Model Yusuf – Daniel Bentuk-Bentuk Keterlibatan Gereja dalam Politik

beriringan dengan perjuangan revolusi jika orde yang lama tidak mau berubah. Tapi penyebab revolusi cencerung menyebabkan absolutism pada diri mereka sendiri, dan gereja harus selalu mengingatkan bahwa tidak ada sesuatu yang absolute kecuali Tuhan. Bahkan revolusi yang paling menjanjikan sekalipun akan menghasilkan kekecewaan dan kritik. Bahkan kekuatan represif memiliki kemungkinan untuk menebusnya. Gereja mungkinperlu mengidentifikasi secara keseluruhan penyebab revolusi, meski tetap dalam posisi membantu penguasa demi kemuliaan yang lebih besar. Gereja merupakan bagian dari masyarakat sipil, seperti halnya kelompok yang lain. Apa pun yang dilakukan Negara pada saat itu akan melibatkan gereja serta warga individual, suka atau tidak. Pembahasan berbagai level keterlibatan gereja tidak akan membawa keadilan pada kompleksitas. Tapi ini menunjukkan pentingnya memberi bobot kompleksitas secara berhati-hati. 25 Semantara itu, Zakaria J. Ngelow membagi 3 tiga model bentuk-bentuk keterlibatan gereja dalam bidang politik. Model-model tersebut adalah:

