terak pada sambungan las maka perlu di bersihkan menggunakan gerinda supaya rapi.

7. Dilakukan proses finishing

3.3.3.Langkah Pengecatan Pada Rangka Engine Stand 1. Persiapan Permukaan

Persiapan permukaan merupakan tahap awal dalam proses pengecatan Tujuan dilakukannya persiapan p ermukaan adalah untuk (Anonim, 1995):

 Melindungi permukaan logam dan mencegah karat.  Meningkatkan daya rekat.

 Mengembalikan bentuk asli dengan mengisi lubang dan goresan.  Mencegah penyerapan material cat pada saat pengecatan.

 Menilai perluasan permukaan 2. Langkah-langkah persiapan permukaan

 Mengelupas lapisan yang lama Ciri-ciri lapisan cat yang rusak :

1) Cat mengalami bintik-bintik dan berkerut. 2) Lapisan cat terlalu tebal


(47)

3. Pendempulan

Tujuan pendempulan mengembalikan permukaan boda yang tidak rata karena kerusakan dengan menutup permukaan bodi dengan menggunakan dempul. Langkah -langkah pendempulan (Astra Motor, 1995):

 Melakukan pengamplasan pada bagian yang akan dilakukan pendempulan dengan amplas grit 80.

 Membersihkan bagian tersebut dari debu dan kotoran minyak.  Mencampur dempul dengan hardener .:

 Melakukan pendempulan sedikit demi sedikit dengan menggunakan spatula. Apabila permukaannya luas maka menggunakan jidar.

 Setelah selesai dilakukan pendempulan maka didiamkan 20 -30 menit agar dempul kering.

 Setelah dempul kering dilakukan pengamplasan dengan Special masking cover

4. Aplikasi surfacer (Epoxy)

Proses untuk menutup goresan amplas. Langkah-langkah aplikasi surfacer adalah sebagai berikut:

 Membersihkan bagian yang didempul dengan dicuci.  Mencampur dengan surfacer dengan thiner dan hardener.  Menyemprotkan surfacer pada bagian yang didempul

 Menunggu beberapa saat agar kering sebelum dilakukan penyemprotan yang kedua.


(48)

 Mengeringkan surfacer. 5. Proses Pengecatan

Pengertian proses pengecatan adalah suatu proses pemberian warna yang sesuai dengan warna panel yang tidak mengalami kerusakan. Ada beberapa persiapan sebelum melakukan proses pengecatan, antara lain (Astra Motor, 1995) :

 Panel yang akan dicat harus dicuci dengan air yang bersih.

 Membersihkan peralatan yang digunakan untuk proses pengecatan seperti spray gun.

 Membuat campuran biasanya untuk menyamakan cat yang asli. Mengukur kekentalan cat, perbandingan cat ádalah 1: 1 (cat : thin ner ) atau sesuai spesifikasi dari merk cat.

 Aplikasi pengecatan, setelah semua persiapan selesai maka dilakukan proses pengecatan. Proses pengecatan dilakukan 2-3 kali penyemprot an. Langkah -langkahnya yaitu : a. Menyemprotkan cat tipis-tipis dahulu tetapi rata kemudian tunggu 10-15 menit agar kering, dan b. Kemudian pada penyemprotan kedua jumlah cat dikurangi kemudian thiner ditambah sehingga campuran lebih encer dari yang pertama. Proses pengecatan harus memperhatikan overlapping dan jarak pengecatan agar hasil maksimal.

Setelah proses pengecatan selesai ditunggu beberapa menit agar cat kering kemudian disemprotkan pernis agar cat lebih mengkilap. Perbandingan campuran pernis 2 : 1 (pernis : hardener ) dan 5 -10% thiner


(49)

untuk penyemprotan pernis dilakukan secara bertahap biasanya 2 kali penyemprotan yaitu tipis -tipis dahulu kemudian ditunggu 2-3 menit kemudian dilakukan penyemprotan kedua dengan lapisan yang lebih tebal. 3.3.4. Pemasangan Engine

Setelah cat mengering engine dipasang pada rangka dan di tempatkan pada bracket. Engine sudah naik perakitan kabel, setting engine, dan memasang komponen lainnya.


