ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN PRINGSEWU (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI)

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ECONOMIC GROWTH POTENTIAL IN DISTRICT PRINGSEWU (MODEL APPROACH ECONOMIC BASIS)

By Mizan Bukhori

This study aims to determine the potential areas which have great impact on economic growth in the District Pringsewu during 2008 to 2013, and the

contribution of the potential sectors for economic growth in the region.

This study uses data Gross Regional Domestic Product (GDP) and Lampung Regency Pringsewu 2008 to 2013. Data were obtained from secondary data, the use of data already available to the relevant agencies. In this thesis used a model economic base reflected in the Location Quotient (LQ) equipped Shift Share analysis, which is useful to know the leading sectors in the District Pringsewu.

Based on research results using Location Quotient, a sector that has LQ is greater than one and a sector economic base is agriculture with LQ average of 1.02, then electricity, gas and water supply by LQ average of 1.56, LQ

construction sector with an average of 1.71, the trade, hotels and restaurants with LQ average of 1.42, and the services sector with LQ average of 1.31.

Results of the analysis method using the components of growth Shift Share differential (Dj) shows that there are two sectors with average positive Dj, ie the building sector with an average value Dj of 8.245,10; and the services sector with an average value of 42.392,83, it indicates that the two sectors are growing faster than the same economic sector Lampung province so that the two sectors have high competitiveness and potential to be developed for District Pringsewu

economic growth, while proportional growth component (Pj) shows that there are three sectors that have an average value of positives are manufacturing, trade, hotels and restaurants, as well as the transport and communications sector, this means Pringsewu Regency specializes in the same sector with the fastest growing sectors in the economy of the province of Lampung.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN PRINGSEWU (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI)

Oleh Mizan Bukhori

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi-potensi daerah yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pringsewu selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dan seberapa besar sumbangan sektor-sektor potensial tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Provinsi Lampung tahun 2008 hingga tahun 2013. Data tersebut diperoleh dari data sekunder, yaitu dengan memanfaatkan data yang telah tersedia pada instansi terkait. Dalam skripsi ini digunakan model basis ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quotient (LQ) yang dilengkapi analisis Shift Share, yang berguna untuk mengetahui sektor-sektor unggulan di Kabupaten Pringsewu.

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode Location Quotient, sektor yang memiliki indeks LQ lebih besar dari satu dan merupakan sektor basis ekonomi adalah sektor pertanian dengan LQ rata-rata sebesar 1.02, kemudian sektor listrik, gas dan air bersih dengan LQ rata-rata sebesar 1.56, sektor bangunan dengan LQ rata-rata sebesar 1.71, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan LQ rata sebesar 1.42, serta sektor jasa-jasa dengan LQ rata-rata sebesar 1.31.

Hasil metode analisis Shift Share menggunakan komponen pertumbuhan differential (Dj) menunjukkan terdapat dua sektor dengan rata-rata Dj positif, yaitusektor bangunan dengan nilai rata-rata Dj sebesar 8.245,10; dan sektor jasa-jasa dengan nilai rata-rata sebesar 42.392,83, hal tersebut mengindikasikan bahwa kedua sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Provinsi Lampung sehingga kedua sektor tersebut memiliki daya saing tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu, sedangkan komponen pertumbuhan proportional (Pj) menunjukkan bahwa terdapat 3 sektor yang memiliki nilai rata-rata positif yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor angkutan dan komunikasi, hal ini berarti Kabupaten Pringsewu berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian Provinsi Lampung.


(3)

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN PRINGSEWU (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI)

Oleh Mizan Bukhori

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN PRINGSEWU (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI)

(Skripsi)

Oleh Mizan Bukhori

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Bagan Kerangka Pemikiran Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan ... 11

D. Manfaat ... 11

E. Kerangka Pemikiran ... 11

II. LANDASAN TEORI. ... 13

A. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 13

1. Teori Pembangunan Ekonomi ... 14

2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah ... 15

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 16

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 19

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 28

B. Penelitian Terdahulu. ... 32

III. METODE PENELITIAN ... 35

A. Jenis Dan Sumber Data ... 35

B. Variabel Data ... 35

C. Metode Pengumpulan Data ... 37

D. Metode Analisis Data ... 38

1. Location Quotient (LQ) ... 38

2. Analisis Shift Share ... 43

E. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52


(7)

1. Analisis Perkembangan PDRB dan Potensi Pertumbuhan

Ekonomi ... 52

a. Analisis Perkembangan PDRB ... 52

b. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi ... 53

1) Analisis Location Quotient (LQ) ... 53

2) Analisis Shift Share ... 56

3) Tipologi Sektoral ... 61

B. Pembahasan ... 64

1. Pembahasan Pe Sektor Kabupaten Pringsewu ... 64

a. Sektor Pertanian ... 64

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 65

c. Sektor Industri Pengolahan ... 66

d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ... 68

e. Sektor Bangunan ... 69

f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 70

g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 71

h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Perusahaan ... 72

i. Sektor Jasa - Jasa... 74

V. PENUTUP ... 76

A. Simpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman A.Lampiran 1 tabel data-data ... 78


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Kontribusi sektor-sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB Kabupaten

Pringsewu Tahun 2008-2013 (dalam %) ... 3

2. Kontribusi sektor-sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2008-2013 (dalam %) ... 5

3. Kontribusi sektor-sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Pringsewu Tahun 2008-2013 (dalam %) ... 8

4. Hasil Penelitian Terdahulu ... 32

5. Makna Tipologi Sektor Ekonomi ... 41

6. Luas, penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten Pringsewu Tahun 2013 ... 47

7. Distribusi PDRB Tahun 2008-2013 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan di Kabupaten Pringsewu (dalam %) ... 53

8. Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Pringsewu Tahun 2008-2013 ... 54

9. Komponen Shift Share Kabupaten Pringsewu dan Provinsi Lampung Tahun 2008-2013 ... 57

10.Pertumbuhan PDRB Kabupaten Pringsewu dan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (dalam %) ... 58

11.Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Kabupaten Pringsewu ... 59

12.Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Kabupaten Pringsewu ... 60

13.Makna Tipologi Sektor Ekonomi ... 63

14.Analisi Sektor Pertanian ... 64


(10)

18.Analisi Sektor Bangunan ... 69

19.Analisi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 70

20.Analisi Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 71

21.Analisi Sektor Keuangan, Persewaan dan Perusahaan ... 73

22.Analisi Sektor Jasa - jasa ... 74


(11)

(12)

(13)

(14)

Motto

”Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika

kesempatan bertemu dengan kesiapan”.

“Ilmu itu lebih baik dari pada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum”.

” Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang ada pada diri mereka ” (QS.13:11)


(15)

PERSEMBAHAN

Dengan segala ketulusan hati, doa, serta syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku, Mama dan Papa yang selalu memberikan doa, cinta, kasih sayang, dukungan moral, spiritual, perhatian, material yang tak pernah berhenti dan takkan mampu terbalas,

warna dan kebahagian dalam hidupku.

Ade ku tersayang, Uun Ayyil Hasannah yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus, perhatian, dukungan, doa serta

kebahagiaan dalam hidupku.

