Tinjauan Pustaka KAJIAN PUSTAKA

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Revolusi Revolusi dipahami sebagai proses yang sangat luar biasa, sangat kasar, dan merupakan sebuah gerakan yang paling terpadu dari seluruh gerakan-gerakan sosial apapun. Revolusi dipahami sebagai ungkapan atau pernyataan akhir dari suatu keinginan otonom dan emosi-emosi yang mendalam serta mencakup segenap kapasitas keorganisasian maupun ideologi protes sosial yang dikerjakan bersama. Khususnya pembebasan yang bertumpu pada simbol-simbol persamaan, kemajuan, kemerdekaan dengan asumsi sentral bahwa revolusi akan menciptakan suatu tatanan sosial yang lebih baik S.N. Eisenstadt, 1986: 3. Menurut Eugene Kamenka dalam S.N. Eisenstadt 1986: 5, revolusi merupakan suatu perubahan yang mendadak dan tajam dalam siklus kekuasaan nasional. Hal itu tercermin dalam perubahan radikal terhadap proses pemerintahan yang berdaulat pada segenap kewenangan dan legitimasi resmi sekaligus perubahan radikal dalam konsepsi tatanan sosialnya. Unsur-unsur adanya revolusi adalah adanya perubahan yang cepat mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan 8 terlebih dahulu maupun tanpa ada perencanaan Soerjono Soekanto, 1982 317. Sebab-sebab revolusi tidak hanya dipahami sebagai peristiwa temporer atau frustasi marjinal saja. Revolusi terjadi karena adanya anomali pergeseran sosial atau ketimpangan yang sangat fundamental. Pengaruh dari revolusi adalah perubahan secara kekerasan terhadap rezim politik yang ada dengan didasari oleh legitimasinya sendiri. Misalnya adalah: pergantian elit politik atau kelas yang sedang berkuasa, perubahan secara mendasar pada bidang kelembagaan utama, pemutusan secara radikal segala hal yang telah lampau, memberikan kekuatan ideologis dan orientasi kebangkitan mengenai gambaran revolusioner S.N. Eisenstadt, 1986: 3. Samuel P. Huntington dalam S.N. Eisenstadt 1986: 5, merumuskan bahwa revolusi adalah sebagai suatu penjungkirbalikan nilai- nilai, mitos, lembaga-lembaga politik, struktur sosial, kepemimpinan, serta aktivitas maupun kebijaksanaan pemerintah yang dominan di masyarakat. Secara sosiologis, suatu revolusi dapat terjadi dengan syarat-syarat antara lain sebagai berikut: Soerjono Soekanto, 1982: 318 a. Harus ada keinginan bersama untuk sebuah perubahan. Di dalam sebuah masyarakat yang tidak puas terhadap keadaan akan muncul suatu keinginan bersama untuk mencapai perbaikan dengan merubah keadaan yang sudah ada. 9 b. Adanya pemimpin atau kelompok yang mampu memimpin masyarakat tersebut. c. Pemimpin tersebut harus dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat mengenai perubahan tersebut untuk dijadikan program dan arah geraknya masyarakat. d. Pemimpin harus dapat menunjukkan suatu tujuan kepada masyarakat, misalnya, perumusan suatu ideologi tertentu. e. Harus ada momentum untuk revolusi. Artinya harus ada saat yang tepat untuk dikobarkan gerakan revolusi. 2. Nasionalisme Nasionalisme adalah kesadaran diri yang meningkat dan diwujudkan oleh kecintaan pada negeri dan bangsanya sendiri. Nasionalisme terkadang disertai akibat mengecilkan arti dan sifat bangsa lain Suhartoyo Hardjosatoto, 1985: 42. Menurut Ernest Renan, dasar suatu faham kebangsaan dan bekal berdirinya suatu bangsa adalah suatu kejayaan bersama pada masa lampau. Penderitaan atau kesengsaraan lebih berpengaruh dan berharga daripada kemenangan-kemenangan, sebab penderitaan ini menimbulkan kewajiban- kewajiban yang selanjutnya mendorong ke arah adanya usaha bersama Suhartoyo Hardjosatoto, 1985: 43. Lothrop Stoddard berpendapat bahwa nasionalisme adalah kesadaran rohani, yakni suatu kepercayaan yang dianut sejumlah orang 10 yang mempunyai suatu kebangsaan nationality, suatu perasaan bersama menjadi bangsa Suhartoyo Hardjosatoto, 1985: 44. 