(50)

42

4.1. Proses Perancangan

Dalam suatu pembuatan alat diperlukan perencanaan yang matang agar hasilnya optimal dan efisien dari segi waktu, biaya dan tenaga. Dalam metode perencanaan, hal-hal yang dilakukan yaitu pembuatan gambar dan pemilihan komponen yang tepat dengan memperhatikan kekuatan bahan, penampilan dan harga dari komponen tersebut.

Dalam proyek akhir ini peralatan yang dihasilkan yaitu Engine Stand Corola 4A-FE. Secara garis besar bahan yang dibutuhkan adalah bahan rangka dan komponen-komponen pelengkap. Bahan-bahan untuk pembuatan rangka berupa besi profil U ISALC 50 x 30 x 3. Sedang komponen pelengkapnya berupa panel speedometer, roda, dudukan baterai, dudukan tangki bahan bakar, dudukan radiator dan lain sebagainya.


(51)

4.2. Perhitungan Rancangan

4.2.1.Dudukan Depan (Pandangan samping)

Gambar 4.2. Dudukan Mesin Depan Dengan Asumsi :

1. Bahan rangka yang digunakan adalah ST-37 .

2. Berat mesin adalah 450 kg dengan 3 tumpuan sehingga setiap tumpuan menerima beban 150 kg .

3. Tumpuan yang digunakan pada perhitungan rancangan dianggap tumpuan rol dan sendi.

4. V adalah gaya lintang sepanjang batang tumpuan, dimana V = 0 (benda setimbang).


(52)

Reaksi-reaksi tumpuan dengan persamaan statika ƩMA = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (0) + (150) . (40) – (RBV) . (80) = 0…………... Pers (1) 0 + 0 + 6000 – 80 RBV = 0

80 RBV = 6000 RBV = 75 kg

ƩMB = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (80) – (150) . (40) – (RBV) . (0) = 0 0 + 80 RAV -6000 – 0 = 0

80 RAV = 6000 RAV = 75 kg

Pengecekan Hasil Perhitungan ƩV = 0

150 - RAV - RBV = 0………. Pers (2) 150 – 75 – 75 = 0

0 = 0 (ok)

SFD

SFAC = RAV = 75 kg SFCB = - RBV = - 75 kg


(53)

BMD BMA = 0 BMB = 0

BMC = RAV . 40 cm = 75 kg .40 cm = 3000 kg/cm

Gambar 4.5. Diagram Momen Bending Dudukan Motor Bagian Depan

NFD

Karena tidak ada gaya yang bekerja searah dengan sumbu batang, maka besarnya gaya normal adalah nol.

Gambar 4.6. Diagram Gaya Normal Dudukan Motor Bagian Depan 4.2.2.Dudukan Belakang (Pandangan Depan)


(54)

Gambar 4.8. Struktur Balok Dudukan Motor Belakang Reaksi-reaksi tumpuan dengan persamaan statika

ƩMA = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (0) +(150) . (23) + (150) . (62) – (RBV) . (80)=0 0 + 0 + 3450 + 9300 – 80 RBV = 0

80 RBV = 12750 RBV = 159.37 kg

ƩMB = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (80) - (150) . (57) - (150) . (18) + (RBV) . (0)=0 0 + 80 RAV +8550 + 2700 = 0

80 RAV = 11250 RAV = 140.62 kg

Pengecekan Hasil Perhitungan

Ʃv = 0

150 + 150 - RAV - RBV = 0……… Pers ( 3 ) 150 + 150 – 159,37 + 140,62 = 0

300 – 300 = 0 0 = 0 (ok)