Sahabat - sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

Almamater Tercinta Universitas Lampung.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pringsewu, pada tanggal 04 Desember 19988 di beri nama Mizan Bukhori, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mukhozin Alm dan Ibu Siti Aminah.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di Nurul Huda Pringsewu, Sekolah Dasar di SD Muhammadiyah Pringsewu pada tahun 2001, Sekolah

Menengah Pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri Pringsewu pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri Pringsewu pada tahun 2007.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ekonomi Pembangunan melalui jalur UMPTN. Selama menjadi mahasiswa tahun 2010, penulis mengikuti KKL di BAPPENAS dan Badan Kebijakan Fiskal dan tahun 2011, penulis mengikuti mata kuliah KKN di Desa Adiluwih Kabupaten Pringsewu.


(17)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat, hidayah dan cinta - Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi di

Kabupaten Pringsewu (Pendekatan Model Basis Ekonomi)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lampung.

Terselesaikanya skripsi ini tidak terlepas dari pembimbing skripsi yaitu kepada yang terhormat Bapak M.A Irsan Dalimunthe S.E., MSi dan pembimbing akademik (PA) yaitu kepada yang terhormat Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si, dan Ibu Zulfa Emailia S.E. M.Si, Ibu Nurbetty Herlina S.E, M.Si yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Hi. Moneyzar Usman, S.E., M.Si. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Bapak Hi. Habibullah Djimad, S.E., M.Si. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(18)

5. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 6. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E. selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang telah dengan tulus mengajarkan dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

8. Para staf dan pengawai di Jurusan Ekonomi Pembangunan serta pengawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

9. Seluruh keluarga, Mama dan alm.Papa yang tercinta serta adek Uun Ayyil Hasannah yang tersayang yang senantiasa memberikan kasih sayang yang tulus, perhatian, dukungan, doa serta kebahagiaan dalam hidupku.

10. Keluarga besar ekonomi perencanaan dan angkatan 2008 terima kasih untuk kelas yang penuh warna, cerita dan selalu menyenangkan yang telah

membantu terselesaikannya skripsi ini namun tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu, terima kasih banyak.

11. Rekan - rekan : Adit, Irva, Ricky, Odiyansah , Rizky, Andi, Agil, Khus, M. Nasir, M. Nurkholis, Riki, Nanda, Edo, Apri, Iduy, Dian, Denny,dan teman - teman EP 08 semuanya yang tidak bisa disebutkan satu - persatu terima kasih atas persahabatan yang tulus tanpa lelah mendengar keluhanku dan selalu menjadi orang yang berada disampingku, selama ini, semoga Allah menjaga persaudaraan kita.


(19)

12. Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam perkuliahan, Qomarudin, Muchflie, Agnes, Vilza dan teman-teman Net yang selalu ada terima kasih semangatnya.

13. Teman-teman satu bimbingan: adit, irva, ricky.

14. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini.

Setiap karya pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Segala kelebihan dan manfaat yang bisa diambil merupakan hasil dari bimbingan dan bantuan segenap pengajar, dan segala kelemahan dalam karya ini merupakan keterbatasan

kemampuan penulis miliki. Karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan yang akan datang.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis,


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang tersedia, antara lain membentuk model kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta, tujuannya adalah menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999:108). Era reformasi otonomi daerah ditandai dengan lahirnya dua produk undang-undang, yaitu UU. No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang menimbang : a). bahwa sistem pemerintahan Negara


(21)

2

Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang - Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah; b) bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih

menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Undang - Undang 32 tahun 2004 tentang pemerintah yang menimbang; a). bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek - aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas - luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintah negara; b). bahwa Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti. Lahirnya Undang - Undang tersebut disambut positif oleh banyak kalangan dengan segenap harapan bahwa melalui otonomi daerah akan dapat merangsang terhadap adanya upaya untuk menghilangkan praktik - pratik sentralistik yang pada satu sisi dianggap kurang menguntungkan bagi daerah dan penduduk lokal.

Era reformasi otonomi telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimiliknya. Dengan kata lain, daerah diberi wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sekaligus menentukan arah pembangunan yang


(22)

akan dilaksanakan demi tercapai kemakmuran penduduk di wilayahnya, dengan mempertimbangkan segenap potensi, sumber daya serta faktor - faktor lainnya, baik dalam penyusunan evaluasi pembangunan ekonomi di daerah yang telah dilaksanakan maupun dalam perumusan perencanaan di masa yang akan datang.

Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus, keberadaan

administratif Kabupaten Pringsewu ini dikukuhkan berdasarkan Undang - Undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten

Pringsewu di Provinsi Lampung Tanggal 26 November 2008.

Tabel 1. Kontribusi sektor - sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Pringsewu Tahun 2008 - 2013 (dalam %)

Sektor Ekonomi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pertanian 50.90 46.27 42.62 39.41 38.13 36.61 Pertambangan &

penggalian 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 Industri pengolahan 4.23 4.39 4.42 4.34 4.37 4.37 Listrik, gas & air bersih 0.79 0.74 0.73 0.67 0.66 0.64

Bangunan 4.56 4.59 4.75 4.98 5.03 4.93

Perdagangan, hotel &

restoran 16.99 16.92 16.53 16.44 16.67 16.72 Pengangkutan &

komunikasi 5.73 5.96 6.34 6.86 7.09 7.31 Keuangan, persewaan &

prsh 6.13 6.33 6.64 6.78 6.87 6.88

Jasa-jasa 10.63 14.76 17.94 20.49 21.16 22.51

PDRB ADHK 2000 100 100 100 100 100 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Pringsewu (diolah)

Perekonomian Kabupaten Pringsewu yang menunjukkan pertumbuhan dan kemajuan yang pesat sejak dimekarkan dari Kabupaten Tanggamus. Struktur perekonomian Kabupaten Pringsewu kurun waktu 2008 - 2013 didominasi oleh


(23)

4

sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tahun 2008 - 2013 rata - rata kontribusi sektor tersebut adalah sebesar 42.32%. Sub sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang menyumbang PDRB Kabupaten Pringsewu yang terbesar sesungghunya adalah sub sektor tanaman bahan makanan. Selain sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, ada 2 (dua) sektor lain yang kontribusinya terlebih cukup signifikan mempengaruhi nilai PDRB Kabupaten Pringsewu yaitu sektor perdagangan, restoran dan hotel yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 16.71% pada kurun waktu 2008 - 2013. Sub sektor perdaganan, restoran dan hotel sebagian besar bersumber dari sub sektor perdagangan besar dan eceran. Selanjutnya adalah sektor jasa-jasa, yaitu memberikan kontribusi rata-rata sebesar 17.91%.

Perekonomian Kabupaten Pringsewu pada Tahun 2013 telah mengalami pertumbuhan sebesar 6.22%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Pringsewu tumbuh dan berkembang dengan baik. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa-jasa, yakni sebesar 12.99%. Sektor dengan pertumbuhan tertinggi kedua adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 9,46%. Sementara itu sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang tumbuh sebesar 6.55%, merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi ketiga. Ditinjau dari perekonomian Provinsi Lampung, maka laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu pada tahun 2013 berada pada peringkat ke empat. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun tahun

sebelumnya yaitu sebesar 6,95%. Jika dibandingkan dengan rata - rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2010 dan tahun 2011 maka


(24)

laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu berada diatas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu pada tahun 2012 sedikit menurun dari pada pertumbuhan ekonomi di tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di tahun 2012 sebesar 6,70%.