1. Model Yusuf – Daniel

Yang dimaksudkan dengan Model Yusuf-Daniel adalah peran politik warga Gereja di Indonesia, yang berusaha untuk masuk dalam “lingkaran kekuasaan”. Hal ini nampak dari pendirian partai Kristen dan ketelibatan dalam partai non Kristen, yang telah mengantar beberapa tokoh-tokoh Gereja menduduki jabatan yang strategis dalam pemerintahan mulai dari zaman pergerakan nasional sampai pada era reformasi. 25 Ibid, 271-272 Tokoh Yusuf diceriterakan dalam kejadian 37:1-50:26, Ia dijual oleh saudara- saudaranya ke Mesir dan di sana ia memperlihatkan prestasi yang cukup gemilang, ia dapat mengalahkan godaan dari istri Potifar, berhasil menafsirkan mimpi para tahanan dan mimpi Firaun dan juga memberi nasihat praktis yang segera diterima oleh Firaun. Prestasi inilah yang mengantarkan Yusuf sebagai penguasa atas istana, sehingga ia bertanggung jawab atas keuangan Mesir dan walaupun Yusuf telah menjadi petinggi di Mesir, dia tidak pernah mendendam terhadap saudara-saudaranya bahkan tergerak hatinya untuk membantu mereka. 26 Demikian pun yang dialami oleh Daniel, Ia adalah salah seorang pengawas dari seratus dua puluh provinsi kerajaan. Walaupun dia berada dalam lingkaran kekuasaan, ia tetap mempunyai integritas hal ini terbukti ketika ada surat keputusan dari raja bahwa barang siapa selama tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia, kecuali kepada raja, akan dilemparkan ke dalam gua singa. Tetapi Daniel tetap menjalankan kebiasaannya yakni berdoa kepada Allah, yang membuat dia dihukum, tetapi Ia tetap diselamatkan oleh Allah yag disembahnya Daniel 6:2-29. 27 Sejak zaman pergerakan Nasional partisipasi kalangan Kristen Indonesia memberi perhatian diarahkan pada perjuangan untuk membela pemisahan negara dan agama. Pada periode demokrasi liberal ketika Konstituante berusaha menyusun Konstitusi baru muncul pertarungan antara ideologi Pancasila atau ideologi Islam. Jelas pihak Kristen membela Pancasila. Di bawah kepemimpinan Mulia, Leimena, dan Tambunan, masa itu sampai tahun 60-an dianggap masa jaya partisipasi politik Kristen melalui Parkindo, yang merupakan satu- satunya partai Kristen. Pada Pemilu tahun 1955 Parkindo mendapat 16 kursi di Konstituante dengan 1.003.326 suara 2,66. Pada awalnya tidak banyak dukungan kepada Parkindo. 26 Dianne Bergant dan Robert J. Karris ed, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 74 27 Ibid, hlm. 620 Pada rapat pembentukan partai Kristen mula-mula namanya Partai Kristen Nasional, PKN, tgl 6 November 1945, berkembang pemahaman menentang adanya partai politik Kristen. Ds. Probowinoto Ketua terpilih menggantikan W.Z. Johannes pada Kongres bulan Desember 1945 mengungkapkan 3 pandangan yang menolak: para politikus Kristen lebih baik menyebar dalam partai-partai sekuler yang programnya dapat diterima orang Kristen; umat Kristen terlalu lemah dari segi sumber daya; dan politik pekerjaan kotor yang tidak sesuai dengan Kekristenan. Pada thn 1952 Leimena menunjuk pada 3 kelompok orang-orang yang mempertanyakan partisipasi Kristen dalam Indonesia merdeka: kelompok yang tidak mendukung kemerdekaan Indonesia; kelompok yang dibingungkan oleh keadaan masyarakat yang tidak menentu; dan kelompok yang mengasingkan diri dari urusan negara. 28 Parkindo menjadi wakil umat Kristen dalam dinamika percaturan politik nasional dari masa Revolusi, Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin sampai awal Orde Baru. Cukup mencolok bahwa Parkindo merupakan satu-satunya partai politik Kristen. Memang ada juga sejumlah intelektual atau politisi Kristen di luar kelembagaan gereja yang memilih aktivitas politiknya di luar Parkindo dalam partai-partai sekuler. PARKI partai Kristen Indonesia pimpinan Melanchton Siregar di Sumatera Utara menggabungkan diri ke Parkindo pada tahun 1947. Peran utama Parkindo dapat diletakkan dalam konteks sosial-politik dan kegerejaan masa itu. Pertama-tama struktur kepemimpinan gereja dan politik umat Kristen hampir berimpit dari pusat sampai ke jemaat-jemaat, khususnya dalam lingkungan DGI. Para pendeta, pimpinan gereja dan majelis jemaat sekaligus pengurus Parkindo. Sementara itu Kekristenan Indonesia belum secara tajam terbelah antara kaum ekumenis dan kaum Injili, dan masih cukup kuatnya patronase “gereja induk”. Selain itu, juga karena rendahnya tingkat 28 Zakaria J. Ngelow, Partisipasi Umat Kristen Indoneisa di Bidang Politik, Jurnal STT Intim Makassar,Edisi No. 5 – Semester Ganjil 2003, hlm. 48. kecelikan politik umat Kristen sehingga gampang diekploitasi secara emosional-primordial dari sudut agama. Dan