Tambahan Pembahasan Investasi Perikanan

Hukum investasi adalah bagian dari hukum ekonomi. Hukum ekonomi bersifat
sebagai hukum positif yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Menurut Sri
Redjeki, hukum investasi adalah hukum yang mengatur kegiatan ekonomi yang dilakukkan
oleh pelaku ekonomi.
Contoh metode atau pendekatan makro adalah jika ada perubahan politik, maka
akan ada kebijakan politik, dan kebijakan politk ekonomi. Perubahan kebijakan ekonomi juga
menyebabkan perubahan kebijakan investasi. Misalnya pada zaman Presiden SBY ke
Presiden Jokowi, tentu ada perubahan kebijakan. Pada era zaman Jokowi kebujakan
pembanguan infrastrukur adalah program prioritas nasional.
Indonesia membuka keran bagi investasi asing butuh modal yang besar, modal
Indonesia sangat terbatas, oleh karena itu Indonesia perlu modal asing. Menurut ilmu
manajemen, keterbatasan tersebut ada 6 yakni: (1). Money; (2). Market; (3). Machine; (4).
Method; (5). Man; (6). Material. Jadi negara berinvestasi untuk kepentingan kesejahteraan
rakyatnya.
Dalam tulisan ini, penulis mengambil investasi infrastruktur jalan tol, jalan tol berunga
untuk mendekatkan yang jauh, agar distribusi barang lancar, sehingga nanti akan terkena
multiplayer effects, efek keberlanjutan, sinergi dan berintegritas. Multiplayer effects adalah
efek keberlanjutan dan bersinergi. Jika asing ingin berinvestasi di Indonesia, maka wajib
dalam bentuk Perseoran Terbatas (PT). Misalnya, investor asing tadi membuat PT di
Sleman, oleh karena warga Sleman punya daya beli, maka warga Sleman dapat menikmati
produk baru di Sleman.


Tambahan Pembahasan Investasi Perikanan
Sumber daya perikanan, status perikanan tidak terisolasi dari sumber daya
perikanan dunia. Keadaan, kondisi, status perikanan Indonesia saling mempengaruhi,
tergantung dan meniadakan dengan sumber daya perikanan dunia. Secara global, perairan
laut adalah wadah suatu kesatuan.
Sebagai wadah bersama, sumber daya perikanan memiliki sifat interkonesitas,
indivisibilitas, dan substraktibilitas. Sifat interkoneksitas adalah sumber daya perikanan
memiliki saling keterkaitan antara suatu komponen. Sifat indivisibilitas adalah sumber daya
perikanan tidak mudah dibagi-bagi menjadi bagian atau wilayah perairan tertentu. Sifat
indivisibiltas muncul karena ikan melakukan migrasi antara wilayah dan tidak bisa dibatasi
pergerakannya dalam suatu ekosistem alam. Sifat substraktabilitas artinya bahwa sumber
daya ikan bila diambil oleh orang tertentu pada waktu tertentu akan mempengaruhi
keberadaan dan ketersediaan ikan bagi orang lain di waktu yang lain. Secara umum, sifat
sumber daya ikan adalah open access dan common property yang mengandung arti bahwa
dari pemanfaatannya bersifat terbuka, oleh siapa saja, dan kepemilikannya bersifat umum1.
Pengelolaan sumber daya perikanan berarti bahwa upaya penangkapan atau
pemanfaatan sumber daya harus ditetapkan atau dikendalikan pada tingka tertentu. Pada
dasarnya, pemanfaatan sumber daya hayati wilayah lautan dilakukan secara langsung
ataupun tidak langsung. Pemanfaatan langsung dimaksudkan sebagai pemanfaatan sumber

daya untuk memenuhi kebutuhan fisik manusia, seperti pangan, sandang, papan, dan
1 Victor Nikijuluw, 2005, Politik Ekonomi Perikanan-Bagaimana dan Kemana Bisnis Perikanan?, Feraco,
Jakarta, hlm.22.

kebutuhan religio-kultural, serta rekreasi. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung berkaitan
dengan fungsi sumber daya yang bersangkutan dengan ekosistem, misalnya sebagai
pelindung pantai, penghasil zat organik, dan tempat asuhan anakan biota2.
Penanaman Modal
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf (a) UU Penanaman Modal diatur bahwa kegiatan
penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum. Dalam Penjelasan
Pasal tersebut, asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap
kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
Kepastian hukum adalah konsistensi peraturan dan penegakkan hukum di Indonesia.
Investor sangat membutuhkan kepastian hukum, sebab dalam melakukan investasi selain
tunduk dalam hukum investasi, juda ada ketentuan lain yang tidak dapat dilepaskan begitu
saja3.
Menurut Ida Bagus Rahmadi, terdapat 11 faktor yang menjadi pertimbangan
sebelum melakukan kegiatan penanaman modal yakni (a). risiko menanam modal; (b).
rentang birokrasi; (c). transparansi dan kepastian hukum; (d). alih teknologi; (e). jaminan dan