Tabel 2. Kontribusi sektor - sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2008 - 2013 (dalam %)

Sektor Ekonomi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pertanian 41.63 40.60 38.69 38.18 37.32 36.61 Pertambangan &

penggalian 2.36 2.04 1.86 1.98 1.94 2.02 Industri pengolahan 13.29 13.40 13.49 13.30 13.02 13.22 Listrik, gas & air bersih 0.35 0.34 0.37 0.38 0.40 0.42

Bangunan 4.90 4.89 4.77 4.84 4.80 4.65

Perdagangan, hotel &

restoran 15.76 16.04 15.93 15.80 15.65 15.46 Pengangkutan &

komunikasi 6.33 6.70 7.30 7.76 8.27 8.42 Keuangan, persewaan &

prsh 7.82 8.41 10.04 10.08 10.71 11.06

Jasa-jasa 7.55 7.59 7.55 7.68 7.89 8.14

PDRB ADHK 2000 100 100 100 100 100 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (diolah)

Berdasarkan Tabel 2 tersebut tampak bahwa sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor ekonomi yang mempunyai peranan paling rendah dalam

perekonomian Provinsi Lampung pada tahun 2009 sebesar 0.34 persen. Sementara itu sektor pertanian adalah sektor ekonomi yang paling besar sumbangannya dalam perekonomian Provinsi Lampung pada Tahun 2008. Sekitar 41.63% perekonomian Provinsi Lampung merupakan kontribusi sektor Pertanian.

Rendahnya peranan sektor listrik, gas dan air bersih dan besarnya peranan sektor Pertanian dalam perekonomian Provinsi Lampung tidak hanya terjadi pada 2008 tetapi terjadi pada tahun-tahun selanjutnya. Pada tabel diatas dari sektor industri pengolahan sekitar 13.22% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran berkisar


(25)

6

15.46% pada tahun 2013 mengalami penurutan disebabkan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2013 berkisar 11.06%. Pada tahun 2013 sektor pengangkutan & komunikasi mengalami kenaikan berkisar 8.42% diakibatkan sektor jasa - jasa mengalami kenaikan pada tahun 2013 berkisar 8.14%. Sedangkan nilai pada sektor bangunan berkisar 4.65% mengalami penurunan pada tahun 2013 disebabkan karena sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan berkisar 2.02% pada tahun 2013.

Sejalan dengan Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka pembangunan daerah Kabupaten Pringsewu merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang dilakukan secara terus menerus untuk menuju kearah perubahan yang lebih baik. Adanya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintah menuntut pihak pemerintah daerah untuk lebih mengutamakan prinsip - prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi daerah.

Pada era reformasi otonomi daerah paradigma baru dalam pembangunan daerah, keberhasilan pembangunan tidak lagi hanya diukur dari kemajuan fisik yang diperoleh atau berapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diterima. Keberhasilan pembangunan harus dapat diukur dengan parameter yang lebih luas dan lebih strategis yang meliputi semua aspek kehidupan baik materil dan non materil. Agar dapat memenuhi kriteria luas dan strategis tersebut, maka pelaksanaan pembangunan harus diawali berdasarkan prioritas dan pemilihan sasaran - sasaran yang mempunyai nilai strategis dan memberikan dampak yang positif dan meningkatkan citra Kabupaten Pringsewu dengan membangun sektor -


(26)

sektor ekonomi yang memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pringsewu.

Untuk mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Pringsewu diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji dan memproyeksi

pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang ada.

Teori basis ekonomi berdasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk mampu penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan diatas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah. (Tarigan, 2004:27).


(27)

8

Dalam menggunakan pendekatan model basis ekonomi pada umumnya didasarkan atas nilai tambah maupun lapangan kerja. Namun menggunakan data pendapatan (nilai tambah) adalah lebih tepat dibandingkan menggunakan data lapangan kerja. Hal ini dikarenakan lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Salah satu indikator ekonomi yang sangat diperlukan untuk mengukur kinerja pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator penting di suatu wilayah yang dapat mengidikasikan totalitas produksi netto barang/jasa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan wilayah. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Pringsewu disumbang oleh 9 (Sembilan) sektor yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa - jasa.

Tabel 3. Kontribusi sektor - sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Pringsewu Tahun 2008 - 2013 (dalam %)

Sektor Ekonomi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pertanian 40,25 37,37 37,73 37,13 36,99 37,14 Pertambangan &

Penggalian 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,04 Industri Pengolahan 10,20 10,37 9,91 9,38 9,18 8,95 Listrik, Gas & Air Bersih 1,05 0,94 0,87 0,72 0,73 0,72

Bangunan 6,31 6,40 6,28 6,31 6,21 6,10

Perdagangan, Hotel &

Restoran 22,65 22,39 21,08 20,80 20,45 20,02 Pengangkutan &

Komunikasi 5,53 5,74 5,95 6,39 6,61 6,87 Keuangan, Persewaan &

JS. PRSH 5,49 5,57 5,55 5,60 5,47 5,39

Jasa-jasa 8,46 11,17 12,59 13,61 14,31 14,76

PDRB ADHB 2000 100 100 100 100 100 100


(28)

Peranan setiap sektor ekonomi dalam perekonomian dapat diketahui dari angka distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) seperti yang dapat dilihat melalui Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 tersebut tampak bahwa sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor

ekonomi yang mempunyai peranan paling rendah dalam perekonomian Kabupaten Pringsewu pada tahun 2008 sebesar 1,05%. Sementara itu sektor pertanian adalah sektor ekonomi yang paling besar sumbangannya dalam kontribusi perekonomian Kabupaten Pringsewu pada Tahun 2008. Sekitar 40,25% perekonomian

Kabupaten Pringsewu merupakan kontribusi sektor Pertanian. Rendahnya peranan sektor listrik, gas dan air bersih dan besarnya peranan sektor Pertanian dalam perekonomian Kabupaten Pringsewu tidak hanya terjadi pada 2008 tetapi terjadi pada tahun - tahun selanjutnya. Pada tabel diatas dari sektor bangunan sekitar 6,10% dan sektor industri pengolahan berkisar 8,95% pada tahun 2013 mengalami penurutan disebabkan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2013 berkisar 5,39%. Pada tahun 2013 sektor pengangkutan & komunikasi mengalami kenaikan berkisar 6,87% diakibatkan sektor jasa - jasa mengalami kenaikan pada tahun 2013 berkisar 14,76%. Sedangkan nilai pada sektor perdagangan, hotel dan restoran berkisar 20,02% mengalami penurunan pada tahun 2013 disebabkan karena sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menurun berkisar 5,39% pada tahun 2013. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini akan menganalisis potensi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2008 - 2013.