(55)

SFD

SFAC = RAV = 140,62 kg SFCB = - RBV = - 159,37 kg

Gambar 4.9. Diagram Gaya Geser Dudukan Motor Belakang

BMD

BMA = 0 BMB = 0

BMG = (RAV) . ( 23 ) = 140,62 . 23 = 3234,26 kg.cm

BMF = (RAV) . ( 80 ) – (150) . (57) = (140,62 x 80) – (150 x 57) = 11249,6 – 8550

= 2699.6 kg.cm


(56)

 NFD

Karena tidak ada gaya yang bekerja searah dengan sumbu batang, maka besarnya gaya normal adalah nol.

Gambar 4.11. Diagram Gaya Normal Pada Dudukan Motor Belakang 4.2.3.Perhitungan Rancangan Baut

Beban maksimal terjadi pada tiga baut pada saat stand digerakkan. Adapun dari pengukuran didapatkan data baut M 14, sehingga tegangan dan beban maksimal dapat dihitung sebagai berikut :

Keterangan :

N : Jumlah baut

L : Jarak titik tengah ke E L1 : Jarak baut 1 dari E L2 : Jarak baut 3 & 4 dari E W : Beban total


(57)

Ws1 : Beban geser pada baut pertama Ws2 : Beban geser pada baut kedua

s : Tegangan geser

Beban yang diterima tiap baut diasumsikan = ±150 kg maka : Wtot = 450 kg

Gambar 4.12. Penampang Rangka Dari Samping L1 = 30 mm

L2 = 900 mm L = 1200 mm

Ws1 = W / n ………... Pers ( 4 ) Ws1 = 450/3

Ws1 = 150 kg Ws1 = 1500 N Ws2 =

………Pers ( 5 )

Ws2 = Ws2 = 299,66 Kg Ws2 = 2996,6 N

Ws = Ws1 + Ws2 ………..Pers ( 6 ) Ws = 1500 N + 2996,6 N


(58)

. ……… Pers( 7 ) s =

s =

s =

s = 42,96 N/mm2

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh tegangan geser ( s) sebesar 42,96 N/mm2 dan hasil perhitungan tersebut berada dibawah tegangan geser standar yang diijinkan dari material baut ST 37 yaitu sebesar 240 N/mm2 (lihat table). 4.2.4. Perhitungan Rancangan Las

Gambar 4.13. Las Beban Eksentrik Rumus


(59)

Dimana :

A = luas penampang las s = tebal las

M = momen bending L = panjang pengelasan Z = modulus sambungan las

= tegangan tarik P = gaya

= tegangan geser

e = jarak beban dengan tumpuan Diketahui :

P = 150 kg = 1500 N e = 335 mm

S = 5 mm

l = 30 mm

Luas penampang pengelasan

A = 2 x 0.707 x s x I ………... Pers (8) A = 2 x 0.707 x 5 x 30


(60)

Tegangan tarik yang terjadi pada daerah pengelasan adalah

= ………... Pers ( 9 )

= = 7,072 N/mm2

Momen bending yang terjadi adalah :

M = Mg= 3.450 kg.mm ………. ……...Pers (10) Modulus sambungan las adalah :

Z = [ ]………. Pers (11)

Z = [ ] Z = 3,535.(2266,66) Z = 8012,66 mm2

Tegangan geser yang terjadi

b = ... Pers (12)

b =

b = 62,71 N/mm2

4.3. Proses Pengujian Inventor

Proses pengujian inventor dilakukan untuk mengetahui kekuatan desai rancangan dudukan engine stand yang akan dibuat, proses pengujian inventor adalah pengujian stress analisis pada desain. Hasil pengujian inventor pada desain dudukan engine stand adalah sebagai berikut:


(61)

4.3.1.Dudukan depan

Dari hasil analisis pada dudukan depan dengan gaya defleksi yang diberikan sebesar 150 N, kontruksi dari desain mampu menahan beban yang diberikan dengan titik gaya terbesar pada desain terdapat pada sambungan pipa dengan besar gaya 3,49 mm.