sekalipun kepemimpinan gereja mengalami berbagai masalah, belum terjadi konflik serius yang mengarah ke perpecahan. Singkatnya, Parkindo mendapat dukungan langsung gerejagereja dalam menghadirkan kesaksian Kristen dalam percaturan politik di Indonesia. Apakah Parkindo berhasil? Ketokohan para pimpinannya dalam pentas politik nasional, seperti a.l. J. Leimena, M. Tambunan, Ds. W.J. Rumambi dan A.M. Pasila mungkin dapat dibanggakan. Bagaimanapun, secara teologis harus diakui bahwa dengan segala kekurangannya Parkindo dan seluruh jajarannya di pusat dan di daerah telah dipakai Tuhan untuk membawa kesaksian Injil Kristus di tengah-tengah perjalanan sejarah bangsa kita. 29 Dalam pengakuan itu pertanyaan kritis tetap perlu diajukan. Apakah kesaksian Kristen oleh Parkindo dalam percaturan politik di Indonesia memang telah dijalankan dengan setia menyatakan suara kenabian terhadap berbagai ketimpangan dalam pemerintahan dan masyarakat? Apakah praktek-praktek kotor dunia politik tidak menulari para politikus Kristen? Apakah transformasi ke arah kehidupan nasional yang lebih adil dan demokratis bagi semua terus diperjuangkan? Ataukah substansinya lebih pada perjuangan untuk kepentingan terbatas umat Kristen dalam bayang-bayang kecemasan terhadap diskriminasi kelompok-kelompok yang lebih kuat, khususnya Islam? 30 Pertanyaan-pertanyaan itu perlu diletakkan dalam konteks dinamika sosial-politik nasional yang penuh tantangan. Dalam 25 tahun pertama kemerdekaan negara kita diperhadapkan pada berbagai tantangan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan sampai terbentuknya pemerintahan Orde Baru. Separatisme RMS, pemberontakan DITII, 29 Zakaria J. Ngelow, ibid. 30 Ibid, Hlm. 49 Pemilu 1955, PRRIPERMESTA, kemacetan Konstituante, Pembebasan Irian Barat, Dwikora, G30SPKI dan peralihan kekuasaan ke pemerintah Orde Baru adalah rangkaian tantangan berat susulmenyusul yang turut membentuk karakter partisipasi politik umat Kristen Indonesia. Sementara secara internal gereja-gereja yang rata-rata baru mulai berdiri sendiri bergumul dengan masalah-masalah pengembangan jemaat, kader, sumber dana dan organisasi, sambil berusaha mewujudkan cita-cita keesaan gereja-gereja di Indonesia. Itulah ketegangan antara kemandirian dan keesaan gereja-gereja di Indonesia. 31 Ketegangan itu dijalani sambil mencari gagasan-gagasan partisipasi yang relevan. Selain gagasan-gagasan teologi politik Kuyperian yang dikemukakan di atas, wacana politik Kristen di Indonesia sejak tahun 1950-an mendapat masukan dari gerakan ekumene sedunia, yang antara lain memperlihatkan pengaruh Reinhold Niebuhr 1892-1971. Wacana responsible society DGD yang disinggung di atas diletakkan dalam perspektif Christian realism Niebuhr. Pada satu fihak Niebuhr menolak optimism Social Gospel mengenai kebaikan manusia dan kemampuannya melaksanakan perintah Allah dalam semua bidang kehidupan, dan pada fihak lain mengandalkan kehadiran Allah yang memberi kemungkinkan luas bagi manusia inderterminate possibilities mewujudkan hal-hal besar bagi-Nya. Kombinasi wacana masyarakat tanggung jawab dan realisme Kristen dibumbui suatu idealisme creative minority , mengikuti pandangan Arnold Toynbee 1889-1975. Sejarawan Inggeris ternama itu menyatakan bahwa kemajuan dan kemunduran peradaban terjadi ketika tampil kaum minoritas kreatif yang mampu membaca tanda-tanda zaman, memahami tantangan dan peluang zamannya serta secara strategis memobilisasi masyarakatnya melakukan pembaharuan atau perubahan, dan karena itu mereka menjadi elit masyarakatnya. Namun kemudian peradaban merosot ketika kelompok ini berubah menjadi dominant 31 Ibid. minority yang sibuk mempertahankan kekuasaanya. Wacana creative minority kemudian tidak dipopulerkan dalam lingkaran intelektual dan politisi Kristen Indonesia untuk menghindari dikotomi minoritas – mayoritas dalam masyarakat majemuk Indonesia, yang bisa mengarah pada ekses negatif pemahaman persatuan nasional. Alasan lain adalah meredam sindrom minoritas . Tetapi adanya kecendrungan yang dapat secara figuratif disebut “model peran Yusuf- Daniel” dalam kalangan intelektual dan pemimpin Kristen menunjukkan pengaruh gagasan itu, khususnya dalam power-centric orientation para intelektual dan pemimpin Kristen Indonesia. Di sini sebenarnya terjadi penyimpangan mendasar dari gagasan creative minority , yakni menjadi dominant minority , bukan menjalankan kepeloporan dalam membaca dan menjawab tanda-tanda zaman, melainkan masuk dalam lingkaran kekuasaan yang hakekatnya anti pembaharuan. Dengan kata lain, substansi partisipasi politik Kristen dikerdilkan menjadi perjuangan bagi kepentingan kelompok atau golongan, yang dalam konteks Indonesia merupakan perwujudan dari sindrom minoritas. 