(29)

10

Dalam rangka membangun daerah, pemerintah daerah perlu membuat prioritas kebijakan. Penentuan prioritas kebijakan diperlukan agar pembangunan daerah dapat lebih terarah serta berjalan secara efektif dan efisien, dibawah kendala keterbatasan anggaran dan sumberdaya yang dapat digunakan. Untuk menentukan prioritas kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Terkait dengan hal tersebut, maka penulis akan mencoba membahas beberapa teknik dan alat yang dapat digunakan dalam menganalisis struktur ekonomi daerah yaitu menggunakan tipologi pada masing – masing sektor.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas muncul beberapa pertanyaan :

1. Bagaimana perkembangan PDRB selama 6 tahun (tahun 2008 - 2013) pada masing - masing sektor di Kabupaten Pringsewu ?

2. Sektor - sektor ekonomi mana yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pringsewu ?

3. Bagaimana tipologi pada masing - masing sektor di Kabupaten Pringsewu ?

Untuk memecahkan masalah tersebut perlu adanya usaha peningkatan kemampuan di bidang ekonomi (PDRB) dengan pendekatan basis ekonomi, pendekatan basis ekonomi ini ditujukan untuk mengidentifikasi sektor - sektor mana yang paling unggul dan strategis untuk dikembangkan.


(30)

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perkembangan PDRB selama 6 tahun (tahun 2008 - 2013) pada masing - masing sektor di Kabupaten Pringsewu.

2. Mengetahui sektor - sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pringsewu.

3. Mengetahui tipologi pada masing - masing sektor di Kabupaten Pringsewu.

D. Manfaat

Selain itu penelitian ini diharapkan berguna sebagai :

1. Tambahan informasi dan bahan kajian tentang gambaran/informasi tentang potensi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pringsewu sehingga pemerintah daerah dapat lebih mengembangkan potensi daerahnya.

2. Dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan Kabupaten Pringsewu dalam rangka program

pembangunan selanjutnya dan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

E. Kerangka Pemikiran

Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah merupakan serangkaian usaha

kebijaksanaan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meratakan distribusi pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antara wilayah di dalam region maupun antar region dan mengembangkan ekonomi secara sektoral maupun antar lintas sektoral


(31)

12

yang lebih menguntungkan didukung dengan strategi peningkatan sumber daya manusia.

Pertumbuhan suatu daerah terjadi sebagai akibat adanya permintaan barang dan jasa tertentu terhadap suatu daerah oleh daerah lainnya. Upaya memenuhi permintaan ekspor tersebut dengan menggerakkan potensi dan sistem produksi lokal akan memberikan pertumbuhan ekonomi bagi daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi permintaan luar daerah dapat dipenuhi berarti semakin tinggi pula aktivitas perekonomian lokal dan pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan daerah berdasarkan pendekatan wilayah yang sangat umum dikenal adalah teori

pertumbuhan berbasis ekspor.

Teori pertumbuhan berbasis ekspor didasarkan atas pemikiran bahwa suatu wilayah harus meningkatkan arus atau aliran langsung dari luar wilayah agar bisa tumbuh secara efektif yaitu dengan cara meningkatkan ekspor. Teori pertumbuhan berbasis ekspor memisahkan kegiatan ekonomi dalam dua sektor yang terpisah, yaitu sektor basis dan sektor non basis.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pringsewu

Perekonomian Daerah Sektor-Sektor

Ekonomi Identifikasi Sektor

Ekonomi Analisis Potensi

Ekonomi Potensial (Basis)

dan (Non Basis Pertumbuhan


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan menentukan usaha pembangunan yang berkelanjutan dan tidak memusnahkan sumberdaya asli, manakala teori dan model

pertumbuhan yang dihasilkan dijadikan panduan dasar negara. Konsep

pembangunan ini dikupas dalam teori pertumbuhan dan pembangunan dan coba menganalisis secara kritikal dengan melihat kesesuaiannya dalam konteks Negara. Walaupun tidak semua teori atau model dapat digunakan, namun perbincangan mengenai peranan faktor pengeluaran termasuk buruh, tanah, modal dan pengusaha boleh menjelaskan sebab-sebab berlakunya ketiadaan pembangunan dalam sebuah Negara. Pada peringkat awal, pendapatan perkapita menjadi pengukur utama bagi pembangunan. Walau bagaimanapun, melalui perubahan masa, aspek pembangunan manusia dan pembangunan berwawasan lingkungan semakin ditekankan. Pembangunan berwawasan lingkungan melihat kepada aspek kebajikan generasi akan datang melalui kehendak masa kini.


(33)

14

1. Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut :

a) Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000:55).

b) Todaro (dalam Lepi T. Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak.

c) Pembangunan ekonomi menurut Irawan dan Suparmoko (2002:5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita.

d) Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2005:205) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang.

e) Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang.


(34)

f) Menurut Schumpeter pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus - putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan (Suryana, 2000:5).

Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata - rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang - barang dan jasa - jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga

perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah.

Dalam penelitian ini pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya - sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108).

Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif,


(35)

16

baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita, 2005:19).

Dalam penelitian ini pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai factor - faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana factor - faktor tersebut sehingga terjadi proses proses pertumbuhan (Boediono, 1999:2).

Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2002:57) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu Negara (daerah) untuk menyediakan barang - barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya.

Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1)


(36)

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor - faktor penting sebagai berikut (Arsyad, 1999:214):

a) Akumulasi Modal

Akumulasi modal adalah termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang ditabung dan kemudian

diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang.

Akumulasi modal akan menambah sumberdaya - sumberdaya yang baru dan akan meningkatkan sumberdaya - sumberdaya yang telah ada.

b) Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force) dianggap sebagai faktor yang positif dalam

merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang pertumbuhan ekonomi bergantung pada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan mempekerjakan tenaga kerja yang ada secara produktif. Namun, jika pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak dibarengi oleh kebijakan pemerintah yang baik dalam menghadapi masalah ini, maka

pertumbuhan penduduk yang tinggi hanya akan membawa dampak yang negatif, contohnya angka penggangguran meningkat.

c) Kemajuan Teknologi

Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan


(37)

18

teknologi disebabkan oleh cara - cara baru dan cara - cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan - pekerjaan tradisional.

Profesor Kuznets (Todaro, 1994:117) juga mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

a) Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi.

b) Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja.

c) Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi. Transformasi struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari

sektor pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana setiap perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di wilayah sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi

permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita

d) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

e) Adanya kecenderungan daerah yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku.


(38)

f) Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia.

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut (Tarigan, 2005 : 46).

Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor - faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer

payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Setengah dari total kegiatan ekonomi Kabupaten Pringsewu diperoleh dari kegiatan ekonomi di sektor Pertanian. Sebagian besar Pertanian ini terkonsentrasi di Kecamatan Pegelaran dan Kecamatan Gadingrejo.

Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah sebagai berikut:

4.1 Teori Pertumbuhan Klasik

Adam Smith adalah orang pertama yang membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis. Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang seluas


(39)

20

- luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptaka efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stationer. Sementara peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban serta memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. John Maynard Keynes mengoreksi pandangan Smith dengan mangatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan moneter, dan pengawasan langsung.