perlindungan investasi; (f). ketenagakerjaan; (g). ketersediaan infrastruktur; (h). keberadaan
sumber daya alam; (i). akases pasar; (j). insentif perpajakan; (k). mekanisme penyelesaian
sengketa yang efektif4.
Pada dasarnya investor, baik investor domestik ataupun asin5g yang menanamkan
investasi di Indonesia diberikan berbagai kemudahan. Pemberian kemudahan dimaksudkan
agar investor domestik ataupun investor asing ingin berinvestasi di Indonesia. Investasi
sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses pembangunan6.
Penanaman modal pada bidang sektor perikanan kelautan diharapkan dapat
membantu pengembangan usaha petani nelayan di sekitarnya, baik melalui kelompok petani
nelayan ataupun koperasi dalam kegiatan produksi, penampungan, pengolahan, dan
pemasaran hasil. Bidang usaha perikanan meliputi usaha-usaha penangkapan,
pemeliharaan, pengolahan, dan pemasaran hasil serta usaha penunjang dan dapat
merupakan usaha perikanan terpadu, yakni mulai dari penangkapan, pengolahan dengan
dukungan mesin pendingin sampai dengan pemasaran produksi.
Nelayan
Pada saat membahas hak-hak masyarakat pesisir, khususnya nelayan
tradisional, nelayan tradisional berhak untuk mengembangkan kemajuan
ekonomi, sosial, dan budayanya7. Pada tngkat internasional, keberdaan
masyarakat lokal adalah bagian tidak terpisahkan dalam pembangunan
berkelanjutan. Keberadaan mereka sangat penting untuk menyeimbangkan

antara pemanfaatan dan penangkapan dan potensi yang diperkirakan. Dengan
demikian, sumber daya alam dapa dikelola dengan kekayaan kearifan 8.9
2 Soenartono Adisoemarto, 1998, Sumber Daya Alam dalam Pembangunan Berkelanjutan, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, hlm.94-95
3 Sentosa Sembiring, 2010, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung, hlm.16.
4 Ida Bagus Rahmadi Suncapana, 2006, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia,
Ghalia, Bogor, hlm. 5-9.
5 Aminuddin Ilmar, 2007, Hukum Penanaman Modal di Indonesia¸Kencana, Jakarta, hlm.96-97
6 Salim HS, Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di Indonesia,Rajawali Press, Jakarta, hlm.269
7 Pasal 3 United Nations Declration on The Rights of Indigeneous Peoples.

Dewasa ini, nasib nelayan tradisional sangatlah miris, mereka miskin
padahal mereka tinggal di daerah yang kaya. Jika ditinjau dari aspek teknologi
dan modal usaha nelayan, mayoritas nelayan tradisional adalah pelaku usaha
perikanan skala kecil. Keterbatasan modal yang dimililki, teknologi penangkapan,
akses, dan luas wilayah tangkap yang cenderung menyempit setiap tahunnya,
kebijakan pemerintah yang tidak pro nelayan tradisional dan pencemaran
lingkungan adalah sedikit masalah yang diderita oleh nelayan tradisional.
Hasim Djalal dengan menyebutkan adanya pembedaan terminogi antara
traditional fishing rights dan traditional rights to fish. Traditional rights to fish

atau hak tradisional atas perikanan dilaksanakan di laut lepas berdasarkan
kebebasan di laut lepas sebagaimana diatur dalam rezim hukum laut lepas.
Sedangkan traditional fishing rights atau hak perikanan tradisional dilaksanakan
pada bagian laut yang berada di bawah yurisdiksi negara pantai, yaitu pada
perairan kepulauan dan pada ZEE. Hak ini memiliki batasan yakni hanya
diberikan kepada pihak atau negara yang secara tradisional telah melakukan
penangkapan ikan hanya diberikan kepada pihak atau negara yang secara
tradisional telah melakukan penangkapan ikan secara turun temurun, dalam
kurun waktu yang lama di suatu perairan tertentu.

8 Sulaiman, Prospek Hukum Adat Laut dalam Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Pidie Jaya¸Provinsi Aceh,
dalam Jurnal Yustisia Edisi 87 September-Desember 2013, hlm.16.
9 Hasim Djalal, 1995, Indonesia and The Law of The Sea, Centre for Strategic and International Studies,
Jakarta, hlm.17.