3. Perang Rakyat Semesta Periode revolusi merupakan masa krisis sosial dan politik dengan intensitas tinggi. Krisis itu disebabkan karena ada perasaan tidak aman dan penuh kegelisahan yang langsung menyangkut soal kelangsungan hidup Sartono Kartodirdjo, 1982 :80. Kemerdekaan Indonesia memiliki salah satu ciri yaitu bahwa pembebasannya dilakukan dengan cara diplomasi dan juga dengan kekuatan senjata. Kesediaan mengangkat senjata baik rakyat maupun tentara dalam kegairahan menyambut berita proklamasi merupakan tekad dan keberanian tersendiri para pejuang. Dilihat dari teknologi perang Indonesia jauh dibawah lawan, kiranya para pejuang sudah sejak awal memiliki keyakinan bahwa bagaimanapun juga revolusi nasional Indonesia mensyaratkan adanya petempuran dan perang. Dengan berakhirnya penjajahan Jepang pada tahun 1945, Indonesia yang baru merdeka harus berjuang kembali menghadapi bangsa Belanda. Ancaman akan kembalinya kekuasaan kolonial menimbulkan kegelisahan yang sangat eksplosif, perlawanan bersenjata sangat meluas Sartono Kartodirdjo, 1982: 81. Dengan politik devide et impera, Belanda berupaya memecah belah kembali Republik Indonesia dengan melancarkan Agresi Militer I dan II. Agresi sendiri dimaknai dengan penyerangan oleh suatu negara kepada negara lain Lukman Ali, dkk., 1994: 11. Selama kurun waktu 1947 sampai 1949, bangsa Indonesia harus 11 berperang kembali melawan agresor Belanda. Perang tersebut dinamakan perang mempertahankan kemerdekaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, definisi perang adalah permusuhan antar dua negara Lukman Ali, dkk., 1994: 751. Perang yang dimaksud penulis disini adalah perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan sistem perang rakyat semesta. Perang rakyat semesta adalah strategi perang dalam tempo waktu yang lama SESKOAD, 1990: 328. Perang ini bertujuan untuk membuat musuh yang awalnya lebih unggul dalam teknologi dan persenjataan tidak berdaya dan tidak mampu bertahan dalam jangka waktu panjang. Dengan dukungan rakyat dan meluasnya medan pertempuran, mengubah keadaan TNI dari bertahan menjadi menyerang. Kesemestaan atau totalitas perjuangan TNI bersama segenap barisan rakyat, membuat buntu strategi musuh yang hanya mengandalkan kemampuan militernya saja. Perang yang dilancarkan oleh TNI tidak hanya dibidang militer saja, melainkan menyeluruh dalam segala bidang dengan mendayagunakan segala sumber dan fasilitas, serta kesediaan masyarakat untuk mendukung TNI. Dukungan ekonomi dan dukungan moril dari rakyat secara psikologis menumbuhkan semangat juang TNI, tetapi sebaliknya memberi tekanan psikis yang berkepanjangan kepada Belanda SESKOAD, 1990: 329. Dalam perang rakyat semesta, dikenal dengan sistem pertahanan rakyat total. Sistem ini disiapkan untuk menghadapi Pasukan Belanda dengan membentuk kantong-kantong gerilya Wehrkreise SESKOAD, 1990: 174. Wehrkreise WK adalah bagian dari organisasi yang 12 mengurus wilayah tertentu dengan sistem pertahanan dan perlawanan yang berdasarkan kepada sistem pertahanan total. Di dalam WK dilengkapi dengan kekuatan satuan-satuan tempur Batalyon-batalyon infanteri, Komando Distrik Militer KDM, Komando Onder Distrik Militer KODM, Sub-Wehrkreise SWK, Pasukan Mobil, satuan-satuan bantuan tempur dan bantuan administrasi. Dalam perencanaan dan pelaksanan perintah operasi diberikan secara umum dan terpusat selanjutnya penjabaran perintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing sektor SWK SESKOAD, 1990: 175. WK merupakan pusat pertahanan dan perlawanan gerilya yang dilancarkan secara luas dan di dalam wilayahnya terdapat daerah-daerah basis, sekaligus sebagai daerah pangkalan gerilya SESKOAD, 1990: 175. Gerilya adalah perang yang tidak terikat secara resmi pada ketentuan perang, biasanya dilakukan sembunyi-sembunyi dan secara tiba-tiba Lukman Ali, dkk., 1994: 314. Perang gerilya bukan saja perang antara TNI dengan musuh, tetapi perang antara TNI bersama dengan rakyat melawan musuh. Dengan demikian maka perang tidak hanya bergolak di daerah-daerah pertempuran saja, tetapi pertempuran bergolak dimana- mana secara semesta A.E. Manihuruk, dkk., 1979: 343. Pasukan disusun dalam kelompok-kelompok kecil dan tersebar, namun setiap saat siap dikonsolidasikan dan dikonsentrasikan untuk memberi perlawanan yang lebih besar. Perlawanan tidak mengenal front, karena pelosok daerah merupakan medan operasi SESKOAD, 1990: 175. 