4.2 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan neo klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan TW. Swan (1956) dari Australia. Menurut teori ini tingkat pertumbuhan berasal dari 3 sumber yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja dan peningkatan teknologi. Teori neo klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna perekonomian bisa tumbuh maksimal. Analisis lanjutan dari paham neo klasik menunjukkan bahwa terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah itu.


(40)

4.3 Teori Harrod-Domar dalam sistem regional

Teori ini dikembangkan pada waktu yang hampir bersamaan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Teori ini didasarkan atas asumsi :

a) Perekonomian bersifat tertutup,

b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan,

c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap, serta

d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh

kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = k= n,

Dimana : g = growth (tingkat pertumbuhan output) k = capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja

4.4 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan

Teori Pertumbuhan Jalur Cepat (Turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Setiap negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai


(41)

22

tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian yang cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor yang satu mendorong

pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

4.5 Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2004:53).

Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis (Richardson, 1977:14). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah


(42)

akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan

berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri - industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad, 1999:300). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient)LQ. Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor - sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

4.6 Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis)

Model pertumbuhan ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor - faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor


(43)

24

hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah tetangga. Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini di asumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat (Tarigan, 2004:56).

Dalam penelitian ini digunakan teori basis ekonomi karena teori ini adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan (Adisasmita, 2005:29). Teori ini juga memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktor - faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah.

Terdapat beberapa alat analisis yang digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut:

(a) Analisis Shift Share

Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingannya dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional).

Analisis ini memberikan data tentang kinerja perkonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu :


(44)

1 Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

2 Pergeseran proporsional mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.

3 Pergeseran diferensial menentukan seberapa jauh daya saing daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.

(b) Location Quotients

Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

(1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan.

(2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri.

Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena sektor basis menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut.

Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru.


(45)

26

Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang

didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis.

(c) Angka Pengganda Pendapatan

Angka pengganda pendapatan (k) adalah suatu perkiraan tentang potensi kenaikan pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang baru di dalam masyarakat.

Cara menghitungnya adalah sebagai berikut :

k =

Keterangan :

MPC1 = proporsi pendapatan daerah yang dibelanjakan di daerah

PSY = bagian dari pengeluaran daerah yang menghasilkan pendapatan bagi daerah.

(d) Angka Pengganda Pengerjaan

Angka penggandaan pengerjaan dimaksudkan untuk mengukur pengaruh suatu kegiatan ekonomi baru terhadap penciptaan jumlah pekerjaan.


(46)

Angka Pengganda Pengerjaan =

Analisis Location Quotient merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya, teknik Location Quotient dapat dihitung berulang kali dengan menggunakan berbagai perubah acuan dan periode waktu.

Analisis Location Quotient dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor - sektor basis suatu wilayah dengan

menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah (Adisasmita, 2005:29).

Selain itu juga menggunakan Analisis Shift Share, karena analisis ini memiliki beberapa keunggulan antara lain :

1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis Shift Share tergolong sederhana.

2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.

3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat.

Beberapa pakar ekonomi membedakan pengertian antara pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Para pakar ekonomi yang membedakan kedua pengertian tersebut mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai :


(47)

28

1. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto pada suatu tahun tertentu dibagi dengan tingkat pertumbuhan penduduk, atau

2. Perkembangan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto yang terjadi dalam suatu Negara dibarengi oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya (transformasi struktural).

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perluasan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999:7).

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2004:8) yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung (alokasi).

1. Metode Langsung

Penghitungan metode langsung ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Walaupun mempunyai tiga pendekatan yang berbeda namun akan memberikan hasil penghitungan yang sama (BPS, 2004: 26).


(48)

Seperti dikatakan di atas, penghitungan PDRB secara langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sebagai berikut :

a) PDRB Menurut Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu

(setahun). Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini disebut juga penghitungan melalui pendekatan nilai tambah (value added).

Pendekatan produksi adalah penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produksi bruto sektor atau sub sektor tersebut. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dan nilai biaya antara.

Biaya antara adalah nilai barang dan jasa yang digunakan sebagai input antara dalam proses produksi. Barang dan jasa yang termasuk input antara adalah bahan baku atau bahan penolong yang biasanya habis dalam sekali proses produksi atau mempunyai umur penggunaan kurang dari satu tahun, sementara itu pengeluaran atas balas jasa faktor produksi seperti upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan yang diterima perusahaan bukan termasuk biaya antara. Begitu juga dengan penyusutan dan pajak tidak langsung neto bukan merupakan biaya antara (Tarigan, 2005:25).

Pendekatan produksi banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor yang produksinya berbentuk fisik/barang. PDRB menurut pendekatan produksi terbagi atas 9 lapangan usaha (sektor) yaitu : pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan;


(49)

30

perdagangan,hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; keuanan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan PDRB menurut pendekatan produksi (Suryana, 2000:10).

b) PDRB Menurut Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu (setahun). Penghitungan PDRB melalui pendekatan ini diperoleh dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi yang komponennya terdiri dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan ditambah dengan penyusutan dan pajak tidak langsung neto (BPS, 2004:27).

c) PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran (Expend. Approach).

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto di suatu wilayah. Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan dengan bertitik tolak dari penggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah domestik (BPS, 2004:27).

2. Metode Tidak Langsung atau Metode Alokasi

Dalam metode ini PDRB suatu wilayah diperoleh dengan menghitung PDRB wilayah tersebut melalui alokasi PDRB wilayah yang lebih luas.Untuk melakukan alokasi PDRB wilayah ini digunakan beberapa alokator antara lain: Nilai produksi bruto atau netto setiap sektor/subsektor pada wilayah yang dialokasikan ; jumlah


(50)

produksi fisik; tenaga kerja; penduduk, dan alokator tidak langsung lainnya. Dengan menggunakan salah satu atau beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masing - masing provinsi terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor.

Cara penyajian PDRB adalah sebagai berikut :

a. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing - masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen PDRB. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya. b. PDRB Atas Dasar Harga Konstan, semua agregat pendapatan dinilai atas

dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau inflasi. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.