Gambar 4.14. Hasil Pengujian Dudukan Depan 4.3.2.Dudukan belakang

Dari hasil analisis pada dudukan belakang dengan gaya defleksi yang diberikan sebesar 150 N, kontruksi dari desain mampu menahan beban yang diberikan dengan titik gaya terbesar pada desain terdapat pada sambungan pipa dengan besar gaya 0.19 mm. Gaya yang dihasilkan pada kontruksi ini cukup kecil karena desain yang baik dengan diberikannya penopang tambahan pada bawah dan samping dudukan mesin.


(62)

Gambar 4.15. Hasil Uji Dudukan Belakang 4.4. Proses Pembuatan Engine Stand

Adapun langkah-langkah pembuatan rangka adalah sebagai berikut : 1. Memotong pipa bulat dengan panjang 110 cm sebanyak 4 batang. 2. Memotong pipa bulat dengan panjang 80 cm sebanyak 5 batang . 3. Memotong pipa bulat dengan panjang 37 cm sebanyak 2 batang .

4. Memotong besi profil U 30x20x3 dengan panjang 23 cm sebanyak 1batang .

5. Memotong besi profil U 30x20x3 dengan panjang 18 cm sebanyak 1 batang .

6. Memotong besi profil L dengan panjang 80 cm sebanyak 3 batang . 7. Memotong besi profil L dengan panjang 5 cm sebanyak 4 batang .


(63)

8. Mengelas material yang telah dipotong seperti gambar di bawah

Gambar 4.17. Proses Penyambungan Bahan Dengan Las 9. Membuat penyangga / penahan dudukan mesin

10. Mengelas penyangga / penahan dudukan mesin

Gambar 4.18. Penyangga Dudukan Mesin

11. Memotong plat besi ukuran 62 cm x 5 cm x 0.5 cm sebanyak 2 batang 12. Mengebor plat besi ukuran 62 cm x 5 cm x 0.5 cm untuk dudukan


(64)

Gambar 4.19. Penyangga Dudukan Radiator

13. Mengelas plat besi ukuran 62 cm x 5 cm x 0.5 cm pada rangka untuk dudukan radiator

14. Menggerinda kotoran-kotoran bekas las dan membuat chamfer pada bagian ujung material yang runcing

Gambar 4.20. Proses Pengerindaan 15. Memotong plat besi tebal 10 mm dengan ukuran 5 cm 16. Mengemal plat sesuai lubang pada dudukan roda 17. Mengebor potongan plat untuk dudukan baut roda

18. Mengelas potongan plat besi pada bagian pojok bawah dari rangka untuk dudukan roda


(65)

Gambar 4.21. Dudukan Roda Engine Stand

19. Memasang roda-roda pada dudukannya

20. Mengebor rangka untuk dudukan engine mounting 4.5. Proses Pengecatan Engine Stand

Proses pengecatan merupakan suatu proses pemberian warna yang sesuai dengan warna yang diinginkan. Berikut merupakan tahap-tahap yang harus dilakukan dalam proses pengecatan:

1. Persiapan Permukaan

Persiapan permukaan dalam pengecatan adalah pekerjaan yang terpenting, karena bagaimanapun hati-hatinya saat pengecatan dilakukan, tanpa adanya persiapan permukaan yang baik akan mengalami banyak kegagalan. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil pengecatan yang optimal, persiapan permukaan dilakukan se teliti mungkin.


(66)

Gambar 4.22. Persiapan Permukaan Yang Akan Dicat 2. Pendempulan dan Pengamplasan

Pendempulan yaitu mengembalikan permukaan bodi yang tidak rata karena kerusakan dengan menutup permukaan bodi dengan menggunakan dempul. Setelah dilakukan pendempulan langkah selanjutnya a dalah proses pengamplasan dempul bertujuan untuk menghaluskan permukaan dempul. Langkah-langkah pendempulan dan pengamplasan :

 Membersihkan debu, kotoran, minyak dan karat yang ada pada bagian yang akan didempul.