13 4. Laskar Gerilya Laskar gerilya mengutamakan taktik perang gerilya dan terdiri dari satuan-satuan kecil atau gabungan dari beberapa satuan kecil. Laskar gerilya bisa menyamar sebagai petani atau buruh. Tetapi sanggup pula menyerbu secepat kilat dan hilang lenyap seperti angin. Laskar gerilya membantu tentara rakyat di kedua sayap atau di belakang front musuh, mengacaubalaukan pos, konvoi, perlengkapan, dan persiapan musuh. Laskar gerilya didirikan oleh rakyat dan didanai oleh rakyat A.H. Nasution, 1968: 222-223. Posisi laskar-laskar atau badan-badan perjuangan adalah sebagai tenaga politik dan militer, karena mereka menganut perjuangan rakyat bersenjata dan perjuangan rakyat semesta A.H. Nasution, 1968: 13. Di mana tentara rakyat tidak ada, maka tentara gerilya boleh mengambil pimpinan sendiri atas segala-galanya. Dalam hal ini laskar gerilya boleh membentuk pemimpin dan mengerahkan laskar rakyat secara besar- besaran atas dasar taktik gerilya dan dengan laskar gerilya sebagai pelopor. Laskar gerilya bukanlah tentara federal atau tentara apa saja yang dibentuk oleh kerjasama dengan Belanda A.H. Nasution, 1968: 223. Dalam pertempuran yang dilakukan di dalam wilayah Republik, laskar gerilya harus dapat bekerjasama dengan pimpinan tentara Republik yang berjuang. Laskar gerilya membantu tentara resmi di semua tempat yang ditunjukkan oleh tentara resmi revolusioner A.H. Nasution, 1968: 225. 14 Laskar gerilya bukanlah organisasi tentara, maka laskar gerilya dapat dengan cepat berpisah, menyusun dan bersatu menggempur. Di daerah pendudukan Belanda dan atau di daerah pegunungan yang terkepung oleh tentara musuh, maka laskar gerilya adalah sumber kekuatan RI non TNI. Dalam hal ini laskar gerilya akan memimpin pertempuran, politik, sosial, dan perekonomian rakyat A.H. Nasution, 1968: 225-226. 5. Peran Masyarakat Setempat Masyarakat setempat community, adalah warga yang bertempat tinggal di sebuah wilayah geografis dengan batasan-batasan tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi sosial yang kuat antar anggota warganya dibanding dengan warga di luar batas wilayahnya Soerjono Soekanto, 1982: 142. Di dalam sebuah masyarakat, anggota masyarakat memiliki peranan yang berbeda-beda. Peranan role merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan status. Anggota masyarakat dapat dikatakan berperan jika ia melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya di masyarakat Soerjono Soekanto, 1982: 237. Menurut Levinson dalam Soerjono Soekanto 1982: 238 suatu peranan paling sedikit mencakup tiga hal, yakni: a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini 15 merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilakuan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Berdasarkan rincian di atas, pengertian dari peran masyarakat setempat adalah kumpulan dari peranan anggota masyarakat yang dijadikan satu di sebuah wilayah batasan geografis tertentu dan mempunyai tujuan bersama.

B. Penelitian yang Relevan

Dokumen yang terkait

PERJUANGAN KH. GHOLIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1949

4 25 45

Perjuangan rakyat Magelang dalam mepertahankan kemerdekaan tahun 1947 1949

1 35 97

Bab 3 Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan (1945 1949)

2 22 25

Peranan Radio Republik Indonesia Stasiun Surakarta Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1946-1949 Di Surakarta.

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor Keberhasilan Program Usaha Agribisnis Pedesaan di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang T1 522004005 BAB II

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Masyarakat Tengaran dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Tengaran 1947-1949

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Masyarakat Tengaran dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Tengaran 1947-1949 T1 152010009 BAB I

1 1 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Masyarakat Tengaran dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Tengaran 1947-1949 T1 152010009 BAB IV

4 11 75

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Masyarakat Tengaran dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Tengaran 1947-1949 T1 152010009 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Masyarakat Tengaran dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Tengaran 1947-1949

0 0 49