(51)

32

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 4. Hasil Penelitian Terdahulu No Penulis (th) dan

Judul

Variabel Metode Analisis Hasil 1 Azhar, Syarifah

Lies Fuaidah dan M. Nasir

Abdussamad (2003) “Analisis Sektor Basis dan Non Basis Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” Persentase sumbangan masing-masing sektor dalam PDRB Nanggroe Aceh Darussalam dengan persentase sumbangan sektor yang sama pada PNB Indonesia Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis Location Quotient (LQ)

Sektor yang menjadi basis di Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun 1992 sampai dengan 2001 yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta sektor pertanian. Sedangkan keenam sektor lainnya menjadi sektor non basis. 2 Didit Welly

Udjianto (2005) “Pengembangan Potensi Wilayah Di Kota Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 1998-2002” PDRB menurut sektor, persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan Metode analisis dalam tulisan ini menggunakan analisis Shift-Share, Model Ratio

Pertumbuhan (MRP), analisis Location Quotient (LQ)

Kota Yogyakarta mempunyai keunggulan dalam pengembangan sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Karena dominan di ketiga sektor tersebut, maka tiga sektor itu menjadi modal dasar dalam rangka


(52)

meningkatkan keterkaitan antarwilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. 3 Jamzani Sodik dan

Nia Septia Ardyani (2005) “Analisis Potensi

Pengembangan Wilayah Di Eks Karesidenan Banyumas” PDRB, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk, Jarak Antar Wilayah Analisis Gravitasi dan Model Interaksi Ruang, Analisis Location Quotient (LQ)

Berdasarkan hasil analisis Location Quotient di wilayah eks-Karesidenan Banyumas, maka sektor yang perlu dikembangkan di daerah yang mempunyai hub. Kota-Desa yaitu antara Kab. Banyumas dengan Kab. Cilacap adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. 4 Dini Sapta Wulan

Fatmasari (2007) “Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Tanggerang” Laju pertumbuhan, sektor-sektor ekonomi, PDRB, komponen Shift-Share Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift-Share 1. Perkembangan PDRB Kota Tangerang selalu mengalami peningkatan setiap tahun 2. Sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta


(53)

34 sektor angkutan dan komunikasi memiliki nilai tertinggi dalam perkembangan PDRB Kota Tanggerang. 5 Evi Gravitiani

(2006) “Analisis Shift-Share Dinamik Pada Perekonomian Kota Yogyakarta” PDRB Kota Yogyakarta serta PDRB Propinsi DIY

Analisis Shift-Share 1. Pertumbuhan laju pertumbuhan Kota Yogyakarta pada periode sebelum dan setelah pelaksanaan otomoni daerah, menunjukkan peningkatan di semua sektor. 2. Perubahan keunggulan kompetitip Kota Yogyakarta yang menunjukkan nilai positif adalah sektor pertambangan dan penggalian; sektor bangunan, hotel dan restoran; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.


(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Untuk kepentingan penelitian ini digunakan data sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung tahun 2008 - 2013 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).

B. Variabel Data

Variabel adalah subyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998:33). Variabel dalam penelitian ini meliputi :

1. Laju pertumbuhan ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun yang dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan PDRB setiap tahunnya.


(55)

36

2. Pertumbuhan sektor ekonomi

Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari angka PDRB atas dasar harga konstan dan dinyatakan dalam persentase.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB dalam penelitian ini dilihat menurut pendekatan produksi yaitu merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu (setahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) sektor.

Dalam penyajian ini PDRB dihitung berdasarkan harga tetap (harga konstan), yaitu harga yang berlaku pada tahun dasar yang dipilih. Perhitungan berdasarkan harga konstan ini dilakukan karena sudah dibersihkan dari unsur inflasi.

4. Sektor - sektor ekonomi

Sektor - sektor ekonomi yaitu sektor pembentuk angka PDRB yang berperan dalam menentukan laju pertumbuhan ekonomi.

5. Komponen Share

Komponen Share adalah pertambahan PDRB suatu daerah seandainya pertambahannya sama dengan pertambahan PDRB daerah dengan skala yang lebih besar selama periode waktu tertentu.


(56)

6. Komponen Net Shift

Komponen Net Shift adalah komponen nilai untuk menunjukkan penyimpangan dari komponen Share dalam ekonomi regional.

7. Komponen Differential Shift

Komponen Differential Shift adalah komponen untuk mengukur besarnya Shift Netto yang digunakan oleh sektor tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan dibandingkan daerah yang skalanya lebih besar.

8. Komponen Proportional Shift

Komponen Proportional Shift adalah komponen yang digunakan untuk menghasilkan besarnya Shift Netto sebagai akibat dari PDRB daerah yang bersangkutan berubah. Komponen bernilai positif apabila daerah yang diteliti (Kota/Kabupaten) berspesialisasi dalam sektor yang di tingkat daerah dengan skala lebih besar (Propinsi/Nasional) tumbuh lebih cepat, sebaliknya bernilai negatif apabila daerah yang diteliti (Kota/Kabupaten) berspesialisasi pada sektor yang di tingkat daerah dengan skala lebih besar (Propinsi/Nasional) tumbuh dengan lambat.

C. Metode Pengumpulan Data

Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi keberhasilan suatu penelitian. Sedangkan keberhasilan dalam pengumpulan data tergantung pada metode yang digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengumpulan data


(57)

38

diperlukan guna mendapatkan data - data yang obyektif dan lengkap sesuai dengan permasalahan yang diambil.

Metode pengumpulan data merupakan suatu cara untuk memperoleh kenyataan yang mengungkapkan data-data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan metode dokumentasi, yaitu suatu cara memperoleh data atau informasi tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan tertulis yang lalu baik berupa angka maupun keterangan (Arikunto, 1998:131).

D. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisa kualitatif melalui pendekatan basis ekonomi. Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Location Quotient (LQ)

Location Quotient adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala Provinsi atau Nasional. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki suatu daerah yaitu membaginya menjadi dua golongan yaitu sektor basis dan sektor non basis.Analisis Location Quotient dimaksudkan untuk

mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor - sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah.


(58)

Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai berikut (Warpani, 1984:68) :

Keterangan :

LQ : Nilai Location Quotient

Si : PDRB Sektor i di Kabupaten Pringsewu S : PDRB total di Kabupaten Pringsewu Ni : PDRB Sektor i di Provinsi Lampung N : PDRB total di Provinsi Lampung

Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut :

a) Jika LQ lebih besar dari satu (LQ > 1), merupakan sektor basis dan berpotensi untuk ekspor, artinya spesialisasi Kabupaten/Kota lebih tinggi dari tingkat Provinsi.

b) Jika LQ lebih kecil dari satu (LQ < 1), merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat Provinsi. c) Jika LQ sama dengan satu (LQ = 1), berarti tingkat spesialisasi di

Kabupaten sama dengan tingkat Provinsi.

Asumsi dari teknik ini adalah bahwa semua penduduk di setiap daerah

mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat Nasional, produktivitas tenaga kerja sama dan setiap industri menghasilkan barang yang homogen.


(59)

40

Secara keseluruhan analisis LQ memberikan petunjuk yang sangat baik untuk melihat keadaan ekonomi wilayah dan potensinya dimasa yang akan datang. Sedangkan kelemahannya antara lain merupakan indikator kasar yang deskriptif, merupakan kesimpulan sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah, selera atau pola konsumsi dari anggota masyarakat adalah

berlainan baik antar daerah maupun dalam suatu daerah, serta adanya perbedaan sumberdaya yang bisa dikembangkan disetiap daerah. Kelemahan dari metoda LQ tersebut hendaknya tidak terlalu ditonjolkan karena metoda LQ memiliki pula kelebihan penting, yaitu memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung.

a. Penjelasan tentang tipologi

Tipologi mendasarkan pengelompokkan suatu sektor, subsektor, usaha atau komoditi daerah dengan cara membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah (atau nasional) yang menjadi acuan dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi (daerah acuan atau nasional). Hasil analisis Tipologi akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah.