 Mencampur dempul dengan hardener , hardener yang dipakai 2-3% dari volume dempul. Bila kurang akan mudah mengelupas setelah dempul tersebut kering.

 Mendempul janglah langsung tebal, karena akan menimbulkan pori-pori yang seharusnya tidak diinginkan, lebih baik mendempul sedikit demi sedikit agar diperoleh hasil pendempulan yang sempurna.


(67)

Gambar 4.23. Pendempulan

 Dalam pengamplasan dempul, janganlah menggosok berskala besar. Pengamplasan yang baik adalah dengan cara menggosok arah berputar dan kertas amplas yang dipakai secara berurutan dari ukuran #60, #80 dan # 120 hal ini dapat dilakukan dengan mesin.

 Bila dilakukan dengan tangan, sistem pengamplasan kering dilakukan secara bertahap memakai kertas amplas ukuran #180 dan #240. Dan untuk sistem pengamplasan basah dapat memakai kertas amplas ukuran #180, #240 dan #320.

 Setelah selesai pengamplasan dengan sempurna, bilaslah dengan air bersih dan keringkan. Hindari melakukan pengamplasan yang meninggalkan garis- garis bekas amplas.


(68)

3. Aplikasi surfacer

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

 Sebelum dilakukan pengecatan, terlebih dahulu membersihkan permukaan yang akan di cat surfacer agar debu-debu y ang nempel di pori -pori dempul hilang.

 Mencampur epoxy, hardener, dan thiner dengan perbandingan 1 : 1 : 1 ( thiner : epoxy : hardener ). Setelah itu masukkan ke dalam spray gun .  Mengaplikasikan lapisan cat surfacer pertama keseluruh area dempul,

sampai are a itu nampak basah.

Gambar 4.24. Pengaplikasian surfacer

 Mebiarkan waktu tunggu sebentar hingga thinner didalam surfacer menguap.

 Mengaplikasikan 2-3 lapisan surfacer.

 Membiarkan kering di udara selama 90 sampai 120 menit  Mengamplas surfacer dengan amplas #600 - #1000. 4. Aplikasi Top Coat


(69)

 Membersihkan permukaan dari oli dengan mengguanakn kainlap yang bersih dengan dibasahi sabun. Kemudian bersihkan permukaan dari debu dengan menggunakan air.

 Mencampur cat dengan hardener dan thinner secara tepat, sehingga diperoleh viskositas yang cocok.

 Menyemprotkan 2-3 lapis top coat dengan selang waktu 2 -5 menit antar lapisan.

Gambar 4.25. Peng aplikasian Top Coat

 4) Setelah proses pengecatan selesai ditunggu agar cat kering kemud ian disemprot kan pernis agar cat lebih mengkilap. Perbandingan campuran pernis 2:1 (pernis : hardener ) dan 5-10% thinner . Untuk penyemprotan pernis dilakukan secara bertahap dan biasanya 2 kali penyemprotan yaitu tipis-tipis dahulu kemudian ditunggu beber apa saat kemudian dilakukan penyemprotan kedua dengan lapisan yang lebih tebal.


(70)

Gambar 4.26. Penyemprotan Pernis

 Setelah selesai biarkan cat mengering dengan menggunakan pemanasan oven atau diamkan agar benar -benar kering.