32 Dalam orientasi itu, kehadiran wakil-wakil Kristen di Parlemen dan Kabinet adalah prestasi yang sering dibanggakan. Perlu diperhatikan bahwa karena latar pendidikannya pada zaman kolonial, banyak orang Kristen menduduki jabatan-jabatan penting dalam birokrasi pemerintahan sampai awal tahun 1970-an. Juga kemudian pada tahun 1971 ketika Orde Baru menyederhakan kekuatan politik dengan mem-fusi parkindo ke dalam PDI orang-orang Kristen masih hadir di Parlemen dan Kabinet. Bahkan dalam Orde Baru peran birokrat Kristen Katolik dan Protestan cukup penting, dengan adanya sejumlah tokoh kabinet dan pimpinan militer dan partai politik. Dengan kata lain, “hilangnya” Parkindo dari pentas politik tidak meniadakan kehadiran tokoh-tokoh Kristen di bidang pemerintahan, militer dan politik. Para politikus Kristen a.l. eks Parkindo tetap berkiprah dalam percaturan politik Orde Baru. 32 ibid Evaluasi negatif terhadap pemerintahan Suharto menimbulkan pertanyaan kritis, apakah partisipasi para tokoh-tokoh Kristen pada masa Orde Baru benar dapat dibanggakan? Hal ini akan menjadi evaluasi bagi peran politik Gereja dalam era reformasi. 33 Menurut Martin Lukito Sinaga, penyempitan ekspresi politik ke dalam partai politik selain hanya menghasilkan suara minoritas juga terbukti mendorong kelembaman inertia umat Kristen sendiri. Ia memiliki akar konservatif dan eksklusif di masa kolonial, dan ekspresi partai dari situasi sedemikian akan hanya menyuburkan isolasinya. 34 Peran politik model Yusuf –Daniel, juga nampak dalam terlibatnya pendeta dalam lingkaran politik praktis. Menurut Zakaria J. Ngelow, Baik pada masa PARKINDO maupun di era Reformasi pendeta-pendeta terlibat langsung dalam dunia politik praktis. Apakah pendeta cocok menjalankan peran partisipasi politik Kristen? Ya dan tidak. Ya, karena pendeta adalah pemimpin umat yang seharusnya mempunyai wawasan yang luas terhadap berbagai aspek dan perkembangan dalam masyarakat, termasuk politik, dan selalu merelasikannya dengan panggilan gereja. Tidak, karena pendeta yang terlibat dalam politik praktis memilih salah satu partaigolongan politik, dan dengan itu tidak bisa lagi membina warga jemaatnya dalam aktivitas politik yang berbeda-beda. Masalah pendeta dalam dunia politik praktis bukan terutama masalah doktrin jabatan menyangkut salah atau benar; melainkan masalah etika, boleh atau tidak boleh. Pendeta yang berpolitik akan cenderung mengarahkan warga jemaat pada kepentingan partainya, dan dengan demikian tidak netral. Bahkan dapat memakai mimbar gereja untuk kampanye politik, bukan pemberitaan Injil. Yang juga penting adalah motivasi pendeta terjun dalam politik praktis. Ada pendeta yang 33 ibid 34 Martin Lukito Sinaga, Jalan Baru Politik di Indonesia, http: www. suara pembaruan. Com News 2004 04 03 index.html , Diunduh, 15 Juni, 2012. memang bekerja dalam dunia politik dengan integritas, visi dan komitmen. Tetapi banyak pula yang sesungguhnya ikut Yunus “melarikan diri” ke Tarsis. 35

2. Model Musa-Elia

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Career Calling dengan Psychological Well-Being pada Pendeta Gereja Toraja di Toraja

1 1 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identifikasi Cost dan Strategi Pricing Usaha Kerajinan Rumah Adat di Tana Toraja

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja Toraja terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tana Toraja

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja Toraja terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tana Toraja T2 752011031 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja Toraja terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tana Toraja T2 752011031 BAB IV

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gereja dan Politik Studi Mengenai Sikap Politik Gereja Toraja terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tana Toraja T2 752011031 BAB V

0 1 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Politik Pemimpin Gereja Katolik: Studi pada Gereja Katolik St. Paulus Miki Salatiga T2 752014029 BAB II

0 1 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ma’badong: Pemahaman Gereja Toraja Jemaat Lean terhadap Ma’badong

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Informasi Keuangan Gereja Toraja Jemaat Batang

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tongkonan Sangulele sebagai Solidaritas Kekristenan Tana Toraja

0 1 43