(60)

Tabel 5. Makna Tipologi Sektor Ekonomi

Tipologi LQ Rata-rata

Dj Rata-Rata

Pj Rata-rata

Tingkat Kepotensialbility I (LQ > 1 ) (Dj > 0 ) (Pj > 0 ) Istimewa II (LQ > 1 ) (Dj > 0 ) (Pj < 0 ) Baik sekali III (LQ > 1 ) (Dj < 0 ) (Pj > 0 ) Baik IV (LQ > 1 ) (Dj < 0 ) (Pj < 0 ) Lebih dari cukup

V (LQ < 1 ) (Dj > 0 ) (Pj > 0 ) Cukup VI (LQ < 1 ) (Dj > 0 ) (Pj < 0 ) Hampir dari cukup VII (LQ < 1 ) (Dj < 0 ) (Pj > 0 ) Kurang VIII (LQ < 1 ) (Dj < 0 ) (Pj < 0 ) Kurang sekali

Sumber : Saerofie. 2005 : 66

Tipologi sektoral tersebut adalah sebagai berikut :

Tipologi I : Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata - rata > 1 dan pertumbuhan di Kabupaten Pringsewu lebih cepat dibandingkan Provinsi Lampung (Dj rata-rata > 0) meskipun di tingkat Provinsi Lampung pertumbuhannya cepat (Pj rata - rata > 0).

Tipologi II : Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata - rata > 1 dan pertumbuhan di Kabupaten Pringsewu lebih cepat dibandingkan dengan Provinsi Lampung (Dj rata - rata >0) karena ditingkat Provinsi Lampung pertumbuhannya lambat (Pj rata - rata < 0). Tipologi III : Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata - rata > 1 dan


(61)

42

Provinsi Lampung (Dj rata - rata < 0) karena ditingkat Provinsi Lampung pertumbuhannya cepat (Pj rata - rata > 0).

Tipologi IV : Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata - rata > 1 dan di Kabupaten Pringsewu pertumbuhannya lebih lambat

dibandingkan Provinsi Lampung (Dj rata - rata < 0) padahal

ditingkat Provinsi Lampung pertumbuhannya juga lambat (Pj rata - rata < 0).

Tipologi V : Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten Pringsewu lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkatProvinsi Lampung (Dj rata - rata > 0) padahal di Provinsi sendiri pertumbuhannya juga cepat (Pj rata - rata > 0).

Tipologi VI : Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata - rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten Pringsewu lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkatProvinsi Lampung (Dj rata - rata > 0) meskipun di Provinsi Lampung sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata - rata < 0)

Tipologi VII : Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten Pringsewu lebih lambat di banding Provinsi Lampung (Dj rata-rata < 0)meskipun di Provinsi

Lampung sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata - rata > 0). Tipologi VIII : Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata - rata < 1


(62)

Provinsi Lampung dengan Dj rata - rata< 0 meskipun di tingkat Provinsi Lampung sendiri pertumbuhannya lambat (Pj < 0).

2. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau Nasional. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh dibawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya.

Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian Nasional. Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja

perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar.

Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu dengan yang lainnya (Arsyad, 1999:314), yaitu :

a) Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

b) Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan


(63)

44

perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan.

c) Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadika acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya daripada industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Rumus dari analisis Shift Share adalah sebagai berikut (Glasson, 1990:95-96):

Gj : Yjt – Yjo : (Nj + Pj + Dj) Nj : Yjo (Yt / Yo) – Yjo (P + D)j : Yjt – (Yt / Yo) Yjo

Pj : ∑i [(Yit / Yio) – (Yt / Yo)] Yijo

Dj : ∑t [ Yijt – (Yit / Yio) Yijo]

: (P + D)j – Pj Dimana :

Gj : Pertumbuhan PDRB Total Kabupaten Pringsewu Nj : Komponen Share

(P + D)j : Komponen Net Shift

Pj : Proportional Shift Kabupaten Pringsewu Dj : Differential Shift Kabupaten Pringsewu Yj : PDRB Total Kabupaten Pringsewu Y : PDRB Total Provinsi Lampung o,t : Periode awal dan Periode akhir


(64)

i : Subskripsi sektor pada PDRB

Jika Pj > 0, maka Kabupaten Pringsewu akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat Provinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka Kabupaten Pringsewu akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat Provinsi tumbuh lebih lambat.

Bila Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di Kabupaten Pringsewu lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi Lampung dan bila Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di Kabupaten Pringsewu relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi Lampung

E. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu

1. Letak Geografis Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus, dan dibentuk berdasarkan Undang - Undang Nomor 48 tahun 2008 tanggal 26 November 2008 dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri Dalam Negeri. Secara geografis Kabupaten Pringsewu terletak diantara 104045’25” –10508’42” Bujur Timur (BT) dan 508’10”-5034’27” Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah dimiliki sekitar 625 km2 atau 62.500 Ha.

Secara administratif Kabupaten Pringsewu berbatasan dengan 3 (tiga) wilayah Kabupaten sebagai berikut :


(65)

46

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sendang Agung dan Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah.

b) Sebelah Timur berbatasan Kecamatan Negeri Katon, Kecamatan Gedongtataan, Kecamatan Waylima dan Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran.

c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bulok dan Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus.

d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pugung dan Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus.

Kabupaten Pringsewu terdiri dari 9 (sembilan) wilayah Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Pardasuka, 2. Kecamatan Ambarawa, 3. Kecamatan Pagelaran, 4. Kecamatan Pagelaran Utara, 5. Kecamatan Pringsewu, 6. Kecamatan Gading Rejo, 7. Kecamatan Sukoharjo, 8. Kecamatan Banyumas, dan 9. Kecamatan Adiluwih. Sekitar 41,79% wilayah Kabupaten Pringsewu merupakan areal datar (0-8%) yang tersebar di Kecamatan Pringsewu, Ambarawa, Gadingrejo dan Sukoharjo. Untuk lereng berombak (8-15%) memiliki sebaran luasan sekitar 19,09% yang dominan terdapat di Kecamatan Adiluwih. Sementara kelerengan yang terjal (>25%) memiliki sebaran luasan sekitar 21,49% terdapat di Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Pardasuka.

2. Kependudukan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) pada tahun 2013 jumlah penduduk di Kabupaten Pringsewu mencapai 379.190 jiwa. Mengalami kenaikan sekitar 2,44% dari tahun 2012 dimana pada tahun tersebut jumlah penduduk hanya


(66)

mencapai 370.157 jiwa. Pada tahun 2013 Kecamatan Pringsewu merupakam Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak mencapai 78,043 jiwa, disusul oleh Gadingrejo dan Sukoharjo. Kedua Kecamatan ini mempunyai luas wilayah yang lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Pringsewu. Kabupaten Pringsewu mengalami penurunan kepadatan penduduknya per kilometer persegi, dimana pada tahun 2012 kepadatannya 592,25 jiwa/km2 , menjadi 606,70 jiwa/km2. Hal ini berarti setiap 1 km2 suatu wilayah mendapat tambahan penduduk sekitar 14 jiwa.