4.6. Pembahasan

Pembahasan pembuatan tugas akhir “Perancangan dan Pembuatan Engine Stand Corola 4A-FE” dari proses desain rancangan awal menggunakan software AutoCAD 2013, perhitungan secara manual kekuatan desain rancangan, pembuatan rangka engine stand, dan proses finising mengahasilkan beberapa pembahasan antara lain:

1. Desain engine stand

Proses desain awal engine stand menggunakan software AutoCAD 2013 dengan menggunakan unit satuan ukur milimeter (mm), desain dibuat berdasarkan sket gambar racangan awal. Setelah gambar rancangan awal dengan menggunakan AutoCAD 2013 selesai, maka tahap selanjutnya perhitungan beban statis pada desain rangka engine stand. Dari hasil perhitungan beban pada masing-masing tumpuan dudukan mesin dengan asumsi beban total dari engine seberat 450 Kg, diperoleh hasil bahwa desain


(71)

dapat menahan beban statis yang di berikan oleh mesin, hal ini dapat dilihat dari diagram SFD, BMD, dan NFD pada masing-masing dudukan mesin. 2. Proses pembuatan rangka engine stand

Proses pembuatan rangka pada engine stand corola 4A-FE melalui beberapa tahapan, tahapan pertama pemotongan bahan berupa pipa bulat, pipa U 30x20x3, dan plat, setelah proses pemotongan bahan selesai maka proses selanjutnya adaalah proses pengelasan, dan terakhir adalah proses pengerindaan bekas pengelasan.

3. Proses finising (pengecatan)

Proses finising pada rangka engine stand berjalan dengan baik, hal ini terbukti tidak terdapat cacat pada pengecatan, proses pengecatan meliputi tahap persiapan permukaan, pendempulan, aflikasi cat surface, top coat, dan pernis.


(72)

64

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan proyek tugas akhir “Perancangan dan Pembuatan

Engine Stand Corola 4A-FE“ beserta laporannya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perancangan engine stand motor Corola 4A-FE telah berhasil diselesaikan menggunakan software autoCAD 2013 dan dari perhitungan sederhana dari perhitungan beban statis desain dari rangka menggunakan inventor engine stand mampu menopang beban dari

engine dengan baik, gaya yang dihasilkan dudukan depan 3,49 mm dan dudukan belakang 0.19 mm.

2. Proses pembuatan rangka pada engine stand corola 4A-FE melalui beberapa tahapan, tahapan pertama pemotongan bahan berupa pipa bulat, pipa U 30x20x3, dan plat, setelah proses pemotongan bahan selesai maka proses selanjutnya adaalah proses pengelasan, dan terakhir adalah proses pengerindaan bekas pengelasan.

3. Proses finising pada rangka engine stand berjalan dengan baik, hal ini terbukti tidak terdapat cacat pada pengecatan, proses pengecatan meliputi tahap persiapan permukaan, pendempulan, aflikasi cat surface,


(73)

5.2. Saran

Selama proses pembuatan Tugas Akhir yaitu “Perancangan dan Pembuatan

Engine Stand Corola 4A-FE“, penulis masih memiliki beberapa kendala-kendala baik menyangkut masalah teknis maupun masalah non-teknis. Oleh karena itu, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan pengujian yang lebih dalam mengenai kekuatan dari material yang digunakan. Sebelum merancang stand perlu menggambar stand terlebih dahulu penelitian bahan untuk mengetahui hasil analisa software inventor dan perlu pengujian tarik, tekan, bending.

2. Perlu adanya perawatan berkala terhadap engine stand untuk menjaga kondisi dari engine stand agar tetap dalam kondisi prima.

3. Perlu adanya prosedur penggunaan engine stand yang baku sesuai SOP untuk menghindari kerusakan pada saat melaksanakan praktik.


(74)

66

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1995). Step 1 Pedoman Pelatihan Pengecat an. Jakarta : PT Toyota – Astra Motor.

Anonim. (2008). Technical Data Sheet Dana Gloss. (http://www. hempel .com.bh/pdfs/DANA GLOSS/599ME.pdf, diakses 10 maret 2011, pukul 14.15 WIB .