Tabel 6. Luas, penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten Pringsewu Tahun 2013

No Kecamatan Luas (km2)

Laki-laki Perempuan Jumlah

Kepadatan Penduduk/km2 1 Pardasuka 94.64 17355 15990 33345 343,95 2 Ambarawa 30.99 17082 16422 33504 1.055,37 3 Pegelaran 172.75 31851 29321 61172 345,67 4 Pringsewu 53.29 39908 39058 78966 1.446,50 5 Gadingrejo 85.71 36945 34983 71928 819,22 6 Sukoharjo 72.95 23666 22721 46387 620,73 7 Banyumas 39.85 10187 9527 19714 482,91 8 Adiluwih 74.82 17503 16671 34174 445,87 Total 625 194497 184693 379190 592,25 Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Pringsewu

3. PDRB Perkapita

PDRB Perkapita Kabupaten Pringsewu Atas Dasar Harga Berlaku pada tahun 2008 sebesar Rp. 2.251.265. PDRB Perkapita Kabupaten Pringsewu Atas Dasar Harga Berlaku pada tahun 2009 sebesar Rp. 2.536.310 meningkat 12,66 % dibandingkan dengan tahun 2008, sedangkan PDRB Perkapita Kabupaten Pringsewu Atas Dasar Harga Berlaku pada tahun 2010 kembali mengalami


(1)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pringsewu selama 6 tahun dari 2008 - 2013 selalu mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh jumlah nominalnya yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

2. Sektor bangunan, sektor jasa – jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor basis ekonomi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah di Kabupaten Pringsewu karena mimiliki nilai LQ lebih dari satu. Sektor bangunan dengan LQ rata – rata sebesar 1.71, sektor jasa – jasa dengan LQ rata – rata sebesar 1.31, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan LQ rata – rata sebesar 1.42, sektor pertanian dengan LQ rata – rata sebesar 1.02, dan sektor listrik, gas dan air bersih dengan LQ rata – rata sebesar 1.56.

3. Hasil perhitungan analisis tipologi sektoral menunjukkan sektor pertanian termasuk dalam tipologi IV sehingga sektor ini memiliki tingkat


(2)

77

termasuk dalam tipologi VIII sehingga sektor ini memiliki tingkat

kepotensialbility kurang sekali, sektor industri pengolahan termasuk dalam tipologi VII sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialbility kurang, sektor listrik, gas dan air bersih termasuk dalam tipologi IV sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialbility lebih dari cukup, sektor bangunan termasuk dalam tipologi II sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialbility baik sekali, sektor perdagangan, hotel dan restoran termasuk dalam tipologi III sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialbility baik, sektor pengangkutan dan komunikasi termasuk dalam tipologi VII sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialbility kurang, sektor keuangan, persewaan dan perusahaan termasuk dalam tipologi VIII sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialbility kurang sekali, sektor jasa - jasa termasuk dalam tipologi II sehingga sektor ini memiliki tingkat kepotensialbility baik sekali.

B. Saran

1. Berdasarkan pemahaman terhadap potensi yang dimiliki Kabupaten Pringsewu, maka pemerintah Kabupaten ini diharapkan merumuskan strategi pengembangan wilayah yang paling menguntungkan untuk diterapkan di masa mendatang, yakni dengan mengutamakan kegiatan unggulan berupa : pengembangan pertanian; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; serta sektor jasa – jasa. Namun dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu melalui sektor - sektro basis hendaknya tidak mengabaikan


(3)

sektor - sektor non basis, karena dengan meningkatkan peran dari sektor non basis diharapkan sektor tersebut dapat tumbuh menjadi sektor basis dan pada akhirnya semua sektor ekonomi dapat secara bersama - sama mendukung peningkatan potensi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pringsewu.

2. Dalam memacu perekonomian Kabupaten Pringsewu, pemerintah daerah sebaiknya fokus pada sektor - sektor unggulan dan banyak menyerap tenaga kerja. Anggaran untuk sektor - sektor unggulan perlu ditingkatkan guna lebih mendorong pertumbuhan sektor unggulan tersebut sehingga sektor unggulan tersebut lebih tumbuh dan mendorong sektor lain untuk lebih berkembang. Kebijakan - kebijakan yang dibuat sebaiknya yang mendukung dan mendorong investasi swasta untuk menanamkan modalnya pada sektor - sektor potensi dan sektor-sektor yang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja

3. Pengembangan sektor pengangkutan dan komunikasi sebagai sektor non basis disarankan kepada pemerintah untuk memperhatikan sektor

pengangkutan dan komunikasi karena merupakan dua hal yang sangat berbeda tetapi antara keduanya mempunyai kesamaan yaitu dapat mengantarkan suatu kepentingan atau informasi yang dibutuhkan. Transportasi dan komunikasi sangat dibutuhkan bagi suatu wilayah yang sedang berkembang dengan adanya transportasi dan komunikasi akan meningkatkan perekonomian suatu wilayah. Dengan peningkatan tersebut akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah juga meningkat.


(4)

79

4. Berdasarkan analisis sektor basis, pemerintah Kabupaten Pringsewu sebaiknya memperhatikan sektor - sektor non basis yang memiliki potensi pertumbuhan dan daya saing yang baik seperti industri pengolahan agar dapat dimanfaatkan secara tepat terutama bagi masyarakat Kabupaten Pringsewu, melalui peningkatan jumlah industri dan pembekalan skill dengan menganggarkan program tersebut di dinas terkait.


(5)

Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

______________. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE BPS. 2015. Kabupaten Pringsewu dalam angka

___. Provinsi Lampung dalam angka

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga

Fatmasari, D.S.W. 2007. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tanggerang. Skripsi

Fuaidah, Lies. 2003. Analisis Sektor Basis dan Non Basis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Skripsi

Glasson, John.1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta: LPFEUI.

Gravitiani, Evi. 2006. Analisis Shift-Share Dinamika Pada Perekonomian Kota Yogyakarta. Skripsi

Irawan, Drs. 2002. Ekonomika Pembangunan. Jogjakarta: BPFE

Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Lemhamnas. 1997. Pembangunan Nasional. Jakarta: PT Balai Pustaka

Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES

Richardson, Harry. 2001. Dasar-Dasar Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI


(6)

_________. 2004. Dasar-Dasar Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI

Saerofie, Mujib. 2005. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT). Skripsi. Universitas Negeri Semarang Sodik, Jamzani. 2005. Analisis Potensi Pengembangan Wilayah di Eks

Karesidenan Banyumas. Skripsi

Sukirno, Sadono. 1996. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

_______________.1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP FEUI

Suryana Drs. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat

T. Tarmidi, Lepi. 1992. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Tarigan, Robinson Drs. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta :

PT. Bumi Aksara

__________________. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Jakarta : PT. Bumi Aksara

Todaro, Michael P. 1999. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Udjianto, D.W. 2005. Pengembangan Potensi Wilayah di Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 1998-2002. Skripsi

Warpani, Suwardjoko. 1984. Analisis Kota dan Daerah. Bandung. Penerbit ITB. http://pringsewukab.bps.go.id/?r=publikasi/buku&id=7

http://lampung.bps.go.id/index.php/publikasi http://www.bappeda .co.id