Ahmad Mustaqim (2012). Rancang Bangun Alat/Mesin Pengerol Pipa, Universitas Diponegoro Semarang.

Bayu Agung Setiawan (2015). Pada Proyek Akhir Rancang Bangun Engine Stand

Toyota Yaris, Universitas Diponegoro Semarang.

Darmawan, H. (2004). Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan Produk). Bandung: ITB

Diyanto Mira (2012).Proyek Akhir Prototype Engine Stand Mesin Diesel Komatsu Series 114. Universitas Diponegoro Semarang.

Gunadi. (2012). Teori Pengecatan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. G Niemann. (1996). Elemen Mesin. (Anton Budiman: terjemahan), Jakarta:

Erlangga.


(75)

67

Lampiran 1


(76)

68


(77)

69


(1)

64 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan proyek tugas akhir “Perancangan dan Pembuatan Engine Stand Corola 4A-FE“ beserta laporannya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perancangan engine stand motor Corola 4A-FE telah berhasil diselesaikan menggunakan software autoCAD 2013 dan dari perhitungan sederhana dari perhitungan beban statis desain dari rangka menggunakan inventor engine stand mampu menopang beban dari engine dengan baik, gaya yang dihasilkan dudukan depan 3,49 mm dan dudukan belakang 0.19 mm.

2. Proses pembuatan rangka pada engine stand corola 4A-FE melalui beberapa tahapan, tahapan pertama pemotongan bahan berupa pipa bulat, pipa U 30x20x3, dan plat, setelah proses pemotongan bahan selesai maka proses selanjutnya adaalah proses pengelasan, dan terakhir adalah proses pengerindaan bekas pengelasan.

3. Proses finising pada rangka engine stand berjalan dengan baik, hal ini terbukti tidak terdapat cacat pada pengecatan, proses pengecatan meliputi tahap persiapan permukaan, pendempulan, aflikasi cat surface, top coat, dan pernis.


(2)

65

5.2. Saran

Selama proses pembuatan Tugas Akhir yaitu “Perancangan dan Pembuatan Engine Stand Corola 4A-FE“, penulis masih memiliki beberapa kendala-kendala baik menyangkut masalah teknis maupun masalah non-teknis. Oleh karena itu, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan pengujian yang lebih dalam mengenai kekuatan dari material yang digunakan. Sebelum merancang stand perlu menggambar stand terlebih dahulu penelitian bahan untuk mengetahui hasil analisa software inventor dan perlu pengujian tarik, tekan, bending.

2. Perlu adanya perawatan berkala terhadap engine stand untuk menjaga kondisi dari engine stand agar tetap dalam kondisi prima.

3. Perlu adanya prosedur penggunaan engine stand yang baku sesuai SOP untuk menghindari kerusakan pada saat melaksanakan praktik.


(3)

66

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1995). Step 1 Pedoman Pelatihan Pengecat an. Jakarta : PT Toyota – Astra Motor.

Anonim. (2008). Technical Data Sheet Dana Gloss. (http://www. hempel .com.bh/pdfs/DANA GLOSS/599ME.pdf, diakses 10 maret 2011, pukul 14.15 WIB .

Ahmad Mustaqim (2012). Rancang Bangun Alat/Mesin Pengerol Pipa, Universitas Diponegoro Semarang.

Bayu Agung Setiawan (2015). Pada Proyek Akhir Rancang Bangun Engine Stand Toyota Yaris, Universitas Diponegoro Semarang.

Darmawan, H. (2004). Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan Produk). Bandung: ITB

Diyanto Mira (2012).Proyek Akhir Prototype Engine Stand Mesin Diesel Komatsu Series 114. Universitas Diponegoro Semarang.

Gunadi. (2012). Teori Pengecatan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. G Niemann. (1996). Elemen Mesin. (Anton Budiman: terjemahan), Jakarta:

Erlangga.


(4)

67

Lampiran 1


(5)

68


(6)

69